Editor Ahli : Prof. dr. Siti Fatimah Muis,M.Sc.,Sp.GM dr. Ari Udiyono, M.Kes Ir. Suyatno, M.Kes dr. Kusmiyati D.K , M.Kes.
SEKRETARIAT : Sukarno, S.Kep., Ns. BENDAHARA : Heni Purwaningsih, S.Kep., Ns.
ISSN : 1978-0346 J GK diterbitkan 2 kali dalam satu tahun. Harga langganan : Rp. 25.000,- Alamat Redaksi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo J l. Gedongsongo-Mijen, Ungaran Tlp: 024-6925408, Fax: 024-6925408 E-mail : www.nwu.ac.id ii
Daftar Isi
Kartika Sari J . S. Effendi H. Sukandar
Hubungan Faktor Pelayanan Keluarga Berencana Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim di Daerah Cakupan Tinggi dan Cakupan Rendah (Studi Lapangan di Kabupaten Semarang)
54 60 Yurike Eko Susilo Sukarno
Efektifitas Teknik Effleurage terhadap penurunan tingkat nyeri kala I Pada Ibu Primipara Di Rumah Bersalin An Nisaa Kaligayam Kabupaten Tegal
61 66 Puji Lestari Imron Rosidi Sukiran
Gambaran Citra Diri Remaja Putri Di SMA Negeri 1 Bergas
67 70 Mona Saparwati
Studi Fenomologi : Pengalaman Kepala Ruang Dalam Mengelola Ruang Rawat Inap Di RSUD Ambarawa
71 78 Nilawati Rosalina Puji Purwaningsih
Pengaruh Pemberian Terapi Religi Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
79 85 Dwi Novitasari Puji Purwaningsih
Efektifitas Terapi Bawang Putih dalam Penurunan Hipertensi di Desa Nyatnyono, Ungaran Kabupaten Semarang
86 88 Dal Sulasiati
Eko Susilo Sri Wahyuni
Gambaran Pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi (P4K) Oleh Bidan Desa Di Wilayah Kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
89 93 Masiha Masruroh Galeh Septiar Pontang
Hubungan Antara Paparan Asap Rokok di Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi 0-12 bulan di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang
94 - 100
ISSN 1978-0346 Vol. 4, No. 2, Agustus 2012 iii Hubungan Faktor Pelayanan Keluarga Berencana Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim di Daerah Cakupan Tinggi dan Cakupan Rendah (Studi Lapangan di Kabupaten Semarang)
Kartika Sari *) , J . S. Effendi **) , H. Sukandar **)
Objective: To analyze the correlation between the factors of family planning services (in terms of procedures, health workers, cost, facilities, information) with the selection of an intrauterine device and to analyze the differences of family planning services factors with the selection of an intrauterine device in areas of high and low coverage. Design /data identification: a comparative analytical study with the study design using a crosssectional design on the factors of family planning services and the selection of an intrauterine device. Data were collected by crosssectional. Subject of study of 303 respondents in the district Semarang in 2011. Analysis of data using Chi Square test. Results: the six aspects of family planning services (procedures, health workers, cost, facilities and information) in the high coverage area and low coverage area that had correlation with the selection of an intrauterine device was the aspect of procedure and health workers with value of p <0.001. In the two regions chosen, it was found significant differences in the procedures (p=0,048), cost (p<0,001) and information aspects with value p<0,001 Conclusion: there is a relation between the factors of family planning services toward the aspects of procedures of family planning services, workers of family planning services, costs of family planning services, and information of family planning services with the selection of an intrauterine device. There is a different in areas of high and low coverage toward the aspects of procedures of family planning services, costs of family planning services, and information of family planning services.
Key words: family planning services, the selection of family planning, IUD.
ABSTRAK
Tujuan : Menganalisis hubungan antara faktor pelayanan keluarga berencana (ditinjau dari prosedur, petugas, biaya, sarana prasarana dan informasi) dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim, serta menganalisis perbedaan faktor pelayanan keluarga berencana dengan pemilihan alat kontrasepsi dalamrahimdi daerah cakupan tinggi dan rendah. Rancangan/rumusan data : Penelitian analitik komparatif dengan rancangan penelitian menggunakan desain potong silang terhadap pelayanan keluarga berencana dan pemilihan AKDR. Data dikumpulkan secara potong silang. Subjek penelitian sebanyak 303 responden di Kabupaten Semarang tahun 2011. Analisis data menggunakan uji Chi Kuadrat. Hasil: Dari 5 aspek pelayanan keluarga berencana (prosedur, petugas, biaya, sarana prasarana, dan informasi) baik di daerah cakupan tinggi maupun di daerah cakupan rendah yang memiliki hubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi dalamrahim adalah aspek prosedur dan petugas dengan nilai p<0,001. Di ke dua daerah didapatkan perbedaan pada aspek prosedur (p=0,048), biaya (p<0,001) dan informasi dengan nilai p<0,001. Kesimpulan : Terdapat hubungan faktor pelayanan keluarga berencana pada aspek prosedur pelayanan KB, petugas pelayanan KB, biaya pelayanan KB dan informasi pelayanan KB dengan pemilihan AKDR. Terdapat perbedaan di daerah cakupan tinggi dan rendah pada aspek prosedur pelayanan KB, biaya pelayanan KB dan informasi pelayanan KB.
Kata kunci: pelayanan keluarga berencana, pemilihan KB, AKDR
54 PENDAHULUAN
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah alat kecil terdiri dari bahan plastik polyethylene yang lentur yang dimasukkan ke dalam rongga rahim, yang harus diganti jika sudah digunakan selama periode tertentu. Alat kontrasepsi ini sangat efektif, reversible dan berjangka panjang dibandingkan metode kontrasepsi lain dengan angka kegagalan umumnya 1-3 kehamilan per 100 wanita pertahun. 1
Kurang diminatinya alat kontrasepsi dalam rahim disebabkan karena kurangnya pemahaman tentang prosedur pemasangan juga efek samping dan adanya persepsi yang salah serta ketidaknyamanan pada saat pemasangan karena harus dimasukkan berbagai macamalat kedokteran serta harus membuka bagian kemaluan ibu dan juga terkadang menimbulkan rasa sakit saat berhubungan seksual. Sebagian besar masalah yang berkaitan dengan AKDR (ekspulsi, infeksi dan perforasi) disebabkan oleh pemasangan yang kurang tepat. Pemasangan maupun pencabutan hanya boleh dilakukan oleh tenaga yang terlatih. 2 Faktor eksternal yang mempengaruhi pemilihan alat kontrasepsi adalah dukungan suami, dukungan keluarga, sosial budaya, ekonomi dan pelayanan kesehatan di bidang keluarga berencana. Pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu prosedur, petugas, biaya, sarana prasarana dan informasi.
RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan analitik komparatif dengan pendekatan cross sectional serta menggunakan teknik Proportionate Stratified Random Sampling. telah dilakukan terhadap 303 wanita pasangan usia subur yang merupakan akseptor KB baru di Kabupaten Semarang tahun 2011. Variabel yang diteliti adalah faktor pelayanan KB dan pemilihan AKDR.
Penelitian dilakukan di 2 Kecamatan di Kabupaten Karawang yaitu kecamatan Getasan yang memiliki cakupan kesertaan KB AKDR tinggi dan kecamatan Bringn yang memiliki keseertaan KB AKDR rendah dengan menggunakan pendekatan survey potong silang (cross sectional). Peneliti ingin menghubungkan faktor pelayanan KB dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim dan membedakan faktor pelayanan KB tersebut di daerah cakupan tinggi dan cakupan rendah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Objek penelitian yang didapat sebanyak 303 responden, yang bertempat tinggal di daerah cakupan tinggi dan cakupan rendah Kabupaten Semarang.
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Pemilihan Alat Kontrasepsi Di Daerah Cakupan Rendah Dan Cakupan Tinggi
Cakupan Pemilihan Alat KB Total Non AKDR AKDR Rendah 139 (92,7 %) 11 (7,3 %) 150 (100%) Tinggi 88 (57,5 %) 65 (42,5 %) 153 (100%) Total 227 (74,9 %) 76 (25,1 %) Keterangan : X 2 =49,802 ; Nilai p <0,0001
Pada tabel 1 ditunjukkan bahwa pemilihan untuk menjadi akseptor KB non AKDR lebih tinggi di daerah cakupan rendah 139 (92,7%) dibanding dengan di daerah cakupan tinggi 88 (57,5%). Sedangkan pemilihan untuk menjadi akseptor KB AKDR lebih tinggi di daerah cakupan tinggi 65 (42,5%) dibanding dengan di daerah cakupan rendah 11 (7,3%). Perhitungan dengan menggunakan uji Chi kuadrat menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan antara pemilihan alat kontrasepsi AKDR dan non AKDR di daerah cakupan tinggi dan cakupan rendah (p<0,001). 55
Hubungan Faktor Pelayanan Keluarga Berencana Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi AKDR
Tabel 2 Hubungan Faktor Pelayanan Keluarga Berencana Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi AKDR Di Daerah Cakupan Tinggi
No Sub Variabel Pelayanan KB Pemilihan alat kontrasepsi X 2 Nilai p Non AKDR AKDR 1 Prosedur Kurang Baik
33 (47,8 %) 55(65,5 %)
36 (52,2 %) 29 (34,5 %)
4,83
0,028 2 Petugas Kurang Baik
42 (45,2 %) 46 (76,7 %)
51 (54,8 %) 14 (23,3 %)
14,815
<0,001 3 Biaya Kurang Baik
10 (50 %) 78( 58,6 %)
10 (50 %) 55 (41,4 %)
0,532
0,466 4 Sarana prasarana Kurang Baik
16(50 %) 72 (59,5 %)
16 (50 %) 49(40,5 %)
0,936
0,333 5 Informasi Kurang Baik
27 (61,4 %) 61 (56 %)
17 (38,6 %) 48 (44 %)
0,374
0,541 Keterangan : X 2 : uji chi kuadrat
Tabel 3 Hubungan Faktor Pelayanan Keluarga Berencana Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi AKDR Di Daerah Cakupan Rendah
No Sub Variabel Pelayanan KB Pemilihan alat kontrasepsi X 2 Nilai p Non AKDR AKDR 1 Prosedur Kurang Baik
62 (87,3 %) 77 (97,5 %)
9 (12,7 %) 2 (2,5 %)
5,663
0,017 2 Petugas Kurang Baik
41 (80,4 %) 98 (99 %)
10 (19,6 %) 1 (1 %)
17,132
<0,001 3 Biaya Kurang Baik
115 (92,7 %) 24 (92,3 %)
9 (7,3 %) 2 (7,7 %)
0,006
0,938 4 Sarana prasarana Kurang Baik
41(91,1 %) 98 (93,3 %)
4(8,9%) 7(6,7 %)
0,229
0,632 5 Informasi Kurang Baik
76 (96,2 %) 63 (88,7%)
3 (3,8 %) 8 (11,3 %)
3,071
0,080 Keterangan : X 2 : uji chi kuadrat 56
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 5 aspek pelayanan KB terdapat 2 aspek yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim, yaitu aspek prosedur pelayanan KB dan petugas pelayanan KB. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p <0,05. Sedangkan di daerah cakupan rendah berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 5 aspek pelayanan KB hanya aspek prosedur dan petugas pelayanan KB yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim. Aspek prosedur pelayanan KB mempunyai nilai p<0,001 dan aspek petugas pelayanan KB mempunyai nilai p =0,017.
Tabel 4 Hubungan Faktor Pelayanan Keluarga Berencana Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi AKDR Di Daerah Cakupan Rendah dan Cakupan Tinggi
No Sub Variabel Pelayanan KB Pemilihan alat kontrasepsi X 2 Nilai p Non AKDR AKDR 1 Prosedur Kurang Baik
95(67 %) 132 (81 %)
45 (32 %) 31 (19 %)
6,90
0,008 2 Petugas Kurang Baik
83(58 %) 144 (91 %)
61 (42 %) 15 (9 %)
43,60
<0,001 3 Biaya Kurang Baik
125 (86,8 %) 102 (64,1 %)
19 (13,2 %) 57 (35,9 %)
20,64
<0,001 4 Sarana prasarana Kurang Baik
57 (74 %) 170 (75,2 %)
20 (26 %) 56 (24,8 %)
0,04
0,834 5 Informasi Kurang Baik
103(83,7 %) 124(68,9 %)
20 (16,3 %) 56 (31,1 %)
8,58
0,003 Keterangan : X 2 : uji chi kuadrat
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa dari 5 aspek pelayanan KB terdapat 4 aspek yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim, yaitu aspek prosedur, petugas, biaya dan informasi pelayanan KB. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p <0,05. Sedangkan aspek sarana prasarana pelayanan KB tidak ada hubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim. Pengetahuan, pemahaman serta persepsi yang salah tentang prosedur medis pelayanan KB AKDR terutama tentang efek samping, ketidaknyamanan pada saat pemasangan serta ketidaknyamanan pada saat berhubungan seksual juga dapat mempengaruhi seseorang dalam memutuskan untuk menggunakan AKDR. 3-5
Penelitian Imbarwati menyatakan bahwa sebagian besar responden merasa malu pada saat pemasangan AKDR karena harus memperlihatkan aurat. Juga lebih dari 50% menyatakan perasaan takutnya pada saat pemasangan akan menimbulkan perdarahan, menembus rahimdan bayangan akan rasa nyeri pada saat pemasangan sehingga mereka menyimpulkan pemasangan AKDR tidak aman. Ada juga anggapan karena AKDR merupakan sebuah benda asing yang dimasukkan ke dalam tubuh maka akan menimbulkan reaksi tertentu yang akan menyebabkan pemakai mengalami efek samping tertentu. 6 Hasil penelitian Dede Subekti yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antar persepsi mutu pelayanan petugas dengan tingkat kepuasan pasien. 7
Kompetensi petugas dalam hal keterampilan memasang dan melepas AKDR juga tehnik pencegahan infeksi masih terus ditingkatkan. 57
Sebagian akseptor tidak memperdulikan masalah biaya apabila petugas kesehatan memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan pada akseptor. Misalnya memberikan konseling tentang AKDR setiap sebelum pemasangan dan melakukan pemasangan sesuai dengan prosedur. Jadi, petugas kesehatan juga memengaruhi dalam pemilihan alat kontrasepsi AKDR. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yanti Nasution bahwa pelayanan KB merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keikutsertaan wanita pasangan usia subur. 3-4. Penelitian Imbarwati menyatakan 43% responden tidak setuju dengan pernyataan bahwa AKDR mahal karena AKDR dapat diperoleh secara gratis bila ada program khusus yang memberikan pelayanan AKDR secara gratis. Tetapi faktor biaya juga masih menjadi salah satu pertimbangan bagi calon akseptor dalam memilih alat kontrasepsi. Terlebih lagi masyarakat yang berpenghasilan rendah merasa keberatan dengan jumlah biaya yang harus dikeluarkan. 6
Disamping itu program-program khusus yang memberikan pemasangan AKDR secara gratis perlu digalakkan kembali demi memberi dukungan bagi masyarakat yang tertarik untuk menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang ini namun terkendala oleh faktor biaya. Trussel dkk dalam penelitiannya menyatakan Implant dan AKDR mrp metode yang paling efektif dari segi biaya maupun efektifitas. Menurut model pembayaran, metode yang paling murah setelah 1 tahun penggunaan adalah injeksi, pil, dan AKDR progesterone. Sedangkan untuk penggunaan 5 th yang paling murah adalah AKDR copper T, vasektomi dan implant. Kesimpulannya AKDR copper T lebih murah dari suntik stl 2 tahun dan implant lebih murah dari suntik stl 3 tahun. 8-9 Menurut penelitian Dede Subekti yang menyatakan tidak ada hubungan antara sarana dan fasilitas penunjang dengan kepuasan yang dirasakan pasien dalam menerima pelayanan kesehatan. 7 Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yanti Nasution bahwa sarana prasarana KB merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keikutsertaan wanita pasangan usia subur. 2-4. Dimana tempat pelayanan harus dapat dijangkau oleh akseptor (dekat dengan tempat tinggal para akseptor) sehingga akseptor dapat dengan mudah mengakses pelayanan yang diinginkan. Upaya serupa juga telah dilakukan oleh pemerintah daerah dengan digalakkannya mobil pelayanan KB keliling sehingga masyarakat dapat lebih dekat dalam menggunakan alat kontrasepsi. Foster dalam penelitiannya menyatakan bahwa wanita yang menggunakan pelayanan KB seharusnya diberikan informasi mengenai efektivitas dari berbagai metode kontrasepsi yang berbeda sehingga mereka dapat membuat keputusan. Untuk para akseptor baru, seharusnya dilakukan tindak lanjut untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan akseptor, mengerti dan yakin pada kemampuan dalam menerima alat kontrasepsi tersebut. Akseptor kontrasepsi barrier dan kontrasepsi darurat seharusnya didorong untuk lebih menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang. Dan sekaligus dapat mengukur kontribusinya pada pemenuhan kontrasepsi dan keberlangsungan yang lebih tinggi, angka kegagalan lebih rendah dan kehamilan yang tidak diinginkan lebih sedikit. Mengingat selama 5 tahun ini, AKDR, vasektomi, implant dan injeksi merupakan metode yang paling efektif. 8-10
58
b. Perbedaan pelayanan Keluarga Berencana di Daerah Cakupan Tinggi dan Cakupan rendah
Tabel 5 Perbedaan Pelayanan Keluarga Berencana Di Daerah Cakupan Tinggi dan Cakupan Rendah
No Sub Variabel Pelayanan KB Cakupan X 2 Nilai p Tinggi Rendah 1 Prosedur Kurang Baik
69 (45,1%) 84 (54,9%)
51 (34%) 99 (66%)
3,90
0,048 2 Petugas Kurang Baik
93 (60,8%) 60 (39,2%)
71 (47,3%) 79 (52,7%)
2,96
0,085 3 Biaya Kurang Baik
20 (13,1%) 133 (86,9%)
124 (82,7%) 26 (17,3%)
147,1
<0,001 4 Sarana prasarana Kurang Baik
32 (20,9%) 121 (79,1%)
45 (30%) 105 (70%)
3,30
0,069
5 Informasi Kurang Baik
44 (28,8%) 109 (71,2%)
79 (53,7%) 71 (47,3%)
367,1
<0,001 Keterangan : X 2 : uji chi kuadrat
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa dari 5 aspek pelayanan keluarga berencana terdapat 3 aspek yang memiliki perbedaan di daerah cakupan tinggi maupun cakupan rendah yaitu aspek prosedur, biaya dan informasi pelayanan KB. Sedangkan ke 2 aspek lainnya yaitu aspek petugas dan sarana prasarana pelayanan KB tidak terdapat perbedaan. Hal tersebut dikarenakan pada daerah cakupan tinggi yaitu kecamatan Getasan para petugas kesehatan di daerah tersebut aktif memberikan informasi mengenai pelayanan KB baik pada calon akseptor baru yang berkunjung ke Puskesmas atau tenaga kesehatan lain, juga dilakukan sosialisasi pada masyarakat pada saat posyandu. Informasi tersebut meliputi keuntungan, kerugian, efek samping sampai dengan prosedur pelayanan dan prosedur medis dari masing-masing alat kontrasepsi sehingga calon akseptor memiliki pandangan sebelum mereka memilih alat kontrasepsi yang cocok. Dan untuk masalah biaya untuk pelayanan KB khususnya AKDR sebagian besar tidak dikenakan biaya apabila pemasangan dilakukan di puskesmas atau bidan desa. Di wilayah kecamatan Getasan sering dilakukan safari KB untuk menjaring pasangan usia subur yang belum berKB dan diarahkan untuk menggunakan MKJ P terutama AKDR. Sedangkan di daerah cakupan rendah masih kurangnya partisipasi petugas dalam mensosialisasikan tentang pelayanan KB khususnya AKDR dan juga masalah geografis dimana kecamatan Bringin wilayahnya berada di pegunungan dan pemukiman penduduknya menyebar. Hal tersebut diatas didukung oleh hasil penelitian Dede Subekti yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antar persepsi mutu pelayanan petugas dengan tingkat kepuasan pasien. 7 sehingga apabila calon akseptor merasa puas dengan pelayanan di daerah tersebut maka ia akan memilih untuk terus menggunakan pelayanan KB dan cenderung akan mengikuti segala yang disarankan oleh petugas kesehatan dengan terlebih dahulu diberikan informasi secara mendetail. Berdasarkan hasil penelitian maka tenaga kesehatan hendaknya lebih meningkatkan pemberian informasi melalui penyuluhan atau konseling mengenai pelayanan KB sehingga masyarakat bisa mendapat pelayanan KB yang baik serta perlu mengadakan pendekatan secara mendalam kepada tokoh masyarakat setempat dalam rangka memperkenalkan dan menjaring 59
