You are on page 1of 54

ISSN 1978-0346

Vol ume 4, Nomor 2, Agust us 2012


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo - Ungaran
JGK
Halaman
54 - 100
Ungaran
Agustus 2012
ISSN
1978-0346
No. 2 Vol. 4










Penanggung jawab : Asaat Pitoyo. S.Kp.,M.Kes.
(Ketua STIKES Ngudi Waluyo)
Pimpinan Umum : Drs. Sugeng Maryanto, M.Kes.
Wakil Pimpinan Umum : Puji Pranowowati, S.KM, M.Kes.
.
REDAKSI
Editor Pelaksana

Ketua : Yuliaji Siswanto, S.KM, M.Kes.(Epid).
Wakil Ketua : Rosalina, S.Kp., M.Kes.

Anggota : Auly Tarmaly, SKM, M.Kes.
Drs. J atmiko Susilo, Apt, M.Kes.
Puji Purwaningsih, S.Kep. Ns
Heni Hirawati Pranoto, S.SiT
Galeh Septiar Pontang, S.Gz.

Editor Ahli : Prof. dr. Siti Fatimah Muis,M.Sc.,Sp.GM
dr. Ari Udiyono, M.Kes
Ir. Suyatno, M.Kes
dr. Kusmiyati D.K , M.Kes.

SEKRETARIAT : Sukarno, S.Kep., Ns.
BENDAHARA : Heni Purwaningsih, S.Kep., Ns.












ISSN : 1978-0346
J GK diterbitkan 2 kali dalam satu tahun. Harga langganan : Rp. 25.000,-
Alamat Redaksi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo
J l. Gedongsongo-Mijen, Ungaran
Tlp: 024-6925408, Fax: 024-6925408
E-mail : www.nwu.ac.id
ii







Daftar Isi


Kartika Sari
J . S. Effendi
H. Sukandar

Hubungan Faktor Pelayanan Keluarga Berencana
Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
di Daerah Cakupan Tinggi dan Cakupan Rendah
(Studi Lapangan di Kabupaten Semarang)

54 60
Yurike
Eko Susilo
Sukarno

Efektifitas Teknik Effleurage terhadap penurunan
tingkat nyeri kala I Pada Ibu Primipara Di Rumah
Bersalin An Nisaa Kaligayam Kabupaten Tegal

61 66
Puji Lestari
Imron Rosidi
Sukiran

Gambaran Citra Diri Remaja Putri Di SMA
Negeri 1 Bergas


67 70
Mona Saparwati

Studi Fenomologi : Pengalaman Kepala Ruang
Dalam Mengelola Ruang Rawat Inap Di RSUD
Ambarawa

71 78
Nilawati
Rosalina
Puji Purwaningsih


Pengaruh Pemberian Terapi Religi Terhadap
Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

79 85
Dwi Novitasari
Puji Purwaningsih

Efektifitas Terapi Bawang Putih dalam Penurunan
Hipertensi di Desa Nyatnyono, Ungaran
Kabupaten Semarang

86 88
Dal Sulasiati

Eko Susilo
Sri Wahyuni

Gambaran Pelaksanaan Program Perencanaan
Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
Oleh Bidan Desa Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tasikmadu Kabupaten Karanganyar

89 93
Masiha
Masruroh
Galeh Septiar Pontang

Hubungan Antara Paparan Asap Rokok di Rumah
dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada Bayi 0-12 bulan di Kelurahan
Ungaran Kecamatan Ungaran Kabupaten
Semarang

94 - 100

ISSN 1978-0346
Vol. 4, No. 2, Agustus 2012
iii
Hubungan Faktor Pelayanan Keluarga Berencana Dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim di Daerah Cakupan Tinggi dan Cakupan Rendah
(Studi Lapangan di Kabupaten Semarang)

Kartika Sari
*)
, J . S. Effendi
**)
, H. Sukandar
**)

*)
Staf Pengajar AKBID Ngudi Waluyo
**)
Staf Pengajar ProgramStudi Magster Kebidanan,Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran


ABSTRACT

Objective: To analyze the correlation between the factors of family planning services (in terms of
procedures, health workers, cost, facilities, information) with the selection of an intrauterine
device and to analyze the differences of family planning services factors with the selection of an
intrauterine device in areas of high and low coverage.
Design /data identification: a comparative analytical study with the study design using a
crosssectional design on the factors of family planning services and the selection of an
intrauterine device. Data were collected by crosssectional. Subject of study of 303 respondents in
the district Semarang in 2011. Analysis of data using Chi Square test.
Results: the six aspects of family planning services (procedures, health workers, cost, facilities
and information) in the high coverage area and low coverage area that had correlation with the
selection of an intrauterine device was the aspect of procedure and health workers with value of p
<0.001. In the two regions chosen, it was found significant differences in the procedures
(p=0,048), cost (p<0,001) and information aspects with value p<0,001
Conclusion: there is a relation between the factors of family planning services toward the aspects
of procedures of family planning services, workers of family planning services, costs of family
planning services, and information of family planning services with the selection of an intrauterine
device. There is a different in areas of high and low coverage toward the aspects of procedures of
family planning services, costs of family planning services, and information of family planning
services.

Key words: family planning services, the selection of family planning, IUD.

ABSTRAK

Tujuan : Menganalisis hubungan antara faktor pelayanan keluarga berencana (ditinjau dari
prosedur, petugas, biaya, sarana prasarana dan informasi) dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam
rahim, serta menganalisis perbedaan faktor pelayanan keluarga berencana dengan pemilihan alat
kontrasepsi dalamrahimdi daerah cakupan tinggi dan rendah.
Rancangan/rumusan data : Penelitian analitik komparatif dengan rancangan penelitian
menggunakan desain potong silang terhadap pelayanan keluarga berencana dan pemilihan AKDR.
Data dikumpulkan secara potong silang. Subjek penelitian sebanyak 303 responden di Kabupaten
Semarang tahun 2011. Analisis data menggunakan uji Chi Kuadrat.
Hasil: Dari 5 aspek pelayanan keluarga berencana (prosedur, petugas, biaya, sarana prasarana, dan
informasi) baik di daerah cakupan tinggi maupun di daerah cakupan rendah yang memiliki
hubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi dalamrahim adalah aspek prosedur dan petugas
dengan nilai p<0,001. Di ke dua daerah didapatkan perbedaan pada aspek prosedur (p=0,048),
biaya (p<0,001) dan informasi dengan nilai p<0,001.
Kesimpulan : Terdapat hubungan faktor pelayanan keluarga berencana pada aspek prosedur
pelayanan KB, petugas pelayanan KB, biaya pelayanan KB dan informasi pelayanan KB dengan
pemilihan AKDR. Terdapat perbedaan di daerah cakupan tinggi dan rendah pada aspek prosedur
pelayanan KB, biaya pelayanan KB dan informasi pelayanan KB.

Kata kunci: pelayanan keluarga berencana, pemilihan KB, AKDR


54
PENDAHULUAN

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR) adalah alat kecil terdiri dari bahan
plastik polyethylene yang lentur yang
dimasukkan ke dalam rongga rahim, yang
harus diganti jika sudah digunakan selama
periode tertentu. Alat kontrasepsi ini sangat
efektif, reversible dan berjangka panjang
dibandingkan metode kontrasepsi lain
dengan angka kegagalan umumnya 1-3
kehamilan per 100 wanita pertahun.
1

Kurang diminatinya alat kontrasepsi dalam
rahim disebabkan karena kurangnya
pemahaman tentang prosedur pemasangan
juga efek samping dan adanya persepsi yang
salah serta ketidaknyamanan pada saat
pemasangan karena harus dimasukkan
berbagai macamalat kedokteran serta harus
membuka bagian kemaluan ibu dan juga
terkadang menimbulkan rasa sakit saat
berhubungan seksual. Sebagian besar
masalah yang berkaitan dengan AKDR
(ekspulsi, infeksi dan perforasi) disebabkan
oleh pemasangan yang kurang tepat.
Pemasangan maupun pencabutan hanya
boleh dilakukan oleh tenaga yang terlatih.
2
Faktor eksternal yang mempengaruhi
pemilihan alat kontrasepsi adalah dukungan
suami, dukungan keluarga, sosial budaya,
ekonomi dan pelayanan kesehatan di bidang
keluarga berencana. Pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
prosedur, petugas, biaya, sarana prasarana
dan informasi.



RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan analitik
komparatif dengan pendekatan cross
sectional serta menggunakan teknik
Proportionate Stratified Random
Sampling. telah dilakukan terhadap 303
wanita pasangan usia subur yang merupakan
akseptor KB baru di Kabupaten Semarang
tahun 2011. Variabel yang diteliti adalah
faktor pelayanan KB dan pemilihan AKDR.

Penelitian dilakukan di 2 Kecamatan di
Kabupaten Karawang yaitu kecamatan
Getasan yang memiliki cakupan kesertaan
KB AKDR tinggi dan kecamatan Bringn
yang memiliki keseertaan KB AKDR rendah
dengan menggunakan pendekatan survey
potong silang (cross sectional). Peneliti
ingin menghubungkan faktor pelayanan KB
dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam
rahim dan membedakan faktor pelayanan
KB tersebut di daerah cakupan tinggi dan
cakupan rendah.



HASIL DAN PEMBAHASAN

Objek penelitian yang didapat sebanyak 303
responden, yang bertempat tinggal di daerah
cakupan tinggi dan cakupan rendah
Kabupaten Semarang.

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Subyek
Penelitian Berdasarkan
Pemilihan Alat Kontrasepsi Di
Daerah Cakupan Rendah Dan
Cakupan Tinggi

Cakupan Pemilihan Alat KB
Total
Non AKDR AKDR
Rendah 139 (92,7 %) 11 (7,3 %) 150 (100%)
Tinggi 88 (57,5 %) 65 (42,5 %) 153 (100%)
Total 227 (74,9 %) 76 (25,1 %)
Keterangan : X
2
=49,802 ; Nilai p <0,0001

Pada tabel 1 ditunjukkan bahwa
pemilihan untuk menjadi akseptor KB non
AKDR lebih tinggi di daerah cakupan
rendah 139 (92,7%) dibanding dengan di
daerah cakupan tinggi 88 (57,5%).
Sedangkan pemilihan untuk menjadi
akseptor KB AKDR lebih tinggi di daerah
cakupan tinggi 65 (42,5%) dibanding dengan
di daerah cakupan rendah 11 (7,3%).
Perhitungan dengan menggunakan uji Chi
kuadrat menunjukkan ada perbedaan yang
sangat signifikan antara pemilihan alat
kontrasepsi AKDR dan non AKDR di
daerah cakupan tinggi dan cakupan rendah
(p<0,001).
55

Hubungan Faktor Pelayanan Keluarga Berencana Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi
AKDR

Tabel 2 Hubungan Faktor Pelayanan Keluarga Berencana Dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi AKDR Di Daerah Cakupan Tinggi

No Sub Variabel Pelayanan
KB
Pemilihan alat kontrasepsi X
2
Nilai p
Non AKDR AKDR
1 Prosedur
Kurang
Baik


33 (47,8 %)
55(65,5 %)

36 (52,2 %)
29 (34,5 %)

4,83

0,028
2 Petugas
Kurang
Baik


42 (45,2 %)
46 (76,7 %)

51 (54,8 %)
14 (23,3 %)

14,815

<0,001
3 Biaya
Kurang
Baik


10 (50 %)
78( 58,6 %)

10 (50 %)
55 (41,4 %)

0,532

0,466
4 Sarana prasarana
Kurang
Baik


16(50 %)
72 (59,5 %)

16 (50 %)
49(40,5 %)

0,936

0,333
5 Informasi
Kurang
Baik


27 (61,4 %)
61 (56 %)

17 (38,6 %)
48 (44 %)

0,374

0,541
Keterangan : X
2
: uji chi kuadrat


Tabel 3 Hubungan Faktor Pelayanan Keluarga Berencana Dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi AKDR Di Daerah Cakupan Rendah

No Sub Variabel Pelayanan
KB
Pemilihan alat kontrasepsi X
2
Nilai p
Non AKDR AKDR
1 Prosedur
Kurang
Baik


62 (87,3 %)
77 (97,5 %)


9 (12,7 %)
2 (2,5 %)


5,663

0,017
2 Petugas
Kurang
Baik


41 (80,4 %)
98 (99 %)

10 (19,6 %)
1 (1 %)

17,132

<0,001
3 Biaya
Kurang
Baik


115 (92,7 %)
24 (92,3 %)

9 (7,3 %)
2 (7,7 %)

0,006

0,938
4 Sarana prasarana
Kurang
Baik


41(91,1 %)
98 (93,3 %)

4(8,9%)
7(6,7 %)

0,229

0,632
5 Informasi
Kurang
Baik


76 (96,2 %)
63 (88,7%)

3 (3,8 %)
8 (11,3 %)

3,071

0,080
Keterangan : X
2
: uji chi kuadrat
56


Berdasarkan tabel 2 dapat
diketahui bahwa dari 5 aspek pelayanan KB
terdapat 2 aspek yang berhubungan dengan
pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim,
yaitu aspek prosedur pelayanan KB dan
petugas pelayanan KB. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai p <0,05.
Sedangkan di daerah cakupan
rendah berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
bahwa dari 5 aspek pelayanan KB hanya
aspek prosedur dan petugas pelayanan KB
yang berhubungan dengan pemilihan alat
kontrasepsi dalam rahim. Aspek prosedur
pelayanan KB mempunyai nilai p<0,001 dan
aspek petugas pelayanan KB mempunyai
nilai p =0,017.


Tabel 4 Hubungan Faktor Pelayanan Keluarga Berencana Dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi AKDR Di Daerah Cakupan Rendah dan Cakupan Tinggi

No Sub Variabel Pelayanan
KB
Pemilihan alat kontrasepsi X
2
Nilai p
Non AKDR AKDR
1 Prosedur
Kurang
Baik

95(67 %)
132 (81 %)

45 (32 %)
31 (19 %)

6,90

0,008
2 Petugas
Kurang
Baik

83(58 %)
144 (91 %)

61 (42 %)
15 (9 %)

43,60

<0,001
3 Biaya
Kurang
Baik

125 (86,8 %)
102 (64,1 %)

19 (13,2 %)
57 (35,9 %)

20,64

<0,001
4 Sarana prasarana
Kurang
Baik

57 (74 %)
170 (75,2 %)

20 (26 %)
56 (24,8 %)

0,04

0,834
5 Informasi
Kurang
Baik

103(83,7 %)
124(68,9 %)

20 (16,3 %)
56 (31,1 %)

8,58

0,003
Keterangan : X
2
: uji chi kuadrat





Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui
bahwa dari 5 aspek pelayanan KB terdapat 4
aspek yang berhubungan dengan pemilihan
alat kontrasepsi dalam rahim, yaitu aspek
prosedur, petugas, biaya dan informasi
pelayanan KB. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai p <0,05. Sedangkan aspek sarana
prasarana pelayanan KB tidak ada hubungan
dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam
rahim.
Pengetahuan, pemahaman serta
persepsi yang salah tentang prosedur medis
pelayanan KB AKDR terutama tentang efek
samping, ketidaknyamanan pada saat
pemasangan serta ketidaknyamanan pada
saat berhubungan seksual juga dapat
mempengaruhi seseorang dalam
memutuskan untuk menggunakan AKDR.
3-5

Penelitian Imbarwati menyatakan
bahwa sebagian besar responden merasa
malu pada saat pemasangan AKDR karena
harus memperlihatkan aurat. Juga lebih dari
50% menyatakan perasaan takutnya pada
saat pemasangan akan menimbulkan
perdarahan, menembus rahimdan bayangan
akan rasa nyeri pada saat pemasangan
sehingga mereka menyimpulkan
pemasangan AKDR tidak aman. Ada juga
anggapan karena AKDR merupakan sebuah
benda asing yang dimasukkan ke dalam
tubuh maka akan menimbulkan reaksi
tertentu yang akan menyebabkan pemakai
mengalami efek samping tertentu.
6
Hasil penelitian Dede Subekti yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antar persepsi mutu pelayanan petugas
dengan tingkat kepuasan pasien.
7

Kompetensi petugas dalam hal keterampilan
memasang dan melepas AKDR juga tehnik
pencegahan infeksi masih terus ditingkatkan.
57

Sebagian akseptor tidak memperdulikan
masalah biaya apabila petugas kesehatan
memberikan pelayanan yang baik dan
memuaskan pada akseptor. Misalnya
memberikan konseling tentang AKDR setiap
sebelum pemasangan dan melakukan
pemasangan sesuai dengan prosedur. Jadi,
petugas kesehatan juga memengaruhi dalam
pemilihan alat kontrasepsi AKDR. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Yanti Nasution bahwa
pelayanan KB merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi keikutsertaan wanita
pasangan usia subur.
3-4.
Penelitian Imbarwati menyatakan
43% responden tidak setuju dengan
pernyataan bahwa AKDR mahal karena
AKDR dapat diperoleh secara gratis bila ada
program khusus yang memberikan
pelayanan AKDR secara gratis. Tetapi
faktor biaya juga masih menjadi salah satu
pertimbangan bagi calon akseptor dalam
memilih alat kontrasepsi. Terlebih lagi
masyarakat yang berpenghasilan rendah
merasa keberatan dengan jumlah biaya yang
harus dikeluarkan.
6

Disamping itu program-program
khusus yang memberikan pemasangan
AKDR secara gratis perlu digalakkan
kembali demi memberi dukungan bagi
masyarakat yang tertarik untuk
menggunakan alat kontrasepsi jangka
panjang ini namun terkendala oleh faktor
biaya.
Trussel dkk dalam penelitiannya
menyatakan Implant dan AKDR mrp metode
yang paling efektif dari segi biaya maupun
efektifitas. Menurut model pembayaran,
metode yang paling murah setelah 1 tahun
penggunaan adalah injeksi, pil, dan AKDR
progesterone. Sedangkan untuk penggunaan
5 th yang paling murah adalah AKDR
copper T, vasektomi dan implant.
Kesimpulannya AKDR copper T lebih
murah dari suntik stl 2 tahun dan implant
lebih murah dari suntik stl 3 tahun.
8-9
Menurut penelitian Dede Subekti
yang menyatakan tidak ada hubungan antara
sarana dan fasilitas penunjang dengan
kepuasan yang dirasakan pasien dalam
menerima pelayanan kesehatan.
7
Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Yanti Nasution bahwa sarana
prasarana KB merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi keikutsertaan wanita
pasangan usia subur.
2-4.
Dimana tempat
pelayanan harus dapat dijangkau oleh
akseptor (dekat dengan tempat tinggal para
akseptor) sehingga akseptor dapat dengan
mudah mengakses pelayanan yang
diinginkan. Upaya serupa juga telah
dilakukan oleh pemerintah daerah dengan
digalakkannya mobil pelayanan KB keliling
sehingga masyarakat dapat lebih dekat
dalam menggunakan alat kontrasepsi.
Foster dalam penelitiannya
menyatakan bahwa wanita yang
menggunakan pelayanan KB seharusnya
diberikan informasi mengenai efektivitas
dari berbagai metode kontrasepsi yang
berbeda sehingga mereka dapat membuat
keputusan. Untuk para akseptor baru,
seharusnya dilakukan tindak lanjut untuk
memastikan terpenuhinya kebutuhan
akseptor, mengerti dan yakin pada
kemampuan dalam menerima alat
kontrasepsi tersebut. Akseptor kontrasepsi
barrier dan kontrasepsi darurat seharusnya
didorong untuk lebih menggunakan metode
kontrasepsi jangka panjang. Dan sekaligus
dapat mengukur kontribusinya pada
pemenuhan kontrasepsi dan
keberlangsungan yang lebih tinggi, angka
kegagalan lebih rendah dan kehamilan yang
tidak diinginkan lebih sedikit. Mengingat
selama 5 tahun ini, AKDR, vasektomi,
implant dan injeksi merupakan metode yang
paling efektif.
8-10


58

b. Perbedaan pelayanan Keluarga Berencana di Daerah Cakupan Tinggi dan Cakupan
rendah

Tabel 5 Perbedaan Pelayanan Keluarga Berencana Di Daerah Cakupan Tinggi dan
Cakupan Rendah

No Sub Variabel Pelayanan
KB
Cakupan X
2
Nilai p
Tinggi Rendah
1 Prosedur
Kurang
Baik

69 (45,1%)
84 (54,9%)

51 (34%)
99 (66%)

3,90

0,048
2 Petugas
Kurang
Baik

93 (60,8%)
60 (39,2%)

71 (47,3%)
79 (52,7%)

2,96

0,085
3 Biaya
Kurang
Baik

20 (13,1%)
133 (86,9%)

124 (82,7%)
26 (17,3%)

147,1

<0,001
4 Sarana prasarana
Kurang
Baik

32 (20,9%)
121 (79,1%)

45 (30%)
105 (70%)

3,30

0,069

5 Informasi
Kurang
Baik

44 (28,8%)
109 (71,2%)

79 (53,7%)
71 (47,3%)

367,1

<0,001
Keterangan : X
2
: uji chi kuadrat




Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui
bahwa dari 5 aspek pelayanan keluarga
berencana terdapat 3 aspek yang memiliki
perbedaan di daerah cakupan tinggi maupun
cakupan rendah yaitu aspek prosedur, biaya
dan informasi pelayanan KB. Sedangkan ke
2 aspek lainnya yaitu aspek petugas dan
sarana prasarana pelayanan KB tidak
terdapat perbedaan.
Hal tersebut dikarenakan pada
daerah cakupan tinggi yaitu kecamatan
Getasan para petugas kesehatan di daerah
tersebut aktif memberikan informasi
mengenai pelayanan KB baik pada calon
akseptor baru yang berkunjung ke
Puskesmas atau tenaga kesehatan lain, juga
dilakukan sosialisasi pada masyarakat pada
saat posyandu. Informasi tersebut meliputi
keuntungan, kerugian, efek samping sampai
dengan prosedur pelayanan dan prosedur
medis dari masing-masing alat kontrasepsi
sehingga calon akseptor memiliki
pandangan sebelum mereka memilih alat
kontrasepsi yang cocok. Dan untuk masalah
biaya untuk pelayanan KB khususnya
AKDR sebagian besar tidak dikenakan
biaya apabila pemasangan dilakukan di
puskesmas atau bidan desa. Di wilayah
kecamatan Getasan sering dilakukan safari
KB untuk menjaring pasangan usia subur
yang belum berKB dan diarahkan untuk
menggunakan MKJ P terutama AKDR.
Sedangkan di daerah cakupan rendah
masih kurangnya partisipasi petugas dalam
mensosialisasikan tentang pelayanan KB
khususnya AKDR dan juga masalah
geografis dimana kecamatan Bringin
wilayahnya berada di pegunungan dan
pemukiman penduduknya menyebar.
Hal tersebut diatas didukung oleh
hasil penelitian Dede Subekti yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antar persepsi mutu pelayanan petugas
dengan tingkat kepuasan pasien.
7
sehingga
apabila calon akseptor merasa puas dengan
pelayanan di daerah tersebut maka ia akan
memilih untuk terus menggunakan
pelayanan KB dan cenderung akan
mengikuti segala yang disarankan oleh
petugas kesehatan dengan terlebih dahulu
diberikan informasi secara mendetail.
Berdasarkan hasil penelitian maka tenaga
kesehatan hendaknya lebih meningkatkan
pemberian informasi melalui penyuluhan
atau konseling mengenai pelayanan KB
sehingga masyarakat bisa mendapat
pelayanan KB yang baik serta perlu
mengadakan pendekatan secara mendalam
kepada tokoh masyarakat setempat dalam
rangka memperkenalkan dan menjaring
59

calon peserta KB AKDR. Institusi kesehatan
hendaknya lebih mempromosikan AKDR
melalui berbagai media seperti iklan,
spanduk ataupun baliho sehingga lebih
meningkatkan angka kesertaan ber-kb
AKDR.


