You are on page 1of 19

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM

FARMASETIKA SEDIAAN
Lidya Ameliana S.Si., Apt.,M.Farm.
Budipratiwi W.
Lina Winarti, S.Farm., M.Sc., Apt.
Viddy Agustian R. S.Farm., Apt.
BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMASETIKA SEDIAAN
SEMISOLIDA
(Edisi revisi I)
Oleh :
Lidya Ameliana S.Si., Apt.,M.Farm.
Budipratiwi W. S.Farm.,M.Sc.,Apt.
Lina Winarti, S.Farm., M.Sc., Apt.
Viddy Agustian R. S.Farm., Apt.
BAGIAN FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2013
BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMASETIKA SEDIAAN
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan Buku
Petunjuk Praktikum Farmasetika Sediaan Semisolida edisi revisi ke-1 tahun 2013
untuk mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Jember.
Buku petunjuk praktikum ini disusun dengan tujuan untuk membantu
mahasiswa agar dapat lebih memahami proses pembuatan sediaan semisolida
mulai dari praformulasi sediaan semisolida, merancang formula, proses
pembuatan sediaan, dan melakukan evaluasi sediaan, serta merancang kemasan
untuk sediaan semisolida tersebut.
Penyusun menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna, untuk itu
saran dan kritik dari sejawat maupun mahasiswa peserta praktikum akan sangat
bermanfaat untuk perbaikan pada edisi berikutnya.
Semoga buku ini dapat bermanfaat dalam membantu memperdalam
pemahaman tentang formulasi sediaan semisolida.
Jember, Februari, 2013
Penyusun
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Deskripsi iii
Tujuan iii
Dasar Teori Sediaan Semisolida 1
Salep 1
Krim 3
Pasta 4
Gel 4
Daftar Pustaka 7
Lampiran 8
4
DESKRIPSI
Praktikum Farmasetika Sediaan Semisolida merupakan penerapan teori
kuliah Farmasetika Sediaan Semisolida yang meliputi :
1. Penyusunan formula sediaan untuk penggunaan pada kulit (salep, krim, pasta, gel)
2. Penyusunan rancangan pembuatan, rancangan evaluasi, rancangan kemasan baik
primer maupun sekunder yang dilengkapi dengan etiket dan brosur
3. Melaksanakan manufaktur formula dan evaluasi sesuai dengan rancangan yang
telah didiskusikan
4. Melakukan pembahasan atas hasil yang telah dicapai
TUJUAN
Diharapkan setelah mengikuti Praktikum Farmasetika Sediaan Semisolida,
mahasiswa dapat :
1. Menyusun rancangan formula, pembuatan, evaluasi, dan kemasan sediaan
semisolida
2. Mendiskusikan rancangan formula dan pembuatan berdasarkan karakteristik
fisiko-kimia komponen
3. Membuat dan mengevaluasi sediaan salep, krim, dan gel
4. Mempresentasikan hasil analisa data evaluasi.
5
DASAR TEORI SEDIAAN SEMISOLIDA
I. SALEP
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir (DepKes RI, 1995). Salep merupakan bentuk sediaan
dengan konsistensi semisolida yang berminyak dan pada umumnya tidak
mengandung air dan mengandung bahan aktif yang dilarutkan atau didispersikan
dalam suatu pembawa. Pembawa atau basis salep digolongkan dalam 4 tipe yaitu
basis hidrokarbon, basis serap, basis yang dapat dicuci dengan air, dan basis larut
air.
Basis hidrokarbon merupakan basis salep yang benar-benar bebas dari air.
Formulasi basis hidrokarbon dibuat dengan mencampur hidrokarbon cair (minyak
mineral dan paraffin cair) dengan hidrokarbon yang mempunyai rantai alkyl lebih
panjang dan titik leleh lebih tinggi misalnya paraffin putih ataupin paraffin
kuning. Penggunaan basis salep hidrokarbon sebagai system penghantaran obat
topical sangat terbatas, karena sebagaian obat relatif tidak larut dalam minyak
hidrokarbon. Masalah ini dapat diatasi dengan meningkatkan kelarutan obat dalam
basis hidrokarbon, yaitu dengan mencampurkan pelarut-pelarut yang dapat
campur dengan basis hidrokarbon, misalnya isopropyl miristat atau propilen
glikol. Salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, sukar dicuci, tidak
mongering, dan tidak tampak berubah pada waktu lama.
