You are on page 1of 20

PELATIHAN PENYUSUN

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN











METODA PRAKIRAAN DAMPAK DAN
PENGELOLAANYA PADA KOMPONEN BIOTA
AKUATIK


Oleh :

Wisnu Wardhana





DISELENGGARAKAN OLEH
PUSAT PENELITIAN SUMBERDAYA MANUSIA DAN LINGKUNGAN
(PPSML)
UNIVERSITA INDONESIA

JAKARTA
2006

1
METODE PRAKIRAAN DAMPAK DAN PENGELOLAANNYA
PADA KOMPONEN BIOTA AKUATIK

Wisnu Wardhana
Jurusan Biologi FMIPA-UI
Depok 16424


I. PENDAHULUAN

Di alam terdapat berbagai komponen hayati dan non-hayati yang saling
mempengaruhi dan tidak terpisahkan satu sama lain. Komponen-komponen tersebut
membentuk suatu sistem ekologi atau ekosistem. Jadi ekosistem merupakan tatanan
kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap komponen lingkungan hidup yang
saling mempengeruhi. Dalam sistem ekologi, suatu organisma tidak dapat berdiri
sendiri. Untuk kelangsungan hidupnya, suatu organisma akan bergantung pada
kehadiran organisma lain dan sumberdaya alam di sekitarnya. Ekosistem juga
merupakan suatu satuan fungsiaonal dasar dalam ekologi.
Di ekosistem perairan terdapat berbagai jenis biota akuatik. Mereka selalu
hidup berkelompok membentuk komunitas yang saling berhubungan secara kompleks
dan memiliki respon yang berbeda terhadap lingkungan. Akibatnya gangguan
terhadap salah satu komponen ekosistem perairan akan dapat mempengaruhi
komponen ekosistem lainnya. Komunitas biota akuatik merupakan salah satu
komponen ekosistem perairan yang secara keseluruhan dapat terpengaruh oleh
perubahan lingkungan melalui jaring-jaring makanan.
Baik buruknya kualitas suatu perairan sangat dipengaruhi oleh berbagai
kegiatan di sekitarnya. Sering kali suatu kegiatan yang ada dapat penurunkan kualitas
lingkungan perairan yang pada akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik.
Selain itu, upaya pemanfaatan sumberdaya alam perairan sering kali juga turut
mempengaruhi eksistensi komponen ekosistem perairan baik secara struktural
ataupun fungsional.
Banyak metoda yang digunakan untuk memantau kualitas perairan, baik
secara kimia, fisika, atau biologi. Hasil pengukuran kualitas perairan secara kimia
dan fisika umumnya bersifat terbatas dan kurang memungkinkan untuk memantau
seluruh perubahan variabel yang berkaitan dengan kehidupan biota akuatik dan
kondisi ekologi (Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998). Selain itu, pengukuran
kualitas perairan secara kimia dan fisika tersebut memerlukan banyak bahan kimia,
peralatan, dan tenaga yang sangat terlatih sehingga penerapannya di lapangan
menjadi tidak praktis dan mahal.
Makalah ini mencoba membahas beberapa metode pengambilan sampel biota
akuatik, preservasi sampel, serta analisis, dan interpretasi data dalam rangka
pemantauan kualitas perairan. Hasil dari kegiatan tersebut akan sangat diperlukan
sebagai informasi rona awal suatu lingkungan untuk bahan acuan dalam memprediksi
dan mengevaluasi dampak suatu kegiatan terhadap perubahan kualitas perairan.



2
II. BIOTA AKUATIK

Biota akuatik merupakan kelompok biota, baik hewan atau tumbuhan yang
sebagian atau seluruh hidupnya berada di perairan. Berdasarkan cara hidupnya biota
akuatik dapat dikelompokkan menjadi neuston, pleuston, nekton, plankton, perifiton,
bentos, dan demersal.
Neuston merupakan biota akuatik yang hidup di lapisan tipis permukaan air,
misalnya Halobates (engkang-engkang). Seperti halnya neuston, pleuston juga hidup
di permukaan air tetapi sebagian tubuhnya berada di bawah permukaan, misalnya
Vellella (ubur-ubur api). Nekton umumnya terdiri atas berbagai jenis biota akuatik
yang hidup dan bergerak bebas dalam kolom air, misalnya Cyprinus carpio (ikan
mas). Plankton merupakan kelompok biota akuatik baik hewan atau tumbuhan yang
pergerakannya selalu dipengaruhi arus dan umumnya berukuran mikroskopis,
misalnya Daphnia (kutu air) dan Navicula. Perifiton adalah kelompok biota akuatik -
- umumnya fitoplankton -- yang hidup menempel pada permukaan tumbuhan,
tongkat, batu, atau substrat lain yang berada di dalam air, misalnya Oedogonium
(ganggang). Biota bentik merupakan kelompok hewan atau tumbuhan yang hidup
pada dasar perairan, misalnya Tubifex (cacing sutera) dan Gracillaria (rumput laut).
Kelompok biota akuatik yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di dasar perairan
disebut demersal, misalnya Cynoglossus (ikan sebelah).
Untuk memantau kualitas perairan tawar, payau, atau laut sering digunakan
plankton dan bentos sebagai sampel indikator, baik pada tingkat larva ataupun
dewasa. Kelompok plankton yang sering dipergunakan sebagai sampel indikator
umumnya berasal dari jenis-jenis Cyanophyceae, Dinophyceae, Bascillariophyceae
(Diatom), Copepoda, dan tingkatan larva dari berbagai jenis biota akuatik yang hidup
sebagai holoplankton. Sedangkan untuk bentos umumnya berasal dari berbagai jenis
Polychaeta, Gastropoda, Pelecypoda, Crustaceae, Insecta, dan alga makroskopis.
Jenis-jenis biota bentik yang sering digunakan untuk memantau perubahan kualitas
lingkungan perairan tawar antara lain adalah larva-larva dari Ephemeroptera (lalat
sehari), Plecoptera (lalat batu), Trichoptera (pita-pita), Odonata (kini-kini), Hemiptera
(kepik), Coleoptera (kumbang), dan Diptera (lalat dan nyamuk). Larva tersebut hidup
di lingkungan perairan dengan kisaran yang luas dari tidak tercemar sampai tercemar
berat. Selain larva, Platyhelminthes (cacing pipih), Oligochaeta (cacing rambut),
Crustaceae (udang-udangan), Hirudinea (lintah), Gastropoda (siput) dan Pelecypoda
(kerang) juga dapat dipergunakan sebagai indikator cemaran.


