You are on page 1of 15

1

Telaah Buku


CHAPTER 42: PITYRIASIS ROSEA
(Diambil dari Fitzpatricks General Medicine halaman 458-463)


Oleh:
Alfina Ayyu Rachmah
Annisa Sarindah



Pembimbing:
Sulamsih Sri Budini





DERMATO-VENEOROLOGY DEPARTMENT
SCHOOL OF MEDICINE SYIAH KUALA UNIVERSITY
Dr. ZAINOEL ABIDIN GENERAL HOSPITAL
BANDA ACEH
JULY 2013

2

PITIRIASIS ROSEA
Andrew Blauvelt

Istilah Pityriasis Rosea (PR) pertama kali digunakan oleh Gibert pada
tahun 1860 yang berarti merah muda (rosea) dan berskuama (pityriasis). PR
biasanya bersifat akut, dapat sembuh sendiri dan khas muncul sebagai plak
berskuama oval kecil tunggal pada batang tubuh (herald patch) dan
biasanya asimptomatik. Lesi primer pada beberapa hari dan beberapa minggu
kemudian akan diikuti oleh pertumbuhan beberapa lesi lain (lesi sekunder)
yang mirip dengan lesi primer sepanjang garis lipatan batang tubuh (disebut
juga pola pohon natal/cemara). PR biasanya terjadi pada remaja dan dewasa
muda dan hampir sama dengan eksantema virus akibat reaktivasi human
herpes virus 7 (HHV-7) dan terkadang HHV-6, virus ini juga bertanggung
Pitiriasis Rosea
Erupsi papuloskuamos akut yang secara normal berlangsung selama 4-
10 minggu.
Lesi diawali dengan plak oval berukuran kecil 2-4 cm dengan skuama
kolaret yang melekat di bagian perifer plak (herald patch).
Akan timbul lesi yang sama dengan ukuran yang lebih kecil pada
beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian dengan distribusi di
sepanjang garis/lipatan tubuh ( membentuk pola pohon natal/cemara).
Bersifat asimptomatik, terkadang disertai gatal dan dengan gejala mirip
dengan flu ringan.
Terjadi paling sering pada remaja dan dewasa muda.
Berhubungan dengan reaktivasi human herpes virus (HHV-7) dan
terkadang HHV-6.
Pengobatan umumnya bersifat suportif walaupun kortikosteroid topical
berpotensi sedang digunakan untuk mengatasi keluhan gatal. Pemberian
asiklovir dosis tinggi selama 1 minggu dapat mempercepat
penyembuhan.

3

jawab sebagai penyebab Rubeola. Terapi dapat difokuskan terhadap keluhan
gatal. Suatu penelitian menunjukkan bahwa pemberian asiklovir dosis tinggi
selama 1 minggu jika diberikan pada awal penyakit dapat mempercepat
penyembuhan PR.

EPIDEMIOLOGI
PR dilaporkan dapat terjadi pada semua ras di seluruh dunia dan tidak
dipengaruhi oleh iklim. Rata-rata insiden tahunan pada satu pusat kesehatan
dilaporkan 0,16% (158,9 kasus per 100.000 orang/tahun). Meskipun PR biasanya
diperkirakan lebih sering terjadi pada musim semi dan gugur pada daerah
beriklim sedang namun variasi musim tidak diterima dengan baik pada
penelitian-penelitian di belahan dunia. Beragam kasus dapat terjadi dan telah
digunakan dalam mendukung etiologi infeksi PR, meskipun ini bukan suatu
gambaran pasti pada semua komunitas. Banyak penelitian menunjukkan bahwa
wanita lebih banyak menderita penyakit ini dibandingkan dengan pria sekitar
1,5:1. PR sering terjadi pada usia 10 dan 35 tahun. Ini jarang terjadi pada usia < 2
tahun dan orang tua (>65 tahun), kekambuhan PR jarang terjadi yang mana
diduga imunitas akan kebal setelah episode awal PR.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Awalnya PR diperkirakan disebabkan oleh agen infeksi hal ini
dikarenakan (1) adanya kesamaan ruam dengan yang timbul pada exanthema
virus. (2) kekambuhan PR yang jarang terjadi diperkirakan karena kekebalan
imunitas setelah satu episode penyakit. (3) terjadi pada variasi musim yang
dilaporkan di dalam beberapa penelitian. (4) terjadi pada sekelompok orang di
beberapa komunitas. (5) adanya gejala sepert flu pada beberapa jenis pasien.
Beberapa penelitian sepanjang 50 tahun belakangan ini menemukan variasi
patogen yang mungkin sebagai penyebab PR. Patogen ini termasuk beberapa
bakteri, jamur, dan khususnya virus. Bermula dari penelitian oleh Drago dkk
pada tahun 1997, penelitian mengenai etiologi dan patogenesis PR yang terbaru
difokuskan pada dua HHV virus: (1) HHV-7 dan (2) HHV-6. Evaluasi kritikal
4

