You are on page 1of 38

1 | P a g e

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kebutaan di Indonesia merupakan bencana Nasional. Sebab kebutaan menyebabkan
kualitas sumber daya manusia rendah. Hal ini berdampak pada kehilangan produktifitas serta
membutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan pendidikan orang buta. Berdasarkan hasil survey
nasional tahun 19931996, angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5%. Angka ini
menempatkan Indonesia pada urutan pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan nomor dua
di dunia pada masa itu.
Salah satu penyebab kebutaan adalah katarak. sekitar 1,5% dari jumlah penduduk di
Indonesia, 78% disebabkan oleh katarak. Pandangan mata yang kabur atau berkabut bagaikan
melihat melalui kaca mata berembun, ukuran lensa kacamata yang sering berubah,
penglihatan ganda ketika mengemudi di malam hari, merupakan gejala katarak. Tetapi di
siang hari penderita justru merasa silau karena cahaya yang masuk ke mata terasa berlebih.
Begitu besarnya resiko masyarakat Indonesia untuk menderita katarak memicu kita
dalam upaya pencegahan. Dengan memperhatikan gaya hidup, lingkungan yang sehat, dan
menghindari pemakaian bahan-bahan kimia yang dapat merusak, akan membuat kita
terhindar dari berbagai jenis penyakit dalam stadium yang lebih berat yang akan menyulitkan
upaya penyembuhan.
Sehingga kami sebagai mahasiswa keperawatan memiliki solusi dalam mencegah dan
menanggulangi masalah katarak yakni dengan memberikan sebuah raangkuman makalah
tentang katarak sebagai bahan belajar dan pendidikan bagi mahasiswa keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep katarak?
2. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada pasien katarak?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan proses keperawatan pada pasien dengan penyakit katarak

2 | P a g e

1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi katarak
2. Mengetahui etiologi katarak
3. Mengetahui patofisiologi katarak
4. Mengetahui manifestasi klinis katarak
5. Mengetahui penatalaksanaan katarak
6. Mengetahui komplikasi katarak
7. Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan katarak

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang katarak
2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien katarak




















3 | P a g e

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Katarak

Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga
menyebabkan penurunan atau gangguan penglihatan (Admin, 2009). Katarak menyebabkan
penglihatan menjadi berkabut atau buram. Katarak merupakan keadaan patologik lensa
dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa,
sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif
kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000). Definisi lain
katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa menjadi keruh akibat hidrasi
cairan lensa, atau denaturasi protein lensa (Iwan,2009).
Lensa mata merupakan bagian jernih dari mata yang berfungsi untuk menangkap
cahaya dan gambar. Retina merupakan jaringan yang berada di bagian belakang mata,
bersifat sensitive terhadap cahaya. Pada keadaan normal, cahaya atau gambar yang masuk
akan diterima oleh lensa mata, kemudian akan diteruskan ke retina, selanjutnya rangsangan
cahaya atau gambar tadi akan diubah menjadi sinyal atau impuls yang akan diteruskan ke
otak melalui saraf penglihatan dan akhirnya akan diterjemahkan sehingga dapat dipahami.
Tetapi bila jalan cahaya tertutup oleh keadaan lensa yang katarak maka impuls tidak akan
dapat diterima oleh otak dan tidak akan bisa diterjemahkan menjadi suatu gambaran
penglihatan yang baik.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah
sangat memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mencari cara untuk menghindari silau yang berasal
dari cahaya yang salah arah. Misalnya dengan mengenakan topi berkelapak lebar atau kaca
mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:

1. Katarak Kongenital
Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang
dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah
katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1
4 | P a g e

tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti
terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi
sitomegalik, dan histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus,
iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat
prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat
selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif,
mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada
bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak
kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital
adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak
kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya.
3. Katarak Senil
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senil biasanya berkembang lambat
selama beberapa tahun. Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut
yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit
Mata, ed. 3). Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
1. Stadium awal (insipien). Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa
mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa.
Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada
5 | P a g e

penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator
berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol
mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai
terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan
korteks berisi jaringan degenerative (benda morgagni) pada katarak insipient
kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu
yang lama. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
2. Stadium imatur. Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal
tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-
bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang
mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan
mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik.
Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik
mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
3. Stadium matur. Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Di dalam stadium
ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata
depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini
terlihat lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena deposit
kalsium (Ca). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta
: Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
4. Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibat korteks yang mencair sehingga
masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka
nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam 6) (katarak morgagni). Lensa akan
mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar ke dalam bilik mata depan maka dapat
timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
4. Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding
6 | P a g e

dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan
miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung
dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp
terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta : Katarak
Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
5. Katarak Brunesen
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa, juga
dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan
lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65
tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta: Ilmu
Penyakit Mata, ed. 3)
Tabel 1.1 Perbedaan karakteristik Katarak (Ilyas, 2001)
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test (-) (+) (-) +/-
Visus (+) < << <<<
Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma

Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:
1. Katarak Inti (Nuclear)
Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian
tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan.
2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan putih
mulai dari tepi lensa dan berjalan ke tengah sehingga mengganggu penglihatan.
Banyak pada penderita DM.
7 | P a g e

3. Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar
masuk. DM, renitis pigmentosa, dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu
yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.

