You are on page 1of 4

KONSEP UMUM DEFEKASI PADA NEONATUS

Sri D armayanti, 1106089022




Pada bayi, perkembangan fungsi dan struktur anorektal bertambah sesuai umur.
Rektum bertambah panjang disertai dengan tumbuhnya katup rektal dan sudut anorektal.
Terdapat variasi waktu terjadi pada perkembangan reflek inhibitor rektoanal. Pada kontrol
volunter, distensi rektal akan dengan cepat menyebabkan hilangnya aktivitas elektrik dan
tonus dari sfingter ani eksternal. Defekasi pada neonatus diawali dengan keluarnya feses
pertama, yaitu mekonium, berwarna gelap, hitam kehijauan, kental, konsistensinya seperti
aspal, lembut, tidak berbau, dan lengket. Mekonium terkumpul dalam usus fetus sepanjang
masa gestasi, mengandung partikel-partikel dari cairan amnion seperti sel kulit dan rambut,
sel-sel yang terlepas dari saluran cerna, empedu, sekresi kelenjar intestinal dan cairan amnion
dan sekresi usus yang lain (Gorrie, et al., 1998; Olds, et al.,1980).
Mekonium biasanya keluar dalam 24-36 jam pertama setelah lahir sebanyak 2-3 kali
setiap harinya. Jika tidak keluar dalam 36-48 jam, perlu pengkajian untuk memeriksa patensi
anus, bising usus dan distensi abdomen, dan dicurigai kemungkinan obstruksi (Gorrie, et al.,
1998 & Simpson & Creehan, 2001). Pada bayi yang mendapat ASI, kolostrum berperan
sebagai laksatif alami yang membantu mendorong mekonium keluar dari tubuh. Selanjutnya
kolostrum akan diganti oleh ASI peralihan yang berlangsung selama 7-14 hari, pada saat ini
warna tinja berubah menjadi coklat dan tidak lagi lengket sehingga bila mengenai kulit
mudah dibersihkan. Sedangkan frekuensi defekasi bervariasi antara 1-7 kali perhari.
Tipe kedua feses yang dikeluarkan oleh bayi disebut feses transisional, berwarna
coklat kehijauan dan konsistensinya seperti pasta, lebih tidak lengket dari pada feses
mekonium, mengandung mekonum dan butiran susu.. Feses ini keluar 2-3 hari setelah
pemberian ASI/formula, dan tidak berlanjut setelah hari ke-4-7. Tipe feses ketiga yaitu tinja
susu atau milk stool, dikeluarkan 4-7 hari setelah pemberian ASI/formula. Mengandung
butiran susu, dan lebih lunak pada bayi yang mendapat ASI daripada bayi yang mendapatkan
susu formula. Berwarna kuning pada bayi yang mendapat ASI dan lebih pucat atau coklat
muda pada bayi yang mendapat susu formula. Pada bayi yang mendapat susu formula, bau
feses ketiga ini lebih menyengat.
Peristaltik menjadi cepat dan meningkat dengan pemberian makanan. Reflek
gastrokolik dapat terangsang saat lambung terisi, menyebabkan peningkatan peristaltik usus.
Bayi akan mengeluarkan feses selama atau setelah pemberian makanan. Feses mekonium
juga dapat keluar ketika dilakukan pengukuran suhu rektal. Meskipun pemeriksaan suhu
rektal tidak direkomendasikan, termometer dapat dimasukkan dengan hati-hati ke dalam
rektum untuk mengetahui patensi anus dan merangsang pengeluaran feses mekonium (Gorrie
et al., 1998). Keterlambatan feeding menyebabkan stasis usus sehingga isi usus yang
mengandung mekonium lama dikeluarkan. Mekonium merupakan penyimpan bilirubin dalam
jumlah yang sangat besar dan ini dapat diabsorpsi kembali ke dalam sirkulasi jika tertunda
dieliminasi. Kegagalan dalam membersihkan mekonium dengan cepat mempertinggi
reabsrobsi usus dan meningkatkan bilirubin serum (Simpson & Creehan, 2001). Hal ini dapat
terjadi karena bilirubin direct yang ada dalam mekonium dikonversi ulang oleh enzim beta
glukoronidase menjadi bilirubin indirect, diabsrobsi oleh dinding usus dan masuk kembali ke
sirkulasi enterohepatik. Efek proses ini adalah joundice pada BBL (Melson et al., 1999).
Mikroflora usus normal gram positif pada ASI lebih banyak dibandingkan gram
negatif. Pada bayi kurang bulan sering didapatkan tinja yang keras atau frekuensi defekasi
yang rendah. Pada bayi yang mendapatkan susu formula memiliki tinja yang lebih padat
dibandingkan dengan yang mendapatkan ASI. Hal ini dikarenakan masih rendahnya produksi
enzim lipase pankreas yang digunakan untuk mencerna sakarida kompleks sehingga neonatus
hanya dapat mencerna karbohidrat sederhana seperti monosakarida dan disakarida. ASI
mengandung enzim lipase yang dapat digunakan untuk mencerna sakarida sehingga feses
yang dihasilkan menjadi lebih lunak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi pada neonatus yaitu:
a. Usia gestasi saat dilahirkan: makin muda usia gestasi, makin lambat mekonium
dikeluarkan, hal ini disebabkan oleh imaturitas dari fisiologi sistem pencernaan bayi
kurang bulan dan kurangnya stimulasi enzim-enzim pencernaan.
b. Neuroanatomi: keterlambatan pengeluaran mekonium lebih dari 48 jam merupakan
pertanda suatu keadaan obstruksi intestinal, biasanya berhubungan dengan kelainan seperti
Hirschsprung's disease, malformasi norektal, meconium plug syndrome, small left colon
syndrome, hypoganglionosis, neuronal intestinal dysplasia and megacystis-microcolon-
intestinal hypoperistalsis syndrome.
c. Gangguan metabolik seperti hipotiroid, hiperkalsemia dan hipokalsemia.
d. Riwayat pemberian obat-obatan: obat-obat yang mempengaruhi onset defekasi awal di
antaranya adalah magnesium sulfat dan glukokortikoid.
e. Riwayat ketuban bercampur mekonium: neonatus dengan riwayat mengeluarkan
mekonium intrauterin memiliki onset defekasi lebih awal.




