You are on page 1of 24

GEOFISIKA LAUT

METODE GEORADAR (GPR) DALAM EKSPLORASI GEOFI SI KA





JEFRI GUNAWAN MANURUNG
26020212120013


PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Penentuan dalam menentukan wilayah secara tidak aktif merupakan kesalahan yang sering
muncul khususnya di daerah perkotaan. Metode GPR merupakan salah satu metode aktif
sebagai metode metode eksplorasi permukaan di daerah berbagai zona atau daerah khususnya
untuk wilayah perkotaan dengan tanpa harus melakukan penggalian/menggali. Metode lain
yang juga baik untuk meminimalisir kesalahan dalam eksplorasi lainnya terdiri dari metode
geolistrik, geoseismik, well logging, remote sensing dan studi tentang Anomali permukaan
lainnya. Dibandingkan dengan metode lain, GPR adalah atau yang dikenal juga dengan metode
Georadar adalah metode yang paling murah dalam pengerjaan dan pengoperasiannya, cepat
dan tanpa menimbulkan masalah bagi warga dan sangat akurat untuk di wilayah perkotaan
khususnya. Metode Georadar ini adalah salah satu metode Geofisika yang pertama kali
dikembangkan di tahun 1930 dan didasarkan pada alat eksplorasi elektromagnetik yang
berguna dalam analisa fenomena lempeng tektonik ( kesalahan lempengan ,lipatan, sistem
patahan) dan permasalahan litologi yang ada di bawah permukaan lainnya. Dalam
hidrogeologi, GPR adalah alat yang digunakan untuk memantau pergerakan tingkat air tanah.
Pada analisa magnetoelectlonic, Georadar ini dapat digunakan untuk studi kompleksitas zona
pelapukan. Secara umum, metode ini sangatlah berguna untuk pemasanga pipa, penentuan
kabel lokasi hingga pemantauan sumur air tanah dan lain sebagainya. Selain itu Georadar
juga banyak digunakan dalam penentuan gua dan karst, fenomena dalam batuan karbonat,
tanah dan semen, konsolidasi dalam struktur sipil dan pemodelan pipa rembesan. Dalam
berbagai penelitian, teknik GPR telah banyak diterapkan dengan range gelombang 100 dan
hingga 200 MHz pada antena di tiga lokasi aktif dan seismogenoic.
Masalah teknis yang paling utama ketika bekerja dengan pencitraan algoritma adalah
variasi besar dalam sasaran karena kondisi lingkungan, variasi geometris, karakteristik
kebisingan, dan sensor. Namun, klasifikasi citra adalah pengejaran penting dalam bidang
teknis yang beragam termasuk militer, sistem aplikasi, keamanan, dan keselamatan,
pemantauan kesehatan teknik biomedis dan banyak lainnya. Oleh karena itu, ini dapat
dianggap sebagai masalah multidisiplin yang memerlukan kontribusi dari teknologi yang
beragam. Meskipun pentingnya disebutkan di atas aplikasi, uji tahan rusak (NDT) beton
membutuhkan metode pengukuran yang dapat diandalkan. Radar adalah menarik sebagai
metode pengukuran lingkungan untuk berbagai aplikasi termasuk contoh di atas. Data
gelombang diperoleh dengan memindai antena omnidirectional. Penggunaan gelombang ini
dilakuka untuk memperkirakan karakteristik sasaran yang dikenal sebagai suatu masalah
inversi ill-posed.
Di masa lalu, berbagai pencitraan atau inovasi keteknikan telah dikembangkan untuk
memfokuskan kembali sinyal radar tersebar kembali ke lokasi sebenarnya. Sebagian besar dari
mereka didasarkan pada inversi numerik integral dalam bentuk persamaan. Semua teknik ini
ditandai dengan tingkat kompleksitas, akurasi, dan komputasi yang signifikan. Akibatnya,
pencitraan data lapangan yang khas mungkin akan sulit karena masalah seperti jangkauan yang
terbatas, data yang berisik, atau hubungan nonlinear antara jumlah data yang diamati dan
parameter fisik yang akan direkonstruksi.
Oleh karena itu, sanatlah perlu untuk menggunakan analisis yang lebih efisien untuk
interpretasi dalam bantuk data mentah. Analisis semacam itu membutuhkan algoritma dimana
masalah yang memiliki sifat hamburan kompleks dapat diselesaikan seakurat dan secepat
mungkin. Spesifikasi ini sulit untuk dicapai ketika berhadapan dengan iteratif yang dipecahkan
algoritma yang ditandai dengan solver sepan sebagai bagian dari loop yang sering membuat
proses solusi komputasi menjadi mahal untuk masalah yang besar. Pendekatan alternatif adalah
dengan menggunakan metode bebas dengan model yang didasarkan pada data sample.
Penggunaan ANNs dalam masalah hamburan balik menggunakan data paralel jaringan
dan dengan beberapa output untuk masalah yang homogen
dalam melakukan anailsa akan terlihat bahwa akan ada dua buah konfigurasi yang bisa
memberikan hasil yang wajar dan yang sangat mirip dengan menggunakan parameter masukan
dengan gelombang yang mampu didefinisikan sebagai amplitudo puncak yang tercermin
keterlambatan gema dan dihitung dengan waktu kedatangan pada titik penerima dari lapangan
secara langsung) dan akan ada ukuran durasi bidang sebaran.
Dalam makalah ini hanya akan membahas bagaimana eksplorasi goradar ini digunakan
dalam cakupan yang masih luas dan belum mendetail.

1.2. Tujuan
1. Mahasiswa kelas Geofisika Kelautan memahami bagaimana aplikasi
Georadar secara umum terkhususnya dalam Instrumentasi Kelautan
2. Dapat memahami permasalahan yang berkaitan dengan aplikasi Georadar
sebagai instrument penting dalam dunia keilmuan.





