2.2 Etiologi Katarak

Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan
beracun lainnya
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes)
dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid)
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan
metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti
kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).

2.3 Patofisiologi

Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis: nucleus, korteks, dan kapsul.
Nukleus mengalami perubahan warna coklat kekuningan seiring dengan bertambahnya usia.
Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nukleus. Opasitas
pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier sekitar
8 | P a g e

daerah di luar lensa, misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.
Jumlah enzim akan menurun denga bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien
yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya
merupakan konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik dan matang ketika orang memasuki dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat
kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan
dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta
gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak
dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.
Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-
akan melihat asap dan pupil mata seakan-akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih,
sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
9 | P a g e

Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
1. Peka terhadap sinar atau cahaya.
2. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
3. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
4. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
3. Kesulitan melihat pada malam hari
4. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
5. Penurunan ketajaman penglihatan (bahkan pada siang hari)
Gejala lainya adalah:
1. Sering berganti kaca mata
2. Penglihatan sering pada salah satu mata
3. Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di
dalam mata (glukoma) yang bisa menimbulkan rasa nyeri

2.5 Penatalaksanaan Katarak

Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan
menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat
meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata,
tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu
dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis
yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris: cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam
10 | P a g e

2. Badan silier: otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa
fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada
objek jauh
3. Koroid: lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf
optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas
pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis. Juga operasi katarak akan
dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil
yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi
yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu
kehidupan sosial atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Indikasi dilakukannya operasi katarak:
1. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan
rutinitas pekerjaan
2. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma
3. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m
didapatkan hasil visus 3/60
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya
itulah teknik operasi yg tersedia.
2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:
1. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa
secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan
yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
2. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru di mana
menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga
material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi 3 mm. Operasi
katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan
11 | P a g e

tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa
menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata
yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti
dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara
permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan
waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek.
Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh.
Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan
kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh.
Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi
sedang dalam tahap pengembangan.
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata
lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan
kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput
dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak
dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut
agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.

2.6 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada katarak tergantung stadiumnya. Pada stadium
imatur dapat terjadi glaukoma sekunder akibat lensa yang mencembung, sehinnga mendorong
iris dan terjadi blokade aliran aqueus humor. Sedangkan pada stadium hipermatur dapat
terjadi glaukoma sekunder akibat penymbatan kanal aliran aquous humor oleh masa lensa
yang lisis, dan dapat juga terjadi uveitis fakotoksi. Komplikasi juga dapat diakibatkan pasca
operasi katarak, seperti ablasio retina, astigmatisma, uveitis, endoftalmitis, glaukoma,
perdarahan, dan lainnya.




12 | P a g e

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama : Ny. W
Umur : 50 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Tgl masuk RS : 01 Januari 2012
Jam masuk RS : 12.00 WIB
No. Register : 15665

Penanggung Jawab
Nama : Tn. F
Umur : 56 th
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Hibrida 10

3.1.2 Keluhan Utama
Klien mengalami penglihatan kabur dikedua mata seperti melihat kabut, kesulitan melihat
dari jarak jauh ataupun dekat,

3.1.3 Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan penglihatannya kabur, penglihatan kabur
dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Penglihatan kabur/tidak jelas dan seperti ada
kabut serta terkadang pasien merasa silau saat melihat cahaya. Klien juga mengalami
13 | P a g e

kesulitan melihat pada jarak jauh atau dekat, pandangan ganda, susah melihat pada malam
hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus, didiagnosis sejak kurang lebih 1
tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ada dari keluarga pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus atau gejala-gejala
yang sama seperti yang diderita oleh pasien saat ini.

3.1.4 Pemeriksaan Fisik
a. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Keluarga klien takut akan penyakit yang diderita klien, dan berharap agar bisa cepat
sembuh.
Penggunaan tembakau (bungkus/hari, pipa, cerutu, berapa lama, kapan berhenti):
tidak menggunakan tembakau
Alkohol: tidak mengkonsmsi alkohol
Alergi (obat-obatan, makanan, dll): makanan

2) Pola nutrisi dan metabolisme
Suplemen khusus: tidak ada
Nafsu makan: menurun
Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis: mual muntah
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun): turun 4 kg
Kesulitan menelan (disfagia): disfagia
Gigi: lengkap
Frekuensi makan: 1-2x sehari
Jenis makanan: nasi, sayur, buah-buahan
Pantangan/alergi: ikan

3) Pola eliminasi
14 | P a g e

BAB:
Frekuensi: 3-4 kali sehari,
Warna: kuning
Waktu: tidak teratur
Konsistensi: cair
Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia): inkontinensia