III. PENGAMBILAN CONTOH BIOTA AKUATIK

A. Penentuan sampel
Pada prakteknya sangat sulit untuk mengikutsertakan seluruh anggota
populasi biota akuatik sebagai sampel. Berbagai keterbatasan seperti ketersediaan
waktu, tenaga, biaya, keadaan medan, dan luas wilayah studi merupakan kendala-
kendala yang sering dijumpai. Oleh karena itu pengambilan biota akuatik sebagai
sampel untuk memantau kualitas perairan hanya dicuplik dari sebagian kecil populasi
yang ada. Untuk itu sampel yang dipilih haruslah memenuhi beberapa persyaratan

3
sebagai berikut (Southwood, 1978): (1). Sampel dalam populasi harus mempunyai
peluang yang sama untuk dipilih; (2). Populasi harus berasal dari lingkungan yang
stabil; (3). Perbandingan anggota populasi yang terdapat pada suatu habitat yang akan
diambil sampelnya harus konstan; dan (4). Sampel jangan terlalu sedikit, terutama
dalam kaitannya dengan ukuran besar populasi agar tidak menimbulkan kesalahan
sebagai akibat pengaruh batas.
Selain persyaratan sampel yang harus dipenuhi, kelompok biota akuatik yang
akan dicuplik bila akan digunakan sebagai indikator juga harus memenuhi beberapa
kriteria tertentu. Menurut Cairns & Dickson (1971) biota akuatik yang dapat
digunakan sebagai tolok ukur kualitas lingkungan atas dasar nilai kualitas hayati dan
keanekaragaman hayati hendaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1). Harus
memiliki kepekaan terhadap perubahan lingkungan perairan dan responya cepat; (2).
Memiliki daur hidup yang kompleks sepanjang tahun atau lebih dan apabila kondisi
lingkungan melebihi batas toleransinya biota tersebut akan mati; (3). Hidup sesil
(bentik); dan (4). Tidak mudah/cepat bermigrasi.
Berdasarkan batasan-batasan tersebut di atas, kelompok biota akuatik yang
baik digunakan sebagai indikator adalah plankton dan bentos. Kedua kelompok
tersebut memiliki tingkat kerentanan, kepekaan, dan keterbatasan gerak sehingga
dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran perairan. Selain itu, untuk
mengetahui atau mempelajari keanekaragaman hayati biota akuatik juga dapat
ditentukan berasarkan jenis-jenis plankton, perifiton, nekton, dan bentos.
Sebagai indikator cemaran organik kelompok avertebrata bentik, terutama
yang berukuran makroskopis juga memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan
dengan kelompok biota akuatik lainnya. Kelompok ini relatif hidup menetap dalam
waktu yang cukup lama pada berbagai kondisi perairan. Beberapa jenis diantaranya
dapat memberikan tanggapan terhadap perubahan kualitas air sehingga dapat
memberikan petunjuk terjadinya pencemaran. Avertebrata bentik yang berukuran
makroskopis relatif mudah dikoleksi dan diidentifikasi.
Keberadaan biota bentik tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor perairan,
terutama fisika, kimia, dan biologis. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi
sebaran dan kepadatan. Waktu yang berkaitan dengan musim juga turut berpengaruh
terhadap keberadaan biota tersebut, hal ini terutama jika dikaitkan dengan siklus
hidupnya. Seluruh faktor-faktor tersebut di atas dapat menjadi faktor pembatas dalam
penggunaan biota avertebrata bentik sebagai bioindikator.

B. Pengumpulan sampel
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai keadaan lingkungan
perairan berdasarkan keadaan biota akuatik dapat ditempuh beberapa tahap. Tahapan
yang paling umum dilakukan terutama dalam hal menentukan lokasi sampling, waktu
sampling, metode sampling, dan alat yang akan digunakan.

