You are on page 1of 9

1

MOTOR LISTRIK 3 FASA PADA AUTOCORO DAN


DISTRIBUSI DAYA LISTRIKNYA PADA PT. BITRATEX
INDUSTRIES SEMARANG
Wahyu Ridhani
1

Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro Semarang
Jl. Prof. Sudharto, SH Kampus UNDIP Tembalang, Semarang 50275, Indonesia
1
pearlwhy49@gmail.com
Abstrak
Untuk memenuhi kebutuhan sandang yang semakin hari semakin bertambah, dibutuhkan adanya ketersediaan produksi produk
tekstil untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Kelancaran produksi produk tekstil ini salah satunya bergantung pada bekerja
optimalnya mesin-mesin produksi tekstil yang ada di pabrik. Apabila mesin produksi mengalami masalah sehingga tidak dapat
bekerja secara optimal, tentunya akan membuat hasil produksi menjadi berkurang. Salah satu syarat utama agar kinerja mesin
produksi tekstil menjadi optimal adalah pasokan dan distribusi listrik pada mesin tersebut harus bagus dan stabil. Stabilnya
distribusi listrik pada mesin-mesin produksi tentunya akan mengurangi resiko terjadinya masalah pada mesin produksi dan
optimalisasi kinerja peralatan itu menjadi lebih bagus. Autocoro merupakan salah satu dari banyak jenis mesin produksi yang
digunakan untuk menghasilkan benang melalui proses penggulungan benang dengan metode open-end (OE). Pada Autocoro
terdapat berbagai macam motor listrik induksi 3 fasa yang digunakan untuk berbagai tujuan, salah satunya adalah untuk
proses penggulungan benang.

Kata Kunci : Produk Tekstil, Distribusi Listrik, Autocoro, Motor Listrik.
1. Pendahuluan
Kebutuhan sandang merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia selain kebutuhan pangan dan perumahan. Semakin
meningkatnya permintaan akan kebutuhan sandang harus
diikuti dengan ketersediaan produksi produk sandang untuk
mencukupi permintaan tersebut. Dalam hal ini, PT. Bitratex
Industries sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang produksi bahan tekstil berusaha untuk memenuhi
kebutuhan sandang tersebut. Agar dapat memenuhi
kebutuhan tersebut, proses produksi bahan tekstil pada
perusahaan harus berjalan dengan lancar. Lancarnya proses
produksi bahan tekstil ini salah satunya bergantung pada
bekerja optimalnya mesin-mesin produksi tekstil yang
digunakan untuk menghasilkan produk tekstil. Apabila
terjadi masalah pada mesin produksi sehingga
mengakibatkan mesin tidak bekerja secara optimal, tentunya
akan membuat proses produksi tekstil menjadi terganggu dan
hasil produksi juga berkurang. Oleh karena itu, syarat-syarat
agar kinerja mesin produksi menjadi optimal harus
senantiasa dipenuhi dan dijaga agar tidak terjadi masalah
pada mesin produksi tersebut. Salah satu syarat utama agar
kinerja mesin produksi menjadi optimal adalah pasikan dan
distribusi listrik yang lancar dan stabil pada mesin produksi
tersebut. Dengan stabilnya distribusi listrik ke mesin-mesin
produksi, tentunya akan mengurangi resiko masalah yang
terjadi pada mesin dan optimalisasi peralatan tersebut
menjadi lebih bagus. Diantara banyak mesin produksi yang
digunakan, Autocoro merupakan salah satunya. Autocoro
berfungsi untuk menghasilkan benang melalui proses
penggulungan benang. Dengan demikian, keberhasilan suatu
pendistribusian daya listrik ke mesin produksi seperti
autocoro ini akan berpengaruh terhadap hasil dan kualitas
produk tekstil yang dihasilkan. Melihat pentingnya peranan
distribusi daya listrik pada proses diatas, maka perlu dijaga
dan diperhatikan distribusi listrik ke motor-motor listrik yang
digunakan pada mesin produksi tekstil agar hasil dan kualitas
produk tekstil yang dihasilkan tetap bagus.

Tujuan dari kerja praktek ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui cara pembuatan benang dari serat kapas
melalui proses open-end yang menggunakan mesin
autocoro.
2. Mengetahui cara kerja mesin autocoro dan distribusi
listrik yang ada pada mesin tersebut.
Sedangkan untuk menyederhanakan permasalahan dalam
makalah ini, maka diberikan batasan-batasan sebagai
berikut :
1. Metode pembuatan benang yang dipakai adalah metode
Open-End dengan bahan cotton dan campuran cotton
dengan polyester.
2. Mesin produksi yang dibahas secara lengkap adalah
mesin autocoro (lebih tepatnya merk Schlafhorft),
sedangkan mesin-mesin lainnya hanya dibahas secara
umum.
2

3. Distribusi listrik pada autocoro ditekankan pada motor-
motor listrik yang digunakan untuk proses produksi dan
sistem kontrolnya.
4. Distribusi listrik untuk bagian-bagian lain dari autocoro
seperti automatic piecer carriage dan package doffer
tidak dibahas secara terperinci.