II. ISI
2.1. Permasalahan-permasalahan dalam pengaturan.
The Ground Penetrating Radar (GPR) adalah metode yang telah banyak digunakan untuk
memetakan profil permukaan dangkal di bawah tanah. Metode ini adalah semacam informasi
yang sangat penting untuk berbagai jenis studi, mulai dari arkeologi dengan pencarian air tanah
dan lain sebagainya. Hampir semua GPR survey untuk eksplorasi air tanah biasanya dilakukan
pada medan sedimen. Dalam tulisan ini akan dijelaskan penerapan metode GPR dalam
eksplorasi air bawah tanah di medan Kristal dan juga analisa terhadap metode lainnya untuk
memperkirakan kecepatan gelombang radar.
Penggunaan ANNs dalam masalah hamburan balik menggunakan data paralel jaringan
dan dengan beberapa output untuk masalah yang homogen dalam melakukan anailsa akan
terlihat bahwa akan ada dua buah konfigurasi yang bisa memberikan hasil yang wajar dan yang
sangat mirip dengan menggunakan parameter masukan dengan gelombang yang mampu
didefinisikan sebagai amplitudo puncak yang tercermin keterlambatan gema dan dihitung
dengan waktu kedatangan pada titik penerima dari lapangan secara langsung) dan akan ada
ukuran durasi bidang sebaran. Oleh karena itu, untuk memecahkan masalah parameter
tidaklah akan pernah cukup. Untuk mengatasi kesulitan ini, kita harus menerapkan metode
algoritma untuk "memeras" gelombang yang tersebar dalam rangka untuk mengumpulkan
informasi lebih lanjut tentang scatterer itu sendiri menggunakan analisis komponen utama
(PCA ). Gelombang yang tersebar diperoleh dengan menggunakan waktu yang terbatas dengan
melakukan perbedaan domain ( FDTD ) . Masalahnya dapat diringkas sebagai penggunaan dari
gelombang insiden dan gelombang yang tersebar untuk mengkarakterisasi hamburan objek.
Biasanya, dalam permasalahan dunia nyata, insiden dan gelombang tersebar akan diketahui
untuk mengidentifikasi hamburan objek. Untuk mengendalikan dispersi secara numerik dan
memberikan diskritisasiinklusi, langkah-langkah spasial dipilih dalam satuan milimeter.
Tujuan dari masalah ini adalah, mengingat gelombang insiden dan sebaran
gelombang,menentukan jari-jari dan kedalaman inklusi. Hampir semua data dikumpulkan dari
pemancar dan penerima dalam melakukan sebuah konfigurasi yang tetap. Bagian AGPR terdiri
dari banyak jejak yang dikumpulkan disepanjang profil permukaan sehingga memungkinkan
pengamat untuk mencari target . Setiap jejak baru diperoleh saat mengumpulkan jejak dari dua
antena bersama-sama di sepanjang profil permukaan. Wavelet akan tercermin dari dua target
yang muncul yang sesuai dengan jejak plot sebagai fungsi dari waktu untuk dua arah ( TWT ).

GPR menerima sinyal dari beberapa jarak, waktu yang dibutuhkan untuk
melewati jalan kembali ke objek-balik yaitu lebih lama dari obyek yang
ditelitinya. Karena penampang dari pipa akan disajikan dalam bacaan sebagai
sebuah hiperbola.
(Fig 1.a Credit to http://www.geo-radar.pl/en/methods/georadar/working/)

Waktu tersebut adalah waktu yang diperlukan pulsa yang dipancarkan untuk kembali lagi,
dan kemudian dicatat pada penerima. TWT dapat dikonversi dalam bentuk fungsi kedalaman
dan juga kecepatan radar gelombang. Perkiraan kecepatan dapat dicapai melalui analisis
kecepatan Mid Titik umum ( CMP ). Di bidang CMP, konfigurasi pemancar dan penerima
harus dipindahkan cukup jauh antara satu sama lain sampai dengan jarak maksimum.
2.2. Pengertian Georadar.
Dalam arti yang paling dasar, ground-penetrating radar (GPR) adalah teknik geofisika yang
bekerja dengan mengumpulkan dan mencatat informasi tentang profil bawah permukaan
bumu. Metode Ini adalah teknik yang telah digunakan dalam bidang-bidang seperti teknik,
geologi, studi lingkungan, dan lebih baru-baru ini dalam bidang arkeologi.

GSSI SIR-2000 sistem. Komputer terlihat diikatkan ke kotak hitam. Antena 400 MHz
terlihat di sebelah kanan dengan pegangan terpasang.
(Fig 1.b Credit to http://mysite.du.edu/~lconyers/SERDP/gprmethodandtheory2.htm)
Geofisika dalam bidang arkeologi melibatkan metode pengumpulan data yang
memungkinkan arkeolog lapangan untuk menemukan dan memetakan fitur arkeologi yang
terkubur dengan cara yang tidak mungkin digunakan menggunakan secara tradisional.
Menggunakan berbagai instrumen, perubahan fisik dan kimia di tanah terkait dengan ada
atau tidak adanya bahan terkubur dapat diukur dan dipetakan. Perubahan ini dapat
dikaitkan dengan aspek-aspek tertentu dari situs arkeologi seperti arsitektur, menggunakan
daerah, atau fitur budaya terkait lainnya, peta definisi tinggi dan gambar tetap terkubur
dapat direkonstruksikan. Peta akan bertindak sebagai data primer yang dapat digunakan
untuk memandu penempatan penggalian, atau untuk menentukan daerah-daerah sensitif
yang mengandung sisa-sisa budaya setempat. Beberapa ahli geofisika arkeologi telah
menggunakan pemetaan geofisika sebagai cara untuk menempatkan situs arkeologi dalam
konteks lingkungan yang lebih luas sebagai cara untuk mempelajari interaksi manusia
dengan dan adaptasi terhadap arsitektur lanskap kuno. Yang paling penting, metode
geofisika dapat mengumpulkan banyak informasi tentang profil di bawah muka bumi yang
benar-benar non-destruktif, sehingga daerah yang luas walau dengan tetap terkubur namun
dapat dipelajari secara efisien dan akurat, sementara pada saat yang sama dengan tidak
menggalinya kita dapat melestarikan dan melindungi mereka.
Tujuan utama dari kebanyakan penyelidikan menggunaka GPR dalam arkeologi
adalah untuk membedakan antarmuka di bawah permukaan. Serangkaian jejak refleksi
dikumpulkan di sepanjang transek yang dihasilkan dari lapisan dan akan menghasilkan
garis horizontal atau sub- horizontal ( baik gelap atau cahaya dalam profil refleksi skala
abu-abu ) yang disebut sebagai "refleksi". Jenis refleksi yang berbeda biasanya dihasilkan
dari batas bawah permukaan seperti batas stratigrafi atau diskontinuitas fisik lainnya seperti
badan air,horizon tanah, atau fitur horisontal arkeologi lainnya.