calon peserta KB AKDR. Institusi kesehatan hendaknya lebih mempromosikan AKDR melalui berbagai media seperti iklan, spanduk ataupun baliho sehingga lebih meningkatkan angka kesertaan ber-kb AKDR.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartanto H. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan; 2004 2. Saifuddin AB. Buku Panduan Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2006. 3. Nasution Y. Faktor-faktor yang mempengaruhi keikutsertaan wanita pasangan usia subur dalampenggunaan KB IUD di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2010 [diunduh tanggal 17 Januari 2011] tersedia dari http://repository.usu.ac.id/handle/12345 6789/19990 4. BKKBN. Peningkatan partisipasi pria dalamKB dan KR. Jakarta: BKKBN; 2005. 5. Pendit BU. RagamMetode Kontrasepsi. Jakarta: EGC; 2006 Halaman 45, 55, 61,71 6. Kurniawati E. Beberapa faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi pada ibu pasangan usia subur di Desa hargorejo Kecamatan Kokap kabupaten Kulon Progo DIY tahun 2002. 2002.[diunduh tanggal 17 Januari 2011]tersedia dari http://www.fkm.undip.ac.id 7. Imbarwati. Beberapa faktor yang berkaitan dengan penggunaan KB IUD pada peserta KB non IUD di kecamatan pedurungan Kota Semarang, 2009 8. Subekti D. Analisis hubungan persepsi mutu pelayanan dengan tingkat kepuasan pasien balai pengobatan umum puskesmas di Kabupaten Tasikmalaya, 2009 9. Foster DG, Rostovseva DP, Brindis CD. Cost saving From the Provision of Specific Methods of Contraception in a Publicly Funded Program, American Journal Of Public Health; March 2009; vol 99(3); 446-51 10. Trussel J, Leveque JA, Koeniq JD. The economic value of contraception: a comparison of 15 methods. American Journal Of Public Health. 1995; 85(4): 494-503 60
Efektifitas Teknik Effleurage terhadap penurunan tingkat nyeri kala I Pada Ibu Primipara Di Rumah Bersalin An Nisaa Kaligayam Kabupaten Tegal
Yurike *) , Eko Susilo, Sukarno **)
*) Alumni Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo **) Staff Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRAK
Nyeri persalinan dapat berpengaruh terhadap fisiologi persalinan dan berakibat memanjangnya proses persalinan. Persalinan yang lama berpotensi membahayakan ibu dan janinnya. Penanggulangan nyeri persalinan dapat dilakukan salah satunya adalah dengan effleurage. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan tingkat nyeri persalinan kala I fase aktif sebelumdan sesudah diberikan teknik effleurage pada ibu primipara di Rumah Bersalin An Nisaa Kaligayam Kabupaten Tegal. Penelitian ini menggunakan pre-experiment one-group pretest-posttest design dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 09 Januari sampai 03 Februari 2012. Populasinya adalah seluruh ibu primipara yang bersalin di Rumah Bersalin An Nisaa Kaligayam Kabupaten Tegal. Sampel yang diteliti adalah ibu primipara pada kala I fase aktif persalinan normal sebanyak 20 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menanyakan skala nyeri persalinan dan melakukan observasi menggunakan lembar Numerical Rating Scales. Analisis data dilakukan dengan bantuan SPSS menggunakan uji parametris paired sample t-Test. Hasil penelitian, rata-rata skala nyeri persalinan sebelum diberikan effleurage adalah 6,70 dengan standar deviasi 1,218 dan sesudah diberikan effleurage 5,40 dengan standar deviasi 1,314. Nilai signifikansinya 0,000, jadi lebih kecil dari nilai (0,05). Kesimpulan yang dapat diambil adalah Ho ditolak dan Ha diterima sehingga ada perbedaan skala nyeri persalinan kala I fase aktif sebelumdan sesudah diberikan teknik effleurage pada ibu primipara. Effleurage dapat dijadikan sebagai alternatif intervensi nonfarmakologi yang dapat diterapkan oleh tenaga keperawatan dalampenatalaksanan nyeri persalinan.
Kata kunci : Effleurage, Nyeri persalinan, Primipara
PENDAHULUAN
Persalinan sebagian besar (90%) selalu disertai rasa nyeri dan rasa nyeri pada persalinan merupakan hal yang lazim terjadi. 1) Terbebas dari rasa tidak nyaman atau nyeri merupakan hal yang jarang terjadi selama persalinan. 2)
Rasa nyeri merupakan salah satu mekanisme pertahanan alami dari tubuh manusia, yaitu suatu peringatan akan adanya bahaya. 3) Nyeri yang dihubungkan dengan persalinan dan kelahiran adalah bagian dari respon fisiologis yang normal. 4) Nyeri persalinan diakibatkan oleh kontraksi uterus, dilatasi serviks; dan pada akhir kala I dan pada kala II oleh peregangan vagina dan dasar pelvis untuk menampung bagian presentasi. 5)
Teknik effleurage banyak digunakan di negara barat seperti Prancis. Di Indonesia teknik ini masih belum popular dan masih jarang dilakukan. Effleurage merupakan pijatan dengan menggunakan kedua telapak tangan dengan pola melingkar dibeberapa bagian tubuh atau usapan sepanjang abdomen yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan seperti bidan, perawat ataupun keluarga terdekat ibu. Effleurage atau pijatan adalah metode yang memberi rasa relaks pada banyak wanita selama tahap pertama persalinan. Teori gate-control sebagai alasan mengapa tindakan ini berhasil. Tindakan memijat abdomen secara perlahan dengan 61
pernapasan saat kontraksi, digunakan untuk mengganggu ibu supaya ia tidak memusatkan perhatiannya pada kontraksi. Ibu atau pasangan dapat melakukan effleurage ini pada semua bagian tubuh. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 14 Juli 2011 di Rumah Bersalin An Nisaa Jl. Projosumarto, Kaligayam Kab. Tegal, diperoleh data dari hasil observasi peneliti bahwa di Rumah Bersalin An Nisaa kaligayamibu yang akan melahirkan kala I aktif, dilakukan observasi pembukaan servik dan segmen bawah rahim, pendataran servik, frekuensi denyut jantung janin, nadi, tekanan darah dan suhu tubuh ibu dan sedikit usapan-usapan kecil pada punggung pasien. Data yang diperoleh peneliti dari hasil wawancara dengan bidan Rumah Bersalin An Nisaa Kaligayam, ibu yang akan melahirkan di Rumah Bersalin An Nisaa Kaligayam yang merasakan nyeri pada saat persalinan kala I aktif melakukan relaksasi dan berjalan-jalan kecil. Teknik ini dirasa sudah cukup membantu ibu dalam mengurangi rasa nyeri dan memberikan efek tenang kepada ibu yang sedang menghadapi kecemasan pada saat persalinan. Di Rumah Bersalin An Nisaa Kaligayam berdasarkan hasil wawancara oleh peneliti bahwa setiap tahunnya rata-rata persalinan sebanyak 350 dengan rata-rata persalinan primipara sebanyak 135 persalinan. Data jumlah ibu hamil di Kaligayam pada bulan Juli 2011 sebanyak 165 dengan ibu primipara sebanyak 45. Sedangkan jumlah ibu primipara yang memeriksakan kehamilannya ke Rumah Bersalin An Nisaa sebanyak 18. Dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, Ibu primipara yang akan melakukan persalinan di Rumah Bersalin An Nisaa Kaligayam selama ini untuk mengurangi nyeri persalinan kala I aktif hanya melakukan relaksasi dan berjalan-jalan kecil, padahal diketahui bahwa nyeri adalah sesuatu yang pasti terjadi pada setiap persalinan dan dapat berpengaruh tidak baik pada fisiologi persalinan sehingga sangat memerlukan metode penanganan yang tepat. Berdasarkan fenomena diatas peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan tingkat nyeri persalinan kala I fase aktif sebelum dan sesudah diberikan teknik effleurage pada ibu primipara di Rumah Bersalin An Nisaa KaligayamKabupaten Tegal.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian yaitu pre eksperiment design dengan rancangan pre-test post-test one group design. Kelompok responden dilakukan penilaian skala nyeri sebelumdan sesudah dilakukan intervensi. 6) Sampel pada desain penelitian ini diobservasi terlebih dahulu sebelum diberi perlakuan, kemudian setelah diberikan perlakuan sampel tersebut diobservasi kembali. 7) Peneliti melakukan pengukuran tingkat nyeri persalinan dengan menggunakan lembar Numerical Rating Scales pada kelompok responden sebelum diberikan teknik effleurage dan sesudahnya, kemudian dibandingkan hasil pretest dan posttest untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara sebelum dan sesudah pemberian teknik effleurage pada kelompok responden, sehingga diketahui perberdaan tingkat nyeri persalinan kala I fase aktif sebelum dan sesudah diberikan teknik effleurage pada ibu primipara di Rumah Bersalin An Nisaa Kaligayam Kabupaten Tegal. Adapun alur penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pre-test Intervensi Post-test
Gambar 1 Alur Penelitian
Tingkat nyeri sebelum Teknik effleurage Tingkat nyeri sesudah 62
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti yang mempunyai karakteristik tertentu ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. 8) Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu primipara yang melahirkan di Rumah Bersalin An Nisaa Kaligayam Kab. Tegal yaitu sebanyak 20 ibu primipara. Sampel adalah bagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Dalampenelitian dapat menggunakan seluruh objek atau hanya mengambil sebagian dari keseluruhan populasi. Sampel yang baik adalah sampel yang representatif/mewakili populasi. 8) Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling yaitu yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Kriteria sampel yang digunakan adalah : 1) Ibu primipara, 2) Inpartu kala I fase Aktif (pembukaan 4-7 cm), dan 3) Bersedia menjadi responden Penelitian ini dilakukan di Rumah Bersalin An Nisaa J l. Projosomarto Kaligayam Kabupaten Tegal pada tanggal 09 Januari sampai 03 Februari 2012. Alat pengumpulan data pada penelitian ini observasi menggunakan lembar Numerical Rating Scales dan prosedur pelaksanaan effleurage yang dibuat oleh peneliti. Perlakuan dalam penelitian ini berupa effleurage yang diberikan ketika terjadi kontraksi pada kala I fase aktif, yaitu pembukaan serviks mencapai 4-7 cm, sesuai dengan prosedur pelaksanaan yang dibuat oleh peneliti. Effleurage dilakukan dengan memberikan teknik pemijatan menggunakan kedua telapak tangan yang ditekan lembut dan ringan kemudian peneliti mengobservasi skala nyeri sebelumdan sesudah perlakuan. Analisis univariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah distribusi frekuensi. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mendefinisikan tiap variabel yang diteliti secara terpisah dengan cara membuat tabel frekuensi dari masing- masing variabel. Variabel yang dianalisis adalah nyeri persalinan kala I fase aktif sebelum diberikan effleurage dan nyeri persalinan kala I fase aktif sesudah diberikan effleurage, sehingga skala nyeri persalinan kala I fase aktif yang interval dilakukan pengkategorian untuk kepentingan analisis ini. Kategorinya antara lain angka 0 untuk tidak nyeri, angka 1-3 untuk nyeri ringan, angka 4-6 untuk nyeri sedang, angka 7-9 untuk nyeri berat dan angka 10 untuk nyeri tidak tertahankan. Untuk mengetahui perbedaan tingkat nyeri persalinan kala I fase aktif sebelum dan sesudah diberikan teknik effleurage pada ibu primipara di Rumah Bersalin An Nisaa Kaligayam, Kabupaten Tegal, maka menggunakan uji statistik t-test dependent yang merupakan uji statistik parametrik. Menggunakan uji t-test dependent karena data yang dikumpulkan berasal dari dua sampel yang saling berhubungan, artinya bahwa satu sampel akan mempunyai dua data pre test dan post test. Penggunaan statistik parametrik bekerja dengan asumsi bahwa data setiap variabel penelitian yang akan dianalisis membentuk data berdistribusi normal. 9) Untuk menguji normalitas data maka menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk jumlah sampel <50 dan bila hasil uji signifikan (p value >0,05). Berdasarkan uji normalitas Spahiro-Wilk untuk nyeri pretest didapatkan p-value= 0,068, sedangkan untuk nyeri posttest p-value = 0,258. Dapat dilihat bahwa kedua p-value baik nyeri pretest maupun posttest >0,05. Ini berarti dapat disimpulkan bahwa data nyeri pretest dan posttest keduanya berdistribusi normal. Sehingga dalam penelitian ini pengujian yang dilakukan dengan menggunakan uji t dependent.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini mendapatkan sejumlah 20 responden ibu primipara yang melahirkan Rumah Bersalin An-Nisaa Kaligayam Kabupaten Tegal, dimana responden-responden ini dilakukan dua kali pengukuran skala nyeri, yaitu sebelum dan setelah diberikan teknik effleurage. Hasil dari penelitian ini disajikan berikut ini.
63
Gambaran Usia Responden
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Responden di Rumah Bersalin An- Nisaa Kaligayam Kabupaten Tegal, 2012
Usia Frekuensi Persentase (%) <20 Tahun 20-35 Tahun >35 Tahun 2 18 0 10,0 90,0 0,0 J umlah 20 100,0
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden ibu bersalin di Rumah Bersalin An-Nisa Kaligayam Kabupaten Tegal berusia 20-35 tahun, yaitu sejumlah 18 orang (90,0%), sedangkan 2 responden lainnya berusia < 20 tahun (10,0%).
Analisis Univariat
1. Gambaran Skala Nyeri Responden Sebelum Diberikan Teknik effleurage
Distribusi frekuensi berdasarkan skala nyeri responden sebelumdiberikan teknik effleurage disajikan pada berikut ini : Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Skala Nyeri Responden Sebelum Diberikan Teknik effleurage di Rumah Bersalin An-Nisaa KaligayamKabupaten Tegal, 2012
Skala Nyeri Frekuensi Persentase (%) Tidak Nyeri Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat Nyeri Tak Tertahankan 0 0 9 11 0 0,0 0,0 45,0 55,0 0,0 J umlah 20 100,0
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 20 responden ibu bersalin di di Rumah Bersalin An-Nisaa Kaligayam Kabupaten Tegal sebelum diberikan teknik effleurage paling banyak mengalami nyeri berat, yaitu sejumlah 11 orang (55,%).
2. Gambaran Skala Nyeri Responden Sesudah Diberikan Teknik effleurage
Distribusi frekuensi berdasarkan skala nyeri responden sesudah diberikan teknik effleurage disajikan pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Skala Nyeri Responden Sesudah Diberikan Teknik effleurage di Rumah Bersalin An-Nisaa KaligayamKabupaten Tegal, 2012
Skala Nyeri Frekuensi Persentase (%) Tidak Nyeri Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat Nyeri Tak Tertahankan 0 1 15 4 0 0,0 5,0 75,0 20,0 0,0 J umlah 20 100,0
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 20 reseponden ibu bersalin di Rumah Bersalin An-Nisa Kaligayam Kabupaten Tegal sesudah diberikan teknik effleurage sebagian besar responden mengalami nyeri sedang, yaitu sejumlah 15 orang (75,%).
Analisis Bivariat
Pada subbab ini disajikan hasil analisis bivariat, yaitu analisis untuk mengetahui perbedaan antara nyeri sebelum dan sesudah diberikan teknik effleurage pada ibu bersalin di RB An-Nisaa Kabupaten Tegal. Untuk menguji perbedaan ini digunakan uji t dependent dengan hasil uji disajikan pada tabel 4 berikut ini. 64
Tabel 4 Analisis Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Diberikan Teknik effleurage pada Ibu Bersalin di Rumah Bersalin An-Nisaa KaligayamKabupaten Tegal, 2012
Variabel Perlakuan n Mean SD t p-value Skala Nyeri
Sebelum Sesudah 20 20 6,70 5,40 1,218 1,314 8,850 0,000
Berdasarkan tabel 4 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor skala nyeri ibu bersalin sebelum diberikan teknik effleurage sebesar 6,70 kemudian berkurang menjadi 5,40 sesudah diberikan teknik effleurage. Berdasarkan uji t didapatkan nilai t hitung sebesar 8,850 dan nilai tabel sebesar 2,093 dengan p-value sebesar 0,000. Dapat dilihat bahwa p-value 0,000 < (0,05). Ini berarti Ho ditolak, artinya ada perbedaan yang signifikan skala nyeri sebelum dan setelah diberikan teknik effleurage pada ibu bersalin di Rumah Bersalin An-Nisa Kaligayam Kabupaten Tegal. Hasil pengukuran skala nyeri persalinan kala I fase aktif pada 20 ibu primipara sebelum dan sesudah dilakukan effleurage menunjukkan bahwa sebanyak 18 orang mengalami penurunan skala nyeri dan 2 mempunyai skala nyeri tetap. Delapan belas ibu primipara yang mengalami penurunan nyeri persalinan setelah diberikan effleurage menunjukkan bahwa ada perbedaan skala nyeri sebelumdan sesudah diberikan teknik effleurage. Dua orang ibu primipara yang mempunyai skala nyeri tetap sesudah dilakukan effleurage bukan berarti menunjukkan bahwa effleurage tidak berpengaruh terhadap nyeri persalinan. Seperti telah disebutkan diatas bahwa semakin maju persalinan, intensitas kontraksi uterus akan semakin kuat dan lama sehingga menyebabkan peningkatan nyeri. Menurut Imami (2007) setiap individu dalam memproduksi endorphin berbeda, sehingga tubuh dalammengurangi rasa nyeri secara alami juga akan berbeda. Skala nyeri pada kontraksi yang ke-3 seharusnya bisa mencapai 7 atau lebih karena intensitas dan kekuatannya semakin bertambah. Dua orang yang skala nyerinya tetap sebelumdilakukan effleurage mempunyai skala nyeri 6 dan 8 dan skala nyeri pada akhir pengukuran sesudah dilakukan effleurage skala nyerinya tetap yaitu mencapai 6 dan 8.