dari literatur medikal dan sains pada PR menunjukkan ada atau tidak adanya
bukti bahwa PR berhubungan dengan patogen lain selain HHV-7 dan HHV-6.
Fakta-fakta ilmiah terbaik menduga bahwa PR adalah suatu eksantema
virus yang berhubungan reaktivasi baik HHV-7 maupun HHV-6 (dan kadang-
kadang keduanya) adalah kuat. Penelitian yang paling definitif dan terpercaya
mengenai herpes virus dan PR telah dilakukan oleh Broccolo dkk pada tahun
2005. Dengan menggunakan teknik sensitif dan kuantitatif, peneliti
menunjukkan secara kolektif bahwa (1) DNA HHV-7 dan DNA HHV-6 (jarang)
dapat dideteksi langsung dalam plasma bebas sel dan sampel serum dari beberapa
pasien dengan PR tapi tidak ditemukan di dalam serum atau plasma dari individu
yang sehat atau pasien dengan penyakit kulit inflamasi lainnya. (2) mRNA dan
protein HHV-7 dan HHV-6 RNA (jarang) dapat dideteksi pada leukosit lisis yang
ditemukan pada area perivaskular dan perifolikular yang disertai lesi PR, tapi
tidak ditemukan pada kulit normal atau dari kulit pasien dengan penyakit kulit
inflamasi lainnya. (3) peningkatan antibodi IgM HHV-7 dan HHV-6 spesifik
pada ketiadaan antibodi IgG virus spesifik tidak terjadi pada pasien PR,
peningkatan antibodi IgM khas terjadi pada infeksi virus awal. (4) DNA HHV-7
dan HHV-6 terdapat pada air liur pasien dengan PR yang tidak diobservasi pada
infeksi virus awal. Diambil secara bersamaan, data ini menunjukkan bahwa PR
adalah eksantema virus yang berhubungan dengan reaktivasi sistemik dari HHV-
7 dan perluasan sedikit dari HHV-6. Pasien yang terinfeksi virus dapat
mengeluhkan gejala seperti flu pada beberapa pasien, dan mereka pada umumnya
tidak mempunyai sel epitel terinfeksi atau virus dengan lesi kulit yang
menjelaskan kesulitan dalam mendeteksi virus-virus ini dibawah mikroskop
elektron dan non-nested PCR.
Disamping penemuan ini, masih ada kontroversi mengenai HHV-7 dan
HHV-6 dalam hal etiologi, karena sejumlah penelitian dengan hasil negatif telah
gagal mendukung penyebab HHV-7 dan HHV-6 pada penyakit ini. Penelitian
dengan hasil positif menggunakan teknik yang lebih sensitif, spesifik, dan
kalibratif untuk penelitian virologi dan laporan telah dipublikasikan dalam jurnal
berkualitas tinggi. Penelitian dengan hasil negatif menggunakan metode
5