Profil refleksi GPR. Jarak sepanjang profil diukur dalam meter dan dua arah waktu
perjalanan radar, diukur dalam nanodetik, diubah menjadi fungsi kedalaman di bawah
permukaan. Profil ini terdiri dari 305 sumbu, secara berurutan ditumpuk yang menghasilkan
jejeak refleksi. Profil ini dikumpulkan di atas lantai rumah pit dekat Alamagordo, New Mexico,
Amerika Serikat.
(Fig 2.a Credit to http://mysite.du.edu/~lconyers/SERDP/figure1_pit_house.jpg)
Semua lapisan sedimen dan bahan lainnya yang terkubur di dalam tanah memiliki
sifat fisik dan kimia tertentu yang mempengaruhi kecepatan rambat energi
elektromagnetik, yang paling penting adalah konduktivitas listrik dan permeabilitas
magnetik. Reflektifitas energi radar yang terjadi pada antarmuka benda terkubur
merupakan fungsi dari besarnya perubahan kecepatan pada antarmuka enda yang terkubur.
Hal ini dapat diukur oleh perbedaan dalam permitivitas dielektrik relatif ( RDP ) pada
antarmuka permukaan. Semakin besar perubahan kecepatan pada antarmuka, semakin
tinggi amplitudo gelombang yang dipantulkan .
Refleksi radar dengan amplitudo tinggi biasanya terjadi pada antarmuka di dua
lapisan yang relatif tebal yang sangat bervariasi. Misalnya, perbedaan semacam ini
mungkin antara lantai tanah liat yang dipadatkan pada lubang rumah yang telah terkubur
dan diatasnya terdapat pasir atau kerikil sebagai lapisan yang menutupnya. Jika titik
arkeologi yang menjadi target terdiri dari bahan yang hampir persis sama, atau memiliki
sifat fisik dan kimia yang sama, tidak akan ada variasi RDP antara mereka.
Dalam kemampuan masa depan GPR untuk peta non- invasif tidak hanya dengan
mendeteksi hal-hal yang telah diketahui, tetapi juga merekonstruksi lanskap kuno dari
sebuah situs tetapi interaksi manusia dengan objek itu sendiri.
2.3. Metode Umum Georadar
Data GPR biasanya dikumpulkan disepanjang transek yang berdekatan dalam grid. Ini
adalah metode aktif yang mentransmisikan pulsa elektromagnetik dari antena dan
permukaan ke dalam tanah, dan kemudian mengukur waktu yang diperlukan antara saat
pulsa dikirim dan ketika mereka diterima kembali di permukaan( disebut waktu tempuh
dua arah ). Sebagai pulsa radar yang dipancarkan melalui berbagai bahan, dalam
perjalanannya ke target yang terkubur, kecepatan mereka akan berubah, tergantung pada
sifat fisik dan kimia dari bahan yang telah dilalui. Ketika waktu perjalanan dari pulsa energi
telah dapat diukur, dan kecepatan pulsa melalui tanah diketahui, jarak ( atau kedalaman di
dalam tanah ) dapat diukur secara akurat. Waktu perjalanan Radar diukur dalam nanodetik,
yang merupakan funsi relative miliar detik.
Antena akan dipindahkan di sepanjang permukaan tanah dan dicatat setiap 2-10
sentimeter, menggunakan berbagai teknik pengumpulan. Kedalaman energi radar dapat
menembus tergantung pada dua faktor yaitu frekuensi antena yang digunakan dan
karakteristik tanah yang disurvei , yang paling spesifik kadar airnya. Faktor kedua ini telah
terbukti jauh lebih menentukan secara mendalam dimana pulsa EM dapat melakukan
perjalanan dan berapa banyak atenuasi energi yang terjadi. Dua komponen utama untuk
mempengaruhi propagasi energi adalah termasuk didalamnya energi listrik dan
permeabilitas magnetik.
Bentuk individu gelombang ( disebut gelombang a) yang diterima dari dalam tanah
yang didigitalkan menjadi aan jejak refleksi, dan ketika banyak jejak ditumpuk di samping
satu sama lain dalam profil vertikal dua dimensi akan diproduksi di sepanjang transek.
Ribuan refleksi jejak di banyak profil dalam kotak kemudian dapat dianalisis untuk
menghasilkan baik gambar dua dan tiga dimensi dari apa yang ada di bawah permukaan
tanah tersebut.