DAFTAR PUSTAKA

1. Hartanto H. Keluarga Berencana dan
Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan; 2004
2. Saifuddin AB. Buku Panduan
Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 2. Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2006.
3. Nasution Y. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keikutsertaan wanita
pasangan usia subur dalampenggunaan
KB IUD di Desa Tanjung Rejo
Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2010
[diunduh tanggal 17 Januari 2011]
tersedia dari
http://repository.usu.ac.id/handle/12345
6789/19990
4. BKKBN. Peningkatan partisipasi pria
dalamKB dan KR. Jakarta: BKKBN;
2005.
5. Pendit BU. RagamMetode Kontrasepsi.
Jakarta: EGC; 2006 Halaman 45, 55,
61,71
6. Kurniawati E. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan pemakaian alat
kontrasepsi pada ibu pasangan usia
subur di Desa hargorejo Kecamatan
Kokap kabupaten Kulon Progo DIY
tahun 2002. 2002.[diunduh tanggal 17
Januari 2011]tersedia dari
http://www.fkm.undip.ac.id
7. Imbarwati. Beberapa faktor yang
berkaitan dengan penggunaan KB IUD
pada peserta KB non IUD di kecamatan
pedurungan Kota Semarang, 2009
8. Subekti D. Analisis hubungan persepsi
mutu pelayanan dengan tingkat
kepuasan pasien balai pengobatan
umum puskesmas di Kabupaten
Tasikmalaya, 2009
9. Foster DG, Rostovseva DP, Brindis CD.
Cost saving From the Provision of
Specific Methods of Contraception in a
Publicly Funded Program, American
Journal Of Public Health; March 2009;
vol 99(3); 446-51
10. Trussel J, Leveque JA, Koeniq JD. The
economic value of contraception: a
comparison of 15 methods. American
Journal Of Public Health. 1995; 85(4):
494-503
60

Efektifitas Teknik Effleurage terhadap penurunan tingkat nyeri
kala I Pada Ibu Primipara Di Rumah Bersalin An Nisaa
Kaligayam Kabupaten Tegal

Yurike
*)
, Eko Susilo, Sukarno
**)

*)
Alumni Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
**)
Staff Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo


ABSTRAK

Nyeri persalinan dapat berpengaruh terhadap fisiologi persalinan dan berakibat
memanjangnya proses persalinan. Persalinan yang lama berpotensi membahayakan ibu dan
janinnya. Penanggulangan nyeri persalinan dapat dilakukan salah satunya adalah dengan
effleurage. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan tingkat nyeri persalinan kala I fase
aktif sebelumdan sesudah diberikan teknik effleurage pada ibu primipara di Rumah Bersalin An
Nisaa Kaligayam Kabupaten Tegal.
Penelitian ini menggunakan pre-experiment one-group pretest-posttest design dengan
teknik pengambilan sampel purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 09 Januari
sampai 03 Februari 2012. Populasinya adalah seluruh ibu primipara yang bersalin di Rumah
Bersalin An Nisaa Kaligayam Kabupaten Tegal. Sampel yang diteliti adalah ibu primipara pada
kala I fase aktif persalinan normal sebanyak 20 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan
menanyakan skala nyeri persalinan dan melakukan observasi menggunakan lembar Numerical
Rating Scales. Analisis data dilakukan dengan bantuan SPSS menggunakan uji parametris paired
sample t-Test.
Hasil penelitian, rata-rata skala nyeri persalinan sebelum diberikan effleurage adalah
6,70 dengan standar deviasi 1,218 dan sesudah diberikan effleurage 5,40 dengan standar deviasi
1,314. Nilai signifikansinya 0,000, jadi lebih kecil dari nilai (0,05). Kesimpulan yang dapat
diambil adalah Ho ditolak dan Ha diterima sehingga ada perbedaan skala nyeri persalinan kala I
fase aktif sebelumdan sesudah diberikan teknik effleurage pada ibu primipara. Effleurage dapat
dijadikan sebagai alternatif intervensi nonfarmakologi yang dapat diterapkan oleh tenaga
keperawatan dalampenatalaksanan nyeri persalinan.

Kata kunci : Effleurage, Nyeri persalinan, Primipara





PENDAHULUAN

Persalinan sebagian besar (90%)
selalu disertai rasa nyeri dan rasa nyeri pada
persalinan merupakan hal yang lazim
terjadi.
1)
Terbebas dari rasa tidak nyaman
atau nyeri merupakan hal yang jarang terjadi
selama persalinan.
2)

Rasa nyeri merupakan salah satu
mekanisme pertahanan alami dari tubuh
manusia, yaitu suatu peringatan akan adanya
bahaya.
3)
Nyeri yang dihubungkan dengan
persalinan dan kelahiran adalah bagian dari
respon fisiologis yang normal.
4)
Nyeri
persalinan diakibatkan oleh kontraksi uterus,
dilatasi serviks; dan pada akhir kala I dan
pada kala II oleh peregangan vagina dan
dasar pelvis untuk menampung bagian
presentasi.
5)

Teknik effleurage banyak
digunakan di negara barat seperti Prancis. Di
Indonesia teknik ini masih belum popular
dan masih jarang dilakukan. Effleurage
merupakan pijatan dengan menggunakan
kedua telapak tangan dengan pola melingkar
dibeberapa bagian tubuh atau usapan
sepanjang abdomen yang dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan seperti bidan, perawat
ataupun keluarga terdekat ibu.
Effleurage atau pijatan adalah
metode yang memberi rasa relaks pada
banyak wanita selama tahap pertama
persalinan. Teori gate-control sebagai alasan
mengapa tindakan ini berhasil. Tindakan
memijat abdomen secara perlahan dengan
61

pernapasan saat kontraksi, digunakan untuk
mengganggu ibu supaya ia tidak
memusatkan perhatiannya pada kontraksi.
Ibu atau pasangan dapat melakukan
effleurage ini pada semua bagian tubuh.
Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti pada tanggal 14 Juli
2011 di Rumah Bersalin An Nisaa Jl.
Projosumarto, Kaligayam Kab. Tegal,
diperoleh data dari hasil observasi peneliti
bahwa di Rumah Bersalin An Nisaa
kaligayamibu yang akan melahirkan kala I
aktif, dilakukan observasi pembukaan servik
dan segmen bawah rahim, pendataran servik,
frekuensi denyut jantung janin, nadi, tekanan
darah dan suhu tubuh ibu dan sedikit
usapan-usapan kecil pada punggung pasien.
Data yang diperoleh peneliti dari hasil
wawancara dengan bidan Rumah Bersalin
An Nisaa Kaligayam, ibu yang akan
melahirkan di Rumah Bersalin An Nisaa
Kaligayam yang merasakan nyeri pada saat
persalinan kala I aktif melakukan relaksasi
dan berjalan-jalan kecil. Teknik ini dirasa
sudah cukup membantu ibu dalam
mengurangi rasa nyeri dan memberikan efek
tenang kepada ibu yang sedang menghadapi
kecemasan pada saat persalinan. Di Rumah
Bersalin An Nisaa Kaligayam berdasarkan
hasil wawancara oleh peneliti bahwa setiap
tahunnya rata-rata persalinan sebanyak 350
dengan rata-rata persalinan primipara
sebanyak 135 persalinan. Data jumlah ibu
hamil di Kaligayam pada bulan Juli 2011
sebanyak 165 dengan ibu primipara
sebanyak 45. Sedangkan jumlah ibu
primipara yang memeriksakan kehamilannya
ke Rumah Bersalin An Nisaa sebanyak 18.
Dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh
peneliti, Ibu primipara yang akan melakukan
persalinan di Rumah Bersalin An Nisaa
Kaligayam selama ini untuk mengurangi
nyeri persalinan kala I aktif hanya
melakukan relaksasi dan berjalan-jalan kecil,
padahal diketahui bahwa nyeri adalah
sesuatu yang pasti terjadi pada setiap
persalinan dan dapat berpengaruh tidak baik
pada fisiologi persalinan sehingga sangat
memerlukan metode penanganan yang tepat.
Berdasarkan fenomena diatas
peneliti sangat tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai perbedaan tingkat nyeri
persalinan kala I fase aktif sebelum dan
sesudah diberikan teknik effleurage pada ibu
primipara di Rumah Bersalin An Nisaa
KaligayamKabupaten Tegal.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis
penelitian kuantitatif dengan desain
penelitian yaitu pre eksperiment design
dengan rancangan pre-test post-test one
group design. Kelompok responden
dilakukan penilaian skala nyeri sebelumdan
sesudah dilakukan intervensi.
6)
Sampel pada
desain penelitian ini diobservasi terlebih
dahulu sebelum diberi perlakuan, kemudian
setelah diberikan perlakuan sampel tersebut
diobservasi kembali.
7)
Peneliti melakukan
pengukuran tingkat nyeri persalinan dengan
menggunakan lembar Numerical Rating
Scales pada kelompok responden sebelum
diberikan teknik effleurage dan sesudahnya,
kemudian dibandingkan hasil pretest dan
posttest untuk mengetahui apakah ada
perbedaan antara sebelum dan sesudah
pemberian teknik effleurage pada kelompok
responden, sehingga diketahui perberdaan
tingkat nyeri persalinan kala I fase aktif
sebelum dan sesudah diberikan teknik
effleurage pada ibu primipara di Rumah
Bersalin An Nisaa Kaligayam Kabupaten
Tegal. Adapun alur penelitian ini adalah
sebagai berikut :



Pre-test Intervensi Post-test



Gambar 1 Alur Penelitian



Tingkat nyeri sebelum Teknik effleurage Tingkat nyeri sesudah
62

Populasi adalah keseluruhan obyek
penelitian atau obyek yang diteliti yang
mempunyai karakteristik tertentu ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulan.
8)
Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh ibu primipara
yang melahirkan di Rumah Bersalin An
Nisaa Kaligayam Kab. Tegal yaitu sebanyak
20 ibu primipara.
Sampel adalah bagian dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi. Dalampenelitian
dapat menggunakan seluruh objek atau
hanya mengambil sebagian dari keseluruhan
populasi. Sampel yang baik adalah sampel
yang representatif/mewakili populasi.
8)
Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah menggunakan
purposive sampling yaitu yang didasarkan
pada suatu pertimbangan tertentu yang
dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri
atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya. Kriteria sampel yang
digunakan adalah : 1) Ibu primipara, 2)
Inpartu kala I fase Aktif (pembukaan 4-7
cm), dan 3) Bersedia menjadi responden
Penelitian ini dilakukan di Rumah
Bersalin An Nisaa J l. Projosomarto
Kaligayam Kabupaten Tegal pada tanggal
09 Januari sampai 03 Februari 2012. Alat
pengumpulan data pada penelitian ini
observasi menggunakan lembar Numerical
Rating Scales dan prosedur pelaksanaan
effleurage yang dibuat oleh peneliti.
Perlakuan dalam penelitian ini berupa
effleurage yang diberikan ketika terjadi
kontraksi pada kala I fase aktif, yaitu
pembukaan serviks mencapai 4-7 cm, sesuai
dengan prosedur pelaksanaan yang dibuat
oleh peneliti. Effleurage dilakukan dengan
memberikan teknik pemijatan menggunakan
kedua telapak tangan yang ditekan lembut
dan ringan kemudian peneliti mengobservasi
skala nyeri sebelumdan sesudah perlakuan.
Analisis univariat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah distribusi
frekuensi. Analisis ini dilakukan dengan
tujuan untuk mendefinisikan tiap variabel
yang diteliti secara terpisah dengan cara
membuat tabel frekuensi dari masing-
masing variabel. Variabel yang dianalisis
adalah nyeri persalinan kala I fase aktif
sebelum diberikan effleurage dan nyeri
persalinan kala I fase aktif sesudah diberikan
effleurage, sehingga skala nyeri persalinan
kala I fase aktif yang interval dilakukan
pengkategorian untuk kepentingan analisis
ini. Kategorinya antara lain angka 0 untuk
tidak nyeri, angka 1-3 untuk nyeri ringan,
angka 4-6 untuk nyeri sedang, angka 7-9
untuk nyeri berat dan angka 10 untuk nyeri
tidak tertahankan.
Untuk mengetahui perbedaan
tingkat nyeri persalinan kala I fase aktif
sebelum dan sesudah diberikan teknik
effleurage pada ibu primipara di Rumah
Bersalin An Nisaa Kaligayam, Kabupaten
Tegal, maka menggunakan uji statistik t-test
dependent yang merupakan uji statistik
parametrik. Menggunakan uji t-test
dependent karena data yang dikumpulkan
berasal dari dua sampel yang saling
berhubungan, artinya bahwa satu sampel
akan mempunyai dua data pre test dan post
test. Penggunaan statistik parametrik bekerja
dengan asumsi bahwa data setiap variabel
penelitian yang akan dianalisis membentuk
data berdistribusi normal.
9)
Untuk menguji
normalitas data maka menggunakan uji
Shapiro-Wilk untuk jumlah sampel <50 dan
bila hasil uji signifikan (p value >0,05).
Berdasarkan uji normalitas
Spahiro-Wilk untuk nyeri pretest didapatkan
p-value= 0,068, sedangkan untuk nyeri
posttest p-value = 0,258. Dapat dilihat
bahwa kedua p-value baik nyeri pretest
maupun posttest >0,05. Ini berarti dapat
disimpulkan bahwa data nyeri pretest dan
posttest keduanya berdistribusi normal.
Sehingga dalam penelitian ini pengujian
yang dilakukan dengan menggunakan uji t
dependent.


HASIL PENELITIAN

Penelitian ini mendapatkan
sejumlah 20 responden ibu primipara yang
melahirkan Rumah Bersalin An-Nisaa
Kaligayam Kabupaten Tegal, dimana
responden-responden ini dilakukan dua kali
pengukuran skala nyeri, yaitu sebelum dan
setelah diberikan teknik effleurage. Hasil
dari penelitian ini disajikan berikut ini.












63

Gambaran Usia Responden

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia
Responden di Rumah Bersalin An-
Nisaa Kaligayam Kabupaten Tegal,
2012

Usia Frekuensi Persentase (%)
<20 Tahun
20-35 Tahun
>35 Tahun
2
18
0
10,0
90,0
0,0
J umlah 20 100,0

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui
bahwa sebagian besar responden ibu bersalin
di Rumah Bersalin An-Nisa Kaligayam
Kabupaten Tegal berusia 20-35 tahun, yaitu
sejumlah 18 orang (90,0%), sedangkan 2
responden lainnya berusia < 20 tahun
(10,0%).

Analisis Univariat

1. Gambaran Skala Nyeri Responden
Sebelum Diberikan Teknik effleurage

Distribusi frekuensi berdasarkan
skala nyeri responden sebelumdiberikan
teknik effleurage disajikan pada berikut
ini :
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Skala Nyeri Responden Sebelum
Diberikan Teknik effleurage di
Rumah Bersalin An-Nisaa
KaligayamKabupaten Tegal, 2012

Skala Nyeri Frekuensi Persentase
(%)
Tidak Nyeri
Nyeri Ringan
Nyeri Sedang
Nyeri Berat
Nyeri Tak Tertahankan
0
0
9
11
0
0,0
0,0
45,0
55,0
0,0
J umlah 20 100,0

Berdasarkan tabel 2 dapat
diketahui bahwa dari 20 responden ibu
bersalin di di Rumah Bersalin An-Nisaa
Kaligayam Kabupaten Tegal sebelum
diberikan teknik effleurage paling
banyak mengalami nyeri berat, yaitu
sejumlah 11 orang (55,%).


2. Gambaran Skala Nyeri Responden
Sesudah Diberikan Teknik effleurage

Distribusi frekuensi berdasarkan
skala nyeri responden sesudah diberikan
teknik effleurage disajikan pada tabel 3
berikut ini.
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Skala Nyeri Responden Sesudah
Diberikan Teknik effleurage di
Rumah Bersalin An-Nisaa
KaligayamKabupaten Tegal, 2012

Skala Nyeri Frekuensi Persentase
(%)
Tidak Nyeri
Nyeri Ringan
Nyeri Sedang
Nyeri Berat
Nyeri Tak
Tertahankan
0
1
15
4
0
0,0
5,0
75,0
20,0
0,0
J umlah 20 100,0

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
bahwa dari 20 reseponden ibu bersalin di
Rumah Bersalin An-Nisa Kaligayam
Kabupaten Tegal sesudah diberikan teknik
effleurage sebagian besar responden
mengalami nyeri sedang, yaitu sejumlah 15
orang (75,%).



Analisis Bivariat

Pada subbab ini disajikan hasil
analisis bivariat, yaitu analisis untuk
mengetahui perbedaan antara nyeri sebelum
dan sesudah diberikan teknik effleurage
pada ibu bersalin di RB An-Nisaa
Kabupaten Tegal. Untuk menguji perbedaan
ini digunakan uji t dependent dengan hasil
uji disajikan pada tabel 4 berikut ini.
64



Tabel 4 Analisis Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Diberikan Teknik effleurage pada Ibu
Bersalin di Rumah Bersalin An-Nisaa KaligayamKabupaten Tegal, 2012


Variabel Perlakuan n Mean SD t p-value
Skala Nyeri

Sebelum
Sesudah
20
20
6,70
5,40
1,218
1,314
8,850 0,000



Berdasarkan tabel 4 di atas, dapat
diketahui bahwa rata-rata skor skala nyeri
ibu bersalin sebelum diberikan teknik
effleurage sebesar 6,70 kemudian berkurang
menjadi 5,40 sesudah diberikan teknik
effleurage. Berdasarkan uji t didapatkan
nilai t hitung sebesar 8,850 dan nilai tabel
sebesar 2,093 dengan p-value sebesar
0,000. Dapat dilihat bahwa p-value 0,000 <
(0,05). Ini berarti Ho ditolak, artinya ada
perbedaan yang signifikan skala nyeri
sebelum dan setelah diberikan teknik
effleurage pada ibu bersalin di Rumah
Bersalin An-Nisa Kaligayam Kabupaten
Tegal.
Hasil pengukuran skala nyeri
persalinan kala I fase aktif pada 20 ibu
primipara sebelum dan sesudah dilakukan
effleurage menunjukkan bahwa sebanyak 18
orang mengalami penurunan skala nyeri dan
2 mempunyai skala nyeri tetap. Delapan
belas ibu primipara yang mengalami
penurunan nyeri persalinan setelah diberikan
effleurage menunjukkan bahwa ada
perbedaan skala nyeri sebelumdan sesudah
diberikan teknik effleurage.
Dua orang ibu primipara yang
mempunyai skala nyeri tetap sesudah
dilakukan effleurage bukan berarti
menunjukkan bahwa effleurage tidak
berpengaruh terhadap nyeri persalinan.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa
semakin maju persalinan, intensitas
kontraksi uterus akan semakin kuat dan lama
sehingga menyebabkan peningkatan nyeri.
Menurut Imami (2007) setiap individu
dalam memproduksi endorphin berbeda,
sehingga tubuh dalammengurangi rasa nyeri
secara alami juga akan berbeda. Skala nyeri
pada kontraksi yang ke-3 seharusnya bisa
mencapai 7 atau lebih karena intensitas dan
kekuatannya semakin bertambah. Dua orang
yang skala nyerinya tetap sebelumdilakukan
effleurage mempunyai skala nyeri 6 dan 8
dan skala nyeri pada akhir pengukuran
sesudah dilakukan effleurage skala nyerinya
tetap yaitu mencapai 6 dan 8.



KESIMPULAN

1. Sebelum dilakukan effleurage,
nyeri yang dialami ibu primipara
dikategorikan dalam nyeri sedang
sebanyak 45,0% dan nyeri berat
sebanyak 55,0%.