2. Profil PT.Bitratex Industries Semarang

PT. Bitratex Industries adalah Perusahaan Swasta Asing
(PMA) yang bergerak dalam bidang industri pemintalan
benang. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1981, yang
peresmian penggunaan pabriknya dilaksanakan satu tahun
kemudian oleh ketua BPKN Pusat yaitu Bapak Ir. Suhartoyo
bersama Wakil Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah yaitu
bapak Drs. Sukardijan. Pada awal berdirinya, perusahaan ini
hanya terdiri dari satu unit yaitu spinning I, dalam
perkembangannya membangun lagi dua unit yaitu spinning
II dan TFO section yang terdiri dari dua gudang produksi.
Pada perkembangan terakhir ini, PT. Bitratex Industries
menambah gedung produksinya lagi yaitu membangun unit
III. Struktur organisasi pada perusahaan ini terdiri dari
Pimpinan Perusahaan, Bagian Administrasi dan Keuangan,
Bagian Produksi, Bagian Pemasaran, Supervisor, Tenaga
Kerja. PT. Bitratex Industries Semarang berlokasi di Jl.
Brigjen S. Sudiarto km.11, Plamongan, Pedurungan,
Semarang. Dasar pemilihan lokasi pabrik ini adalah
ketetapan dari Pemerintah Indonesia untuk mendirikan
pabrik di provinsi Jawa Tengah, cukup tersedianya fasilitas
listrik, air, telepon dsb, adanya pelabuhan laut dan bandar
udara di kota Semarang dan banyaknya sumber daya
manusia sehingga mudah untuk mendapatkan tenaga kerja.
Berdirinya PT. Bitratex Industries ini membawa dampak
yang positif bagi perkembangan ekonomi Indonesia dan
dapat mengurangi pengangguran dan membuka kesempatan
usaha bagi penduduk di sekitarnya. Fasilitas yang terdapat
pada perusahaan ini adalah Jamsostek, Poliklinik, Kesehatan,
Keluarga Berencana, Koperasi, Asrama, Unit Kerja SPN,
Pendidikan buruh dan karyawan. Jam kerja pada PT. Bitratex
dibagi menjadi Shift Pagi (jam 06.00-14.00 WIB), Shift
Siang (jam 14.00-22.00), Shift Malam (jam 22.00-06.00) dan
Shift Umum (jam 08.00-16.00 WIB untuk senin-jumat dan
08.00-14.00 WIB untuk hari sabtu).

Gambar 1. PT. Bitratex Industries Semarang
3. Proses Pembuatan Benang dengan Metode
Open-End (OE)

Proses pembuatan benang yang dilakukan pada proses
produksi PT. Bitratex Industries secara umum terdiri dari dua
macam yaitu menggunakan metode Open-End (OE) dan
Ring-Yarn (RY). Kedua metode ini mempunyai berbagai
macam perbedaan diantaranya dari bahan yang digunakan,
urutan proses pembuatan benang, peralatan/mesin produksi
yang digunakan serta tentunya hasil benang yang dihasilkan.
Hasil produk dari kedua proses diatas adalah benang siap
pakai yang digulung dalam bentuk cheese dan cone. Cheese
adalah alat bantu penggulung benang yang berbentuk
silinder, biasanya dihasilkan dari penggulungan benang
menggunakan mesin autocoro dan merupakan hasil dari
metode open-end. Sedangkan cone adalah alat bantu
penggulung benang yang berbentuk kerucut, biasanya
dihasilkan dari penggulungan benang menggunakan mesin
winding dan merupakan hasil dari metode ring-yarn. Prinsip
pembuatan benang pada dasarnya sama, yaitu membuat
untiran serat-serat yang kontinyu dengan diameter dan
antihan tertentu. Antihan adalah puntiran atau twist yang
diberikan pada serat/benang dengan tujuan untuk
memberikan kekuatan. Cara pembuatan benang yang
dilakukan oleh industri kebanyakan adalah serat-serat dari
alam ataupun sintetik mengalami proses sebagai berikut :
1. Pembukaan atau penguraian (Opening)
2. Pembersihan kotoran (Cleaning)
3. Penarikan (Drafting)
4. Pemberihan Antihan (Twisting)
5. Penggulungan (Winding)