BAK:
Frekuensi: lebih dari 8x perhari jika dalam keadaan kejang
Kesulitan: inkontinensia urin

4) Pola aktivitas dan latihan
Kekuatan otot: penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh
Kemampuan ROM: ada keterbatasan rentang gerak
Keluhan saat beraktivitas: mudah lelah, dan lemas saat berktivitas

5) Pola istirahat dan tidur
Sebelum Sakit
Pasien mulai tidur malam jam 21.00 selama 8 jam, Kualitas tidur nyenyak.
Saat Sakit
Pasien tidur selama 6 jam saat tidur pada waktu malam hari, tidur nyenyak

6) Pola kognitif dan persepsi
Status mental: penurunan kesadaran
Bicara: aphasia ekspresif
Kemampuan memahami: tidak terganggu
Tingkat ansietas: berat
Penglihatan: pandangan kabur
Visus: 2/60
Ketidaknyamanan/nyeri: tidak nyeri


15 | P a g e

7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang masalah kesehatan ini: klien merasa malu dan minder

8) Pola peran hubungan
Pekerjaan: swasta
Sistem pendukung: keluarga

9) Pola koping dan toleransi aktivitas
Hal yang dilakukan saat ada masalah: cerita dengan orang terdekat atau keluarga
Penggunaan obat untuk menghilangkan stress: ada
Keadaan emosi dalam sehari-hari: tegang

10) Keyakinan dan kepercayaan
Agama : islam
Pengaruh agama dalam kehidupan: segala sesuatu dalam kehidupannya diserahkan
pada agamanya

b. Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan umum: tampak gelisah dan bingung
Penampilan umum: bersih dan rapi
Klien tampak sehat/sakit/sakit berat: sakit
BB: 50 kg
TB : 155 cm

2) Tanda-tanda vital
TD: 150/ 110mmHg
ND: 90 x/i
RR:22 1x/i
S : 36,5 derajat celcius

3) Kulit
16 | P a g e

Warna kulit: tidak sianosis
Kelembapan: kering
Turgor kulit: elastic berkurang
Ada/tidaknya oedema: ada oedema

4) Kepala
Inspeksi: rambut bersih
Palpasi:tidak Ada benjolan

5) Mata
Inspeksi: kekeruhan, berkabut pada lensa mata. Pada inspeksi visual katarak nampak
abu-abu atau putih susu. Pada inspeksi lampu senter, tidak timbul refeksi merah.
Fungsi penglihatan: gangguan penglihatan
Ukuran pupil: pupil dilatasi
Konjungtiva: anemis
Sklera: putih

6) Telinga
Fungsi pendengaran: tidak ada gangguan pendengaran
Kebersihan: bersih
Sekret: tidak ada

7) Hidung dan sinus
Fungsi penciuman: baik
Pembegkakan: tidak ada
Perdarahan: tidak ada
Kebersihan: bersih
sekret: tidak ada

8) Mulut dan tenggokan
Membran mukosa: kering
kebesihan mulut: bersih
17 | P a g e

Keadaan gigi: lengkap
Tanda radang: Lidah
Trismus: tidak ada
Kesulitan menelan: tidak ada, disfagia tidak ada

9) Leher
Trakea: simetris
Kelenjar limfe: ada
Kelenjar tiroid: tidak ada pembesaran

10) Thorak/paru
Inspeksi: dada simetris dan tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Perkusi: tidak ada massa, dengan tidak adanya peningkatan produksi mukus
Auskulktasi: pernafasan stridor (ngorok)

11) Jantung
Inspeksi: iktus kordis terlihat

12) Abdomen
Inspeksi: simetris
Auskultasi: peristaltik usus
Palpasi: tidak ada benjolan atau massa, tidak ada ascites

13) Ekstremitas
Ekstremitas atas: pergerakan normal
Ekstremitas bawah: pergerakan normal
ROM:
Kekuatan otot: penurunan kekuatan tonus otot

14) Neurologis
Kesadaran (GCS):
Status mental: penurunan kesadaran
18 | P a g e

Motorik: kejang
Sensorik: gangguan pada sistem penglihatan, mata kabur, pengelihatan silau dan
gangguan pendengaran
Refleks fisiologis: mengalami penurunan terhadap respon stimulus

3.2 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah
1 DS:
- Klien mengatakan pusing dan
penglihatannya kabur, penglihatan
kabur dirasakan sejak kurang lebih 1
tahun yang lalu
- Klien mengatakan bahwa dokter
menyarakan untuk dilakukan tindakan
yaitu dikoreksi dengan dilator pupil.
DO:
- Pupil berwarna putih dan ada dilatasi
pupil
- Nucleus pada lensa menjadi coklat
kuning, lensa menjadi opak, retina
sulit dilihat
Perdarahan intra
okuler (dikoreksi
dengan dilator pupil)
Resiko tinggi
terhadap cidera
2 DS:
- Klien mengatakan kesulitan melihat
pada jarak jauh atau dekat, pandangan
ganda, susah melihat pada malam hari
- Klien mengatakan bahwa dia juga
menderita penyakit diabetis mellitus
DO:
- Terdapat gangguan keseimbangan
pada susunan sel lensa oleh faktor
fisik dan kimiawi sehingga kejernihan
lensa berkurang
Bedah pengangkatan
katarak
Resiko tinggi
terhadap infeksi
19 | P a g e