Salah satu jejak refleksi yang menunjukkan permukaan tanah di sekitar 2,5
nanodetik, dengan gelombang,amplitudo dengan waktu. Energi dilemahkan di
dalam tanah. 512 sampel digital dikumpulkan untuk menentukan satu jejak reflksi
ini
(Fig. 2b Credit to
http://mysite.du.edu/~lconyers/SERDP/figure8_one_trace.jpg)
Diskontinuitas dimana refleksi terjadi biasanya diciptakan oleh perubahan sifat
listrik atau magnet dari batu, sedimen atau tanah dan variasi dalam kadar airnya, perubahan
litologi, atau perubahan bulk density pada antarmuka stratigrafi. Refleksi juga dihasilkan
ketika energi radar melewati antarmuka antara fitur arkeologi anomali dan bahan
disekitarnya. Ruang kosong di dalam tanah, yang mungkin ditemui dalam kuburan,
terowongan, cache atau pipa, juga akan menghasilkan refleksi radar yang signifikan karena
perubahan serupa dalam kecepatan propagasi gelombang radar. Banyak batas-batas dan
diskontinuitas lainnya yang akan mencerminkan wavelet energi (gelombang amplitudo
positif dan negatif) untuk direkam. Sebuah komposit dari banyak wavelet kemudian
direkam dari berbagai kedalaman di tanah untuk menghasilkan serangkaian refleksi yang
dihasilkan di satu lokasi, yang disebut jejak refleksi.
Dalam rangka untuk membuat tampilan vertikal dari bawah permukaan refleksi,
semua jejak refleksi direkam, tidak peduli apakah itu metode akuisisi, ditampilkan dalam
format di mana waktu tempuh dua arah gelombang tercermin diplotkan pada vertikal axis
dengan lokasi permukaan , atau nomor jejak pada sumbu horisontal. Profil dua dimensi
dicatat oleh komputer dan muncul sebagai band horisontal hitam, putih, dan abu-abu.
Refleksi yang kuat menghasilkan pita hitam yang berbeda, sedangkan refleksi medium
menghasilkan band abu-abu.

GPR profile, Jarak sepanjang profil diukur dalam meter dan dua arah
waktu perjalanan radar diukur dalam nanodetik, diubah menjadi fungsi
kedalaman di bawah permukaan.
(Fig 2.c Credit to
http://mysite.du.edu/~lconyers/SERDP/figure3_annotated.jpg)

2.4. Frekuensi yang digunakan
Antena frekuensi rendah (10-120 MHz) menghasilkan panjang gelombang-panjang, radar
energi yang dapat menembus hingga 50 meter atau lebih dalam kondisi tertentu dan mampu
menyelesaikan fitur bawah permukaan yang sangat besar. Sebaliknya kedalaman penetrasi
antena 900 MHz adalah sekitar satu meter, dan sering kurang, dalam kondisi tanah yang khas,
tetapi refleksi yang dihasilkan bisa menyelesaikan fitur ke beberapa sentimeter dengan
diameter tertentu. Oleh karena itu, trade-off ada antara kedalaman penetrasi dan resolusi bawah
permukaan.

2.5. Radiasi Energi
Ada kesalahpahaman umum yang menyatakan bahwa energi yang dipancarkan dari antena
GPR adalah seperti dentuman keras. Bahkan, gelombang GPR terpancar dari antena komersial
standar memancarkan energi radar ke dalam tanah dalam bentuk kerucut elips dengan puncak
kerucut di tengah antena pemancar. Semakin rendah frekuensi antena, maka lebih luas kerucut
transmisi. Antena frekuensi yang lebih tinggi, seperti 900 MHz atau lebih tinggi memiliki
kerucut yang cukup sempit, sedangkan antena frekuensi MHz 200 dan 300 dapat
menyebarkan energi lebih besar. Semakin tinggi RDP bahan permukaan melalui energi, maka
semakin rendah kecepatan energi radar ditransmisikan, dan lebih fokus pola transmisi nya.
Perkiraan pola radiasi ini ( juga disebut footprint ) adalah penting ketika merancang transek
jarak dalam grid sehingga semua fitur bawah permukaan penting yang diserap oleh energi
radar yang dikirimkan, dan karena itu dapat menghasilkan refleksi.

2.6. Refleksi Fokus dan Daya Hamburan
Refleksi di permukaan oleh objek terkubur yang berisi pegunungan atau lembah atau fitur
yang tidak teratur lainnya baik fokus atau energi pencar radar, tergantung pada orientasi
permukaan dan lokasi antena di permukaan tanah. Jika sebuah alat di bawah permukaan yang
miring jauh dari lokasi antena permukaan sehingga permukaan cembung ke atas, sebagian
besar energi akan tercermin dari antena dan tidak ada refleksi atau refleksi amplitudo yang
didapat sangat rendah, Ini disebut radar pencar.
2.7. Cara kerja Georadar
Cara kerja Georadar adalah dengan Ground Penetrating Radar ( georadar ) yaitu sebuah
transmisi yang bekerja dengan alat pengukur, yang menerapkan fenomena refleksi gelombang
elektromagnetik . Antena transmisi ini mengirimkan impuls sinusoidal terputus dari satu
panjang gelombang dan dalam setengah periode.
Ground-penetrating radar ( GPR ) merupakan salah satu metode geofisika di permukaan
yang mendapatkan data dari penerima sebagai sarana untuk studi lapangan dalam arkeologi
dan bidang-bidang lainnya. Hal Ini sangat melibatkan transmisi pulsa radar frekuensi tinggi
dari antena permukaan ke dalam tanah. Ketika ribuan refleksi radar diukur dan dicatat oleh
antena dan dipindahkan di sepanjang transek dalam kotak penerima, gambar tiga dimensi dari
tanah, sedimen, dan perubahan fitur dapat dibuat dan dipetakan.
Gelombang elektromagnetik dengan kecepatan tinggi, yang tergantung pada sifat
ectromagnetic bahan yang akan ditembus. Yang kedua ada antena penerima yang dipasang
pada jarak tertentu dan kemudian menerima sinyal yang tertunda yang ditransmisikan dari
puluhan hingga ribuan nanodetik . Hasil delay dari jarak antara antena pemancar, reflektor
bawah tanah ( materi dengan sifat listrik yang berbeda untuk bahan sumber akan
mencerminkan bagian dari energi gelombang elektromagnetik) dari alat dan dengan antena
penerima.
Kemudia sinyal membentuk jalur tunggal dengan bore atau lubang tunggal yang dapat
diamati pada layar osiloskop pada jarak jauh. Setelah beberapa jalur majemuk terbentuk maka
akan menghasilkan gambar dalam bentuk 2D yang akan muncul . X adalah jarak yang sesuai ,
sementara Z dengan GPR merupakan waktu intersepsi yang memungkinkan kita untuk
menentukan kedalaman yang tepat untuk obstruksi diletakkan. Penciptaan dalam bentuk 3-D
akan melibatkan arah koordinat Y.
Jejak GPR tunggal terdiri dari pulsa energi yang ditransmisikan dan selalu diikuti dengan
pulsa yang diterima dan akan mencerminkan bagaimana objek atau suatu lapisan yang sedang
dideteksi bentuk dan susunannya. Scan adalah jejak di mana warna atau skala abu-abu telah
diterapkan atau sesuai dengan pengambaran pada nilai-nilai amplitudo. Sebagai antena ( s )
akan diposisikan sepanjang garis survei, serangkaian jejak atau scan dikumpulkan pada titik-
titik diskrit sepanjang garis. Scan ini diposisikan berdampingan untuk membentuk bagaiman
profil tampilan bawah permukaan.
Setelah menempatkan jejak berikutnya ke tempat yang lain, seseorang dapat memperoleh
gambar dua dimensi, di mana X adalah jarak yang ditempuh selama profiling , sedangkan Y
adalah fungsi dari waktu oleh GPR. Nilai Z sebagai dimensi yang muncul selama pembentukan
profil 3D . Luas efektif yang disurvei oleh GPR memiliki bentuk kerucut ( bentuknya
tergantung pada sifat bahan yang akan disurvei ) dengan demikian, sinyal yang datang ke
antena penerima tidak hanya datang dari benda-benda yang terletak tepat di bawah alat
Georadar, tetapi juga dari objek dalam jarak yang dekat disekitanya. Waktu yang dibutuhkan
untuk sinyal untuk melakukan perjalanan ke sebuah obyek dan kembali lagi ke sinyal pemancar
adalah bergantung pada jarak dari antena ke objek tersebut. Dengan demikian, penampang pipa
misalnya, akan ditampilkan pada pembacaan oleh GPR sebagai fungsi hiperbola.