Pembuatan benang / pemintalan benang secara open-end
(OE) adalah cara pembuatan benang dimana bahan baku
setelah mengalami peregangan seolah-olah terputus (terurai
kembali) sebelum menjadi benang. Penyuapan (feeding)
dalam sistem ini dilakukan dalam bentuk serat-serat individu
yang terbuka, serat yang disuapkan tadi disusun kembali
pada alur pengumpulan yang dilakukan dengan aliran udara.
Berbeda dengan sistem pemintalan lainnya, pada sistem ini
pemberian antihan tidak menggunakan putaran spindel, akan
tetapi dengan cara lain yaitu menggunakan gara aerodinamik
yang dihasilkan oleh putaran motor. Nama open-end sendiri
berasal dari proses mesin terakhir dalam rangkaian proses
pemintalan benang ini, yaitu autocoro. Metode open-end ini
memiliki tingkat produksi yang lebih tinggi dibandingkan
metode lainnya. Hal ini dikarenakan mesin terakhir sistem
open-end mampu mengerjakan beberapa tugas sekaligus bila
dibandingkan dengan mesin-mesin pada metode lain. Akan
tetapi benang hasil dari proses open-end tidak sehalus proses
lain semisal ring-yarn, hal ini dikarenakan urutan proses
pembukaan benang pada metode open-end tidak sebanyak
pada metode ring-yarn. Urutan proses pembuatan benang
secara open-end dengan bahan cotton pada PT. Bitratex
Industries digambarkan pada diagram sebagai berikut :
3


Gambar 2. Diagram urutan proses OE dengan bahan cotton

3.1 Bahan Baku dan Blendomat
Bahan baku yang digunakan pada proses open-end ini adalah
bahan yang berasal dari serat cotton/serat kapas. Serat adalah
benda yang memiliki karakteristik panjangnya paling tidak
100 kali dari diameter/lebarnya, permukaannya
memungkinkan terjadinya kohesi diantaranya sehingga dapat
dibuat menjadi benang. Kapas sendiri adalah serat alam
dengan komponen utamanya adalah selulosa yang
merupakan polimer glukosa. Kapas banyak digunakan untuk
pakaian karena sifatnya yang menyerap keringat sehingga
nyaman dipakai dan memiliki stabilitas dimensi yang baik.
Sedangkan proses blendomat adalah proses pengambilan
material dari mixing secara otomatis menggunakan mesin,
menghisap kapas dan menyalurkannya menuju proses
blowing (blow room). Material kapas dalam bentuk bal yang
belum dibersihkan diletakkan menumpuk di sisi kiri dan
kanan mesin blendomat, mesin blendomat lalu berjalan
diatas bahan serat kapas tersebut dan menggiling serat kapas
yang dilewatinya.

Gambar 3. Mesin Blendomat berjalan diatas serat kapas
3.2 Blowing Room dan Carding
Pada proses blowing ini terdapat berbagai jenis mesin yang
digunakan untuk memfilter/menyaring kotoran dan debu
yang masih menempel pada serat kapas. Total daya yang
diperlukan pada proses blowing ini adalah 29,75 KW.
Tujuan proses blowing secara umum adalah sebagai
berikut :
1. Membuka gumpalan-gumpalan serat hingga menjadi
gumpalan yang lebih kecil (terurai).
2. Membersihkan kotoran yang terdapat pada serat sewaktu
serat mengalami pembukaan.
3. Mencampur serat yang berasal dari beberapa serat yang
berasal dari beberapa serat yang dimasukkan.
4. Membuat gulungan lap yang rata sebagai hasil akhir
pengerjaan pada unit mesin blowing.
Diagram proses kerja di blowing room adalah sebagai
berikut

Gambar 4. Diagram proses kerja di blowing room

Setelah melalui proses di dusttex pada blowing room, serat
yang sudah dibersihkan akan disalurkan menuju proses
carding. Proses carding adalah proses mengubah lap menjadi
sliver. Lap hasil proses blowing masih berupa gumpalan
kapas yang masih mengandung serat-serat pendek dan
kotoran. Gumpalan kapas masih perlu dibuka dan
dibersihkan lebih lanjut pada mesin carding. Total daya yang
diperlukan untuk proses carding ini adalah 25,82 KW. Hasil
dari proses carding adalah kapas yang berbentuk sliver yang
diletakkan pada drum besar.

Gambar 5. Mesin Carding

3.3 Drawframe (Proses Drawing)

Proses pada mesin drawing merupakan langkah yang sangat
penting dalam tahap pembuatan benang dan dilakukan
4

setelah proses carding. Proses ini bertujuan untuk
meluruskan dan mensejajarkan serat kearah sumbu sliver,
sebagai persiapan sebelum serat-serat tersebut akan
diregangkan dan dibuat menjadi benang pada mesin pintal.
Tujuan dari proses drawing ini adalah sebagai berikut :
1. Meluruskan dan mensejajarkan serat-serat ke arah
sumbu dari sliver.
2. Memperbaiki kerataan berat per satuan panjang,
campuran dan sifat lainnya dengan jalan perangkapan.
3. Menyesuaikan berat sliver per satuan panjang dengan
keperluan pada proses selanjutnya.
Pada drawframe breaker, proses yang dilakukan adalah
perangkapan beberapa sliver menjadi satu untuk
memperbaiki kerataan berat per satuan panjang. Sedangkan
pada drawframe finisher, diatur parameter sliver yang
diinginkan seperrti berat, ketebalan dsb. Selain itu, proses
pelurusan dan pensejajaran juga dilakukan disini. Hasil dari
proses drawing adalah sliver yang diletakkan pada drum
kecil. Daya total yang diperlukan untuk proses ini adalah
20,2 KW.