2. Sesudah dilakukan effleurage, nyeri
yang dialami ibu primipara
dikategorikan dalam nyeri ringan
sebanyak 5,0%, nyeri sedang
sebanyak 75,0% dan nyeri berat
sebanyak 20,0%.
3. Hasil uji statistik t-test dependent
diperoleh nilai signifikansi yaitu p-
value sebesar 0,000 < 0,05,
sehingga ada perbedaan tingkat
nyeri persalinan kala I fase aktif
sebelum dan sesudah diberikan
teknik effleurage pada ibu
primipara di Rumah Bersalin An
Nisaa KaligayamKabupaten Tegal.


SARAN

1. Bagi Perawat atau Bidan
Effleurage sebagai salah satu
alternatif intervensi yang dapat
dimanfaatkan oleh tenaga
keperawatan maupun bidan untuk
menurunkan nyeri persalinan,
terutama pada kala I fase aktif.
2. Bagi Rumah Bersalin An Nisaa
Effleurage dapat dijadikan sebagai
alternatif intervensi dalam usaha
menurunkan nyeri persalinan
terutama pada kala I fase aktif.
65

3. Ibu primipara dapat mendorong
suami atau keluarga untuk
membantu memberikan effleurage
sebagai usaha untuk menurunkan
nyeri persalinan, terutama pada
kala I fase aktif.
4. Keluarga dapat melakukan
effleurage pada ibu agar terlibat
dalampenurunan nyeri persalinan.
5. Bisa dilakukan penelitian lebih
lanjut tentang perbedaan skala
nyeri persalinan kala I fase akrif
sebelum dan sesudah diberikan
teknik effleurage pada ibu
primipara dapat dilakukan dengan
ikut meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi nyeri.




DAFTAR PUSTAKA

1. Hutajulu. 2003. Pemberian Valetamat
Bromida dibandingkan Hioscine Butil
Bromida untuk mengurangi Nyeri
Persalinan. http://library.usu.ac.id.
Diakses 13 April 2011
2. Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar-
dasar keperawatan maternitas (Alih
bahasa Ni Luh Gede Yasmin Asih). Ed.
6. Jakarta: EGC.
3. Suheimi. 2008. Persalinan Tanpa Rasa
Nyeri. http://ksuemi.blogspot.com.
Diakses tanggal 20 April 2011
4. Reeder S,J ,. Martin L,L,. & Koniak
D,.1997. Maternity Nursing. Family.
Newborn & Womens Health. (8th ed).
J,B, Lippincoltt. Philadelpia
5. Bennet, V. Ruth and Linda K. Brown
(ed.). 2001. Myles textbook for
midwives. Churchill Livingstone.
6. Nursalam. 2003. Konsep dan
Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis,
dan Instrumen Penelitian Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
7. Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode
Penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisis Data. Jakarta : Salemba
Medika
8. Notoatmodjo. 2010. Metode Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
9. Sugiyono. 2007. Stastika untuk
Penelitian. Alfabeta. Bandung
66

Gambaran Citra Diri Remaja Putri Di SMA Negeri 1 Bergas

Puji Lestari
*)
, Imron Rosidi
*)
, Sukiran
**)

*)
Staff Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
**)
Alumni Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo


ABSTRAK
Salah satu hal yang dikhawatirkan remaja putri yaitu munculnya jerawat dibagian wajah.
Wajah bagi remaja putri bernilai penting yang berkaitan dengan pengembangan citra dirinya. Hasil
observasi dari wawancara terhadap 10 siswi di SMA Negeri I Bergas, terdapat 7 siswi (70%),
mengalami jerawat, terdapat 5 siswi (50%), diantranya tidak mengalami gangguan citra diri dan
tredapat 2 siswi (20%), diantaranya mengalami gangguan citra diri. Jumlah siswi yang tidak
mengalami jerawat sebanyak 3 siswi (30%), terdapat 2 siswi (20%), diantaranya mengalami
gangguan citra diri dan terdapat 1 siswi (10%), tidak mengalami gangguan citra diri. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui gambaran gangguan citra diri remaja putri.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kolerasi dengan Populasi dalam
penelitian ini adalah siswi kelas X, kelas XI dan kelas XII di SMA Negeri I Bergas dengan jumlah
sampel sebanyak 90 responden.
Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri di SMA
Negeri I Bergas mempunyai citra diri positif, yaitu sejumlah 79 dari 90 responden (87,8%), dan
sebagian remaja putri di SMA Negeri I Bergas mempunyai citra diri negatif sejumlah 11 dari 90
responden (12,2%). Saran yang dapat diberikan agar para remaja SMA Negeri I Bergas
meningkatkan kebersihan diri sehingga tidak terjadi jerawat.

Kata Kunci : Citra Diri





67

PENDAHULUAN

Remaja merupakan masa peralihan
dari masa anak ke masa dewasa yang
berjalan antara umur 12 sampai 21 tahun.
1)

Dalamproses mencapai dewasa, anak harus
melalui berbagai tahap tumbuh kembang
termasuk tahap remaja. Tahap remaja adalah
masa transisi, dimana terjadi pacu tumbuh
(growth spot),timbulnya ciri-ciri seks
sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi
perubahan-perubahan psikologis.
2)

Rasa percaya diri pada remaja
menimbulkan kesanggupan pada dirinya
untuk melakukan penilaian terhadap tingkah
laku yang telah dilakukannya. Pada masa ini
remaja mulai menemukan diri sendiri atau
jati dirinya; (3). Masa remaja akhir (18- 21
tahun). Pada rentang usia ini remaja sudah
merasa mantap dan stabil. Remaja sudah
mengenal dirinya dan ingin hidup dengan
pola hidup yang digariskan sendiri, dengan
itikat baik dan keberanian. Remaja mulai
memahami arah kehidupannya, dan
menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah
mempunyai kemandirian sendiri berdasarkan
satu pola yang jelas yang baru
ditemukannya.
3)
Salah satu yang
dikhawatirkan remaja putri pada
penampilannya yaitu munculnya jerawat
yang ada di bagian wajah. Akne vulgaris
merupakan penyakit yang terjadi akibat
peradangan menahun folikel pilosebasea
yang ditandai dengan adanya komedo,
papul, pustule dan nodul pada tempat
predileksinya.
4)
Karena wajah bagi remaja
putri bernilai penting yang berkaitan dengan
pengembangan citra dirinya.
5)

Perubahan hormonal merupakan
awal dari masa pubertas remaja yang terjadi
sekitar usia 11-12 tahun. Perubahan ini erat
hubungannya dengan perubahan yang terjadi
di dalamotak hypothalamus, suatu bagian
organ otak yang bertugas untuk
mengkoordinasi atau mengatur fungsi-fungsi
seluruh sistemjaringan organ tubuh. Salah
satu di antaranya, ialah merangsang hormon
luiteinizing hormon releasing hormon
(LHRH) dan kelenjar pituitary (pituitary
gland) untuk melepaskan hormon
gonadotropin. Hormon gonadotropin
merangsang gonades (testis dan ovarium)
untuk memproduksi hormon seksual.
Hormon androgen atau testosterone berkerja
mempengaruhi pertambahan berat badan
maupun perubahan suara; sedangkan
hormon estrogen atau estradiol
mempengaruhi pertumbuhan (makin
membesarnya) payudara, uterine (produksi
sel telur), dan perkembangan tulang-tulang
(skeletal development).
6)

Menurut Stuart & Sundeen (2007),
komponen konsep diri terdiri diri lima,
yaitu: (1). Gambaran diri (body image).
Gambaran diri adalah sikap remaja terhadap
tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap
ini mencakup persepsi dan perasaan tentang
ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan
potensi tubuh saat ini dan masa lalu; (2).
Ideal diri. Ideal diri adalah persepsi remaja
tentang bagaimana ia harus berperilaku
sesuai dengan standar pribadi. Standar dapat
berhubungan dengan tipe orang yang
diinginkannya atau sejumlah aspirasi, cita-
cita, nilai yang ingin dicapai.
7)

Citra diri adalah sikap seseorang
terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak
sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan
perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
penampilan dan potensi tubuh saat ini dan
masa lalu yang secara berkesinambungan
dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap
individu.
7)

Berdasarkan studi pendahuluan
yang di lakukan di SMA Negeri I Bergas
didapatkan bahwa jumlah siswa keseluruhan
yaitu 789 orang. Hasil observasi dan
wawancara yang peneliti lakukan pada 10
siswi di SMA Negeri I Bergas, ternyata
yang mengalami jerawat 7 siswi (70%), di
mana 5 siswi (50%) di antaranya tidak
mengalami gangguan citra diri dan terdapat
2 siswi (20%) mengalami gangguan citra
diri. Jumlah siswi yang tidak mengalami
jerawat sebanyak 3 siswi (30%), di mana 2
siswi (20%) mengalami gangguan citra diri
dan 1 siswi (10%) tidak mengalami
gangguan citra diri. Berdasarkan latar
belakang masalah peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang gambaran
citra diri remaja putri di SMA Negeri I
Bergas.


METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriptif
kolerasi, dengan menggunakan pendekatan
cross sectional yang bertujuan untuk
membuat gambaran atau deskriptif tentang
suatu keadaan secara objektif pada suatu
situasi atau sekelompok objek.
8)

Populasi adalah keseluruhan objek
penelitian atau objek yang diteliti.
8)
Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswi di
SMA Negeri I Bergas yang berjumlah 789
68

orang. Sedangkan sampel adalah bagian dari
populasi yang akan diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi atau sebagian dari
karakteristik yang dimiliki. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah
proportionate stratified random sampling
yaitu teknik pengambilan sampel dari
anggota populasi yang dilakukan secara acak
dan berstrata secara proporsional.
9)
Besar
sampel yang digunakan adalah sebanyak 90
responden yang dihitung berdasarkan rumus
:
8)




Keterangan :
N =Besar populasi
n =Besar sampel
d =Tingkat penyimpangan sampel
(0,1).

Tempat penelitian dilakukan di
SMA Negeri I Bergas dengan waktu
penelitian pada tanggal 6, 7 dan 9 Januari
2012.
Analisa univariat adalah analisa
yang dilakukan terhadap tiap variable dari
hasil penelitian.
8)
Penelitian melakukan
analisis univariat dengan tujuan yaitu untuk
mendiskripsikan jerawat dengan citra diri
pada remaja putri yang disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi.


HASIL PENELITIAN

Analisis univariat ini digunakan
untuk memberikan gambaran tiap variabel
secara tersendiri, yaitu gambaran tentang
jerawat dengan citra diri remaja putri di
SMA Negeri I Bergas tahun 2012.

1. Gambaran Jerawat Remaja Putri di
SMA Negeri I Bergas Tahun 2012

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Gambaran
Tentang J erawat Remaja Putri di
SMA Negeri I Bergas Tahun 2012


Tabel 1 menunjukkan bahwa
sebagian besar responden tidak mengalami
jerawat, yaitu sejumlah 46 dari 90 responden
(51,1%), sedangkan responden yang
mengalami jerawat, yaitu sejumlah 44 dari
90 responden (48,9%).

2. Gambaran Citra Diri Remaja Putri
di SMA Negeri I Bergas tahun 2012

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Gambaran
Citra Diri Remaja Putri di SMA
Negeri I Bergas tahun 2012

Citra diri f %
Positif 79 87,8
Negatif 11 12,2
J umlah 90 100,0

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa
sebagian besar remaja putri di SMA Negeri
I Bergas mempunyai citra diri positif, yaitu
sejumlah 79 dari 90 responden (87,8%), dan
sebagian remaja putri di SMA Negeri I
Bergas mempunyai citra diri negatif
sejumlah 11 dari 90 responden (12,2%).
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa remaja putri di SMA Negeri I Bergas
sebanyak 79 dari 90 responden (87,8% )
mempunyai citra diri positif dan sebanyak
11 dari 90 responden (12,2% ) mempunyai
citra diri pada katagori negatif.
Menurut Stuart & Sundeen (2007),
Rumini dan Sundari (2004), Tarwoto &
Wartonah (2006), faktor yang
mempengaruhi citra diri antara lain gender,
standar sosial budaya, pengalaman sukses
dan gagal.
7,10,11)
Remaja di SMA I Bergas
yang mempunyai citra diri positif di
antaranya karena faktor gender, di mana
remaja awal sering memiliki citra diri yang
lebih tinggi atau rendah semestinya. Remaja
putri yang sering menilai dirinya lebih tinggi
atau overestimate. Kecerdasan antar pribadi
atau sosial remaja putri di SMA Negeri I
Bergas yaitu kemampuan untuk memahami,
berinteraksi dengan orang lain, dan
bekerjasama secara efektif yang baik.
Remaja putri di SMA Negeri I Bergas yang
kecerdasan antar pribadi atau sosial yang
baik mampu memahami, berinteraksi, dan
bekerjasama lebih efektif dengan teman-
teman di sekolah sehingga citra diri mereka
tidak menurun walaupun mengalami
jerawat.



Jerawat f %
Tidak Berjerawat 46 51,1
Berjerawat 44 48,9
J umlah 90 100,0
69




KESIMPULAN

1. Sebagian besar remaja putri di
SMA Negeri I Bergas tidak
mengalami jerawat, yaitu sejumlah
46 dari 90 responden (51,1%),
2. Sebagian besar remaja putri di
SMA Negeri I Bergas mempunyai
citra diri positif, yaitu sejumlah 79
dari 90 responden (87,8%)


SARAN

Sebagai informasi bagi masyarakat
khususnya para remaja agar dapat
meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya
diri bagi siswi SMA Negeri I Bergas.



DAFTAR PUSTAKA

1. Daryono, Agus. 2004. Psikologi
Perkembangan Remaja. Jakarta : Ghalia
Indonesia.
2. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang
Remaja dan Permasalahannya. Jakarta :
Sagung Seto
3. Kartono, K. 2007. Psikologi Anak
(Psikologi Perkembangan). Jakarta :
CV. Mandar Maju.
4. Djuanda A. Hamzah M, Aisyah S.
2005. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, 4
th
Ed, J akarta : FKUI
5. Kartikawati. 2005. Bimbingan
Konseling, Jakarta : Direktorat J enderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
dan Universitas Terbuka
6. Santrock, J. W. 2005. Psychology (7th
ed.). New York: Mc Graw Hill.
7. Stuart, Gail Wiscarz, Sandra J Sundeen.
2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa
Edisi 5. Jakarta : EGC.
8. Notoatmodjo, S. 2005. Metodelogi
Penelitian Kesehatan Edisi
Revisi.Yogjakarta : PT. Rineka Cipta
9. Riduwan 2004. Metode dan Teknik
Menyusun Thesis. Cetakan kedua.
Alfabeta. Bandung
10. Rumini S, Sundari S. 2004.
Perkembangan Anak dan Remaja
: Buku Pegangan Kuliah. Jakarta
: Rineka Cipta.
11. Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan
Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan, Edisi 3., Jakarta: Salemba
Medika
70

Studi Fenomologi : Pengalaman Kepala Ruang Dalam Mengelola
Ruang Rawat Inap Di RSUD Ambarawa

Mona Saparwati
*)

*)
Staff pengajar ProgramStudi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo



ABSTRACT
Heads nurse is operational manager that directly lead all resources to meet nursing
quality services. This research aimed to identify the meaning of experiences heads nurse in
managing inpatient roomat RSUD Ambarawa.
This research designed using a descriptive phenomenological, the data collected by FGD
and in-depth interviews. Participants selected by purposive sampling, data analysis using Collaizis
methods.
This research find 15 themes such as rules and functions as first line manager, perception
of management functions, limitation in managing inpatient room, and support and wises to optimal
the rules manager. It could be conclude that the heads nurse must improve the understanding and
managing rules as first line manager especial in planning and staffing.
.
Key words: heads nurse, manage, inpatient room


ABSTRAK
Kepala ruang adalah manajer operasional yang merupakan pimpinan yang secara
langsung mengelola seluruh sumber daya di unit perawatan untuk menghasilkan pelayanan yang
bermutu. Penelitian ini bertujuan bertujuan untuk memperoleh gambaran arti dan makna
pengalaman kepala ruang dalammengelola ruang rawat inap di RSUD Ambarawa.
Desain penelitian yang digunakan adalah metode fenomenologi deskriptif, pengumpulan
data dengan FGD dan wawancara mendalam. Partisipan pada penelitian ini diambil secara
purposive ampling, analisa data menggunakan metode Collaizi.
Hasil penelitian teridentifikasi lima belas tema tentang gambaran respon kepala ruang
terhadap peran dan fungsinya sebagai manajer lini, persepsi kepala ruang dalam menjalankan
fungsi manajemen, hambatan dalam mengelola ruang rawat inap, dukungan dan harapan yang
diperoleh kepala ruang agar perannya optimal. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, kepala
ruang perlu memahami, melaksanakan fungsi manajemen guna mendukung kelancaran pelayanan
di ruang rawat inap yang menjadi tanggungjawabnya dan diharapkan meningkatkan perencanaan
dan ketenagaan di ruangan.

Kata kunci: kepala ruang, mengelola, ruang rawat inap



71

PENDAHULUAN

Rumah sakit merupakan salah satu
sarana upaya kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dan memiliki peran strategis dalam
mempercepat peningkatan derajat
kesehatan masyarakat sebagai tujuan
pembangunan kesehatan. Rumah Sakit
akan selalu dituntut untuk memberikan
pelayanan yang bermutu sesuai dengan
standar yang ditetapkan.
1)
Saat ini banyak
rumah sakit menyatakan bahwa mereka
siap melangkah untuk meningkatkan mutu
dalam kegiatan pelayanan yang
diberikannya. Waktu dan usaha yang
diperlukan untuk tiap-tiap langkah akan
tergantung dari kegiatan peningkatan mutu
yang dilakukan. Hal ini harus dilakukan
secara terus menerus dan berulang-ulang
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
kesehatan.
2)

Tingkatan manajer keperawatan
yang ada saat ini dibagi menjadi tiga
tingkatan yakni: manajer lini/bawah,
menengah dan manajer puncak. Kepala
ruang adalah manajer operasional yang
merupakan pimpinan yang secara langsung
mengelola seluruh sumber daya di unit
perawatan untuk menghasilkan pelayanan
yang bermutu. Dalampengelolaan kegiatan
pelayanan keperawatan di rumah sakit
kepala ruang merupakan manager tingkat
lini yang mempunyai tanggung jawab
untuk meletakkan konsep praktik, prinsip
dan teori manajemen keperawatan serta
mengelola lingkungan organisasi untuk
menciptakan iklim yang optimal dan
menjamin kesiapan asuhan keperawatan
oleh perawat klinik. Kepala ruang
merupakan jabatan yang cukup penting dan
strategis, karena secara manajerial
kemampuan kepala ruang ikut menentukan
keberhasilan pelayanan keperawatan.
3)

Hasil wawancara dengan Kasie
Keperawatan RSUD Ambarawa pada bulan
Januari tahun 2012 terkait dengan
pengelolaan ruang rawat inap oleh kepala
ruang didapatkan data : fungsi
perencanaan keperawatan di ruang rawat
inap belumsepenuhnya dilaksanakan oleh
kepala ruang. Fungsi pengorganisasian
yang sudah dilakukan adalah pelaksanaan
sistem penugasan, pengaturan dinas,
pengaturan kegiatan pelayanan dan asuhan
keperawatan. Dalam menjalankan fungsi
pengorganisasian ini masing-masing kepala
ruang belum sepenuhnya sesuai dengan
standar pelayanan dan asuhan keperawatan
sehingga hasilnya juga masih bervariatif.
Fungsi pengarahan keperawatan di ruang
rawat inap meliputi supervisi langsung
seperti mengobservasi kegiatan asuhan
keperawatan yang dilaksanakan perawatan
pelaksana maupun supervisi tidak langsung
dengan pemeriksaan dokumentasi yang ada
terkait dengan aktivitas dari perawat
pelaksana seperti pemeriksaan daftar hadir,
catatan dokumentasi dan laporan kondite
staf. Kepala ruang juga memberi motivasi,
melakukan manajemen konflik,
pendelegasian, komunikasi dan kolaborasi
di ruangan namun hasilnya bervariasi.
Fungsi pengawasan dan pengendalian mutu
pelayanan dan asuhan keperawatan di
ruang rawat inap berdasarkan indikator
mutu, kegiatan mutu dan tindak lanjut
belum sepenuhnya dilaksanakan dengan
baik.
Penelitian yang ada belum
menggambarkan secara jelas kemampuan
kepala ruang dan hambatan yang ada dalam
mengelola ruang rawat inap sehingga perlu
diketahui lebih lanjut tentang arti dan
makna pengalaman kepala ruang dalam
mengelola ruang rawat inap. Penelitian ini
berupaya untuk mengeksplorasi
pengalaman kepala ruang dalammengelola
ruang rawat inap maka penelitian ini
menggunakan desain penelitian kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi.
Metodologi penelitian fenomenologi
bertujuan untuk mendapatkan
gambaran/deskriptif tentang suatu
pengalaman hidup yang dilihat dari sudut
pandang orang yang diteliti, untuk
memahami dan menggali pengalaman
hidup yang dijalani.
4)
Peneliti tertarik
melakukan penelitian ini dengan metode
riset kualitatif melalui pendekatan
fenomenologi deskriptif dengan beberapa
alasan yaitu: (1). Pengelolaan ruang rawat
inap oleh kepala ruang tergolong bervariasi
dan banyak melibatkan respon psikologis
sehingga pengalaman ini perlu diteliti
dengan lebih mendalam. (2). Memperoleh
jawaban dan informasi yang mendalam,
terperinci dan alamiah dari partisipan
tentang pengalaman, pendapat dan perasaan
72

yang tersirat (insight) dari realitas
pengalaman kepala ruang dalammengelola
ruang rawat inap tersebut. (3). Belum
adanya penelitian kualitatif yang spesifik
mengarah kepada masalah pengelolaan
ruang rawat inap oleh kepala ruang.
METODE

