You are on page 1of 38

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.

H DENGAN CEPHALGIA
DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR
Asuhan Keperawatan Gerontik ini disusun untuk memenuhi tugas individu praktek klinik
Keperawatan Gerontik



Disusun Oleh :
FITRIA DAMASTUTY
2220111953
III B



AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2014






Lembar Pengesahan

Asuhan Keperawatan Gerontik pada Ny. HM dengan Hipertensi telah dibuat dan
dilaksanakan dari tanggal 12-17 Mei 2014 di Wisma Himawari PSTW Yogyakarta Unit
Budi Luhur. Asuhan Keperawatan ini disusun guna melengkapi tugas mahasiswa praktek
klinik Keperawatan Gerontik
Laporan ini disetujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Tempat :



Praktikan




( FITRIA DAMASTUTY )



Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik




( ) (Endang Sumirih., Bsc, Spd.Mkes)




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses menua atau aging merupakan suatu perubahan progresif pada
organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta
menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.
Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik. Psikologis
maupun sosial akan saling berinterksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada
lansia secara linier dapat digambarkan melalui 4 tahap yaitu kelemahan (impairment),
keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan
keterlambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.
Di Indonesia pertumbuhan kaum lanjut usia (lansia) mulai menunjukkan
peningkatan, sehingga harus ada upaya untuk menjaga tetap produktif, mandiri dan
sehat, sehingga mengurangi beban pemerintah dan keluarga. Pertambahan jumlah
lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990 2025 tergolong tercepat di dunia.
Pada tahun 2002, jumlah lansia di Indonesia berjumlah 16 juta dan diproyeksikan akan
bertambah menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau 11,37 % penduduk dan ini
merupakan peringkat ke 4 dunia dibawah Cina, India dan Amerika Serikat.
Umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS tahun 1998 masing- masing
untuk pria 63 tahun dan perempuan 67 tahun. Angka tersebut berbeda dengan kajian
WHO, dimana usia harapan hidup orang Indonesia rata rata adalah 59,7 tahun dan
menempati urutan 103 dunia.
Menurut Ketua Pokja Peningkatan Intelegensia Lansia Kota Yogyakarta Tri
Kirana Muslidatun untuk umur harapan hidup lansia di Yogyakarta mencapai 75 tahun
untuk perempuan dan 71 tahun untuk laki-laki. Kebanyakan lansia mengalami
kesulitan ekonomi dan pada umumnya mereka masih bekerja sebagai buruh tani,
bangunan, pekerja sektor formal pengusaha kecil atau pekerja swasta mandiri. Untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka, sebagian besar penduduk lansia harus terus
bekerja walau dengan upah yang rendah dan harus bersaing dengan mereka yang
muda-muda yang baru masuk ke pasar kerja. Karena program jaminan sosial masih
terbatas, maka bantuan dari keluarga lain yang masih produktif akan terus diperlukan.
Dari populasi lansia 16 juta jiwa, sekitar 3 juta jiwa (20 %) diantanya adalah lansia
terlantar.
Jumlah lansia terlantar yang mendapat pelayanan kesejahteraan sosial pada
tahun 2005 adalah sebanyak 15.920 jiwa, sedangkan pada tahun 2006 bantuan
kesejahteraan sosial kepada lansia meningkat menjadi 15.930 jiwa. Untuk propinsi
DIY dengan tingkat populasi lansia yang mencapai 10 % dari jumlah penduduk,
membutuhkan banyak lokasi penampungan lansia agar mereka dapat hidup layak dan
salah satu tempat yang layak bagi lansia adalah Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Luhur yang berlokasi di Kasongan Bantul Yogyakarta dan dalam hal ini sangat
diperlukan peran serta peran perawat dalam upaya menjaga agar lansia tetap produktif,
mandiri dan sehat sehingga mengurangi beban pemerintah dan keluarga.
Sebagai seorang perawat profesional dalam memberikan bantuan kepada
lanjut usia melalui pendekatan proses keperawatan perlu memperhatikan aspek
pendekatan fisik, psikis, sosial dan spiritual. Dalam hal ini memberikan bantuan,
bimbingan, pengawasan dan perlindungan pertolongan untuk lanjut usia secara
individu maupun kelompok seperti di rumah/lingkungan seluarga, panti, maupun
puskesmas yang diberikan oleh perawat. Berkaitan denga kondisi diatas saya
mahasiswa Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta dalam program Diploma
III Keperawatan ingin menerapkan konsep asuhan keperawatan tentang lansia secara
langsung di Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalahnya adalah Bagaimana
melakukan asuhan keperawatan gerontik di Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha
Yogyakarta Unit Budi Luhur.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat melaksanakan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan proses
keperawatan secara komprehensif pada kelompok lanjut usia dalam kehidupan
panti secara profesional dan meningkatkan kemampuan dalam penyusunan dan
penyajian laporan studi kasus dari pengalaman nyata di lapangan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian pada kelompok lanjut usia di Wisma B
Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada kelompok lanjut usia di
Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.
c. Mampu membuat perencanaan pada kelompok lanjut usia di Wisma B Panti
Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada kelompok lanjut usia di
Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.
e. Mampu membuat evaluasi keperawatan pada kelompok lanjut usia di Wisma
B Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.
f. Mampu mendokumentasikan Asuhan Keperawatan Gerontik di Wisma B
Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.