1. Penentuan lokasi sampling akan menjadi sangat penting, karena sampel biota
akuatik yang diperoleh akan digunakan sebagai indikator cemaran. Pemilihan
lokasi harus mempertimbangkan tempat sumber cemaran atau berdasarkan
prakiraan areal dampak yang akan ditimbulkan terhadap biota akuatik. Pemilihan
lokasi sampling juga harus mempertimbangkan keadaan perairan di sekitar sumber

4
cemaran (topografi dan kelerengan), karakteristik dasar perairan (substrat), serta
arah dan pola arus air.

2. Waktu sampling akan sangat bergantung pada dinamika biota akuatik dalam suatu
ekosistem perairan. Informasi dari berbagai jenis biota akuatik yang melakukan
aktivitas pada siang atau malam hari akan menjadi penting untuk menentukan
waktu sampling. Disamping itu juga terdapat beberapa kelompok biota akuatik
(zooplankton, fitoplankton, dan sebagian besar larva) yang melakukan aktivitas
gerakan vertikal harian secara temporer ke atas permukaan atau turun ke dekat
dasar perairan. Kelompok zooplankton dan larva biota akuatik umumnya lebih
banyak dijumpai di permukaan perairan pada malam hari dibandingkan siang hari.
Sebaliknya, fitoplankton akan lebih banyak dijumpai di permukaan pada siang
hari.

3. Penggunaan alat yang tepat. Hal ini akan menjadi sangat penting oleh karena
banyak kelompok biota akuatik hanya dapat dicuplik dengan mempergunakan
peralatan tertentu. Disamping jenis alat yang digunakan, ukuran peralatan juga
harus sesuai dengan ukuran biota akuatik yang akan diambil sebagai sampel.
Selain itu, tata cara mempergunakan peralatan juga harus dikuasai betul.

a. Plankton dapat dicuplik dengan jala plankton, Kemmerer water sampler, Van
dorn water sampler, atau alat pengambil air yang diketahui volumenya. Jala
plankton yang digunakan untuk mencuplik plankton dari perairan tawar
hendaknya memiliki ukuran mata jala 0,054 mm (No. 25), sedangkan untuk
perairan laut bergantung pada kelompok plankton yang akan dicuplik.
Fitoplankton umumnya dicuplik dengan jala Kitahara yang memiliki ukuran
mata jala 0,119 mm (No. 13) dan untuk zooplankton atau larva digunakan jala
NORPAC (North Pasific Standard Net) dengan ukuran mata jala 0,333 mm
(No. 3). Untuk mencuplik plankton dari kedalaman tertentu dapat digunakan
Kemmerer water sampler, Van dorn water sampler, atau Juday plankton net.
Mikroskop, Sedwick counting cell, talam Bogorov, gelas obyek, serta kaca
penutp akan diperlukan dalam pencacahan dan mengidentifikasi sampel
plankton di laboratorium.
b. Pengumpulan sampel bentos dari kedalaman yang sukar dijangkau dapat
dilakukan dengan Grab sampler (Eickman grab, Petersen grab, atau Smith-
MacIntyre grab) dengan ukuran luas tertentu. Di perairan mengalir (lotik) yang
dangkal, bentos dapat dicuplik dengan Suber squre foot sampler, sedangkan di
perairan tenang (lentik) dapat digunakan bingkai kuadrat. Pengumpulan sampel
bentos dalam bingkai kuadrat dapat dilakukan dengan tangan. Untuk
memisahkan biota bentik dari substratnya digunakan saringan (sive net)
minimal berukuran mata saring 425 m (No. 40 ASTM). Mikroskop, lup, dan
pinset akan diperlukan dalam mencacah dan mengidentifikasi sampel bentos.
c. Perifiton dapat dicuplik dengan cara merendam kaca obyek atau plat kuadrat
dengan luas tertentu dalam perairan selama waktu tertentu. Secara kualitatif
pencuplikan perifiton dapat dilakukan pada benda-benda yang telah lama
terendam dalam air.

5
d. Nekton dapat dicuplik dengan jala, kail, seser, bubu, dan peralatan lain yang
sering digunakan untuk menangkap ikan.

4. Metode sampling yang tepat. Secara umum terdapat tiga cara sampling yang
sering dipergunakan: (1). Probability sampling, cara sampling dengan teori
probabilitas sehingga dapat diketahui besar bias dalam pengambilan sampel; (2).
Subyective, cara pengambilan sampel berdasarkan kebijakasanaan pribadi dan
bersifat selektif; dan (3). Convenient sampling, cara pengambilan sampel pada
anggota populasi yang mudah diperoleh. Untuk menentukan cara mana yang akan
digunakan akan sangat bergantung pada keadaan dan pengelaman seseorang.
Pemilihan dan penetapan titik sampling dapat dilakukan dengan salah satu dari
beberapa metoda berikut: Cruissing, transek, kuadrat, dan titik/stasiun.