Gambar 6. Proses Drawing

3.4 Autocoro (Proses Pemintalan)

Proses yang dilakukan di autocoro adalah proses pengolahan
sliver menjadi benang dan merupakan proses terakhir dalam
rangkaian proses peminyalan benang secara open-end. Sliver
hasil dari proses drawing diproses menjadi benang melalui
proses peregangan secara mekanik dan pneumatik,
pemberian antihan (twist) dan penggulungan benang. Proses
perubahan sliver menjadi benang pada autocoro dapat dilihat
pada gambar di bawah ini :

Gambar 7. Proses perubahan sliver menjadi benang pada
autocoro

Keterangan : 1). Corong, 2). Rol Penyuap, 3). Rol Pengurai,
4). Pipa, 5). Rotor, 6). Saluran, 7). Rol Pelepas, 8). Rol
penggulung.

Proses kerjanya adalah sebagai berikut, Bahan berupa sliver
masuk melalui corong (1), diambil oleh rol penyuap (2),
dimasukkan ke daerah penggilingan/penguraian. Serat-serat
yang masuk diuraikan oleh rol pengurai (3). Selanjutnya
melalui pipa (4) disalurkan ke rotor. Oleh rotor, serat
dikumpulkan sepanjang sudut bagian dalam rotor, kemudian
serat-serat masuk ke saluran (6) dimana susunan serat-serat
tersebut sudah menjadi benang yang antihannya ditentukan
oleh rotor tersebut. Oleh karena perbedaan putaran rotor
dengan kecepatan tarikan rol pelepas (7), maka terjadilah
antihan (twist) dan penggulungan. Dari rol pelepas, benang
digulung pada cheese diatas rol penggulung (8).


Gambar 8. Mesin Autocoro

3.5 Proses Steaming, Ultraviolet dan Packing

Benang yang sudah selesai digulung dalam bentuk cheese
maupun cone harus melewati proses steaming terlebih
dahulu sebelum dipacking. Proses steaming adalah proses
penguapan terhadap benang yang memiliki puntiran yang
sangat tinggi dengan tujuan menghilangkan puntiran dan
memperkuat benang. Proses ini dilakukan dengan cara
5

memasukkan benang ke dalam tabung, kemudian ke dalam
tabung dialirkan uap dengan suhu dan waktu steaming yang
bervariasi untuk setiap jenis benang. Untuk benang hasil
proses open-end biasanya diuapkan selama 30 menit pada
suhu 70
o
C. Setelah melewati proses steaming, benang akan
dicek kualitasnya menggunakan sinar ultraviolet. Apabila
masih ada kotoran yang menempel ataupun masih ada
puntiran pada benang akan kelihatan proses ini. Setelah
dipastikan kualitas benang bagus pada proses ultraviolet,
benang selanjutnya akan dipacking dan dikirimkan ke
konsumen.

Gambar 9. Proses Steaming

Gambar 10. Benang yang sudah di packing

4. Motor Listrik pada Autocoro dan Distribusi
Daya Listriknya
4.1 Distribusi Daya Listrik pada Autocoro

Daya listrik yang mencukupi dan stabil merupakan syarat
utama pada proses produksi, tak terkecuali untuk mesin
autocoro. Untuk memenuhi kebutuhan daya listrik yang
besar ini, unit produksi II PT. Bitratex Industries
menggunakan suplai daya dari JTM PLN dengan tegangan
listrik 3 fasa 22 KV. Karena mesin-mesin yang ada unit
produksi kebanyakan menggunakan tegangan listrik 3 fasa
380V, jadi diperlukan transformator untuk menurunkan nilai
tegangannya. Terdapat 5 unit trafo dan semuanya digunakan
untuk memenuhi kebutuhan daya pada unit II ini yang
meliputi kebutuhan daya mesin-mesin produksi, penerangan,
chiller dan Air Waser Tower (AWT) untuk pendinginan
ruangan dan peralatan lainnya. Kapasitas trafo yang
digunakan adalah 1600 KVA dengan lilitan delta-bintang
ditanahkan untuk masing-masing lilitan primer dan
sekundernya. Sisi output trafo akan dihubungkan dengan
panel kontrol dan dari sinilah daya listrik akan
didistribusikan menuju panel untuk masing-masing
kebutuhan. Untuk panel kontrol trafo sendiri dipasang
Circuit Breaker (CB) yang berguna untuk mengamankan
trafo apabila terjadi gangguan. Trafo 1 akan mensuplai dan
mendistribusikan daya ke beberapa peralatan listrik
diantaranya mesin ringframe, autocoro 1 dan 2, winding,
chiller 2, AWT 1 dan 2, panel penerangan untuk proses
spinning dan pompa chiller untuk AWT 1 dan 2. Panel
kontrol untuk mesin autocoro 1 dan 2 (ACO 1 & 2)
merupakan satu kesatuan unit kontrol. Di panel tersebut juga
terdapat circuit breaker yang fungsinya sama dengan yang
ada di panel kontrol trafo sebelumnya. Masukan dari panel
kontrol ini adalah kabel listrik yang berasal dari trafo 1 dan
keluarannya disalurkan menuju mesin autocoro 1 dan 2 lewat
ruangan bawah lantai unit produksi. Arus yang diperlukan
untuk mesin autocoro adalah 800A dan tegangannya 3 fasa
380V.

