You are on page 1of 23

UJI KUANTITATIF ANTIBIOTIK PADA

DAGING AYAM YANG BEREDAR DI


SEMARANG SELATAN


Disusun Oleh :
Kartika Herriyati NIM 12.0282


AKADEMIK FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2014


Akfar Theresiana Page 1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memperhatikan tentang
produk peternakan yang dikonsumsi sudah terbebas dari residu kimia
(antibiotik, alfatoxin, dioxin) dan mikrobiologi berbahaya seperti salmonella.
Peran pemerintah seharusnya lebih dominan dalam melindungi konsumen. Hal
ini dapat dilakukan dengan pengontrolan produk-produk peternakan melalui
system HACCP (Hazard Analyis and Critical Control Points) sesuai dengan
tahapan-tahapan yang telah tersusun secara sistematis dan disepakati bersama
agar masyarakat aman mengkonsumsi produk-produk peternakan
Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein.
Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino
yang dibutuhkan manusia sehingga akan lebih mudah dicerna dan lebih efisien
pemanfaatannya. Namun demikian, pangan asal ternak tidak aman dapat
membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu keamanan pangan asal
ternak merupakan persyaratan mutlak (Winarno, 1996).
Pemenuhan kebutuhan pokok hidup manusia salah satunya dengan
makanan dan melalui makanan pula peningkatan kualitas sumber daya
manusia dicapai. Makanan yang sehat dan bergizilah yang dibutuhkan
Indonesia untuk meningkatkan kualitas negara Indonesia. Namun hal dasar ini
sering kali dilupakan oleh masyarakat kita karena hal ekonomi. Faktor

Akfar Theresiana Page 2

penghasilan yang menjadi salah satu penghambat masayarakat untuk
mengkonsumsi produk-produk pangan yang sehat dan bergizi.
Salah satu penyumbang makanan yang sehat dan bergizi adalah sektor
peternakan seperti produk telur, daging, susu, keju, dan produk-produk
peternakan lainnya. Produk peternakan merupakan makanan yang
mengandung protein tinggi serta asam-asam amino yang hanya ditemukan
dalam produk hewani yang sangat penting dalam tubuh manusia. Namun,
apakah produk peternakan yang kita konsumsi sudah sehat dan aman bagi
tubuh kita?
Residu ini dapat ditemukan di daging, telur, susu, dan produk
peternakan lainnya. Residu yang terkandung dalam produk peternakan bisa
berupa antibiotik murni atau hasil pemecahan antibiotik itu sendiri. Misalnya
amoxilin dimasukkan dalam tubuh ayam, residunya bisa berupa zat aktif
amoxilin atau bisa juga produk lain hasil pecahan amoxilin, residu ini akan
terakumlasi di dalam daging atau telur jika kita tidak memperhatikan waktu
henti. Jika dalam waktu henti ini ayam, telur, susu di jual maka produk itu
akan mengandung residu, yang jika dikonsumsi manusia secara terus-menerus
akan membahayakan bagi kesehatan manusia, ungkap drh. Dwi Priyowidodo,
MP.
Dampak residu ada tiga macam yaitu dampak toxisitas, mikrobiologi,
imonotologi. Residu bisa menjadi toxik atau racun bagi organ-organ yang
biasa digunakan untuk mengeliminasi antibiotik, ginjal, hati, dan organ-organ
peredaran darah. Dampak mikrobiologi bagi tubuh terjadi apabila kita

Akfar Theresiana Page 3

mengkonsumsi produk peternakan secara terus-menerus sehingga residu
terakumulasi di dalam tubuh yang bisa menyebabakan resistensi bakteri
tertentu dalam jangka waktu yang panjang, misalnya penisilin yang
terakumlasi sehingga tubuh sudah resisten terhadap obat penisilin. Selain itu
menyebabkan reaksi hypersensitivitas atau alergi (gatal-gatal), ungkap drh.
Dwi Priyowidodo, MP.
Daging dikategorikan sebagai pangan yang mudah busuk (perishable
food) dan pangan yang berpotensi membawa bahaya (potentially hazardous
food) (Lukman et al. 2009). Daging dapat mengandung bahaya biologis,
kimiawi, dan fisik. Salah satu bahaya kimiawi yang dapat dijumpai pada
daging adalah residu antibiotik. Ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat,
residu antibiotik dalam pangan asal hewan dapat mengancam kesehatan
masyarakat. Ancaman kesehatan masyarakat akibat residu antibiotik dalam
pangan asal hewan antara lain resistensimbakteri, gangguan kesehatan
konsumen seperti alergi atau keracunan.
Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik,
yang mempunyai efek menekan atau menghentikan proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.cHampir semua
pabrik pembuat makanan ternak menambahkan obat hewan berupa
antibiotika ke dalam pakan ternak sehingga sebagian besar pakan ternak
komersial yang beredar di Indonesia mengandung antibiotika (Bahri,2000)
Pemakaian antibiotika terutama peternakan ayam pedaging maupun
petelur cenderung berlebihan tanpa memperhatikan aturan pemakaian