5. Preservasi dan pengawet. Hal ini penting dilakukan oleh karena sering biota
akuatik yang akan dicacah dan diidentifikasi baru akan dikerjakan setelah
beberapa hari kemudian. Zat preservatif yang umum dan mudah diperoleh adalah
formalin 4 40%, sedangkan larutan pengawet dapat dipakai alkohol (ethanol)
teknis 70%. Untuk pengawet sampel plankton, selain formalin 4% dapat
digunakan larutan lugol.

C. Analisis sampel
Untuk menyatakan berapa banyak atau jumlah biota akuatik sering digunakan
satuan individu per luas atau volume. Satuan seperti ini juga sering digunakan untuk
menyatakan kepadatan atau kelimpahan biota akuatik dalam suatu area tertentu.
Kepadatan jenis-jenis plankton per satuan volume dapat ditentukan dengan
berbagai cara, yang pada prinsipnya adalah mencacah sebagian kecil dari sampel
yang akan dianalisis. Cara menghitung kepadatan plankton yang sederhana adalah
metoda subsampel (Wickstead, 1965). Kepadatan plankton per satuan volume dapat
ditentukan dengan rumus: D = q x 1/f x 1/v; dengan D = jumlah individu plankton
per satuan volume; q = jumlah individu dalam subsampel; f = fraksi yang diambil
(vol. subsampel per vol. sampel); v = volume air tersaring.
Kepadatan jenis-jenis biota bentik dalam individu per satuan luas dihitung
berdasarkan hasil bagi jumlah individu jenis tertentu dengan luas area cuplikannya.
Cara seperti ini juga berlaku untuk perifiton.

D. Analisis data
Biota akuatik memiliki karakteristik yang beragam seperti daur hidup, struktur
komunitas, bentuk, aktivitas, dan ciri-ciri lainnya yang penting. Karakter-karakter
tersebut perlu dipertimbangkan untuk dapat digunakan sebagai tolok ukur dalam
memantau kualitas hayati, keanekaragaman hayati, maupun kualitas perairan.
Kualitas hayati dan keanekaragaman hayati yang dapat dipakai untuk menentukan
kualitas perairan antara lain dapat diketahui dari keterdapatan dan kelimpahan biota
akuatik yang ada. Sebaran, kelimpahan, dan keanekaragaman jenis biota akuatik
sebagian besar dipengaruhi oleh perubahan berbagai faktor lingkungan perairan
seperti fisika-kimia air (kekeruhan, arus, kecerahan, suhu, salinitas, oksigen, nitrat,
fosfat, logam berat, dll.), biologis (predator, migrasi, kompetisi, dll), musim (hujan,

6
kemarau, dan pancaroba) dan waktu (siang dan malam hari).
Pada perairan yang tidak tercemar keanekaragaman jenis biota akuatik akan
tinggi dengan jumlah jenis berlimpah dan jumlah individu per jenis sedikit.
Sebaliknya pada perairan yang tercemar, keragaman jenis biota akuatik akan rendah
dan jumlah individu per jenis akan berlimpah. Akibatnya di perairan yang tercemar
sering terdapat jenis biota akuatik yang dominan.
Analisis data biota akuatik dalam rangka pemantauan kualitas perairan pada
umumnya dilakukan dengan membandingkan nilai-nilai struktur komunitas dengan
besaran kriteria tingkat cemaran yang telah ditetapkan dalam bentuk kategori.
Struktur komunitas yang sering diukur terutama adalah: (1). Jumlah jenis per unit
sampling; (2). Kepadatan per satuan volume atau luas; (3). Keanekaragaman
(diversitas) jenis (spesifik) atau genus (generik); dan (4). Berbagai macam indeks.


IV. INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS

Aspek keanekaragaman hayati dapat diketahui dari jenis dan jumlah jenis,
strain, kepadatan, sebaran, dan habitat. Nilai keanekaragaman ditentukan oleh jumlah
takson yang berbeda dan regulariras (keseragaman) yaitu penyebaran individu dalam
suatu kategori sistematik (misalnya jenis). Keanekaragaman biota akuatik yang
rendah atau tinggi sering dapat dipakai sebagai indikator kualitas hayati, yang juga
dapat digunakan untuk menentukan atau mengukur kualitas lingkungan. Misalnya
berbagai jenis biota bentik atau bakteri (Escerchia coli) dalam suatu ekosistem
akuatik dapat digunakan sebagai petunjuk adanya pencemaran perairan atau
penurunan kualitas lingkungan. Dalam suatu perairan dengan kandungan bakteri
coliform atau Escerchia coli yang tinggi mencerminkan suburnya perairan bagi
pertumbuhan berbagai bakteri patogen. Hal tersebut berati bahwa lingkungan
perairan mempunyai kualitas yang buruk (tercemar).
Menurut Odum (1975), ekosistem alam yang tidak mendapat subsidi energi
yang besar mempunyai nilai indeks keanekaragaman jenis Simpson (C = 1 - D)
berkisar antara 0,6 - 0,8. Jika ekosistem tersebut mengalami pencemaran atau
eutrofikasi maka nilai indeks keanekaragaman jenisnya akan menurun. Berdasarkan
kasus tersebut Lee dkk. (1975) mengklasifikasikan tingkat pencemaran perairan
berdasarlan nilai indeks keanekaragaman jenis menurut Shannon & Wiener (H) dan
faktor-faktor fisika-kimia (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi tingkat pencemaran berasarkan indeks keanekaragaman jenis
dan parameter fisika kimia