D. Metode Pengumpulan Data
1. Pemeriksaan Fisik
2. Wawancara
3. Observasi
4. Studi Dokumnetasi

E. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Dapat menerapkan konsep teori tentang asuhan keperawatan kelompok gerontik
yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.
2. Bagi lansia
a. Lansia mendapat pelayanan keperawatan secara komprehensif
b. Lansia dapat mengenal masalah kesehatan
c. Lansia mendapat penjelasan tentang kesehatan secara sederhana
3. Bagi pelayanan Panti Sosial Tresna Werdha
a. Mengembangkan model asuhan keperawatan pada lansia
b. Mendapat masukan tentang masalah kesehatan pada lansia alternatif
pemecahannya
4. Bagi institusi pendidikan
Tercapainya tujuan pembelajaaran asuhan keperawatan gerontik pada lansia di
lingkungan panti.

F. Ruang Lingkup
1. Lingkup waktu
Waktu pelaksanaan Asuhan Keperawatan Gerontik di Wisma B Panti Sosial Tresna
Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur adalah 6 hari dimulai pada 12 Mei 17 Mei
sampai 2014.

2. Lingkup keperawatan
Dalam laporan kelompok ini penulis hanya akan mengulas tentang Asuhan
Keperawatan Gerontik di Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit
Budi Luhur dan bukan membahas masalah medisnya.
3. Lingkup mata kuliah
Asuhan Keperawatan Gerontik di Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha
Yogyakarta Unit Budi Luhur merupakan bagian dari mata ajar keperawtan
gerontik.
4. Lingkup kasus
Banyak lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur yang
terbagi dalam beberapa wisma namun dalam laporan kelompok ini penulis hanya
mengambil kelompok lansia di Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta
Unit Budi Luhur.

G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini terdiri dari 4 bab yang disusun sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metode pengumpulan data,
manfaat, ruang lingkup, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tinjauan teori tentang keperawatan gerontik dan proses penuaan.
BAB III TINJAUAN KASUS
Terdiri dari pengkajian, analisa data, proritas diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi
BAB IV PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Tentang Proses Penuaan
1. Pengertian
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan - lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan dari infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. (Nugroho, 2000).
Batas batas lanjut usia :
1. Batasan usia menurut WHO
Lanjut usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age)
Ialah kelompok usia 45 59 tahun.
b. Lanjut usia
Ialah kelompok usia antara 60 70 tahun
c. Lanjut usia tua
Ialah kelompok usia antara 75 90 tahun
d. Usia sangat tua
Ialah kelompok usia diatas 90 tahun
2. Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut :
Seseorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah
yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari hari dan
mencari nafkah orang lain.

Perubahan perubahan yang terjadi pada lanjut usia
a. Perubahan perubahan fisik
1) Sel
a) Lebih sedikit jumlahnya
b) Lebih besar ukurannya
c) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler
d) Menurunnya proporsi protein di otak, ginjal, darah dan hati
e) Jumlah sel otak menurun
f) Terganggunya mekanisme perbaikan sel
g) Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5 10 %
2) Sistem persarafan
a) Berat otak menurun 10 20 %
b) Cepatnya menurun hubungan persarafan
c) Lambatnya dalam respon
d) Mengecilnya saraf panca indra berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitive
terhadap perubahan suhu dengan ketahanan terhadap dingin
e) Kurangnya sensitive terhadap sentuhan
3) Sistem pendengaran
a) Presbiaskusis (gangguan dalam pendenganran), hilangnya kemampuan
pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara atau
nada nada tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50
% terjadi pada usia diatas 60 tahun
b) Otostilerosis akibat atrofi membran tympani
c) Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya
keratin.
d) Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
4) Sistem penglihatan
a) Timbul sklelosis dan hilangnya respon terhadap sinar
b) Fungsi kornea menurun sehingga sulit membedakan biru dan hijau
c) Hilangnya daya akomodasi
5) System kardiovaskular
a) Hilangnya elastisitas pembuluh darah
b) Tekanan darah meningkat
6) System respirasi
a) Otot pernafasan menurun
b) Kemampuan untuk batuk berkurang
7) System gastrointestinal dan reproduksi
a) Indra pengecap menurun
b) Penurunan produksi sperma
c) Dorongan sex meningkat
8) System genitavrinaria
a) Berat jenis urine menurun
b) BUN meningkat
c) Fungsi tubulus berkurang
9) System endokrin
a) Produksi hormon menurun
b) BMR menurun
c) Sekresi hormon kelamin menurun
10) System kulit
a) Kulit mengering dan mengeriput
b) Permukaan kulit kasar dan bersisik
c) Proteksi kulit menurun
d) Kulit kepala dan rambut menipis