Akfar Theresiana Page 4

antibiotika yang benar. Hal ini dilakukan untuk membuat hewan tetap
produktif meskipun mereka hidup dalam kondisi berdesakan dan tidak
higienis. Umumnya pemberian antibiotika yang diberikan pada ayam secara
massal dibandingkan secara individual (Doyle, 2006).
Pemakaian antibiotika yang terus menerus dan tidak memperhatikan
waktu henti pemberian antibiotika (with drawal time) dalam bidang
peternakan akan menyebabkan terdapatnya residu antibiotika dalam produk
hewani, yang mana hal ini dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas,
resistensi dan kemungkinan keracunan (Yuningsih, 2005).
Antibiotika tetrasiklin memang cukup luas digunakan di peternakan
karena antibiotika ini memiliki spektrum luas yang mampu membunuh kuman
gram positif dan gram negatif serta mampu membunuh kuman patogen yang
tidak efektif dengan antibiotika lain sehingga sering menjadi pilihan dalam
pengobatan penyakit di samping harganya juga lebih terjangkau (Hamide et al,
2000). Selain itu antibiotika golongan penisilin adalah antibiotika yang sering
ditambahkan dalam pakan dan efektif dalam menstimulasi laju pertumbuhan
pada ternak muda (Maynard dan Loosli, 1969)
Masalah residu antibiotik pada pangan asal hewan berkaitan dengan
praktik yang kurang baik dalam penggunaan antibiotik di peternakan.
Antibiotik saat ini banyak digunakan untuk pengobatan (terapi) dan pemacu
pertumbuhan (growth promotor). Penggunaan antibiotik yang tidak
memperhatikan masa henti obat (withdrawal time), akan menimbulkan residu
antibiotik pada produk hewan (Donkor et al. 2011).

Akfar Theresiana Page 5

Pengolahan makanan sebelum dikonsumsi dapat dilakukan dengan cara
merebus, menggoreng, memanggang, memanaskan dengan tekanan
(pressurized cooking), dan memanaskan menggunakan gelombang mikro
(microwaving) (Rose,1999)
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti ingin mengetahui
sejauh mana residu antibiotika amoksisilin, ampisilin, dan tetrasiklin dalam
daging ayam yang beredar di pasaran tradisional wilayah Semarang Selatan.
Dengan melakukan uji kualitatif dan uji kuantitatif kadar dari antibiotika
tersebut dengan menggunakan metode kromatografi cair (KCKT). Selanjutnya
dilakukan perlakukan pengolahan daging ayam yang mengandung residu
antibiotika dengan cara merebus, menggoreng dan memanggang untuk melihat
pengaruh suhu terhadap konsentrasi residu antibiotika.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian ringkas yang dipaparkan dalam latar belakang,
maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut :
a. Apakah didalam daging ayam yang beredar di pasar tradisional wilayah
Semarang Selatan mengandung residu Antibiotika Tetrasiklin?
b. Apakah kadar residu antibiotika Tetrasiklin yang terdapat didalam daging
ayam memenuhi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah ?
1.3 Tujuan Penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar residu antibiotika
Tetrasiklin pada daging ayam yang dijual dipasar tradisional wilayah
Semarang Selatan.

Akfar Theresiana Page 6

1.4 Manfaat Penelitian.
- Memberikan informasi kepada masyarakat tentang cirri ciri daging
ayam yang mengandung residu antibiotika.
- Menambah wawasan dengan mengetahui dampak yang diakibatkan
dari penggunaan antibiotika untuk pangan ternak.
- Meningkatkan kewaspadaan dalam mengonsumsi daging ayam yang
mengandung residu Antibiotika.

















