You are on page 1of 21

LAPORAN KASUS

PASIEN DENGAN CARPAL TUNNEL SINDROM


Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Neurologi
Di RST Dr. Soedjono Magelang


Disusun oleh:
Vike Poraddwita Y
01.209.6043
Pembimbing:
Letkol CKM dr. Heriyanto, SpS
BAGIAN ILMU SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014
STATUS PASIEN

I.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. BP
Usia : 24 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Magelang
Agama : Islam
Tanggal masuk : 21 Januari 2014

I.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Rasa sedikit tebal pada jari tengah, telunjuk, dan ibu jari tangan kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh kesemutan di telapak tangan kanan yang dirasakan sejak 1 bulan
yang lalu. Kesemutan terutama dirasakan pada sisi dalam jari tengah, telunjuk, dan ibu
jari. Kesemutan bersifat hilang timbul dan dirasakan terutama pada malam hari dan
berkurang bila dikebas-kebaskan. Keluhan hanya terasa diujung ujung jari, tidak
menjalar. Pasien mengeluh rasa sedikit tebal pada jari tengah, telunjuk, dan ibu jari.
Keluhan muncul bersamaan dengan rasa kesemutan. Pasien juga mengaku terdapat nyeri
di pergelangan tangan yang tidak menjalar. Nyeri dirasakan 3 hari yang lalu. Nyeri
berkurang bila pergelangan tangan dipijat atau dikibas-kibaskan. Pasien tidak pernah
memeriksakan keluhan tersebut sebelumnya. Oleh pasien tangan yang sakit masih tetap
digunakan untuk bekerja. Pasien bekerja sebagai jasa pengetikkan skripsi.

Pasien menyangkal riwayat bengkak dan panas di pergelangan tangan. Pasien juga
menyangkal riwayat jatuh menumpu pada tangan. Pasien juga menyangkal kebiasaan
tidur menumpu pada pergelangan tangan. Pasien menyangkal riwayat kelemahan anggota
gerak. Pasien menyangkal riwayat kesulitan dalam memegang botol atau benda-benda
berbentuk sejenis.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Trauma : (-)
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat DM : (-)

I.3 PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran/GCS : E
4
M
6
V
5
= 15, Komposmentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 118 x/menit
RR : 48 x/menit
Suhu : 36,4
0
C
STATUS LOKALISATA
Kepala :
Pupil : Isokor, diameter 3 mm
Sianosis : -
Dispneu : -
Konjungtiva anemis : -/-
Sklera ikterik : -/-
Leher :
Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal.

Thoraks :
Bentuk : Normochest, retraksi (-).
Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Redup. Batas jantung dalam batas normal.
o Auskultasi : Suara jantung I dan II reguler, murmur (-)
Paru :
o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-.
Abdomen :
Inspeksi : Datar.
Auskultasi : Bising usus (+) 6 kali/menit.
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran, tidak ada
nyeri tekan.
Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral dingin.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral dingin.

STATUS NEUROLOGI
GCS : E
4
V
5
M
6

TANDA MENINGEAL :
Kaku kuduk : -
Kernig : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Brudzinski III : -
Brudzinski IV : -

NERVUS CRANIALIS :
1. N. Olfaktorius (N. I)
a. Pemeriksaan bau : DBN
2. N. Optikus (N. II)
a. Warna : Tidak dilakukan
b. Funduskopi : Tidak dilakukan
c. Tajam penglihatan : DBN
d. Lapang pandang (visual field) : DBN
3. N. Okulomotorius, N. Troklearis, N. Abducen (N. III, N. IV, N.VI)
a. Kedudukan bola mata saat diam : DBN
b. Gerakan bola mata : DBN
c. Pupil :
Bentuk, lebar, perbedaan lebar : DBN
Reaksi cahaya langsung dan konsensuil : +/+
Reaksi akomodasi dan konvergensi : DBN
4. N. Trigeminus (N. V)
a. Sensorik : DBN
b. Motorik :
Merapatkan gigi : DBN
Buka mulut : DBN
Menggerakkan rahang : DBN
Menggigit tongue spatel kayu : Tidak dilakukan
c. Refleks :
Kornea : DBN
Maseter/mandibula : -
5. N. Facialis (N. VII)
a. Sensorik : DBN
b. Motorik :
Kondisi diam : Simetris
Kondisi bergerak :
a) Musculus frontalis : DBN
b) Musculus korugator supersili : DBN
c) Musculus nasalis : DBN
d) Musculus orbicularis oculi : DBN
e) Musculus orbicularis oris : DBN
f) Musculus zigomaticus : DBN
g) Musculus risorius : DBN
h) Musculus bucinator : DBN
Sensorik khusus
a) Lakrimasi : Tidak dilakukan
b) Refleks stapedius : Tidak dilakukan
c) Pengecapan 2/3 anterior lidah : Tidak dilakukan
6. N. Stato-akustikus (N. VIII)
a. Suara bisik : DBN
b. Arloji : DBN
c. Garpu tala : Tidak dilakukan
d. Nistagmus : Tidak dilakukan
e. Tes Kalori : Tidak dilakukan


