You are on page 1of 10

ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN

KONTRAKSI
http://yandrifauzan.blogspot.com/


ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN KONTRAKSI

A. Defenisi & klasifikasi
1. Definisi
Kehamilan kontraksi atau persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) (Mansjoer, 2000)
2. Klasifikasi his menurut sifatnya.
His pendahuluan :
- His tidak kuat, tidak teratur
His pembukaan ( Kala 1)
- His pembukaan serviks sampai terjadi pembukaan lengkap 10 cm
- Mulai kuat, teratur dan sakit
His pengeluaran (his mengedan) ( kala II)
- Sangat kuat, teratur, simetris, terkoordinasi dan lama
- His untuk mengeluarkan janin
- Koordinasi bersama antara: his kontraksi otot perut, kontraksi diafragma dan ligament

His pelepasan Uri ( Kala III)
- Kontraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan plasenta
His pengiring ( kala IV)
- Kontraksi lemah, masih sedikit nyeri, pengecilan rahim dalam beberapa jam atau hari.
B. Etiologi
Sering tidak diketahui, ada faktor faktor yang mempengaruhi:
Faktor faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalinan preterm dapat
diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut :Menurut Manuaba (1998 : 221)
1.Kondisi umum
2. Keadaan sosial ekonomi rendah
3. Kurang gizi
4. Anemia.
5. Perokok berat, dengan lebih dari 10 batang/ hari.
6. Umur hamil terlalu muda kurang dari atau terlalu tua di atas 35 tahun.
7. Penyakit ibu yang menyertai kehamilan seperti hipertensi, toxemia, placenta
previa, abruption placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan
diabetes mellitus.
8. Penyulit kebidanan
9. Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
10. Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok
dan caffeine

C. Manifestasi Klinis
1. Kontraksi uterus yang teratur sedikitnya 3-5 menit sekali selama 45 detik dalam waktu
minimal 2 jam
2. Pada fase aktif, itensitas dan frekuensi kontraksi meningkat saat pasien melakukan
aktivitas
3. Usia kehamilan antara 20-37 minggu
4. Taksiran berat janin sesuai dengan usia kehailan antara 20-37 minggu
5. Persentase janin abnormal lebih sering ditemukan pada persalinan preterm
D. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis
2. Urinalisis
3. USG untuk melihat taksiran berat janin, posisi janin, dan letak plasenta
4. Amniosentesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin.
E. Penatalaksanaan
Perlu dilakukan penilaian tentang;
1. Umur kehamilan
2. Demam atau tidak
3. Kondisi janin (jumlahnya, letak/ presentasi, taksiran berat janin,hidup atau gawat janin,
kelaian kongenital
4. Letak plasenta perlu diketahuiuntuk antisipasi irisan seksio sesarea

Prinsip penanganan
1. Menhentikan kontraksi uterus/ penundaan kelahiran
2. Persalinan berjalan terus dan menyiapkan penanganan selanjutnya.

Upaya menghentikan kontraksi uterus:
Kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil sebentar, tapai penting untuk di
pakai memberikan kortikosreroid sebagai induksi maturitasparu bila usia kehamilan
kurang dari 34 minggu.Intervensi ini bertujuan untuk menunda kelahiran sampai bayi
cukup matang. Penundaan kelahiran ini dilakukan bila:
1. Umur kehamilan kurang dari 35 minggu
2. Pembukaan serviks kurang dari 3 cm
3. Tidak ada amnioniti, preeklamsi atau perdarahan yang aktif
4. Tidak ada gawat janin.
Ibu masuk rumah sakit, lakukan evaluasi terhadap his dan pembukaan.
1. Berikan kortikosteroid untu kematangan paru janin
2. Berikan dosis betametason 12 mg IM selang 12 jam
3. Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas.


Dirmah sakit dilakukan:
1. Observasi pasien selama 30-60 menit.penatalaksanaannya tergantung kontraksi uterus
serta dilatasi pembukaan serviks.
a. Hidrasi dan sedasi, yaitu hidrasi dengan NaCl 0,9%: Dekstrosa 5% atau Ringer Laktat:
Dekstrosa 5% sebanyak 1:1 dan sedasi dengan morfin sulfat 8-12 mg Im selama 1 jam
sambil mengobservasi ibu dan janin.
b. Pasien kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:
Kelompok I : Pembukaan serviks terus berlangsung maka berikan tokolisis
KelompokII : Tidak ada perubahan pembukaan dan kontraksi uterusmasih terjadi maka di berikan
tokolisis
Kelompok III : Tidak ada perubahan pembukaan dan kontraksi uterus berkurang maka pasien hanya
diobservasi.