Tingkat pencemaran H* DO (ppm) BOD (ppm) SS (ppm)
Belum tercemar > 2,0 > 6,5 < 3,0 < 20
Tercemar ringan 2,0 - 1,6 4,5 - 6,5 3,0 - 4,9 20 - 49
Tercemar sedang 1,5 - 1,0 2,0 - 4,4 5,0 - 15 50 - 100
Tercemar berat < 1,0 < 2,0 > 15 > 100
Catatan: besaran nilai H akan sangat bergantung pada besaran bilangan dasar log yang
dipergunakan


7

A. Indeks Keanekaragaman Jenis Simpson (C)

D = (ni/N) C = 1 D

dengan C = indeks keanekaragaman jenis; ni = jumlah individu jenis ke i; N =
jumlah total individu

B. Indeks Keanekaragaman Jenis Margalef ()

= (S-1)/log
e
N

dengan = indeks keanekaragaman; S = jumlah jenis; N = jumlah total individu

C. Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon & Wiener (H)

H = - (ni/N) log (ni/N)

dengan H = indeks keanekaragaman jenis; ni = jumlah individu jenis ke i; N =
jumlah total individu
Untuk menentukan tingkat cemaran perairan berdasarkan indeks keanekaragaman
jenis dari Shannon-Wiener dapat dipergunakan tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi tingkat pencemaran berasarkan
indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener

H* Tingkat Cemaran Perairan
> 3 Tidak tercemar
1,1 2,9 Tercemar ringan
< 1 Tercemar berat
Catatan: besaran nilai H akan sangat bergantung pada besaran bilangan dasar
log yang dipergunakan


V. INDEKS BIOTIK

Pada dasarnya indeks biotik merupakan nilai dalam bentuk skoring (1 10)
yang dibuat atas dasar tingkat toleransi organisma atau kelompok organisma terhadap
cemaran. Indeks tersebut juga memperhitungkan keragaman organisma dengan
mempertimbangkan kelompok-kelompok tertentu dalam kaitannya dengan tingkat
pencemaran (Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998). Nilai indeks biotik dari suatu
lokasi dapat diketahui dengan menghitung nilai skoring dari semua kelompok biota
yang ada dalam unit sampling.
Indeks biotik telah dikembangkan di negara-negara maju terutama di Eropa
(Atkin & Birch, 1991). Salah satu metoda adalah Biological Monitoring Working
Party-Average Score Per Taxon (BMWP-ASPT) yang dikembangkan di Inggris

8
(Armitage dkk., 1983 lihat Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998). Sistem tersebut
mengelompokkan atau membagi biota bentik menjadi 10 tingkatan berdasarkan
kemampuannya dalam merespon cemaran di habitatnya. Pada tabel 3 diperlihatkan
satu contoh nilai indeks biotik BMWP-ASPT yang disederhanakan berdasarkan
contoh umum dari kelompok biota bentik perairan sungai di daerah tropik.

Tabel 3. Nilai skoring indeks biotik dengan metode BMSP-ASPT

Kelompok Biota Akuatik Skor
Crustaceae (udang galah), Ephemeroptera (larva lalat sehari penggali), Plecoptera
(larva lalat batu)
10
Gastropoda (limpet air tawar), Odonata (kini-kini) 8
Trichoptera (larva pita-pita berumah) 7
Bivalvia (kijing), Crustaceae (udang air tawar); Ephemeroptera (larva lalat sehari
perenang), Odonata (larva sibar-sibar)
6
Diptera (larva lalat hitam), Coleoptera (kalajengking air, kumbang air),
Trichoptera (larva pita-pita tak berumah), Hemiptera (kepik perenang punggung,
ulir-ulir)
5
Platyhelminthes (cacing pipih), Arachnida (tugau air) 4
Hirudinea (lintah), Gastropoda (siput), Bivalvia (kerang), Gamaridae (kutu babi
air), Syrphidae (belatung ekor tikus)
3
Chironomidae (larva nyamuk) 2
Oligochaeta (cacing) 1