KESIMPULAN
1. Sebelum dilakukan effleurage, nyeri yang dialami ibu primipara dikategorikan dalam nyeri sedang sebanyak 45,0% dan nyeri berat sebanyak 55,0%.
2. Sesudah dilakukan effleurage, nyeri yang dialami ibu primipara dikategorikan dalam nyeri ringan sebanyak 5,0%, nyeri sedang sebanyak 75,0% dan nyeri berat sebanyak 20,0%. 3. Hasil uji statistik t-test dependent diperoleh nilai signifikansi yaitu p- value sebesar 0,000 < 0,05, sehingga ada perbedaan tingkat nyeri persalinan kala I fase aktif sebelum dan sesudah diberikan teknik effleurage pada ibu primipara di Rumah Bersalin An Nisaa KaligayamKabupaten Tegal.
SARAN
1. Bagi Perawat atau Bidan Effleurage sebagai salah satu alternatif intervensi yang dapat dimanfaatkan oleh tenaga keperawatan maupun bidan untuk menurunkan nyeri persalinan, terutama pada kala I fase aktif. 2. Bagi Rumah Bersalin An Nisaa Effleurage dapat dijadikan sebagai alternatif intervensi dalam usaha menurunkan nyeri persalinan terutama pada kala I fase aktif. 65
3. Ibu primipara dapat mendorong suami atau keluarga untuk membantu memberikan effleurage sebagai usaha untuk menurunkan nyeri persalinan, terutama pada kala I fase aktif. 4. Keluarga dapat melakukan effleurage pada ibu agar terlibat dalampenurunan nyeri persalinan. 5. Bisa dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perbedaan skala nyeri persalinan kala I fase akrif sebelum dan sesudah diberikan teknik effleurage pada ibu primipara dapat dilakukan dengan ikut meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hutajulu. 2003. Pemberian Valetamat Bromida dibandingkan Hioscine Butil Bromida untuk mengurangi Nyeri Persalinan. http://library.usu.ac.id. Diakses 13 April 2011 2. Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar- dasar keperawatan maternitas (Alih bahasa Ni Luh Gede Yasmin Asih). Ed. 6. Jakarta: EGC. 3. Suheimi. 2008. Persalinan Tanpa Rasa Nyeri. http://ksuemi.blogspot.com. Diakses tanggal 20 April 2011 4. Reeder S,J ,. Martin L,L,. & Koniak D,.1997. Maternity Nursing. Family. Newborn & Womens Health. (8th ed). J,B, Lippincoltt. Philadelpia 5. Bennet, V. Ruth and Linda K. Brown (ed.). 2001. Myles textbook for midwives. Churchill Livingstone. 6. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika 7. Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika 8. Notoatmodjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta 9. Sugiyono. 2007. Stastika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung 66
Gambaran Citra Diri Remaja Putri Di SMA Negeri 1 Bergas
Puji Lestari *) , Imron Rosidi *) , Sukiran **)
*) Staff Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo **) Alumni Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRAK Salah satu hal yang dikhawatirkan remaja putri yaitu munculnya jerawat dibagian wajah. Wajah bagi remaja putri bernilai penting yang berkaitan dengan pengembangan citra dirinya. Hasil observasi dari wawancara terhadap 10 siswi di SMA Negeri I Bergas, terdapat 7 siswi (70%), mengalami jerawat, terdapat 5 siswi (50%), diantranya tidak mengalami gangguan citra diri dan tredapat 2 siswi (20%), diantaranya mengalami gangguan citra diri. Jumlah siswi yang tidak mengalami jerawat sebanyak 3 siswi (30%), terdapat 2 siswi (20%), diantaranya mengalami gangguan citra diri dan terdapat 1 siswi (10%), tidak mengalami gangguan citra diri. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran gangguan citra diri remaja putri. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kolerasi dengan Populasi dalam penelitian ini adalah siswi kelas X, kelas XI dan kelas XII di SMA Negeri I Bergas dengan jumlah sampel sebanyak 90 responden. Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri di SMA Negeri I Bergas mempunyai citra diri positif, yaitu sejumlah 79 dari 90 responden (87,8%), dan sebagian remaja putri di SMA Negeri I Bergas mempunyai citra diri negatif sejumlah 11 dari 90 responden (12,2%). Saran yang dapat diberikan agar para remaja SMA Negeri I Bergas meningkatkan kebersihan diri sehingga tidak terjadi jerawat.
Kata Kunci : Citra Diri
67
PENDAHULUAN
Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang berjalan antara umur 12 sampai 21 tahun. 1)
Dalamproses mencapai dewasa, anak harus melalui berbagai tahap tumbuh kembang termasuk tahap remaja. Tahap remaja adalah masa transisi, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spot),timbulnya ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologis. 2)
Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang telah dilakukannya. Pada masa ini remaja mulai menemukan diri sendiri atau jati dirinya; (3). Masa remaja akhir (18- 21 tahun). Pada rentang usia ini remaja sudah merasa mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri, dengan itikat baik dan keberanian. Remaja mulai memahami arah kehidupannya, dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah mempunyai kemandirian sendiri berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya. 3) Salah satu yang dikhawatirkan remaja putri pada penampilannya yaitu munculnya jerawat yang ada di bagian wajah. Akne vulgaris merupakan penyakit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustule dan nodul pada tempat predileksinya. 4) Karena wajah bagi remaja putri bernilai penting yang berkaitan dengan pengembangan citra dirinya. 5)
Perubahan hormonal merupakan awal dari masa pubertas remaja yang terjadi sekitar usia 11-12 tahun. Perubahan ini erat hubungannya dengan perubahan yang terjadi di dalamotak hypothalamus, suatu bagian organ otak yang bertugas untuk mengkoordinasi atau mengatur fungsi-fungsi seluruh sistemjaringan organ tubuh. Salah satu di antaranya, ialah merangsang hormon luiteinizing hormon releasing hormon (LHRH) dan kelenjar pituitary (pituitary gland) untuk melepaskan hormon gonadotropin. Hormon gonadotropin merangsang gonades (testis dan ovarium) untuk memproduksi hormon seksual. Hormon androgen atau testosterone berkerja mempengaruhi pertambahan berat badan maupun perubahan suara; sedangkan hormon estrogen atau estradiol mempengaruhi pertumbuhan (makin membesarnya) payudara, uterine (produksi sel telur), dan perkembangan tulang-tulang (skeletal development). 6)
Menurut Stuart & Sundeen (2007), komponen konsep diri terdiri diri lima, yaitu: (1). Gambaran diri (body image). Gambaran diri adalah sikap remaja terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu; (2). Ideal diri. Ideal diri adalah persepsi remaja tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya atau sejumlah aspirasi, cita- cita, nilai yang ingin dicapai. 7)
Citra diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu. 7)
Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan di SMA Negeri I Bergas didapatkan bahwa jumlah siswa keseluruhan yaitu 789 orang. Hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan pada 10 siswi di SMA Negeri I Bergas, ternyata yang mengalami jerawat 7 siswi (70%), di mana 5 siswi (50%) di antaranya tidak mengalami gangguan citra diri dan terdapat 2 siswi (20%) mengalami gangguan citra diri. Jumlah siswi yang tidak mengalami jerawat sebanyak 3 siswi (30%), di mana 2 siswi (20%) mengalami gangguan citra diri dan 1 siswi (10%) tidak mengalami gangguan citra diri. Berdasarkan latar belakang masalah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran citra diri remaja putri di SMA Negeri I Bergas.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kolerasi, dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif pada suatu situasi atau sekelompok objek. 8)
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. 8) Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi di SMA Negeri I Bergas yang berjumlah 789 68
orang. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi atau sebagian dari karakteristik yang dimiliki. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling yaitu teknik pengambilan sampel dari anggota populasi yang dilakukan secara acak dan berstrata secara proporsional. 9) Besar sampel yang digunakan adalah sebanyak 90 responden yang dihitung berdasarkan rumus : 8)
Keterangan : N =Besar populasi n =Besar sampel d =Tingkat penyimpangan sampel (0,1).
Tempat penelitian dilakukan di SMA Negeri I Bergas dengan waktu penelitian pada tanggal 6, 7 dan 9 Januari 2012. Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian. 8) Penelitian melakukan analisis univariat dengan tujuan yaitu untuk mendiskripsikan jerawat dengan citra diri pada remaja putri yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.
HASIL PENELITIAN
Analisis univariat ini digunakan untuk memberikan gambaran tiap variabel secara tersendiri, yaitu gambaran tentang jerawat dengan citra diri remaja putri di SMA Negeri I Bergas tahun 2012.
1. Gambaran Jerawat Remaja Putri di SMA Negeri I Bergas Tahun 2012
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Gambaran Tentang J erawat Remaja Putri di SMA Negeri I Bergas Tahun 2012
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengalami jerawat, yaitu sejumlah 46 dari 90 responden (51,1%), sedangkan responden yang mengalami jerawat, yaitu sejumlah 44 dari 90 responden (48,9%).
2. Gambaran Citra Diri Remaja Putri di SMA Negeri I Bergas tahun 2012
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Gambaran Citra Diri Remaja Putri di SMA Negeri I Bergas tahun 2012
Citra diri f % Positif 79 87,8 Negatif 11 12,2 J umlah 90 100,0
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa sebagian besar remaja putri di SMA Negeri I Bergas mempunyai citra diri positif, yaitu sejumlah 79 dari 90 responden (87,8%), dan sebagian remaja putri di SMA Negeri I Bergas mempunyai citra diri negatif sejumlah 11 dari 90 responden (12,2%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja putri di SMA Negeri I Bergas sebanyak 79 dari 90 responden (87,8% ) mempunyai citra diri positif dan sebanyak 11 dari 90 responden (12,2% ) mempunyai citra diri pada katagori negatif. Menurut Stuart & Sundeen (2007), Rumini dan Sundari (2004), Tarwoto & Wartonah (2006), faktor yang mempengaruhi citra diri antara lain gender, standar sosial budaya, pengalaman sukses dan gagal. 7,10,11) Remaja di SMA I Bergas yang mempunyai citra diri positif di antaranya karena faktor gender, di mana remaja awal sering memiliki citra diri yang lebih tinggi atau rendah semestinya. Remaja putri yang sering menilai dirinya lebih tinggi atau overestimate. Kecerdasan antar pribadi atau sosial remaja putri di SMA Negeri I Bergas yaitu kemampuan untuk memahami, berinteraksi dengan orang lain, dan bekerjasama secara efektif yang baik. Remaja putri di SMA Negeri I Bergas yang kecerdasan antar pribadi atau sosial yang baik mampu memahami, berinteraksi, dan bekerjasama lebih efektif dengan teman- teman di sekolah sehingga citra diri mereka tidak menurun walaupun mengalami jerawat.
Jerawat f % Tidak Berjerawat 46 51,1 Berjerawat 44 48,9 J umlah 90 100,0 69
KESIMPULAN
1. Sebagian besar remaja putri di SMA Negeri I Bergas tidak mengalami jerawat, yaitu sejumlah 46 dari 90 responden (51,1%), 2. Sebagian besar remaja putri di SMA Negeri I Bergas mempunyai citra diri positif, yaitu sejumlah 79 dari 90 responden (87,8%)
SARAN
Sebagai informasi bagi masyarakat khususnya para remaja agar dapat meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya diri bagi siswi SMA Negeri I Bergas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Daryono, Agus. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta : Ghalia Indonesia. 2. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto 3. Kartono, K. 2007. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Jakarta : CV. Mandar Maju. 4. Djuanda A. Hamzah M, Aisyah S. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 4 th Ed, J akarta : FKUI 5. Kartikawati. 2005. Bimbingan Konseling, Jakarta : Direktorat J enderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka 6. Santrock, J. W. 2005. Psychology (7th ed.). New York: Mc Graw Hill. 7. Stuart, Gail Wiscarz, Sandra J Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC. 8. Notoatmodjo, S. 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi.Yogjakarta : PT. Rineka Cipta 9. Riduwan 2004. Metode dan Teknik Menyusun Thesis. Cetakan kedua. Alfabeta. Bandung 10. Rumini S, Sundari S. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja : Buku Pegangan Kuliah. Jakarta : Rineka Cipta. 11. Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Edisi 3., Jakarta: Salemba Medika 70
Studi Fenomologi : Pengalaman Kepala Ruang Dalam Mengelola Ruang Rawat Inap Di RSUD Ambarawa
Mona Saparwati *)
*) Staff pengajar ProgramStudi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRACT Heads nurse is operational manager that directly lead all resources to meet nursing quality services. This research aimed to identify the meaning of experiences heads nurse in managing inpatient roomat RSUD Ambarawa. This research designed using a descriptive phenomenological, the data collected by FGD and in-depth interviews. Participants selected by purposive sampling, data analysis using Collaizis methods. This research find 15 themes such as rules and functions as first line manager, perception of management functions, limitation in managing inpatient room, and support and wises to optimal the rules manager. It could be conclude that the heads nurse must improve the understanding and managing rules as first line manager especial in planning and staffing. . Key words: heads nurse, manage, inpatient room
ABSTRAK Kepala ruang adalah manajer operasional yang merupakan pimpinan yang secara langsung mengelola seluruh sumber daya di unit perawatan untuk menghasilkan pelayanan yang bermutu. Penelitian ini bertujuan bertujuan untuk memperoleh gambaran arti dan makna pengalaman kepala ruang dalammengelola ruang rawat inap di RSUD Ambarawa. Desain penelitian yang digunakan adalah metode fenomenologi deskriptif, pengumpulan data dengan FGD dan wawancara mendalam. Partisipan pada penelitian ini diambil secara purposive ampling, analisa data menggunakan metode Collaizi. Hasil penelitian teridentifikasi lima belas tema tentang gambaran respon kepala ruang terhadap peran dan fungsinya sebagai manajer lini, persepsi kepala ruang dalam menjalankan fungsi manajemen, hambatan dalam mengelola ruang rawat inap, dukungan dan harapan yang diperoleh kepala ruang agar perannya optimal. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, kepala ruang perlu memahami, melaksanakan fungsi manajemen guna mendukung kelancaran pelayanan di ruang rawat inap yang menjadi tanggungjawabnya dan diharapkan meningkatkan perencanaan dan ketenagaan di ruangan.