- Hiperglikemia
3 DS:
- Klien mengatakan mengalami
penglihatan kabur
- Klien mengatakan mengalami
penglihatan kabur, kesulitan melihat
dari jarak jauh ataupun dekat
DO:
- Pupil berwarna putih dan ada dilatasi
pupil, nucleus pada lensa menjadi
coklat kuning, lensa menjadi opak,
retina sulit dilihat
Gangguan
penerimaan
sensori/status organ
indera penglihatan
Gangguan sensori
persepsi
(penglihatan)


3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap cidera b/d perdarahan intra okuler (dikoreksi dengan dilator
pupil)
2. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d bedah pengangkatan katarak
3. Gangguan sensori persepsi (penglihatan) b/d gangguan penerimaan sensori/status
organ indra penglihatan

3.4 Perencanaan

No Diagnosa Tujuan
Kriteria
Hasil
Intervensi Rasional
1 Resiko tinggi
cidera berhubu
ngan dengan
perdarahan
intra okuler
Setelah
dilakukan
intervesi sel
ama 3x24
jam
diharapkan
perdrahan
intra okuler
Menunjukka
n perubahan
perilaku,
pola hidup
untuk
menurunkan
faktor resiko
dan
Mandiri:
1. -Diskusikan apa
yang terjadi pada
pasca dikoreksi
tentang nyeri,
pembatasan
aktivitas,
penampilan dan
-Membantu
megurangi rasa
takut dan
meningkatkan
kerja
sama dalam
pembatasan
yang diperlukan
20 | P a g e

dapat segera
diatasi
untuk melin
dungi diri
dari cedera
balutan mata
2. -Batasi aktivitas
seperti
menggerakkan
kepala tiba-tiba,
menggaruk mata,
membongkok
3. -Dorong napas
dalam batuk untuk
bersihan nafas
4. -Pertahankan
perlindungan mata
sesuai indikasi
5.- Minta pasien untuk
membedakan
antara
ketidakyamanan
dan nyeri mata
tajam tiba-tiba,
selidiki kegelisaan,
disorientasi,
gangguan balutan

Kolaborasi:
1.-Berikan obat sesuai
indikasi
antiemetik contoh
proklorprazin
asetazolamid
(diomox)

analgesik contoh
empirin dengan
-Menurunkan
stres pada area
pengikisan/men
urunkan TIO
-Batuk
meningkatkan
TIO
-Digunakan
untuk
melindungi dari
cedera dan
menurunkan
gerakan mata
-Ketidak
amanan
mungkin karena
prosedur
pembedahan,
nyeri akut
menunjukkan
TIO dan atau
perdarahan
yang terjadi
karena regangan
dan atau tak
diketahui
penyebabnya

* Mual, muntah
dapat
meningkatkan
TIO,
memerlukan
21 | P a g e

kodein,
asetaminofen(tynol
)
tindakan segera
untuk mencega
cedera okuler
* diberikan
untuk menurun
TIO bila terjadi
peningkatan,
membatasi kerja
enzim pada
produksi akueus
humor
* digunakan
untuk ketidak
nyamanan
ringan, mencega
gelisah yang
dapat
mempengaruhi
TIO
2 Resiko tinggi
terhadap
infeksi
berhubungan
dengan bedah
pengangkatan
katarak
Setelah
dilakukan
intervesi sel
ama 3x24
jam
diharapkan
faktor resiko
infeksi dapat
diatasi
-Meningkat
kan
penyembuha
n luka tepat
waktu
-bebas
drainase
purulen, dan
eritema
Mandiri:
-Diskusikan
pentingnya
mencuci tangan
sebelum menyentu
atau mengobati
mata
-Gunakan atau
tunjukkan tehnik
yang tepat untuk
membersihkan
mata dari dalam
keluar dengan tisu
basah atau bola
-Menurunkan
jumlah bakteri
pada tangan,
mencegah
kontaminasi
area operasi
-Tehnik aseptic
menurunkan
resiko
penyebaran
bakteri dan
kontaminasi
silang
-Mencegah
22 | P a g e

kapas untuk tiap
usapan ganti
balutan dan
masukkan lensa
kontak bila
menggunakan
-Tekankan
pentingnya
untuk tidak
menyentuh atau
menggarut mata
yang di operasi
-Observasi tanda
terjadinya infeksi
contah kemerahan,
kelopak mata
bengkak, drainase
purulen.

