Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang
Krisis ekonomi yang berkepanjangan masih terasa gaungnya hingga kini. Dan
banyak kalangan berpendapat bahwa krisis ini lebih banyak disebabkan oleh
permasalahan yang ditimbulkan oleh usaha-usaha skala besar. Padahal selama ini,
kalangan perbankan lebih banyak berpihak kepada usaha-usaha skala besar, terutama
dalam hal peningkatan portofolio usaha. Namun demikian, krisis ekonomi tersebut tidak
berdampak langsung terhadap kelompok usaha kecil dan menengah (UKM). Sektor ini
ternyata lebih resisten tehadap krisis, karena hampir sebagian besar menggunakan bahan
baku dalam negeri sehingga tidak terkena dampak merosotnya nilai tukar rupiah. Namun
demikian, apabila dibiarkan maka sektor UKM pun akan terkena dampak tidak langsung
krisis ekonomi karena pangsa pasar sektor UKM biasanya adalah pengusaha besar.
Untuk itu maka semua pihak sepakat untuk bersama-sama melakukan proses
pemberdayaan sektor UKM. Selain itu, sektor UKM akan membawa 2 implikasi
signifikan yaitu mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Mengingat bahwa sebagian
besar penduduk Indonesia "berkutat" di sector UKM dan non-formal, maka
pemberdayaan sector UKM akan berdampak langsung bagi tersedianya lapangan kerja
yang pada akhirnya berimplikasi kepada pemberantasan kemiskinan. Selain itu,
pemberdayaan UKM akan berimplikasi kepada pembukaan usaha kecil baru karena
biasanya sector UKM mengkonsumsi bahan baku lokal.
ISI
Memiliki kontribusi GDP dan pertumbuhan ekonomi. Apabila sektor UKM ini
dikembangkan, maka ekonomi Indonesia akan memiliki industri dasar (base industry)
yang cenderung mampu bertahan menghadapi krisis ekonomi. Saat ini, kontribusi UKM
pada GDP hanya sebesar 32,84%.
Merupakan sektor yang cukup banyak menyerap tenaga kerja. Dengan begitu,
pengembangan UKM akan mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Implikasinya
adalah kondisi ekonomi masyarakat yang membaik dan GDP yang meningkat.
Oleh karena itu, untuk mengatasi krisis ekonomi, strategi ekonomi perlu
diarahkan kembali kepada sektor usaha kecil dan menengah. Menanggulangi akibat krisis
bersamaan dengan membenahi infrastruktur bagi pengembangan usaha kecil dan
menengah tidak dapat dilakukan hanya oleh pelaku pasar secara parsial melainkan harus
dengan pendekatan menyeluruh dari semua unsur. Berkaitan dengan hal ini, pemerintah
secara aktif melakukan proses pemberdayaan UKM yang didasarkan kepada beberapa hal
yakni sila kelima Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, pasal 33, Garis-garis Besar
Haluan Negara 1999 dan Undang Undang No.9 tahun 1995.
Perbankan memegang peranan penting, karena kesulitan utama pengembangan
usaha kecil dan menengah pada umumnya kekurangmampuan mereka dibidang
permodalan, jaminan dan manajemen dalam menjalankan usaha secara efektif dan
efisien.
Arah Kebijakan
Kebijakan pemberdayaan UKM diarahkan kepada usaha memperkokoh struktur
dunia usaha yang berintikan UKM sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi untuk
mengurangi kemiskinan dan peningkatan lapangan usaha.