Rekaman tunggal oleh GPR dan menghasilkan paduan gelombanng dua
dimensi
(Fig 2.c Credit to Phillips)
Jika telah mengetahui koefisien penetrasi dielektrik pusat yang disurvei (kecepatan
gelombang elektromagnetik di sebuah pusat yang diberikan), GPR memungkinkan untuk
menentukan dengan tepat suatu kedalaman di mana sebuah objek tertentu yang menyebabkan
anomali tersebut berada. Sebuah jejak tunggal dicatat oleh GPR. Satu demi satu GPR akan
membuat diagram gelombang dua dimensi, pipa akan dicitrakan pada pembacaan sebagai
hiperbola oleh GPR.

Gambar variasi Warna yang mencerminkan bagaimana profil yang dideteksi dengan GPR
(Fig.3 Credit to http://www.geo-radar.pl/en/methods/georadar/working/)
Menyajikan hasil survei melalui berbagai palet warna dua dimensi diagram yang
disebut menggoyangkan petak warna palet dari hitam menjadi putih , abu-abu nol 50 % . Palet
dengan amplitude tertinggi ditandai dengan warna hitam dan nol untuk warna putih. GPR
beroperasi di berbagai frekuensi dari 10 MHz sampai 4 GHz dan bahkan ada yang lebih tinggi.
Pilihan frekuensi kerja tergantung pada kedalaman penetrasi ( karena atenuasi gelombang
seiring bertambah dengan pertambahan kedalaman ) dan jenis tanah ( silts dan tanah liat
membatasi rentang gelombang elektromagnetik seperti juga pada pasir dan kerikil ).
Gelombang elektromagnetik pada frekuensi tertinggi dan dalam adalah paling lemah. Oleh
karena itu, dalam sutu kasus , jika diperlukan untuk survei lapisan litologi yang baiknya antena
beroperasi di rentang frekuensi yang lebih rendah dari sekitar 10 sampai 300 MHz.
Namun, mendapatkan kedalaman yang lebih tinggi harus selalu mendapatka resolusi
vertikal yang rendah. Jika diperlukan untuk melakukan survei pada kedalaman yang lebih
tinggi, maka dapat dilakukan dari lubang bor, bukan dari permukaan tanah. Dalam kasus seperti
itu , antena lubang bor adalah sebagai titik awal yang digunakan untuk melakukan pendeteksian.
Antena beroperasi dalam rentang frekuensi yang berbeda dan tergantung pada jenis pekerjaan
yang dilakukan dan jenis informasi yang dibutuhkan, kita dapat menggunakan antena frekuensi
rendah ataupun tinggi dan keduanya. Antena frekuensi menengah hingga rendah akan
memungkinkan untuk mendeteksi objek yang lebih besar, sementara antena frekuensi tinggi,
dalam kisaran dari 1-5 GHz sampai 4 GHz lebih cocok untuk mendeteksi konstruksi beton.
Untuk memudahkan perbandingan, setiap profil akan menunjukkan kedalaman yang sama
meskipun fakta menyatakan bahwa antena dengan frekuensi yang lebih rendah mampu
mencapai jarak yang lebih dalam.
GPR mampu bekerja dalam kisaran dari 10 Mhz sampai 2 GHz. Frekuensi tergantung
pada kedalaman penetrasi yang memenuhi syarat, ada gelombang elektromagnetik yang hanya
mampu dipancarkan dalam lempung dan tanah liat, sedangkan pada pasir kering dan kerikil
hanya mampu mencapai pada batas yang lebih rendah. Oleh karena itu frekuensi gelombang
dapat dikurangi menjadi 10-300 Mhz tergantung bagaimana penetrasi yang akan dilakukan.
Frekuensi yang lebih rendah adalah frekuensi yang lebih cocok untuk mendeteksi pada
kedalaman yang benar-benar lebih dalam. GPR hanya mampu mendeteksi benda besar seperti
gua, terowongan, gips dan struktur lapisan lytological. GPR tidak sesuai jika digunakan untuk
medeteksi pipa atau remah-remah batuan di kedalaman karena benda kecil hanya akan
menghasilkan noise, ketimbang informasi yang berguna . Pemeriksaan spesifik pada bagian
yang sangat dalam bisa dilakukan dengan menempatkan antena dalam lubang -lubang. Melalui
metode ini , kita dapat memperoleh informasi tentang obyek terkecil. Gambar dibawah
menunjukkan bagaimana frekuensi yang digunakan mampu mempengaruhi penyelesaian
permasalahan tersebut. Setiap profil adalah untuk kedalaman yang sama (meskipun mereka
mampu menggambarkan bagian-bagian yang lebih dalam).


