Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Neurologi Di RST Dr. Soedjono Magelang
Disusun oleh: Vike Poraddwita Y 01.209.6043 Pembimbing: Letkol CKM dr. Heriyanto, SpS BAGIAN ILMU SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2014 STATUS PASIEN
I.1 IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. BP Usia : 24 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Magelang Agama : Islam Tanggal masuk : 21 Januari 2014
I.2 ANAMNESIS Keluhan Utama : Rasa sedikit tebal pada jari tengah, telunjuk, dan ibu jari tangan kanan. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh kesemutan di telapak tangan kanan yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Kesemutan terutama dirasakan pada sisi dalam jari tengah, telunjuk, dan ibu jari. Kesemutan bersifat hilang timbul dan dirasakan terutama pada malam hari dan berkurang bila dikebas-kebaskan. Keluhan hanya terasa diujung ujung jari, tidak menjalar. Pasien mengeluh rasa sedikit tebal pada jari tengah, telunjuk, dan ibu jari. Keluhan muncul bersamaan dengan rasa kesemutan. Pasien juga mengaku terdapat nyeri di pergelangan tangan yang tidak menjalar. Nyeri dirasakan 3 hari yang lalu. Nyeri berkurang bila pergelangan tangan dipijat atau dikibas-kibaskan. Pasien tidak pernah memeriksakan keluhan tersebut sebelumnya. Oleh pasien tangan yang sakit masih tetap digunakan untuk bekerja. Pasien bekerja sebagai jasa pengetikkan skripsi.
Pasien menyangkal riwayat bengkak dan panas di pergelangan tangan. Pasien juga menyangkal riwayat jatuh menumpu pada tangan. Pasien juga menyangkal kebiasaan tidur menumpu pada pergelangan tangan. Pasien menyangkal riwayat kelemahan anggota gerak. Pasien menyangkal riwayat kesulitan dalam memegang botol atau benda-benda berbentuk sejenis. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Trauma : (-) Riwayat Hipertensi : (-) Riwayat DM : (-)
I.3 PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS Keadaan Umum : Baik Kesadaran/GCS : E 4 M 6 V 5 = 15, Komposmentis Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/80 mmHg Nadi : 118 x/menit RR : 48 x/menit Suhu : 36,4 0 C STATUS LOKALISATA Kepala : Pupil : Isokor, diameter 3 mm Sianosis : - Dispneu : - Konjungtiva anemis : -/- Sklera ikterik : -/- Leher : Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal.
Thoraks : Bentuk : Normochest, retraksi (-). Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak. o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat. o Perkusi : Redup. Batas jantung dalam batas normal. o Auskultasi : Suara jantung I dan II reguler, murmur (-) Paru : o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri. o Palpasi : Vokal fremitus +/+. o Perkusi : Sonor +/+. o Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-. Abdomen : Inspeksi : Datar. Auskultasi : Bising usus (+) 6 kali/menit. Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran, tidak ada nyeri tekan. Perkusi : Timpani. Ekstremitas : Ekstremitas Superior o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. o Capillary refill < 2 detik. o Akral dingin. Ekstremitas Inferior o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik. o Akral dingin.