Kata kunci: kepala ruang, mengelola, ruang rawat inap
71
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan salah satu sarana upaya kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebagai tujuan pembangunan kesehatan. Rumah Sakit akan selalu dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan. 1) Saat ini banyak rumah sakit menyatakan bahwa mereka siap melangkah untuk meningkatkan mutu dalam kegiatan pelayanan yang diberikannya. Waktu dan usaha yang diperlukan untuk tiap-tiap langkah akan tergantung dari kegiatan peningkatan mutu yang dilakukan. Hal ini harus dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan. 2)
Tingkatan manajer keperawatan yang ada saat ini dibagi menjadi tiga tingkatan yakni: manajer lini/bawah, menengah dan manajer puncak. Kepala ruang adalah manajer operasional yang merupakan pimpinan yang secara langsung mengelola seluruh sumber daya di unit perawatan untuk menghasilkan pelayanan yang bermutu. Dalampengelolaan kegiatan pelayanan keperawatan di rumah sakit kepala ruang merupakan manager tingkat lini yang mempunyai tanggung jawab untuk meletakkan konsep praktik, prinsip dan teori manajemen keperawatan serta mengelola lingkungan organisasi untuk menciptakan iklim yang optimal dan menjamin kesiapan asuhan keperawatan oleh perawat klinik. Kepala ruang merupakan jabatan yang cukup penting dan strategis, karena secara manajerial kemampuan kepala ruang ikut menentukan keberhasilan pelayanan keperawatan. 3)
Hasil wawancara dengan Kasie Keperawatan RSUD Ambarawa pada bulan Januari tahun 2012 terkait dengan pengelolaan ruang rawat inap oleh kepala ruang didapatkan data : fungsi perencanaan keperawatan di ruang rawat inap belumsepenuhnya dilaksanakan oleh kepala ruang. Fungsi pengorganisasian yang sudah dilakukan adalah pelaksanaan sistem penugasan, pengaturan dinas, pengaturan kegiatan pelayanan dan asuhan keperawatan. Dalam menjalankan fungsi pengorganisasian ini masing-masing kepala ruang belum sepenuhnya sesuai dengan standar pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga hasilnya juga masih bervariatif. Fungsi pengarahan keperawatan di ruang rawat inap meliputi supervisi langsung seperti mengobservasi kegiatan asuhan keperawatan yang dilaksanakan perawatan pelaksana maupun supervisi tidak langsung dengan pemeriksaan dokumentasi yang ada terkait dengan aktivitas dari perawat pelaksana seperti pemeriksaan daftar hadir, catatan dokumentasi dan laporan kondite staf. Kepala ruang juga memberi motivasi, melakukan manajemen konflik, pendelegasian, komunikasi dan kolaborasi di ruangan namun hasilnya bervariasi. Fungsi pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan dan asuhan keperawatan di ruang rawat inap berdasarkan indikator mutu, kegiatan mutu dan tindak lanjut belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. Penelitian yang ada belum menggambarkan secara jelas kemampuan kepala ruang dan hambatan yang ada dalam mengelola ruang rawat inap sehingga perlu diketahui lebih lanjut tentang arti dan makna pengalaman kepala ruang dalam mengelola ruang rawat inap. Penelitian ini berupaya untuk mengeksplorasi pengalaman kepala ruang dalammengelola ruang rawat inap maka penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Metodologi penelitian fenomenologi bertujuan untuk mendapatkan gambaran/deskriptif tentang suatu pengalaman hidup yang dilihat dari sudut pandang orang yang diteliti, untuk memahami dan menggali pengalaman hidup yang dijalani. 4) Peneliti tertarik melakukan penelitian ini dengan metode riset kualitatif melalui pendekatan fenomenologi deskriptif dengan beberapa alasan yaitu: (1). Pengelolaan ruang rawat inap oleh kepala ruang tergolong bervariasi dan banyak melibatkan respon psikologis sehingga pengalaman ini perlu diteliti dengan lebih mendalam. (2). Memperoleh jawaban dan informasi yang mendalam, terperinci dan alamiah dari partisipan tentang pengalaman, pendapat dan perasaan 72
yang tersirat (insight) dari realitas pengalaman kepala ruang dalammengelola ruang rawat inap tersebut. (3). Belum adanya penelitian kualitatif yang spesifik mengarah kepada masalah pengelolaan ruang rawat inap oleh kepala ruang. METODE
Desain penelitian ini kualitatif dengan pendekatan fenomenologi bertujuan untuk memahami arti peristiwa dan kaitan- kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu. 5) Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi deskriptif, yaitu berfokus pada penemuan fakta mengenai suatu fenomena sosial yang ditekankan pada usaha untuk memahami perilaku manusia berdasarkan perspektif informan. 6) Melalui pendekatan fenomenologi, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran / deskriptif tentang suatu pengalaman hidup yang di lihat dari sudut pandang orang yang diteliti, untuk mamahami dan menggali pengalaman hidup yang di jalani. 7) Kealamiahan pengalaman yang dalam penelitian ini berupa pengalaman nyata yang dialami kepala ruang dalammengelola ruang rawat inap. Partisipan dalam penelitian ini ditentukan dengan tehnik purposive sampling. Purposive sampling adalah metode pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dulu kriteria yang akan dimasukkan dalam penelitian, dimana partisipan yang diambil dapat memberikan informasi yang berharga bagi penelitian. 8) Kriteria partisipan dalam penelitian ini yaitu : (1) berpengalaman sebagai kepala ruang di ruang rawat inap minimal tiga tahun; (2) bersedia menjadi partisipan dalampenelitian yang dibuktikan dengan menandatangani surat pernyataan persetujuan penelitian; (3) mampu mengungkapkan pengalaman dengan baik. 7)
HASIL PENELITIAN Sebanyak 5 tujuan utama memaparkan tentang berbagai gambaran arti dan makna pengalaman partisipan dalam mengelola ruang rawat inap di RSUD Ambarawa. Pengalaman kepala ruang dalam mengelola ruang rawat yakni meliputi: (1) gambaran respon kepala ruang terhadap peran dan fungsinya sebagai manajer lini di ruang rawat inap, (2) persepsi kepala ruang dalam menjalankan fungsi manajemen, (3) hambatan yang ada dalam mengelola ruang rawat inap, (4) dukungan yang diperoleh kepala ruang dalam mengelola ruang rawat inap, dan (5) harapan kepala ruang terhadap pimpinan atau atasan langsung agar perannya optimal. Gambaran respon kepala ruang terhadap peran dan fungsinya sebagai manajer lini di ruang rawat inap terdiri dari 2 tema yaitu kepala ruang mempunyai tugas dan tanggungjawab yang berat dan kepala ruang dibantu banyak pihak. Seperti digambarkan partisipan berikut ini: sesuai aturannya banyakdimarahi direktur juga(P1) beratsoalnya baru pindahan lokasi ruangannyabanyak yang harus diurus(P4) Persepsi partisipan dalam menjalankan fungsi manajemen terdiri dari lima tema yang dijabarkan dalamsubtema- subtema. Tema-tema tersebut meliputi: perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan dan pengawasan.Berikut contoh ungkapannya: perencanaan barang alat dan sebaginya lewat bidang masing-masing mengajukannya(P2) Hambatan yang ada dalam mengelola ruang rawat temanya adalah keterbatasan tenaga, fasilitas, sarana dan prasarana, birokrasi dan budaya pasien. keterbatasan tenaga sehingga kalau pasien banyak ruangan penuh tapi kita tidak boleh menolak alat yang terbatas troli cuma satu harus gentian(P7) Semua partisipan menyatakan mendapat dukungan dari atasan dan pimpinan, anak buah atau staf di ruangan dan sesama kepala ruang yang lain. ya di ruangan saya anak buah saya itu ya manut-manut, perawatnya juga memberikan support kalau saya lagi butuh(P6) Harapan partisipan dalammengelola ruang rawat adalah peningkatan reward bagi perawat, perbaikan fasilitas, tindaklanjut dari pimpinan, pengembangan SDM dan pimpinan diharapkan bisa menjadi role model. Seperti yang diungkapkan partisipan berikut: 73
menginginkan ada tambah-tambah untuk sebagai pemacu dari kerja rekan-rekan yaitu pemasukan mungkin sebagai pemacu (P1)
PEMBAHASAN Gambaran respon kepala ruang terhadap peran dan fungsinya sebagai manajer lini di ruang rawat inap terdiri dari 2 tema yaitu kepala ruang mempunyai tugas dan tanggungjawab yang berat dan kepala ruang dibantu banyak pihak. Kedudukan kepala ruang dalam tingkatan manajer organisasi rumah sakit termasuk dalam tingkatan yang paling rendah disebut manajer lini. Pada tingkatan manajer lini kepala ruang banyak melaksanakan fungsi manajemen operatif seperti pengarahan, memotivasi, pengawasan dan supervisi. 9)
Hal ini didukung oleh penelitian Warsito (2006) tentang pengaruh persepsi perawat pelaksana tentang fungsi manajerial kepala ruang terhadap pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan di ruang rawat inap menunjukkan pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan baik. 10)
Persepsi perawat pelaksana tentang fungsi manajerial kepala ruang yaitu (1) fungsi perencanaan dan pengorganisasian, baik, tidak ada hubungan, dan tidak ada pengaruh. (2) fungsi pengarahan baik, ada hubungan, dan ada pengaruh dan (3) fungsi pengawasan dan pengendalian tidak baik, ada hubungan dan ada pengaruh. Penelitian lain yakni Liestyaningrum (2010) tentang hubungan persepsi perawat pelaksana dengan kinerja kepala ruangan di ruang rawat inap didapatkan hasil kepala ruang lebih banyak menjalankan fungsi pengarahan dan pengawasan. Uraian tugas pokok kepala ruang adalah mengendalikan dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah ditentukan, melakukan penilaian kinerja tenaga keperawatan yang berada dibawah tanggung jawabnya, membuat laporan harian mengenai pelaksanaan asuhan keperawatan, mengawasi dan menilai mutu asuhan keperawatan sesuai standar yang berlaku secara mandiri atau koordinasi dengan Tim Pengendali Mutu Asuhan Keperawatan. 11)
Menurut Swansburg (2000) kepala ruang perlu memiliki kemampuan teknik, ketrampilan, pengetahuan dan motivasi untuk membantu perawat di ruangan dalam melaksanakan asuhan keperawatan. 12) Lebih lanjut hasil penelitian Werdati (2009) bahwa ada hubungan yang kuat antara kepemimpinan ruang rawat inap dan penampilan kerja / kinerja tim perawat di ruang rawat inap, berarti kinerja timperawat salah satu faktornya ditentukan oleh faktor kepemimpinan kepala ruang. 13) Seorang pemimpin yang efektif merupakan katalisator dalam memfasilitasi interaksi efektif diantara karyawan, material dan waktu. la juga bersikap dan bertindak sinergis dalam menyatukan upaya dari berbagai karyawan dengan tingkat ketrampilan yang berbeda. Dalam upaya mengarahkan kepala ruang melakukan supervisi dan koordinasi bagi para bawahannya. 14)
Hasil penelitian Rohmawati (2005) didapatkan fungsi manajemen kepala ruangan berhubungan secara signifikan dengan pelaksanaan asuhan keperawatan meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengaturan sif dan pengawasan. 15) Pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan masih harus ditingkatkan lagi dengan melibatkan kepala ruang dalam hal ini perencanaan sumberdaya yang dibutuhkan di ruang rawat. Menurut Rutherford, Moen dan Taylor (2009) semakin tinggi kemampuan yang dimiliki kepala ruangan, makin baik penyelenggaraan fungsi menejemennya. Untuk meningkatkan penyelenggaraan fungsi manajemen keperawatan di ruang rawat, perlu adanya peningkatan karakteristik individu dan kemampuan manajerial kepala ruangan melalui peningkatan pendidikan keperawatan dan penambahan pengetahuan tentang manajemen keperawatan melalui penataran- penataran/pembelajaran diri. 16)
Partisipan menyatakan fungsi perencanaan meliputi visi dan misi, kebutuhan alat dan barang dan merencanakan SDM. Hasil penelitian Sumiyati (2006) didapatkan bahwa ada pengaruh pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan terhadap kinerja ketua tim, pelaksanaan fungsi perencanaan yang memiliki pengaruh terhadap kinerja ketua tim. Kesimpulannya bahwa semakin tinggi pelaksanaan fungsi perencanaan yang 74
dilakukan oleh kepala ruangan maka semakin baik pula kinerja ketua tim. Lebih lanjut Sumiyati menyatakan hasil wawancara dengan 3 (tiga) orang Asisten Manajer Pelayanan keperawatan tentang pelaksanaan uraian tugas Karu diperoleh pelaksanaan fungsi perencanaan yang belum terlaksana adalah perencanaan menyusun jumlah kebutuhan tenaga keperawatan. 17)
Hambatan yang ada dalam mengelola ruang rawat. Temanya adalah keterbatasan tenaga, fasilitas, sarana dan prasarana, birokrasi dan budaya pasien. Menurut Neuhauser (2011) hambatan- hambatan dalam ketenagaan diantaranya kemangkiran/absen dari perawat yaitu merupakan kehilangan waktu yang berakibat kerugian secara kualitas dan ekonomi bagi instansi. Hambatan berikutnya keluar masuknya tenaga (Turn Over). Turn over ini sangat mengganggu pelaksanaan pelayanan keperawatan yang akan mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan. Sedangkan hambatan yang sering didapatkan pada perawat adalah kejenuhan (Burn Out), yaitu keadaan dimana perawat merasa dirinya semakin kurang kemampuannya, beban kerjanya yang berlebihan sehingga menjadi kurang produktif. 18)
Banyak faktor yang mempengaruhi ketenagaan di rumah sakit. Dengan ketenagaan yang kurang dan formasi yang tidak sesuai di setiap ruangan maka akan mempengaruhi terhadap penurunan kualitas dokumentasi asuhan keperawatan. Dengan penurunan kualitas dokumentasi asuhan keperawatan berarti fungsi dokumentasi sebagai alat komunikasi, mekanisme pertanggung gugatan, metode pengumpulan data, sarana pelayanan keperawatan, sarana evaluasi, sarana meningkatkan kerjasama antar timkesehatan, sarana pendidikan, audit pelayanan keperawatan, akan tidak mempunyai fungsi dan manfaat yang maksimal dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tetapi ada beberapa perawat yang juga berpendapat, walaupun tenaga cukup tetapi motivasi perawat tidak ada maka pendokumentasian asuhan keperawatan juga tidak akan berfungsi maksimal. 19)
Harapan partisipan dalam mengelola ruang rawat adalah peningkatan reward bagi perawat, perbaikan fasilitas, tindaklanjut dari pimpinan, pengembangan SDM dan pimpinan diharapkan bisa menjadi role model. Menurut Beck (2005) ada dua belas kunci utama dalam kepuasan kerja yaitu: input, hubungan manajer dengan staf, disiplin kerja, lingkungan tempat kerja, istirahat dan makanan yang cukup, diskriminasi, kepuasan kerja, penghargaan penampilan, klarifikasi kebijaksanaan, prosedur, dan keuntungan, mendapatkan kesempatan, pengambilan keputusan, dan gaya manajer. 20)
Menurut Leer (2006) beberapa usaha positif dalam rangka menyelenggarakan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja, yaitu orientasi, supervisi, partisipasi, komunikasi, rekognasi, delegasi, kompesi, integrasi, dan motivasi silang. 21) Lebih lanjut Turner (2010) menunjukkan bahwa cara yang ditempuh untuk meningkatkan semangat kerja adalah memberi kompensasi kepada tenaga kerja dalam porsi yang wajar, tetapi tidak memaksakan kemampuan, menciptakan kondisi kerja yang menggirahkan semua pihak, memperhatikan kebutuhan yang berhubungan dengan spiritual tenaga kerja. Untuk meningkatkan semangat kerja dilakukan pemberian gaji yang cukup, memperhatikan kebutuhan rohani, menciptakan suasana kerja yang santai, memperhatikan harga diri, menempatkan posisi pekerja pada tempatnya, dan memberikan fasilitas yang menyenangkan. 22) Dukungan yang diperoleh kepala ruang dalam mengelola ruang rawat. Semua partisipan menyatakan mendapat dukungan dari atasan dan pimpinan, anak buah atau staf di ruangan dan sesama kepala ruang yang lain. Pengaruh hubungan personal (Impersonal impact) yaitu derajat dimana kinerja mampu mengekspresikan kepercayaan diri, kemauan baik, itikat baik, kerjasama sesama karyawan maupun bagian sub ordinatnya. Kinerja mempunyai dampak terhadap hubungan personal dengan pegawai maupun pimpinan. 23) Menurut pendapat Gatot dan Adisasmito (2005) dalam 75
penelitiannya hubungan karakteristik perawat, isi pekerjaan dan lingkungan pekerjaan terhadap kepuasan kerja perawat di instalasi rawat inap menyatakan bahwa faktor dominan dari isi pekerjaan yang menyebabkan kepuasan kerja perawat yaitu factor penghargaan dan otonomi, sedangkan faktor dominan dari lingkungan pekerjaan berkaitan dengan faktor hubungan dengan rekan, hubungan dengan atasan langsung dan kondisi tempat kerja. 24)
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat beberapa kesimpulan tentang gambaran arti dan makna pengalaman kepala ruang dalam mengelola ruang rawat inap di RSUD Ambarawa teridentifikasi 15 tema sebagai berikut: Gambaran respon kepala ruang terhadap peran dan fungsinya sebagai manajer lini ruang rawat inap terdiri dari 2 tema yakni kepala ruang mempunyai tugas dan tanggungjawab yang berat dan kepala ruang dibantu banyak pihak. Kepala ruang sebagai manajer lini harus memahami perilaku orang-orang tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan rumah sakit. Kepala ruang sebagai manajer senantiasa harus berupaya mengarahkan, memotivasi mereka dan bersikap sebaik-baiknya, sehingga upaya mereka secara individu dapat meningkatkan penampilan kelompok dalam rangka mencapai tujuan. Persepsi kepala ruang dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen ruang rawat inap meliputi perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan dan pengawasan. Fungsi perencanaan meliputi visi dan misi, kebutuhan alat dan barang dan merencanakan SDM. Pengorganisasian terdiri dari peran dan fungsi kepala ruang, kerjasama, struktur organisasi, pembagian tugas dan pasien dan metode penugasan. Ketenagaan yang dilaksanakan meliputi pengaturan jadwal dinas, menghitung tenaga, orientasi dan mengatur ketenagaan di ruangan. Kepala ruang sudah menjalankan fungsi pengarahan meliputi; memberikan motivasi, pengambilan keputusan, manajemen konflik, pendelegasian, kolaborasi dan supervisi. Kepala ruang menjalankan fungsi pengawasan yakni pengawasan terhadap dokumentasi keperawatan, kepuasan pasien dan perawat serta penilaian kinerja. Kepala ruang sudah berusaha melaksanakan semua fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan dan pengawasan. Namun belumsemua elemen dari fungsi manajemen sudah dilakukan oleh kepala ruang. Sebagai contoh dalam melaksanakan fungsi perencanaan, kepala ruang belum melakukan perencanaan anggaran. Hal ini disebabkan perencanaan anggaran sudah ditetapkan dari bidang keperawatan berdasarkan keputusan direktur. Sedangkan ketenagaan, kepala ruang tidak melakukan proses rekruitmen dan seleksi tenaga. Wewenang rekruitmen merupakan wewenang direktur. Hambatan yang ada selama kepala ruang mengelola ruang rawat inap meliputi keterbatasan tenaga dan alat, birokrasi dan budaya pasien. Ketenagaan yang kurang dan formasi alat yang tidak sesuai di setiap ruangan mempengaruhi kualitas asuhan keperawatan. Birokrasi juga bisa menjadi hambatan dalam mencapai suatu tujuan. Berbagai kendala proses birokrasi adalah: pimpinan kurang mempunyai komitmen, tantangan dari pihak lain, alat komunikasi yang terbatas dan kurangnya skill pengelola. Budaya pasien dan perawat merupakan hambatan dalam pemberian pendidikan kesehatan pada pasien di rumah sakit. Hambatan dari pasien antara lain: pendidikan rendah, mitos, budaya dan kepribadian sifat pasien dan bahasa. Hambatan dari perawat sendiri antara lain: waktu yang terbatas, terlalu banyak pekerjaan dan pasien, sibuk, malas, tenaga perawat terbatas dan pengetahuan perawat kurang Dukungan yang diperoleh kepala ruang dalam mengelola ruang rawat inap meliputi dukungan dari staf, sesama kepala ruang dan dari atasan. Pengaruh hubungan personal yaitu derajat dimana kinerja mampu mengekspresikan kepercayaan diri, kemauan baik, itikat baik, kerjasama sesama karyawan maupun bagian sub ordinatnya. Faktor dominan dari isi pekerjaan yang menyebabkan kepuasan kerja perawat yaitu faktor penghargaan dan otonomi, sedangkan faktor dominan dari lingkungan pekerjaan berkaitan dengan faktor hubungan dengan rekan, hubungan dengan atasan langsung dan kondisi tempat kerja. 76
Harapan kepala ruang terhadap pimpinan atau atasan langsung agar perannya lebih optimal meliputi peningkatan reward bagi perawat, perbaikan fasilitas dan sarana prasarana, tindaklanjut dari pimpinan dan pengembangan sumber daya manusia. Kunci utama dalam kepuasan kerja yaitu: input, hubungan manajer dengan staf, disiplin kerja, lingkungan tempat kerja, istirahat dan makanan yang cukup, diskriminasi, kepuasan kerja, penghargaan penampilan, klarifikasi kebijaksanaan, prosedur, dan keuntungan, mendapatkan kesempatan, pengambilan keputusan, dan gaya manajer. Harapan lain adalah meningkatkan kesejahteraan pegawai, memonitor bawahan, dan membangun komunikasi interaktif.
SARAN
Manajemen Rumah Sakit Manajer rumah sakit diharapkan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kepala ruang melalui pendidikan dan pelatihan terkait fungsi perencanaan dan ketenagaan yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dengan cara pendidikan formal, pelatihan manajemen keperawatan, dan pelatihan manajemen logistik. Manajemen perlu melengkapi uraian tugas kepala ruang, protap-protap pelayanan, peralatan medis dan keperawatan, serta SDM sesuai standar. Bidang keperawatan perlu melakukan supervisi yang terstruktur dalam upaya memberikan bimbingan dan arahan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi manajemen kepala ruang. Diperlukan adanya kebijakan dari wakil direktur pelayanan medik rumah sakit yang mendukung adanya penilaian kinerja kepala ruang dan perawat pelaksana yang dihubungkan dengan kompensasi.