7. N. Glosopharingeus, N. Vagus (N. IX, N. X)
Inspeksi oropharing keadaan istirahat: DBN
Inspeksi oropharing saat berfonasi: Tidak dilakukan
Refleks: Tidak dilakukan
Pengecapan 1/3 belakang lidah: Tidak dilakukan
8. N. Acesorius (N. XI)
a. Kekuatan m. Trapezius : DBN
b. Kekuatan m. Sternokleidomastoideus : DBN
9. N. Hipoglosus (N. XII)
a. Keadaan diam : Lurus
b. Keadaan gerak : Lurus

PEMERIKSAAN MOTORIK
1) Observasi : DBN
2) Palpasi : Konsistensi otot normal
3) Perkusi : DBN
4) Tonus : DBN
5) Kekuatan otot :
5 5
5 5

a. Ekstremitas atas :
M. deltoid : +5/5
M. biceps brakii : +5/5
M. triceps : +5/5
M. brakioradialis : +5/5
M. pronator teres : +4/4
Genggaman tangan : +5/5
b. Ekstremitas bawah :
M. iliopsoas : +5/5
M. kwadricep femoris : +5/5
M. Hamstring : +5/5
M. tibialis anterior : +5/5
M. gastrocnemius : + 5/5
M. soleus : +5/ 5

PEMERIKSAAN SENSORIK
1) Eksteroseptik/protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar) : bagian jari kanan turun
2) Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan) : DBN
3) Kombinasi :
Stereognosis : DBN
Barognosis : DBN
Graphestesia : DBN
Sensory extinction : DBN
Loss of body image : DBN
Two point tactile discrimination : turun / dbn
REFLEKS FISIOLOGIS
1) Refleks Superficial
a. Dinding perut /BHR : -
b. Cremaster : -
2) Refleks tendon/periostenum
a. BPR / Biceps : +2 / +2
b. TPR / Triceps : +2 / +2
c. KPR / Patella : +2 / +2
d. APR / Achilles : +2 / +2
e. Klonus :
Lutut/patella : -/-
Kaki/ankle : -/-



REFLEKS PATOLOGIS
a. Babinski : -/-
b. Chaddock : - / -
c. Oppenheim : - / -
d. Gordon : - / -
e. Schaeffer : - / -
f. Gonda : - / -
g. Stransky : - / -
h. Rossolimo : - / -
i. Hoffman : - / -
j. Tromner : - / -
k. Mendel-Bechtrew : - / -

REFLEKS PRIMITIF
a. Grasp refleks : - / -
b. Palmo-mental refleks : - / -

PEMERIKSAAN SEREBELLUM
a. Koordinasi
Asinergia /disinergia : (-)
Diadokinesia : (-)
Metria : (-)
Tes memelihara sikap
Rebound phenomenon : (-)
Tes lengan lurus : (-)
b. Keseimbangan
Sikap duduk : DBN
Sikap berdiri :
Wide base / broad base stance : DBN
Modifikasi Romberg : DBN
Dekomposisi sikap : DBN
Berjalan / gait :
Tendem walking : DBN
Berjalan memutari kursi / meja : DBN
Berjalan maju-mundur : DBN
Lari ditempat : DBN
c. Tonus : DBN
d. Tremor : (-)

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR
1. Aphasia : (-)
2. Alexia : (-)
3. Apraksia : (-)
4. Agraphia : (-)
5. Akalkulia : (-)
6. Fingeragnosia : (-)
7. Right-left disorientation : (-)

TES SENDI SACRO-ILIACA
a. Patricks : -/-
b. Contra patricks : -/-

TES PROVOKASI NERVUS ISCHIADICUS
a. Laseque : -/-
b. Sicards : -/-
c. Bragards : -/-
d. Minors : -/-
e. Neris : -/-
f. Door bell sign : -/-
g. Kemp test : -/-


PEMERIKSAAN DISARTRIA
a. Labial : DBN
b. Palata : DBN
c. Lingual : DBN
PEMERIKSAAN NYERI
Flicks sign : (+/-)
Thenar wasting : (-/-)
Wrist extension test : (+/-)
Phalens test : (+/-)
Torniquet test : (-/-)
Tinelss sign : (+/-)
Pressure test : (+/-)
Luthys sign (bottles sign): (-/-)