Basis salep serap merupakan basis salep seperti basis hidrokarbon
(berlemak/berminyak) akan tetapi dapat bercampur atau menyerap air dalam
jumlah tertentu.Basis salep serap dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : basis
salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak
(paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat) dan basis yang terdiri atas emulsi air
dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan
(lanolin). Basis salep serap juga bermanfaat sebagai emolien (DepKes RI, 1995).
Basis salep yang dapat dicuci dengan air merupakan basis yang bersifat
dapat dicuci dari kulit dan pakaian dengan menggunakan air. Dalam
penggunaannya, salep dengan basis jenis ini mampu untuk mengabsorpsi cairan
6
serosal yang keluar dalam kondisi dermatologi. Obat jenis tertentu dapat
diabsorpsi lebih baik oleh kulit jika menggunakan dasar salep ini. Contoh basis
salep yang dapat tercuci dengan air adalah basis yang terdiri dari alkohol stearat
dan petrolatum putih (fase minyak), propilen glikol dan air (fase air), serta Na
lauril sulfat sebagai surfaktan.
Basis salep yang larut air merupakan basis yang hanya mengandung
komponen larut air, sehingga dapat tercuci air dengan mudah. Dalam formulasi,
basis jenis ini digunakan untuk mencampur bahan obat yang tidak berair atau
bahan padat. Contoh basis salep yang larut air adalah salep PEG yang merupakan
kombinasi antara PEG 3350 dengan PEG 400 dengan perbandingan 4:6.
Dalam pemilihan basis salep untuk memformulasi suatu bahan aktif
menjadi sediaan semisolida, harus dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut
(DepKes RI, 1995)
1. Khasiat yang diinginkan
2. Sifat bahan obat yang dicampurkan
3. Ketersediaan hayati
4. Stabilitas dan ketahanan sediaan jadi
Pembuatan formulasi sediaan salep dapat dilakukan dengan dua metode
umum yaitu metode pencampuran dan metode peleburan. Dalam metode
pencampuran, komponen salep dicampur bersama-sama sampai diperoleh massa
sediaan yang homogen. Penghalusan komponen sebelum proses pencampuran
kadang diperlukan sehingga dapat dihasilkan salep yang tidak kasar saat
digunakan. Pada metode peleburan semua bahan dicampur dan dilebur pada
temperatur yang lebih tinggi daripada titik leleh semua bahan, kemudian
dilakukan pendinginan dengan pengadukan konstan. Pendinginan yang terlalu
cepat dapat menyebabkan sediaan menjadi keras karena terbentuk banyak kristal
yang berukuran kecil, sedangkan pendinginan yang terlalu lambat akan
menghasilkan sedikit kristal sehingga produk menjadi lembek.
7
II. KRIM
Krim merupakan bentuk emulsi dengan konsistensi semisolida sehingga
mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan likuida.
Sediaan krim terdiri dari dua fase yang tidak saling ampur, yaitu fase internal
(fase terdispersi) dan fase eksternal (fase pendispersi) yang digabungkan dengan
adanya surfaktan. Pada umumnya sediaan krim dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe
minyak dalam air terdiri dari tetes-tetes kecil minyak (fase internal) yang
terdispersi dalam air (fase eksternal), dan sebaliknya pada krim air dalam minyak
Penggunaan surfaktan sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas krim
secara termodinamika. Surfaktan yang sering digunakan adalah surfaktan
golongan ionic dan anionic, sedangkan surfaktan kationik hanya digunakan dalam
kombinasi dengan surfaktan tipe lainnya. Contoh-contoh surfaktan yang sering
digunakan antara lain : sodium alkyl sulfat, alkyl ammonium halida, polioksietilen
alkyl eter, sorbitan, dan lain-lain. Dalam melakukan pemilihan surfaktan,
formulator harus memperhatikan sifat atau karakteristik bahan aktif dan bahan
tambahan lain yang digunakan dalam formula.