11) System musculoskeletal
a) Persendian membesar dan kaku
b) Tendon mengerut
c) Atropi serabut otot
d) Kifosis ( membungkuk )
b. Perubahan mental
1) Faktor faktor yang mempengaruhi perubahan mental
2) Pertama tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
3) Kesehatan umum
4) Tingkat pendidikan
5) Keturunan
6) Lingkungan
7) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
8) Gangguankonsep diri akibat kehilangan jabatan
9) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan family
10) Hilang kekuatn dan ketegapan fidik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsap diri
c. Perubahan spiritual
Agama atau keprcayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow)
lansia makin matur dalam keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari hari ( Murray dan Zentner).

2. Masalah yang Terjadi Pada Lansia
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan perubahan
yang menurut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus menrus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai
masalah ( Hurclock). Seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyato menyebutkan
masalah masalah yang menyertai lansia yaitu :
1. Ketidak berdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain.
2. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya.
3. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal
atau pindah.
4. Mengembangkan aktufitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertanbah
banyak.
5. Belajar memperlakukan anak anak yang telah tumbuh dewasa, berkaitan
dengan perubahan fisik, Hurcolck mengemukakan bahwa perubahan fisik
yang mendasar adalah perubahan gerak.
Berbagai masalah yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
lanjut usia, antaralain : ( Setiabudi,T)
a. Permasalahan umum
1). Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
2). Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.
3). Lahirnya kelompok masyarakat industri.
4). Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut
usia.
5). Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia.
b. Permasalahan khusus
1). Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental, maupun sosial.
2). Berkurangnya integrasi social lanjut usia.
3). Rendahnya produktifitas kerja lansia.
4). Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
5). Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah padatatanan masyarakat
individualistik.
6). Adanya dampak negatif dari proses penmbangunan yang dapatmengganggu
kesehatan fisik lansia.

3. Penyakit yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut Stieglitz dikemukakan adanya 4 penyakit yang sangat erat
hubungannya dengan proses menua yakni :
1). Gangguan sirkulasi darah, seperti : hipertensi, kelainan pembulih darah,
gangguan pembuluh darah di otak ( coroner dan ginjal )
2). Gangguan metabolisme hormonal, seperti : diabetes mellitus
3). Gangguan pada persendian, seperti : osteo arthritis
4). Berbagai neoplasma
Menurut The National All Peoples Welfare Council di Inggris
mengemukakan bahwa penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12
macam :
1). Depresi mental
2). Gangguan pendengaran
3). Bronchitis kronis
4). Gangguan pada tungkai / sikap berjalan
5). Gangguan pada koksa / sendi panggul
6). Anemia
7). Dimensia
8). Gangguan penglihatan
9). Ansietas / kecemasan
10). Decompensasi kordis
11). Diabetes militus
12). Gangguan pada defekasi




Penyakit lanjut usia di Indonesia meliputi :
1). Penyakit - penyakit sistem pernafasan
2). Penyakit - penyakit kardiovaskuler dan pembuluh darah
3). Penyakit pencernaan
4). Penyakit syistem urogenital
5). Penyakit gangguan metabolic / endokrin
6). Penyakit pada persendian / tulang
7). Penyakit - penyakit yang disebabkan oleh karena proses keganasan