Kolaborasi:
-Berikan obat
sesuai indikasi
Antibiotik
(topical, perenteral,
atau
subkunjungival)
Steroid
kontaminasi dan
kerusakan sisi
operasi
-Infeksi mata
terjadi 2-3 hari
setelah prosedur
dan
memerlukan
upaya intervensi
yang tepat

* Sediakan
topical yang
digunakan
sevara
profilaksis,
dimana
terapi lebih akre
sif diperlukan
bila terjadi
infeksi. Catatan
steroid mungkin
ditambahkan
pada antibiotic
topical bila
pasien
mengalami
imflamasi.
* Digunakan
untuk
menurunkan
imflamasi
3 Gangguan Setelah -Dapat Mandiri: -Kebutuhan
23 | P a g e

sensori persepsi
(penglihatan)
berhubungan
dengan
gangguan
penerimaan
sensori/status
organ indra
penglihatan
dilakukan
intervesi sel
ama 3x24
jam
diharapkan
gangguan
sensori
persepsi
dapat diatasi
meningkatka
n ketajaman
penglihatan
batas situasi
individu
-
Memperbaik
i potensi
bahaya
dalam
lingkungan
-Tentukann
ketajaman
penglihatan, catat
apakah 1 atau 2
mata terlibat
-Orientasikan
pasien terhadap
lingkungan, staf,
orang lain di area
nya
-Observasi tanda-
tanda dan gejala-
gejala disorientasi,
pertahankan pagar
tempat tidur
sampai benar-
benar sembuh dari
anastesia
-Pendekatan dari
sisi yang tak
dioperasi, bicara,
dan menyentuh
sering, dorong
orang terdekat
tinggal dengan
pasien
-Perhatikan tentang
suram atau
penglihatan kabur
dan iritasi mata
-Ingatkan pasien
menggunakan
kacamata katarak
individu dan
pilihan
intervensi
bervariasi sebab
kehilangan
penglihatan
terjadi lambat
dan progresif.
Bila bilateral
tiap mata dapat
berlanjut pada
laju yang
berbeda tetapi
biasa nya hanya
1 mata
diperbaiki
perprosedur.
-Memberikan
peningkatan
kenyamanan
dan
kekeluargaan,
menurunkan ce
mas dan
disorientasi
pasca operasi
-Terbangun dan
lingkungan tak
dikenal dan
mengalami
tetbatasan
penglihatan
dapat
24 | P a g e

yang tujuannya
memperbesar
kurang lebih 25%
penglihatan perifer
hilang dan buta
titik mungkin ada
mengakibatkan
bingung pada
orang tua.
Menurunkan
resiko jatuh bila
pasien bingung
atau tak kenal
ukuran tempat
tidur
-Memberikan
rangsangan
sensori tepat
terhadap isolasi
dan
menurunkan
bingung
-Gangguan
penglihatan atau
iritasi dapat
berakhir 1-2
jam setelah
diberikan
pengobatan
tetapi secara
bertahap
menurunkan
dengan
penggunaan.
Catatan :
Iritasi local
harus
dilaporkan ke
dokter tetapi
25 | P a g e

jangan hentikan
penggunaan
obat sementara
-perubahan
ketajaman dan
kedalaman
persepsi dapat
menyebabkan
bingung
penglihatan atau
meningkatkan
resiko cedera
sampai pasien
belajar untuk
mengkompensa
si.


3.5 Catatan Perkembangan

No Diagnose Keperawatan Implementasi Evaluasi
1. Resiko tinggi
cidera berhubungan
dengan perdarahan intra
okuler
Jam 08.00 wib
Mandiri :
-Mendiskusikan apa
yang terjadi pada pasca
dikoreksi tentang nyeri,
pembatasan aktivitas,
penampilan dan balutan
mata
-Membatasi aktivitas seperti
menggerakkan kepala tiba-
tiba, menggaruk mata,
membongkok
Jam 12.00 wib
S: klien meengatakan nyeri
pasca dikoreksi sudah
berkurang.
O: klien tampak rileks
pasca dikoreksi, tetapi
aktivitas klien masih
dibatasi, seperti terlalu
banyak menggerkkan
kapala dan menggaruk mata
A: Masalah teratasi
sebagian, aktivitas klien
26 | P a g e

-Mendorong napas dalam
batuk untuk bersihan nafas
berihan paru
-Mempertahankan
perlindungan mata sesuai
indikasi
-Meminta pasien untuk
membedakan antara
ketidakyamanan dan nyeri
mata tajam tiba-tiba,
selidiki kegelisaan,
disorientasi, gangguan
balutan

Kolaborasi:
-Memberikan obat sesuai
indikasi
-antiemetik contoh
proklorprazin
-asetazolamid(diomox)
masih dibatasi untuk
melindungi mata pasca
dikoreksi
P: Intervensi dilanjutkan
-Batasi aktivitas klien
seperti menggerakkan
kepala tiba-tiba, menggaruk
mata, membongkok
2. -Mempertahankan
perlindungan mata sesuai
indikasi
3. -Meminta pasien untuk
membedakan antara
ketidakyamanan dan nyeri
mata tajam tiba-tiba,
selidiki kegelisaan,
disorientasi, gangguan
balutan


2. Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan
dengan bedah
pengangkatan katarak
Jam 08.00 wib
Mandiri
-Mendiskusikan pentingnya
mencuci tangan sebelum
menyentu atau mengobati
mata
-Menggunakan atau
tunjukkan tehnik yang tepat
untuk membersihkan mata
dari dalam keluar dengan
tisu basah atau bola kapas
untuk tiap usapan ganti
balutan dan masukkan lensa
Jam 12.00wib
S: Klien mengatakan dapat
beristrahat dengan baik
tanpa terasa nyeri pasca
operasi pengangkatan
katarak
O: klien dapat beristirahat
dengan tenang dan lebih
rilek serta tidak terdapat
tanda-tanda terjadinya
infeksi pada mata klien
A: Masalah klien teratasi
sebagian, tidak terjadi
27 | P a g e

kontak bila menggunakan
-Menekankan pentingnya
untuk tidak menyentuh atau
menggarut mata yang di
operasi
-Mengobservasi tanda
terjadinya infeksi contah
kemerahan, kelopak mata
bengkak, drainase purulen.

Kolaborasi:
-Memberikan obat sesuai
indikasi
Antibiotik (topical,
perenteral, atau
subkunjungival)
Steroid
infeksi pada mata klien
pasca operasi.
P: Intervensi dilanjutkan
Tekankan pentingnya
untuk tidak menyentuh atau
menggarut mata yang di
operasi, observasi tanda
terjadinya infeksi contah
kemerahan, kelopak mata
bengkak, drainase purulen


3. Gangguan sensori
persepsi (penglihatan)
berhubungan dengan
gangguan penerimaan
sensori/status organ
indera penglihatan
Jam 08.00 wib
Mandiri
-Menentukann ketajaman
penglihatan, catat apakah 1
atau 2 mata terlibat
-Mengorientasikan pasien
terhadap lingkungan, staf,
orang lain di areanya
-Mengobservasi tanda-tanda
dan gejala-gejala
disorientasi, pertahankan
pagar tempat tidur sampai
benar-benar sembuh dari
anastesia
-Pendekatan dari sisi yang
tak dioperasi, bicara, dan
Jam 12.00 wib
S: klien mengatakan setelah
dilakukan operasi matannya
sudah dapat melihat
walaupun tanpa bantuan
kaca mata katarak
O: klien sudah dapat
melihat benda-benda
disekitarnya
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
28 | P a g e

menyentuh sering, dorong
orang terdekat tinggal
dengan pasien
-Memperhatikan tentang
suram atau penglihatan
kabur dan iritasi mata
-Mengingatkan pasien
menggunakan kacamata
katarak yang tujuannya
memperbesar kurang lebih
25% penglihatan perifer
hilang dan buta titik
mungkin ada




















29 | P a g e

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KATARAK

Asuhan keperawatan pada klien dengan katarak dilaksanakan melalui pendekatan
proses perawatan yang terdiri dari: pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan
evaluasi. (Doengoes, 2000, hal 412)

4.1 Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: perubahan aktivitas biasanya hobby sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b. Makanan/cairan
Gejala: mual/muntah (glaukoma akut).
c. Neurosensori
Gejala: gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa
diruang gelap (katarak). Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar
sinar, kehilangan penglihatan perifer.
Tanda: tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil menyempit dan
merah/mata keras dengan kornea berawan. Peningkatan air mata.
d. Nyeri atau Kenyamanan
Gejala: ketidaknyamanan ringan/mata berair. Nyeri tiba-tiba berat menetap atau tekanan pada
dan sekitar mata, sakit kepala.
e. Penyuluhan atau Pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi,
gangguan vasomotor (contoh peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin,
diabetes (glaukoma).
Pertimbangan rencana pemulanngan: menunjukkan rerata lama dirawat 4,2 hari (biasanya
dilakukan sebagai prosedur rawat jalan).
Memerlukan bantuan dengan transportasi, penyediaan makanan, perawatan diri,
perawatan/pemeliharaan rumah.

4.1.1 Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah:
30 | P a g e

1. Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara
langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan
lain mengenai identitas pasien.
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain:
Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak) .
Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah
Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
Perubahan daya lihat warna
Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata
Lampu dan matahari sangat mengganggu
Sering meminta ganti resep kaca mata
Lihat ganda
Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)
Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti:
Diabetes Melitus
Hipertensi
Pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko
katarak.
Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan
endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas
fenotiazin.
Kaji riwayat alergi
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress, dll.
31 | P a g e

4.1.2 Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa
mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop sebaiknya
dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai
kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris shadow).
Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan
dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.

4.1.3 Pemeriksaan Diagnostik
1. Kartu mata snellen/mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan); mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, lensa akueus atau vitreus
humor, kesalahan refrkasasi, atau penyakit saraf atau penyakit sistem sararaf atau penglihatan
keretina atau jalan optik.
2. Lapang penglihatan: penurunan mungkin disebabkan oleh CSV, masa tumor pada
hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaucoma.
3. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
4. Tes Provokatif: digunakan dalam menentukan adanya/ tipe gllukoma bila TIO normal atau
hanya meningkat ringan.
5. Pemeriksaan Oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan retina dan mikroaneurisme. Dilatasi dan pemeriksaan belahan lampu
memastikan diagnose katarak.
6. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk memastikan aterosklerosis,
PAK.
7. Tes toleransi glikosa/FBS : menentukan adanya/control diabetes.