Akfar Theresiana Page 7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotika
Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai
jasad renik bakteri, jamur dan aktinomises, yang dapat berkhasiat
menghentikan pertumbuhan atau membunuh jasad renik lainnya (Subronto
dan Tjahajati, 2001). Antibiotika yang diperoleh secara alami dari
mikroorganisme disebut antibiotika alami, antibiotika yang disintesis di
laboratorium disebut antibiotika sintetis. Antibiotika yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dan dimodifikasi dilaboratorium dengan menambahkan
senyawa kimia disebut antibiotika semisintetis (Subronto dan Tjahajati,
2011).
Penggolongan Antibiotika berdasarkan spectrum aktivitasnya :
1. Antibiotika dengan spectrum luas, efektif baik terhadap Gram Positif
maupun Gram negatif, contoh : turunan tetrasiklin, turunan amfenicol,
turunan aminoglikosida, turunan makrolida, turunan rifampisin,
beberapa Turunan penisiilin, seperti ampisilin amoxicillin,
bakampicilin, karbenisipillin, hetasillin, , pivampisillin, sulbenisillin,
dan tikarsillin, dan sebagian besar turunan sefalosporin.
2. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadapa bakteri gram
positif, contohnya : basitrasin, eritromisin, sebagian besar turunan
penicillin, seperti benzilpenisilin, penicillin G prokain, penicillin V,
fenitisillin K, metisilin Na, nafsillin Na, oksasilin Na, kloksasillin Na,

Akfar Theresiana Page 8

dikloksasilin Na dan flosasilin Na, turunan linkosamida, asam fusidat
dan beberapa turunan sefalosporin.
3. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap mycrobacteriae
(antituberkoluse) , contohnya : rifampisin, streptomycine, kanamisine,
sikloserin, viomisin dan kapreomisin.
4. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap gram negatif,
contohnya : kolistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin.
5. Antibiotika yang aktif terhadap jamur (anti jamur), contohnya :
griseofulvin dan antibiotika polien, seperti nistatin, amfoterisin B dan
kandistatin.
6. Antibiotika yang aktif terhadap neoplasma (antikanker), contohnya :
antinomisin, bleomisin, daunorubisin, doksorubisin, mitomisin, dan
mitramisin. ( Siswandono, 2008 )
2.1. Tetrasiklin
Rumus Strultur





Tetrasiklin memiliki rumus molekul C
22
H
24
N
2
O
8
.HCl dengan berat
molekul 480,6. Tetrasiklin merupakan serbuk hablur, kuning, tidak berbau,
agak higroskopis. Stabil di udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya

Akfar Theresiana Page 9

matahari yang kuat dalam udara lembab menjadi gelap. Larut dalam air,
dalam alkali hidroksida dan dalam larutan karbonat, sukar larut dalam
etanol, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter. Tetrasiklin mudah
membentuk garam dengan ion Na
+
dan Cl
-
sehingga kelarutannya menjadi
lebih baik ( Depkes RI, 1995)
Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotika yang dihasilkan oleh
jamur Streptomyces aureofasiens atau S. rimosus. Tetrasiklin bersifat
bakteriostatik dengan daya jangkauan (spektrum) luas, dengan jalan
menghambat sintesis protein dengan cara mengikat sub unit 30 S dari pada
ribosom sel bakteri. Pada unggas tetrasiklin digunakan untuk mengatasi
infeksi CRD (Chronic Respiratory Diseasis), erisipclas dan sinusitis
(Subronto dan Tjahjati, 2001).
Hubungan Satruktur dan Aktivitas Tetrasiklin :
1. Gugus farmakor dengan aktivitas biologis penuh adalah senyawa
semisintetik sansiklin mengandung struktur yang dibutuhkan untuk
pembentukan kelat dan dipandang mempunyai peran penting pada
pengangkutan turunantetrasiklin ke dalam sel bakteri dan
penghambatan biosintetis protein di dalam sel.
2. Pengaturan linier dari empat cincin adalah prasyarat untuk dapat
menimbulkan aktivitas biologi. Konfigurasi pusat kiral pada C-4, C-
4a, dan C-12a sangat penting untuk aktivitas, sedang konfigurasi pada
C-5a dan C-6 kemungkinan dapat berubah ubah. Sistem fenol
diketon pada cincin BCD adalah planar dan penting untuk aktivitas,