Bagi Kepala Ruang 1. Perlu meningkatkan pemahaman tentang strategi menyusun perencanaan ruangan. 2. Perlu meningkatkan pemahaman tentang strategi rekruiment tenaga. 3. Melaksanakan pendokumentasian semua kegiatan yang dilakukan. 4. Meningkatkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi. 5. Selalu berupaya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan non formal seperti pelatihan dan seminar untuk menunjang kelancaran dalam menjalankan tugas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lorraine. (2010). Beyond doing: supporting clinical leadership and nursing practice in aged care through innovative models of care. Content Management Pty Ltd. Contemporary Nurse , 35(2): 157170 2. Huber D. (2010). Leadership nursing and care management. Seven edition. Philadelphia : W.B. Saunders Company. 3. Potter, (2010). Delegation practices between registered nurses and nursing assistive personnel. Journal of Nursing Management, 18, 157165 4. Polit, F. D & Beck T. (2010). Nursing research; Principles and methodes.5 th
ed. Philadelphia: Lippincott. 5. Creswell, W. J. (2003). Research design. qualitative, quantitative, and mixed methods approaches, 2nd ed, New Delhi: Matura SAGE Publications. 6. Streubert, J. H. & Carpenter, R. D. (2003). Qualitative research in nursing. 3 td ed. Philadelphia: Lippincott. 7. Moleong, L. J. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT Rosdakarya. 8. Burn & Grove. (2010). Understanding nursing research. Philadelphian. WB Saunders Company. 9. Cartney, D. (2009). The nurse manager the neglected middle. Healthcare Financial Management, Aug , 63, 8. ProQuest. pg. 74 10. Warsito, B. (2006). Pengaruh persepsi perawat pelaksana tentang fungsi manajerial kepala ruang terhadap pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan di ruang rawat inap rsjd dr. amino gondohutomo semarang. Tesis Pasca Sarjana. UNDIP. Diperoleh 5 Mei 2012. 11. Liestyaningrum, W. (2010). Hubungan persepsi perawat pelaksana tentang pengawasan kepala ruangan dengan kinerja di ruang rawat inap RSAL dr Mintohardjo:http://www.digilib.ui.ac.id /opac/themes/libri2/detail.jsp?id 12. Swansburg RC, Swansburg RJ. (2000). Introductory management and 77
leadership for nurse. 2nd edition. Toronto : Jonash and Burtlet Publisher. 13. Werdati. (2009). Hubungan gaya kepemimpinan kepala ruang dengan kinerja di rs kota semarang. Jurnal Gizi dan Kesehatan. Vol I, No.2. Jun 14. Haaf, T. (2009). Nurse manager competency and the relationship to staff satisfaction, patient satisfaction, and patient care outcomes; American Journal of Critical Care; Mar; 15, 2; ProQuest. pg. 217 15. Rohmawati, T. (2005). Hubungan fungsi manajemen kepala ruangan menurut persepsi perawat pelaksana dan karakteristik individu dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang instalasi rawat inap RSUD Sumedang. Tesis. ProgramPascasarjana UI. 16. Rutherford, P., Moen, R., & Taylor, J. (2009). TCAB: The how and the what: developing an initiative to involve nurses in transformative change. American Journal of Nursing, 109(11), 5-17. 17. Sumiyati, A. (2006). Analisis faktor- faktor yang berhubungan dengan kinerja kepala ruang rawat inap di rumah sakit dokter kariadi semarang. Tesis Pasca sarjana Undip. Diperoleh 5 Mei 2012. 18. Neuhauser. (2011). Impact of staff engagement on nurse satisfaction/retention and patient outcomes of patient satisfaction and ndnqi indicators. UMI Number: 1490875 19. Mangala. (2006). Improving nurse- physician communication and satisfaction in the intensive care Narasimhan, American Journal of Critical Care; Mar 2006; 15, 2; ProQuest. pg. 217 20. Beck, J. (2005). Nurses voice: the meaning of voice to experienced registered nurses employed in a magnet hospital workplace. ProQuest Information and Learning Company, diperoleh 1 februari 2012. 21. Leer, R. (2006). Effective nursing management: a solution for nurses job dissatisfaction, and low retention rate?. ProQuest Information and Learning Company, diperoleh 15 Februari 2012. 22. Turner, B. (2010) A study of the emotional quotient of nursing managers compared to the outcome of an employee opinion survey; UMI Number: 3432190 23. Saining, Asiah & Indar. (2012), Analisis faktor keinginan pindah kerja (intention turnover) perawat di rumah sakit umum daerah kabupaten buol provinsi sulawesi tengah. Tesis ProgramPasca Sarjana Unhas. Diperoleh 2 Maret 2012. 24. Gatot & Adisasmito. (2005). Hubungan karakteristik perawat, isi pekerjaan dan lingkungan pekerjaan terhadap kepuasan kerja perawat di instalasi rawat inap rsud gunung jati Cirebon; Makara, Kesehatan, Vol. 9, No. 1, JUNI: 1-8 78
Pengaruh Pemberian Terapi Religi Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
Nilawati *) , Rosalina, Puji Purwaningsih **)
*) Alumni Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo **) Staff Pengajar ProgramStudi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRACT Depression in the elderly is a psychogeriatric problemwich often happens and needs special attention. Depression is less human function related to sad feeling and its supporting factors, including the change of sleep pattern and appetite, psychomotor, concentration, fatigue, despair, usefulness and suicide. One way to decrease depression in elderly is relaxation like listening to Quran recication. This activity can raise relaxation response and pacify soul. The purpose of this study was to understand the effects of giving Quran recitation therapy to decrease depression level in the elderly at Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit. The type of this study was Quasi Experiment study with Non Equivalent Control Group Design. The population of this study was all moslem elderly at Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit. The technique of sample taking was quota sampling where the taken samples were suitable with certain characteristics to get the target of quota and got 50 samples in accordance with inclusive criteria. Data collecting was done by measuring the depression level in the elderly by using SDG to control and treatment group before and after giving Quran recitation therapy. The result showed p value 0,000 < (0,05), so the conclusion of this study is that there are effects of Quran recication therapy to decrease the depression level in the elderly. Quran recication therapy could be used as an alternative intervention for managing depression level in the elderly.
Key Words : Quran Recication Therapy, Elderly, Depression
ABSTRAK Depresi pada lansia merupakan masalah psikogeriatri yang sering dijumpai dan perlu mendapat perhatian khusus. Depresi merupakan terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alamperasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, putus asa dan tak berdaya serta gagasan bunuh diri. Salah satu cara untuk mengatasi depresi lansia adalah dengan relaksasi seperti mendengarkan Al- Quran. Lantunan murotal Al-Quran mampu membangkitkan tanggapan relaksasi dan hati menjadi tentram. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian terapi murotal Al- Quran terhadap penurunan depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Jenis penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperiment dengan rancangan Non Equivalent Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia yang beragama Islamdi Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah quota sampling dimana sampel diambil sesuai dengan ciri-ciri tertentu yang sudah ditetapkan sampai jumlah (kuota) yang diinginkan dan didapat 50 lansia yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur tingkat depresi lansia menggunakan SDG pada kelompok kontrol dan perlakuan sebelumdan setelah pemberian terapi murotal Al-Quran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa p value 0,000 < (0,05), sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian terapi murotal Al-Quran terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia. Terapi murotal Al-Quran dapat digunakan sebagai alternatif intervensi untuk penatalaksanaan depresi pada lansia.
Kata kunci : Terapi Murotal Al-Quran, Lansia, Depresi 79
PENDAHULUAN
Penyebab depresi pada lansia bervariasi. Pertama adalah faktor psikologis seperti penyesuaian terhadap hilangnya sumber penghasilan, hilangnya status sosial, kehilangan orang yang dicintai, dan perasaaan putus asa karena ketidakberdayaan. Kedua kerentanan faktor biologi terhadap depresi, hal ini terjadi karena disregulasi neurotransmiter otak, sepaerti rendahnya kadar serotonin, norepinefrin dan dopamin serta meningkatnya monoamin oksidase (MAO), dan lebih lanjut kadar katekolamin akan berkurang. Terakhir depresi pada lansia dihubungkan dengan penyakit fisik dan penggunaan obat-obatan yang penting pada pengobatan penyakit fisik tersebut (Viora, 2000). Penatalaksanaan depresi pada lansia yaitu mencakup terapi biologik dan psikososial. Terapi biologik antara lain dengan pemberian obat antidepresan, terapi kejang listrik (ECT), terapi sulih hormon dan Transcranial Magnetic Stimulation (TMS). Sementara terapi psikosial bertujuan mengatasi masalah psikoedukatif, yaitu mengatasi kepribadian maladaptif, distorsi pola berpikir, mekanisme koping yang tidak efektif, hambatan relasi interpersonal. Terapi ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah sosiokultural, seperti keterbatasan dukungan dari keluarga kendala terkait faktor kultural, perubahan peran sosial (Nita, 2008). Terapi pembacaan Al-Quran dapat mempercepat penyembuhan, hal ini telah dibuktikan oleh berbagai ahli seperti yang telah dilakukan Ahmad al Khadi, direktur utama Islamic Medicine Institute for Education and Research di Florida, Amerika Serikat. Dalamkonferensi tahunan ke XVII Ikatan Dokter Amerika, wilayah missuori AS, Ahmad Al-Qadhi melakukan presentasi tentang hasil penelitianya dengan tema pengaruh Al-Quran pada manusia dalamperspektif fisiologi dan psikologi. Ia meneliti pengaruh Al-Qur'an pada manusia dalam perspektif fisiologi dan psikologi. Penelitian dilakukan dalam 2 tahapan. Tahap pertama, bertujuan untuk meneliti kemungkinan adanya pengaruh Al-Qur'an pada fungsi organ tubuh sekaligus mengukur intensitasnya jika memang ada. Tahap kedua, diarahkan untuk mengetahui apakah efek yang ditimbulkan benar-benar karena Al-Qur'an atau bukan. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan mesin pengukur dan terapi stres yang berbasis komputer, model medical data quotient 2002 (MEDAQ) yang ditemukan dan dikembangkan Pusat Kedokteran Universitas Boston. Alat ini mampu mengukur reaksi yang menunjukkan tingkat stres dengan 2 cara: (1) melakukan pemeriksaan fisik secara langsung melalui komputer, dan (2) memonitor serta mengukur perubahan- perubahan fisiologis pada tubuh. Hasil eksperimen menunjukkan, bacaan Al-Qur'an menimbulkan efek relaksasi hingga 65%. Hasil ini juga menunjukkan, Al-Qur'an memiliki pengaruh positif yang cukup signifikan dalam menurunkan ketegangan (stres) pada pengukuran kualitatif maupun kuantitatif. Pengaruh ini tampak dalam bentuk perubahan-perubahan yang terjadi pada arus listrik di otot, juga perubahan pada daya tangkap di kulit terhadap konduksi listrik, perubahan pada sirkulasi darah, serta perubahan pada detak jantung, kadar darah yang mengalir pada kulit yang kesemuanya saling terkait dan paralel dengan perubahan- perubahan pada aspek lain (Sukaca, 2010). Terapi murotal ini bekerja pada otak, dimana ketika didorong oleh rangsangan dari luar (terapi Al-Quran), maka otak akan memproduksi zat kimia yang disebut neuropeptide. Molekul ini akan menyangkutkan ke dalam reseptor reseptor mereka yang ada di dalamtubuh dan akan memberikan umpan balik berupa kenikmatan atau kenyamanan (Al-Kahil, 2010). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti tanggal 20 J uli 2011 di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, diperoleh data bahwa jumlah lansia yang ada di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo saat ini yaitu sebanyak 100 orang karena kapasitas maksimum yang diterima oleh Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo hanya sebanyak 100 orang dan dari 100 lansia tersebut didapatkan jumlah lansia yang beragama Islam sebanyak 72 orang. Ketua Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo mengatakan bahwa sebagian besar lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo mengalami depresi. Peneliti mengajukan kuesioner skala depresi geriatrik (SDG) serta wawancara pada 9 orang lansia yang terdiri dari 4 laki-laki dan 5 perempuan. Peneliti mendapatkan 3 lansia mengalami suasana perasaan sedih, mudah lelah, nafsu makan berkurang, mengalami gangguan tidur serta mengatakan diri tidak berdaya. Terdapat 3 lansia mengalami rasa 80
pesimistis, merasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur. Terdapat 1 lansia mengalami afek depresif, pesimistis, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, pandangan masa depan yang suram dan ketidakmampuan konsentrasi. Para lansia tersebut mengatakan bahwa depresi yang mereka alami umumnya disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kehilangan jabatan sehingga mereka merasa sudah tidak berguna, ditinggal keluarga sehingga mereka merasa kesepian dan tidak ada yang memperhatikan, mengidap penyakit yang lama dan tidak kunjung sembuh. Peneliti mendapatkan 4 dari 7 lansia yang mengalami depresi mengatakan bahwa ketika membaca dan mendengarkan bacaan Al-Quran membuat perasaannya lebih tenang dan yang lainnya mengatakan jarang membaca Al-Quran. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo mengatakan bahwa dalam mengatasi depresi lansia tersebut pihak panti mengadakan kegiatan rekreasi setiap satu tahun sekali, mengadakan kegiatan kerohanian tiga kali seminggu, terapi musik dan bimbingan konseling. Terapi murotal Al-Quran belumpernah dilakukan sebagai teknik relaksasi untuk membantu menurunkan stress dan depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo. Melihat fenomena di atas maka peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian terapi murotal Al-Quran terhadap penurunan depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.
METODE PENELITIAN
Peneliti menggunakan rancangan eksperimen semu (Quasi Eksperimen), yaitu dengan menggunakan Non Equivalent Control Group Design karena dalam penelitian ini sulit untuk dilakukan randomisasi serta dalam penelitian ini memerlukan dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Desain ini mengukur apa yang terjadi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sesuai dengan kondisi awalnya sebelumperlakuan (kondisi pretest) dan perbedaan yang tampak diakhir perlakuan (kondisi posttest) (Dempsey, 2002). Sampel pada desain penelitian ini diobservasi terlebih dahulu sebelumdiberi perlakuan, kemudian setelah diberikan perlakuan sampel tersebut diobservasi kembali (Azis, 2008). Peneliti melakukan pengukuran tingkat depresi lansia dengan menggunakan SDG (Skala Depresi Geriatrik) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum dilakukan terapi murotal Al-Quran dan sesudahnya, kemudian dibandingkan hasil pretest dan posttest untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara sebelum dan sesudah pemberian terapi murotal Al-Quran pada kelompok perlakuan serta apakah ada perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, sehingga diketahui pengaruh pemberian terapi murotal Al- Quran terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia. Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang beragama Islam di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 72 orang. Sampel adalah bagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Suatu penelitian dapat menggunakan seluruh obyek atau hanya mengambil sebagian dari keseluruhan populasi. Sampel yang baik adalah sampel yang representatif/mewakili populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik pengambilan sampel jenis non random sampling yaitu pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat diperhitungkan, tetapi semata-mata hanya berdasarkan segi-segi kepraktisan belaka, dengan metode quota sampling yaitu teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan (Sugiyono, 2003). Dalam mengumpulkan data, peneliti menghubungi subyek yang memenuhi persyaratan ciri-ciri populasi, tanpa menghiraukan dari mana asal subjek tersebut (asal masih dalam populasi). Ciri-ciri populasi dalam penelitian ini yang digunakan oleh peneliti sebagai sampel yaitu : 81
1. Klien berusia 60-85 tahun yang berada di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran 2. Klien yang mengalami depresi ringan, sedang dan berat 3. Klien yang kooperatif atau kesadaran baik 4. Klien yang dapat berkomunikasi verbal dengan baik 5. Klien yang tidak memiliki gangguan pendengaran
Penelitian ini dilakukan di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang yang merupakan salah satu instansi pemerintah dibawah Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi Jawa Tengah. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian terapi murotal Al-Qur,an ini yaitu menggunakan kaset murotal surah Ar- Rahman oleh Syeikh Saad Al-Ghomidi. Daftar pertanyaan SDG (Skala Depresi Geriatrik) dengan 15 item pertanyaan digunakan untuk menilai tingkat depresi pada lansia. Alat ukur SDG berisikan tentang perasaan seperti kesedihan, harapan, kekecewaan, pesimisme, perasaan gagal, perasaan berharga, ketidakpuasan, perasaan bersalah, ketidakpuasan pada diri sendiri, penarikan diri, ketidakmampuan membuat keputusan, perubahan gambaran diri, kesulitan bekerja, kelemahan dan anoreksia. Analisa ini dilakukan dengan tujuan untuk mendefinisikan tiap variabel yang diteliti secara terpisah dengan cara membuat tabel frekuensi dari masing-masing variabel (Sutanto, 2007). Adapun variabel yang dianalisis adalah tingkat depresi lansia kelompok eksperimen sebelumdan sesudah diberikan terapi murotal Al-Quran serta tingkat depresi lansia kelompok kontrol pada awal dan akhir penelitian, sehingga skor depresi pada lansia yang berupa skala interval dilakukan pengkategorian untuk kepentingan analisis ini. Analisa ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji variabel-variabel penelitian yaitu variabel independen dengan variabel dependen. Hal ini berguna untuk membuktikan atau menguji hipotesis yang telah dibuat. Untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata dua sampel apabila datanya berbentuk interval atau ratio maka menggunakan uji statistik parametrik (Sugiyono, 2007). Penggunaan statistik parametrik bekerja dengan asumsi bahwa data setiap variabel penelitian yang akan dianalisis membentuk distribusi normal. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk didapatkan bahwa p-value untuk depresi (pretest) pada kelompok eksperimen sebesar 0,082 dan pada kelompok kontrol 0,124. Sedangkan p value untuk depresi (posttest) pada kelompok eksperimen sebesar 0,251 dan kelompok kontrol 0,338. Dari hasil ini terlihat bahwa semua p value tersebut lebih besar dari (0,05). Ini menunjukkan bahwa semua data yang diperoleh dapat dinyatakan berdistribusi normal. Uji parametrik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi murotal Al-Quran terhadap tingkat depresi lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran sebelum dan sesudah diberikan terapi murotal Al-Quran pada kelompok perlakuan serta perbedaan tingkat depresi lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran pada awal dan akhir penelitian pada kelompok kontrol yaitu menggunakan uji statistik t-test dependent. Hipotesa yang diajukan diterima dengan ketentuan nilai keyakinan yang dipakai adalah 0,95 dan nilai kemaknaan = 0,05 atau dengan kata lain yaitu Ho ditolak jika nilai p value < (0,05). Uji parametrik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh terapi murotal Al-Quran terhadap penurunan tingkat depresi lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran maka uji yang digunakan adalah uji statistik t-test independent karena membandingkan data yang berasal dari dua kelomok data yang tidak berpasangan yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hipotesa yang diajukan diterima dengan ketentuan nilai keyakinan yang dipakai adalah 0,95 dan nilai kemaknaan = 0,05 atau dengan kata lain yaitu Ho ditolak jika nilai p value < (0,05).