Desain penelitian ini kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi bertujuan
untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-
kaitannya terhadap orang-orang yang berada
dalam situasi tertentu.
5)
Penelitian ini
menggunakan metode fenomenologi
deskriptif, yaitu berfokus pada penemuan
fakta mengenai suatu fenomena sosial yang
ditekankan pada usaha untuk memahami
perilaku manusia berdasarkan perspektif
informan.
6)
Melalui pendekatan
fenomenologi, penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran / deskriptif tentang
suatu pengalaman hidup yang di lihat dari
sudut pandang orang yang diteliti, untuk
mamahami dan menggali pengalaman hidup
yang di jalani.
7)
Kealamiahan pengalaman
yang dalam penelitian ini berupa
pengalaman nyata yang dialami kepala
ruang dalammengelola ruang rawat inap.
Partisipan dalam penelitian ini
ditentukan dengan tehnik purposive
sampling. Purposive sampling adalah
metode pemilihan partisipan dalam suatu
penelitian dengan menentukan terlebih dulu
kriteria yang akan dimasukkan dalam
penelitian, dimana partisipan yang diambil
dapat memberikan informasi yang berharga
bagi penelitian.
8)
Kriteria partisipan dalam
penelitian ini yaitu : (1) berpengalaman
sebagai kepala ruang di ruang rawat inap
minimal tiga tahun; (2) bersedia menjadi
partisipan dalampenelitian yang dibuktikan
dengan menandatangani surat pernyataan
persetujuan penelitian; (3) mampu
mengungkapkan pengalaman dengan baik.
7)



HASIL PENELITIAN
Sebanyak 5 tujuan utama
memaparkan tentang berbagai gambaran arti
dan makna pengalaman partisipan dalam
mengelola ruang rawat inap di RSUD
Ambarawa. Pengalaman kepala ruang dalam
mengelola ruang rawat yakni meliputi: (1)
gambaran respon kepala ruang terhadap
peran dan fungsinya sebagai manajer lini di
ruang rawat inap, (2) persepsi kepala ruang
dalam menjalankan fungsi manajemen, (3)
hambatan yang ada dalam mengelola ruang
rawat inap, (4) dukungan yang diperoleh
kepala ruang dalam mengelola ruang rawat
inap, dan (5) harapan kepala ruang terhadap
pimpinan atau atasan langsung agar
perannya optimal.
Gambaran respon kepala ruang
terhadap peran dan fungsinya sebagai
manajer lini di ruang rawat inap terdiri dari
2 tema yaitu kepala ruang mempunyai tugas
dan tanggungjawab yang berat dan kepala
ruang dibantu banyak pihak. Seperti
digambarkan partisipan berikut ini:
sesuai aturannya banyakdimarahi
direktur juga(P1)
beratsoalnya baru pindahan lokasi
ruangannyabanyak yang harus
diurus(P4)
Persepsi partisipan dalam
menjalankan fungsi manajemen terdiri dari
lima tema yang dijabarkan dalamsubtema-
subtema. Tema-tema tersebut meliputi:
perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan,
pengarahan dan pengawasan.Berikut contoh
ungkapannya: perencanaan barang alat
dan sebaginya lewat bidang masing-masing
mengajukannya(P2)
Hambatan yang ada dalam
mengelola ruang rawat temanya adalah
keterbatasan tenaga, fasilitas, sarana dan
prasarana, birokrasi dan budaya pasien.
keterbatasan tenaga sehingga kalau
pasien banyak ruangan penuh tapi kita tidak
boleh menolak alat yang terbatas troli
cuma satu harus gentian(P7)
Semua partisipan menyatakan mendapat
dukungan dari atasan dan pimpinan, anak
buah atau staf di ruangan dan sesama kepala
ruang yang lain.
ya di ruangan saya anak buah saya itu ya
manut-manut, perawatnya juga
memberikan support kalau saya lagi
butuh(P6)
Harapan partisipan dalammengelola ruang
rawat adalah peningkatan reward bagi
perawat, perbaikan fasilitas, tindaklanjut
dari pimpinan, pengembangan SDM dan
pimpinan diharapkan bisa menjadi role
model. Seperti yang diungkapkan partisipan
berikut:
73

menginginkan ada tambah-tambah untuk
sebagai pemacu dari kerja rekan-rekan yaitu
pemasukan mungkin sebagai pemacu
(P1)

PEMBAHASAN
Gambaran respon kepala ruang
terhadap peran dan fungsinya sebagai
manajer lini di ruang rawat inap terdiri dari
2 tema yaitu kepala ruang mempunyai tugas
dan tanggungjawab yang berat dan kepala
ruang dibantu banyak pihak. Kedudukan
kepala ruang dalam tingkatan manajer
organisasi rumah sakit termasuk dalam
tingkatan yang paling rendah disebut
manajer lini. Pada tingkatan manajer lini
kepala ruang banyak melaksanakan fungsi
manajemen operatif seperti pengarahan,
memotivasi, pengawasan dan supervisi.
9)

Hal ini didukung oleh penelitian
Warsito (2006) tentang pengaruh persepsi
perawat pelaksana tentang fungsi manajerial
kepala ruang terhadap pelaksanaan
manajemen asuhan keperawatan di ruang
rawat inap menunjukkan pelaksanaan
manajemen asuhan keperawatan baik.
10)

Persepsi perawat pelaksana tentang fungsi
manajerial kepala ruang yaitu (1) fungsi
perencanaan dan pengorganisasian, baik,
tidak ada hubungan, dan tidak ada pengaruh.
(2) fungsi pengarahan baik, ada hubungan,
dan ada pengaruh dan (3) fungsi
pengawasan dan pengendalian tidak baik,
ada hubungan dan ada pengaruh. Penelitian
lain yakni Liestyaningrum (2010) tentang
hubungan persepsi perawat pelaksana
dengan kinerja kepala ruangan di ruang
rawat inap didapatkan hasil kepala ruang
lebih banyak menjalankan fungsi
pengarahan dan pengawasan. Uraian tugas
pokok kepala ruang adalah mengendalikan
dan menilai pelaksanaan asuhan
keperawatan yang telah ditentukan,
melakukan penilaian kinerja tenaga
keperawatan yang berada dibawah tanggung
jawabnya, membuat laporan harian
mengenai pelaksanaan asuhan keperawatan,
mengawasi dan menilai mutu asuhan
keperawatan sesuai standar yang berlaku
secara mandiri atau koordinasi dengan Tim
Pengendali Mutu Asuhan Keperawatan.
11)

Menurut Swansburg (2000) kepala
ruang perlu memiliki kemampuan teknik,
ketrampilan, pengetahuan dan motivasi
untuk membantu perawat di ruangan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
12)
Lebih
lanjut hasil penelitian Werdati (2009) bahwa
ada hubungan yang kuat antara
kepemimpinan ruang rawat inap dan
penampilan kerja / kinerja tim perawat di
ruang rawat inap, berarti kinerja timperawat
salah satu faktornya ditentukan oleh faktor
kepemimpinan kepala ruang.
13)
Seorang
pemimpin yang efektif merupakan
katalisator dalam memfasilitasi interaksi
efektif diantara karyawan, material dan
waktu. la juga bersikap dan bertindak
sinergis dalam menyatukan upaya dari
berbagai karyawan dengan tingkat
ketrampilan yang berbeda. Dalam upaya
mengarahkan kepala ruang melakukan
supervisi dan koordinasi bagi para
bawahannya.
14)

Hasil penelitian Rohmawati (2005)
didapatkan fungsi manajemen kepala
ruangan berhubungan secara signifikan
dengan pelaksanaan asuhan keperawatan
meliputi fungsi perencanaan,
pengorganisasian, pengaturan sif dan
pengawasan.
15)
Pelaksanaan fungsi
manajemen keperawatan masih harus
ditingkatkan lagi dengan melibatkan kepala
ruang dalam hal ini perencanaan
sumberdaya yang dibutuhkan di ruang
rawat. Menurut Rutherford, Moen dan
Taylor (2009) semakin tinggi kemampuan
yang dimiliki kepala ruangan, makin baik
penyelenggaraan fungsi menejemennya.
Untuk meningkatkan penyelenggaraan
fungsi manajemen keperawatan di ruang
rawat, perlu adanya peningkatan
karakteristik individu dan kemampuan
manajerial kepala ruangan melalui
peningkatan pendidikan keperawatan dan
penambahan pengetahuan tentang
manajemen keperawatan melalui penataran-
penataran/pembelajaran diri.
16)

Partisipan menyatakan fungsi
perencanaan meliputi visi dan misi,
kebutuhan alat dan barang dan
merencanakan SDM. Hasil penelitian
Sumiyati (2006) didapatkan bahwa ada
pengaruh pelaksanaan fungsi manajerial
kepala ruangan terhadap kinerja ketua tim,
pelaksanaan fungsi perencanaan yang
memiliki pengaruh terhadap kinerja ketua
tim. Kesimpulannya bahwa semakin tinggi
pelaksanaan fungsi perencanaan yang
74

dilakukan oleh kepala ruangan maka
semakin baik pula kinerja ketua tim. Lebih
lanjut Sumiyati menyatakan hasil
wawancara dengan 3 (tiga) orang Asisten
Manajer Pelayanan keperawatan tentang
pelaksanaan uraian tugas Karu diperoleh
pelaksanaan fungsi perencanaan yang belum
terlaksana adalah perencanaan menyusun
jumlah kebutuhan tenaga keperawatan.
17)

Hambatan yang ada dalam
mengelola ruang rawat. Temanya adalah
keterbatasan tenaga, fasilitas, sarana dan
prasarana, birokrasi dan budaya pasien.
Menurut Neuhauser (2011) hambatan-
hambatan dalam ketenagaan diantaranya
kemangkiran/absen dari perawat yaitu
merupakan kehilangan waktu yang berakibat
kerugian secara kualitas dan ekonomi bagi
instansi. Hambatan berikutnya keluar
masuknya tenaga (Turn Over). Turn over ini
sangat mengganggu pelaksanaan pelayanan
keperawatan yang akan mempengaruhi
kualitas pelayanan yang diberikan.
Sedangkan hambatan yang sering
didapatkan pada perawat adalah kejenuhan
(Burn Out), yaitu keadaan dimana perawat
merasa dirinya semakin kurang
kemampuannya, beban kerjanya yang
berlebihan sehingga menjadi kurang
produktif.
18)

Banyak faktor yang mempengaruhi
ketenagaan di rumah sakit. Dengan
ketenagaan yang kurang dan formasi yang
tidak sesuai di setiap ruangan maka akan
mempengaruhi terhadap penurunan kualitas
dokumentasi asuhan keperawatan. Dengan
penurunan kualitas dokumentasi asuhan
keperawatan berarti fungsi dokumentasi
sebagai alat komunikasi, mekanisme
pertanggung gugatan, metode pengumpulan
data, sarana pelayanan keperawatan, sarana
evaluasi, sarana meningkatkan kerjasama
antar timkesehatan, sarana pendidikan, audit
pelayanan keperawatan, akan tidak
mempunyai fungsi dan manfaat yang
maksimal dalam peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tetapi
ada beberapa perawat yang juga
berpendapat, walaupun tenaga cukup tetapi
motivasi perawat tidak ada maka
pendokumentasian asuhan keperawatan juga
tidak akan berfungsi maksimal.
19)

Harapan partisipan dalam
mengelola ruang rawat adalah peningkatan
reward bagi perawat, perbaikan fasilitas,
tindaklanjut dari pimpinan, pengembangan
SDM dan pimpinan diharapkan bisa menjadi
role model. Menurut Beck (2005) ada dua
belas kunci utama dalam kepuasan kerja
yaitu: input, hubungan manajer dengan staf,
disiplin kerja, lingkungan tempat kerja,
istirahat dan makanan yang cukup,
diskriminasi, kepuasan kerja, penghargaan
penampilan, klarifikasi kebijaksanaan,
prosedur, dan keuntungan, mendapatkan
kesempatan, pengambilan keputusan, dan
gaya manajer.
20)

Menurut Leer (2006) beberapa
usaha positif dalam rangka
menyelenggarakan motivasi untuk
meningkatkan semangat kerja, yaitu
orientasi, supervisi, partisipasi, komunikasi,
rekognasi, delegasi, kompesi, integrasi, dan
motivasi silang.
21)
Lebih lanjut Turner
(2010) menunjukkan bahwa cara yang
ditempuh untuk meningkatkan semangat
kerja adalah memberi kompensasi kepada
tenaga kerja dalam porsi yang wajar, tetapi
tidak memaksakan kemampuan,
menciptakan kondisi kerja yang
menggirahkan semua pihak, memperhatikan
kebutuhan yang berhubungan dengan
spiritual tenaga kerja. Untuk meningkatkan
semangat kerja dilakukan pemberian gaji
yang cukup, memperhatikan kebutuhan
rohani, menciptakan suasana kerja yang
santai, memperhatikan harga diri,
menempatkan posisi pekerja pada
tempatnya, dan memberikan fasilitas yang
menyenangkan.
22)
Dukungan yang diperoleh
kepala ruang dalam mengelola ruang rawat.
Semua partisipan menyatakan mendapat
dukungan dari atasan dan pimpinan, anak
buah atau staf di ruangan dan sesama kepala
ruang yang lain.
Pengaruh hubungan personal
(Impersonal impact) yaitu derajat dimana
kinerja mampu mengekspresikan
kepercayaan diri, kemauan baik, itikat baik,
kerjasama sesama karyawan maupun bagian
sub ordinatnya. Kinerja mempunyai dampak
terhadap hubungan personal dengan pegawai
maupun pimpinan.
23)
Menurut pendapat
Gatot dan Adisasmito (2005) dalam
75

penelitiannya hubungan karakteristik
perawat, isi pekerjaan dan lingkungan
pekerjaan terhadap kepuasan kerja perawat
di instalasi rawat inap menyatakan bahwa
faktor dominan dari isi pekerjaan yang
menyebabkan kepuasan kerja perawat yaitu
factor penghargaan dan otonomi, sedangkan
faktor dominan dari lingkungan pekerjaan
berkaitan dengan faktor hubungan dengan
rekan, hubungan dengan atasan langsung
dan kondisi tempat kerja.
24)



KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini
terdapat beberapa kesimpulan tentang
gambaran arti dan makna pengalaman
kepala ruang dalam mengelola ruang rawat
inap di RSUD Ambarawa teridentifikasi 15
tema sebagai berikut:
Gambaran respon kepala ruang
terhadap peran dan fungsinya sebagai
manajer lini ruang rawat inap terdiri dari 2
tema yakni kepala ruang mempunyai tugas
dan tanggungjawab yang berat dan kepala
ruang dibantu banyak pihak. Kepala ruang
sebagai manajer lini harus memahami
perilaku orang-orang tertentu agar dapat
mempengaruhinya untuk bekerja sesuai
dengan yang diinginkan rumah sakit. Kepala
ruang sebagai manajer senantiasa harus
berupaya mengarahkan, memotivasi mereka
dan bersikap sebaik-baiknya, sehingga
upaya mereka secara individu dapat
meningkatkan penampilan kelompok dalam
rangka mencapai tujuan.
Persepsi kepala ruang dalam
menjalankan fungsi-fungsi manajemen
ruang rawat inap meliputi perencanaan,
pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan
dan pengawasan. Fungsi perencanaan
meliputi visi dan misi, kebutuhan alat dan
barang dan merencanakan SDM.
Pengorganisasian terdiri dari peran dan
fungsi kepala ruang, kerjasama, struktur
organisasi, pembagian tugas dan pasien dan
metode penugasan. Ketenagaan yang
dilaksanakan meliputi pengaturan jadwal
dinas, menghitung tenaga, orientasi dan
mengatur ketenagaan di ruangan. Kepala
ruang sudah menjalankan fungsi pengarahan
meliputi; memberikan motivasi,
pengambilan keputusan, manajemen konflik,
pendelegasian, kolaborasi dan supervisi.
Kepala ruang menjalankan fungsi
pengawasan yakni pengawasan terhadap
dokumentasi keperawatan, kepuasan pasien
dan perawat serta penilaian kinerja.
Kepala ruang sudah berusaha
melaksanakan semua fungsi manajemen
yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, ketenagaan dan
pengawasan. Namun belumsemua elemen
dari fungsi manajemen sudah dilakukan oleh
kepala ruang. Sebagai contoh dalam
melaksanakan fungsi perencanaan, kepala
ruang belum melakukan perencanaan
anggaran. Hal ini disebabkan perencanaan
anggaran sudah ditetapkan dari bidang
keperawatan berdasarkan keputusan
direktur. Sedangkan ketenagaan, kepala
ruang tidak melakukan proses rekruitmen
dan seleksi tenaga. Wewenang rekruitmen
merupakan wewenang direktur.
Hambatan yang ada selama kepala
ruang mengelola ruang rawat inap meliputi
keterbatasan tenaga dan alat, birokrasi dan
budaya pasien. Ketenagaan yang kurang dan
formasi alat yang tidak sesuai di setiap
ruangan mempengaruhi kualitas asuhan
keperawatan. Birokrasi juga bisa menjadi
hambatan dalam mencapai suatu tujuan.
Berbagai kendala proses birokrasi adalah:
pimpinan kurang mempunyai komitmen,
tantangan dari pihak lain, alat komunikasi
yang terbatas dan kurangnya skill
pengelola. Budaya pasien dan perawat
merupakan hambatan dalam pemberian
pendidikan kesehatan pada pasien di rumah
sakit. Hambatan dari pasien antara lain:
pendidikan rendah, mitos, budaya dan
kepribadian sifat pasien dan bahasa.
Hambatan dari perawat sendiri antara lain:
waktu yang terbatas, terlalu banyak
pekerjaan dan pasien, sibuk, malas, tenaga
perawat terbatas dan pengetahuan perawat
kurang
Dukungan yang diperoleh kepala
ruang dalam mengelola ruang rawat inap
meliputi dukungan dari staf, sesama kepala
ruang dan dari atasan. Pengaruh hubungan
personal yaitu derajat dimana kinerja
mampu mengekspresikan kepercayaan diri,
kemauan baik, itikat baik, kerjasama sesama
karyawan maupun bagian sub ordinatnya.
Faktor dominan dari isi pekerjaan yang
menyebabkan kepuasan kerja perawat yaitu
faktor penghargaan dan otonomi, sedangkan
faktor dominan dari lingkungan pekerjaan
berkaitan dengan faktor hubungan dengan
rekan, hubungan dengan atasan langsung
dan kondisi tempat kerja.
76

Harapan kepala ruang terhadap
pimpinan atau atasan langsung agar
perannya lebih optimal meliputi peningkatan
reward bagi perawat, perbaikan fasilitas dan
sarana prasarana, tindaklanjut dari pimpinan
dan pengembangan sumber daya manusia.
Kunci utama dalam kepuasan kerja yaitu:
input, hubungan manajer dengan staf,
disiplin kerja, lingkungan tempat kerja,
istirahat dan makanan yang cukup,
diskriminasi, kepuasan kerja, penghargaan
penampilan, klarifikasi kebijaksanaan,
prosedur, dan keuntungan, mendapatkan
kesempatan, pengambilan keputusan, dan
gaya manajer. Harapan lain adalah
meningkatkan kesejahteraan pegawai,
memonitor bawahan, dan membangun
komunikasi interaktif.

SARAN

Manajemen Rumah Sakit
Manajer rumah sakit diharapkan
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
kepala ruang melalui pendidikan dan
pelatihan terkait fungsi perencanaan dan
ketenagaan yang mendukung kelancaran
pelaksanaan tugas dengan cara pendidikan
formal, pelatihan manajemen keperawatan,
dan pelatihan manajemen logistik.
Manajemen perlu melengkapi uraian tugas
kepala ruang, protap-protap pelayanan,
peralatan medis dan keperawatan, serta
SDM sesuai standar.
Bidang keperawatan perlu
melakukan supervisi yang terstruktur dalam
upaya memberikan bimbingan dan arahan
untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
fungsi manajemen kepala ruang.
Diperlukan adanya kebijakan dari wakil
direktur pelayanan medik rumah sakit yang
mendukung adanya penilaian kinerja kepala
ruang dan perawat pelaksana yang
dihubungkan dengan kompensasi.


Bagi Kepala Ruang
1. Perlu meningkatkan pemahaman
tentang strategi menyusun perencanaan
ruangan.
2. Perlu meningkatkan pemahaman
tentang strategi rekruiment tenaga.
3. Melaksanakan pendokumentasian
semua kegiatan yang dilakukan.
4. Meningkatkan pendidikan formal ke
jenjang yang lebih tinggi.
5. Selalu berupaya meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan melalui
pendidikan non formal seperti pelatihan
dan seminar untuk menunjang
kelancaran dalam menjalankan tugas.