Akfar Theresiana Page 10

sedang cincin AB dapat mengalami perubahan bentuk konformasi
semua turunan tetrasiklin pada Ph fisiologi mempunyai konformasi
sama. Gugus dimetilamino berada dibawah system BCD yang planar
dan kemungkinan membentuk ikatan hydrogen dengan gugus OH
pada C-12a. penambahan atau pengurangan jumlah cincin dan
pembukaan cincin menyebabkan senyawa kehilangan aktivitas.
3. Adanya dua system electron yang berada ( gugus kromofor
fenoldiketon dan trikarbonilmetan ) cukup penting untuk aktivitas
antibakteri. Perluasan atau pengurangan gugus kromofor
menyebabkan penurunan atau hilangnya aktivitas, subtituen yang
dapat meningkatkan kemampuan donor electron dari gugus
fenoldiketon akan meningkatkan aktivitas.
4. Adanya gugus 4-dimetilamino penting untuk pembentukan ion
Zwitter, untuk distribusi optimum dalam tubuh dan untuk aktivitas in
Vivo. Hilangnya gugus tersebut menyebabkan senyawa kehilangan
aktivitas. Guhus ini harus berada dalam bentuk konfigurasi seperti
tetrasiklin alami. Bentuk konfigurasi (4-epitetrasiklin) aktivitasnya
lebih rendah disbanding bentuk tetrasiklin alami.
5. Pada gugus 2-karbonamid, hanya gugus karbonil yang penting untuk
aktivitas. Satu atom H pada gugus amida dapat diganti dengan gugus
lain tanpa kehilangan aktivitas.
6. Daerah hidrofob dari C-5 sampai C-9 dapat diubah dengan cara yang
bervariasi, asal tidak mempengaruhi bentuk konformasi esensialnya.

Akfar Theresiana Page 11

Modifikasi pada C-6 dan C-7 menghasilkan turunan yang mempunyai
stabilitas kimia yang lebih besar, memperbaiki sifat farmakokinetik
dan meningkatkan aktivitas bakteri. Seperti pada kasus turunan 6-
deoksitetrasiklin, yaitu doksisiklin dan minoksiklin, hilangnya gugus
6-hidroksi menyebabkan senyawa tidak mengalami reaksi degradasi
menjadi 5,6-anhidrotetrasiklin. Doksisiklin dan minoksiklin
mempunyai lipoprotein lebih tingi disbanding tetrasiklin alami. Bila
diberikan secara oral keduanya diabsorbsi hamper sempurna oleh
saluran cerna dan absorpsi tersebut sedikit dipengaruhi oleh adanya
makanan. Keduanya mempunyai waktu paro lebih panjang dan dosis
yang lebih kecil disbanding tetrasiklin. Minoksiklin adalah satu
satunya turunan tetrasiklin yang dapat mencapai kadar tinggi dalam
system syaraf pusat, sedang doksisiklin merupakan satu satunya
turunan tetrasiklin yang dapat secara aman digunakan untuk penderita
infeksi gagal ginjal, selain karena mempunyai waktu paruh panjang
dan efek samping yang rendah. (Siswandono,2008)
Mekanisme Kerja :
Turunan tetrasiklin adalah senyawa bakteriostatik. Karena
mempunyai sifat pembentuk kelat, diduga aktivitasnya disebabkan oleh
kemapuan untuk menghilangkan ion ion logam logam yang penting
bagi kehidupan bakteri, seperti ion Mg. Kemungkinan lain, pembentuk
kelat tersebut memudahkan pengangkutan tetrasiklin menuju ke sisi