2. Berikan tokolitis bila janin dalam keadaan baik, kehamilan 20-37 minggu, pembukaan
serviks kurang dari 4 cm, dan selaput ketuban masih ada.
Jenis tokolisis adalah beta mimetik adrenergik, magnesium sulfat 4 g ( 200 ml MgSO 10
% dalam 800 ml dekstrosa 5% dengan tetesan 100 ml/ jam, etil alkohol, glukokortikoid:
dexametasone 12 mg perhari selama 3 hari.

3. Lakukan persalinan pervaginam bila janin presentasi kepala atau dilakukan episiotomi
lebar dan ada perlindungan porsep terutama pada kehamilan 35 mgg.lakukan seksio
sesarea bila janin letak sungsang, gawat janin , taksiran berat janin 1.500 g.



PREMATUR
A. Pengertian
Persalinan preterm atau adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu
(antara 20 37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram (Manuaba, 1998 : 221).
Dan menurut ACOG 1995, Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Persalinan preterm merupakan hal yang berbahaya karena potensial meningkatkan kematian
perinatal sebesar 65%-75%, umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Berat lahir rendah
dapat disebabkan oleh kelahiran preterm dan pertumbuhan janin yang terhambat. Keduanya
sebaiknya dicegah karena dampaknya yang negatif, tidak hanya kematian perinatal tetapi juga
morbiditas, potensi generasi akan datang, kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga dan
bangsa secara keseluruhan.

B. Etiologi
Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi keadaan
obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan
prematur. Kadang hanya resiko tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah
dini, atau trauma. Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang
merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahimdan
perubahan serviks, yaitu :
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus hipofisis adrenal baik pada ibu maupun janin, akibat
stress pada ibu atau janin
2. Inflamasi desidua korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari traktus genitourinaria
atau infeksi sistemik
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan pada uterus atau serviks
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan prematur harus
dicermati beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi, menyebabkan persalinan
prematur atau seorang dokter terpaksa mengakhiri kehamilan pada saat kehamilan belum genap
bulan.
Drife dan Magowan menyatakan bahwa 35 % persalinan preterm terjadi tanpa diketahui
penyebab yang jelas, 30 % akibat persalinan elektif , 10 % pada kehamilan ganda, dan sebagian
lain sebagai akibat kondisi ibu atau janinnya.

C. Patofisiologi
Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab persalinan preterm, seperti:
solusio plasenta, kehamilan ganda, kelainan uterus, polihidramnion, kelainan kongenital janin,
ketuban pecah dini, dan lain-lain. Penyebab persalinan preterm bukan tunggal tetapi
multikompleks, antara lain karena infeksi. Infeksi pada kehamilan akan menyebabkan suatu
respon imunologik spesifik melalui aktifasi sel limfosit B dan T dengan hasil akhir zat-zat yang
menginisiasi kontraksi uterus. Terdapat makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa mungkin
sepertiga kasus persalinan preterm berkaitan dengan infeksi membran korioamnion.
Dari penelitian Lettieri dkk. (1993), didapati 38% persalinan preterm disebabkan akibat infeksi
korioamnion. Knox dan Hoerner (1950) telah mengetahui hubungan antara infeksi jalan lahir
dengan kelahiran prematur. Bobbitt dan Ledger (1977) membuktikan infeksi amnion subklinis
sebagai penyebab kelahiran preterm. Dengan amniosentesis didapati bakteri patogen pada + 20%
ibu yang mengalami persalinan preterm dengan ketuban utuh dan tanpa gejala klinis infeksi (Cox
dkk., 1996 ; Watts dkk., 1992).
Cara masuknya kuman penyebab infeksi amnion, dapat sebagai berikut :
1. Melalui jalur transervikal mesuk kedalam selaput amniokorion dan cairan amnion. E. coli dapat
menenbus membran korioamnion. (Gyr dkk, 1994)
2. Melalui jalur transervikal ke desidua/chorionic junction pada segmen bawah rahim.
3. Penetrasi langsung kedalam jaringan serviks.
4. Secara hematogen ke plasenta dan selaputnya.
5. Secara hematogen ke miometrium.
Selain itu endotoksin dapat masuk kedalam rongga amnion secara difusi tanpa kolonisasi bakteri
dalam cairan amnion. Infeksi dan proses inflamasi amnion merupakan salah satu faktor yang
dapat memulai kontraksi uterus dan persalinan preterm. Menurut Schwarz (1976), partus aterm
diinisiasi oleh aktivasi enzim phospholipase A
2
yang dapat melepaskan asam arakidonat dari
membran janin sehingga terbentuk asam arakidonat bebas yang merupakan bahan dasar sintesis
prostaglandin.
Bejar dkk (1981) melaporkan sejumlah mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk
menghasilkan enzim phospholipase A
2
sehingga dapat menginisiasi terjadinya persalinan
preterm. Bennett dan Elder (1992), menunjukkan bahwa mediator-mediator dapat merangsang
timbulnya kontraksi uterus dan partus preterm melalui pengaruhnya terhadap biosintesis
prostaglandin.