DAFTAR PUSTAKA

1. Lorraine. (2010). Beyond doing:
supporting clinical leadership and
nursing practice in aged care through
innovative models of care. Content
Management Pty Ltd. Contemporary
Nurse , 35(2): 157170
2. Huber D. (2010). Leadership nursing
and care management. Seven edition.
Philadelphia : W.B. Saunders Company.
3. Potter, (2010). Delegation practices
between registered nurses and nursing
assistive personnel. Journal of Nursing
Management, 18, 157165
4. Polit, F. D & Beck T. (2010). Nursing
research; Principles and methodes.5
th

ed. Philadelphia: Lippincott.
5. Creswell, W. J. (2003). Research
design. qualitative, quantitative, and
mixed methods approaches, 2nd ed,
New Delhi: Matura SAGE
Publications.
6. Streubert, J. H. & Carpenter, R. D.
(2003). Qualitative research in nursing.
3
td
ed. Philadelphia: Lippincott.
7. Moleong, L. J. (2010). Metodologi
penelitian kualitatif. Edisi Revisi.
Bandung: PT Rosdakarya.
8. Burn & Grove. (2010). Understanding
nursing research. Philadelphian. WB
Saunders Company.
9. Cartney, D. (2009). The nurse manager
the neglected middle. Healthcare
Financial Management, Aug , 63, 8.
ProQuest. pg. 74
10. Warsito, B. (2006). Pengaruh persepsi
perawat pelaksana tentang fungsi
manajerial kepala ruang terhadap
pelaksanaan manajemen asuhan
keperawatan di ruang rawat inap rsjd
dr. amino gondohutomo semarang.
Tesis Pasca Sarjana. UNDIP. Diperoleh
5 Mei 2012.
11. Liestyaningrum, W. (2010). Hubungan
persepsi perawat pelaksana tentang
pengawasan kepala ruangan dengan
kinerja di ruang rawat inap RSAL dr
Mintohardjo:http://www.digilib.ui.ac.id
/opac/themes/libri2/detail.jsp?id
12. Swansburg RC, Swansburg RJ. (2000).
Introductory management and
77

leadership for nurse. 2nd edition.
Toronto : Jonash and Burtlet Publisher.
13. Werdati. (2009). Hubungan gaya
kepemimpinan kepala ruang dengan
kinerja di rs kota semarang. Jurnal Gizi
dan Kesehatan. Vol I, No.2. Jun
14. Haaf, T. (2009). Nurse manager
competency and the relationship to staff
satisfaction, patient satisfaction, and
patient care outcomes; American
Journal of Critical Care; Mar; 15, 2;
ProQuest. pg. 217
15. Rohmawati, T. (2005). Hubungan
fungsi manajemen kepala ruangan
menurut persepsi perawat pelaksana
dan karakteristik individu dalam
melaksanakan asuhan keperawatan di
ruang instalasi rawat inap RSUD
Sumedang. Tesis. ProgramPascasarjana
UI.
16. Rutherford, P., Moen, R., & Taylor, J.
(2009). TCAB: The how and the
what: developing an initiative to
involve nurses in transformative
change. American Journal of Nursing,
109(11), 5-17.
17. Sumiyati, A. (2006). Analisis faktor-
faktor yang berhubungan dengan
kinerja kepala ruang rawat inap di
rumah sakit dokter kariadi semarang.
Tesis Pasca sarjana Undip. Diperoleh 5
Mei 2012.
18. Neuhauser. (2011). Impact of staff
engagement on nurse
satisfaction/retention and patient
outcomes of patient satisfaction and
ndnqi indicators. UMI Number:
1490875
19. Mangala. (2006). Improving nurse-
physician communication and
satisfaction in the intensive care
Narasimhan, American Journal of
Critical Care; Mar 2006; 15, 2;
ProQuest. pg. 217
20. Beck, J. (2005). Nurses voice: the
meaning of voice to experienced
registered nurses employed in a magnet
hospital workplace. ProQuest
Information and Learning Company,
diperoleh 1 februari 2012.
21. Leer, R. (2006). Effective nursing
management: a solution for nurses job
dissatisfaction, and low retention rate?.
ProQuest Information and Learning
Company, diperoleh 15 Februari 2012.
22. Turner, B. (2010) A study of the
emotional quotient of nursing managers
compared to the outcome of an
employee opinion survey; UMI Number:
3432190
23. Saining, Asiah & Indar. (2012), Analisis
faktor keinginan pindah kerja (intention
turnover) perawat di rumah sakit umum
daerah kabupaten buol provinsi
sulawesi tengah. Tesis ProgramPasca
Sarjana Unhas. Diperoleh 2 Maret 2012.
24. Gatot & Adisasmito. (2005). Hubungan
karakteristik perawat, isi pekerjaan dan
lingkungan pekerjaan terhadap
kepuasan kerja perawat di instalasi
rawat inap rsud gunung jati Cirebon;
Makara, Kesehatan, Vol. 9, No. 1,
JUNI: 1-8
78

Pengaruh Pemberian Terapi Religi Terhadap Penurunan Tingkat
Depresi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
Ungaran

Nilawati
*)
, Rosalina, Puji Purwaningsih
**)

*)
Alumni Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
**)
Staff Pengajar ProgramStudi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo


ABSTRACT
Depression in the elderly is a psychogeriatric problemwich often happens and needs
special attention. Depression is less human function related to sad feeling and its supporting
factors, including the change of sleep pattern and appetite, psychomotor, concentration, fatigue,
despair, usefulness and suicide. One way to decrease depression in elderly is relaxation like
listening to Quran recication. This activity can raise relaxation response and pacify soul. The
purpose of this study was to understand the effects of giving Quran recitation therapy to decrease
depression level in the elderly at Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit.
The type of this study was Quasi Experiment study with Non Equivalent Control Group
Design. The population of this study was all moslem elderly at Wening Wardoyo Social
Rehabilitation Unit. The technique of sample taking was quota sampling where the taken samples
were suitable with certain characteristics to get the target of quota and got 50 samples in
accordance with inclusive criteria. Data collecting was done by measuring the depression level in
the elderly by using SDG to control and treatment group before and after giving Quran recitation
therapy.
The result showed p value 0,000 < (0,05), so the conclusion of this study is that there
are effects of Quran recication therapy to decrease the depression level in the elderly. Quran
recication therapy could be used as an alternative intervention for managing depression level in the
elderly.

Key Words : Quran Recication Therapy, Elderly, Depression


ABSTRAK
Depresi pada lansia merupakan masalah psikogeriatri yang sering dijumpai dan perlu
mendapat perhatian khusus. Depresi merupakan terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alamperasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, putus asa dan tak berdaya serta gagasan bunuh diri.
Salah satu cara untuk mengatasi depresi lansia adalah dengan relaksasi seperti mendengarkan Al-
Quran. Lantunan murotal Al-Quran mampu membangkitkan tanggapan relaksasi dan hati menjadi
tentram. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian terapi murotal Al-
Quran terhadap penurunan depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
Ungaran.
Jenis penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperiment dengan rancangan Non
Equivalent Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia yang beragama
Islamdi Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah quota sampling dimana sampel diambil sesuai dengan ciri-ciri tertentu yang
sudah ditetapkan sampai jumlah (kuota) yang diinginkan dan didapat 50 lansia yang memenuhi
kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur tingkat depresi lansia
menggunakan SDG pada kelompok kontrol dan perlakuan sebelumdan setelah pemberian terapi
murotal Al-Quran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa p value 0,000 < (0,05), sehingga kesimpulan dari
penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian terapi murotal Al-Quran terhadap penurunan tingkat
depresi pada lansia. Terapi murotal Al-Quran dapat digunakan sebagai alternatif intervensi untuk
penatalaksanaan depresi pada lansia.


Kata kunci : Terapi Murotal Al-Quran, Lansia, Depresi
79

PENDAHULUAN

Penyebab depresi pada lansia
bervariasi. Pertama adalah faktor psikologis
seperti penyesuaian terhadap hilangnya
sumber penghasilan, hilangnya status sosial,
kehilangan orang yang dicintai, dan
perasaaan putus asa karena
ketidakberdayaan. Kedua kerentanan faktor
biologi terhadap depresi, hal ini terjadi
karena disregulasi neurotransmiter otak,
sepaerti rendahnya kadar serotonin,
norepinefrin dan dopamin serta
meningkatnya monoamin oksidase (MAO),
dan lebih lanjut kadar katekolamin akan
berkurang. Terakhir depresi pada lansia
dihubungkan dengan penyakit fisik dan
penggunaan obat-obatan yang penting pada
pengobatan penyakit fisik tersebut (Viora,
2000).
Penatalaksanaan depresi pada lansia
yaitu mencakup terapi biologik dan
psikososial. Terapi biologik antara lain
dengan pemberian obat antidepresan, terapi
kejang listrik (ECT), terapi sulih hormon
dan Transcranial Magnetic Stimulation
(TMS). Sementara terapi psikosial bertujuan
mengatasi masalah psikoedukatif, yaitu
mengatasi kepribadian maladaptif, distorsi
pola berpikir, mekanisme koping yang tidak
efektif, hambatan relasi interpersonal. Terapi
ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah
sosiokultural, seperti keterbatasan dukungan
dari keluarga kendala terkait faktor kultural,
perubahan peran sosial (Nita, 2008).
Terapi pembacaan Al-Quran dapat
mempercepat penyembuhan, hal ini telah
dibuktikan oleh berbagai ahli seperti yang
telah dilakukan Ahmad al Khadi, direktur
utama Islamic Medicine Institute for
Education and Research di Florida,
Amerika Serikat. Dalamkonferensi tahunan
ke XVII Ikatan Dokter Amerika, wilayah
missuori AS, Ahmad Al-Qadhi melakukan
presentasi tentang hasil penelitianya dengan
tema pengaruh Al-Quran pada manusia
dalamperspektif fisiologi dan psikologi. Ia
meneliti pengaruh Al-Qur'an pada manusia
dalam perspektif fisiologi dan psikologi.
Penelitian dilakukan dalam 2 tahapan. Tahap
pertama, bertujuan untuk meneliti
kemungkinan adanya pengaruh Al-Qur'an
pada fungsi organ tubuh sekaligus mengukur
intensitasnya jika memang ada. Tahap
kedua, diarahkan untuk mengetahui apakah
efek yang ditimbulkan benar-benar karena
Al-Qur'an atau bukan. Pengukuran dalam
penelitian ini menggunakan mesin pengukur
dan terapi stres yang berbasis komputer,
model medical data quotient 2002
(MEDAQ) yang ditemukan dan
dikembangkan Pusat Kedokteran Universitas
Boston. Alat ini mampu mengukur reaksi
yang menunjukkan tingkat stres dengan 2
cara: (1) melakukan pemeriksaan fisik
secara langsung melalui komputer, dan (2)
memonitor serta mengukur perubahan-
perubahan fisiologis pada tubuh. Hasil
eksperimen menunjukkan, bacaan Al-Qur'an
menimbulkan efek relaksasi hingga 65%.
Hasil ini juga menunjukkan, Al-Qur'an
memiliki pengaruh positif yang cukup
signifikan dalam menurunkan ketegangan
(stres) pada pengukuran kualitatif maupun
kuantitatif. Pengaruh ini tampak dalam
bentuk perubahan-perubahan yang terjadi
pada arus listrik di otot, juga perubahan pada
daya tangkap di kulit terhadap konduksi
listrik, perubahan pada sirkulasi darah, serta
perubahan pada detak jantung, kadar darah
yang mengalir pada kulit yang kesemuanya
saling terkait dan paralel dengan perubahan-
perubahan pada aspek lain (Sukaca, 2010).
Terapi murotal ini bekerja pada
otak, dimana ketika didorong oleh
rangsangan dari luar (terapi Al-Quran),
maka otak akan memproduksi zat kimia
yang disebut neuropeptide. Molekul ini akan
menyangkutkan ke dalam reseptor reseptor
mereka yang ada di dalamtubuh dan akan
memberikan umpan balik berupa
kenikmatan atau kenyamanan (Al-Kahil,
2010).
Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan peneliti tanggal 20 J uli 2011 di
Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
Ungaran, diperoleh data bahwa jumlah
lansia yang ada di Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo saat ini yaitu sebanyak
100 orang karena kapasitas maksimum yang
diterima oleh Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo hanya sebanyak 100 orang
dan dari 100 lansia tersebut didapatkan
jumlah lansia yang beragama Islam
sebanyak 72 orang. Ketua Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo mengatakan bahwa
sebagian besar lansia di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo mengalami depresi.
Peneliti mengajukan kuesioner skala depresi
geriatrik (SDG) serta wawancara pada 9
orang lansia yang terdiri dari 4 laki-laki dan
5 perempuan. Peneliti mendapatkan 3 lansia
mengalami suasana perasaan sedih, mudah
lelah, nafsu makan berkurang, mengalami
gangguan tidur serta mengatakan diri tidak
berdaya. Terdapat 3 lansia mengalami rasa
80

pesimistis, merasa bersalah dan tidak
berguna, gangguan perasaan sedih atau putus
harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah,
kelelahan fisik, gangguan tidur. Terdapat 1
lansia mengalami afek depresif, pesimistis,
gagasan tentang rasa bersalah dan tidak
berguna, gangguan perasaan sedih atau putus
harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah,
kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan
nafsu makan, pandangan masa depan yang
suram dan ketidakmampuan konsentrasi.
Para lansia tersebut mengatakan bahwa
depresi yang mereka alami umumnya
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
kehilangan jabatan sehingga mereka merasa
sudah tidak berguna, ditinggal keluarga
sehingga mereka merasa kesepian dan tidak
ada yang memperhatikan, mengidap
penyakit yang lama dan tidak kunjung
sembuh. Peneliti mendapatkan 4 dari 7
lansia yang mengalami depresi mengatakan
bahwa ketika membaca dan mendengarkan
bacaan Al-Quran membuat perasaannya
lebih tenang dan yang lainnya mengatakan
jarang membaca Al-Quran.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan kepala Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo mengatakan bahwa dalam
mengatasi depresi lansia tersebut pihak panti
mengadakan kegiatan rekreasi setiap satu
tahun sekali, mengadakan kegiatan
kerohanian tiga kali seminggu, terapi musik
dan bimbingan konseling. Terapi murotal
Al-Quran belumpernah dilakukan sebagai
teknik relaksasi untuk membantu
menurunkan stress dan depresi pada lansia di
Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo.
Melihat fenomena di atas maka peneliti
sangat tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pengaruh pemberian terapi
murotal Al-Quran terhadap penurunan
depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran.


METODE PENELITIAN

Peneliti menggunakan rancangan
eksperimen semu (Quasi Eksperimen), yaitu
dengan menggunakan Non Equivalent
Control Group Design karena dalam
penelitian ini sulit untuk dilakukan
randomisasi serta dalam penelitian ini
memerlukan dua kelompok yaitu kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol. Desain ini
mengukur apa yang terjadi pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol sesuai
dengan kondisi awalnya sebelumperlakuan
(kondisi pretest) dan perbedaan yang tampak
diakhir perlakuan (kondisi posttest)
(Dempsey, 2002). Sampel pada desain
penelitian ini diobservasi terlebih dahulu
sebelumdiberi perlakuan, kemudian setelah
diberikan perlakuan sampel tersebut
diobservasi kembali (Azis, 2008). Peneliti
melakukan pengukuran tingkat depresi
lansia dengan menggunakan SDG (Skala
Depresi Geriatrik) pada kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol sebelum dilakukan
terapi murotal Al-Quran dan sesudahnya,
kemudian dibandingkan hasil pretest dan
posttest untuk mengetahui apakah ada
perbedaan antara sebelum dan sesudah
pemberian terapi murotal Al-Quran pada
kelompok perlakuan serta apakah ada
perbedaan antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol, sehingga diketahui
pengaruh pemberian terapi murotal Al-
Quran terhadap penurunan tingkat depresi
pada lansia.
Populasi adalah keseluruhan obyek
penelitian atau obyek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010). Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh lansia yang
beragama Islam di Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo Kecamatan Ungaran
Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 72
orang. Sampel adalah bagian dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi. Suatu penelitian
dapat menggunakan seluruh obyek atau
hanya mengambil sebagian dari keseluruhan
populasi. Sampel yang baik adalah sampel
yang representatif/mewakili populasi
(Notoatmodjo, 2010).
Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah teknik pengambilan
sampel jenis non random sampling yaitu
pengambilan sampel yang tidak didasarkan
atas kemungkinan yang dapat
diperhitungkan, tetapi semata-mata hanya
berdasarkan segi-segi kepraktisan belaka,
dengan metode quota sampling yaitu teknik
untuk menentukan sampel dari populasi
yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai
jumlah (kuota) yang diinginkan (Sugiyono,
2003). Dalam mengumpulkan data, peneliti
menghubungi subyek yang memenuhi
persyaratan ciri-ciri populasi, tanpa
menghiraukan dari mana asal subjek tersebut
(asal masih dalam populasi). Ciri-ciri
populasi dalam penelitian ini yang
digunakan oleh peneliti sebagai sampel yaitu
:
81

1. Klien berusia 60-85 tahun yang berada
di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran
2. Klien yang mengalami depresi ringan,
sedang dan berat
3. Klien yang kooperatif atau kesadaran
baik
4. Klien yang dapat berkomunikasi verbal
dengan baik
5. Klien yang tidak memiliki gangguan
pendengaran

Penelitian ini dilakukan di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang
yang merupakan salah satu instansi
pemerintah dibawah Dinas Kesejahteraan
Sosial Propinsi Jawa Tengah. Alat
pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian terapi murotal Al-Qur,an ini yaitu
menggunakan kaset murotal surah Ar-
Rahman oleh Syeikh Saad Al-Ghomidi.
Daftar pertanyaan SDG (Skala Depresi
Geriatrik) dengan 15 item pertanyaan
digunakan untuk menilai tingkat depresi
pada lansia. Alat ukur SDG berisikan
tentang perasaan seperti kesedihan, harapan,
kekecewaan, pesimisme, perasaan gagal,
perasaan berharga, ketidakpuasan, perasaan
bersalah, ketidakpuasan pada diri sendiri,
penarikan diri, ketidakmampuan membuat
keputusan, perubahan gambaran diri,
kesulitan bekerja, kelemahan dan anoreksia.
Analisa ini dilakukan dengan tujuan
untuk mendefinisikan tiap variabel yang
diteliti secara terpisah dengan cara membuat
tabel frekuensi dari masing-masing variabel
(Sutanto, 2007). Adapun variabel yang
dianalisis adalah tingkat depresi lansia
kelompok eksperimen sebelumdan sesudah
diberikan terapi murotal Al-Quran serta
tingkat depresi lansia kelompok kontrol pada
awal dan akhir penelitian, sehingga skor
depresi pada lansia yang berupa skala
interval dilakukan pengkategorian untuk
kepentingan analisis ini.
Analisa ini dilakukan dengan tujuan
untuk menguji variabel-variabel penelitian
yaitu variabel independen dengan variabel
dependen. Hal ini berguna untuk
membuktikan atau menguji hipotesis yang
telah dibuat. Untuk menguji hipotesis
komparatif rata-rata dua sampel apabila
datanya berbentuk interval atau ratio maka
menggunakan uji statistik parametrik
(Sugiyono, 2007).
Penggunaan statistik parametrik
bekerja dengan asumsi bahwa data setiap
variabel penelitian yang akan dianalisis
membentuk distribusi normal. Hasil uji
normalitas Shapiro-Wilk didapatkan bahwa
p-value untuk depresi (pretest) pada
kelompok eksperimen sebesar 0,082 dan
pada kelompok kontrol 0,124. Sedangkan p
value untuk depresi (posttest) pada
kelompok eksperimen sebesar 0,251 dan
kelompok kontrol 0,338. Dari hasil ini
terlihat bahwa semua p value tersebut lebih
besar dari (0,05). Ini menunjukkan bahwa
semua data yang diperoleh dapat dinyatakan
berdistribusi normal.
Uji parametrik yang digunakan
untuk mengetahui pengaruh pemberian
terapi murotal Al-Quran terhadap tingkat
depresi lansia di Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo Ungaran sebelum dan
sesudah diberikan terapi murotal Al-Quran
pada kelompok perlakuan serta perbedaan
tingkat depresi lansia di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran pada awal
dan akhir penelitian pada kelompok kontrol
yaitu menggunakan uji statistik t-test
dependent. Hipotesa yang diajukan diterima
dengan ketentuan nilai keyakinan yang
dipakai adalah 0,95 dan nilai kemaknaan =
0,05 atau dengan kata lain yaitu Ho ditolak
jika nilai p value < (0,05).
Uji parametrik yang digunakan
untuk mengetahui pengaruh terapi murotal
Al-Quran terhadap penurunan tingkat
depresi lansia di Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo Ungaran maka uji yang
digunakan adalah uji statistik t-test
independent karena membandingkan data
yang berasal dari dua kelomok data yang
tidak berpasangan yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Hipotesa
yang diajukan diterima dengan ketentuan
nilai keyakinan yang dipakai adalah 0,95
dan nilai kemaknaan = 0,05 atau dengan
kata lain yaitu Ho ditolak jika nilai p value <
(0,05).

HASIL PENELITIAN

Responden dalam penelitian ini
adalah para lansia yang beragama Islam di
Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
Ungaran sejumlah 50 orang, dimana 25
responden sebagai kelompok eksperimen
dan 25 responden lainnya sebagai kelompok
kontrol. Hasil penelitian ini meliputi dua
bagian yaitu analisis univariat dan analisis
bivariat.
82

Analisis Univariat

1. Gambaran Depresi Lansia Sebelum Terapi Murotal Al-Quran

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Depresi Sebelum Terapi Murotal Al Quran pada
Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Tahun 2012










Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa sebelumdiberikan terapi murotal Al-
Quran pada kelompok eksperimen, sebagian besar lansia mengalami depresi sedang yaitu
sejumlah 12 orang (48,0%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar lansia juga
mengalami depresi sedang yaitu sejumlah 13 orang (52,0%).


2. Gambaran Depresi Lansia Setelah Terapi Murotal Al-Quran
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Depresi Setelah Terapi Murotal Al Quran pada
Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Tahun 2012










Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa setelah diberikan terapi Murotal Al-
Quran pada kelompok eksperimen, sebagian besar lansia mengalami depresi ringan yaitu
sejumlah 16 orang (64,0%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar lansia masih
tetap mengalami depresi sedang yaitu sejumlah 13 orang (52,0%).


3. Uji Kesetaraan (Perbedaan Tingkat Depresi Lansia antara Kelompok Eksperimen
dengan Kelompok Kontrol Sebelum Terapi Murotal Al-Quran)

Tabel 3 Perbedaan Tingkat Depresi Lansia antara Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol
SebelumTerapi Murotal Al-Quran di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
Tahun 2012

Terapi Kelompok n Mean SD t p-value
Sebelum

Eksperimen
Kontrol
25
25
9,60
8,60
2,84
3,14
1,181 0,243

Berdasarkan tabel di atas, hasil t-test independent didapatkan bahwa p-value 0,243 >
(0,05). Ini menunjukkan bahwa Ho gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat kesetaraan yang signifikan tingkat depresi lansia antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol sebelumterapi murotal Al-Quran di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran.