Akfar Theresiana Page 12

kerjanya. Meskipun demikian, fenomena diatas bukan merupakan dasar
mekanisme kerja tetrasiklin.
Tempat kerja turunan tetrasiklin adalah pada ribosom bakteri, turunan ini
mencapai sasaran menjadi dua proses, yaitu :
1. Difusi pasif melalui pori hidrofil pada membrane terluar sel.
Doksisiklin dan minoksiklin mempunyai kelarutan dalam lemak tinggi,
sehingga secara perlahan langsung dapat melalaui lemak membrane.
2. System pengangkutan aktif yang tergantung energy. Pompa dari semua
turunan tetrasiklin adalah melalui membrane sitoplasma terdalam,
kemungkinan dengan bantuan pembawa protein periplasma.
2.2 Penggunaan Antibiotika dalam Perternakan
Pemberian antibiotika pada hewan dalam peternakan skala besar
umumnya diberikan melalui air minum dan dapat diikuti dengan
pemberian antibiotika melalui pakan (Martaleni, 2007). Umumnya
pemberian antibiotika yang diberikan pada ayam lebih banyak diberikan
secara massal dibandingkan pemberian secara individual (Doyle, 2006).
Hal ini dilakukan untuk membuat hewan tetap produktif meskipun
mereka hidup dalam kondisi berdesakan dan tidak higienis (Bahri dkk,
2000) Pada usaha peternakan modern, imbuhan pakan (food suplement)
sudah umum digunakan oleh peternak. Suplement ini dimaksudkan untuk
memacu pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan dengan
mengurangi mikroorganisme pengganggu (patogen) atau meningkatkan

Akfar Theresiana Page 13

populasi mikroba yang menguntungkan yang ada di dalam saluran
pencernaan (Rahayu, 2009).
Apabila peternak yang menggunakan pakan tersebut tidak
memperhatikan aturan pemakaiannya, diduga kuat produk ternak
mengandung residu antibiotika yang dapat mengganggu kesehatan
manusia, antara lain berupa resistensi terhadap antibiotika tertentu, reaksi
alergi dan kemungkinan keracunan (Yuningsih., dkk, 2005).
Beberapa negara mengizinkan pemberian berbagai jenis
antibiotika, termasuk golongan tetrasiklin, neomisin, basitrasin, dan
preparat sulfa untuk diberikan secara berkala pada peternakan ayam tetapi
golongan ini tidak diizinkan diberikan melalui pakan ternak di Indonesia
(Martaleni, 2007).
2.3 Residu Antibiotika.
Residu obat adalah sisa dari atau metabolitnya dalam jaringan atau
organ hewan/ ternak setelah pemakaian obat hewan (Rahayu, 2009)
Pemberian antibiotika sebagai pakan ternak yang diberikan dalam
waktu yang cukup lama dengan tidak memperhatikan aturan pemberiannya
akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh ternak sehingga menyebabkan
terdapatnya residu pada jaringan tubuh ternak ( Oramahi,2004)
Residu Antibiotika yang terakumulasi memiliki konsentrasi yang
berbeda beda antara jaringan dari tubuh ternak satu dengan yang lainnya
( Bahri dkk, 2005)
2.4 Batas Toleransi Residu Antibiotik.

Akfar Theresiana Page 14

Keamanan pangan asal ternak berkaitan erat dengan pengawasan
pemakaian antibiotika dan obat hewan yang tergolong obat keras perlu
memperhatikan waktu henti sehingga diharapkan residu tidak ditemukan
lagi atau berada di bawah Batas Maksimum Residu (BMR). Berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI No. 01-6366-2000), batas maksimum
residu antibiotika dalam makanan yang masih boleh dikonsumsi untuk
antibiotika amoksisilin, ampisilin, adalah 0,01 g/g dan batas maksimum
residu antibiotika tetrasiklin adalah 0,1 ug/g.
2.5 Penentuan Residu Antibiotik Dalam Sample Makanan
Metode penentuan multi-residu yang semakin penting, untuk
control residu dalam produk makanan. Metode ini menguntungkan
dibandingkan dengan metode residu untuk senyawa tunggal karena metode
ini lebih mudah dilakukan dan lebih murah dalam hal penggunaan
pereaksi.
Metode analisa untuk melakukan uji kualitatif terhadap residu
dalam sampel makanan memiliki kriteria seperti metode memberikan hasil
yang akurat, memiliki sensitifitas yang baik ,reprodusibel, biaya
pengerjaannya murah, kemampuan untuk mendeteksi analit yang akan
dianalisis (Shankar et al, 2010)
Prosedur penyiapan sampel sangat menentukan dalam analisa
secara kromatografi (Rohman, 2009). Penyiapan sampel dari bahan yang
memiliki matriks yang komplek seperti daging, ginjal atau hati sangat
diperlukan supaya hasil uji kualitatif memiliki sensitifitas yang baik