Contoh gambar profil yang dibentuk oleh Georadar di berbagai frekuensi
(Fig.4 Credit to http://www.geo-radar.pl/en/methods/georadar/working/)

Georadar merupakan salah satu pekerjaan dengan menggunakan gelombang
elektromagnetik berfrekuensi tinggi, yang berkisar antara 10 MHz - 2 GHz. Sebuah transmitter
akan menghasilkan pulsa gelombang, dimana dipancarkan oleh antena dipole ke bawah
permukaan. Kemudian gelombang akan bergerak melalui media (tanah atau batuan) dan
apakah akan dipantulkan ataupun diserap, tergantung pada sifat fisik media. Dalam mode
refleksi, gelombang-gelombang yang terefleksikan diterima oleh receiver dan diproses oleh
kontrol unitnya. Refleksi terjadi pada batas pergantian sifat elektromagnetik, seperti
konduktivitas, permitivitas dan permeabilitas.
Georadar tidak lepas dari 2 prinsip dasar gelombang, yaitu prinsip Huygen dan prinsip
Snell. Dalam analisa Huygen disebutkan bahwa setiap titik pada muka gelombang adalah
sumber bagi suatu gelombang baru yang menjalar darinya dalam bentuk lingkaran ke arah luar.
Besarnya energi gelombang yang dipantulkan ketika mengenai suatu media dengan tipe lapisan
yang berbeda tergantung pada kontras hasil densitas oleh cepat rambat gelombang (impedansi
akustik) di bidang seberang permukaan pantul dan tidak tergantung pada dari sisi mana
terdapat gelombang datang. Pada prinsip refraksi, ketika suatu sinar datang mengenai medium
lain, setiap titik sepanjang interface medium tersebut bersifat sebagai pusat gelombang
hemisfer elastic yang menjalar sepanjang medium kedua dengan kecepatan V2. Snell
menyatakan perbandingan antara sudut datang dan sudut pantul sebagai:


Persamaan di atas digunakan baik pada kasus pemantulan ataupun pembiasan. Ketika sudut
datang lebih besar dari pada sudut kritisnya (sudut datang yang menghasilkan sudut pergi
sebesar 90) tidak ada pembiasan pada medium kedua dan semua gelombang dipantulkan.
Sehingga V2 = V1, dan sin I = sin R, untuk tipe gelombang pantul yang sama. Pada saat
penjalaran gelombang, dikenal juga istilah dumping factor (factor penyebab pengurangan
energi osilasi) bahwa energi gelombang yang dijalarkan menurut bidang sferik akan
mengalami pengurangan amplitude yang besarnya setara dengan akar pangkat dua dari energi
per unit area, ketika jarak penjalaran semakin jauh. Selain itu, ada faktor penyerapan, karena
ada perubahan/konversi energi yang elastik ke dalam bentuk panas, akibat gesekan dengan
media penghantar. Hal ini menyebabkan lapisan dengan kedalaman tertentu sudah tidak dapat
lagi diintrepretasi dengan baik, mengingat masukan datanya sudah tidak akurat dengan
mempertimbangkan faktor-faktor reduksi energi dan waktu jalaran yang semakin lama karena
kedalaman yang bertambah.

2.8. Keuntungan dan Keterbatasan Penggunaan Georadar
Georadar merupakan metode yang tidak merusak, dapat dilakukan di jalan raya
hasilnya dapat dilihat langsung dari monitor selama proses pengukuran. Prosesnya juga.
diselesaikan dalam 1 jam. Dapat menampilkan lokasi instalasi bawah permukaan dengan
akurat dalam penampang 2 dimensi. Selanjutnya, tentu saja masalah harganya yang murah.
Dalam survey georadar, kita harus tahu berapa kedalaman tembus dan ukuran terkecil dari
obyek yang dapat dikenali. Sehingga kita dapat memilih frekuensi yang tepat. Meskipun
pemilihan frekuensi sudah tepat, bisa saja ada obyek yang tidak terdeteksi, akibat perbedaan
konstanta dielektrik yang tidak besar dengan media utama ataupun karena lokasinya yang
berada di bawah benda yang sifat perefleksi kuat, seperti logam. Refleksi gelombang tidak
hanya berasal dari bawah permukaan tapi juga dari atas permukaan, hal ini dapat terjadi di
daerah perkotaan dimana banyak sekali didirikan bangunan. Untuk mencegahnya maka
pengembang memasang antenna shielding, karena bisa saja refleksi dari atas permukaan lebih
besar pengaruhnya di bawah permukaan. Interpretasi dari radar juga tergantung dari arah
pergerakan kita. Contohnya bila kita bergerak tegak lurus terhadap arah pipa, maka yang akan
dihasilkan adalah bentukan hiperbola, sedangkan bila sejajar dengan pipa, maka akan tampak
sebagai garis lurus saja. Sehingga penentuan arah pengamatan juga penting. cepat, daerah
penelitian dalam jarak ratusan meter hingga beberapa kilometer dapat.

2.9. Beberapa Aplikasi Georadar
1. Mendeteksi Bangunan Kuno
Bangunan kuno disini dapat menjadi suatu yang berguna ataupun membahayakan.
Contohnya, bangunan bawah tanah seperti terowongan sisa-sisa perang, dapat
meruntuhkan bangunan yang dibangun diatasnya, apabila bangunan kuno tersebut runtuh.
Di sisi lain digunakan untuk mendeteksi artefak-artefak yang tertimbun di bawah tanah,
yang menjadi bukti sejarah daerah tersebut.