A. Interpretasi data
Berdasarkan tabel 3, nilai indeks biotik dapat diperoleh dengan cara merata-
ratakan seluruh jumlah nilai skoring dari masing-masing kelompok biota yang
diperoleh. Nilai indeks akan berkisar antara 0 -- 10 dan sangat bervariasi bergantung
pada musim. Semakin tinggi nilai yang diperoleh akan semakin rendah tingkat
cemaran yang ada. Sebagai cacatan, bahwa nilai indeks yang terdapat pada tabel
tersebut hanya dapat digunakan untuk perairan sungai dan tidak dapat dibandingkan
dengan tipe perairan lain. Namun demikian nilai tersebut dapat digunakan sebagai
pembanding antar berbagai lokasi dalam satu tipe perairan sungai.
Kualitas air sungai juga dapat dinilai berdasarkan tabel 4 dengan ketentuan
sebagai berikut (Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998):
1. Air sungai akan tergolong tidak tercemar, jika dan hanya jika terdapat Trichoptera
(Sericosmatidae, Lepidosmatidae, Glossosomatidae) dan Planaria, tanpa kehadiran
jenis indikator yang terdapat pada kelas 2 - 6.
2. Air sungai tergolong agak tercemar, tercemar ringan, tercemar, tercemar agak berat
dan sangat tercemar, bila terdapat salah satu atau campuran jenis makro
invertebrata indikator yang terdapat dalam kelompok kelas masing-masing.
3. Apabila makro invertebrata terdiri atas campuran antara indikator dari kelas-kelas
yang berlainan, maka berlaku ketentuan berikut:
a. Air sungai dikategorikan sebagai agak tercemar apabila terdapat campuran
organisma indikator dari kelas 1 & 2, atau dari kelas 1, 2, & 3.
b. Air sungai dikategorikan tercemar ringan apabila terdapat campuran organisma
indikator dari kelas 2 & 3, atau dari kelas 2, 3, & 4.
c. Air sungai dikategorikan sebagai tercemar apabila terdapat campuran organisma

9
indikator dari kelas 3 & 4, atau dari kelas 3, 4, & 5.
d. Air sungai dikategorikan sebagai sangat tercemar apabila terdapat campuran
organisma indikator dari kelas 4 & 5.

Tabel 4. Makroinvertebrata indikator untuk menilai kualitas air

Tingkat Cemaran Makrozoobentos Indikator
1. Tidak tercemar Trichoptera (Sericosmatidae, Lepidosmatidae, Glossosomatidae);
Planaria
2. Tercemar ringan Plecoptera (Perlidae, Peleodidae); Ephemeroptera (Leptophlebiidae,
Pseudocloeon, Ecdyonuridae, Caebidae); Trichoptera (Hydropschydae,
Psychomyidae); Odonanta (Gomphidae, Plarycnematidae, Agriidae,
Aeshnidae); Coleoptera (Elminthidae)
3. Tercemar sedang Mollusca (Pulmonata, Bivalvia); Crustacea (Gammaridae); Odonanta
(Libellulidae, Cordulidae)
4. Tercemar Hirudinea (Glossiphonidae, Hirudidae); Hemiptera
5. Tercemar agak berat Oligochaeta (ubificidae); Diptera (Chironomus thummi-plumosus);
Syrphidae
6. Sangat tercemar Tidak terdapat makrozoobentos. Besar kemungkinan dijumpai lapisan
bakteri yang sangat toleran terhadap limbah organik (Sphaerotilus) di
permukaan
Sumber: Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998 dengan penyederhanan.


VI. INDEKS SAPROBIK

Tingkat cemaran suatu perairan, selain dapat ditentukan dengan indeks
keanekaragaman jenis dan indeks biotik juga dapat ditentukan berdasarkan indeks
saprobik menurut Dresscher & Mark (lihat Koesoebiono, 1989). Indeks ini
menggunakan dua pendekatan yaitu kualitatif dan kuantitatif.

A. Pendekatan kualitatif
Tingkat saprobitas secara kualitatif umumnya banyak digunakan untuk
menetukan tingkat pencemaran suatu perairan. Tingkat cemaran perairan secara
kualitatif dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok saprobitas, umumnya
dibagi menjadi 3, 4, atau 9. Selain itu, penetapan tingkat cemaran suatu perairan
hanya didasarkan pada kelompok biota yang dominan saja (Tabel 5).

Tabel 5. Kaitan antara kelompok biota perairan dengan tingkat cemaran

Kelompok Biota Perairan* Tingkat Cemaran Perairan
Polisaprobik Sangat berat
- mesosaprobik Berat
- mesosaprobik Sedang
Oligosaprobik Ringan
Catatan: penggolonglan biota perairan berdasarkan kelompok ini dapat dilihat pada lampiran

10
B. Pendekatan kuantitatif
Pendekatan secara kuantitatif yang paling umum adalah menggunakan indeks
saprobik S menurut Pantle & Buck serta koefisien saprobik menurut Dresscher &
Mark (lihat Koesoebiono, 1989).

1. Indeks Saprobik menurut Pantle & Buck (S)

S = (s.h)/h

dengan: S = indeks saprobik; s = tingkat saprobitas berdasarkan Lieberman (1
untuk kelompok biota oligosaprobik; 2 untuk kelompok biota - mesosaprobik; 3
untuk kelompok biota - mesosaprobik; dan 4 untuk kelompok biota
polisaprobik); h = frekuensi keberadaan biota yang dijumpai (1 untuk biota yang
jarang dijumpai; 2 untuk biota yang sering dijumpai dan 3 untuk biota yang sangat
berlimpah)

Penetapan tingkat cemaran suatu perairan berdasarkan nilai S dapat dilihat pada
tabel 6.