laboratorium yang tidak sensitif, kalibratif atau kuantitatif atau terfokus pada sel
mononuklear darah perifer daripada plasma atau serum.
Interpreasi yang tepat dari literatur virus terbaru pada PR juga
membutuhkan pemahaman biologi yang tepat dari HHV-7 dan HHV-6. HHV-7
dan HHV-6 sangat dekat hubungannya dengan herpes virus, penyakit klinis dan
biologi kelompok virus herpes tidak sebaik herper virus (virus herpes simpleks
1 dan 2, virus varisela zoster) dan herpes virus (virus Eipstein Barr dan sarkoma
Kaposi yang berhubungan dengan virus herpes). HHV-7 dan HHV-6 ada dimana-
mana, 90% populasi di Amerika Serikat terinfeksi HHV-6 pada usia 3 tahun dan
90% populasi Amerika Serikat terinfeksi HHV-7 pada usia 5 tahun. Tidak seperti
herpes virus, HHV-7 dan HHV-6 tidak menginfeksi keratinosit tetapi
menginfeksi sel T CD4
+
dalam darah dan dipertahankan dalam sel ini dalam
bentuk laten pada kebanyakan individu. Sel ini mirip dengan sumber virus DNA
yang ditemukan dalam plasama atau sampel serum pasien dengan PR. Sel ini
merupakan sumber yang baik bagi sel perivaskular yang pecah dan sel
perifolikular virus positif yang diobservasi pada beberapa lesi PR.
Penting untuk dicatat bahwa konsep mengenai PR memperlihatkan
sebuah reaktivasi eksantema virus yang mengandung beberapa sel yang terinfeksi
disertai lesi kulit dan reaktivasi virus disertai sel T CD4
+
di sirkulasi darah yang
merupakan analog terhadap penyakit Roseola, yang mana dapat disebabkan oleh
infeksi primer dengan HHV-6 atau HHV-7. Pada roseola anak dengan lesi
viremik dan kulit umumnya tidak mengandung sel yang terinfeksi. Pemahaman
yang benar terhadap peranan HHV-7 dan HHV-6 dalam patogenesis PR masih
kurang saat ini. Sebagai contoh, mekanisme reaktivasi HHV-7 dan HHV-6 masih
belum diketahui. Sama seperti karakteristik distribusi lesi dan perbedaan lesi dan
non lesi pada kulit masih belum dapat dijelaskan.

TEMUAN KLINIS
Riwayat
Pada PR klasik, pasien biasanya menggambarkan onset lesi kulit tunggal
pada batang tubuh yang diikuti oleh onset sejumlah lesi yang lebih kecil beberapa
hari hingga beberapa minggu kemudian. Pruritus terjadi pada 25% pasien dengan
6

PR tanpa komplikasi berat, ringan sampai sedang 50%, dan 25% tanpa pruritus.
Pada sebagian kecil pasien mengalami gejala seperti flu, termasuk malaise
generalisata, nyeri kepala, mual, kurangnya nafsu makan, dan atralgia.

Lesi Kulit
Plak primer PR atau herald patch terlihat 50%-90% pada kasus (Gambar
1,2,3). Lesi ini secara normal memiliki batas waktu tertentu, diameter 2-4 cm,
berbentuk oval atau bulat, berwarna seperti salmon, eritema atau hiperpigmentasi
(khususnya pada individu dengan kulit yang lebih gelap), dan terdapat skuama
kolaret ditepi /perifer plak. Ketika plak mengalami iritasi, lesi dapat membentuk
gambaran eksematosa papulovesikular. Plak primer ini biasanya terdapat pada
tubuh yang ditutupi oleh pakaian, tetapi terkadang terdapat di leher atau
ekstremitas proksimal. Lesi pada wajah atau penis sangat jarang ditemukan.
Tidak ada perbedaan lesi antara pria dan wanita.













Gambar 1. Plak primer (herald patch) pada pitiriasis
rosea, berbentuk oval, dan terdapat skuama halus di
tepi lesi.
7














Interval antara gambaran plak primer dan erupsi sekunder terjadi antara 2
hari sampai 2 bulan, tapi erupsi sekunder secara khusus terjadi dalam 2 minggu
setelah plak primer. Terkadang lesi primer dan sekunder dapat timbul secara
bersamaan. Erupsi sekunder timbul secara masif dalam beberapa hari dan
Gambar 2. Plak primer kemerahan (herald patch)
tanpa skuama pada pitiriasis rosea.

Gambar 3. Herald patch ganda pada Pitiriasis Rosea.