Penggunaan campuran dari beberapa surfaktan dalam satu formula
semisolida, dapat memberikan sediaan yang lebih stabil jika dibandingkan dengan
penggunaan surfaktan tunggal. Sedangkan komponen lain yang perlu ditambahkan
dalam sediaan semisolida adalah kosolven, peningkat viskositas, preservatif,
dapar, antioksidan, dan korigen. Penggunaan bahan-bahan tambahan tersebut
harus disesuaikan dengan sifat fisikokimia bahan aktif yang digunakan. Hasil
campuran bahan aktif dan bahan-bahan tambahan tersebut harus dapat
menghasilkan sediaan semisolida yang memenuhi persyaratan aman, efektif, stabil
dan dapat diterima oleh masyarakat. Aman berarti sediaan tersebut memiliki
kandungan bahan aktif yang sesuai dengan monografi dan tidak memberikan
pelepasan bahan aktif dalam jumlah yang sesuai dari sediaan pada tempat
penggunaannya. Stabil berarti sediaan tidak mengalami perubahan sifat dan
konsistensi baik secara fisika, kimia, mikrobiologi, toksikologi, maupun
farmakologi.
8
Krim dengan basis minyak dalam air memiliki sifat yang lebih nyaman
dan cenderung disukai oleh masyarakat, karena memberikan konsistensi yang
berminyak dan cenderung lengket, akan tetapi banyak bahan aktif yang bersifat
hidrofobik yang pelepasannya lebih mudah jika menggunakan basis jenis ini.
Krim air dalam minyak sering digunakan untuk memberikan efek emolien pada
kulit.
Sediaan krim banyak digunakan untuk sediaan obat misalnya untuk obat
anti inflamasi, antijamur, anastetik, antibiotik, dan hormon. Sediaan krim juga
sering digunakan dalam industri kosmetik, misalnya untuk sediaan pembersih,
emolien, tabir surya, antiaging, dan masih banyak lagi.
III. PASTA
Pasta merupakan sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
yang ditujukan yang ditujukan untuk pemakaian topikal (Departemen Kesehatan
RI, 1995). Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta terdiri
dari bahan untuk salep misalnya vaselin dan bahan bedak seperti talcum, oxydum
zincicum. Pasta merupakan salep padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh
dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi. Efek pasta
lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi
lebih rendah dari salep. Sediaan berbentuk pasta berpenetrasi ke lapisan kulit.
Bentuk sediaan ini lebih dominan sebagai pelindung karena sifatnya yang tidak
meleleh pada suhu tubuh. Pasta berlemak saat diaplikasikan di atas lesi mampu
menyerap lesi yang basah seperti serum.
IV. GEL
Gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan (Departemen Kesehatan RI, 1995). Gel pada umumnya memiliki
karakteristik yaitu strukturnya yang kaku. Gel dapat berupa sediaan yang jernih
atau buram, polar, atau non polar, dan hidroalkoholik tergantung konstituennya.
Gel biasanya terdiri dari gom alami (tragacanth, guar, atau xanthan), bahan
9
semisintetis (misal : methylcellulose, carboxymethylcellulose, atau
hydroxyethylcellulose), bahan sintetis (misal : carbomer), atau clay (misal :
silikat). Viskositas gel pada umumnya sebanding dengan jumlah dan berat
molekul bahan pengental yang ditambahkan.
Gel dapat dikelompokkan menjadi : lipophilic gels dan hydrophilic gels.
Lipophilic gels (oleogel) merupakan gel dengan basis yang terdiri dari parafin
cair, polietilen atau minyak lemak yang ditambah dengan silika koloid atau sabun-
sabun aluminium atau seng. Sedangkan hydrophylic gels, basisnya terbuat dari air,
gliserol atau propilen glikol, yang ditambah gelling agent seperti amilum, turunan
selulosa, carbomer dan magnesium-aluminum silikat (Gaur et al, 2008).
Berdasarkan sifat pelarut terdiri dari hidrogel, organogel, dan xerogel.
