You are on page 1of 20

ASUHAN KEPERAWATAN URTIKARIA

KELOMPOK III




Disusun Oleh :

Heryadi joko prasetya
Wahdania Rahim nurmila mayong
Fitriana rosdiana
arfa sri rasti susanti








Pengertian





















Urtikaria atau lebih di kenal dengan biduran adalah suatu
gejala penyakit berupa gatal-gatal pada kulit di sertai
bercak-bercak menonjol (edema) yang biasanya
disebabkan oleh alergi (www.urtikaria.com).



Urtikaria ialah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-
macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat
yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan,
berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan
kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo (H. Stein, Jay, 2001:
153).











Bentuk-bentuk klinis urtikaria :




Urtikaria Akut
Urtikaria Kronis
Urtikaria Pimentosa
Urtikaria Sistemik ( Prurigo Sistemik )


Berdasarkan penyebabnya, ultikaria dapat dibedakan menjadi :









heat rash
urtikaria idiopatik
cold urtikaria
pressure urtikaria
contak urtikaria
aquagenic urtikaria
solar urtikaria
vaskulitik urtikaria
cholirgening urtikaria


http://informasi-kesehatan40.blogspot.com/







Etiologi











Pada urtikaria akut (berlangsung beberapa jam hingga kurang dari 6 minggu), biasanya
dapat diketahui penyebabnya dengan mengamati terjadinya urtikaria, sedangkan pada
urtikaria kronis (berlangsung lebih 6 minggu walaupun sudah diobati) dan berulang
biasanya sulit diketahui penyebabnya.


Pada beberapa penyelidikan sering dikatakan bahwa 80% penyebab urtikaria
tidak diketahui. Beberapa faktor yang telah dilaporkan sebagai penyebab urtikaria
kronik antara lain :











Obat-obatan
Makanan
Gigitan / sengatan serangga
Bahan fotosenzitiser
Inhalan
Kontaktan
Trauma fisik
Infeksi dan infestasi
Psikis
Genetik
Penyakit sistemik







Patofisiologi
Faktor Imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada
yang kronik; biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau
sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila ada antigen yang sesuai
berikatan dengan IgE, maka terjadi degranulasi sel, sehingga
mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi
tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen
juga ikut berperanan, aktivasi komplemen secara klasik maupun
secara alternative manyebabkan pelepasan anafilatoksin yang
mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat
venom atau toksin bakteri (FKUI, 1997). Ikatan dengan
komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan
kompleks imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin.
Urtikaria akibat kontak dapat juga terjadi, misalnya setelah
pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan
sefalosporin (Smeltzer, 2002).









Tanda dan Gejala




















Timbulnya bintik-bintik merah atau lebih pucat pada kulit. Bintik-
bintik merah ini dapat mengalami edema sehingga tampak seperti
benjolan.
Sering disertai rasa gatal yang hebat dan suhu yang >panas pada
sekitar benjolan tersebut.
terjadi angioderma, dimana edema luas ke dalam jaringan subkutan,
terutama di sekitar mata, bibir dan di dalam orofaring.
adanya pembengkakan dapat menghawatirkan, kadang-kadang bisa
menutupi mata secara keseluruhan dan mengganggu jalan udara
untuk pernafasan.



http://informasi-kesehatan40.blogspot.com/








Contoh Gambar Urtikaria











Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membuktikan
penyebab urtikaria :
Pemeriksaan darah, air seni dan tinja rutin untuk menilai ada
tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam
,cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada dugaan
urtikaria dingin.
Pemerikasaan gigi, telinga-hidung--tenggorok, serta usapan vagina
Pemeriksaan imunologis seperti pemeriksaan kadar IgE, eosinofil
dan komplemen.
Test kulit.
Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta tes
intradermal.
Tes eliminasi makanan.
Pemeriksaan histopatologis, tes foto tempel, suntikan mecholyl
intradermal, tes dengan es (ice cube test) dan tes dengan air hangat.
(H. Stein, Jay, 2001)









Penatalaksanaan Medis



Penatalaksaan urtikaria kronik dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara antara lain pencegahan terhadap faktor pemicu. Adapun
terapi medik yang dapat dilakukan untuk pengendalian urtikaria kronik
ada beberapa jenis antara lain :
