8

mencapai maksimal kira-kira dalam 10 hari. Biasanya lesi baru berkembang
dalam beberapa minggu. Erupsi simetris berlokalisasi terutama di badan pada
regio perbatasan leher dan ekstremitas proksimal (Gambar 4). Lesi yang tersebar
meluas melebihi abdomen dan permukaan anterior dada, sama seperti punggung
(Gambar 5,6,7). Lesi dapat tersebar distal pada siku dan lutut tetapi jarang. Dua
tipe utama dari lesi sekunder adalah: (1) plak kecil yang menyerupai plak primer
yang tumbuh dengan miniatur lurus sepanjang garis aksis lipatan kulit dan
berdistribusi dalam pola pohon cemara/natal dan (2) kecil, merah, biasanya papul
tidak berskuama yang secara meningkat jumlahnya dan menyebar ke perifer.
Kedua tipe lesi ini dapat terjadi bersamaan.
Sekitar 20% pasien, gambaran klinis berbeda dengan gejala klasik yang
dijelaskan sebelumnya. Plak primer dapat hilang atau timbul sebagai lesi ganda
atau lesi multiple dan sering berdekatan. Plak primer dapat menjadi satu-satunya
manifestasi penyakit ini atau hanya satu dari dua lesi. Distribusi dari erupsi
sekunder dapat hanya di perifer saja. Lesi pada wajah dan kulit kepala biasanya
lebih sering terjadi pada anak berkulit hitam. Lokalisasi lesi dapat melibatkan
regio tubuh tertentu seperti telapak tangan, telapak kaki, aksila, vulva, paha, dan
mungkin juga terlokalisasi pada satu sisi tubuh saja.









9







Morfologi lesi sekunder juga dapat tidak khas dan dalam kasus ini,
diagnosis PR dapat menjadi sulit. Makula tanpa skuama dapat terbentuk, papula-
papula dapat berbentuk folikular, dan plak tertentu dapat hilang atau menyerupai
psoriasis. Lesi dapat timbul pada telapak tangan dan telapak kaki secara
bersamaan dan gambaran klinis pada pasien ini dapat menyerupai erupsi eksema
yang meluas. Tipe PR vesikular jarang terjadi dan biasanya terjadi pada anak-
anak dan dewasa muda. Urtikaria, pustul, purpura, dan variasi seperti eritema
multiformis PR juga dapat terjadi. Banyak pasien memiliki plak klasik campuran
dengan variasi lesi tidak khas seperti vesikel, papul folikular, dan purpura.
Gambar 4. Diagram skematik plak primer (herald patch) dan distribusi plak
sekunder sepanjang garis lipatan tubuh yang membentuk pohon natal.

10







Gambar 5. Distribusi dari plak sekunder sepanjang garis lipatan
punggung membentuk pola pohon natal.

Gambar 6. Distribusi plak sekunder sepanjang garis lipatan
dada pada orang kulit hitam.

11






PENEMUAN KLASIK YANG BERHUBUNGAN
Pada kasus eksantema yang jarang, dapat timbul makula hemoragik dan
plak, bula pada lidah dan kedua pipi, atau lesi yang menyerupai ulkus. Distrofi
kuku pasca PR juga dilaporkan. Limfadenopati dapat terjadi pada pasien PR
khususnya pada permulaan penyakit dan hubungannya dengan gejala yang
menyerupai flu.
Pada kasus klasik PR, banyak pasien yang tidak memerlukan biopsi kulit
karena diagnosis sudah ditegakkan dari temuan klinis dan gambaran
histopatologis tidak spesifik. Gambaran histopatologis yang khas yaitu
parakeratosis fokal, berkurang atau tidak adanya lapisan sel granular, akantosis
ringan, spongiosis ringan, edema papilar dermal, infiltrate interstisial dermal
superfisial limfosit dan histiosit dan ekstravasasi fokal eritrosit. Penemuan
histologi yang sama ditemukan pada plak primer dan sekunder. Gambaran
histologi ini dapat membedakan dengan eritema superficial. Pada lesi-lesi awal,
infiltrat perivaskular sering superfisial dan dalam, dengan sedikit spongiosis dan
akantosis berat. Lesi ini mungkin akan sulit dibedakan dengan psoriasis dan liken
planus.

Gambar 7. Pitiriasi Rosea vesikular, yang menunjukkan plak primer
dan papulovesikel sekunder dengan distribusi pohon natal.

12







PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah rutin biasanya memberikan hasil normal dan tidak
disarankan. Akan tetapi, leukositosis, neutrofilia, basofilia, limfositosis,
peningkatan sedikit laju endap darah (LED), dan level protein total, 1 dan 2
globulin, dan albumin telah dilaporkan.