1.4. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hipoestesia palmar dextra, hipoestesia digiti I, II, III dextra
Diagnosis topis :Nervus medianus dalam terowongan karpal
Diagnosis etiologis : Carpal Tunnel Syndrome dextra

1.5. PLANNING
1. Diagnostik
- Cek laboratorium (pemeriksaan darah lengkap)
- Foto Rontgen wrist join dextra AP/lat
- Electromielografi

2. Monitoring
- TTV
- Perjalanan penyakit
- Pemeriksaan neurologis
3. Therapi
- Medikamentosa
Meloxicam 15 mg 1 x 1
Vit B 6 (piridoksin) tab 50mg 3x1
Injeksi metylprednisolon 20 mg intrakompartemen
- Nonmedikamentosa
Fisioterapi
Fiksasi pergelangan tangan dengan bandage
Mengurangi aktivitas yang memberatkan penyakit seperti mengaduk
bubur, mencuci baju dengan tangan, dan memeras pakaian
4. Edukasi
- Beri waktu jari jari tangan untuk beristirahat atau senam di sela mengetik










CARPAL TUNNEL SYNDROM

I. ANATOMI
Plexus brachialis adalah anyaman (Latin: plexus) serat saraf yang berjalan dari tulang
belakang C5-T1, kemudian melewati bagian leher dan ketiak, dan akhirnya ke seluruh lengan
(atas dan bawah). Serabut saraf yang ada akan didistribusikan ke berberapa bagian lengan.
Plexus brachialis dimulai dari lima rami ventral dari saraf spinal. Rami (tunggal: ramus yang
berarti "akar") akan bergabung membentuk 3 trunkus yaitu: trunkus superior (C5 dan C6),
trunkus inferior(C7) dan trunkus medialis (C8 dan T1). Setiap trunkus akan bercabang
membentuk dua divisi yaitu divisi anterior dan divisi posterior.
Enam divisi yang ada akan kembali menyatu dan membentuk fasciculus. Tiap fasciculus diberi
nama sesuai letaknya terhadap arteri axillaris.
Fasciculus posterior terbentuk dari tiga divisi posterior tiap trunkus.
Fasciculus lateralis terbentuk dari divisi anterior trunkus anterior dan medalis.
Fasciculus medalis adalah kelanjutan dari trunkus inferior

Nervus medianus (C5, 6,7,8; T1) dibentuk di aksila oleh satu radik dari masing-masing radiks
medial dan lateral pleksus brakialis. Origo N.Medianus dari penyatuan dua radiks dari serabut
medial dan lateral di sebelah lateral a.aksilaris pada aksila. N.Medianus pada mulanya terletak di
sebelah lateral a.brakialis namun kemudian menyilang ke sebelah medial pertengahan lengan.
N.Medianus melewati bagian dalam aponeurosis bisipitalis kemudian di antara kedua kaput
m.pronator teres. Bercabang menjadi cabang interoseus anterior yg tidak jauh di bawahnya.
Cabang ini turun bersama a. interosea anterior dan memasok darah ke otot-otot profunda.
Kemudian cabang yang lain menuju m.fleksor karpi radialis,m.fleksor digitorum
superfisialis,m.palmaris longus. Sedikit di atas pergelangan tangan muncul di sisi lateral
m.fleksor digitorum superfisial dan bercabang menjadi cabang kutaneus palmaris yg membawa
serabut sensorik. Di pergelangan tangan lewat di bawah retinakulum muskulorum fleksorum
manus (melalui kanalis karpal) Nervus medianus mempersarafi m.fleksor digitorum profundus I
dan II, m. Fleksor digitorum superfisialis, m.palmaris longus, m. Palmaris brevis, m. Opponens
pollicis, m. Pronator teres, m. Fleksor carpi radialis, m. Pronator teres, m. Fleksor pollicis
longus, m.pronator quadratus, m. Abductor pollicis brevis, m. Fleksor pollicis brevis, first and
second lumbrical.
5. DEFINISI
Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan neuropati tekanan atau jepitan terhadap nervus
medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor
retinakulum. Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar
neuritis atau partial thenar atrophy. STK pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh
Sir James Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal (1854). STK spontan
pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada tahun 1913. Istilah STK
diperkenalkan oleh Moersch pada tahun 1938. Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari
pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang
dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan
sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum
(transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas
tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan
menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.