HASIL PENELITIAN
Responden dalam penelitian ini adalah para lansia yang beragama Islam di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran sejumlah 50 orang, dimana 25 responden sebagai kelompok eksperimen dan 25 responden lainnya sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitian ini meliputi dua bagian yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. 82
Analisis Univariat
1. Gambaran Depresi Lansia Sebelum Terapi Murotal Al-Quran
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Depresi Sebelum Terapi Murotal Al Quran pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Tahun 2012
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa sebelumdiberikan terapi murotal Al- Quran pada kelompok eksperimen, sebagian besar lansia mengalami depresi sedang yaitu sejumlah 12 orang (48,0%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar lansia juga mengalami depresi sedang yaitu sejumlah 13 orang (52,0%).
2. Gambaran Depresi Lansia Setelah Terapi Murotal Al-Quran Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Depresi Setelah Terapi Murotal Al Quran pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Tahun 2012
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa setelah diberikan terapi Murotal Al- Quran pada kelompok eksperimen, sebagian besar lansia mengalami depresi ringan yaitu sejumlah 16 orang (64,0%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar lansia masih tetap mengalami depresi sedang yaitu sejumlah 13 orang (52,0%).
3. Uji Kesetaraan (Perbedaan Tingkat Depresi Lansia antara Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol Sebelum Terapi Murotal Al-Quran)
Tabel 3 Perbedaan Tingkat Depresi Lansia antara Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol SebelumTerapi Murotal Al-Quran di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Tahun 2012
Terapi Kelompok n Mean SD t p-value Sebelum
Eksperimen Kontrol 25 25 9,60 8,60 2,84 3,14 1,181 0,243
Berdasarkan tabel di atas, hasil t-test independent didapatkan bahwa p-value 0,243 > (0,05). Ini menunjukkan bahwa Ho gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat kesetaraan yang signifikan tingkat depresi lansia antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelumterapi murotal Al-Quran di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.
Depresi Sebelum Terapi Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol f % f % Tidak Depresi Depresi Ringan Depresi Sedang Depresi Berat 0 4 12 9 0,0 16,0 48,0 36,0 0 4 13 8 0,0 16,0 52,0 32,0 Jumlah 25 100,0 25 100,0 Depresi Setelah Terapi Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol f % f % Tidak Depresi Depresi Ringan Depresi Sedang Depresi Berat 1 16 7 1 4,0 64,0 28,0 4,0 0 3 13 9 0,0 12,0 52,0 36,0 Jumlah 25 100,0 25 100,0 83
Analisis Bivariat Pada bagian ini disajikan analisis bivariat, yaitu analisis yang dilakukan pada dua variabel yang diduga berpengaruh atau berhubungan, dimana sesuai dengan tujuan penelitian, disajikan pengaruh terapi murotal Al-Quran terhadap penurunan depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Peneliti menggunakan uji t untuk mengetahui pengaruh ini, dimana hasil uji t disajikan sebagai berikut.
1. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Murotal Al-Quran pada Kelompok Eksperimen
Tabel 4 Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelumdengan Setelah Terapi Murotal Al- Quran pada Kelompok Eksperimen di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
Kelompok Perlakuan n Mean SD t p-value Eksperimen
Sebelum Setelah 25 25 9,60 4,96 2,84 2,75 11,379 0,000
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor depresi lansia pada kelompok eksperimen sebesar 9,60 sebelumterapi kemudian turun menjadi 4,96 setelah terapi murotal Al-Quran. Data tersebut menunjukkan bahwa depresi lansia kelompok eksperimen mengalami penurunan setelah terapi.
2. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Murotal Al-Quran pada Kelompok Eksperimen
Tabel 4 Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelumdengan Setelah Terapi Murotal Al- Quran pada Kelompok Eksperimen di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
Kelompok Perlakuan n Mean SD t p-value Eksperimen
Sebelum Setelah 25 25 9,60 4,96 2,84 2,75 11,379 0,000
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor depresi lansia pada kelompok eksperimen sebesar 9,60 sebelumterapi kemudian turun menjadi 4,96 setelah terapi murotal Al-Quran. Data tersebut menunjukkan bahwa depresi lansia kelompok eksperimen mengalami penurunan setelah terapi.
3. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Murotal Al-Quran pada Kelompok Kontrol
Tabel 5 Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelumdengan Setelah Terapi Murotal Al- Quran pada Kelompok Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
Kelompok Perlakuan n Mean SD t p-value Kontrol
Sebelum Setelah 25 25 8,60 9,16 3,136 2,925 -2,791 0,010
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor depresi lansia pada kelompok kontrol sebesar 8,60 sebelumterapi kemudian naik menjadi 9,16 setelah terapi Murotal Al-Quran. Data tersebut menunjukkan bahwa depresi lansia kelompok kontrol mengalami peningkatan pada akhir penelitian. Berdasarkan uji t (t-test dependent) didapatkan bahwa p-value=0,010 < (0,05). Ini menunjukkan bahwa Ho ditolak, artinya ada peningkatan yang signifikan tingkat depresi lansia di akhir penelitian di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. 84
4. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia antara Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol Setelah Terapi Murotal Al-Quran
Tabel 6 Perbedaan Tingkat Depresi Lansia antara Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol Setelah Terapi Murotal Al-Quran di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Tahun 2012
Terapi Kelompok n Mean SD t p-value Setelah Eksperimen Kontrol 25 25 4,96 9,16 2,746 2,925 5,234 0,000
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor tingkat depresi lansia setelah terapi murotal Al Quran pada kelompok eksperimen sebesar 4,96 dan pada kelompok kontrol sebesar 9,16. Data ini menunjukkan bahwa tingkat depresi lansia pada kelompok eksperimen lebih rendah daripada kelompok kontrol setelah terapi murotal Al-Quran. Berdasarkan uji t (t-test independent) didapatkan nilai bahwa p- value= 0,000 < (0,05). Ini menunjukkan bahwa Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat depresi lansia pada kelompok eksperimen lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol setelah terapi murotal Al-Quran di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Sebelum diberikan terapi murotal Al-Quran pada kelompok eksperimen didapatkan rata-rata skor depresi lansia yaitu 9,60 dengan standar deviasi 2, 843 kemudian setelah diberikan terapi murotal Al-Quran rata- rata skor depresi lansia turun menjadi 4,96 dengan standar deviasi 2,746. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat depresi lansia kelompok eksperimen mengalami penurunan setelah diberikan terapi murotal Al-Quran.
KESIMPULAN
1. Lansia kelompok eksperimen sebelum diberikan terapi murotal Al-Quran sebagian besar mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 48,0%. Setelah diberikan terapi murotal Al-Quran sebagian besar mengalami depresi ringan yaitu sebanyak 64,0%. 2. Lansia kelompok kontrol di awal dan akhir penelitian sama yaitu sebagian besar mengalami depresi sedang sebanyak 52,0%. 3. Ada penurunan yang signifikan tingkat depresi lansia pada kelompok eksperimen setelah terapi murotal Al-Quran dan ada peningkatan yang signifikan tingkat depresi lansia kelompok kontrol pada akhir penelitian di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran dengan p value =0,000 < (0,05). 4. Ada pengaruh pemberian terapi murotal Al-Quran terhadap penurunan tingkat depresi lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran dengan p value = 0,000 < (0,05).
SARAN 1. Bagi Perawat, Tenaga Kesehatan lainnya dan Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Terapi murotal Al-Quran sebagai salah satu alternatif intervensi yang dapat dimanfaatkan oleh tenaga keperawatan maupun tenaga kesehatan lainnya untuk membantu menurunkan tingkat depresi lansia. 2. Bagi Masyarakat Khusus (Lansia) Lansia dapat menggunakan terapi murotal Al-Quran untuk menghindari terjadinya depresi, mengusir segala kegundahan dalam hati serta untuk menciptakan suasana hati yang tenang dan tentram. 85
Efektifitas Terapi Bawang Putih dalam Penurunan Hipertensi di Desa Nyatnyono, Ungaran Kabupaten Semarang
Dwi Novitasari *) , Puji Purwaningsih *)
*) Staf pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRAK
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke, penyakit jantung koroner (PJ K) dan hipertrofi ventrikel kanan. Hipertensi dapat disebabkan karena komplikasi dari aterosklerosis yang lama, karena pembentukan trombus, jaringan parut, proliferasi sel otot polos, maka lumen arteri berkurang dan resistensi terhadap aliran yang melintasi arteri. Desain penelitian merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan matang tentang hal-hal yang akan dilakukan sebagai landasan berpijak, dapat pula dijadikan dasar penelitian baik oleh peneliti sendiri maupun orang lain terhadap kegiatan penelitian. Sampel yang digunakan sebesar : 31 Penurunan tekanan darah sistol responden setelah diberikan terapi bawang putih (Allium sativum linn) sebesar 14,38 mmHg. Sedangkan penurunan tekanan darah diastol responden setelah diberikan terapi bawang putih (Allium sativum linn) sebesar 11,57 mmHg. Berdasarkan uji Wilcoxon didapatkan sistol nilai Z hitung -4,932 dengan p-value sebesar 0,000. Sedangkan didapatkan diastol nilai Z hitung -4,845 dengan p-value sebesar 0,000. Oleh karena p-value 0,000 < (0,05), maka Ho ditolak, yang berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan tekanan darah sistol dan diastol responden sebelumdan sesudah pemberian terapi bawang putih (Allium Sativum linn) pada penderita hipertensi di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.
Kata kunci : hipertensi, bawang putih
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke, penyakit jantung koroner (PJ K) dan hipertrofi ventrikel kanan. 1) Hipertensi dapat disebabkan karena komplikasi dari aterosklerosis yang lama, karena pembentukan trombus, jaringan parut, proliferasi sel otot polos, maka lumen arteri berkurang dan resistensi terhadap aliran yang melintasi arteri. Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di desa Nyatnyono setelah mengukur tekanan darah dan hasil yang didapat dari pengukuran yaitu diatas 140/80 sebanyak 124 orang yang menderita tekanan darah tinggi. Dari hasil wawancara dengan 10 penderita hipertensi 8 diantaranya biasanya memakan buah mentimun, alpokat, seledri atau belimbing untuk menurunkan tekanan darah tingginya. Beberapa penderita hipertensi ada yang meminum obat anti hipertensi (Captopril) dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek samping, kecanduan dan biar overdosis dapat membahayakan pemakainya, terutama pada gangguan fungsi ginjal. Untuk menurukan tekanan darah penderita hipertensi belum mencoba menggunakan terapi herbal dengan terapi bawang putih (Alium sativum linn) yang merupakan bumbu dapur yang mudah didapat, relatif murah, praktis bisa diolah sendiri, dan dapat menurunkan tekanan darah.
86
METODE PENELITIAN
Desain penelitian merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan matang tentang hal-hal yang akan dilakukan sebagai landasan berpijak, dapat pula dijadikan dasar penelitian baik oleh peneliti sendiri maupun orang lain terhadap kegiatan penelitian. 2)
Bentuk Gambaran rancangan penelitian ini sebagai berikut:
Keterangan : O1 =Hasil pengukuran tekanan darah pretest (sebelum) diberikan terapi bawang putih O2 =Hasil pengukuran posttest (setelah) 7 hari diberikan terapi bawang putih. X =Perlakuan atau pemberian terapi bawang putih. (O1-O2) =Perbedaan tekanan darah sebelumdan sesudah pemberian terapi bawang putih.
Suatu kelompok sebelumdiberikan perlakuan tertentu diberi pre-test, kemudian setelah perlakuan dilakukan pengukuran lagi untuk mengetahui akibat dari perlakuan. Pengujian sebab akibat dengan cara membandingkan hasil pre-test dengan post- tes. 3)
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita hipertensi yang tinggal di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten semarang yaitu sebanyak 124 orang penderita hipertensi. Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan sampling tertentu untuk bisa memenuhi dan mewakili seluruh populasi. 4)
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel sebanyak 32 orang. Penelitian ini dilakukan di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 juni 2012 s/d 29 juni 2012. Analisa ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji variabel-variabel penelitian yaitu variabel independen dengan variabel dependen. Hal ini berguna untuk membuktikan atau menguji hipotesis yang telah dibuat. 5) Analisis yang digunakan adalah uji Wilcoxon sebagai alternatif t-test dependent, karena distribusi data tidak normal (=0,05).
HASIL PENELITIAN
Tabel 1 Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian Terapi Bawang Putih (Allium Sativum Linn) Pada Penderita Hipertensi Di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.
Variabel Perlakuan n Mean (mmHg) SD (mmHg) Z p-value TD Sistol
TD Diastole
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah 32 32 32 32 154,38 140,00 91,88 80,31 11,897 11,640 5,923 4,004 -4,932
-4,845 0,000
0,000
Tabel diatas menunjukkan bahwa tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum pemberian terapi bawang putih (Allium sativum linn) yaitu rata-rata tekanan darah sistol responden sebesar 154,38 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastol responden sebesar 91,88 mmHg. Sedangkan tekanan darah pada penderita hipertensi setelah pemberian terapi bawang putih (Allium sativum linn) yaitu rata-rata tekanan darah sistol responden sebesar 140,00 mmHg sedangkan tekanan diastolnya rata- rata sebesar 80,31 mmHg. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa setelah pemberian terapi bawang putih (Allium sativum linn) tekanan darah sistol dan diastole pada reponden mengalami penurunan. Penurunan tekanan darah sistol responden setelah diberikan terapi bawang putih (Allium sativum linn) sebesar 14,38 mmHg. Sedangkan penurunan tekanan darah diastol responden setelah diberikan terapi bawang putih (Allium sativum linn) sebesar 11,57 mmHg. Berdasarkan uji Wilcoxon didapatkan sistol nilai Z hitung -4,932 dengan p-value sebesar 0,000. Sedangkan didapatkan diastol nilai Z hitung -4,845 dengan p-value sebesar 0,000. Oleh karena p-value 0,000 < (0,05), maka Ho ditolak, yang berarti bahwa ada Pretes Perlakuan Postes O1 X O2 87
perbedaan yang signifikan tekanan darah sistol dan diastol responden sebelumdan sesudah pemberian terapi bawang putih (Allium Sativum linn) pada penderita hipertensi di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.
KESIMPULAN 1. Tekanan darah pada penderita hipertensi sebelumpemberian terapi bawang putih (Allium sativum linn) yaitu rata-rata tekanan darah sistol responden sebesar 154,38 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastol responden sebesar 91,88 mmHg. 2. Tekanan darah pada penderita hipertensi setelah pemberian terapi bawang putih (Allium sativum linn) yaitu rata-rata tekanan darah sistol responden sebesar 140,00 mmHg sedangkan tekanan diastolnya rata- rata sebesar 80,31 mmHg. 3. Ada perbedaan tekanan darah pada penderita hipertensi sebelumdan sesudah pemberian terapi bawang putih (Allium sativum linn). Berdasarkan uji Wilcoxon, untuk tekanan sistol didapatkan nilai Z hitung -4, 932 dengan p-value sebesar 0,000. Sedangkan untuk tekanan diastolik didapatkan nilai Z hitung -4,845 dengan p-value sebesar 0,000. Oleh karena masing- masing nilai p-value 0,000 < (0,05), maka Ho ditolak, yang berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan tekanan darah sistol dan diastol responden sebelum dan sesudah pemberian terapi bawang putih (Allium Sativum Linn) pada penderita hipertensi di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.
SARAN 1. Bagi institusi Terapi bawang putih (Allium Sativum linn) sebagai salah satu alternatif intervensi yang dapat dimanfaatkan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. 2. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian lebih lanjut dapat melakukan pengawasan yang lebih intensif terhadap faktor yang menentukan dan membantu pengendalin tekanan darah pada penderita hipertensi misalnya mengontrol pola makan, olahraga, bantuan dari kelompok pendukung, merokok. 3. Bagi masyarakat Masyarakat dapat membantu penderita hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dengan memberikan terapi bawang putih (Allium sativum linn) serta mengawasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah dan memotivasi penderita hipertensi dalampemberian bawang putih. 4. Bagi penderita hipertensi Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi yang mengonsumsi bawang putih oleh karena itu terapi ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk memilih pengobatan alternatif yang tepat dan praktis tanpa efek samping untuk penurunan tekanan darah. Mengingat manfaat bawang putih yang besar maka diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan bawang putih untuk menurunkan tekanan darah.
DAFTAR PUSTAKA 1. Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. 2. Margono. 2004. 3. Nursalam. 2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Kesehatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika 4. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. 5. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: CV Alfabeta 88
Gambaran Pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi (P4K) Oleh Bidan Desa Di Wilayah Kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
Dal Sulasiati *) , Eko Susilo **) , Sri Wahyuni ***) *) Alumni ProgramStudi D-IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar ProgramStudi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo ***) Staf Pengajar ProgramStudi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRACT Various efforts have been made by the government to reduce the Maternal Mortality Rate (MMR) and Infant Mortality Rate (IMR) in Indonesia has been able to reduce but very slow. One of the latest solutions to accelerate the reduction in maternal and infant mortality by implementing the prevention program planning and delivery complications (P4K) through the installation stickers on all home delivery of pregnant women has been promoted nationally since 2007. This study aims to describe the implementation of the Programme Planning and Delivery Complications Prevention (P4K) by village midwives in Tasikmadu health center society , Karanganyar Regency. The study design used in this study was a descriptive survey approach. Samples were taken with a total population of techniques that all midwives working in the health center Tasikmadu Karanganyar 15 people. Analysis of data using univariate test. The results of this study indicate that all respondents were as many as 15 respondents (100%) carry out antenatal care, treatment referral of complications in pregnant women, execution and delivery by health plans spousal support / family to work in the area of maternal health clinic in Tasikmadu Karanganyar district either category. In addition, the results of the study also showed that most respondents as many as 11 respondents (73.3%) stated that planning for pregnant women in the use of postpartum family planning clinic in the region of Tasikmadu Karanganyar less category and the majority of respondents as many as 12 respondents (80, 0%) stated that cooperation between midwives working with shamans in the Tasikmadu Karanganyar health centers in the category less It is hoped the awareness of the public towards pregnant women, maternity and childbirth in their environment, hoping to help her when experiencing emergencies.