2. Mendeteksi Jaringan/Saluran Bawah Permukaan
Di kota besar dimana jaringan bawah permukaannya sangat rapat, membuat posisi
jaringan tertentu sulit untuk diingat kembali, maka penggunaan georadar sangat membantu.
Pengukurannya menggunakan 2 shielded antennas yang berbeda (sebagai contoh 250 dan
500 MHz). Penggunaan georadar dapat digabungkan dengan cable locator untuk
memberikan hasil yang lebih baik.
3. Pemetaan Struktur Geologi
Pada saat pengeboran, struktur geologi dapat saja mengganggu proses pengeboran.
Contohnya, perubahan elevasi, ataupun perubahan lapisan dari batuan yang keras menjadi
lapisan lempung, seperti proses pengeboran yang terjadi di Stodulky, dimana pekerjanya
harus menarik dan membersihkan mata bor berulang kali ketika masuk ke lapisan lempung,
kemudian diputuskan untuk menggunakan georadar dan seismik refraksi sehingga
diketahui batasan daerah lempung. Untuk permasalahan geologi, kombinasi antara
RAMAC/GPR dengan antena 100 atau 200 MHz dan seismik refraksi dangkal akan
memberikan hasil optimum.
4. Penentuan Tipe Batubara
Salah satu parameter kualitas yang mengontrol peringkat batubara adalah kandungan
air. Contohnya penambangan batubara Air Laya Tanjung Enim memiliki peringkat yang
bervariasi dari lignit sampai semiantrasit. Kandungan air pada rentang peringkat tersebut
perbedaannya sangat mencolok yaitu lignit memiliki kandungan air asli 34,98% sedangkan
semi-antrasit 1,51%. Kandungan air tersebut berbanding lurus terhadap porositas batubara
yang menurun dari lignit 37,50% sampai semiantrasit 7,89%. Dengan pemodelan sederhana
di laboratorium, sifat dielektrik batubara dengan peringkat yang bervariasi diukur
menggunakan peralatan georadar untuk frekuensi antena 1 GHz. Hasil pengukuran dan
pemrosesan data menunjukkan bahwa kecepatan gelombang radar meningkat terhadap
meningkatnya peringkat batubara yaitu pada lignit sebesar 122,27- 132,98 mm/ns,
sedangkan pada semi-antrasit sebesar 166,67-168,54 mm/ns. Sebaliknya harga konstanta
dielektrik relatif batubara menurun terhadap peningkatan peringkatnya yaitu 5,09-6,02 pada
lignit dan pada semi-antrasit sebesar 3,17-3,24.

5. Mendeteksi Endapan Limbah Merkuri
Merkuri merupakan polutan berbahaya. Akibat bioakumulasi dalam jaringan tubuh,
merkuri menimbulkan bahaya yang bervariasi, seperti; neurotoxin, kelumpuhan sampai
ancaman kematian. Di beberapa tempat, kandungan terlarut merkuri telah membahayakan
kesehatan. Di Pongkor, Jawa Barat, merkuri telah mencemari tanah dan sungai.
Sungaisungai besar di Kalimantan Tengah, pantai, sungai dan tanaman. Demikian juga
sungaisungai besar di Kalimantan Tengah dan sejumlah pantai serta sungai di Sulawesi
Utara. Fenomena pencemaran lingkungan oleh merkuri menimbulkan aspek kemungkinan
penerapan metoda geofisika yang representatif. Melalui pemodelan fisis di laboratorium,
digunakan georadar sebagai metoda alternatif untuk mendeteksi endapan merkuri. Media
pengukuran adalah pasir yang diletakkan pada akuarium kaca. Variasi endapan merkuri
diamati menggunakan georadar dengan frekuensi antenna 1 GHz. Hasil penelitian
memperlihatkan, georadar dapat mencitrakan posisi merkuri yang terdistribusi dalam
jumlah tertentu. Tetapi georadar tidak dapat mencitrakan dengan baik, saat merkuri
diletakkan pada dasar air. Demikian juga ketika merkuri bercampur dengan pasir
membentuk butiran-butiran kecil yang terpisah.
6. Monitoring Kondisi Dam
Masalah yang dapat dipecahkan oleh georadar terkait kondisi dam adalah:
1. pembagian kedudukan konstruksi dam terhadap lapisan batuan
2. membagi zona-zona yang mengandung material-material limbah
3. identifikasi ketidakhomogenan kondisi lokal (seperti adanya gua bawah tanah, lubang,
dan lain-lain)
4. penentuan muka air tanah dibawah konstruksi dam

7. Monitoring Kondisi Tambang
Di daerah pertambangan georadar dapat digunakan untuk:
1. memetakan ketebalan dari lapisan penahan air
2. investigasi struktur massa batuan di dekat daerah pertambangan
3. mendeteksi batuan yang tidak stabil pada atap dari penggalian untuk menjamin
4. - memperkirakan kondisi kesatuan pilar pendukung

STUDI PUSTAKA
Dosen dan staf asisten Laboratorium Fisika dan Geofisika Eksplorasi.2012. Buku Panduan
Praktikum Geofisika dan Eksplorasi Fakultas Sains dan Matematika UNDIP. Universitas
Diponegoro, Fakultas Sains dan Matematika, Jurusan Fisika. UNDIP Press. Semarang.