Konsekuensi
Kebijakan pemberdayaan UKM tersebut di atas berimplikasi beberapa konkuensi antara
lain :
• UKM dituntut memiliki usaha yang sehat, efisien, tangguh dan mandiri,
• Globalisasi ekonomi menuntut UKM meningkatkan daya saing, melakukan
diversifikasi produk untuk pasar dalam dan luar negeri,
• Perubahan Departemen Koperasi & PKM menjadi Kantor Menegkop dan
Penerapan Otonomi Daerah, dalam rangka meningkatkan peran masyarakat/dunia
usaha/swasta untuk membina UKM
SEKILAS UKM
Kriteria UKM
Ada beberapa kriteria UKM, antara lain :
• Kekayaan bersih diluar tanah dan bangunan tempat usaha paling banyak Rp.200
juta (usaha kecil) dan Rp. 1 milyar.
• Omset per tahun maksimum Rp. 1 milyar (usaha kecil) dan Rp. 5 milyar (usaha
menengah).
• Milik Warga Negara Indonesia
• Berdiri sendiri, bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar
• Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang berbadan hukum ataupun tidak,
termasuk koperasi
Kemitraan
Pengembangan UKM diarahkan kepada pola kemitraan antara lain :
UKM melakukan hubungan kemitraan dengan usaha besar baik yang memiliki
keterkaitan usaha ataupun tidak. Pola kemitraan meliputi : inti plasma, subkontrak,
dagang umum, waralaba, keagenan dan bentuk kemitraan lainnya.
Motivasi
Sedangkan lingkungan usaha dipengaruhi beberapa faktor, antara lain :
Lingkungan makro (iklim usaha/peraturan pemerintah yang mendukung)
Lingkungan Meso/bisnis (adanya peluang pasar) Lingkungan mikro (lokasi usaha)
Apabila terjadi keterpaduan antara faktor-faktor yang mempengaruhi antara si
pelaku dan lingkungan usaha, maka akan dihasilkan wirausaha yang mampu tumbuh
secara sehat. Ada 4 hal penting yang harus dilakukan oleh para wirausaha, antara lain :
1. Mengasah kemampuan
2. Menentukan jenis usaha yang sesuai dengan kemampuan
3. Menyusun business plan, yang minimal meliputi 4 aspek utama : pemasaran,
operasional, organisasi dan finansial
4. Menyusun langkah implementasi yang sistematis
Pemberdayaan sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan issue nasional yang
hingga saat ini belum terpecahkan secara optimal. Kalangan akademisi, praktisi maupun
birokrasi telah sepakat bahwa pemberdayaan sektor UKM merupakan titik krusial yang
harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja perekonomian nasional dan immunitas
perekonomian nasional terhadap gejolak krisis. Jumlah tenaga kerja di sektor UKM dan
koperasi saat ini telah mencapai 70 juta orang. Apabila sektor ini dapat diberdayakan
secara optimal, maka minimal dapat mengangkat kesejahteraan 70 juta orang yang diikuti
oleh meningkatnya daya beli masyarakat. Pada akhirnya hal ini akan berimplikasi kepada
peningkatan laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Ironisnya, sumbangan kepada pendapatan per kapita dari sektor UKM dan koperasi hanya
56%, sisanya 44% dipenuhi perusahaan besar. Padahal saat ini jumlah perusahaan yang
tergolong besar hanya sebesar 1% dan sektor UKM dan koperasi sebesar 99%. Terkait
dengan hal tersebut, Wapres Hamzah Haz mengemukakan bahwa laju pertumbuhan
ekonomi perlu ditingkatkan dengan cara menggalakkan sektor koperasi dan UKM.