ABSTRAK Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sudah mampu menurunkan tetapi sangat lamban. Salah satu solusi terbaru untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi adalah dengan melaksanakan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) melalui pemasangan stiker persalinan pada semua rumah ibu hamil telah digalakkan secara nasional sejak tahun 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan ProgramPerencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) oleh bidan desa di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan survey. Sampel diambil dengan tehnik total populasi yaitu semua bidan di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar sebanyak 15 orang. Analisis data menggunakan uji univariat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) melaksanakan pelayanan antenatal care, penanganan rujukan komplikasi pada ibu hamil, pelaksanaan persalinan oleh tenaga kesehatan dan perencanaan dukungan suami/keluarga terhadap ibu bersalin di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu kabupaten Karanganyar dalam kategori baik. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 11 responden (73.3%) menyatakan bahwa perencanaan ibu hamil dalam penggunaan KB pasca persalinan di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalam kategori kurang dan sebagian besar responden yaitu sebanyak 12 responden (80,0 %) menyatakan bahwa kerja sama antara bidan dengan dukun di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalamkategori kurang. 89
Diharapkan adanya kepedulian dari masyarakat terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas dilingkungannya, dengan harapan dapat membantu ibu bila mengalami kegawat daruratan.
PENDAHULUAN
Upaya percepatan penurunan AKI dilaksanakan melalui strategi antara lain peningkatan kualitas terutama berfokus terhadap akses pelayanan kesehatan ibu dan bayi, pemberdayaan perempuan, keluarga dan pemberdayaan masyarakat. 1) Dalam perkembangannya strategi making pregnancy saver (MPS) tidak juga menunjukkan adanya penurunan AKI secara optimal. Pada tahun 2007 AKI masih 228 per 100 ribu kelahiran hidup. 2) Sementara target AKI 102 per 100 ribu dan AKBBL 35 per 1000 KH. Disamping itu, sebagian besar kematian ibu disebabkan oleh penyebab langsung, antara lain perdarahan, infeksi, eklamsia dan persalinan lama. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan melatar belakangi terjadinya kematian ibu antara lain tingkat sosial ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan yang masih rendah, kedudukan dan peran perempuan, faktor budaya, sarana trasportasi dan bidang- bidang yang ditangani oleh banyak sektor baik di lingkungan pemerintah maupun swasta. Upaya penurunan AKI memerlukan penanganan yang menyeluruh terhadap masalah yang ada dengan melibatkan sektor- sektor tersebut. 1) Dilain pihak penyebab lain tingginya AKI antara lain: (1) Tingkat pengetahuan ibu tentang persalinan yang masih kurang, (2) Penyebaran tenaga kesehatan terutama tenaga bidan yang kurang merata, (3) Orientasi pelayanan masih kepada sistemklinik (clinical system). Salah satu indikator proses yang penting dalam program safe motherhood adalah banyak persalinan yang dapat ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia walaupun menunjukkan kenaikan yang signifikan, namun jangkauannya masih rendah hal tersebut dikarenakan masih adanya persalinan yang ditolong oleh tenaga non kesehatan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) oleh bidan desa di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang rencana digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan didalam suatu komunitas atau masyarakat. 3) Sedangkan metode yang digunakan adalah metode survey yaitu suatu cara penelitian yang dilakukan tanpa melakukan intervensi terhadap subyek penelitian sehingga sering disebut penelitian non eksperimen. Dalam penelitian survey hasil dari penelitian merupakan hasil dari keseluruhan dengan kata lain hasil dari sampel tersebut dapat digeneralisasikan sebagai hasil sampel. 3)
Sampel yang baik adalah sampel yang representatif mewakili populasi. Menurut Arikunto (2006), untuk menentukan besar sampel bila jumlah populasi kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. 4) Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel untuk penelitian ini adalah sampling jenuh. Sampling jenuh adalah tehnik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal itu digunakan apabila jumlah sampel relatif kecil, kurang dari 30 orang atau penelitian ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. 5)
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi yang ada yaitu sejumlah 15 bidan di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar.
90
HASIL PENELITIAN
1. Pelaksanaan pelayanan antenatal care (ANC)
Tabel 1. Gambaran pelaksanaan pelayanan antenatal care (ANC)
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) melaksanakan pelayanan antenatal care dengan kategori baik.
2. Penanganan rujukan komplikasi pada ibu hamil
Tabel 2. Gambaran penanganan rujukan komplikasi pada ibu hamil
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) melaksanakan penanganan rujukan komplikasi pada ibu hamil dengan kategori baik.
3. Pelaksanaan persalinan oleh tenaga kesehatan
Tabel 3. Gambaran pelaksanaan persalinan oleh tenaga kesehatan
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) menyatakan bahwa pelaksanaan persalinan oleh tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalamkategori baik.
4. Perencanaan dukungan suami/keluarga terhadap ibu bersalin
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) menyatakan bahwa perencanaan dukungan suami/keluarga terhadap ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalamkategori baik. Pelaksanaan pelayanan antenatal care (ANC) Frekuensi Persentase (%) Baik Kurang 15 0 100 0 Jumlah 15 100 Penanganan rujukan komplikasi pada ibu hamil Frekuensi Persentase (%) Baik Kurang 15 0 100 0 Jumlah 15 100 Pelaksanaan persalinan oleh tenaga kesehatan Frekuensi Persentase (%) Baik Kurang 15 0 100 0 Jumlah 15 100 Perencanaan dukungan suami/keluarga terhadap ibu bersalin Frekuensi Persentase (%) Baik Kurang 15 0 100 0 Jumlah 15 100 91
5. Perencanaan ibu hamil dalampenggunaan KB pasca persalinan
Tabel 5. Gambaran Perencanaan ibu hamil dalam penggunaan KB pasca persalinan
Perencanaan ibu hamil dalam penggunaan KB pasca persalinan Frekuensi Persentase (%) Baik Kurang 4 11 26,7 73,3 Jumlah 15 100
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 11 responden (73,3%) menyatakan bahwa perencanaan ibu hamil dalampenggunaan KB pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalam kategori kurang.
PEMBAHASAN
1. Pelaksanaan pelayanan antenatal care (ANC) Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 dapat diketahui bahwa semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) melaksanakan pelayanan antenatal care dengan kategori baik. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari hasil kuesioner yang diberikan peneliti kepada responden tentang pelaksanaan pelayanan antenatal care yang sudah sesuai dengan standar pelayanan antenatal care yaitu responden melakukan anamnesa lengkap, termasuk mengenai riwayat obstetric dan ginekologi, responden juga melakukan pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan obstetrik berupa usia kehamilan, tinggi fundus uteri, DJJ, pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan urine lengkap dan melakukan pemeriksaan dengan biometri janin. Selain itu semua responden juga memberikan imunisasi TT lengkap dan memberikan tablet zat besi minimal 90 tablet selama hamil memberikan KIE pada ibu hamil tentang kebersihan diri, gizi ibu hamil serta melakukan penilaian terhadap adanya resiko kehamilan. Penanganan rujukan Komplikasi pada ibu hamil Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3 dapat diketahui bahwa semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) melaksanakan penanganan rujukan komplikasi pada ibu hamil dengan kategori baik.
2. Pelaksanaan persalinan oleh tenaga kesehatan Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) menyatakan bahwa pelaksanaan persalinan oleh tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalamkategori baik.
3. Perencanaaan dukungan suami /keluarga terhadap ibu bersalin Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5 dapat diketahui bahwa semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) menyatakan bahwa perencanaan dukungan suami/keluarga terhadap ibu bersalin di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu kabupaten Karanganyar dalam kategori baik.
4. Perencaanaan ibu hamil dalam penggunaan KB pasca persalinan Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 11 responden (73.3%) menyatakan bahwa perencanaan ibu hamil dalam penggunaan KB pasca persalinan di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalam kategori kurang. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil jawaban responden tentang perencanaan ibu hamil dalam penggunaan KB pasca persalinan yaitu bidan menyerahkan 92
keputusan penggunaan alat kontrasepsi pasca bersalin kepada ibu dan keluarga.
5. Kerjasama antara bidan dengan dukun Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 12 responden (80,0 %) menyatakan bahwa kerja sama antara bidan dengan dukun di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalam kategori kurang. Kurangnya kerjasama antara bidan dengan dukun tersebut dapat dilihat dari hasil jawaban kuesioner yang diberikan peneliti kepada responden yaitu bidan tidak bekerjasama dengan dukun untuk memberikan penyuluhan tentang kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu dan bidan juga tidak mengikutsertakan dan bekerjasama dengan dukun dalammenangani proses persalinan. Selain itu bidan juga tidak memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang cara melakukan persalinan yang aman kepada dukun.
6. Pelayanan masa nifas pada ibu bersalin oleh tenaga kesehatan Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.8 dapat diketahui bahwa semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) menyatakan bahwa pelayanan masa nifas pada ibu bersalin oleh tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalamkategori baik.
KESIMPULAN 1. Semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) melaksanakan pelayanan antenatal care dengan kategori baik. 2. Semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) melaksanakan penanganan rujukan komplikasi pada ibu hamil dengan kategori baik 3. Semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) menyatakan bahwa pelaksanaan persalinan oleh tenaga kesehatan di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu kabupaten Karanganyar dalamkategori baik 4. Semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) menyatakan bahwa perencanaan dukungan suami/keluarga terhadap ibu bersalin di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu kabupaten Karanganyar dalamkategori baik 5. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 11 responden (73.3%) menyatakan bahwa perencanaan ibu hamil dalam penggunaan KB pasca persalinan di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalamkategori kurang 6. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 12 responden (80,0 %) menyatakan bahwa kerja sama antara bidan dengan dukun di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dalamkategori kurang 7. Semua responden yaitu sebanyak 15 responden (100 %) menyatakan bahwa pelayanan masa nifas pada ibu bersalin oleh tenaga kesehatan di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu kabupaten Karanganyar dalamkategori baik
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. (2009). Pedoman Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi dengan Stiker. 2. SDKI. 2007. 3. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. 4. Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek edisi V. Jakarta: Rineka Cipta. 5. Sugiyono.(2008). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. 93
Hubungan Antara Paparan Asap Rokok di Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi 0-12 bulan di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang
*) Alumni ProgramStudi D-IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar Program Studi D-III Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo ***) Staf Pengajar ProgramStudi Ilmu Gizi STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRACT Acute Respiratory Infection (ARI) is one of the health problems that exist either in developing countries or developed countries. This is caused the high morbidity and mortality due to ARI, especially in infants. Cigarette is a very toxic Substance which has harmful effects on smokers or passive smokers, especially in infants who are not accidentally exposed to smoke. The purpose of this study is to find the correlation between cigarette smoke exposures at home and the incidence of acute respiratory infections in the 0-12 months infants at Ungaran Village Ungaran Sub-district Semarang Regency in 2012. This was a descriptive correlation study with cross sectional approach and there are 50 infants as samples. Sampling technique used total population. Data of cigarette smoke exposure at home and the incidence of acute respiratory infections (ARI) were collected using a questionnaire. Analysis of data in univariate and bivariate analysis by using Chi Square test. The results of study indicate that there are 68% of infants at risk of cigarette smoke exposure, with the category of more and less risky to cigarette smoke exposure, and as many as 60% of infants have suffered fromARI. The results of statistical analysis by using chi square test obtained there is a correlation between the cigarette smoke exposure at home and the incidence of acute respiratory infections (p value 0.000 <0.05). It is expected to health providers in the working area of Ungaran health center to improve health education about the dangers of cigarette smoke exposure on infants especially toward the risk of Acute Respiratory Infection.
ABSTRAK Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA terutama pada bayi. Rokok adalah benda beracun yang memberi efek yang sangat membahayakan pada perokok atau pun perokok pasif, terutama pada bayi yang tidak sengaja terpapar asap rokok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara paparan asap rokok di rumah dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada bayi 0-12 bulan di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang. Jenis penelitian ini adalah diskriptif korelasi dengan rancangan cross sectional dan jumlah sampel adalah 50 bayi. Teknik pengambilan sampel dengan total populasi. Data paparan asap rokok di rumah dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dikumpulkan menggunakan kuesioner. Analisis data dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji Chi Square Hasil penelitian yaitu sebanyak 68% lebih beresiko terpapar asap rokok, dengan kategori lebih beresiko dan kurang beresiko terpapar asap rokok, dan sebanyak 60% bayi yang terkena ISPA. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square di peroleh ada hubungan antara paparan asap rokok di rumah dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (p value 0,000 <0,05). Diharapkan untuk tenaga kesehatan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ungaran lebih meningkatkan memberikan pendidikan kesehatan tentang bahaya paparan asap rokok terhadap bayi khususnya terhadap resiko terjadinya ISPA.
94
PENDAHULUAN Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan perkembangan dan peningkatan kualitas hidup anak merupakan upaya penting untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Upaya kelangsungan hidup perkembangan dan peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa kehamilan, yaitu masa dalam kandungan, bayi dan anak balita. Kelangsungan hidup anak itu sendiri dapat diartikan bahwa anak tidak meninggal pada awal-awal kehidupannya, yaitu tidak sampai mencapai usia dibawah 5 tahun (Maryunani,2010). Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan Negara lain di kawasan ASEAN (Depkes RI, 2008). Berdasarkan Human Development Report (2010). AKB di Indonesia tahun 2011 mencapai 31/1.000 kelahiran hidup "Angka itu, 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia. J uga, 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan Thailand. Target MDGs Tahun 2015 angka kematian bayi 23/1.000 kelahiran hidup.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Angka kematian bayi di Jawa Tengah pada tahun 2011 dilaporkan berjumlah 26 /1.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan, Propinsi,2011). Sedangkan angka kematian bayi di Kota Semarang masih tinggi pada tahun 2011 jumlah kematian bayi di Kota Semarang mencapai 12/1000 kelahiran hidup. Jumlah ini menempatkan Kota Semarang menduduki peringkat ke lima, dari seluruh Kota yang ada Di Jawa Tengah.(Profil Dinas Kesehatan Kota Semarang,2011). Terdapat tiga penyebab utama kematian bayi yaitu infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), komplikasi perinatal dan diare. Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil bagi 75% kematian bayi. Pola penyebab utama kematian balita juga hampir sama yaitu penyakit saluran pernafasan, diare, penyakit syaraf termasuk meningitis dan ancephalitis dan tifus. ISPA sebagai penyebab utama kematian pada bayi dan balita ini di duga penyakit merupakan penyakit yang akut dan kualitas penatalaksananya belum memadai (Profil Dinkes. Provinsi J awa Tengah, 2006). Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di Negara berkembang dan Negara maju. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA terutama pada bayi (Corwin, 2009). Rokok adalah benda beracun yang memberi efek yang sangat membahayakan pada perokok atau pun perokok pasif, terutama pada bayi yang tidak sengaja terpapar asap rokok. Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok dapat menyebabkan perkembangan kecerdasan otak terjejas,leukemia, sindrom kematian secara mengejutkan dan lainnya masuk ke saluran pernapasan bayi yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan (Viklund, A, 2008). Puskesmas Ungaran merupakan salah satu Puskesmas yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat. Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran mencakup 4 Kelurahan dan 1 desa yaitu Kelurahan Ungaran, Kelurahan Genuk, Kelurahan Langensari, Kelurahan Candirejo, dan Desa Gogik.Jumlah balita dan bayi penderita ISPA yang berkunjung pada tahun 2009 sebanyak 8.786 penderita, pada tahun 2010 sebanyak 8.320 penderita dan pada tahun 2011 sebanyak 7.891 penderita, jumlah penderita ISPA mengalami penurunan setiap tahunnya, namun penyakit ISPA selalu menduduki peringkat pertama di Puskesmas ini. (Profil Puskesmas Ungaran, 2010). Berdasarkan laporan PWS (Pemantauan Wilaya Setempat) KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) tahun 2012 jumlah balita dan bayi penderita ISPA sebanyak 142 terdapat pada Kelurahan Ungaran,balita sebanyak 92 sedangkan bayi yang berumur 0-12 bulan sebanyak 50 bayi. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 24 Mei 2012 di Kelurahan Ungaran terhadap 10 Ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan diperoleh hasil bahwa 5 bayi menderita ISPA karena terdapat anggota yang merokok di rumah, dan 3 bayi menderita ISPA tidak terdapat keluarga yang merokok di rumah, 2 bayi tidak terkena ISPA yang terdapat anggota keluarga yang merokok di rumah . Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang paparan asap rokok di rumah dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif 95
korelasi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk menjelaskan atau mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel. Dengan pendekantan cross sectional merupakan suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor risiko (independen) dengan faktor efek (dependen) , dimana melakukan observasi atau pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama. (Riyanto,2012:28). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:61). Populasi dalampenelitian adalah ibu-ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang tahun 2012 yang berjumlah 50 ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan. Sampel : Sampel adalah sebagian dari populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur menurut Arikunto (2006) untuk menentukan besar sampel dapat menggunakan ketentuan apabila subjeknya kurang dari 100 maka lebih baik diambil semuanya, Teknik sempling adalah merupakan tehnik pengambilan sampel penelitian sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili populasi (Sugiyono, 2006). Menurut Arikunto (2006), apabila subyek sampel yang kurang dari 100, lebih baik diambil semua agar hasilnya lebih representative sehingga penelitiannya dinamakan total populasi. yaitu sebanyak 50 ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan Pada saat dilakukan penelitian. Dalam pengumpulan data penelitian mengumpulkan data secara langsung. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden. Instrumen penelitian yang diberikan berbentuk kuisioner tertutup artinya pertanyaan yang membutuhkan jawaban atau isian yang telah dibatasi atau ditentukan, sehingga jawaban kurang mencakup atau mencerminkan semua jawaban dari responden.
HASIL PENELITIAN Analisis Univariat
Pada bagian ini akan diberikan gambaran tentang paparan asap rokok di rumah, dan kejadian ISPA pada bayi 0-12 bulan di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang
Paparan Asap Rokok
Tabel 1 : Distribusi frekuensi Paparan asap rokok
Paparan Asap Rokok Frekuensi Persentase (%) Lebih beresiko terpapar 34 68 Kurang beresiko terpapar 16 32 J umlah 50 100
Berdasarkan tabel di atas, paparan asap rokok di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dalam kategori lebih beresiko sejumlah 34 bayi (68%) sedangkan dalam kategori kurang beresiko sejumlah 16 bayi (32%)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kejadian ISPA di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dalamkategori ISPA sejumlah 30 bayi (60%). sedangkan dalam kategori tidak ISPA sejumlah 20 bayi (40%).