B. Teori Tentang Komunikasi Teraupetik
1. Peran Perawat dalam Perawatan Lansia
a. Tugas perawat dalam teori biologi
Perawatan yang memperhatikan kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian
kejadian yang dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada
organ tubuh, tingkat kesehatan masih bisa dicpai dikembangkan, penyakit yang
dapat dicegah atau ditekan progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi
klien lansia dapat dibagi atas 2 bagian :
1) Klien lansia yang masih aktif, dimana keadaan fisiknya masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari
hari masih mampu melakukan sendiri.
2) Klien lansia yang pasif atau tidak dapat bangun, dimana keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit.
Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini terutamam
hal hal yang berhubungan dengan kebersihan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam
usaha mencegah timbulnya penyakit/peradangan mengingat sumber infeksi
dapat timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Disamaping itu
kemunduran kondisi fisik akibat proses menua dapat mempengaruhi ketahanan
tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lansia
yang aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut, gigi,
kebersihan kulit dan badan, kebersihan kuku dan rambut, kebersihan tempat
tidur dan posisinya, hal makan, cara memakan obat dan lain lain.
b. Tugas perawat dalam teori sosial
Perawat sebaiknya memfasilitasi sosialisasi antar lansia dengan
mengadakan diskusi dan tukar pikiran serta bercerita sebagai salah satu upaya
pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama berarti
menciptakan sosialisasi antar manusia, yang menjadi pegangan bagi perawat
bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan
bantuan orang lain. Hubungan yang tercipta adalah hubungan sosial antara
lansia dengan lansia maupun lansia dengan perawat sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas luasnya kepada pada
lansia untuk mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi seperti jalan pagi,
menonton film atau hiburan hiburan lainnya karena mereka perlu dirangsang
untuk mengetahui dunia luar. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi
dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam
proses penyembuhan ketenangan para klien lansia.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara mereka, hal
ini dapat diatasi dengan berbagai usaha, antara lain selalu mengadakan kontak
sesama mereka, makan dan duduk bersama, menanamkan rasa kesatuan dan
persatuan, senasib sepenanggungan. Dengan demikian perawat tetap
mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap
petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan klien lansia di panti
werda.
c. Tugas perawat dalam teori psikologi
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lansia, perawat dapat berperan sebagai suporter, interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing sebagai penampung rahasia yang pribadi dan
sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan
ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai bentuk keluhan agar mereka merasa puas. Pada dasarnya
klien lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungannya
termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu perawat harus
menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan
kegiatan dalam batas kemampuan dan hobby yang dimilikinya.
Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lansia
dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa
keterbatasan, sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik dan kelainan yang
dideritanya, hak ini perlu dilakukan karena : perubahan psikologi terjadi
bersama dengan makin lanjutnya usia. Perubahan perubahan ini meliputi
gejala gejala seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru saja
terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, perubahan pola tidur dengan
suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu siang dan pergeseran libido
Perawat harus sabar mendengarkan cerita cerita yang membosankan, jangan
menertawakan atau memarahi bila klien lansia lupa atau bila melakukan
kesalahan.
Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka
terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan lahan dan
bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan
pribadi sehingga pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu
diusakan agar dimasa lansia mereka tetap merasa puas dan bahagia.