STATUS NEUROLOGI GCS : E 4 V 5 M 6
TANDA MENINGEAL : Kaku kuduk : - Kernig : - Brudzinski I : - Brudzinski II : - Brudzinski III : - Brudzinski IV : -
NERVUS CRANIALIS : 1. N. Olfaktorius (N. I) a. Pemeriksaan bau : DBN 2. N. Optikus (N. II) a. Warna : Tidak dilakukan b. Funduskopi : Tidak dilakukan c. Tajam penglihatan : DBN d. Lapang pandang (visual field) : DBN 3. N. Okulomotorius, N. Troklearis, N. Abducen (N. III, N. IV, N.VI) a. Kedudukan bola mata saat diam : DBN b. Gerakan bola mata : DBN c. Pupil : Bentuk, lebar, perbedaan lebar : DBN Reaksi cahaya langsung dan konsensuil : +/+ Reaksi akomodasi dan konvergensi : DBN 4. N. Trigeminus (N. V) a. Sensorik : DBN b. Motorik : Merapatkan gigi : DBN Buka mulut : DBN Menggerakkan rahang : DBN Menggigit tongue spatel kayu : Tidak dilakukan c. Refleks : Kornea : DBN Maseter/mandibula : - 5. N. Facialis (N. VII) a. Sensorik : DBN b. Motorik : Kondisi diam : Simetris Kondisi bergerak : a) Musculus frontalis : DBN b) Musculus korugator supersili : DBN c) Musculus nasalis : DBN d) Musculus orbicularis oculi : DBN e) Musculus orbicularis oris : DBN f) Musculus zigomaticus : DBN g) Musculus risorius : DBN h) Musculus bucinator : DBN Sensorik khusus a) Lakrimasi : Tidak dilakukan b) Refleks stapedius : Tidak dilakukan c) Pengecapan 2/3 anterior lidah : Tidak dilakukan 6. N. Stato-akustikus (N. VIII) a. Suara bisik : DBN b. Arloji : DBN c. Garpu tala : Tidak dilakukan d. Nistagmus : Tidak dilakukan e. Tes Kalori : Tidak dilakukan
7. N. Glosopharingeus, N. Vagus (N. IX, N. X) Inspeksi oropharing keadaan istirahat: DBN Inspeksi oropharing saat berfonasi: Tidak dilakukan Refleks: Tidak dilakukan Pengecapan 1/3 belakang lidah: Tidak dilakukan 8. N. Acesorius (N. XI) a. Kekuatan m. Trapezius : DBN b. Kekuatan m. Sternokleidomastoideus : DBN 9. N. Hipoglosus (N. XII) a. Keadaan diam : Lurus b. Keadaan gerak : Lurus
a. Ekstremitas atas : M. deltoid : +5/5 M. biceps brakii : +5/5 M. triceps : +5/5 M. brakioradialis : +5/5 M. pronator teres : +4/4 Genggaman tangan : +5/5 b. Ekstremitas bawah : M. iliopsoas : +5/5 M. kwadricep femoris : +5/5 M. Hamstring : +5/5 M. tibialis anterior : +5/5 M. gastrocnemius : + 5/5 M. soleus : +5/ 5
PEMERIKSAAN SENSORIK 1) Eksteroseptik/protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar) : bagian jari kanan turun 2) Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan) : DBN 3) Kombinasi : Stereognosis : DBN Barognosis : DBN Graphestesia : DBN Sensory extinction : DBN Loss of body image : DBN Two point tactile discrimination : turun / dbn REFLEKS FISIOLOGIS 1) Refleks Superficial a. Dinding perut /BHR : - b. Cremaster : - 2) Refleks tendon/periostenum a. BPR / Biceps : +2 / +2 b. TPR / Triceps : +2 / +2 c. KPR / Patella : +2 / +2 d. APR / Achilles : +2 / +2 e. Klonus : Lutut/patella : -/- Kaki/ankle : -/-
REFLEKS PATOLOGIS a. Babinski : -/- b. Chaddock : - / - c. Oppenheim : - / - d. Gordon : - / - e. Schaeffer : - / - f. Gonda : - / - g. Stransky : - / - h. Rossolimo : - / - i. Hoffman : - / - j. Tromner : - / - k. Mendel-Bechtrew : - / -
REFLEKS PRIMITIF a. Grasp refleks : - / - b. Palmo-mental refleks : - / -
PEMERIKSAAN SEREBELLUM a. Koordinasi Asinergia /disinergia : (-) Diadokinesia : (-) Metria : (-) Tes memelihara sikap Rebound phenomenon : (-) Tes lengan lurus : (-) b. Keseimbangan Sikap duduk : DBN Sikap berdiri : Wide base / broad base stance : DBN Modifikasi Romberg : DBN Dekomposisi sikap : DBN Berjalan / gait : Tendem walking : DBN Berjalan memutari kursi / meja : DBN Berjalan maju-mundur : DBN Lari ditempat : DBN c. Tonus : DBN d. Tremor : (-)
TES SENDI SACRO-ILIACA a. Patricks : -/- b. Contra patricks : -/-
TES PROVOKASI NERVUS ISCHIADICUS a. Laseque : -/- b. Sicards : -/- c. Bragards : -/- d. Minors : -/- e. Neris : -/- f. Door bell sign : -/- g. Kemp test : -/-