Depresi
Sebelum Terapi
Kelompok
Eksperimen
Kelompok
Kontrol
f % f %
Tidak Depresi
Depresi Ringan
Depresi Sedang
Depresi Berat
0
4
12
9
0,0
16,0
48,0
36,0
0
4
13
8
0,0
16,0
52,0
32,0
Jumlah 25 100,0 25 100,0
Depresi
Setelah Terapi
Kelompok
Eksperimen
Kelompok
Kontrol
f % f %
Tidak Depresi
Depresi Ringan
Depresi Sedang
Depresi Berat
1
16
7
1
4,0
64,0
28,0
4,0
0
3
13
9
0,0
12,0
52,0
36,0
Jumlah 25 100,0 25 100,0
83


Analisis Bivariat
Pada bagian ini disajikan analisis bivariat, yaitu analisis yang dilakukan pada dua variabel
yang diduga berpengaruh atau berhubungan, dimana sesuai dengan tujuan penelitian, disajikan
pengaruh terapi murotal Al-Quran terhadap penurunan depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Peneliti menggunakan uji t untuk mengetahui pengaruh ini,
dimana hasil uji t disajikan sebagai berikut.

1. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Murotal Al-Quran
pada Kelompok Eksperimen

Tabel 4 Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelumdengan Setelah Terapi Murotal Al-
Quran pada Kelompok Eksperimen di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Kelompok Perlakuan n Mean SD t p-value
Eksperimen

Sebelum
Setelah
25
25
9,60
4,96
2,84
2,75
11,379 0,000

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor depresi lansia pada
kelompok eksperimen sebesar 9,60 sebelumterapi kemudian turun menjadi 4,96 setelah terapi
murotal Al-Quran. Data tersebut menunjukkan bahwa depresi lansia kelompok eksperimen
mengalami penurunan setelah terapi.


2. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Murotal Al-Quran
pada Kelompok Eksperimen

Tabel 4 Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelumdengan Setelah Terapi Murotal Al-
Quran pada Kelompok Eksperimen di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Kelompok Perlakuan n Mean SD t p-value
Eksperimen

Sebelum
Setelah
25
25
9,60
4,96
2,84
2,75
11,379 0,000

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor depresi lansia pada
kelompok eksperimen sebesar 9,60 sebelumterapi kemudian turun menjadi 4,96 setelah terapi
murotal Al-Quran. Data tersebut menunjukkan bahwa depresi lansia kelompok eksperimen
mengalami penurunan setelah terapi.

3. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Murotal Al-Quran
pada Kelompok Kontrol

Tabel 5 Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelumdengan Setelah Terapi Murotal Al-
Quran pada Kelompok Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Kelompok Perlakuan n Mean SD t p-value
Kontrol

Sebelum
Setelah
25
25
8,60
9,16
3,136
2,925
-2,791 0,010

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor depresi lansia pada
kelompok kontrol sebesar 8,60 sebelumterapi kemudian naik menjadi 9,16 setelah terapi
Murotal Al-Quran. Data tersebut menunjukkan bahwa depresi lansia kelompok kontrol
mengalami peningkatan pada akhir penelitian.
Berdasarkan uji t (t-test dependent) didapatkan bahwa p-value=0,010 < (0,05). Ini
menunjukkan bahwa Ho ditolak, artinya ada peningkatan yang signifikan tingkat depresi
lansia di akhir penelitian di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.
84


4. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia antara Kelompok Eksperimen dengan Kelompok
Kontrol Setelah Terapi Murotal Al-Quran

Tabel 6 Perbedaan Tingkat Depresi Lansia antara Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol
Setelah Terapi Murotal Al-Quran di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
Tahun 2012

Terapi Kelompok n Mean SD t p-value
Setelah Eksperimen
Kontrol
25
25
4,96
9,16
2,746
2,925
5,234 0,000


Berdasarkan tabel di atas,
dapat diketahui bahwa rata-rata skor
tingkat depresi lansia setelah terapi
murotal Al Quran pada kelompok
eksperimen sebesar 4,96 dan pada
kelompok kontrol sebesar 9,16. Data
ini menunjukkan bahwa tingkat depresi
lansia pada kelompok eksperimen lebih
rendah daripada kelompok kontrol
setelah terapi murotal Al-Quran.
Berdasarkan uji t (t-test
independent) didapatkan nilai bahwa p-
value= 0,000 < (0,05). Ini
menunjukkan bahwa Ho ditolak,
sehingga dapat disimpulkan bahwa
tingkat depresi lansia pada kelompok
eksperimen lebih rendah secara
signifikan dibandingkan dengan
kelompok kontrol setelah terapi
murotal Al-Quran di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran.
Sebelum diberikan terapi
murotal Al-Quran pada kelompok
eksperimen didapatkan rata-rata skor
depresi lansia yaitu 9,60 dengan standar
deviasi 2, 843 kemudian setelah
diberikan terapi murotal Al-Quran rata-
rata skor depresi lansia turun menjadi
4,96 dengan standar deviasi 2,746. Data
tersebut menunjukkan bahwa tingkat
depresi lansia kelompok eksperimen
mengalami penurunan setelah diberikan
terapi murotal Al-Quran.


KESIMPULAN

1. Lansia kelompok eksperimen
sebelum diberikan terapi murotal
Al-Quran sebagian besar
mengalami depresi sedang yaitu
sebanyak 48,0%. Setelah diberikan
terapi murotal Al-Quran sebagian
besar mengalami depresi ringan
yaitu sebanyak 64,0%.
2. Lansia kelompok kontrol di awal
dan akhir penelitian sama yaitu
sebagian besar mengalami depresi
sedang sebanyak 52,0%.
3. Ada penurunan yang signifikan
tingkat depresi lansia pada
kelompok eksperimen setelah terapi
murotal Al-Quran dan ada
peningkatan yang signifikan tingkat
depresi lansia kelompok kontrol
pada akhir penelitian di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran dengan
p value =0,000 < (0,05).
4. Ada pengaruh pemberian terapi
murotal Al-Quran terhadap
penurunan tingkat depresi lansia di
Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran dengan p value
= 0,000 < (0,05).

SARAN
1. Bagi Perawat, Tenaga Kesehatan
lainnya dan Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo
Terapi murotal Al-Quran sebagai
salah satu alternatif intervensi yang
dapat dimanfaatkan oleh tenaga
keperawatan maupun tenaga
kesehatan lainnya untuk membantu
menurunkan tingkat depresi lansia.
2. Bagi Masyarakat Khusus (Lansia)
Lansia dapat menggunakan terapi
murotal Al-Quran untuk
menghindari terjadinya depresi,
mengusir segala kegundahan dalam
hati serta untuk menciptakan
suasana hati yang tenang dan
tentram.
85

Efektifitas Terapi Bawang Putih dalam Penurunan Hipertensi di
Desa Nyatnyono, Ungaran Kabupaten Semarang

Dwi Novitasari
*)
, Puji Purwaningsih
*)

*)
Staf pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo


ABSTRAK

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan
berlanjut ke suatu organ target seperti stroke, penyakit jantung koroner (PJ K) dan hipertrofi
ventrikel kanan. Hipertensi dapat disebabkan karena komplikasi dari aterosklerosis yang lama,
karena pembentukan trombus, jaringan parut, proliferasi sel otot polos, maka lumen arteri
berkurang dan resistensi terhadap aliran yang melintasi arteri.
Desain penelitian merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan matang
tentang hal-hal yang akan dilakukan sebagai landasan berpijak, dapat pula dijadikan dasar
penelitian baik oleh peneliti sendiri maupun orang lain terhadap kegiatan penelitian. Sampel yang
digunakan sebesar : 31
Penurunan tekanan darah sistol responden setelah diberikan terapi bawang putih (Allium
sativum linn) sebesar 14,38 mmHg. Sedangkan penurunan tekanan darah diastol responden setelah
diberikan terapi bawang putih (Allium sativum linn) sebesar 11,57 mmHg. Berdasarkan uji
Wilcoxon didapatkan sistol nilai Z hitung -4,932 dengan p-value sebesar 0,000. Sedangkan
didapatkan diastol nilai Z hitung -4,845 dengan p-value sebesar 0,000. Oleh karena p-value 0,000
< (0,05), maka Ho ditolak, yang berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan tekanan darah
sistol dan diastol responden sebelumdan sesudah pemberian terapi bawang putih (Allium Sativum
linn) pada penderita hipertensi di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten
Semarang.

Kata kunci : hipertensi, bawang putih








PENDAHULUAN

Hipertensi adalah keadaan
peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang akan berlanjut ke suatu organ
target seperti stroke, penyakit jantung
koroner (PJ K) dan hipertrofi ventrikel
kanan.
1)
Hipertensi dapat disebabkan karena
komplikasi dari aterosklerosis yang lama,
karena pembentukan trombus, jaringan
parut, proliferasi sel otot polos, maka lumen
arteri berkurang dan resistensi terhadap
aliran yang melintasi arteri.
Berdasarkan studi pendahuluan
yang peneliti lakukan di desa Nyatnyono
setelah mengukur tekanan darah dan hasil
yang didapat dari pengukuran yaitu diatas
140/80 sebanyak 124 orang yang menderita
tekanan darah tinggi. Dari hasil wawancara
dengan 10 penderita hipertensi 8 diantaranya
biasanya memakan buah mentimun, alpokat,
seledri atau belimbing untuk menurunkan
tekanan darah tingginya. Beberapa penderita
hipertensi ada yang meminum obat anti
hipertensi (Captopril) dalam jangka waktu
lama dapat menimbulkan efek samping,
kecanduan dan biar overdosis dapat
membahayakan pemakainya, terutama pada
gangguan fungsi ginjal. Untuk menurukan
tekanan darah penderita hipertensi belum
mencoba menggunakan terapi herbal dengan
terapi bawang putih (Alium sativum linn)
yang merupakan bumbu dapur yang mudah
didapat, relatif murah, praktis bisa diolah
sendiri, dan dapat menurunkan tekanan
darah.



86

METODE PENELITIAN

Desain penelitian merupakan
keseluruhan proses pemikiran dan penentuan
matang tentang hal-hal yang akan dilakukan
sebagai landasan berpijak, dapat pula
dijadikan dasar penelitian baik oleh peneliti
sendiri maupun orang lain terhadap kegiatan
penelitian.
2)


Bentuk Gambaran rancangan penelitian ini
sebagai berikut:




Keterangan :
O1 =Hasil pengukuran tekanan darah pretest
(sebelum) diberikan terapi bawang putih
O2 =Hasil pengukuran posttest (setelah) 7
hari diberikan terapi bawang putih.
X =Perlakuan atau pemberian terapi bawang
putih.
(O1-O2) =Perbedaan tekanan darah sebelumdan
sesudah pemberian terapi bawang putih.

Suatu kelompok sebelumdiberikan
perlakuan tertentu diberi pre-test, kemudian
setelah perlakuan dilakukan pengukuran lagi
untuk mengetahui akibat dari perlakuan.
Pengujian sebab akibat dengan cara
membandingkan hasil pre-test dengan post-
tes.
3)

Populasi dalam penelitian ini
adalah semua penderita hipertensi yang
tinggal di Desa Nyatnyono Kecamatan
Ungaran Barat Kabupaten semarang yaitu
sebanyak 124 orang penderita hipertensi.
Sampel adalah bagian dari populasi yang
dipilih dengan sampling tertentu untuk bisa
memenuhi dan mewakili seluruh populasi.
4)

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh
jumlah sampel sebanyak 32 orang.
Penelitian ini dilakukan di Desa Nyatnyono
Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten
Semarang. Penelitian ini dilakukan pada
tanggal 22 juni 2012 s/d 29 juni 2012.
Analisa ini dilakukan dengan
tujuan untuk menguji variabel-variabel
penelitian yaitu variabel independen dengan
variabel dependen. Hal ini berguna untuk
membuktikan atau menguji hipotesis yang
telah dibuat.
5)
Analisis yang digunakan
adalah uji Wilcoxon sebagai alternatif t-test
dependent, karena distribusi data tidak
normal (=0,05).


HASIL PENELITIAN

Tabel 1 Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian Terapi Bawang
Putih (Allium Sativum Linn) Pada Penderita Hipertensi Di Desa Nyatnyono
Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.

Variabel Perlakuan n
Mean
(mmHg)
SD
(mmHg)
Z p-value
TD Sistol

TD Diastole

Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
32
32
32
32
154,38
140,00
91,88
80,31
11,897
11,640
5,923
4,004
-4,932

-4,845
0,000

0,000


Tabel diatas menunjukkan bahwa
tekanan darah pada penderita hipertensi
sebelum pemberian terapi bawang putih
(Allium sativum linn) yaitu rata-rata tekanan
darah sistol responden sebesar 154,38
mmHg dan rata-rata tekanan darah diastol
responden sebesar 91,88 mmHg. Sedangkan
tekanan darah pada penderita hipertensi
setelah pemberian terapi bawang putih
(Allium sativum linn) yaitu rata-rata tekanan
darah sistol responden sebesar 140,00
mmHg sedangkan tekanan diastolnya rata-
rata sebesar 80,31 mmHg.
Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui bahwa setelah pemberian terapi
bawang putih (Allium sativum linn) tekanan
darah sistol dan diastole pada reponden
mengalami penurunan. Penurunan tekanan
darah sistol responden setelah diberikan
terapi bawang putih (Allium sativum linn)
sebesar 14,38 mmHg. Sedangkan penurunan
tekanan darah diastol responden setelah
diberikan terapi bawang putih (Allium
sativum linn) sebesar 11,57 mmHg.
Berdasarkan uji Wilcoxon didapatkan sistol
nilai Z hitung -4,932 dengan p-value sebesar
0,000. Sedangkan didapatkan diastol nilai Z
hitung -4,845 dengan p-value sebesar 0,000.
Oleh karena p-value 0,000 < (0,05), maka
Ho ditolak, yang berarti bahwa ada
Pretes Perlakuan Postes
O1 X O2
87

perbedaan yang signifikan tekanan darah
sistol dan diastol responden sebelumdan
sesudah pemberian terapi bawang putih
(Allium Sativum linn) pada penderita
hipertensi di Desa Nyatnyono Kecamatan
Ungaran Barat Kabupaten Semarang.


KESIMPULAN
1. Tekanan darah pada penderita
hipertensi sebelumpemberian terapi
bawang putih (Allium sativum linn)
yaitu rata-rata tekanan darah sistol
responden sebesar 154,38 mmHg
dan rata-rata tekanan darah diastol
responden sebesar 91,88 mmHg.
2. Tekanan darah pada penderita
hipertensi setelah pemberian terapi
bawang putih (Allium sativum linn)
yaitu rata-rata tekanan darah sistol
responden sebesar 140,00 mmHg
sedangkan tekanan diastolnya rata-
rata sebesar 80,31 mmHg.
3. Ada perbedaan tekanan darah pada
penderita hipertensi sebelumdan
sesudah pemberian terapi bawang
putih (Allium sativum linn).
Berdasarkan uji Wilcoxon, untuk
tekanan sistol didapatkan nilai Z
hitung -4, 932 dengan p-value
sebesar 0,000. Sedangkan untuk
tekanan diastolik didapatkan nilai Z
hitung -4,845 dengan p-value
sebesar 0,000. Oleh karena masing-
masing nilai p-value 0,000 <
(0,05), maka Ho ditolak, yang
berarti bahwa ada perbedaan yang
signifikan tekanan darah sistol dan
diastol responden sebelum dan
sesudah pemberian terapi bawang
putih (Allium Sativum Linn) pada
penderita hipertensi di Desa
Nyatnyono Kecamatan Ungaran
Barat Kabupaten Semarang.


SARAN
1. Bagi institusi
Terapi bawang putih (Allium
Sativum linn) sebagai salah satu
alternatif intervensi yang dapat
dimanfaatkan untuk menurunkan
tekanan darah pada penderita
hipertensi.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian lebih lanjut dapat
melakukan pengawasan yang lebih
intensif terhadap faktor yang
menentukan dan membantu
pengendalin tekanan darah pada
penderita hipertensi misalnya
mengontrol pola makan, olahraga,
bantuan dari kelompok pendukung,
merokok.
3. Bagi masyarakat
Masyarakat dapat membantu
penderita hipertensi untuk
menurunkan tekanan darah dengan
memberikan terapi bawang putih
(Allium sativum linn) serta
mengawasi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi tekanan darah dan
memotivasi penderita hipertensi
dalampemberian bawang putih.
4. Bagi penderita hipertensi
Hasil penelitian menunjukkan
terjadi penurunan tekanan darah
pada penderita hipertensi yang
mengonsumsi bawang putih oleh
karena itu terapi ini dapat menjadi
bahan pertimbangan untuk memilih
pengobatan alternatif yang tepat
dan praktis tanpa efek samping
untuk penurunan tekanan darah.
Mengingat manfaat bawang putih
yang besar maka diharapkan
masyarakat dapat memanfaatkan
bawang putih untuk menurunkan
tekanan darah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi
Penyakit Tidak Menular. Jakarta:
Rineka Cipta.
2. Margono. 2004.
3. Nursalam. 2008. Konsep &
Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Kesehatan Pedoman Skripsi,
Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
4. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta.
5. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif Dan R&D.
Bandung: CV Alfabeta
88

Gambaran Pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) Oleh Bidan Desa Di Wilayah Kerja Puskesmas Tasikmadu
Kabupaten Karanganyar

Dal Sulasiati
*)
, Eko Susilo
**)
, Sri Wahyuni
***)
*)
Alumni ProgramStudi D-IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
**)
Staf Pengajar ProgramStudi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
***)
Staf Pengajar ProgramStudi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo


ABSTRACT
Various efforts have been made by the government to reduce the Maternal Mortality Rate
(MMR) and Infant Mortality Rate (IMR) in Indonesia has been able to reduce but very slow. One
of the latest solutions to accelerate the reduction in maternal and infant mortality by implementing
the prevention program planning and delivery complications (P4K) through the installation
stickers on all home delivery of pregnant women has been promoted nationally since 2007. This
study aims to describe the implementation of the Programme Planning and Delivery
Complications Prevention (P4K) by village midwives in Tasikmadu health center society ,
Karanganyar Regency.
The study design used in this study was a descriptive survey approach. Samples were taken
with a total population of techniques that all midwives working in the health center Tasikmadu
Karanganyar 15 people. Analysis of data using univariate test.
The results of this study indicate that all respondents were as many as 15 respondents
(100%) carry out antenatal care, treatment referral of complications in pregnant women, execution
and delivery by health plans spousal support / family to work in the area of maternal health clinic
in Tasikmadu Karanganyar district either category. In addition, the results of the study also
showed that most respondents as many as 11 respondents (73.3%) stated that planning for pregnant
women in the use of postpartum family planning clinic in the region of Tasikmadu Karanganyar
less category and the majority of respondents as many as 12 respondents (80, 0%) stated that
cooperation between midwives working with shamans in the Tasikmadu Karanganyar health
centers in the category less
It is hoped the awareness of the public towards pregnant women, maternity and childbirth in
their environment, hoping to help her when experiencing emergencies.

ABSTRAK
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sudah mampu menurunkan
tetapi sangat lamban. Salah satu solusi terbaru untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu
dan bayi adalah dengan melaksanakan program perencanaan persalinan dan pencegahan
komplikasi (P4K) melalui pemasangan stiker persalinan pada semua rumah ibu hamil telah
digalakkan secara nasional sejak tahun 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
pelaksanaan ProgramPerencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) oleh bidan desa
di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
pendekatan survey. Sampel diambil dengan tehnik total populasi yaitu semua bidan di wilayah
kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar sebanyak 15 orang. Analisis data
menggunakan uji univariat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua responden yaitu sebanyak 15 responden
(100 %) melaksanakan pelayanan antenatal care, penanganan rujukan komplikasi pada ibu hamil,
pelaksanaan persalinan oleh tenaga kesehatan dan perencanaan dukungan suami/keluarga terhadap
ibu bersalin di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu kabupaten Karanganyar dalam kategori baik.
Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 11
responden (73.3%) menyatakan bahwa perencanaan ibu hamil dalam penggunaan KB pasca
persalinan di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalam kategori kurang
dan sebagian besar responden yaitu sebanyak 12 responden (80,0 %) menyatakan bahwa kerja
sama antara bidan dengan dukun di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
dalamkategori kurang.
89

Diharapkan adanya kepedulian dari masyarakat terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas
dilingkungannya, dengan harapan dapat membantu ibu bila mengalami kegawat daruratan.




PENDAHULUAN

Upaya percepatan penurunan AKI
dilaksanakan melalui strategi antara lain
peningkatan kualitas terutama berfokus
terhadap akses pelayanan kesehatan ibu dan
bayi, pemberdayaan perempuan, keluarga
dan pemberdayaan masyarakat.
1)
Dalam
perkembangannya strategi making
pregnancy saver (MPS) tidak juga
menunjukkan adanya penurunan AKI secara
optimal. Pada tahun 2007 AKI masih 228
per 100 ribu kelahiran hidup.
2)
Sementara
target AKI 102 per 100 ribu dan AKBBL 35
per 1000 KH. Disamping itu, sebagian besar
kematian ibu disebabkan oleh penyebab
langsung, antara lain perdarahan, infeksi,
eklamsia dan persalinan lama. Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi dan
melatar belakangi terjadinya kematian ibu
antara lain tingkat sosial ekonomi yang
rendah, tingkat pendidikan yang masih
rendah, kedudukan dan peran perempuan,
faktor budaya, sarana trasportasi dan bidang-
bidang yang ditangani oleh banyak sektor
baik di lingkungan pemerintah maupun
swasta. Upaya penurunan AKI memerlukan
penanganan yang menyeluruh terhadap
masalah yang ada dengan melibatkan sektor-
sektor tersebut.
1)
Dilain pihak penyebab lain
tingginya AKI antara lain: (1) Tingkat
pengetahuan ibu tentang persalinan yang
masih kurang, (2) Penyebaran tenaga
kesehatan terutama tenaga bidan yang
kurang merata, (3) Orientasi pelayanan
masih kepada sistemklinik (clinical system).
Salah satu indikator proses yang penting
dalam program safe motherhood adalah
banyak persalinan yang dapat ditolong oleh
tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga
kesehatan di Indonesia walaupun
menunjukkan kenaikan yang signifikan,
namun jangkauannya masih rendah hal
tersebut dikarenakan masih adanya
persalinan yang ditolong oleh tenaga non
kesehatan.Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran pelaksanaan Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) oleh bidan desa di
wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu
Kabupaten Karanganyar.


METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang rencana
digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu
suatu metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan untuk mendeskripsikan atau
menguraikan suatu keadaan didalam suatu
komunitas atau masyarakat.
3)
Sedangkan
metode yang digunakan adalah metode
survey yaitu suatu cara penelitian yang
dilakukan tanpa melakukan intervensi
terhadap subyek penelitian sehingga sering
disebut penelitian non eksperimen. Dalam
penelitian survey hasil dari penelitian
merupakan hasil dari keseluruhan dengan
kata lain hasil dari sampel tersebut dapat
digeneralisasikan sebagai hasil sampel.
3)

Sampel yang baik adalah sampel
yang representatif mewakili populasi.
Menurut Arikunto (2006), untuk
menentukan besar sampel bila jumlah
populasi kurang dari 100 lebih baik diambil
semua sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi.
4)
Teknik yang digunakan
dalam pengambilan sampel untuk penelitian
ini adalah sampling jenuh. Sampling jenuh
adalah tehnik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel.
Hal itu digunakan apabila jumlah sampel
relatif kecil, kurang dari 30 orang atau
penelitian ingin membuat generalisasi
dengan kesalahan yang sangat kecil.
5)

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah keseluruhan populasi yang ada yaitu
sejumlah 15 bidan di wilayah kerja
Puskesmas Tasikmadu Kabupaten
Karanganyar.



90

HASIL PENELITIAN

1. Pelaksanaan pelayanan antenatal care (ANC)

Tabel 1. Gambaran pelaksanaan pelayanan antenatal care (ANC)







Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa semua responden yaitu sebanyak 15 responden
(100 %) melaksanakan pelayanan antenatal care dengan kategori baik.


2. Penanganan rujukan komplikasi pada ibu hamil

Tabel 2. Gambaran penanganan rujukan komplikasi pada ibu hamil







Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa semua responden yaitu sebanyak 15
responden (100 %) melaksanakan penanganan rujukan komplikasi pada ibu hamil
dengan kategori baik.


3. Pelaksanaan persalinan oleh tenaga kesehatan

Tabel 3. Gambaran pelaksanaan persalinan oleh tenaga kesehatan







Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa semua responden yaitu sebanyak 15
responden (100 %) menyatakan bahwa pelaksanaan persalinan oleh tenaga kesehatan
di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalamkategori baik.


4. Perencanaan dukungan suami/keluarga terhadap ibu bersalin







Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa semua responden yaitu sebanyak 15
responden (100 %) menyatakan bahwa perencanaan dukungan suami/keluarga
terhadap ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
dalamkategori baik.
Pelaksanaan pelayanan
antenatal care (ANC)
Frekuensi Persentase
(%)
Baik
Kurang
15
0
100
0
Jumlah 15 100
Penanganan rujukan
komplikasi pada ibu hamil
Frekuensi Persentase (%)
Baik
Kurang
15
0
100
0
Jumlah 15 100
Pelaksanaan persalinan oleh
tenaga kesehatan
Frekuensi Persentase (%)
Baik
Kurang
15
0
100
0
Jumlah 15 100
Perencanaan dukungan
suami/keluarga terhadap ibu bersalin
Frekuensi Persentase (%)
Baik
Kurang
15
0
100
0
Jumlah 15 100
91


5. Perencanaan ibu hamil dalampenggunaan KB pasca persalinan

Tabel 5. Gambaran Perencanaan ibu hamil dalam penggunaan KB pasca persalinan

Perencanaan ibu hamil dalam
penggunaan KB pasca persalinan
Frekuensi Persentase
(%)
Baik
Kurang
4
11
26,7
73,3
Jumlah 15 100

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 11
responden (73,3%) menyatakan bahwa perencanaan ibu hamil dalampenggunaan KB
pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalam
kategori kurang.



PEMBAHASAN

1. Pelaksanaan pelayanan antenatal care
(ANC)
Berdasarkan hasil penelitian pada
tabel 5.2 dapat diketahui bahwa semua
responden yaitu sebanyak 15 responden
(100 %) melaksanakan pelayanan
antenatal care dengan kategori baik. Hal
tersebut dapat ditunjukkan dari hasil
kuesioner yang diberikan peneliti
kepada responden tentang pelaksanaan
pelayanan antenatal care yang sudah
sesuai dengan standar pelayanan
antenatal care yaitu responden
melakukan anamnesa lengkap, termasuk
mengenai riwayat obstetric dan
ginekologi, responden juga melakukan
pemeriksaan tekanan darah,
pemeriksaan obstetrik berupa usia
kehamilan, tinggi fundus uteri, DJJ,
pemeriksaan laboratorium berupa
pemeriksaan urine lengkap dan
melakukan pemeriksaan dengan
biometri janin. Selain itu semua
responden juga memberikan imunisasi
TT lengkap dan memberikan tablet zat
besi minimal 90 tablet selama hamil
memberikan KIE pada ibu hamil
tentang kebersihan diri, gizi ibu hamil
serta melakukan penilaian terhadap
adanya resiko kehamilan. Penanganan
rujukan Komplikasi pada ibu hamil
Berdasarkan hasil penelitian pada
tabel 5.3 dapat diketahui bahwa semua
responden yaitu sebanyak 15 responden
(100 %) melaksanakan penanganan
rujukan komplikasi pada ibu hamil
dengan kategori baik.

2. Pelaksanaan persalinan oleh tenaga
kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian pada
tabel 5.4 dapat diketahui bahwa semua
responden yaitu sebanyak 15 responden
(100 %) menyatakan bahwa
pelaksanaan persalinan oleh tenaga
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas
Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
dalamkategori baik.

3. Perencanaaan dukungan suami
/keluarga terhadap ibu bersalin
Berdasarkan hasil penelitian pada
tabel 5.5 dapat diketahui bahwa semua
responden yaitu sebanyak 15 responden
(100 %) menyatakan bahwa
perencanaan dukungan suami/keluarga
terhadap ibu bersalin di wilayah kerja
puskesmas Tasikmadu kabupaten
Karanganyar dalam kategori baik.

4. Perencaanaan ibu hamil dalam
penggunaan KB pasca persalinan
Berdasarkan hasil penelitian
pada tabel 5.6 dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden yaitu
sebanyak 11 responden (73.3%)
menyatakan bahwa perencanaan ibu
hamil dalam penggunaan KB pasca
persalinan di wilayah kerja puskesmas
Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
dalam kategori kurang. Hal tersebut
dapat dilihat dari hasil jawaban
responden tentang perencanaan ibu
hamil dalam penggunaan KB pasca
persalinan yaitu bidan menyerahkan
92

keputusan penggunaan alat kontrasepsi
pasca bersalin kepada ibu dan keluarga.


5. Kerjasama antara bidan dengan dukun
Berdasarkan hasil penelitian
pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden yaitu
sebanyak 12 responden (80,0 %)
menyatakan bahwa kerja sama antara
bidan dengan dukun di wilayah kerja
Puskesmas Tasikmadu Kabupaten
Karanganyar dalam kategori kurang.
Kurangnya kerjasama antara bidan
dengan dukun tersebut dapat dilihat dari
hasil jawaban kuesioner yang diberikan
peneliti kepada responden yaitu bidan
tidak bekerjasama dengan dukun untuk
memberikan penyuluhan tentang
kehamilan, persalinan dan nifas pada
ibu dan bidan juga tidak
mengikutsertakan dan bekerjasama
dengan dukun dalammenangani proses
persalinan. Selain itu bidan juga tidak
memberikan bimbingan dan penyuluhan
tentang cara melakukan persalinan yang
aman kepada dukun.

6. Pelayanan masa nifas pada ibu bersalin
oleh tenaga kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian
pada tabel 5.8 dapat diketahui bahwa
semua responden yaitu sebanyak 15
responden (100 %) menyatakan bahwa
pelayanan masa nifas pada ibu bersalin
oleh tenaga kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas Tasikmadu Kabupaten
Karanganyar dalamkategori baik.

KESIMPULAN
1. Semua responden yaitu sebanyak 15
responden (100 %) melaksanakan
pelayanan antenatal care dengan
kategori baik.
2. Semua responden yaitu sebanyak 15
responden (100 %) melaksanakan
penanganan rujukan komplikasi pada
ibu hamil dengan kategori baik
3. Semua responden yaitu sebanyak 15
responden (100 %) menyatakan bahwa
pelaksanaan persalinan oleh tenaga
kesehatan di wilayah kerja puskesmas
Tasikmadu kabupaten Karanganyar
dalamkategori baik
4. Semua responden yaitu sebanyak 15
responden (100 %) menyatakan bahwa
perencanaan dukungan suami/keluarga
terhadap ibu bersalin di wilayah kerja
puskesmas Tasikmadu kabupaten
Karanganyar dalamkategori baik
5. Sebagian besar responden yaitu
sebanyak 11 responden (73.3%)
menyatakan bahwa perencanaan ibu
hamil dalam penggunaan KB pasca
persalinan di wilayah kerja puskesmas
Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
dalamkategori kurang
6. Sebagian besar responden yaitu
sebanyak 12 responden (80,0 %)
menyatakan bahwa kerja sama antara
bidan dengan dukun di wilayah kerja
puskesmas Tasikmadu Kabupaten
Karanganyar dalamkategori kurang
7. Semua responden yaitu sebanyak 15
responden (100 %) menyatakan bahwa
pelayanan masa nifas pada ibu bersalin
oleh tenaga kesehatan di wilayah kerja
puskesmas Tasikmadu kabupaten
Karanganyar dalamkategori baik


DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. (2009). Pedoman Program
Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi dengan Stiker.
2. SDKI. 2007.
3. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta.
4. Arikunto, S. (2006). Prosedur
penelitian suatu pendekatan praktek
edisi V. Jakarta: Rineka Cipta.
5. Sugiyono.(2008). Statistik untuk
penelitian. Bandung: Alfabeta.
93


Hubungan Antara Paparan Asap Rokok di Rumah dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi 0-12 bulan di Kelurahan
Ungaran Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang

Masiha
*)
, Masruroh
**)
,Galeh Septiar Pontang
***)

*)
Alumni ProgramStudi D-IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
**)
Staf Pengajar Program Studi D-III Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
***)
Staf Pengajar ProgramStudi Ilmu Gizi STIKES Ngudi Waluyo



ABSTRACT
Acute Respiratory Infection (ARI) is one of the health problems that exist either in
developing countries or developed countries. This is caused the high morbidity and mortality due
to ARI, especially in infants. Cigarette is a very toxic Substance which has harmful effects on
smokers or passive smokers, especially in infants who are not accidentally exposed to smoke. The
purpose of this study is to find the correlation between cigarette smoke exposures at home and the
incidence of acute respiratory infections in the 0-12 months infants at Ungaran Village Ungaran
Sub-district Semarang Regency in 2012.
This was a descriptive correlation study with cross sectional approach and there are 50
infants as samples. Sampling technique used total population. Data of cigarette smoke exposure at
home and the incidence of acute respiratory infections (ARI) were collected using a questionnaire.
Analysis of data in univariate and bivariate analysis by using Chi Square test.
The results of study indicate that there are 68% of infants at risk of cigarette smoke
exposure, with the category of more and less risky to cigarette smoke exposure, and as many as
60% of infants have suffered fromARI. The results of statistical analysis by using chi square test
obtained there is a correlation between the cigarette smoke exposure at home and the incidence of
acute respiratory infections (p value 0.000 <0.05).
It is expected to health providers in the working area of Ungaran health center to improve
health education about the dangers of cigarette smoke exposure on infants especially toward the
risk of Acute Respiratory Infection.


ABSTRAK
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada
di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan
angka kematian karena ISPA terutama pada bayi. Rokok adalah benda beracun yang memberi efek
yang sangat membahayakan pada perokok atau pun perokok pasif, terutama pada bayi yang tidak
sengaja terpapar asap rokok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
paparan asap rokok di rumah dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada bayi 0-12
bulan di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang.
Jenis penelitian ini adalah diskriptif korelasi dengan rancangan cross sectional dan jumlah
sampel adalah 50 bayi. Teknik pengambilan sampel dengan total populasi. Data paparan asap
rokok di rumah dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dikumpulkan
menggunakan kuesioner. Analisis data dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji Chi
Square
Hasil penelitian yaitu sebanyak 68% lebih beresiko terpapar asap rokok, dengan kategori lebih
beresiko dan kurang beresiko terpapar asap rokok, dan sebanyak 60% bayi yang terkena ISPA.
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square di peroleh ada hubungan antara paparan
asap rokok di rumah dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (p value 0,000 <0,05).
Diharapkan untuk tenaga kesehatan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ungaran lebih
meningkatkan memberikan pendidikan kesehatan tentang bahaya paparan asap rokok terhadap
bayi khususnya terhadap resiko terjadinya ISPA.



94


PENDAHULUAN
Peningkatan dan perbaikan upaya
kelangsungan perkembangan dan
peningkatan kualitas hidup anak merupakan
upaya penting untuk masa depan Indonesia
yang lebih baik. Upaya kelangsungan hidup
perkembangan dan peningkatan kualitas
anak berperan penting sejak masa
kehamilan, yaitu masa dalam kandungan,
bayi dan anak balita. Kelangsungan hidup
anak itu sendiri dapat diartikan bahwa anak
tidak meninggal pada awal-awal
kehidupannya, yaitu tidak sampai mencapai
usia dibawah 5 tahun (Maryunani,2010).
Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia masih tergolong tinggi, jika
dibandingkan dengan Negara lain di
kawasan ASEAN (Depkes RI, 2008).
Berdasarkan Human Development Report
(2010). AKB di Indonesia tahun 2011
mencapai 31/1.000 kelahiran hidup "Angka
itu, 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan
Malaysia. J uga, 1,2 kali lebih tinggi
dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih
tinggi jika dibandingkan dengan Thailand.
Target MDGs Tahun 2015 angka kematian
bayi 23/1.000 kelahiran hidup.(Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Angka kematian bayi di Jawa Tengah
pada tahun 2011 dilaporkan berjumlah 26
/1.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan,
Propinsi,2011). Sedangkan angka kematian
bayi di Kota Semarang masih tinggi pada
tahun 2011 jumlah kematian bayi di Kota
Semarang mencapai 12/1000 kelahiran
hidup. Jumlah ini menempatkan Kota
Semarang menduduki peringkat ke lima,
dari seluruh Kota yang ada Di Jawa
Tengah.(Profil Dinas Kesehatan Kota
Semarang,2011). Terdapat tiga penyebab
utama kematian bayi yaitu infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA), komplikasi
perinatal dan diare. Gabungan ketiga
penyebab ini memberi andil bagi 75%
kematian bayi. Pola penyebab utama
kematian balita juga hampir sama yaitu
penyakit saluran pernafasan, diare, penyakit
syaraf termasuk meningitis dan ancephalitis
dan tifus. ISPA sebagai penyebab utama
kematian pada bayi dan balita ini di duga
penyakit merupakan penyakit yang akut dan
kualitas penatalaksananya belum memadai
(Profil Dinkes. Provinsi J awa Tengah,
2006).
Infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) merupakan salah satu masalah
kesehatan yang ada di Negara berkembang
dan Negara maju. Hal ini disebabkan masih
tingginya angka kesakitan dan angka
kematian karena ISPA terutama pada bayi
(Corwin, 2009).
Rokok adalah benda beracun yang
memberi efek yang sangat membahayakan
pada perokok atau pun perokok pasif,
terutama pada bayi yang tidak sengaja
terpapar asap rokok. Nikotin dengan ribuan
bahaya beracun asap rokok dapat
menyebabkan perkembangan kecerdasan
otak terjejas,leukemia, sindrom kematian
secara mengejutkan dan lainnya masuk ke
saluran pernapasan bayi yang dapat
menyebabkan infeksi pada saluran
pernapasan (Viklund, A, 2008).
Puskesmas Ungaran merupakan
salah satu Puskesmas yang terletak di
Kecamatan Ungaran Barat. Wilayah Kerja
Puskesmas Ungaran mencakup 4 Kelurahan
dan 1 desa yaitu Kelurahan Ungaran,
Kelurahan Genuk, Kelurahan Langensari,
Kelurahan Candirejo, dan Desa
Gogik.Jumlah balita dan bayi penderita
ISPA yang berkunjung pada tahun 2009
sebanyak 8.786 penderita, pada tahun 2010
sebanyak 8.320 penderita dan pada tahun
2011 sebanyak 7.891 penderita, jumlah
penderita ISPA mengalami penurunan setiap
tahunnya, namun penyakit ISPA selalu
menduduki peringkat pertama di Puskesmas
ini. (Profil Puskesmas Ungaran, 2010).
Berdasarkan laporan PWS
(Pemantauan Wilaya Setempat) KIA
(Kesehatan Ibu dan Anak) tahun 2012
jumlah balita dan bayi penderita ISPA
sebanyak 142 terdapat pada Kelurahan
Ungaran,balita sebanyak 92 sedangkan bayi
yang berumur 0-12 bulan sebanyak 50 bayi.
Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan pada tanggal 24 Mei 2012 di
Kelurahan Ungaran terhadap 10 Ibu yang
memiliki bayi 0-12 bulan diperoleh hasil
bahwa 5 bayi menderita ISPA karena
terdapat anggota yang merokok di rumah,
dan 3 bayi menderita ISPA tidak terdapat
keluarga yang merokok di rumah, 2 bayi
tidak terkena ISPA yang terdapat anggota
keluarga yang merokok di rumah .
Berdasarkan uraian di atas peneliti
tertarik untuk meneliti tentang paparan asap
rokok di rumah dengan kejadian infeksi
saluran pernafasan akut.


METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini
menggunakan desain penelitian deskriptif
95


korelasi, yaitu suatu desain yang digunakan
untuk menjelaskan atau mengungkapkan
hubungan korelatif antar variabel. Dengan
pendekantan cross sectional merupakan
suatu penelitian yang mempelajari hubungan
antara faktor risiko (independen) dengan
faktor efek (dependen) , dimana melakukan
observasi atau pengukuran variabel sekali
dan sekaligus pada waktu yang sama.
(Riyanto,2012:28).
Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kuantitas dan
karateristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:61).
Populasi dalampenelitian adalah
ibu-ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan di
Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran
Barat Kabupaten Semarang tahun 2012 yang
berjumlah 50 ibu yang memiliki bayi 0-12
bulan.
Sampel : Sampel adalah sebagian dari
populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau
diukur menurut Arikunto (2006) untuk
menentukan besar sampel dapat
menggunakan ketentuan apabila subjeknya
kurang dari 100 maka lebih baik diambil
semuanya, Teknik sempling adalah
merupakan tehnik pengambilan sampel
penelitian sehingga sampel tersebut sedapat
mungkin mewakili populasi (Sugiyono,
2006).
Menurut Arikunto (2006),
apabila subyek sampel yang kurang dari
100, lebih baik diambil semua agar hasilnya
lebih representative sehingga penelitiannya
dinamakan total populasi. yaitu sebanyak 50
ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan Pada
saat dilakukan penelitian.
Dalam pengumpulan data penelitian
mengumpulkan data secara langsung.
Tehnik pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yaitu sejumlah pertanyaan tertulis
yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden. Instrumen
penelitian yang diberikan berbentuk
kuisioner tertutup artinya pertanyaan yang
membutuhkan jawaban atau isian yang telah
dibatasi atau ditentukan, sehingga jawaban
kurang mencakup atau mencerminkan
semua jawaban dari responden.






HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat

Pada bagian ini akan diberikan
gambaran tentang paparan asap rokok di
rumah, dan kejadian ISPA pada bayi 0-12
bulan di Kelurahan Ungaran Kecamatan
Ungaran Barat Kabupaten Semarang

Paparan Asap Rokok

Tabel 1 : Distribusi frekuensi Paparan asap
rokok

Paparan Asap Rokok Frekuensi Persentase
(%)
Lebih beresiko terpapar 34 68
Kurang beresiko terpapar 16 32
J umlah 50 100

Berdasarkan tabel di atas, paparan asap
rokok di Kelurahan Ungaran Kecamatan
Ungaran Barat Kabupaten Semarang dalam
kategori lebih beresiko sejumlah 34 bayi
(68%) sedangkan dalam kategori kurang
beresiko sejumlah 16 bayi (32%)

Kejadian ISPA
Tabel 2 : Distribusi frekuensi kejadian ISPA

Kejadian ISPA Frekuensi
Persentase
(%)
Tidak ISPA 20 40
ISPA 30 60
J umlah 50 100

Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui bahwa kejadian ISPA di
Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran
Barat Kabupaten Semarang dalamkategori
ISPA sejumlah 30 bayi (60%). sedangkan
dalam kategori tidak ISPA sejumlah 20 bayi
(40%).