2. Komunikasi Teraupetik
a. Pengertian Komunikasi
Proses pertukaran informasi /proses yang menimbulkan dan meneruskan
makna atau arti ( Tylor)
Proses penyampaian ,makana dan pemahaman dari pengirim pesan dan
penerima pesan ( Burgerss)
Kegiatan mengajukan pengertian yang diinginkan dari pengirim informasi
kepada penerima informasi yang diinginkan dari penerima informasi (
Yuwono)
Dalam melakukan komunikasi diperlukan proses komunikasi yaitu;
adanya proses saling tukar menukar informasi dan proses menghasilkan serta
menyampaikan makna .
Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi
seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini
mempunyai dua tujuan, yaitu : mempengaruhi orang lain dan untuk
mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai
komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna ( berbagai informaasi,
pemikiran, perasan ) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak
berguna ( menghambat / blok penyampaian informasi atau perasaan ).
Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh
seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang
kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya
sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang
menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan
tidak sukai. Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup,
membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan.
Keterampilan berkomunikasi merupakan tricital skill yang harus
dimiliki oleh perawat, karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang
di gunakan untuk mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan
atau informasi kesehatan-mempengaruhi klien untuk mengaplikasikannya
dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa nyaman, manumbukan rasa
percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga disimpulkan
bahwa dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan. Seorang perawat yang berkomukasi secara efektif akan lebih
mampu dalam mengumpulkan data, melakukan tindakan keperawatan (
intervensi ), mengevaluasi pelaksanaan dari intervasi yang telah dilakukan,
melakuksn perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan mencapai terjadinya
masalah-masalah legal yang berkaitan dengan proses keparawatan.
Tingkatan Komunikasi
1. Komunikasi Intrapersonal
a. Komunikasi dengan diri sendiri
b. Dialog internal
c. Tujuan Kasadaran diri di pengaruhi oleh konsep diri dan
perasan berharga.
2. Komunikasi Interpersonal
a. Interaksi antara dua orang atau kelompok kecil ( 3-4 ) orang
b. Ada kontak mata
c. Komunikasi efektif dapat membantu memcahkan masalah
3. Komunikasi Publik
a. Interaksi kelompok besar ( lebih dari 10 orang)
b. Pengarahan
c. Perlu rasa percaya diri dari pembicara
d. Perlu memahami latar belakang pendengar
Beberapa Komponen Dalam Proses Komunikasi
a. Sumber/encoder : menyiapkan dan mengirim pesan yang bisa
ditafsirkan dengan cepat oleh penerima.
b. Pesan/message : produk fisik nyata dari sumber
c. Saluran/relationship : media yang dipilih untuk menyampaikan
pesan, targetnya adalah indera penerima
d. Penerima/decoder : menerima, menafsirkan & membuat
keputusan dari pesan yang diterima
Jenis Komunikasi
1. Komunikasi verbal :
a. Biasanya tatap muka
b. Menggunakan simbol kata-kata
c. Lebih menguntung-kan(masing-masing individu yang terlibat
bisa langsung berespons)
Komunikasi Verbal Efektif
a. Jelas dan ringkas
b. Perbendaharaan bahasa baik
c. Arti denotatif : pengertian sama dengan kata dan arti konotatif :
pikiran, ide, perasaan yang terkan-dung dalam suatu kata
d. Selaan - kecepatan bicara
e. Waktu - relevansi
f. Humor
2. Komunikasi non verbal :
a. Kontak mata, Sikap tubuh
b. Ekspresi muka, Cara berjalan
c. Postur tubuh , sentuhan
d. Penampilan fisik/umum
e. Cara berpakaian dan kerapihan Pemindahan pesan tanpa kata-kata
Faktor faktor Yang mempengaruhi komunikasi (Poeter - Perry)
a. Perkembangan
b. Persepsi
c. Nilai
d. Latar belakang sosial budaya
e. Emosi
f. Pengetahuan
g. Peran
h. Tatanan interaksi

Komunikasi yang Efektif (Burgess)
a. Cari kejelasan ide
b. Kaji kejelasan tujuan
c. Pertimbangkan kemampuan fisik
d. Pikirkan isi pesan saat bicara
e. Pesan jelas
f. Ikuti jalannya komunikasi
g. Cari kejelasan ide
h. Kaji kejelasan tujuan
i. Pertimbangkan kemampuan fisik
j. Pikirkan isi pesan saat bicara
k. Pesan jelas
l. Ikuti jalannya komunikasi
Ciri Dasar Komunikasi
a. Perlu lebih dari 1 orang -------membina hubungan
b. Berlanjut ------------ timbal balik
c. Orang yang berkomunikasi menerima dan mengirim pesan -------
verbal dan nonverbal
d. Komunikasi verbal dan nonverbal terjadi bersamaan
e. Orang yang berkomunikasi -------- berespon terhadap pesan yang
diterima
f. Makna pesan ------ dikirim dan diterima tidak selalu sesuai
g. Pertukaran pesan perlu pengetahuan
h. Pengalaman ------ mempengaruhi pesan yang dikirim dan penafsiran
pesan
i. Dipengaruhi perasaan sesorang tentang dirinya, isi pesan dan
penerima
j. Posisi seseorang dalam sistem sosial dan kultur
b. Pengertian komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi ang memiliki makna terapeutik bagi
klien dan dilakukan oleh perawat ( helper ) untuk membantu klien mencapai
kembali kondisi yang adaptif dan positif.
Terapuetik merupakan kata sifat yang di hubungkan dengan seni dan
penyembuhan dapat diartikan bahwa terapeutik adalah sesuatu yang
memfasilitasi proses penyembuhan ( As.Hornyby cit Intansari 2000)
Tujuan dari Hubungan terapeutik ( Stuart & Sundeen)
a. Kesadaran diri ,penerimaan diri dan meningkatknya kehormatan diri.
b. Identitias pribadi yang jelas dan meningkatnya integritas pribadi.
c. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan
hubungan interpersonal,dengan kapasitas memberi dan menerima cinta
d. Mendorong fungsi & meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan yang
memmuaskan & mencapai tujuan pribadi yang realistik