Gambar 11. CB pada panel kontrol autocoro 1 dan 2

Berikut adalah nilai arus yang diukur pada 4 panel kontrol
mesin autocoro pada PT. Bitratex Industries :

Tabel 1. Nilai arus pada 4 panel kontrol autocoro
Fasa / ACO no. 1 (A) 2 (A) 3 (A) 4 (A)
R 194 200 175 171,1
S 188,1 208 174,4 171,2
T 185 213 186,2 186,5
Daya yang didapatkan mesin autocoro dari panel kontrol
akan didistribusikan lagi untuk kebutuhan masing-masing
peralatan yang ada di dalam autocoro itu sendiri. Tegangan
AC 380V akan diturunkan lagi menjadi 220V, 3x19V,
3x42V, oleh trafo yang ada di dalam autocoro untuk
berbagai peralatan yang membutuhkan tegangan masukan di
6

bawah 380V. Selain itu, tegangan listrik AC juga akan
disearahkan menjadi tegangan DC oleh rectifier untuk
kebutuhan peralatan yang memakai tegangan DC sebagai
masukannya.

Gambar 12. Diagram Rangkaian Peralatan Listrik pada
Autocoro
Keterangan : Tegangan Utama (220V / 380V AC) :
4 : Motor Utama (M1), 6 : Motor Suction (M2), 8 : Motor
Opening Roller Drive (M3), 10 : Motor Auxiliary Shaft
Drive (M4), 12 : Motor Package Conveyor (M5), 16 : Trafo
Kontrol (T2), 32 : Trafo Kontrol (T4).
Rangkaian Operasi 19/42 V AC :
18 : Pengatur tegangan untuk starter winding, 20 : Indikator,
21 : Traveling Blower, 23 : Package Doffer, 25 : Starter
Winding Station, 27-30 : Fan / Kipas.
Lambang Peralatan Listrik :
F : Fuse, K : Kontaktor, Q : Peralatan Switch, M : Motor, T :
Trafo, V : Rectifier (Penyearah).

Line 2, merupakan kabel masukan daya listrik yang berasal
dari panel kontrol autocoro 1 & 2. Pada line ini akan
dilindungi oleh Fuse 1 (F1) dan Switch Q1 yang akan
memutuskan aliran arus apabila ada terjadi gangguan pada
line 2. Setelah itu aliran daya akan didistribusikan untuk
masing-masing motor (dari line 4 sampai line 14). Pada
ujung line 4 terdapat motor utama (M1) yang dikontrol oleh
Kontaktor K1 dan dilindungi oleh Fuse 2 (F2) dari arus
berlebih. Pada line 6 terdapat motor suction (M2) yang
dikontrol oleh Kontaktor 2 (K2) dan dilindungi oleh switch
Q2. Apabila terjadi gangguan pada line 6, maka Q2 akan
memutus aliran arus sehingga tidak mengganggu line yang
lain. Untuk line 8, 10 ,12 ,dan 14 relatif sama dengan line 6,
dimana di ujung jaringan terdapat motor yang kontrolnya
dikendalikan oleh suatu kontaktor (K) dan dilindungi oleh
suatu switch (Q) yang memiliki simbol angka yang sama
dengan motornya. Peralatan switch ini merupakan suatu
proteksi terhadap kelebihan arus (over current) dan
kelebihan beban (overload) pada suatu motor listrik 3 fasa.
Pada line 32 terdapat sebuah trafo kontrol (T4) yang
mengubah tegangan 380 V a.c menjadi 220 V a.c yang akan
dipakai untuk semua peralatan yang membutuhkan tegangan
220 V untuk beroperasi. Sebenarnya untuk mendapatkan
tegangan 220 V dapat dilakukan dengan cara mengambil
salah satu fasa dari jaringan 3 fasa 380 V. Karena 1 fasa dari
jaringan 3 fasa yang bertegangan 380 V akan bernilai 220 V
(380 V / 3). Akan tetapi cara ini tidak begitu efektif karena
pengambilan salah satu fasa untuk beban tertentu akan
membuat total daya antara 3 fasa ini menjadi tidak seimbang,
salah satu fasa bisa menjadi lebih besar nilai dayanya
dibanding fasa yang lain. Oleh karena itulah untuk
mendapatkan tegangan 220 V diperlukan sebuah trafo yang
digunakan untuk mentransformasikan tegangannya dari 380
V menjadi 220 V.Pada line 16 juga tedapat sebuah trafo (T2)
yang digunakan untuk mengubah nilai tegangan dari 380 V
a.c menjadi 3 x 19 V a.c dan 3 x 42 V a.c. Tegangan 3 x 19
V a.c ini selanjutnya akan disearahkan oleh rectifier
(penyearah V1) dan menjadi 24 V d.c. Tegangan 24 V d.c ini
digunakan untuk tegangan kontrol pada winding. Terdapat 2
fuse yang diletakkan pada line ini, satu diantara beban dan
rectifier yaitu F12 dan satunya lagi diantara rectifier dan
trafo T2 yaitu F6. Tegangan 3x42 V a.c akan dipakai untuk
berbagai macam keperluan yaitu untuk indicator, travelling
blower, Package Doffer, starter winding serta motor-motor
untuk kipas (M7, M8 dan M9). Motor untuk kontrol start-up
(M10) dan motor sectional suction (2M2) adalah sebuah opsi
pada autocoro dan tidak terdapat pada autocoro jenis ini.