PEMERIKSAAN DISARTRIA a. Labial : DBN b. Palata : DBN c. Lingual : DBN PEMERIKSAAN NYERI Flicks sign : (+/-) Thenar wasting : (-/-) Wrist extension test : (+/-) Phalens test : (+/-) Torniquet test : (-/-) Tinelss sign : (+/-) Pressure test : (+/-) Luthys sign (bottles sign): (-/-)
1.4. DIAGNOSIS Diagnosis klinis : Hipoestesia palmar dextra, hipoestesia digiti I, II, III dextra Diagnosis topis :Nervus medianus dalam terowongan karpal Diagnosis etiologis : Carpal Tunnel Syndrome dextra
2. Monitoring - TTV - Perjalanan penyakit - Pemeriksaan neurologis 3. Therapi - Medikamentosa Meloxicam 15 mg 1 x 1 Vit B 6 (piridoksin) tab 50mg 3x1 Injeksi metylprednisolon 20 mg intrakompartemen - Nonmedikamentosa Fisioterapi Fiksasi pergelangan tangan dengan bandage Mengurangi aktivitas yang memberatkan penyakit seperti mengaduk bubur, mencuci baju dengan tangan, dan memeras pakaian 4. Edukasi - Beri waktu jari jari tangan untuk beristirahat atau senam di sela mengetik
CARPAL TUNNEL SYNDROM
I. ANATOMI Plexus brachialis adalah anyaman (Latin: plexus) serat saraf yang berjalan dari tulang belakang C5-T1, kemudian melewati bagian leher dan ketiak, dan akhirnya ke seluruh lengan (atas dan bawah). Serabut saraf yang ada akan didistribusikan ke berberapa bagian lengan. Plexus brachialis dimulai dari lima rami ventral dari saraf spinal. Rami (tunggal: ramus yang berarti "akar") akan bergabung membentuk 3 trunkus yaitu: trunkus superior (C5 dan C6), trunkus inferior(C7) dan trunkus medialis (C8 dan T1). Setiap trunkus akan bercabang membentuk dua divisi yaitu divisi anterior dan divisi posterior. Enam divisi yang ada akan kembali menyatu dan membentuk fasciculus. Tiap fasciculus diberi nama sesuai letaknya terhadap arteri axillaris. Fasciculus posterior terbentuk dari tiga divisi posterior tiap trunkus. Fasciculus lateralis terbentuk dari divisi anterior trunkus anterior dan medalis. Fasciculus medalis adalah kelanjutan dari trunkus inferior
Nervus medianus (C5, 6,7,8; T1) dibentuk di aksila oleh satu radik dari masing-masing radiks medial dan lateral pleksus brakialis. Origo N.Medianus dari penyatuan dua radiks dari serabut medial dan lateral di sebelah lateral a.aksilaris pada aksila. N.Medianus pada mulanya terletak di sebelah lateral a.brakialis namun kemudian menyilang ke sebelah medial pertengahan lengan. N.Medianus melewati bagian dalam aponeurosis bisipitalis kemudian di antara kedua kaput m.pronator teres. Bercabang menjadi cabang interoseus anterior yg tidak jauh di bawahnya. Cabang ini turun bersama a. interosea anterior dan memasok darah ke otot-otot profunda. Kemudian cabang yang lain menuju m.fleksor karpi radialis,m.fleksor digitorum superfisialis,m.palmaris longus. Sedikit di atas pergelangan tangan muncul di sisi lateral m.fleksor digitorum superfisial dan bercabang menjadi cabang kutaneus palmaris yg membawa serabut sensorik. Di pergelangan tangan lewat di bawah retinakulum muskulorum fleksorum manus (melalui kanalis karpal) Nervus medianus mempersarafi m.fleksor digitorum profundus I dan II, m. Fleksor digitorum superfisialis, m.palmaris longus, m. Palmaris brevis, m. Opponens pollicis, m. Pronator teres, m. Fleksor carpi radialis, m. Pronator teres, m. Fleksor pollicis longus, m.pronator quadratus, m. Abductor pollicis brevis, m. Fleksor pollicis brevis, first and second lumbrical. 5. DEFINISI Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan neuropati tekanan atau jepitan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor retinakulum. Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy. STK pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal (1854). STK spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada tahun 1913. Istilah STK diperkenalkan oleh Moersch pada tahun 1938. Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.