Fase Hubungan Terapeutik Perawat Klien
a. Karakteristik vital dari hubungan perawat klien adalah membagi tingkah
laku , pikiran dan perasaan
b. Keintiman dalam menggunakan proses keperawatan untuk mendukung
klien yaitu pada saat mereka mengeksplorasi kebutuhannya , penyelesaian
masalah & bagaimana memperoleh kemampuan koping baru.
Empat Fase Dari Proses Hubungan Terapeutik
a. Fase Pre Interaksi
b. Fase Introductory / Orentasi
c. Fase Kerja
d. Fase Terminasi
1). Fase Pre Interaksi
a) Mengumpulkan data tentang klien
b) Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri
c) Membuat rencana pertemuan dengan klien
2). Fase Introductory / Orentasi
a) Memberikan salam dan tersenyum pada klien
b) Melakukan validasi
c) Memperkenalkan nama perawat*
d) Menayakan nam panggilan kesukaan klien *
e) Menjelaskan tanggung jawab perawat & klien*
f) Menjelaskan peran perawat & klien*
g) Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
h) Menjelaskan tujuan
i) Menjelaskan waktu
j) Menjelaskan Kerahasiaan


3). Fase Kerja
a) Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya
b) Menanyakan keluhan utama
c) Memulai kegiatan dengan cara yang baik
d) Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana
4). Fase Terminasi
a) Menyimpulkan hasil wawancara :evaluasi proses dan hasil
b) Memberikan Reinforcemen positif
c) Merencanakan tindak lanjut dengan klien
d) Melakukan kontrak ( waktu, tempat, topik)
e) Mengahiri wawancara dengan cara yang baik
3. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan lansia antara lain :
1) Perubahan fisik lansia
a. Penurunan pendengaran
Tuli konduksi : karena serumen dan tulang pendengaran tidak
berfungsi.
Tuli sensori : penurunan saraf pendengaran. Ini paling banyak
terjadi pada lansia karena adanya penurunan sensori atau
prebikusis membuat lansia enggan untuk berkomunikasi dengan
orang lain.
Solusinya adalah :
Dengan menggunakan alat bantu dengar.
Bicara langsung dengan keras dan jelas tapi pelan diarahkan
kepada telinga yang mengalami gangguan pendengaran.




b. Penurunan penglihatan
Dapat mengganggu proses komunikasi karena gesture, ekspresi
wajah, gerak bibir (kompensasi lansia dengan gangguan
penglihatan) tidak dapat ditangkap secara maksimal.
Solusinya adalah :
dengan menggunakan gesture dan raut wajah yang jelas.
Berhadapan langsung ketika berkomunikasi
Memakai alat bantu penglihatan
Pencahayaan yang cukup.

2) Normal agging process
Adanya penurunan sensori dan penurunan memori adalah hal yang wajar
terjadi pada lansia. Penurunan memori biasanya hanya dapat mengingat
peristiwa yang lampau, dan pemrosesannya lambat.
3) Perubahan sosial
Timbul akibat adanya perubahan fisik dan normal agging process, solusinya
adalah dengan memberi pemahaman dan diajak bersosialisasi
4) Pengalaman hidup dan latar belakang budaya
Apa yang diyakini orang tua dengan orang yang masih muda misalnya
sangat bertentangan.




C. HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi
Hypertensi adalah meningkatnya tekanan darah baik tekanan sistolik
dan diastolic serta merupakan suatu factor terjadinya kompilikasi
penyakitt kardiovaskuler (Soekarsohardi)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic
diatas standar dihubungkan dengan usia (Gede Yasmin).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001). Menurut WHO, tekanan
darah sama dengan atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi
Dari definisi definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolic diatas
normal sesuai umur dan merupakan salah satu factor resiko terjadinya
kompilkasi penyakit kardiovaskuler.














2. Klasifikasi
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan
rekomendasi dari The Sixth Report of The Join National Committee, Prevention,
Detection and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI,) sebagai berikut :
Klasifikasi
Tekanan
Darah
TDS*
mmHg
TDD*
mmH
g
Modifik
asi
Gaya
Hidup
Obat Awal
Tanpa
Indikasi
Dengan Indikasi
Normal < 120 < 80 Anjuran Tidak Perlu
menggunakan
obat
antihipertensi
Gunakan obat
yang spesifik
dengan indikasi
(resiko).


Pre-
Hipertensi
120-
139
80-89 Ya
Hipertensi
Primer
140-
159
90-99 Ya Untuk semua
kasus gunakan
diuretik jenis
thiazide,
pertimbangkan
ACEi, ARB, BB,
CCB, atau
kombinasikan
Gunakan obat
yang spesifik
dengan indikasi
(resiko).