Akfar Theresiana Page 15

(Shankar, 2010). Ekstraksi pada sampel bertujuan mengurangi atau
menghilangkan adanya partikulat dari matriks sampel sehingga akan
mengganggu proses analisa terutama menggunakan analisa secara
kromatografi (Rohman, 2009)
Penyiapan sampel dari daging biasanya dimulai dengan tahap
pemotongan, menghaluskan sampel, menghomogenisasi, dan ekstraksi
dengan larutan organik (Shankar, 2010).
2.6 Teori Kromatografi
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani
Rusia Mecheal Tsweet pasa tahun 1903 untuk memisahkan pigmen
berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter
dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat. Kromatografi merupakan
suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase)
dan fase gerak (mobile phase) (Rohman, 2007).
Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk
memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang
kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik.
Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa teknik kromatografi.
Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat
kelarutan senyawa yang akan dipisahkan (Anonim (b), 2009).
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan,
atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas).
Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-

Akfar Theresiana Page 16

komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen komponen yang
berbeda bergerak pada laju yang berbeda (Anonim (b), 2009).


2.6.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem
pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung
oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan
detektor yang sangat sensitive dan beragam sehingga mampu menganalisis
berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam
komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).
KCKT merupakan metode yang sering digunakan untuk
menganalisis senyawa obat. KCKT dapat digunakan untuk pemeriksaan
kemurnian bahan obat, pengawasan proses sintesis dan pengawasan mutu
(quality control) (Ahuja and Dong, 2005).
Proses pemisahan Kromatrografi Cair Kinerja Tinggi :
Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada
aliran fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan
perbedaan interaksi analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi
perbedaan waktu perpindahan setiap komponen dalam campuran
(Kazakevich and Lobrutto, 2007)
Menurut Meyer (2004) seperti yang ditunjukkan proses pemisahan
yang terjadi di dalam kolom dapat dilihat pada gambar 1 yaitu contohnya,

Akfar Theresiana Page 17

campuran dua komponen dimasukkan ke dalam sistem kromatografi
(partikel dan ). Di mana komponen cenderung menetap di fase
diam dan komponen lebih cenderung di dalam fase gerak.
Masuknya eluen (fase gerak) yang baru ke dalam kolom akan
menimbulkan kesetimbangan baru, molekul sampel dalam fase gerak
diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien
distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan
muncul kembali di fase gerak. Setelah proses ini terjadi berulang kali,
kedua komponen akan terpisah. Komponen yang lebih suka dengan fase
gerak akan berpindah lebih cepat daripada komponen yang cenderung
menetap di fase diam, sehingga komponen akan muncul terlebih dahulu
dalam kromatogram, kemudian diikuti oleh komponen (Meyer, 2004).
HIPOTESIS
Berdasarkan Rumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian adalah
sebagai berikut :
a. daging ayam yang beredar dipasar tradisional wilayah Semarang
Selatan mengandung residu Antibiotika Tetrasiklin.


Akfar Theresiana Page 18

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental
dengan jenis eksperimen dan menggunakan metode analisis deksipsi
yang menyajikan data kuantitaif secara deskripsi, maka data yang
diperoleh merupakan analisis ada atau tidaknya kandungan residu
Antibiotika Tetrasiklin pada daging ayam di pasar Tradisional wilayah
Semarang Selatan.
Penelitian ini mengambil sample dari beberapa pasar
tradisional diwilayah Semarang Selatan yang dilakukan replikasi
sebanyak 3 kali, sample diambil dari Pasar Randusari Semarang Jalan
Kyai Saleh Semarang.
3.2 Variable Penelitian.
a. Variable bebas
Variable bebas dalam penelitian ini adalah ada tidaknya residu
antibiotika pada daging ayam yang beredal di pasar Tradisional.
b. Variable Terikat
Variable terikat dalam penelitian ini adalah dengan adanya hasil
nilai analit dari KCKT yang dihasilkan sesuai pengamatan apakah
hasil residu antibiotika sesuai dengan BMR menurut SNI.
c. Variable terkendali.

