You are on page 1of 2

STRES PSIKOLOGIS

Stress dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang mengatur fungsi saraf dan hormon,
sehingga dapat meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan
retensi air dan garam (Syaifuddin 2006). Pada saat stress, sekresi katekolamin semakin meningkat
sehingga renin, angiotensin, dan aldosteron yang dihasilkan juga semakin meningkat (Klabunde 2007).
Peningkatan sekresi hormon tersebut berdampak pada peningkatan tekanan darah.
Faktor psikososial dari waktu terdesak/tidak sabar, prestasi kerja, kompetisi, permusuhan,
depresi dan rasa gelisah berhubungan dengan kejadian hipertensi. Studi kohort pada orang dewasa
berusia 18-30 tahun menunjukkan adanya hubungan nyata antara tingginya waktu terdesak/tidak sabar
dan permusuhan terhadap kejadian hipertensi pada keseluruhan sampel yang diikuti selama 15 tahun.
Nilai OR dari perbandingan waktu terdesak/tidak sabar terhadap skor terendah sebesar 1.51 (95% CI,
1.12-2.03) p<0.01, dan permusuhan 1.06 (95% CI, 0.76-1.47) p<0.01 (Yan et al. 2003). Penelitian
Gangwisch et al. (2006) pada subjek berusia 32-59 tahun menyebutkan bahwa waktu tidur yang sedikit
( 5 jam per malam), berhubungan nyata dengan peningkatan kejadian hipertensi (hazart rasio, 2.19;
95% CI, 1.58-2.79).
Aisyiyah IPB 2009

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, takut, rasa bersalah)
dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut
lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama,
tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul perubahan patologis. Gejala yang
muncul antara lain berupa hipertensi atau penyakit maag (Depkes 2006).
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan adanya transaksi antara individu dengan lingkungan
sekitarnya yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan
situasi dan sumber daya (biologis, psikologis, dan sosial) yang ada pada diri seseorang (Damayanti 2003,
diacu dalam Depkes 2006). Peningkatan darah akan lebih besar pada individu yang mempunyai
kecenderungan stress emosional yang tinggi (Pinzon 1999, diacu dalam Depkes 2006). Hal ini sejalan
dengan pernyataan Simon (2002) bahwa seseorang yang mengalami stress, cemas dan depresi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang
tidak mengalami masalah tersebut.
Wahyuni T 2013
Salah satu cara mendapatkan data yang cukup baik dengan cara yang relatif murah, mudah dan
efektif adalah dengan menggunakan alat ukur self-reporting questionnaire (SRQ). Dikatakan murah
karena dapat dilakukan dalam waktu yang cukup singkat serta tidak memerlukan sumber daya manusia
khusus untuk menilainya. SRQ efektif karena memiliki validitas yang cukup baik dalam hal sensistivitas
dan spesifisitasnya.(Harphan T, 2003)
SRQ adalah kuesioner yang dikembangkan oleh WHO untuk skrining gangguan psikiatri dan
keperluan penelitian yang telah dilakukan di berbagai negara. SRQ banyak digunakan di negara-negara
yang sedang berkembang dan tingkat pendidikan penduduknya masih rendah. Selain itu SRQ juga sangat
cocok digunakan di negara yang penduduknya masih banyak yang berasal dari tingkat social ekonomi
rendah. (WHO, 1994)
Penilaian kesehatan jiwa dilakukan melalui wawancara oleh petugas pewawancara dengan
menggunakan kuesioner SRQ yang terdiri dari 20 butir pertanyaan. Meskipun pada dasarnya kuesioner
ini sebaiknya dikerjakan langsung oleh responden atau self-administered. Responden dinyatakan
mengalami suatu gangguan psikiatri apabila total jawaban ya di atas nilai batas pisah yang ditetapkan.
Nilai batas pisah SRQ berkisar antara 3 dan 10.1,3,5 Di dalam Riskesdas ditetapkan 5/6 sebagai nilai
batas pisah, artinya responden yang menjawab ya lebih besar atau minimal 6 butir pertanyaan akan
dianggap mengalami gangguan mental emosional atau distress. (WHO, 1994)
Nilai batas pisah 5/6 ini didapatkan sesuai penelitian uji validitas yang telah dilakukan oleh
Hartono6, peneliti pada Badan Litbang Depkes tahun 1995. Pada penelitian tersebut sensitivitas SRQ
88% dan spesifisitas 81%, nilai ramal positif 60% serta nilai ramal negatif 92%. Prosedur uji validitas ini
wajib dilakukan untuk mendapatkan nilai batas pisah serta menghasilkan kuesioner yang baik pada
berbagai setting.7,8 Nilai batas pisah kuesioner ini bervariasi antara penelitian satu dengan lainnya,
tergantung metode pengambilan sampel, bahasa yang dipakai, serta tujuan penelitian. (WHO, 1994)

Pada survei ini, SRQ yang digunakan adalah murni 20 butir pertanyaan. SRQ-20 terdiri dari
pertanyaan pertanyaan mengenai gejala yang lebih mengarah kepada neurosis. Gejala depresi terdapat
pada butir nomor 6, 9, 10, 14, 15, 16, 17; gejala cemas pada butir nomor 3,4,5; gejala somatik pada butir
nomor 1, 2, 7, 19; gejala kognitif pada butir nomor 8, 12, 13; gejala penurunan energi pada butir 8, 11,
12, 13, 18, 20.9
Idaiani S et al, 2009

You might also like