4.2 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada klien pre dan post op
katarak adalah sebagai berikut:
1. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intra okuler, kehilangan
vitreous.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur infansi bedah pengangkatan
katarak.
32 | P a g e

3. Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/status organ indera lingkungan secara teurapeutik dibatasi. Ditandai dengan
menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya terhadap
rangsang.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang
terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif. Ditandai dengan pertanyan atau peryataan salah
konsepsi, takakurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

4.3 Intervensi

1. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intraokuler,
kehilangan vitreous.
Tujuan: cedera dapat dicegah.
Kriteria hasil: mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi/Rasional:
1) Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas,
penampilan,balutan mata.
Rasional: membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan
yang diperlukan.
2) Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring keposisi yang tak sakit sesuai
keinginan.
Rasional: istirahat hanya beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau
menginap semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit,
meminimalkan resiko perdahan atau stres pada jahitan terbuka.
3) Batasi aktivitas seperti menggerkkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
Rasional: menurunkan stres pada area operasi.
4) Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anastesi.
Rasional: memerlukan sedikit regangan daripada penggunaan pispot.
5) Dorong napas dalam, batuk untuk bersihan paru.
Rasional: batuk meningkatkan TIO.
6) Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan imajinasi, visualisasi,
napas dalam dan latihan relaksasi.
Rasional: meningkatkan relaksasi dan koping.
33 | P a g e

7) Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
Rasional: digunakan untuk melindugi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.
8) Minta pasien untuk membedakan antara ketidak nyamanan dan nyeri mata tajam tiba-
tiba. Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hifema (perdarahan pada
mata) pada mata dengan senter sesuai indikasi.
Rasional: ketidaknyamanan mungkin karena prosedur pembedahan; nyeri akut menunjukkan
perdarahan, terjadi karena regangan atau tak diketahui penyebabnya (jaringan sembuh banyak
vaskularisasi, dan kapiler sangan rentan).
9) Observasi pembekakan luka, bilik anterior kemps, pupil bebentuk buah pir.
Rasional :menunjukkan prolaps iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan jahitan atau
tekanan mata.
10) Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi. Amoxilin, Asam Mefenamat,
Methylprednison, cloramfenikol salam.
Rasional: mual/muntah dapat meningkatkan resiko cedera okuler, memerlukan tindakan
segera untuk mencegah cedera okuler.

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur infansi bedah
pengangkatan katarak.
Tujuan: infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil:
1) Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema
dan demam.
2) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi/Rasional:
1) Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
Rasional: Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.
2) Gunakan teknik yang tepat untuk embersihkan mata dari dalam keluar dengan tisu
basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan, dan masukan lensa kontak bila
menggunakan.
Rasional: tehnik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3) Tekankan untuk tidak menyentuh/ menggaruk mata yang dioperasi.
Rasional: mancegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
4) Observasi tanda terjadinya infeksi.
Rasional: Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan memerlukan upaya intervensi.
34 | P a g e

5) Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional: Sediaan topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih diperlukan bila
terjadi infeksi.
6) Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi, anti biotik (topical, paranteral, atau
subkonjungtival).
Rasional: sediaan topical digunakan secara profilaksis.

3. Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/status organ indera lingkungan secara teurapeutik dibatasi.
Ditandai dengan menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon
biasanya terhadap rangsang.
Tujuan: tidak terjadi perubahan visual
Kriteria hasil: meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Intervensi/Rasional:
1) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah salah satu atau kedua mata terlibat.
Rasional: Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan terjadi
lambat dan progresif.
2) Oreintasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya.
Rasional: Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan
disorientasi pasca operasi.
3) Observasikan tanda-tanda dan gejala-gejala disorientasi; pertahankan pagar tempat tidur
sampai benar-benar sampai benar-benar sembuh dari anastesia.
Rasional: terbangun dalam lingkungan yang tak dikenal dan mengalami keterbatasan
penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orang tua.
4) Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi. Bicara dan menyentuh sering; dorong orang
orang terdekat tinggal dengan pasien.
Rasional: memberikan rangsang sensoritepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5) Perhatikan tentang suram atau penglihatan kaburdan iritasi mata, dimana dapat terjadi
bila menggunakan tetes mata.
Rasional: Gangguan penglihatan/iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi
secara bertahap menurun dengan penggunaan.
6) Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak dengan tujuannya memperbesar kurang
lebih 25%, penglihatan perifer dan buta titik mungkin ada.
35 | P a g e

Rasional: perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung
penglihatan/menigkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
7) Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil pada sisi yang tak dioperasi.
Rasional: memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan
untuk petolongan bila diperlukan.