4.2 Motor-Motor Listrik pada Autocoro
Pada mesin autocoro terdapat berbagai motor listrik yang
digunakan untuk bermacam-macam tujuan. Jenis motor yang
digunakan adalah motor induksi 3 fasa dengan belitan
bintang-delta. Daya listrik yang diperlukan untuk
mengoperasikan motor berasal dari panel kontrol autocoro 1
dan 2. Untuk mengaktifkan switch utama pada mesin
autocoro, switch Q1 diatur posisinya pada posisi I dan
rangkaian untuk trafo kontrol T2 dan T4 akan menutup.
Trafo T2 menyediakan tegangan kontrol 3x42 V a.c dan
3x19 V a.c. Tegangan 3x19 V a.c disearahkan menjadi 24 V
d.c yang dibuthkan untuk kontrol tegangan starter dan
tegangan lampu pilot. Trafo T4 menyediakan tegangan 220
V a.c untuk seluruh peralatan yang membutuhkan input
tegangan sebesar 220 V pada autocoro. Diagram peralatan
pada autocoro dan letak untuk masing-masing motor dapat
dilihat pada gambar 13 dibawah ini, untuk generator yang
ada diatas motor suction (M2) sudah dicabut dan tidak ada
lagi. Jadi untuk setiap rangkaian selanjutnya yang memakai
sumber dari generator akan digantikan oleh line 380 V a.c
yang paralel dengan M2. Pada bagian kiri autocoro terdapat
motor suction (M2), motor package conveyor (M5) dan
motor untuk kipas (M9). Sedangkan pada bagian kanan
autocoro terapat motor-motor sebagai berikut, Motor Utama
(M1), Motor Opening Roller Drive (M3), Motor Auxiliary
Shaft Drive (M4). Selain itu, motor fan (kipas) M7 dan M8
juga terletak di bagian ini. Panel kontrol dari mesin autocoro
terletak di bagian kanan motor utama.
7


Gambar 13. Diagram letak motor pada autocoro

Kebanyakan dari motor-motor yang ada pada autocoro
menggunakan belitan/lilitan bintang-delta pada proses
starting/perngasutannya. Hal ini dilakukan dengan tujuan
agar arus start dari motor tersebut dapat dibatasi agar tidak
terlalu besar. Apabila motor dihubungkan langsung dengan
lilitan delta, maka pada saat start arusnya akan melonjak
tinggi dan dapat membahayakan motor tersebut. Oleh karena
itulah digunakan lilitan bintang-delta pada motor induksi 3
fasa tersebut, dengan maksud agar nilai arus start menjadi
1/3 dari nilai arus start yang langsung menggunakan lilitan
delta.

4.2.1 Motor Utama (M1)

Motor utama (M1) pada mesin autocoro terletak di bagian
kanan bawah dari diagram letak peralatan autocoro. Motor
ini merupakan motor terbesar dari ukuran maupun kapasitas
dayanya diantara motor-motor listrik yang terdapat di
autocoro. Motor utama digunakan untuk menggerakkan
semua rotor yang ada pada proses pembuatan benang. Semua
rotor yang digunakan untuk membuat benang dikopel dengan
shaft yang digerakkan oleh motor utama sehingga bila motor
utama beroperasi dan rotornya berputar, maka semua rotor
yang digunakan untuk membuat benang akan bergerak
karena terkopel dengan rotor M1. Selain itu, motor M1 juga
digunakan untuk menggerakkan belt yang mengoperasikan
rol penggulung pada proses pemintalan benang pada cheese.
Sama seperti rotor tadi, semua rol penggulung dihubungkan
dengan belt yang dikopel dengan motor M1.