Hydrogel (sering disebut juga aquagel)merupakan bentuk jaringan tiga dimensi
dari rantai polimer hidrofilik yang tidak larut dalam air tapi dapat mengembang di
dalam air. Karena sifat hidrofil dari rantai polimer, hidrogel dapat menahan air
dalam jumlah banyak di dalam struktur gelnya (superabsorbent)
Organogel merupakan bahan padatan non kristalin dan thermoplastic yang
terdapat dalam fase cairan organic yang tertahan dalam jaringan cross-linked tiga
dimensi. Cairan dapat berupa pelarut organic, minyak mineral, atau minyak sayur.
Xerogel berbentuk gel padat yang dikeringkan dengan cara penyusutan.
Xerogel biasanya mempertahankan porositas yang tinggi (25%),luas permukaan
yang besar (150-900 m
2
/g), dan ukuran porinya kecil (1-10 nm). Saat pelarutnya
dihilangkan di bawah kondisi superkritikal, jaringannya tidak menyusut dan
porous, dan terbentuk aerogel.
Gelling agent bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Gom alam dan
polimer berfungsi dengan membentuk lapisan tipis pada permukaan partikel. Pada
saat dikempa, partikel cenderung beraglomerasi. Bahan sangat larut seperti gula,
mengikat partikel bersama dengan membentuk jembatan kristal. Pengikat untuk
proses granulasi basah biasanya dilarutka dalam air atau suatu pelarut biasanya
berupa alkohol dan larutan pengikat digunakan untuk membentuk masa
basah/granul. Dalam pengikatan partikel bersama yang berperan adalah ikatan van
der walls dan ikatan hidrogen. Contoh : mikrokristalin selulosa, gom arab.
10
Penggunaan gelling agent dengan konsentrasi yang tinggi mengakibatkan
viskositas dari gel meningkat pula sehingga bisa mengakibatkan gel akan sulit
dikeluarkan dari wadahnya. Temperature yang tinggi pada saat penyimpanan akan
mengakibatkan konsistensi dari basis berubah, misalnya pada hydrogel yang
sebagian besar solvennya berupa air maka temperature yang tinggi akan
mengakibatkan sebagian dari solvennya akan menguap sehingga akan
mengakibatkan perubahan pada struktur gel.
Basis gel sebagian besar berupa polimer polimer. Gel merupakan
crosslinked system dimana aliran tidak akan terjadi apabila berada dalam keadaan
steady state. Sebagian besar bahan merupakn liquid tetapi gel memiliki sifat
seperti padatan karena adanya ikatan 3 dimensi didalam larutan. Ikatan ini
mengakibatkan adanya sifat swelling dan elastic. Untuk melihat kerusakan dari
struktur gel dapat dilihat dari kekakuan/rigidness dari gel tersebut. Temperature
tinggi dapat mengakibatkan kekakuan dari gel meningkat oleh karena itu proses
penyimpanan dari sediaan bentuk gel harus diperhatikan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat, Jakarta : UI
Press
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia IV,. Penerbit Dirjen POM : Jakarta.
Djuanda A. 1994. Pengobatan topikal dalam bidang dermatologi. Yayasan
Penerbitan IDI. Jakarta
Gaur, R., Azizi, M., Gan, J., Hansal, P., Harper, K., Mannan, R., Panchal, A.,
Patel, K., Patel, M., Patel, N., Rana, J., Rogowska, A.,2008. British
Pharmacopoeia 2009. (Electronic version).
Hamzah M. 2007. Dermatoterapi. In: Hamza M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI
Niazi, S.K..2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulation
Semisolid Products, CRC Press
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Weller, P.J. 2003. Hand Book of Pharmaceutical
Excipient 4th Edition. London: Pharmaceutical Press and American
Pharmaceutical Association
Sharma S.2008. Topical drug delivery system: A review. Pharmaceut. Rev.6:1-29.
Walters, K.A.2002. Dermatological and Transdermal Formulations, Marcell and
Dekker, New York.
.
12
Lampiran 1.