PERAN PERAWAT DAN ORANGTUA TERHADAP BAYI DENGAN
HIRSCHPRUNGS DISEASE



Peran perawat yang utama dalam hal ini adalah sebagai caregiver, dimana perawat
memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh mulai dari pengkajian, intervensi dan
evaluasi keperawatan. Perawat juga berperan sebagai edukator, terutama ketika discharge
planning. Perawat mengajarkan orangtua untuk memantau tanda dan gejala komplikasi
jangka panjang, perawatan kolostomi setelah pembedahan, serta diet anak. Peran perawat
sebagai advokat klien, perawat berperan untuk mempertahankan dan melindungi hak-hak
klien meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakit, hak
atas privasi, menentukan nasibnya sendiri, dan menerima ganti rugi akibat kelalaian. Perawat
juga berperan sebagai kolaborator dengan tim kesehatan lain. Selain itu, perawat juga
berperan sebagai peneliti untuk mengembangkan asuhan keperawatan yang lebih baik untuk
klien, terutama untuk klien neonatus dengan Hirschsprungs disease.
Peran orangtua meliputi mendeteksi dini adanya kelainan fungsi pada anak, dalam hal
ini terutama fungsi defekasi, dan melakukan upaya untuk menyelesaikan masalah jika
ditemukan adanya kelainan, misalnya merujuk anak ke rumah sakit. Selama anak dirawat di
rumah sakit, orangtua memiliki peran penting untuk mendampingi anak. Di sini orangtua
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan, terutama perawat. Setelah anak selesai menjalani
perawatan di rumah sakit, peran orangtua yang utama adalah untuk melanjutkan perawatan
kolostomi, memantau pemulihan atau tidaknya komplikasi, dan mengontrol kondisi anak ke
fasilitas kesehatan apabila diperlukan.




Ibrahim, E.A. (2006). Adaptasi sistem gastrointestinal bayi baru lahir dan feeding setelah
kelahiran. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara. Vol 2. No 1.
Kliegman, R.M., Behrman, R.E., Jenson, H.B., & Stanton, B.F. (2007). Nelson textbook of
pedriatics. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Potter, P.A., Perry, A.G., Stockert, P.A., & Hall, A.M. (2013). Fundamentals of nursing. 8th
ed. St. Louis, Missouri: Elsevier Mosby.

You might also like