You are on page 1of 4

Nasib nelayan di negara bahari ini kian terpuruk.

Minimnya sarana produksi teknologi


dan alat tangkap, bahan bakar minyak dan modal membuat nelayan tetap melarat.
Belum lagi ketika harus dihadapi dengan kondisi cuaca ekstrem, maka nasib nelayan
ini akan semakin terpuruk.

Data Koordinator Program Koalisi Rakyat untuk keadilan Perikanan (Kiara)
menyebutkan, jumlah nelayan miskin saat ini 7,87 juta orang. Sekitar 25,14 persen dari
penduduk miskin nasional. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) diminta untuk membuka matanya. Apa yang dicanangkan oleh pemerintah
melalui program-programnya, jangan menjadi pepesan kosong.

Nasib nelayan yang semakin terpuruk dirasakan oleh Sarkawi, nelayan asal Desa Sigar
penjalin, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Sekitar
7 kelompok nelayan, masing-masing kelompok ada sekitar 15 orang. Kondisinya
sangat memprihatinkan, tidak ada sentuhan sama sekali baik dari pemerintah daerah
maupun dari pemerintah pusat.



Sumber : www.stat.ks.kidsklik.com
Profesi nelayan dari sosok pekerja keras seperti Sarkawi ini merupakan profesi turun
temurun. Masa kecilnya dia habiskan di tengah tingginya gelombang laut. Nyawa
sebagai taruhan, ketika harus menaklukan ganasnya terjangan ombak. Profesi ini
warisan, sejak lahir saya sudah mengenal lautan. Bahkan, biaya sekolah pun saya
hasilkan dari nelayan, kata Sarkawi bercerita pengalamannya sebagai nelayan.

Meski harus bersekolah, pria kelahiran 27 Desember 1986 mengaku tidak pernah
meninggalkan pekerjaannya. Bahkan, dia harus rela meluangkan waktu belajarnya
di tengah laut. Bagi dia, hal seperti itu sudah merupakan hal yang biasa. Pagi jadi
malam, malam jadi pagi. Waktu saya sekolah SMA, malam saya melaut, pulang
subuh. Dan tidur sampe jam 11, jam 12 saya berangkat sekolah terus menerus
setiap hari sampai lulus, beber pria yang menjadi tulang punggung keluarga ini.



Sumber : www.medanmagazine.com

Semangatnya sangat luar biasa, meski ombak menerjang kapal dan membelahnya di
tengah lautan, tidak menjadikan dia mundur atau berhenti menjadi nelayan. Pengalaman
itu kata dia menjadi semangat untuk menghidupi empat orang adik-adiknya yang masih
duduk di bangku SD, SMP dan SMA.

Padahal penghasilan saya tidak terlalu besar, saat cuaca bagus, penghasilan bisa
sampai Rp 300.000 dari hasil tangkapan ikan saya, itupun harus dibagi dengan teman-
teman lain. Namun, itu tidak terjadi setiap hari. Sering pula saya hanya bisa membawa
pulang Rp 5.000, padahal untuk makan sekeluarga setidaknya butuh Rp 50.000 per
hari, katanya, jika tidak melaut maka mencari pekerjaan lain seperti kuli bangunan,
buruh panggul atau kerjaan lainnya.

Mengenai hal ini, pria yang juga menjadi Ketua Perkumpulan Nelayan INDUNG
(Ikatan Nelayan Dayan Gunung) menyesalkan kurang perhatiannya pemerintah
terhadap nasib nelayan di wilayah kami, padahal kami sangat membutuhkan
bantuan-bantuan seperti itu. Tapi harapan tinggal harapan, karena dari saya kecil tidak
pernah ada bantuan kepada kami sebagai nelayan, bebernya.


Sarkawi bahkan sedikit bingung dengan sikap pemerintah yang justru gampang
memberikan bantuan kepada orang-orang yang bukan nelayan. Ini tentu membuat
kekecewaan bagi teman-teman nelayan. Untuk kapal pun, katanya nelayan di daerahnya
tidak ada yang punya kapal yang bisa mencapai tengah laut. Yang ada hanya kapal-
kapal kecil yang jarak tempuhnya tentu terbatas. Kalau dilihat sangat menyayat hati.
Belum lagi perlengkapan yang sangat minim, pemerintah harus segera memperhatikan
nasib kami, ungkapnya.



Sumber : www.deviantart.net
Karena alat tangkap yang sangat minim, jenis ikan yang ditangkap pun tidak begitu
banyak. Bahkan, hanya ikan-ikan kecil seperti ikan layar, ikan teri. Kalau ada
musimnya, ada juga yang dapat ikan-ikan besar. Sekali lagi, kata dia karena peralatan
yang minim, jarang sekali dapat ikan yang besar-besar. Kalau ikan Tuna harus ada
peralatan khusus, sementara di sini perlengkapan kami sangat minim, tegasnya.


Sebagai nelayan yang kurang mendapat perhatian, Sarkawi berharap ada perhatian
khusus dari pemerintah daerah maupun pusat untuk kehidupan yang layak. Tidak dalam
bentuk dana, ada alternative lain, seperti barang atau peralatan untuk melaut. Jika ada
dan kapal juga tidak diberikan, ya ada bantuan dalam bentuk pembinaan, agar kami bisa
mendirikan koperasi yang tentunya untuk membantu para nelayan. Kami nelayan ini
juga kan rakyat Indonesia, kenapa kami selalu di marginalkan, mudah-mudahan
pemerintah bisa terusik hatinya untuk bisa membantu kami, tegasnya seraya
menyatakan, kurangnya informasi yang menyebabkan ketidaktahuan dari para nelayan
itu sendiri akan adanya bantuan-bantuan pemerintah.


Sumber : ww.static.panoramio.com
Sarkawi merasa adanya PPNSI yang mau memberikan informasi menjadi alat penolong
sampai saat ini. Kita meminta kepada PPNSI untuk terus memperjuangkan nasib-nasib
nelayan yang ada di wilayah kami khususnya, dan nelayan Indonesia secara umum,
tandasnya.



Penulis : Athaya
Editor : Dhawilani
Sumber : Maritime Magazine Edisi 21/Tahun I I/J uni 2012

You might also like