Gambar 14. Motor Utama (M1) pada autocoro
Data dari motor utama (M1) adalah sebagai berikut :
V : 220V/380V (delta/star)
I : 152 A
P : 45 KW
Cos phi : 0,84
F : 50 Hz
rpm : 1470 rpm
Dari data diatas, kita dapat menentukan jumlah pole/kutub
dari motor M1, dengan menggunakan rumus dibawah ini :


Dimana : P = jumlah kutub (pole)
F = Frekuensi jala-jala (Hz)
n = kecepatan putar motor (rpm)
120 = nilai tetap
Dengan memasukkan data dari motor utama diatas, maka
didapatkan jumlah kutub dari motor ini adalah


Nilai 4,08 dibulatkan menjadi 4. Maka jumlah kutub motor
utama (M1) adalah 4.

4.2.2 Motor Suction (M2)

Motor suction (M2) terletak di bagian kiri pada diagram
letak peralatan autocoro, terletak jauh dari motor utama dan
motor lainnya. Motor suction berguna untuk menghisap debu
dan kotoran yang ada pada saat proses pembuatan benang di
combing. Motor suction dihubungkan melalui belt dengan 2
kipas besar diatasnya untuk menyedot debu. Pada desain
awalnya, M2 dikopel dengan generator untuk menggerakkan
winding head serta mengoperasikan Automatic Piecer
Carriage (APC) dan memberikan tegangan masukan untuk
informator. Akan tetapi pada prakteknya karena banyaknya
gangguan yang terjadi pada saat penggunaan generator
tersebut, generator dilepas dari motor suction dan sumber
daya listrik untuk peralatan yang sebelumnya disuplai
generator dialihkan dari jaringan 380 V yang diparalel
dengan sumber daya motor suction tersebut.

Data dari motor suction (M2) adalah sebagai berikut :
V : 220V/380V (delta/star)
I : 75 A
P : 22 KW
Cos phi : 0,88
F : 50 Hz
rpm : 2940 rpm

Jumlah pole / kutub dari motor suction (M2) dapat dihitung
berdasarkan data diatas dengan menggunakan rumus yang
sama dengan rumus menghitung jumlah kutub dari motor
utama sebelumnya :


Nilai 2,04 dibulatkan menjadi 2, maka jumlah kutub dari
motor suction (M2) adalah 2.
8

4.2.3 Motor Opening Roller Drive (M3)

Motor Opening Roller drive terletak di belakang motor
utama (M1) pada autocoro. Motor ini berguna untuk
menggerakkan motor untuk proses combing pada pembuatan
benang dari sliver, oleh karena itulah motor ini juga sering
disebut sebagai motor combing. M3 dihubungkan pada belt
dengan rotor diatasnya, dan rotor tersebut dihubungkan
dengan shaft yang terhubung dengan semua rol pengurai
untuk proses combing. Jadi semua rol pengurai akan
bergerak bersamaan ketika motor combing ini bekerja.

Gambar 15. Motor Opening Roller Driver (M3) pada autocoro

Data dari motor opening roller driver (M3) adalah sebagai
berikut :
V : 220V/380V (delta/star)
I : 50 A
P : 15 KW
Cos phi : 0,88
F : 50 Hz
rpm : 1460 rpm
Jumlah pole / kutub dari motor suction (M2) dapat dihitung
berdasarkan data diatas dengan menggunakan rumus yang
sama dengan rumus menghitung jumlah kutub dari motor
utama sebelumnya :


Nilai 4,1 dibulatkan menjadi 4, maka jumlah kutub dari
motor combing (M3) adalah 4.

4.2.4 Motor Auxiliary Shaft Drive (M4)

Motor auxiliary shaft drive (M4) terletak pada bagian kanan
autocoro, tepatnya diatas dari motor opening roller drive
(M3). Motor ini berfungsi untuk menggerakkan rol penyuap
(feeding) yang berguna untuk menarik / memasukkan sliver
yang ada pada can menuju proses combing. Motor M4
menggerakkan shaft yang terhubung dengan semua rol
penyuap tadi. Jadi ketika motor M4 bekerja, semua rol
penyuap akan bekerja secara bersamaan untuk menarik sliver
dari drum. Motor M4 terdiri dari dua jenis yaitu Mesin tanpa
kontrol start-up elektris dan Mesin dengan kontrol start-up
elektris.

Gambar 16. Motor Auxiliary Shaft Drive (M4) pada autocoro

4.2.5 Motor Package Conveyor (M5)

Motor package conveyor terletak di atas motor suction, di
bagian kiri dari mesin autocoro. Motor ini digunakan untuk
menggerakkan roda berjalan yang dipakai untuk menarik /
mengambil benang yang sudah selesai proses
penggulungannya pada cheese. Motor dihubungkan dengan
belt yang berfungsi untuk menarik roda berjalan ketika sudah
banyak terkumpul cheese yang ada di atasnya.