DIAGNOSIS BANDING
Sifilis sekunder dapat timbul dengan lesi berskuama tipis dan menyerupai
PR papular tanpa plak primer. Lesi mukosa dan limfadenopati dapat terjadi baik
pada PR maupun sifilis, tapi melibatkan telapak tangan dan kaki hal ini sering
ditemukan diakhir. Tes serologi pada sifilis dapat membedakan keduanya.
Tinea korporis dapat menyerupai PR khususnya jika PR hanya timbul
plak primer atau hanya jika terlokalisasi dalam area paha. Skuama pada tepi plak
tinea korporis berbeda dengan skuama pada tepi dalam plak PR. Penelusuran
mikologi sering dibutuhkan untuk menegakkan infeksi dermatofit.
Lesi-lesi pada dermatitis numular biasanya bundar, tidak oval, dan
berbentuk bintik-bintik papul dan vesikel yang lebih menonjol daripada PR.
Psoriasis gutata mungkin sulit dibedakan dengan PR jika hanya saru lesi
yang muncul, ketika lesi mengikuti garis lipatan dan ketika perjalanan penyakit
kronik. Pemeriksaan histologi berguna dalam kasus ini.
Gambar 8. Gambaran histologi non spesifik dari Pitiriasis Rosea
termasuk parakeratosis, tidak adanya lapisan sel granular, akantosis
ringan, spongiosis, dan infiltrat limfohistiositik di superfisial dermis.

13

Pityriasis lichenoides chronica dapat muncul dengan pola pohon
cemara/natal pada badan, tapi kaidahnya lesi khas akan dijumpai pada
ekstremitas.
Banyak obat yang telah dilaporkan dapat menyebabkan ruam seperti PR.
Jadi merupakan hal yang
penting untuk mengetahui
riwayat pengobatan untuk
menginvestigasi kemungkinan
kasus ini. Obat yang termasuk
adalah arsenik, barbiturat,
bismut, kaptopril, klonidin,
emas, interferon ,
isotretinoin, ketotifen,
labetalol, merkuri organik,
metoksipromazine,
metronidazol, omeprazol, D-
penisilamin, salvarsan,
sulfasalazine, terbinafine,
litium, dan tripelene amina
hidroklorida. Sebagai catatan, tambahan obat terbaru adalah imatinib, obat yang
digunakan dalam pengobatan leukemia myeloid kronik dan tumor necrosis factor
(TNF) blocker yang digunakan dalam mengobati psoriasis. Obat yang
menginduksi PR dapat menyerupai PR klasik, tapi ini sering menunjukkan sifat
khas, lesi yang luas, selanjutnya terbatas hiperpigmentasi hingga berubah menjadi
dermatitis likenoid.

KOMPLIKASI
Pasien dapat merasakan gejala seperti flu, tetapi hal ini relatif ringan
terjadi. Sekitar 1/3 pasien dengan riwayat PR mengalami anxietas dan depresi,
kebanyakan pada disekitar pusat yang belum dapat ditentukan, menjadi penyebab
penyakit dan panjangnya penyembuhan penyakit. Penjelasan mengenai penyakit
kepada individu sangat penting. Tidak ada komplikasi yang serius pada pasien
KDiagnosis Banding Pityriasis Rosea (PR)
Sifilis sekunder: riwayat chancre primer, tidak ada
herald patch, lesi khusus melibatkan telapak tangan
dan telapak kaki, dapat ditemukan kondiloma lata,
biasanya keluhan bersifat sistemik dan limfadenopati,
adanya sel plasma pada pemeriksaan histologi. Uji
serologi positif untuk sifilis (misalnya pemeriksaan
VDRL (venereal disease research laboratory).
Tine korporis: skuama terdapat pada tepi lesi , plak
biasanya tidak berbentuk oval dan berdistibusi di
sepanjang garis lipatan. Pemeriksaan KOH positif.
Dermatitis numular: plak biasanya berbentuk sirkular,
tidak oval, tidak ada skuama kolaret, umumnya
terdapat vesikel kecil. Jika ragu dapat dilakukan
biopsi.
Psoriasis gutata: plak biasanya lebih kecil dari plak PR
dan tidak mengikuti lipatan kulit, skuama tebal dan
tidak rata. Bila ragu, dapat dilakukan biopsy.
Pityriasis lichenoides kronik: penyakit jangka panjang,
lesi lebih kecil, skuama lebih tebal, dan tidak ada
herald patch, sering ditemukan pada ekstremitas. Jika
ragu dapat dilakukan biopsi.
Erupsi akibat obat seperti PR: baca daftar obat-obatan
yang menyebabkan erupsi pada pembahasan. Bila
ragu, tanyakan pada pasien riwayat penggunaan obat.
14