4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi,
kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif. Ditandai dengan pertanyan atau
pernyataan salah konsepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang
dapat dicegah.
Tujuan:pasien mengerti tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan.
Kriteria hasil: menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan, melakukan
dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi/Rasional
1) Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur/ lensa.
Rasional:meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dengan program pasca
operasi.
2) Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beri tahu untuk melaporkan penglihatan
berawan.
Rasional: pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi serius.
3) Informasikan pasien untuk menghindari obat tetes mata yang dijual bebas.
Rasional: dapat bereaksi silang/campur dengan obat yang diberikan.
4) Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antara obat mata dan masalah medis pasien,
contoh peningkatan hipertensi, PPOM, diabetes. Ajarkan metode yang tepat memasukkan
obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.
Rasional: penggunaan obat mata topical, contoh agen simpatomimetik. Penyekat beta, dan
agen antikolinergik dapat menyebabkan TD meningkat pada pasien hipertensi; pencetus
dispnea pada pasien PPOM; hipo glikemik pada diabetes tergantung pada insulin.
5) Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan dan
defekasi. Membongkok pada panggul, meniup hidung; penggunaan sprei, bedak bubuk,
merokok (sendiri/orang lain).
36 | P a g e

Rasional: Aktivitas yang menyebabkan mata lelah/regang, manuver Valsalva atau
meningkatkan TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan pendarahan. Catatan :
iritasi pernapasna yang menyebabkan batuk/bersin dapat meningkatkan TIO.
6) Dorong aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang dan menonton
televisi.
Rasional: memberikan masukan sensori, mempertahankan rasa normalitas. Melalui waktu
lebih mudah bila tak mampu menggunakan penglihatan secara penuh.
7) Anjurkan pasien memeriksa kedokter tetang aktivitas seksual.
Rasional: dapat meningkatkan TIO, menyebakan cedera kecelakaan pada mata.
8) Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari
pembedahan/penutup pada mata.
Rasional: mencegah cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko peningkatan TIO
sehubungan dengan berkedip atau posisi kepala.
9) Anjurkan pasien tidur terlentang, mengatur intensitas lampu dan menggunkan kacamata
gelap bila keluar/dalam ruangan terang.
Rasional: mencegah cedera kecelakaan pada mata.
10) Anjurkan mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka atau tertutup penuh;
pindahkan perabot dari lulu lalang jalan.
Rasional: menurunkan penglihatan perifer atau gangguan kedalaman persepsi dapat
menyebabkan pasien jalan kedalam pintu yang terbuka sebagian atau menabrak perabot.
11) Dorong pemasukan cairan adekuat, makan berserat/kasar; gunakan pelunak feses yang
dijual bebas bila di indikasikan.
Rasional: mempertahkan konsistensi feses untuk menghindari mengejan.
12) Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, contoh nyeri tajam tiba-
tiba, penurunan penglihatan, kelopak bengkak, drainase purulen, kemerahan, mata berair,
fotofobia.
Rasional: intervensi dini dapat mencegah terjadinya komplikasi serius, kemungkinan
kehilangan penglihatan.





37 | P a g e

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Katarak adalah nama yang diberikan untuk penyakit dengan kekeruhan lensa yang
mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir atau layar yang diturunkan di dalam mata,
seperti melihat air terjun. Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya
klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif
biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pandangan di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.

5.2 Saran
Katarak adalah suatu penyakit degeneraf karena bertambahnya faktor usia, jadi untuk
mencegah terjadinya penyakit katarak ini dapat dilakukan dengan pola hidup yang sehat
seperti tidak mengkonsumsi alkohol dan minum-minuman keras yang dapat memicu
timbulnya katarak dan salalu mengkonsumsi buah-buahan serta sayuran yang lebih banyak,
untuk menjaga kesehatan mata.












38 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA
1. Khurna A.K. 2007. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology,
fourth edition, chapter 20, new delhi, new age limited publisher : 443-446.
2. Marylin E. Doenges. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
3. Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Nico A. Lumenta. 2008. Manajemen Hidup Sehat. Jakarta: Elek Media Komputindo
5. Fadhlur Rahman. 2009. Laporan Kasus Katarak Matur Pada Penderita Diabetes
Mellitus.
6. Nova Faradilla. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Riau: Fakultas Kedokteran
University of Riau
7. Majalah Farmacia Edisi April 2008 , Halaman: 66 (Vol.7 No.9)
8. Sidarta, Ilyas. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto
9. Sidarta, Ilyas. Ihtisar ilmu Penyakit Mata. 2009. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI
10. 10. Hartono. Oftalmoskopi dasar & Klinis. 2007. Yogyakarta: Pustaka Cendekia
Press
11. 11. Sidarta, Ilyas. Dasar-dasar Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3.
2009. Jakarta: Balai Pustaka FKUI
12. 12. Benjamin J. Phil. 2010. Acute Endhoptalmitis after Cataract Surgery : 250
Consecutive Cases treated at the tertiary referral center in Netherland. American
Journal of ophthalmology. Volume 149 No.3

You might also like