6. ETIOLOGI

Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh
beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin penyempitan terowongan
ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbullah STK.
Pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa
penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dengan
bertambahnya resiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk STK. Pada kasus
yang lain etiologinya adalah sebagai berikut:

1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN
(hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan
tangan, sprain pergelangan tangan, trauma langsung terhadap pergelangan tangan,
pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-
ulang.
3. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
4. Metabolik: amiloidosis, gout.
5. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroid,
kehamilan.
6. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
7. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma,
lupus eritematosus sistemik.
8. Degeneratif: osteoartritis.
9. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma,
komplikasi dari terapi anti koagulan.

7. PATOFISIOLOGI

Ada beberapa hipotesa mengenai patogenese dari STK. Sebagian besar penulis berpendapat
bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya STK.
Umumnya STK terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang
menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler
melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh
anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran
protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri
dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang
terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran
darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut
saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan
fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh.
Pada STK akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga
terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi
oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah.
Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu.
Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut. Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula
menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf
terganggu.

8. TANDA DAN GEJALA
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja .Gangguan motorik hanya
terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa
(numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada 3 jari lateral dan setengah sisi
radial jari manis walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan
parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang
juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari
tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-
gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga
akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit berlanjut,
rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan dapat
menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terasa sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan
parestesia umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan

Gambar 2.2 Area penyebaran carpal tunnel syndrome
Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan tangan
terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita mulai mempergunakan
tangannya. Hipoestesia dapat dijumpai pada daerah yang impuls sensoriknya diinervasi oleh
nervus medianus. Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang
trampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan
juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita
sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam. Pada penderita STK tahap lanjut
dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus
medianus.


9. PEMERIKSAAN
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada
fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang
dapat membantu menegakkan diagnosa STK adalah :
a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-
jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa STK.
b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.
Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat
dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari
dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari
tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang
rumit seperti menulis atau menyulam.
d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, Sebaiknya
dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul
gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK.
e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik
timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes
ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa STK.
f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan tourniquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku
dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes
ini menyokong diagnosa.
g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi
tangan sedikit dorsofleksi.
h. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari.
Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
i. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada
botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes
dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.
j. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point
discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan
menyokong diagnosa.
k. Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering
atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung
diagnosa STK.
10. PENANGANAN
Selain ditujukan langsung terhadap STK, terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau
penyakit lain yang mendasari terjadinya STK. Oleh karena itu sebaiknya terapi STK dibagi atas
2 kelompok, yaitu :
a. Terapi konservatif.
1. Istirahatkan pergelangan tangan.
2. Obat anti inflamasi non steroid.
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus
atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.
4. lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20
mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau
25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon
musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau
lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi
3 kali suntikan.
5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika.
6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab STK
adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300
mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian
piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis
besar.
7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

b. Terapi operatif.
Tindakan operasi pacta STK disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan.
Operasi hanya dilakukan pacta kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif
atau hila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada STK
bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat
sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak
dilakukan hila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi
relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten.
Biasanya tindakan operasi STK dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang
telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan
mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya
lapangan operasi tindakan.

11. KOMPLIKASI & PROGNOSIS

Pada kasus STK ringan, dengan terapi konservatif pacta umumnya prognosa baik. Secara umum
prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah
lama menderita STK penyembuhan post operatifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat
dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya
perbaikan motorik dan otot- otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan
proses perbaikan STK setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan.
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini :
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus
terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema, perlengketan,
infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.

Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang persisten di
daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah reflek sympathetic
dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia dan ganggaun trofik.
Sekalipun prognosa STK dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko
untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik
konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.
Prognosa penderita CTS secara konservatif 80% baik jika dapat menghilangkan faktor penyebab
atau mempengaruhi. Namun hal ini dapat berulang 1 tahun kemudian.
Prognosis penderita CTS ditentukan oleh berbagai faktor antara lain :
1. Gejala yang terjadi lebih dari 10 bulan
2. Adanya parestesis yang bersifat konstan atau terus menerus
3. Adanya flexor tenosinvitis atau triggering of the digit
4. Manuver phalen positif
5. Usia lebih dari 50 tahun
Penilaian prognosa:
Jika tidak ada faktor 65% baik dengan terapi konservatif
Jika 1 faktor 41,4% baik dengan terapi konservatif
Jika 2 faktor 16,7% baik dengan terapi konservatif
Jika 3 faktor 6,8% baik dengan terapi konservatif
Jika 4 atau 5 faktor 0% baik dengan terapi konservatif

You might also like