Akfar Theresiana Page 19

Variable terkendali dari penelitian ini adalah metode, alat , dan
bahan yang dikendalikan untuk menganalisis kandungan residu
Antibiotika pada daging ayam.
3.3 Definisi Operasional
a. Sample yang digunakan adalah daging ayam yang beredar di pasar
tradisonal wilayah Semarang Selatan
b. Hasil positif adalah hasil yang ditunjukkan dari adanya kadar
analit yang tertera dari hasil KCKT tidak sesuai dengan nilai
ambang batas residu atau BMR menurut SNI.
3.4 Alat dan Bahan
a. Alat
Homogeniser, tabung reaksi, microtube, neraca elektrik
sentrifus dengan pendingin, inkubator, erlenmeyer, pH meter, labu
ukur, botol duran 1000 mL, kertas timbang, magnetic stirer,
autoklaf, penangas air, plate, pipet ukur,beaker glass, caliper,
waterbath, paper disc (diameter 8 mm), pipet tip, catridge silica C-
183 mL atau SPE ODS dan HPLC DAD
b. Bahan
Sample yang dianalisa adalah sample paha, sample hati dan
sample telur ayam yang diambil dari beberapa pasar tradisional
wilayah Semarang Selatan standar Ampicillin, standart
Amoxicillin, standar Tetrasiklin larutan dapar fosfat pH 7,0 dan
biakan kuman Bacillus cereus ATCC 11778, asam sitrat

Akfar Theresiana Page 20

monohidrat, asam oksalat dihidrat 0,01 M, asetonitril, metanol,
dinatrium hidrogen fosfat dihidrat , dapar Mc Ilvaine, EDTA dan
air suling.
3.5 Tata Cara Penelitian
3.5.1 Observarsi Pasar Tradisional

3.5.2 Uji kuantitatif
Sample daging ayam yang dijual dipasar tradisional wilayah
Semarang Selatan dengan pengujian menggunakan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi ( KCKT )
a. Metode UJI Residu Kualitatif
Sampel paha, hati dan telur dihomogenisasi menggunakan
homogeniser. Kertas cakram dilembabkan dengan cara
disisipkan pada homogenat, selanjutnya kertas cakram
diletakkan di atas media agar yang telah dicampur dengan
biakan bakteri uji. Media diinkubasi pada suhu 37
o
C selama
16 18 jam. Sampel dinyatakan positif mengandung residu
antibiotik, bila zona hambat yang terbentuk lebih besar atau
sama dengan 1 cm (dengan paper disc) yang diukur dengan
caliper. Jika sampel dinyatakan positif, maka dilanjutkan
dengan pemeriksaan secara kuantitatif untuk menghitung
kandungan residu menggunakan HPLC.


Akfar Theresiana Page 21

b. Metoode Uji Kuantitatif ( HPLC)
Sampel yang dinyatakan positif secara kualitatif ditimbang
sebanyak 5 g, ditambah dengan 30 mL dapar MC-Ilvaine
EDTA dimasukkan ke dalam tabung sentrifus 50 mL dan
dihomogenkan kemudian disentrifus pada 4000 rpm selama 15
menit. Supernatan dipisahkan,tahapan ini diulangi sebanyak 2
kali, masing-masing dengan 20 mL dan 10 mL larutan dapar
MC-Ilvaine EDTA terhadap sedimen. Supernatan disatukan
dan dialirkan ke dalam catridge SepPak C-18 yang
sebelumnya telah diaktifkan terlebih dahulu dengan 20 mL
metanol dan 20 mL air suling. Kemudian catridge SepPak C-
18 dicuci dengan 20 mL air suling, selanjutnya dielusi dengan
10 mL larutan asam oksalat 0,01 M dalam metanol. Sebanyak
50L larutan ini disuntikkan ke dalam HPLC menggunakan
kolom C-18 dengan detector UV-350 nm, laju alir 1 mL/menit
dan fase gerak berupa campuran metanol, asetonitril dan asam
oksalat dihidrat 0,01 M (1:1:8).
3.6 Analisis
Analisis Hasil yang digunakan adalah metode uji analisis
deskriptif yaitu dengan mengetahui hasil analisa ada atau tidak adanya
kandungan residu Antibiotika Tetrasiklin pada sample yang disajikan
dalam bentuk table melalui uji organoleptis dan uji dengan reagen
kimia.

Akfar Theresiana Page 22



3.7 Jadwal Penelitian
Keterangan 2014
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli
Persiapan
Studi Pustaka
Pembuatan Poposal
Pelaksanaan Izin
Pelaksanaan
Pengambilan Data
Pengolahan Data
Pembentukan
Laporan

Pelaksanaan Ujian

You might also like