D. Tanda dan Gejala
Gambaran fisik bayi prematur :
1. Ukuran kecil
2. Berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)
3. Kulitnya tipis, terang dan berwarna pink (tembus cahaya)
4. Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)
5. Lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput
6. Rambut yang jarang
7. Telinga tipis dan lembek
8. Tangisannya lemah
9. Kepala relatif besar
10. Jaringan payudara belum berkembang
11. Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur cenderung belum memiliki garis
tangan atau kaki seperti pada bayi cukup bulan) 5
12. Refleks menghisap dan refleks menelan yang buruk
13. Pernafasan yang tidak teratur
14. Kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit ( anak laki laki )
15. Labia mayora belum menutupi labia minora ( pada anak perempuan).

E. Komplikasi
Pada ibu, setelah persalinan preterm infeksi endometrium lebih sering terjadi mengakibatkan
sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomy. Bayi-bayi preterm memiliki resiko infeksi
neonatal lebih tinggi ; Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang
menderita amnionitis memiliki resiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan resiko distress
pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler 3 kali lebih
besar.

F. Kriteria Diagnosis
Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan 259 hari :
1. Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo adanya pembukaan dan
servisitis.
2. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau sedikitnya 2 cm.
3. Selaput ketuban seringkali telah pecah.
4. Merasakan gejala seperti rasa kaku diperut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan intrapelvik
dan nyeri bagian belakang.
5. Mengeluarkan lender pervaginam, mungkin bercampur darah.
Diagnosis Banding
1. Kontraksi pada kehamilam preterm.
2. Persalinan pada pertumbuhan janin terhambat.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan kultur urine
b. Pemeriksaan gas dan pH darah janin.
c. Pemeriksaan darah tepi ibu :
- Jumlah leukosit
- C-reactive protein. CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi akut dan dideteksi
berdasarkan kemampuannnya untuk mempresipitasi fraksi polisakarida somatik nonspesifik
kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C. CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap
IL-
1
, IL-
6
, TNF.
d. Amniosentesis
- Hitung leukosit
- Pewarnaan gram bakteri (+) pasti amnionitis
- Kultur
- Kadar IL-
1
, IL-
6
()
- Kadar glukosa cairan amnion
- Pemeriksaan ultrasonografi
e. Oligohidramnion : Goulk dkk. (1985) mendapati hubungan antara oligohidramnion dengan
korioamnionitis klinis antepartum. Vintzileos dkk. (1986) mendapati hubungan antara
oligohidramnion dengan koloni bakteri pada amnion.
f. Penipisan serviks : Lams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan serviks < 3 cm (USG), dapat
dipastikan akan terjadi persalinan preterm. Sonografi serviks transperineal lebih disukai karena
dapat menghindari manipulasi intravagina terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta previa.
g. Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi.

G. Pencegahan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm antara lain sebagai
berikut :
1. Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)
2. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
3. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik
4. Anjuran tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang (narkotik)
5. Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
6. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
7. Kenali dan obati infeksi genital / saluran kencing
8. Deteksi dan pengamanan faktor resiko terhadap persalinan preterm

H. Penatalaksanaan
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki resiko persalinan preterm akibat amnionitis dan yang
mengalami gejala persalinan preterm membakat harus ditangani seksama untuk meningkatkan
keluaran neonatal. Pada kasus-kasus amnionitis yang tidak mungkin ditangani ekspektatif, harus
dilakukan intervensi, yaitu dengan :
1. Akselerasi pematangan fungsi paru
a. Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg im. 2 x selang 24 jam. Atau
dexamethasone 5 mg tiap 12 (IM) sampai 4 dosis.
b. Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang dapat
meningkatkan produksi surfaktan. Suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen
membrane fofolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
2. Pemberian antibiotika
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan bahwa pemberian antibiotika yang tepat dapat
menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Diberikan 2 gram ampicilin
(IV) tiap 6 jam sampai persalinan selesai (ACOG). Peneliti lain memberikan antibiotika
kombinasi untuk kuman aerob maupun anaerob. Yang terbaik bila sesuai dengan kultur dan tes
sensitivitas. Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan terhadap faktor risiko persalinan
preterm, bila tidak ada kontraindikasi diberi tokolitik.
3. Pemberian tokolitik
a. Nifedipin 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam. Umumnya hanya diperlukan 20
mg dan dosis perawatan 3 x 10 mg.
b. Golongan beta-mimetik
Salbutamol
Per infus : 20-50
g/menit (Saifuddin et.al, 2002 : 302)
Peroral : 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance)

You might also like