Analisis Bivariat
Analisis bivariat pada penelitian ini
digunakan untuk mengetahui hubungan
antara paparan asap rokok di rumah dengan
kejadian ISPA pada bayi 0-12 bulan di
Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran
Barat Kabupaten Semarang. Untuk menguji
hubungan tersebut digunakan uji Chi
Square, dimana hasilnya disajikan berikut
ini.
96


Tabel 3 : Distribusi frekuensi kejadian ISPA

Paparan Asap Rokok
Kejadian ISPA
Chi
Square
p-value
Tidak ISPA ISPA Total
f % f % f %
Kurang beresiko terpapar

Lebih Beresiko terpapar
13

7
81,2

20,6
3

27
18,8

79,4
16

34
100

100
16,682 0,000
Total 20 40,0 30 60,0 50 100



Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui bahwa bayi dengan keluarga yang
tidak merokok di rumah kurang beresiko
tidak terkena ISPA sejumlah 13 bayi
(81,2%) sedangkan bayi yang terkena ISPA
sejumlah 3 (18,8%), sedangkan bayi dengan
keluarga yang merokok di rumah lebih
beresiko tidak ISPA sejumlah 7 (20,6%),
sedangkan bayi yang terkena ISPA
sejumlah 27 (79,4%). Ini menunjukkan
bahwa berdasarkan persentase, kejadian
ISPA lebih sering terjadi pada keluarga yang
merokok di rumah dibandingkan dengan
keluarga yang tidak merokok di rumah
Berdasarkan uji chi square diperoleh
nilai p-value 0,0001. Oleh karena p-value
0,000 <0,05, sehingga disimpulkan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara
paparan asap rokok dengan kejadian infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) di
Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran
Barat Kabupaten Semarang.



PEMBAHASAN

Gambaran paparan asap rokok pada bayi
0 12 bulan
Hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti terhadap 50
responden di Kelurahan Ungaran Kecamatan
Ungaran Barat Kabupaten Semarang
diperoleh hasil bahwa bayi 0-12 bulan yang
terpapar asap rokok lebih beresiko sebanyak
34 bayi (68%), hal ini disebabkan karena
ada anggota keluarga yang merokok di
rumah.
Paparan asap rokok memiliki
pengertian yaitu terkena atau menghirup
asap rokok yanga ada di sekitar lingkungan
hidup. Paparan adalah pengalaman yang
didapat populasi atau organisme akibat
terkena atau terjadi kontak dengan suatu
faktor agent potensial yang berasal dari
lingkungan. Paparan dalam epidemiologi
seringkali dibedakan dari istilah dosis yang
diartikan sebagai jumlah zat yang masuk
diartikan sebagai jumlah zat yang masuk
atau berada di dalam tubuh organisme. Di
dalam epidemiologi seringkali diukur dari
luar, jadi belumtentu sama dengan jumlah
yang memasuki tubuh. Jumlah paparan
dilihat dari sifat paparan seperti zat kimiawi,
fisis, biologis, atau campuran (kamus bahasa
indonesia,2009)
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti, penelitian terkait
dan teori tentang paparan asap rokok pada
bayi, menurut peneliti bahwa asap rokok
memiliki dampak negatif seperti yang telah
dikemukan. Pendidikam tidak
mempengaruhi perilaku masyarakat
Ungaran. Mereka sebenarnya telah
mengetahui dampak negatif asap rokok bagi
perokok pasif atau keluarganya yang
dirumah terutama bayinya. Namun
kebiasaan merokok di Kelurahan Ungaran
sulit untuk di hilangkan karena sudah
menjadi kebiasaan sehari-hari sehinggga
bayi yang ada di rumah lebih beresiko
terpapar asap rokok karena terdapat keluarga
yang merokok di rumah yang berdekatan
dengan bayinya pada saat merokok, keadaan
ini kadang tidak disadari oleh keluarga yang
merokok dirumah dan dampak yang akan
tejadi pada anaknya.

Gambaran Kejadian ISPA 0-12 Bulan
Hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti terhadap 50
responden di Kelurahan Ungaran Kecamatan
Ungaran Barat Kabupaten Semarang
diperoleh hasil bahwa bayi 0-12 bulan yang
menderita ISPA sebanyak 30 bayi (60%)
Sistemimunitas bayi telah ada sejak
lahir, namun baru sebagian yang
berkembang. Sehingga bayi lebih rentan
97


terkena penyakit /infeksi pada tahun-tahun
pertama kehidupannya. Selain itu perlu juga
diperhatikan penyebab dan faktor resiko,
yaitu faktor yang mempengaruhi atau
memudahkan terjadinya penyakit secara
umum ada 3 faktor resiko ISPA, yaitu
keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh
dan mengurus anak, keadaan gizi ,
pemberian makanan tambahan, serta
kebiasaan merokok dan pencemaran udara.
Secara umumterdapat 3 (tiga) faktor resiko
terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan,
faktor individu anak, serta faktor perilaku.
Umumnya infeksi terjadi pada usia dibawah
3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti, penelitian terkait
dan teori tentang infeksi saluran
pernapasan akut. Menurut peneliti
bahwasanya bayi 0-12 bulan yang mederita
ISPA disebabkan karena sistem imunitas
bayi belum terbentuk dengan sempurna
sehingga mudah terkena ISPA. Dan tidak
hanya itu kejadian ISPA pada bayi di
Kelurahan Ungaran disebabkan karena
masih terdapat rumah yang ventilasinya
tidak sesuai dengan standar, dan di sebabkan
oleh cuaca sehingga bayi mudah terkena
ISPA.

Hubungan Antara Paparan Asap Rokok
Dengan Kejadian ISPA
Hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti terhadap 50
responden di Kelurahan Ungaran Kecamatan
Ungaran Barat Kabupaten Semarang
diperoleh hasil terdapat hubungan yang
signifikan antara paparan asap rokok dengan
kejadian ISPA, berdasarkan hasil analisis
chi-square dengan p value sebesar 0,000 <
0,05
Hasil penelitian ini diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan Jayanti (2011)
dengan judul hubungan status gizi,
imunisasi, asi eksklusif, dan paparan asap
rokok dengan kejadian ISPA pada balita
study di rumah sususn wonorejo kota
Surabaya (2011). Hasil penelitian
menunjukan tidak ada hubungan antara
status gizi, jumlah anggota yang merokok
dan penggunaan rokok pilter dengan
kejadian ISPA. Dari hasil analisis regresi
logistik di peroleh model terbaik untuk
krjadian ISPA di Dusun Wonorejo yaitu
variabel yang berpengaruh adalah jumlah
rokok yang dihisap dalam sehari (p=0,000),
dan kadar nikotin dan tar pada rokok
(p=0,044). Berdasarkan hasil dari penelitian
ini bahwa variabel yang paling berpengaruh
adalah jumlah rokok yang dihisap dan kadar
nikotin dan tar pada rokok sehinggga di
harapkan pencegahan terbaik pada kasus
ISPa di rumah susun Wonorejo adalah
pembatasan konsumsi rokok oleh anggota
keluarga
Menurut Corwin (2009) menyatakan
merokok diketahui dapat mengganggu
efektifitas sebagai mekanisme pertahanan
respirasi. Produksi asap rokok diketahui
merangsang produksi mukus dan
menurunkan pergerakan silia. Dengan
demikian terjadi akumulasi mukus kental
dan terperangkapnya partikel atau
mikroorganisme di jalan napas, yang dapat
menurunkan pergerakan udara dan
meningkatkan risiko pertumbuh
mikroorganisme, infeksi saluran napas akut
sering terjadi pada perokok pasif, terutama
bayi dan anak Secara singkat dapat
dijelaskan bahwa radikal bebas yang
terkandung dalam asap rokok dapat
menyebabkan kerusakan endotel,
peningkatan vasokonstriktor, dan penurunan
vasodilator. Mereka yang menghirup ETS
(Environmental tobacco smoke) disebut
sebagai perokok pasif, atau ada juga yang
menyebutnya second hand smoker. Mereka
tidak merokok tapi terpaksa menghisap asap
rokok dari lingkungannya dan bahkan bukan
tidak mungkin akan menderita berbagai
penyakit akibat rokok kendati mereka
sendiri tidak merokok. Kandungan bahan
kimia pada asap rokok sampingan ternyata
lebih tinggi dibanding asap rokok utama,
antara lain karena tembakau terbakar pada
temperatur lebih rendah ketika rokok sedang
tidak dihisap, membuat pembakaran menjadi
kurang lengkap dan mengeluarkan lebih
banyak bahan kimia (Aditama, 2006)
Aditama (2006) mengatakan
perokok pasif mempunyai risiko lebih besar
dibandingkan perokok aktif. Asap rokok
mengandung ribuan bahan kimia beracun
dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan
kanker (karsinogenik). Bahkan bahan
berbahaya dan racun dalam rokok tidak
hanya mengakibatkan gangguan kesehatan
pada orang yang merokok, namun juga
kepada orang-orang di sekitarnya yang tidak
merokok yang sebagian besar adalah bayi,
anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa
menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau
suami mereka merokok di rumah. Padahal
perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi
untuk menderita kanker paru-paru dan
penyakit jantung ishkemia. Sedangkan pada
98


janin, bayi dan anak-anak mempunyai risiko
yang lebih besar untuk menderita kejadian
berat badan lahir rendah, bronchitis dan
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
infeksi rongga telinga dan asthma.
Menurut Corwin (2009) menyatakan
bayi dan anak yang terpapar asap rokok
sebelum atau sesudah kelahiran
memperlihatkan peningkatan ISPA
dibandingkan dengan bayi dan anak-anak
orang tua bukan perokok pengeluaran urine
yang mengandung metabolisme nikotin,
meningkatkan drastis pada anak-anak dari
orang tua perokok dibandingkan dengan
anak-anak dari orang tua bukan perokok.
Berapa metabolit nikoti diketahui bersifat
karsinogen dan mengiritasi paru
Menerut peneliti kebiasaan merokok
di masyarakat Ungaran khususnya kepala
keluarga (suami, bapak, mertua), maka
kebiasaan merokok tidak akan terjadi jika
masyarakat tersebut mempunyai kontrol diri
yang baik sehingga kebiasaan merokok akan
berangsur-angsur berkurang sampai benar-
benar berhenti. Tetapi kebiasaan merokok
yang buruk akan dapat dikurangi jika si
perokok menyadari dan memahami dampak
negatif yang akan didapatkan jika kebiasaan
jelek tersebut tidak disadari. Baik bagi
dirinya maupun bagi anggota keluarganya
terutama bayinya yang ada dirumah pada
saat ada anggota keluarga yang merokok.


KESIMPULAN
1. Sebagian besar responden lebih
beresiko terpapar asap rokok yaitu
sebanyak 34 bayi (68%).
2. Sebagian besar responden terkena ISPA
yaitu sebanyak 30 bayi (60,0%).
3. Ada hubungan yang signifikan antara
paparan asap rokok di rumah dengan
kejadian ISPA di Kelurahan Ungaran
Kecamatan Ungaran Kabupaten
Semarang Berdasarkan uji chi square
diperoleh nilai p-value 0,000. Oleh
karena p-value (0,000 <0,05).


SARAN
1. Bagi Peneliti selanjutnya : Banyak
hal yang belum digali mengenai
kejadian ISPA sehingga diharapkan
agar dapat lebih meningkatkan
wawasan, analisis serta memperluas
pengetahuan tentang faktor-faktor
kejadian ISPA yang lainnya oleh karna
itu diharapkan peneliti selanjutnya
untuk meneliti hal tersebut.
2. Bagi Masyarakat : Khususnya pada
kaum laki-laki ataupun suami-suami
diharapkan tidak merokok di dekat
anaknya sehingga dapat mengurangi
resiko kejadian yang diakibatkan oleh
paparan asap rokok.
3. Bagi Tenaga Kesehatan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Ungaran : Untuk
tenaga kesehatan yang berada di
Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran
diharapkan lebih meningkatkan
memberikan pendidikan kesehatan
tentang bahaya paparan asap rokok
terhadap bayi khususnya terhadap
resiko terjadinya ISPA
4. Bagi Institusi Pendidikan : Hasil
penelitian ini dapat memperbanyak
referensi tentang kesehatan kususnya
kesehatan anak seperti kejadian ISPA
dan diharapkan kepada pihak institusi
khususnya pembimbing skripsi dapat
menyarankan peneliti selanjutnya untuk
meneliti tentang paparan asap rokok
tetapi lebih mendalam seperti melihat
kadar nikotin dalamdarah perokok pasif
dan memperbanyak referensi khususnya
tentang paparan asap rokok yang
berkaitan dengan ISPA.



DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. (2006). Tuberkulosis, Rokok &
Perempuan. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Hidayat,Aziz Alimul (2007) Metode
Penelitian Kebidanan Teknik Analisis
Data, Jakarta : Salemba Medika
Arikunto Suharsimi. (2006). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta : Rineka Cipta,
Bustan. (2007). Epidemiologi Penyakit
Tidak Menular. Jakarta : Rineka
Cipta,
Corwin,E J,. (2009). Buku Saku
Patofisiologi, Jakarta : EGC,
Dewi Ratna Sri Ayu Kadek Ni, (2009)
Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Tentang ISPA (Infeksi Saluran
Pernafasan Akut ) Pada Ibu
Terhadap Sikap Pencegahan ISPA
Pada Balita Di Desa Sumita Gianyar
Bali, Skiripsi Program Studi Ilmu
Keperawatan Stikes Ngudi Waluyo.
99


Departemen kesehatan Republik Indonesia.
2008 Buku Bagan Manejemen
Terpadu Balita Sakit, 2008
Dinas Kesehatan kabupaten
Seamarang.2010 Profil kesehatan
kabupaten Semarang 2009
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Pedoman Pengendalian Penyakit
Infeksi Saluran pernafasan Akut,
2011.
Eka,S,.(2008). Pengaruh penyuluhan
kesehatan terhadap pengetahuan suami
tentang ibu hamil perokok pasif dan
bayi berat lahir rendah di Desa
Palbangpang Kecamatan Bantul Skripsi
ProgramIlmu Keperawatan Poltekes
Yogyakarta,
Jaya Muhammad, (2009) .Pembunuh
Berbahaya Itu Bernama Rokok ,
Sleman :Rizma,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
(2010). Stimulasi, Deteksi Dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang
Anak , Jakarta,
Kholis,Nur,.(2011) Kisah Inspirasi
Perjuangan Berhenti Merokok,
Bikoharjo Prambanan Sleman: Real
Books,
Maryunani,A,. (2010). Ilmu kesehatan anak
dalam kebidanan, Jakarta : CV Trans
Info Media,
Mansjoer,A,dkk,.( 2008). Kapita Selekta
Kedokteran, Jakarta : Media
Aesculapius,
Notoatmodjo,S (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan , Jakarta : Rineka
Cipta,
Riyanto,A,.(2010) . Aplikasi Metodologi
Penelitian Kesehatan, Yogyakarta:
Nuha Medika,
Sabri, H,. (2006). Statistik Kesehatan,
Jakarta :PT Grafindo Persada,
Sugiyono, (2010). Statistik untuk Penelitian,
Bandung: Alfabeta,
Sabuna,E,T,A,.(2010). Hubungan Antara
Pengetahuan Dan Motivasi Perawat
Dengan Tatalaksana Pneumonia Balita
Di Puskesmas Kabupaten Timor
Tengah Selatan Nusa Tenggara
Timur,Skripsi Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang,
Pangestik,Y,R ,. & Pawenang E,T,.
Hubungan Kondisi Lingkungan
Terhadap Kejadian Ispa Pada Balita
Keluarga Pembuat Gula Aren Desa
Pandan-arumdan Desa Beji
Kecamatan Pandanarum Kabupaten
Banjarnegara Jurnal Kesehatan
Masyarakat,
Putr Tubulus Sukma., (2009). Kapita
Selekta Kedokteran, Jakarta : Media
Aesculapius,
Wahab A,S,. & Julia,M,.(2002) Sistem
Imun, Imunitas Dan Penyakit Imun :
Jakarta: EGC,.
Wong, D.L, (2003).Pedoman klinis
perawatan pediatri. Edisi 4. Jakarta:
EGC,
Yoga A,T, (2006). Tuberkulosis rokok dan
permpuan, Jarakarta : FKUI,

100



PEDOMAN BAGI PENULIS
Informasi umum
J urnal Gizi dan Kesehatan menerima makalah ilmiah dari para staf STIKES,
AKBID DAN AKPER, para alumnus NGUDI WALUYO, maupun profesi lain
yang berhubungan dengan kesehatan. Makalah dapat berupa karangan asli
(penelitian), laporan kasus, ikhtisar kepustakaan, dan tulisan lain yang ada
hubungannya dengan bidang kesehatan. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa
Indonesia yang baik dan benar berdasarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum pembentukan Istilah atau
dalam bahasa Inggris.
Format naskah
Tulisan diketik pada kertas kuarto, batas atas-bawah dan samping masing-
masing 2,5 cm, spasi dobel, font Times New Roman, ukuran 12 dan tidak bolak
balik. Naskah untuk penelitian (karangan asli) harus meliputi :
1) J udul tulisan, dibuat singkat bersifat informatif dan mampu menerangkan
isi tulisan; nama para penulis lengkap berikut gelar beserta alamat
kantor/instansi /tempat kerja lain, diletakkan di bawah judul.
2) Pendahuluan, berisi latar belakang, masalah, maksud & tujuan serta
manfaat penelitian.
3) Bahan/subyek dan cara kerja.
4) Hasil penelitian.
5) Pembahasan, kesimpulan dan saran.
6) Pernyataan terima kasih (kalau ada).
7) Daftar rujukan.
8) Lampiran-lampiran.
Tabel/bagan/grafik/gambar/foto, harus dibuat dengan jelas dan rapi disertai
keterangan yang jelas dan informatif. Diberi nomor menurut urutan dalam
naskah. Gambar/bagan harus berwarna, jumlahnya dibatasi tidak lebih dari 3
lembar, keterangan ditempatkan di bawah gambar/bagan: Keterangan tabel
ditempatkan di atas tabel. Tabel/bagan/grafik/gambar/foto semuanya
dilampirkan terpisah dari naskah.
Rujukan dalam teks dibuat berdasarkan model Vancouver yaitu dengan
angka sesuai dengan urutan tampil. Angka ditulis di atas (superscript) tanpa
kurung setelah tanda baca. Bila angka berurutan bisa disingkat. Misalnya
2,3,4,6,7 ditulis menjadi 2-7. Daftar rujukan, disusun menurut cara Vancouver,
menurut urutan penampilan dalam naskah, ditulis dengan urutan sebagai berikut :
Nama dan huruf pertama nama keluarga penulis, judul tulisan kemudian untuk
majalah diikuti dengan : Nama majalah (dengan singkatan yang umum dipakai),
tahun, volume dan halaman. Sedangkan untuk buku diikuti Nama kota, penerbit,
tahun dan halaman (bila perlu).
Contoh: Maryanto, S, Siswanto, Y. and Susilo, J . The effect of fiber on lipid
fraction rats with high cholesterol dietary. J urnal Kesehatan dan Gizi
2007;1;1: 1-10
Ardhani, M.H, Sulisno, M., dan Rosalina. Teknik mengontrol
halusinasi dalam manajemen ESQ. Edisi 2, Ungaran, 2001. Priyanto,
Muhajirin, A. Program Studi Ilmu Keperawatan. Stikes Ngudi Waluyo
[on line] : URL. http://www.nwu.ac.id/personal,kuliah,edu/.plan.l l.
2006.
Nama penulis yang dikutip dalam naskah harus tercantum dalam daftar rujukan.
Dalam mengutip nama penulis dalam naskah harus dibubuhi tahun publikasi.
Untuk sumber pustaka dari internet ditulis : nama penulis, judul, organisasi


penerbit, [On Line] : URL nomor Home Page, tahun.


Abstrak
Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia dan Inggris terdiri sekurang-
kurangnya 100 kata sebanyak-banyaknya 350 kata, diketik pada lembaran kertas
terpisah dengan spasi ganda. Abstrak penelitian berupa "structured abstract" berisi
:
1. Pendahuluan /Introduction :
Berisi latar belakang, masalah, tujuan, dan kegunaan penulisan.
2. Subyek/Material dan Metode/Subject/Material and Method.
Berisi:
Subjek : nyatakan cara-cara seleksi, kriteria yang diterapkan, dan
jumlah peserta pada awal dan akhir penelitian.
Rancangan : tulisan rancangan penelitian yang tepat, pengacakan,
secara buta, baku emas untuk diagnostik, dan waktu penelitian
(restrospektif atau prospektif).
Tempat: menunjukkan tempat penelitian (rumah sakit, klinik,
komunitas) juga termasuk tingkat pelayanan klinik (primer, atau
sekunder, praktek pribadi atau intitusi).
Intervensi : uraikan keistimewaan intevensi, termasuk metode &
lamanya.
Ukuran luaran utama : harus dinyatakan sebelum merencanakan
pengambilan data.
3. Hasil (Result) : J ika memungkinkan pada hasil disertakan interval
kepercayaan (yang tersering adalah 95 %) dan derajat kemaknaan. Untuk
penelitian komparatif, interval kepercayaan harus berhubungan dengan
perbedaan antara kelompok.
4. Kesimpulan (Conclusions) : nyatakan kesimpulan yang didukung oleh data
penelitian (hindari generalisasi yang berlebihan atau hasil penelitian
tambahan). Perhatian yang sama diberikan pada hasil yang positif maupun
yang negatif sesuai dengan kaidah ilmiah.
5. Di bawah abstrak bahasa Inggris ditulis kata kunci (Keywords) maksimal 4
kata dalam bahasa Inggris.
Sinopsis
Sinopsis diketik dalam bahasa Indonesia atau Inggris terdiri atas 1 atau 2
kalimat, tidak lebih dari 25 kata dari kesimpulan naskah, digunakan dalam
penulisan daftar isi, dan diketik pada lembar terpisah dengan spasi ganda.
Running title
Berikan judul singkat naskah pada sisi kanan atas pada tiap lembar naskah.
Pengiriman
Berkas dikirim rangkap dua (hard copy) disertai CD (soft copy) dengan
mempergunakan program Microsoft Word, dialamatkan kepada Redaksi J urnal
Gizi dan Kesehatan, STIKES NGUDI WALUYO, J I. Gedongsongo Mijen,
Ungaran, Kabupaten Semarang .
Ketentuan lain
Redaksi berhak memperbaiki susunan naskah atau bahasanya tanpa mengubah
isinya. Naskah yang telah dimuat di majalah lain tidak diperkenankan diterbitkan
dalam majalah ini.

You might also like