Antihistamin untuk reseptor H1 (generasi kedua lebih baik dari generasi
pertama)
Antagonis reseptor leukotrin (untuk urtikaria karena obat, tekanan, dan
autoimun)
Siklosporin (bila antihistamin tidak berhasil)
Asam traneksamat (untuk urtikaria dengan angiodema)
Kortikosteroid (tidak untuk pemakaian jangka panjang)
Epinefrin / adrenalin (untuk keadaan darurat)
Imunoglobulin
Pengobatan lokal (dengan menthol dan obat antigatal lain)








Pengobatan Secara Alamiah / Tradisional


Solehah Catur Rahayu dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan dan teknologi
Kesehatan Depkes RI menganjurkan air kelapa
muda sebagai obat alternatif urtikaria. Walaupun
dalam analisisnya, memang belum diketahui
benar apakah penyebab sembuhnya urtikaria
hanya karena air kelapa muda semata.







Obat tradisional Urtikaria :

Balurkan tubuh dengan minyak telon, minyak kayu putih atau minyak tawon.
Untuk ramuan minum: 1 jari temulawak dipotong-potong, beri sedikit gula
merah, dan garam direbus dengan 1 gelas air. Saring dan bila sudah dingin
diminumkan 3 kali sehari 1/4 gelas.
Minum STMJ
Untuk mengatasi gatal dan eksim, sediakan satu genggam beras. Rendam
dalam air kelapa muda yang masih berada dalam tempurung selama 55--7 jam
hingga beras terasa asam. Setelah itu giling hingga menjadi bubur halus
(tepung). Kemudian oleskan bahan tersebut pada bagian tubuh yang terkena
gatal, eksim, luka, atau telapak kaki pecah. Lakukan setiap hari selama 33--4 hari.
Pengobatan secara alamiah (menurut Hembing):
30 cc cuka beras hitam + 30 gr jahe, keprek + 200 cc air putih + gula merah
secukupnya rebus hingga tersisa 200 cc, saring dan airnya diminum sedikit-
sedikit. Lakukan setiap hari secara teratur.
Catatan :
* untuk perebusan sebaiknya menggunakan panci enamil/panci
tanah
* cuka beras hitam dapat dibeli di supermarket atau toko obat
Tionghoa
http://www.indonesiaindonesia.com/









Komplikasi



Urtikaria dan angiodema dapat menyebabkan
rasa gatal yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Urtikaria kronik juga menyebabkan stres
psikologis dan sebaliknya sehingga
mempengaruhi kualitas hidup penderita seperti
pada penderita penyakit jantung.









Prognosis



Sebagian besar penderita urtikaria kronik
sembuh dalam 3 tahun setelah timbulnya
urtikaria yang pertama, 85% gejala hilang setelah
5 tahun. Setidaknya 20 % urtikaria kronik
dengan gejala berat menyisakan gejala hingga 10
tahun.









Pengkajian



Pada pemeriksaan klinis tampak eritema dan edema
setempat berbatas tegas, kadang kadang bagian tengah
tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular seperti
pada ultikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat
lentikular, numular, sampai plakat. Bila mengenai
jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan
submukosa atau subkutan, juga beberapa alat dalam
misalnya saluran cerna dan papas, disebut angioedema.
Pada keadaan ini jaringan yang lebih sering terkena ialah
muka, disertai sesak nafas, serak dan rinitis (FK Unair,
2007).









Diagnosa Keperawatan









gangguan citra tubuh berhubungan dengan lesi
pada kulit

gangguan pola tidur berhubungan dengan
pruritas








Intervensi Keperawatan





gangguan citra tubuh berhubungan dengan lesi pada kulit
intervensi:







bersikap realistis dan positif selama pengobatan. Pada penyulahan kesehatan
dan menyusun tujuan dalam keterbatasan
dorong interaksi keluarga dan dengan tim rehabilitas
berikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan mereka








gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritas
intervensi:









menghindari minuman yang mengandung kafein, pada malam hari
menggunakan rutinitas waktu tidur atau ritual untuk memudahkan transisi
dari kerejagaan ke tidur
latihan atau olahraga dengan teratur
pertahankan ventilasi dan kelembaban kamar tidur dalam keadaan yang baik









Daftar Pustaka
























Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: FKUI.
H. Stein, Jay. 2001. Panduan Kklinik Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Buku Saku Asuhan Keperawatan
Klien Gangguan Integumen. Banjarmasin.
http://www.infogue.com/
http://adproindonesia.muitiply.com/
http://www.kulitkita.com/
http://informasikesehatan40.blogspot.com/
http://www.indonesiaindonesia.com/

You might also like