Environmental Protection Agency, 1989, Seismic Refraction and Ground Penetrating Radar, in
EPA, FIT Geophysical Training Manual: Washington, D.C., p. 18-140.
Green, E.A., 1993, Seismic refraction survey of an alluvial aquifer within Rapid City, South
Dakota, using a shotgun as an energy source: Proceedings of the 7th Annual National
Outdoor Action Conference and Exposition, p. 339-348.
Harris, J.B., and Street, R.L., 19??, Integrated seismic site characterization of the Paducah,
Kentucky, Area: Preliminary results: Unpublished Manuscript?
Heimmer, D.H., 1992, Near-surface, high resolution geophysical methods for cultural resource
management and archeological investigations: Geo-Recovery Systems, Inc., 143 p.
Hunter, J.A., Pullan, S.E., Burns, R.A., Gagne, R.M., and Good, R.L., 1984, Shallow seismic
reflection mapping of the overburden-bedrock interface with the engineering seismograpy
- some simple techniques: Geophysics, v. 49, p. 1381-1385.
Jol, H.M., 1995, Ground penetrating radar attenae frequencies and transmitter powers compared
for penetration depth, resolution and reflection continuity: Geophysical Prospecting, v. 43,
p. 693-709.
Jol, H.M., and Smith, D.G., 1995, Ground penetrating radar of peatlands for oil field pipelines in
Canada: Journal of Applied Geophysics, v. 34, p. 109-123
Kesel, R.H., 1976, The use of the refraction-seismic techniques in geomorphology: Catena, v. 3,
p. 91-98
Lankston, R.W., 1989, The seismic refraction method: A viable tool for mapping shallow targets
into the 1990s: Geophysics, V. 54, p. 1535-1542.
Lankston, R.W., 1990, High-resolution refraction seismic data acquisition and interpretation, in
Society of Exploration Geophysics Investigations in Geophysics No. 5 Geotechnical and
Environmental Geophysics: Volume 3, Geotechnical, p. 45-73.
Mellett, J.S., 1990, Ground-penetrating radar enhances knowledge of Earth's surface layer:
Geotimes, v 35, no. 9, p. 12-14.
Meyers, R., Smith, D.G., Jol, H.M., and Peters, C.R., 1996, Evidence for eight great earthquake-
subsidence events detected with ground-penetrating radar, Willapa barrier, Washington:
Geology, v. 24, p. 99-102.
Miller, R.D., Pullan, S.E., Waldner, J.S., and Haeni, F.P., 1986, Field comparison of shallow
seismic sources: Geophysics, v. 51, p. 2067-2092.
Miller, R.D., Steeples, D.W., and Brannan, M., 1989, Mapping a bedrock surface under dry
alluvium with shallow seismic reflections: Geophysics, v. 54, p. 1528-1534.
Miller, R., Steeples, D., Hill, R., and Gaddis, B., 1990, Identifying intra-alluvial and bedrock
structures shallower than 30 meters using seismic reflection techniques, in Society of
Exploration Geophysics Investigations in Geophysics No. 5 Geotechnical and
Environmental Geophysics: Volume 3, Geotechnical, p. 89-97.
Mills, H.H., 1990, Thickness and character of regolith on mountain slopes in the vicinity of
Mountain Lake, Virginia, as indicated by seismic refraction, and implications for hillslope
evolution: Geomorphology, v. 3, p. 143-157 (Elsevier Science Publishers).
Mooney, H.M., 1977, Handbook of engineering geophysics: Minneapolis, MN, Bison Instruments,
120 p.
Olson, C.G., and Doolittle, J.A., 1985, Geophysical techniques for reconaiisance investigations of
soils and surficial deposits in mountainous terrain: Soil Science Society of America
Journal, v. 49, p. 1490-1498.
Oyo Corporation, 1987, Operation manual for georadar-I: Japan, Oyo Corp., 50 p.
Palmer, D., 1981, An introduction to the generalized reciprocal method of seismic refraction
interpretation: Geophysics, v. 46, no. 11, p. 1508-1518.
Pullan, S.E., and Hunter, J.A., 1985, Seismic model studies of the overburden-bedrock reflections:
Geophysics, v. 50, p. 1684-1688.
Pullan, S.E., and Hunter, J., 1990, Delineation of buried bedrock valleys using the optimum offset
shallow seismic reflection technique, in Society of Exploration Geophysics Investigations
in Geophysics No. 5 Geotechnical and Environmental Geophysics: Volume 3,
Geotechnical, p. 75-87.
Sendlein, L.V.A., and Yazicigil, H., 1981, Surface geophysical methods for ground water
monitoring, Parts I and II: Ground Water Monitoring Review, Fall Issure, p. ?-?
Slaine, D., Pehme, P., Hunter, J., Pullan, S., and Greenhouse, J., 1990, Mapping overburden
stratigraphy at a proposed hazardous waste facility using shallow seismic reflection
methods, in Society of Exploration Geophysics Investigations in Geophysics No. 5
Geotechnical and Environmental Geophysics:: Volume 2, Environmental and
Groundwater, p. 273-280.
Smith, D.G., and Jol, H.M., 1995, Wasatch Fault (Utah), detected and displacement characterized
by ground penetrating radar: Bulletin of the Association of Engineering Geologists, v. 1,
p. 489-496.
Smith, D.G., and Jol, H.M., 1995, Ground penetrating radar: attenae frequencies and maximum
probable depths of penetration in Quaternary sediments: Journal of Applied Geophysics,
v. 33, p. 93-100.
Steeples, D., and Miller, R., 1990, Seismic reflection methods applied to engineering,
environmental, and groundwater problems: n Society of Exploration Geophysics
Investigations in Geophysics No. 5 Geotechnical and Environmental Geophysics: volume
1: Review and Tutorial, p. 1-30.
Ware, C., Andrilenas, J., Hooton, S., and Feves, M., 1993, Structurally controlled plume migration
determination utilizing seismic refraction: Proceedings of the 7th National Outdoor Action
Conference and Exposition, p. 325-338.
Wison, T.W., 1997, Unpublished class notes in exploration geophysics: Dept. of Geology and
Geography, West Virginia University, Morgantown, WV.
http://mysite.du.edu/~lconyers/SERDP/GPRprotocols2.htm (Diakses, 2 Mei 2014 Pukul
10.20AM. Server : Generated Sun, 02 May 2014 10:20:43 GMT by srv3-cluster-cache.undip.ac.id
(Lusca/LUSCA_HEAD-r14809)

You might also like