6. ETIOLOGI
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin penyempitan terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbullah STK. Pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk STK. Pada kasus yang lain etiologinya adalah sebagai berikut:
1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III. 2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan, sprain pergelangan tangan, trauma langsung terhadap pergelangan tangan, pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang- ulang. 3. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis. 4. Metabolik: amiloidosis, gout. 5. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroid, kehamilan. 6. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma. 7. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik. 8. Degeneratif: osteoartritis. 9. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.
7. PATOFISIOLOGI
Ada beberapa hipotesa mengenai patogenese dari STK. Sebagian besar penulis berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya STK. Umumnya STK terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh. Pada STK akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut. Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.
8. TANDA DAN GEJALA Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja .Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada 3 jari lateral dan setengah sisi radial jari manis walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak- gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terasa sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan
Gambar 2.2 Area penyebaran carpal tunnel syndrome Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita mulai mempergunakan tangannya. Hipoestesia dapat dijumpai pada daerah yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus. Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam. Pada penderita STK tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus medianus.
9. PEMERIKSAAN Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa STK adalah : a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari- jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa STK. b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam. d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, Sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK. e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa STK. f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan tourniquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi. h. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. i. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa. j. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa. k. Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa STK. 10. PENANGANAN Selain ditujukan langsung terhadap STK, terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya STK. Oleh karena itu sebaiknya terapi STK dibagi atas 2 kelompok, yaitu : a. Terapi konservatif. 1. Istirahatkan pergelangan tangan. 2. Obat anti inflamasi non steroid. 3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu. 4. lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. 5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika. 6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab STK adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. 7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.
b. Terapi operatif. Tindakan operasi pacta STK disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pacta kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau hila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada STK bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan hila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten. Biasanya tindakan operasi STK dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan.
11. KOMPLIKASI & PROGNOSIS
Pada kasus STK ringan, dengan terapi konservatif pacta umumnya prognosa baik. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita STK penyembuhan post operatifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot- otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan STK setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan. Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini : 1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal. 2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus. 3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia dan ganggaun trofik. Sekalipun prognosa STK dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali. Prognosa penderita CTS secara konservatif 80% baik jika dapat menghilangkan faktor penyebab atau mempengaruhi. Namun hal ini dapat berulang 1 tahun kemudian. Prognosis penderita CTS ditentukan oleh berbagai faktor antara lain : 1. Gejala yang terjadi lebih dari 10 bulan 2. Adanya parestesis yang bersifat konstan atau terus menerus 3. Adanya flexor tenosinvitis atau triggering of the digit 4. Manuver phalen positif 5. Usia lebih dari 50 tahun Penilaian prognosa: Jika tidak ada faktor 65% baik dengan terapi konservatif Jika 1 faktor 41,4% baik dengan terapi konservatif Jika 2 faktor 16,7% baik dengan terapi konservatif Jika 3 faktor 6,8% baik dengan terapi konservatif Jika 4 atau 5 faktor 0% baik dengan terapi konservatif