Materi Praktikum
Praktikum I : Formulasi Sediaan Salep/Krim
Praktikum II : Formulasi Sediaan Pasta
Praktikum III : Formulasi Sediaan Gel
Praktikum IV : Uji pelepasan sediaan semisolid
13
Lampiran 2
Format Jurnal/laporan praktikum(untuk praktikum I, II, dan III)
Judul Praktikum :
Hari/Tanggal :
Kelompok :
Nama Peserta :
Materi Praktikum :
I. Tujuan Praktikum
II. Dasar Teori
III. Evaluasi Produk Referen
IV. Studi Praformulasi Bahan Aktif
Tabel 1. Hasil Studi Pustaka Bahan Aktif
No Bahan
Aktif
Efek
Utama
Efek
Samping
Karakteristik
Fisik
Karakteristik
Kimia
Sifat
Lain
Alasan pemilihan bahan aktif : __________________________________
Target organ yang dituju : __________________________________
Tujuan terapi : Lokal/sistemik
Bentuk sediaan yang dipilih : __________________________________
Alasan : __________________________________
Dosis dan Perhitungannya : __________________________________
V. Jenis dan Contoh Bahan Tambahan dalam Formula
VI. Susunan Formula dan Komposisi Bahan yang direncanakan
14
Tabel 2. Rancangan Formula per Satuan Kemasan
No Bahan Fungsi Jumlah
VII. Metode:
- Alat
- Prosedur Pembuatan
- Prosedur Evaluasi
VIII. Rancangan Etiket, Brosur dan Kemasan
IX. Hasil dan Pembahasan
X. Kesimpulan
XI. Daftar Pustaka
15
Lampiran 3. Format Laporan IV
Judul Praktikum :
Hari/Tanggal :
Kelompok :
Nama Peserta :
Materi Praktikum :
Tujuan Praktikum
Dasar Teori
UJI PELEPASAN BAHAN AKTIF DARI SEDIAAN SEMISOLIDA
a. Media difusi yang digunakan disesuaikan dengan bahan aktif yang digunakan
dalam sediaan semisolid.
b. Penyiapan Membran. Membran selofan dipotong seukuran sel difusi,
selanjutnya direndam dalam aquadest selama semalam. Setelah direndam
semalam, membran selofan ditiriskan dengan kertas tisu. Setelah itu membran
selofan siap digunakan.
c. Alat Uji Pelepasan bahan aktif dari basis sediaan. Alat dan perlengkapan
percobaan uji pelepasan bahan aktif dari sediaan semisolid yang digunakan
disesuaikan dengan metode di USP XXXII dan British Pharmacopoeia 2009.
Alat yang digunakan adalah rangkaian alat uji pelepasan yaitu bejana,
pengaduk tipe dayung yang dilengkapi dengan sel difusi. Sel difusi terdiri dari
cover dan reservoir. Gambar alat dapat dilihat pada gambar 1.
16
Gambar 1. Rangkaian alat uji pelepasan (British Pharmacopoeia
Comission, 2008)
Keterangan gambar :
A: Tabung uji pelepasan yang berisi larutan media
B: Paddle (pengaduk) yang diatur kecepatannya
C: Jarak antara ujung paddle dengan membran
D: Disk yang berisi sediaan dan disekat oleh membran
E: Termometer (temperatur penelitian 37 0.5
0
C)
F: Tabung untuk mengambil cuplikan
d. Preparasi sel difusi
Disiapkan sel difusi yang bersih, kemudian ditara dalam kondisi kosong
ditimbang analitik. Selanjutnya sel difusi diisi dengan sediaan dan diratakan
dengan gelas obyek. Tutup sediaan dengan membran yang telah dipotong sesuai
ukuran sel difusi, kemudian sediaan yang ada disekitar sel difusi dibersihkan dan
ditimbang kembali. Kemudian diatasnya diberi ring penyekat sebagai pengaman
untuk mencegah kebocoran, lalu diklem dengan lempengan sel yang lain dengan
rapat. Gambar sel difusi dapat dilihat pada gambar 2.