PR. Akan tetapi, PR yang terjadi selama kehamilan memerlukan perhatian
khusus, dalam suatu penelitian yang melibatkan 36 wanita hamil dengan PR,
Drago dkk melaporkan sebanyak 9 bayi dilahirkan prematur, walaupun semua
bayi tersebut lahir dari wanita yang mengalami PR selama hamil yang tidak
menunjukkan adanya defek kelahiran. 5 wanita mengalami keguguran dan lebih
sering terjadi pada trimester pertama. Selanjutnyam wanita hamil yang
mengalami PR sebaiknya dilakukan evaluasi dan follow up.

PROGNOSIS DAN LATIHAN KLINIS
Semua pasien PR dapat sembuh dengan spontan. Durasi penyakit
normalnya bervariasi antara 4 dan 10 minggu, dengan beberapa minggu pertama
timbul lesi kulit inflamasi baru terbanyak Dan gejala yang sangat mirip dengan
flu. Hipopigmentasi dan hiperpigmentasi pasca inflamasi dapat menyertai PR.
Sama seperti penyakit kulit lainnya, hal ini lebih sering terjadi pada individu
dengan kulit yang lebih gelap dengan hiperpigmentasi yang dominan. Pengobatan
dengan fototerapi sinar UV dapat memperburuk hiperpigmentasi pasca inflamasi
dan sebaiknya digunakan perhatian khusus. Selain itu, pasien juga tidak
mengalami efek residual sekunder terhadap terjadinya PR. Kekambuhan penyakit
mungkin saja terjadi, tetapi jarang ditemui.

PENGOBATAN
Karena PR dapat sembuh
sendiri, tidak ada pengobatan aktif
pada kasus yang tidak disertai dengan
komplikasi. Edukasi dan
menenangkan pasien merupakan hal
yang perlu dilakukan pada semua
kasus. Kortikosteroid topical
berpotensi sedang dapat digunakan
untuk mengurangi gejala pruritus.
Menariknya, Drago dkk melaporkan
Pengobatan Pitiriasis Rosea
Untuk semua pasien, edukasi tentang
proses penyakit dan menenangkan
pasien.
Untuk pasien dengan pruritus,
diberikan kortikosteroid topical.
Untuk pasien dengan gejala seperti
flu dan/atau penyakit kulit yang luas:
asiklovir per oral 800 mg 5 kali sehari
selama 1 minggu (atau derivative
asiklovir) dapat mempercepat
penyembuhan penyakit.
Untuk pasien tertentu, fototerapi
dapat dilakukan.

15

bahwa pasien yang diberikan asiklovir dosis tinggi (seperti dosis 800 mg 5 kali
sehari selama 1 minggu) mengalami penyembuhan yang lebih cepat
dibandingkan pasien yang diobati dengan plasebo selama 1 minggu. Bila ditinjau
lebih spesifik, sebanyak 79% dari 42 pasien mengalami penyembuhan total PR
dalam 2 minggu mendapat terapi asiklovir, disamping itu 4% dari 45 pasien yang
diobati dengan plasebo mengalami kesembuhan dalam 2 minggu. Meskipun
pasien tidak mengetahui pengobatan yang mereka terima, percobaan dibatasi
yang mana peneliti mengetahui obat yang diterima pasien dan pasien yang
diberikan secara random satu dari dua kelompok pengobatan. Pemberian
asiklovir dan deriavatnya relatif tidak mahal dan obat yang aman. Bentuk terapi
ini harus dipertimbangkan pada pasien PR dengan gejala seperti flu dan/atau
penyakit kulit yang luas. Eritromisin pernah dilaporkan memberi manfaat terapi
pada pasien PR, namun menurut pengalaman klinis dan beberapa laporan kasus
terkini tidak mendukung hasil awal ini. Beberapa pasien PR mendapat manfaat
dari fototerapi, meskipun ini seharusnya digunakan secara berhati-hati karena
dapat meningkatkan resiko hiperpigmentasi pasca inflamasi setelah penyembuhan
penyakit.

PENCEGAHAN
Tidak ada data yang menjelaskan bagaimana PR dapat dicegah.

You might also like