Tabel 6. Hubungan antara nilai S (Indeks Saprobik Pantle & Buck)
dengan tingkat cemaran

Kisaran nilai S Tingkat Cemaran Perairan
1,0 1,5 Sedikit atau tidak tercemar (oligosaprobik)
1,55 2,5 Tercemar bahan organik sedang ( - mesosaprobik)
2,55 3,5 Tercemar bahan organik berat ( - mesosaprobik)
3,55 4,0 Tercemar bahan organik sangat berat (polisaprobik)

Indeks saprobik menurut Pantle & Buck memiliki beberapa kelemahan antara lain:
(1). Penetapan frekuensi keberadaan jenis biota (h) bersifat dugaan, oleh karena itu
bersifat subyektif dan kurang tepat; (2). Nilai S akan berbeda satu sama lain
tergantung interpretasi masing-masing peneliti; (3). Diperlukan keahlian dalam
mengidentifikasi biota sampai pada tingkat takson terendah (jenis); (4). Daftar
kelompok biota yang dibuat oleh Lieberman berasal dari daerah temperate yang
kondisi ekosistemnya berbeda dengan daerah tropis

2. Indeks Saprobik menurut Dresscher & Mark (X)

C + 3D B 3A
X = -------------------------
A + B + C + D

dengan: X = indeks saprobik; A = jumlah jenis kelompok Ciliata; B = jumlah jenis
kelompok Euglenophyta; C = jumlah jenis kelompok Chlorococcales & Datom; D
= Jumlah jenis kelopok Pridineae, Chrysophyceae, dan Conjugatae.


11
Keterkaitan antara nilai indeks saprobik Dresscher & Mark (X) dengan kualitas
lingkungan dapat dilihat pada tabel 7. Pada tabel tersebut terlihat bahwa nilai
indeks saprobik (X) dibandingkan dengan fase saprobik dan tingkat cemaran yang
disebabkan bahan organik dan anorganik. Berdasarkan tabel 7 suatu perairan akan
mempunyai tingkat cemaran sangat tinggi bila memiliki nilai X berkisar antara - 3
s/d - 1,5; agak tinggi bila kisaran nilai X antara 1,5 s/d 0,5; sedang bila nilai X
berkisar antara 0,5 s/d 0,5; ringan bila nilai X berkisar antara 0,5 s/d 1,5; dan
sangat ringan bila nilai X berkisar 1,5 s/d 3.

Tabel 7. Hubungan antara nilai indeks saprobik Dresscher & Mark (X)
dengan kualitas perairan secara biologis

Bahan Pencemar Tingkat Cemaran Fase Saprobik Indeks Saprobik
Banyak senyawa Sangat tinggi Polisaprobik (-3) (-2)
organik Poli/mesosaprobik (-2) (-1,5)
Agak tinggi Meso/polisaprobik (-1,5) (-1)
mesosaprobik (-1) (-0,5)
Senyawa organik & Sedang - mesosaprobik (-0,5) (0)
anorganik (0) (0,5)
Ringan/rendah - mesosaprobik (0,5) (1)
(1) - - (1,5)
Sedikit senyawa organik Sangat ringan Oligo/ - mesosaprobik (1,5) (2)
& anorganik oligosaprobik (2) (3)


VII. PENUTUP

Untuk menentukan rona awal kualitas perairan pada analisis dampak
lingkungan, penggunaan indeks keanekaragaman jenis, indeks saprobik, maupun
indeks biotik memiliki banyak kelebihan.
Indeks keanekaragaman jenis (diversitas) merupakan kriteria umum yang
sering digunakan dalam menentukan kualitas perairan. Penghitungan indeks
keanekaragaman jenis relatif cepat.
Walaupun penggunaanya hanya terbatas pada lingkungan sungai, indeks
biotik memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan indeks keaneragaman jenis dan
saprobik. Indeks biotik mudah digunakan, bahkan oleh orang awam sekalipun tanpa
pengetahuan nama takson biota dalam bahasa latin. Penghitungan indeks biotik
sangat mudah, cepat, dan murah.
Penggunaan indeks saprobik paling baik bila dibandingkan dengan indeks
lainnya dalam mengevaluasi kondisi kualitas perairan secara biologis. Indeks ini
sekurang-kurangnya membagi tingkat pencemaran perairan ke dalam: oligosaprobik,
- mesosaprobik, - mesosaprobik, dan polisaprobik.
Selain ketiga indeks tersebut di atas, penentuan predominan, eksklusif, dan
karakteristik dalam penetapan jenis indikator dapat dikaji dan perlu dikembangkan
lebih lanjut.