4.2.6 Motor Fan (Kipas) (M7, M8, M9)

Motor untuk menggerakkan kipas ini terletak di berbagai
tempat di mesin autocoro. M7 terletak di sebelah motor
Motor Opening Roller Drive (M3), M8 terletak di sebelah
motor utama (M1) dan M9 terletak di atas motor suction
(M2). Semua motor untuk kipas ini berguna untuk
menggerakkan kipas yang akan mengalirkan udara yang ada
di dalam ruangan tempat motor-motor pada autocoro berada.
Dengan adanya perpindahan aliran udara, maka udara panas
yang ada di dalam ruangan akan ditarik keluar oleh kipas ini
dan digantikan dengan udara yang lebih dingin. Perpindahan
aliran udara ini penting untuk menjaga suhu di ruangan
tempat motor berada agar tidak naik sehingga motor dapat
bekerja secara optimal tanpa terjadi adanya overheating.
Motor ini memerlukan masukan tegangan 3x42 V a.c yang
didapatkan dari hasil perubahan dari 380 V menjadi 3x42 V
oleh trafo T2.

Gambar 17. Kipas yang digerakkan oleh motor M7


9

5. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh selama melakukan kerja praktek
di Unit II produksi PT. Bitratex Industries Semarang adalah
sebagai berikut :
1. Pada unit II produksi PT. Bitratex Industries terdapat 2
macam proses penggulungan benang yaitu proses Open-
End Yarn dengan mesin Autocoro sebagai mesin
finishingnya dan proses Ring-Spurn Yarn dengan mesin
Ring Frame Winding sebagai mesin finishingnya.
2. Mesin Autocoro berfungsi untuk mengubah sliver hasil
proses drawing menjadi benang melalui proses
peregangan secara mekanik dan pnuematik, pemberian
puntiran (twist) dan penggulungan benang.
3. Distribusi daya listrik pada mesin autocoro berasal dari
trafo yang mengubah tegangan 3 fasa 22 KV dari PLN
menjadi tegangan 3 fasa 380 V. Tegangan ini kemudian
didistribusikan pada autocoro untuk mengoperasikan
peralatan yang membutuhkan tegangan masukan sebesar
380 V.
4. Di dalam mesin autocoro terdapat 5 buah trafo yang
berguna untuk menurunkan tegangan 380 V agar
peralatan yang membutuhkan tegangan masukan di
bawah 380 V bisa beroperasi. Jenis trafo ini adalah trafo
step-down atau penurun tegangan.
5. Pada mesin autocoro terdapat 8 buah motor listrik 3 fasa
yang mempunyai kegunaan masing-masing. Diantaranya
adalah motor utama (M1), motor suction (M2), motor
opening roller drive (M3), motor auxiliary shaft drive
(M4), motor package conveyor (M5), dan motor untuk
menggerakkan kipas (M7, M8,M9).
6. Penggunaan generator untuk sumber daya 220 V pada
autocoro ini sudah tidak digunakan lagi karena
banyaknya gangguan mekanis yang terjadi. Sumber
daya untuk peralatan yang sebelumnya berasal dari
generator dialihkan dari line 380 V yang diturunkan
tegangannya menjadi 220 V oleh trafo T4.
7. Penggunaan lilitan bintang-delta pada motor listrik saat
proses startingnya bertujuan untuk membatasi arus start
dari motor tersebut agar tidak terlalu besar. Nilai
arusnya menjadi 1/3 dari arus start yang langsung
menggunakan lilitan delta.

Referensi

[1] Lister, Eugene C. Mesin dan Rangkaian Listrik,
Penerbit Erlangga, Jakarta, 2008
[2] Parwitro, S. Teknologi Pemintalan Bagian Pertama,
Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1973.
[3] Parwitro, S. Teknologi Pemintalan Bagian Kedua,
Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1975.
[4] Sulam, Abdul Latief, Teknologi Pembuatan Benang
dan Pembuatan Kain, Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Jakarta, 2008.
[5] Wildi, Theodore. Electrical Machines, Drivers and
Power Systems, Prentice-Hall
International INC, New York, 2002.
[6] ., Manual Electrical Operation for
Autocoro, Schlafhorst Co.Ltd, Germany.
[7] ., Manual Electrical Operation for
Carding, Trutzschler Co.Ltd, Germany.
[8] ., Manual Electrical Operation for Draw
Frame, Rieter Co.Ltd, Germany.
[9] http://egismy.wordpress.com/2008/02/16/bagian-i-
tekstil-dan-produk-tekstil/
[10] http://khanifarifin.blogspot.com/2011/11/proses-
pemintalan-benang-spinning.htm
[11] http://imroee.blogspot.com/2010/11/rangkaian-star-
delta-y-motor-induksi.html

Biodata Penulis

Wahyu Ridhani lahir di Banjarmasin
pada 10 November 1989. Saat ini sedang
menempuh pendidikan tinggi di Jurusan
Teknik Elektro Universitas Diponegoro
Konsentrasi Energi Listrik




Semarang, Desember 2012

Menyetujui,
Dosen Pembimbing





Dr. Ir. Djoko Windarto, MT.
NIP. 196405261989031002

You might also like