17
Gambar 2. Sel Difusi (Sanghvi,1993)
e Pengukuran Pelepasan Bahan Aktif dari Sediaan Semisolid
Sel difusi yang telah disiapkan dimasukan kedalam bejana tabung uji
yang berisi media disolusi sebanyak 500 mL yang terlebih dahulu dihangatkan
sampai mencapai temperatur percobaan 37 0,5
o
C, sel difusi kemudian
diletakkan di dasar bejana disolusi dengan bagian cover menghadap ke atas
kemudian paddle diputar dengan kecepatan 50 rpm dan segera dicatat sebagai
menit ke nol. Pada setiap 30 menit diambil cuplikan sebanyak 5,0 mL di
tengahtengah antara permukaan media disolusi dan bagian atas daun dayung,
tidak lebih dari satu cm dari dinding bejana. Setiap kali pengambilan cuplikan,
bejana disolusi ditambah media disolusi dengan jumlah dan temperatur yang
sama pula. Kemudian sampel ditentukan kadar natrium diklofenak dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang serapan maksimum dan
dikoreksi dengan rumus koreksi Wurster untuk mendapatkan kadar yang
sebenarnya dengan memperhitungkan pengenceran 5,0 mL media pelepasan.
18
Rumus koreksi Wurster:


1
1
'
N
s
Cs
b
a
n C Cn .(1)
Keterangan:
Cn = kadar sebenarnya setelah dikoreksi (ppm)
Cn = kadar terbaca (hasil perhitungan dari nilai serapan sampel yang
terbaca pada spektrofotometer) dalam ppm
Cs = kadar terbaca dari sampel sebelumnya
a = volume sampel yang diambil
b = volume media
f. Penentuan Jumlah Bahan Aktif yang Terlepas dari Basis
Jumlah kumulatif bahan aktif yang terlepas dari basis per satuan luas
membran setiap waktu (g/cm
2
) dihitung dari konsentrasi yang diperoleh
setiap waktu (g/mL) dikalikan dengan jumlah media (500 mL) dan dibagi
luas permukaan membran. Kemudian dibuat kurva hubungan antar jumlah
bahan aktif kumulatif yang lepas (g/cm
2
) terhadap akar waktu (menit
1/2
).
Pengukuran kadar bahan aktif hasil uji pelepasan dilakukan dengan
Spektrofotometer UV-Vis.
g. Penentuan Profil Pelepasan Bahan Aktif dari Basis
Profil pelepasan bahan aktif in vitro pada suhu 37 0,5
o
C merupakan
kurva hubungan antara jumlah bahan aktif yang terlepas vs akar waktu.
h. Penentuan Kecepatan Pelepasan (fluks) Bahan Aktif
Dibuat kurva hubungan antara jumlah kumulatif bahan aktif yang lepas
(g/cm
2
) terhadap akar waktu, dari kurva yang dihasilkan dapat dibuat suatu
persamaan regresi. Berdasarkan hukum difusi Fick, slope persamaan regresi
merupakan kecepatan pelepasan (fluks) bahan aktif dari basis. Slope dihitung
dari data pada saat sudah terjadi kondisi steady state.
19
Lampiran 4. Contoh Perhitungan Fluks Uji Pelepasan
Waktu
(menit) Akar t Abs Abs tn-t0 Kadar C Kadar Koreksi Wurster (Cw) Kadar total (C+Cw)*500
Jumlah
Kumulatif
0 0 0.018 0 0 0 0 0
5 2.236 0.037 0.019 0.126 0 63.141 9.555
10 3.162 0.047 0.029 0.43 0.001 215.605 32.628
15 3.873 0.053 0.035 0.612 0.006 308.854 46.74
30 5.477 0.071 0.053 1.159 0.012 585.212 88.563
60 7.746 0.115 0.097 2.495 0.023 1259.068 190.54
90 9.487 0.147 0.129 3.467 0.048 1757.405 265.955
Keterangan
1. Kadar obat pada t=0 menit dibuat 0
2. Kadar koreksi Wurster (Cw) dihitung sesuai rumus 1
3. Jumlah kumulatif adalah Kadar total dibagi luas permukaan sediaan semisolid yang kontak dengan media dapar (ug/cm2)
4. Dilakukan regresi antara akar t dengan jumlah kumulatif, sehingga didapat persamaan regresi y=bx+a, dimana b adalah nilai
fluks pelepasan bahan aktif dari sediaan semisolid tersebut.

You might also like