Analisis Bivariat Analisis bivariat pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara paparan asap rokok di rumah dengan kejadian ISPA pada bayi 0-12 bulan di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Untuk menguji hubungan tersebut digunakan uji Chi Square, dimana hasilnya disajikan berikut ini. 96
Tabel 3 : Distribusi frekuensi kejadian ISPA
Paparan Asap Rokok Kejadian ISPA Chi Square p-value Tidak ISPA ISPA Total f % f % f % Kurang beresiko terpapar
Lebih Beresiko terpapar 13
7 81,2
20,6 3
27 18,8
79,4 16
34 100
100 16,682 0,000 Total 20 40,0 30 60,0 50 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa bayi dengan keluarga yang tidak merokok di rumah kurang beresiko tidak terkena ISPA sejumlah 13 bayi (81,2%) sedangkan bayi yang terkena ISPA sejumlah 3 (18,8%), sedangkan bayi dengan keluarga yang merokok di rumah lebih beresiko tidak ISPA sejumlah 7 (20,6%), sedangkan bayi yang terkena ISPA sejumlah 27 (79,4%). Ini menunjukkan bahwa berdasarkan persentase, kejadian ISPA lebih sering terjadi pada keluarga yang merokok di rumah dibandingkan dengan keluarga yang tidak merokok di rumah Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p-value 0,0001. Oleh karena p-value 0,000 <0,05, sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.
PEMBAHASAN
Gambaran paparan asap rokok pada bayi 0 12 bulan Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap 50 responden di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang diperoleh hasil bahwa bayi 0-12 bulan yang terpapar asap rokok lebih beresiko sebanyak 34 bayi (68%), hal ini disebabkan karena ada anggota keluarga yang merokok di rumah. Paparan asap rokok memiliki pengertian yaitu terkena atau menghirup asap rokok yanga ada di sekitar lingkungan hidup. Paparan adalah pengalaman yang didapat populasi atau organisme akibat terkena atau terjadi kontak dengan suatu faktor agent potensial yang berasal dari lingkungan. Paparan dalam epidemiologi seringkali dibedakan dari istilah dosis yang diartikan sebagai jumlah zat yang masuk diartikan sebagai jumlah zat yang masuk atau berada di dalam tubuh organisme. Di dalam epidemiologi seringkali diukur dari luar, jadi belumtentu sama dengan jumlah yang memasuki tubuh. Jumlah paparan dilihat dari sifat paparan seperti zat kimiawi, fisis, biologis, atau campuran (kamus bahasa indonesia,2009) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, penelitian terkait dan teori tentang paparan asap rokok pada bayi, menurut peneliti bahwa asap rokok memiliki dampak negatif seperti yang telah dikemukan. Pendidikam tidak mempengaruhi perilaku masyarakat Ungaran. Mereka sebenarnya telah mengetahui dampak negatif asap rokok bagi perokok pasif atau keluarganya yang dirumah terutama bayinya. Namun kebiasaan merokok di Kelurahan Ungaran sulit untuk di hilangkan karena sudah menjadi kebiasaan sehari-hari sehinggga bayi yang ada di rumah lebih beresiko terpapar asap rokok karena terdapat keluarga yang merokok di rumah yang berdekatan dengan bayinya pada saat merokok, keadaan ini kadang tidak disadari oleh keluarga yang merokok dirumah dan dampak yang akan tejadi pada anaknya.
Gambaran Kejadian ISPA 0-12 Bulan Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap 50 responden di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang diperoleh hasil bahwa bayi 0-12 bulan yang menderita ISPA sebanyak 30 bayi (60%) Sistemimunitas bayi telah ada sejak lahir, namun baru sebagian yang berkembang. Sehingga bayi lebih rentan 97
terkena penyakit /infeksi pada tahun-tahun pertama kehidupannya. Selain itu perlu juga diperhatikan penyebab dan faktor resiko, yaitu faktor yang mempengaruhi atau memudahkan terjadinya penyakit secara umum ada 3 faktor resiko ISPA, yaitu keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh dan mengurus anak, keadaan gizi , pemberian makanan tambahan, serta kebiasaan merokok dan pencemaran udara. Secara umumterdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku. Umumnya infeksi terjadi pada usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, penelitian terkait dan teori tentang infeksi saluran pernapasan akut. Menurut peneliti bahwasanya bayi 0-12 bulan yang mederita ISPA disebabkan karena sistem imunitas bayi belum terbentuk dengan sempurna sehingga mudah terkena ISPA. Dan tidak hanya itu kejadian ISPA pada bayi di Kelurahan Ungaran disebabkan karena masih terdapat rumah yang ventilasinya tidak sesuai dengan standar, dan di sebabkan oleh cuaca sehingga bayi mudah terkena ISPA.
Hubungan Antara Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian ISPA Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap 50 responden di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang diperoleh hasil terdapat hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok dengan kejadian ISPA, berdasarkan hasil analisis chi-square dengan p value sebesar 0,000 < 0,05 Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Jayanti (2011) dengan judul hubungan status gizi, imunisasi, asi eksklusif, dan paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita study di rumah sususn wonorejo kota Surabaya (2011). Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara status gizi, jumlah anggota yang merokok dan penggunaan rokok pilter dengan kejadian ISPA. Dari hasil analisis regresi logistik di peroleh model terbaik untuk krjadian ISPA di Dusun Wonorejo yaitu variabel yang berpengaruh adalah jumlah rokok yang dihisap dalam sehari (p=0,000), dan kadar nikotin dan tar pada rokok (p=0,044). Berdasarkan hasil dari penelitian ini bahwa variabel yang paling berpengaruh adalah jumlah rokok yang dihisap dan kadar nikotin dan tar pada rokok sehinggga di harapkan pencegahan terbaik pada kasus ISPa di rumah susun Wonorejo adalah pembatasan konsumsi rokok oleh anggota keluarga Menurut Corwin (2009) menyatakan merokok diketahui dapat mengganggu efektifitas sebagai mekanisme pertahanan respirasi. Produksi asap rokok diketahui merangsang produksi mukus dan menurunkan pergerakan silia. Dengan demikian terjadi akumulasi mukus kental dan terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan napas, yang dapat menurunkan pergerakan udara dan meningkatkan risiko pertumbuh mikroorganisme, infeksi saluran napas akut sering terjadi pada perokok pasif, terutama bayi dan anak Secara singkat dapat dijelaskan bahwa radikal bebas yang terkandung dalam asap rokok dapat menyebabkan kerusakan endotel, peningkatan vasokonstriktor, dan penurunan vasodilator. Mereka yang menghirup ETS (Environmental tobacco smoke) disebut sebagai perokok pasif, atau ada juga yang menyebutnya second hand smoker. Mereka tidak merokok tapi terpaksa menghisap asap rokok dari lingkungannya dan bahkan bukan tidak mungkin akan menderita berbagai penyakit akibat rokok kendati mereka sendiri tidak merokok. Kandungan bahan kimia pada asap rokok sampingan ternyata lebih tinggi dibanding asap rokok utama, antara lain karena tembakau terbakar pada temperatur lebih rendah ketika rokok sedang tidak dihisap, membuat pembakaran menjadi kurang lengkap dan mengeluarkan lebih banyak bahan kimia (Aditama, 2006) Aditama (2006) mengatakan perokok pasif mempunyai risiko lebih besar dibandingkan perokok aktif. Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogenik). Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang merokok, namun juga kepada orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok yang sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok di rumah. Padahal perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kanker paru-paru dan penyakit jantung ishkemia. Sedangkan pada 98
janin, bayi dan anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah, bronchitis dan Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) infeksi rongga telinga dan asthma. Menurut Corwin (2009) menyatakan bayi dan anak yang terpapar asap rokok sebelum atau sesudah kelahiran memperlihatkan peningkatan ISPA dibandingkan dengan bayi dan anak-anak orang tua bukan perokok pengeluaran urine yang mengandung metabolisme nikotin, meningkatkan drastis pada anak-anak dari orang tua perokok dibandingkan dengan anak-anak dari orang tua bukan perokok. Berapa metabolit nikoti diketahui bersifat karsinogen dan mengiritasi paru Menerut peneliti kebiasaan merokok di masyarakat Ungaran khususnya kepala keluarga (suami, bapak, mertua), maka kebiasaan merokok tidak akan terjadi jika masyarakat tersebut mempunyai kontrol diri yang baik sehingga kebiasaan merokok akan berangsur-angsur berkurang sampai benar- benar berhenti. Tetapi kebiasaan merokok yang buruk akan dapat dikurangi jika si perokok menyadari dan memahami dampak negatif yang akan didapatkan jika kebiasaan jelek tersebut tidak disadari. Baik bagi dirinya maupun bagi anggota keluarganya terutama bayinya yang ada dirumah pada saat ada anggota keluarga yang merokok.
KESIMPULAN 1. Sebagian besar responden lebih beresiko terpapar asap rokok yaitu sebanyak 34 bayi (68%). 2. Sebagian besar responden terkena ISPA yaitu sebanyak 30 bayi (60,0%). 3. Ada hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok di rumah dengan kejadian ISPA di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p-value 0,000. Oleh karena p-value (0,000 <0,05).
SARAN 1. Bagi Peneliti selanjutnya : Banyak hal yang belum digali mengenai kejadian ISPA sehingga diharapkan agar dapat lebih meningkatkan wawasan, analisis serta memperluas pengetahuan tentang faktor-faktor kejadian ISPA yang lainnya oleh karna itu diharapkan peneliti selanjutnya untuk meneliti hal tersebut. 2. Bagi Masyarakat : Khususnya pada kaum laki-laki ataupun suami-suami diharapkan tidak merokok di dekat anaknya sehingga dapat mengurangi resiko kejadian yang diakibatkan oleh paparan asap rokok. 3. Bagi Tenaga Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran : Untuk tenaga kesehatan yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran diharapkan lebih meningkatkan memberikan pendidikan kesehatan tentang bahaya paparan asap rokok terhadap bayi khususnya terhadap resiko terjadinya ISPA 4. Bagi Institusi Pendidikan : Hasil penelitian ini dapat memperbanyak referensi tentang kesehatan kususnya kesehatan anak seperti kejadian ISPA dan diharapkan kepada pihak institusi khususnya pembimbing skripsi dapat menyarankan peneliti selanjutnya untuk meneliti tentang paparan asap rokok tetapi lebih mendalam seperti melihat kadar nikotin dalamdarah perokok pasif dan memperbanyak referensi khususnya tentang paparan asap rokok yang berkaitan dengan ISPA.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T. (2006). Tuberkulosis, Rokok & Perempuan. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Hidayat,Aziz Alimul (2007) Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data, Jakarta : Salemba Medika Arikunto Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta, Bustan. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta, Corwin,E J,. (2009). Buku Saku Patofisiologi, Jakarta : EGC, Dewi Ratna Sri Ayu Kadek Ni, (2009) Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut ) Pada Ibu Terhadap Sikap Pencegahan ISPA Pada Balita Di Desa Sumita Gianyar Bali, Skiripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Ngudi Waluyo. 99
Departemen kesehatan Republik Indonesia. 2008 Buku Bagan Manejemen Terpadu Balita Sakit, 2008 Dinas Kesehatan kabupaten Seamarang.2010 Profil kesehatan kabupaten Semarang 2009 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran pernafasan Akut, 2011. Eka,S,.(2008). Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap pengetahuan suami tentang ibu hamil perokok pasif dan bayi berat lahir rendah di Desa Palbangpang Kecamatan Bantul Skripsi ProgramIlmu Keperawatan Poltekes Yogyakarta, Jaya Muhammad, (2009) .Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok , Sleman :Rizma, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, (2010). Stimulasi, Deteksi Dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak , Jakarta, Kholis,Nur,.(2011) Kisah Inspirasi Perjuangan Berhenti Merokok, Bikoharjo Prambanan Sleman: Real Books, Maryunani,A,. (2010). Ilmu kesehatan anak dalam kebidanan, Jakarta : CV Trans Info Media, Mansjoer,A,dkk,.( 2008). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius, Notoatmodjo,S (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan , Jakarta : Rineka Cipta, Riyanto,A,.(2010) . Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika, Sabri, H,. (2006). Statistik Kesehatan, Jakarta :PT Grafindo Persada, Sugiyono, (2010). Statistik untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta, Sabuna,E,T,A,.(2010). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Motivasi Perawat Dengan Tatalaksana Pneumonia Balita Di Puskesmas Kabupaten Timor Tengah Selatan Nusa Tenggara Timur,Skripsi Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, Pangestik,Y,R ,. & Pawenang E,T,. Hubungan Kondisi Lingkungan Terhadap Kejadian Ispa Pada Balita Keluarga Pembuat Gula Aren Desa Pandan-arumdan Desa Beji Kecamatan Pandanarum Kabupaten Banjarnegara Jurnal Kesehatan Masyarakat, Putr Tubulus Sukma., (2009). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius, Wahab A,S,. & Julia,M,.(2002) Sistem Imun, Imunitas Dan Penyakit Imun : Jakarta: EGC,. Wong, D.L, (2003).Pedoman klinis perawatan pediatri. Edisi 4. Jakarta: EGC, Yoga A,T, (2006). Tuberkulosis rokok dan permpuan, Jarakarta : FKUI,
100
PEDOMAN BAGI PENULIS Informasi umum J urnal Gizi dan Kesehatan menerima makalah ilmiah dari para staf STIKES, AKBID DAN AKPER, para alumnus NGUDI WALUYO, maupun profesi lain yang berhubungan dengan kesehatan. Makalah dapat berupa karangan asli (penelitian), laporan kasus, ikhtisar kepustakaan, dan tulisan lain yang ada hubungannya dengan bidang kesehatan. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar berdasarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum pembentukan Istilah atau dalam bahasa Inggris. Format naskah Tulisan diketik pada kertas kuarto, batas atas-bawah dan samping masing- masing 2,5 cm, spasi dobel, font Times New Roman, ukuran 12 dan tidak bolak balik. Naskah untuk penelitian (karangan asli) harus meliputi : 1) J udul tulisan, dibuat singkat bersifat informatif dan mampu menerangkan isi tulisan; nama para penulis lengkap berikut gelar beserta alamat kantor/instansi /tempat kerja lain, diletakkan di bawah judul. 2) Pendahuluan, berisi latar belakang, masalah, maksud & tujuan serta manfaat penelitian. 3) Bahan/subyek dan cara kerja. 4) Hasil penelitian. 5) Pembahasan, kesimpulan dan saran. 6) Pernyataan terima kasih (kalau ada). 7) Daftar rujukan. 8) Lampiran-lampiran. Tabel/bagan/grafik/gambar/foto, harus dibuat dengan jelas dan rapi disertai keterangan yang jelas dan informatif. Diberi nomor menurut urutan dalam naskah. Gambar/bagan harus berwarna, jumlahnya dibatasi tidak lebih dari 3 lembar, keterangan ditempatkan di bawah gambar/bagan: Keterangan tabel ditempatkan di atas tabel. Tabel/bagan/grafik/gambar/foto semuanya dilampirkan terpisah dari naskah. Rujukan dalam teks dibuat berdasarkan model Vancouver yaitu dengan angka sesuai dengan urutan tampil. Angka ditulis di atas (superscript) tanpa kurung setelah tanda baca. Bila angka berurutan bisa disingkat. Misalnya 2,3,4,6,7 ditulis menjadi 2-7. Daftar rujukan, disusun menurut cara Vancouver, menurut urutan penampilan dalam naskah, ditulis dengan urutan sebagai berikut : Nama dan huruf pertama nama keluarga penulis, judul tulisan kemudian untuk majalah diikuti dengan : Nama majalah (dengan singkatan yang umum dipakai), tahun, volume dan halaman. Sedangkan untuk buku diikuti Nama kota, penerbit, tahun dan halaman (bila perlu). Contoh: Maryanto, S, Siswanto, Y. and Susilo, J . The effect of fiber on lipid fraction rats with high cholesterol dietary. J urnal Kesehatan dan Gizi 2007;1;1: 1-10 Ardhani, M.H, Sulisno, M., dan Rosalina. Teknik mengontrol halusinasi dalam manajemen ESQ. Edisi 2, Ungaran, 2001. Priyanto, Muhajirin, A. Program Studi Ilmu Keperawatan. Stikes Ngudi Waluyo [on line] : URL. http://www.nwu.ac.id/personal,kuliah,edu/.plan.l l. 2006. Nama penulis yang dikutip dalam naskah harus tercantum dalam daftar rujukan. Dalam mengutip nama penulis dalam naskah harus dibubuhi tahun publikasi. Untuk sumber pustaka dari internet ditulis : nama penulis, judul, organisasi
penerbit, [On Line] : URL nomor Home Page, tahun.
Abstrak Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia dan Inggris terdiri sekurang- kurangnya 100 kata sebanyak-banyaknya 350 kata, diketik pada lembaran kertas terpisah dengan spasi ganda. Abstrak penelitian berupa "structured abstract" berisi : 1. Pendahuluan /Introduction : Berisi latar belakang, masalah, tujuan, dan kegunaan penulisan. 2. Subyek/Material dan Metode/Subject/Material and Method. Berisi: Subjek : nyatakan cara-cara seleksi, kriteria yang diterapkan, dan jumlah peserta pada awal dan akhir penelitian. Rancangan : tulisan rancangan penelitian yang tepat, pengacakan, secara buta, baku emas untuk diagnostik, dan waktu penelitian (restrospektif atau prospektif). Tempat: menunjukkan tempat penelitian (rumah sakit, klinik, komunitas) juga termasuk tingkat pelayanan klinik (primer, atau sekunder, praktek pribadi atau intitusi). Intervensi : uraikan keistimewaan intevensi, termasuk metode & lamanya. Ukuran luaran utama : harus dinyatakan sebelum merencanakan pengambilan data. 3. Hasil (Result) : J ika memungkinkan pada hasil disertakan interval kepercayaan (yang tersering adalah 95 %) dan derajat kemaknaan. Untuk penelitian komparatif, interval kepercayaan harus berhubungan dengan perbedaan antara kelompok. 4. Kesimpulan (Conclusions) : nyatakan kesimpulan yang didukung oleh data penelitian (hindari generalisasi yang berlebihan atau hasil penelitian tambahan). Perhatian yang sama diberikan pada hasil yang positif maupun yang negatif sesuai dengan kaidah ilmiah. 5. Di bawah abstrak bahasa Inggris ditulis kata kunci (Keywords) maksimal 4 kata dalam bahasa Inggris. Sinopsis Sinopsis diketik dalam bahasa Indonesia atau Inggris terdiri atas 1 atau 2 kalimat, tidak lebih dari 25 kata dari kesimpulan naskah, digunakan dalam penulisan daftar isi, dan diketik pada lembar terpisah dengan spasi ganda. Running title Berikan judul singkat naskah pada sisi kanan atas pada tiap lembar naskah. Pengiriman Berkas dikirim rangkap dua (hard copy) disertai CD (soft copy) dengan mempergunakan program Microsoft Word, dialamatkan kepada Redaksi J urnal Gizi dan Kesehatan, STIKES NGUDI WALUYO, J I. Gedongsongo Mijen, Ungaran, Kabupaten Semarang . Ketentuan lain Redaksi berhak memperbaiki susunan naskah atau bahasanya tanpa mengubah isinya. Naskah yang telah dimuat di majalah lain tidak diperkenankan diterbitkan dalam majalah ini.