Upaya pemerintah untuk memberdayakan sektor UKM terlihat dari beberapa
kebijakannya. Bank Indonesia telah memberikan komitmennya untuk mengucurkan dana
sebesar Rp 42,3 trilyun untuk sektor koperasi dan UKM yang berasal dari perbankan
nasional atau sekitar 50,6 % dari total ekspansi kredit perbankan (www.pikiran-
rakyat.com, 11/2/03). Untuk optimalisasi pengelolaannya, pemerintah juga telah
membentuk satuan tugas (satgas) untuk menjembatani kesenjangan informasi dan
kepentingan antara perbankan dan UKM. Satgas tersebut bertugas antara lain melakukan
standarisasi dan seleksi terhadap konsultan keuangan mikro, kecil dan menengah yang
akan bermitra dengan bank, menyelenggarakan pelatihan kepada konsultan keuangan
UKM dan memantau realisasi kredit kepada UKM (www.bisnis.com, 24/2/03). Selain itu,
Kementerian Koperasi dan UKM juga mengambil peran dengan mengembangkan
homepage (http://www.depkop.go.id), yang diharapkan dapat menjadi sarana penunjang
bagi produsen maupun konsumen dalam melakukan transaksi bisnis dan meningkatkan
jaringan usaha. Selanjutnya situs ini diharapkan dapat menjadi pendorong proses
pemberdayaan koperasi dan UKM di Indonesia, karena situs ini menyajikan informasi
aktual berkenaan dengan upaya pemberdayaan, pengembangan dan dinamika koperasi
dan UKM di Indonesia.
Hal-hal tersebut di atas menunjukkan bahwa political will pemerintah untuk
memberdayakan sektor UKM sudah ada dan sudah berlangsung lama. Sebut saja program
pemerintah untuk usaha kecil seperti KCK (Kredit Candak Kulak), KUT (Kredit Usaha
Tani), KIK (Kredit Investasi Kecil), KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggota),
KUK (Kredit Usaha Kecil), dan lain-lain. Namun pertanyaannya adalah kenapa hingga
saat ini sektor UKM masih termarjinalisasi ?
Restrukturisasi UKM
Salah satu "pekerjaan rumah" pemerintah saat ini adalah bertumpuknya UKM
bermasalah akibat krisis ekonomi yang melanda negeri ini. Untuk kasus ini, pemerintah
harus segera mengambil upaya tegas memilah-milah kembali UKM bermasalah
berdasarkan penyebabnya. Bagi UKM yang bermasalah akibat "salah urus" tidak perlu
dilakukan pengampunan, tetapi harus segera dijual atau dialihkan (redistribusi) kepada
pelaku usaha baru yang berpotensi dan tidak melakukan praktek moral hazard untuk
menghindari idle resources atas asset-asset yang ada. Bagi UKM yang bermasalah akibat
krisis ekonomi antara lain menurunnya daya beli masyarakat, naiknya harga bahan baku
dan lain-lain, maka perlu dilakukan pengampunan dan restrukturisasi. Kebanyakan UKM
jenis ini, hutangnya menjadi berlipat ganda akibat "argo" perhitungan bunga terus
berjalan sepanjang belum dilunasinya pokok pinjaman. Ditinjau dari sudut pandang
syariah Islam, proses pengampunan ini dapat dibenarkan antara lain dengan jalan
menghapuskan hutang bunga. Dengan demikian, UKM hanya dibebani hutang pokok dan
bukannya bunga atas pokok. Hal ini tentunya hanya relevan untuk UKM yang diserahkan
pengelolaannya kepada bank syariah yang tidak mengenal sistem bunga.
Kesimpulan
Upaya pemberdayaan sektor UKM merupakan sebuah hal yang sangat perlu jika
pemerintah hendak merintis upaya meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat, mengingat
pertumbuhannya yang cukup padat di sektor ini. Perkembangan terakhir menunjukkan
bahwa pemberdayaan UKM belum tercapai secara optimal bahkan terjadi banyak
penyimpangan. Akibatnya sektor UKM bukannya terberdayakan malah semakin tidak
berdaya ditengah perputaran roda ekonomi nasional yang dikuasai segelintir pengusaha
besar. Penyimpangan mendasar yang terjadi adalah penyimpangan filosofi dasar tujuan
pengelolaan dana PUKK dari pemberdayaan menjadi ajang mengeruk keuntungan bunga.
Pada gilirannya situasi ini akan makin memusatkan penguasaan sumber daya ekonomi di
tangan sekelompok kecil orang.