You are on page 1of 2

Plasenta (Jawa: ari-ari; Arab: al-masyiimah) adalah organ yang berfungsi sebagai media nutrisi

untuk janin dalam kandungan. Plasenta kaya akan kandungan darah, protein, hormon, dan zat
lain. Plasenta dalam farmasi dan kosmetika selain berasal dari manusia juga berasal dari hewan
mamalia, seperti sapi, kambing, dan babi.
Awalnya plasenta digunakan dalam farmasi karena plasenta memiliki fungsi luas. Misal untuk
terapi immunodefisiensi, kehilangan protein akut akibat luka bakar, infeksi bakteri, dan lain-lain.
Dalam perkembangannya, plasenta digunakan dalam pembuatan kosmetik karena ekstrak
plasenta dapat menjadi sumber protein yang berfungsi memperbaiki elastisitas kulit dan
mencegah degenerasi sel. Produk-produk kosmetika yang mengandung ekstrak plasenta antara
lain sabun mandi, lotion pelembab kulit, krim pemutih wajah, dan bedak.
Menurut kami, hukum menggunakan plasenta untuk kosmetika dan obat dirinci sbb :
Pertama, menggunakan plasenta manusia untuk kosmetika hukumnya haram. Sebab plasenta
manusia termasuk najis, sesuai kaidah fiqih : Kullu maa`i`in kharaja min al-sabilain najisun
illa al-maniy (setiap cairan yang keluar dari dua jalan [dubur dan kemaluan] adalah najis, kecuali
mani). (Taqiyuddin Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, I/64). Padahal memanfaatkan najis dilarang
oleh syara, sesuai firman Allah SWT (artinya): Maka jauhilah dia [rijsun/najis] agar kamu
mendapat keberuntungan. (QS Al-Ma`idah [5] : 90).
Najisnya plasenta ini adalah salah satu pendapat madzhab Syafii. Ada pendapat lain dalam
madzhab Syafii yang menyatakan plasenta itu suci, tidak najis. (Al-Mausuah Al-Fiqhiyah,
37/282; Imam Nawawi, Al-Majmu, II/563-564; Imam Syarbaini Khatib, Mughni Al-Muhtaj,
I/130; Imam Ramli, Nihayatul Muhtaj, I/98).
Namun meski dikatakan tak najis, plasenta manusia tetap tak boleh dimanfaatkan. Sebab bagian
tubuh manusia yang telah terpisah atau terpotong, misal tangan yang terpotong karena hukum
potong tangan, hanya ada satu perlakuannya, yaitu ditanam (dikuburkan), bukan yang lain,
sebagai penghormatan akan kemuliaan manusia (karamah al-insan). Jadi pemanfaatan plasenta
manusia tidak boleh karena bertentangan dengan prinsip kemuliaan manusia. (QS Al-Isra` [17] :
70). (Imam Syarani, Al-Mizan Al-Kubra, III/139; Al-Fahkhrur Razi, At-Tafsir Al-Kabir, II/89;
Imam Qurthubi, Tafsir Qurthubi, II/229; Ibnu Hazm, Al-Muhalla, V/117; Imam Nawawi, Al-
Majmu, III/139. Dikutip oleh Ahmad Syarafuddin, Al-Ahkam Al-Syariyah Li Al-Amal Al-
Thibbiyah, hlm. 102).
Kedua, menggunakan plasenta hewan untuk kosmetika hukumnya boleh, dengan dua syarat;
pertama, hewannya suci dan halal dimakan, seperti sapi. Maka tak boleh menggunakan plasenta
dari hewan najis dan haram dimakan, seperti babi. Kedua, hewannya telah mati melalui cara
penyembelihannya yang syari. Sebab organ yang terpisah dari hewan yang masih hidup, adalah
bangkai yang najis. Dalilnya sabda Nabi SAW, Apa saja bagian yang dipotong dari binatang
ternak, sedang binatang itu masih hidup, maka potongan itu adalah bangkai. (HR Ahmad,
Tirmidzi, Abu Dawud. Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, hadits no 3690, hlm. 1700; Imam
Shanani, Subulus Salam, I/28).
Ketiga, menggunakan plasenta untuk kepentingan pengobatan (farmasi), hukumnya boleh (ja`iz),
baik plasenta manusia maupun hewan, baik hewannya memenuhi dua syarat di atas maupun
tidak. Sebab melakukan upaya pengobatan dengan zat yang najis, hukumnya makruh, tidak
haram. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, III/116). Dalil kemakruhannya
karena meski ada hadits yang melarang berobat dengan zat yang haram (HR Abu Dawud, no
3376), tapi ada hadits lain yang membolehkan berobat dengan zat yang najis, yaitu air kencing
unta. (Shahih Bukhari, no 226; Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bari, 1/367). Wallahu alam.[]

You might also like