12
DAFTAR PUSTAKA

Atkin D. & P. Birch. 1991. The application of biological monitoring to urban stream:
A system disigned for environmental health professional. Dalam: Jeffrey,
D.W. & B. Madden. (Eds.). 1991. Bioindicators and environmental
management. Academic Press, Lodon: 127-134
Brewer, R. & M.T. McCann. 1982. Laboratory and field manual of ecology.
Saunders College Pub., Philadelphia.
Canter, L.W. & L.G. Hill. 1981. Handbook of variables for environmental impact
assessment. Ann Arbor Science Pub. Inc., Collingwood.
Canter, L.W. 1977. Environmental impact assessment. McGraw-Hill Book Co., New
York.
Clarke, K.R. & R.M. Warwick. 1993. Statistical analysis and interpretation of benthic
community data. Workshop on biological effects of pollutants. Phuket Marine
Biological Center, November 1993, Thailand.
Elliott, J.M. 1971. Some methods for the statistical analysis of samples of benthic
invertebrates. Scientific Pub. Freshwater Biol. Assoc. 25: 1-143
Hairston, N.G. 1989. Ecological experiments. Purpose, design, and execution.
Cambridge University Press, Cambridge.
Hayek, L.C. & M.A. Buzas. 1997. Surveying natural population. Columbia
University Press, New York.
Jones, A.J. 1997. Environmental biology. Routledge, London.
Koesoebiono. 1989. Metoda dan analisis biologi perairan. Makalah disampaikan pada
Kursus Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Angkatan VII, 5
September 11 Nopember 1989, PPLH-IPB, Bogor.
Krebs, C.J. 1989. Ecological methodology. Harper & Row Pub., New York.
Persoone, G. & N. De Pauw. 1979. System of biological indicators for water quality
assesment. Dalam: Commission of European Community. 1979. Biological
aspects of freshwater pollution. Pergamon Press, New York: 39-75
Sournia.(Ed.). 1978. Phytoplankton manual. UNESCO, Paris.
Trihadiningrum, Y. & I. Tjondronegoro. 1998. Makroinvertebrata sebagai
bioindikator pencemaran badan air tawar di Indonesia: Siapkah kita?.
Lingkungan & Pembangunan 18(1): 45 - 60
Wardhana, W. 1999. Perubahan lingkungan perairan dan pengaruhnya terhadap biota
akuatik. Makalah pada Pelatihan Monitoring Bagi Pengelola Taman Nasional
Gunung Halimun. Cikaniki TNGH, 5-10 April 1999 & 22-25 September
1999.
Wetzel, R. G. 1975. Limnology. Saunders College Pub., Philadelphia.
Wratten, S. D. & G. L.A. Fry. 1980. Field and laboratory exercises in ecology.
Edward Arnold, London.
CONTOH PERHITUNGAN INDEKS KEANEKARAGAMAN
A: (log
10
)
Jenis Organisme (ni) ni/N log (ni/N) ni/N log ni/N
1 Melanoides granifera 13 0.0681 -1.1671 -0.0794
2 Melanoides tuberculata 30 0.1571 -0.8039 -0.1263
3 Corbicula javanica 18 0.0942 -1.0258 -0.0967
4 Lymnaea rubiginosa 17 0.0890 -1.0506 -0.0935
5 Chironomus 35 0.1832 -0.7370 -0.1350
6 Gammarus pulex 19 0.0995 -1.0023 -0.0997
7 Astacus 6 0.0314 -1.5029 -0.0472
8 Tipula 23 0.1204 -0.9193 -0.1107
9 Planaria 7 0.0366 -1.4359 -0.0526
10 Culex 11 0.0576 -1.2396 -0.0714
11 Notonecta 12 0.0628 -1.2019 -0.0755
Jumlah 191 -0.9881
H' 0.9881
B: (ln)
Jenis Organisme (ni) ni/N log (ni/N) ni/N log ni/N
1 Melanoides granifera 13 0.0681 -2.6873 -0.1829
2 Melanoides tuberculata 30 0.1571 -1.8511 -0.2907
3 Corbicula javanica 18 0.0942 -2.3619 -0.2226
4 Lymnaea rubiginosa 17 0.0890 -2.4191 -0.2153
5 Chironomus 35 0.1832 -1.6969 -0.3110
6 Gammarus pulex 19 0.0995 -2.3078 -0.2296
7 Astacus 6 0.0314 -3.4605 -0.1087
8 Tipula 23 0.1204 -2.1168 -0.2549
9 Planaria 7 0.0366 -3.3064 -0.1212
10 Culex 11 0.0576 -2.8544 -0.1644
11 Notonecta 12 0.0628 -2.7674 -0.1739
Jumlah 191 -2.2751
H' 2.2751
C: (log
2
)
Jenis Organisme (ni) ni/N log (ni/N) ni/N log ni/N
1 Melanoides granifera 13 0.0681 -3.8770 -0.2639
2 Melanoides tuberculata 30 0.1571 -2.6705 -0.4195
3 Corbicula javanica 18 0.0942 -3.4075 -0.3211
4 Lymnaea rubiginosa 17 0.0890 -3.4900 -0.3106
5 Chironomus 35 0.1832 -2.4481 -0.4486
6 Gammarus pulex 19 0.0995 -3.3295 -0.3312
7 Astacus 6 0.0314 -4.9925 -0.1568
8 Tipula 23 0.1204 -3.0539 -0.3677
9 Planaria 7 0.0366 -4.7701 -0.1748
10 Culex 11 0.0576 -4.1180 -0.2372
11 Notonecta 12 0.0628 -3.9925 -0.2508
Jumlah 191 -3.2823
H' 3.2823
Lembar kerja

NILAI INDEK BIOTIK

Nama Sungai: Tanggal :
Habitat : Pencatat :


No
.
Kelompok Organisma Skor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Jumlah
Rata-rata

Keterangan:











KELOMPOK HEWAN AVERTEBRATA AIR TAWAR

You might also like