Kemudian
tambahkan obat
antihipertensi
(diretik, ACEi,
ARB, BB, CCB)
seperti yang
dibutuhkan
Hipertensi
Sekunder
>160 >100 Ya Gunakan
kombinasi 2 obat
(biasanya diuretik
jenis thiazide dan
ACEi/ARB/BB/C
CB
Keterangan:
TDS, Tekanan Darah Sistolik; TDD, Tekanan Darah Diastolik
Kepanjangan Obat: ACEi, Angiotensin Converting Enzim Inhibitor; ARB, Angiotensin
Reseptor Bloker; BB, Beta Bloker; CCB, Calcium Chanel Bloker
* Pengobatan berdasarkan pada kategori hipertensi
Penggunaan obat kombinasi sebagai terapi awal harus digunakan secara hati-hati oleh
karena hipotensi ortostatik.

Penanganan pasien hipertensi dengan gagal ginjal atau diabetes harus
mencapai nilai target tekanan darah sebesar <130/80 mmHg.
Kalsifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.

3. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan
perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Hipertensi Primer
Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan.
Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan
berat badan atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena
penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula sesorang yang berada dalam
lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit
tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa
mengalami tekanan darah tinggi.

Data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
Kegemukan atau makan berlebihan
Stress
Merokok
Minum alkohol
Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )




Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit
lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh.
Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat
kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di
atas normal atau gemuk (gendut).
Pregnancy-induced hypertension (PIH), ini adalah sebutan dalam istilah
kesehatan (medis) bagi wanita hamil yang menderita hipertensi. Kondisi
Hipertensi pada ibu hamil bisa sedang ataupun tergolong parah/berbahaya,
Seorang ibu hamil dengan tekanan darah tinggi bisa mengalami Pre eklampsia
dimasa kehamilannya tersebut.

4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor. Pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula dari saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke konda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ganglia spinalis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan
dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin.
Meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontraksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang
pembentukan anglotensin I yang kemudian diubah menjadi anglotensin II.
Suatu vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Brunner & Suddarth, 2002).


5. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.
Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan
arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.

Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah
e. Mual
f. Muntah
g. Epistaksis
h. Kesadaran menurun


6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laborat
Hb/Ht
Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
BUN / kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
Glucosa
Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM.
b. CT Scan Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
c. EKG Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

d. IUP Mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu
ginjal,perbaikan ginjal.
e. Photo dada Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area
katup,pembesaran jantung.

7. Komplikasi
a. Stroke
Dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajang tekanan tinggi. Stroke
dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran
darah ke daerah daerah diperdarahnya berkurang. Arteri arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b. Infark Miokardium
Dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.
Karena hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel,maka kebutuhan oksigen
miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat
menimbulakn perubahan perubahan waktu hantaran listrik melintasi
ventrikel sehingga terjadi disritmia,hipoksia jantung, dan peningkatan
reksiko pembentukan bekuan.
c. Gagal Ginjal
Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler kapiler, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah
akan mengalir ke unit unit fungsional ginjal,nefron akan terganggu dan
dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya
membrane glomerulus,protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan
osmotic koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering
dijumpai pada hipertensi kronik.
d. Ensefalopati
Ensefalopati ( kerusakan otak ) dapat terjadi , terutama pada hipertensi pada
maligna.
e. Hipertensi Yang Meningkat Cepat
Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di
seluruh susunan saraf pusat. Neuron neuron di sekitarnya kolaps dan
terjadi koma serta kematian
f. Wanita dengan PIH
Wanita dengan PIH dapat mengalami kejang. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat lahir rendah akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, dan
dapat mengalami hipoksia dan asidosis apabila ibu mengalami kejang
selama atau sebelum proses persalinan.

7. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.








Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan
dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat.
Terapi tanpa obat ini meliputi :
1. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c) Penurunan berat badan
d) Penurunan asupan etanol
e) Menghentikan merokok

2. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat
prinsip yaitu :
a) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain
b) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona
latihan.
c) Lamanya latihan berkisar antara 20 25 menit berada dalam zona
latihan
d) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x
perminggu

3. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
a) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada
subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh
subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan
somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan
psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
b) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita
untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
4. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

b. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi
agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup penderita.


Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi ( Joint National Committee On Detection, Evaluation And
Treatment Of High Blood Pressure, Usa) menyimpulkan bahwa obat
diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan
penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Melihat pentingnya
kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali
pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan
pengobatan hipertensi.

8. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidaktahuan mengenal masalah nutrisi sebagai salah satu penyebab
terjadinya hipertensi adalah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
cara pengaturaan diet yang benar.
b. Ketidaksanggupan keluarga memilih tindakan yang tepat dalam pengaturan
diet bagi penderita hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang cara pengaturan diet yang benar.
c. Ketidakmampuan untuk penyediaan diet khusus bagi klien hipertensi
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang cara
pengolahan makanan dalam jumlah yang tepat.
d. Ketidakmampuan meenyediakan makanan rendah garam bagi penderita
hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan kebiasaan
sehari-hari yang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam.
e. Ketidaktahuan menggunakan manfaat tanaman obat keluarga berhubungan
dengan kurangnya pengetahan tentang manfaat tanaman obat tersebut.


9. Perencanaan
Rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan keperawatan yang
ditentukan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam memecahkan masalah
kesehatan dan keperawatan yang telah diidentifikasi (Nasrul Effendi)
Rencana tindakan dari masing masing diagnosa keperawatan khusus diet pada
klien hipertensi adalah :
1) Ketidakmampuan mengenal masalah nutrisi sebagai salah satu penyebab
terjadinya hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
cara pengaturan diet yang benar.
a) Tujuan
Keluarga mampu mengenal cara pengaturan diet bagi anggota
keluarga yang menderita penyakit hipertensi.
b) Kriteria hasil
i. Keluarga mampu menyebutkan secara sederhana batas
pengaturan diet bagi anggota kelurga yang menderita
hipertensi.
ii. Keluarga dapat memahami danmampu mengambil tindakan
sesuai anjuran.
c) Rencana tindakan
i. Beri penjelasan kepada keluarga cara pengaturan diet yang
benar bagi penderita hipertensi.
ii. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga ,bagaiman
caranya menyediakan makan-makanan rendah garam bagi
penderita hipertensi .
d) Rasional
i. Dengan diberikan penjelasan diharapkan keluarga
menimbulkan peresepsi yang negatip sehingga dapat
dijadikan motivasi untuk mengenal masalah khususnya
nutrisi untuk klieh hiperetensi
ii. Dengan diberikan penjelasan keluarga mampu menyajikan
makanan yang rendah garam.

2) Ketidak mampuan dalam mengambil keputusan untuk mengatur diet
terhadap anggota keluarga yang menderita hipertensi berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan keluarga tentang manfaat dari pengaturan diet
a) Tujuan
Keluarga dapat memahami tentang manfaat pengaturan diet untuk
klien hipertensi
b) Kriteria hasil
i. Keluarga mampu menjelaskan tentang manfaat pengaturan
diet bagi klien hipertensi
ii. Keluarga dapat menyediakan makanan khusus untuk klien
hipertensi
c) Rencana tindakan
i. Beri penjelasan kepada keluarga tentang manfaat pengaturan
diet untuk klien hipertensi.
ii. Beri penjelasan kepada keluarga jenis untuk klien hipertensi.
d) Rasional
i. Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mampu
melaksanakan cara pengaturan diet untuk klien hipertensi
ii. Keluarga diharapkan mengetahui jenis makanan untuk
penderita hipertensi.



3) Ketidakmampuan keluarga untuk menyediakan diet khusus bagi penderita
hipertensi berhubungan kurangnya pengetahuan tentang cara pengolahan
makanan dalam jumlah yang benar .
a) Tujuan
Keluarga mampu menyediakan diet khusus untuk penderita
hipertensi.
b) Kriteria hasil
i. Kilen dan keluarga mampu menyediakan diet khusus untuk
penderita hipertensi.
ii. Keluarga mampu menyajikan makanan dalam jumlah yang
tepat bagi klien hipertensi.
c) Rencana tindakan
i. Beriakan penjelasan kepada klien dan keluarga cara pengolahan
makanan untuki klien hipertensi.
ii. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga jumlah makanan
yang dikonsumsi oleh klien hipertensi.
iii. Beri contoh sederhana kepada klien dan keluarga untuk
memnbuat makanan dengan jumlah yang tepat.
d) Rasional
i. Dengan diberikan penjelasan diharapkanklien dan keluarga
dapat cara pengolahan makanan untuk klien hipertensi.
ii. Diharapkan klien dapat mengkonsumsi makanan sesuai yang
dianjurkan.
iii. Dengan diberikan contoh sederhana caara membuat makanan
dalam jumlah yang tepat kilen dan keluarga mampu
menjalankan /melaksanakaannya sendiri.



4) Ketidakmampuan menyediakan makanan rendah garam bagi penderita
hipertensi berhubungan dengan kurang pengetahuan dan kebiasaan sehari-
hari yang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam.
a) Tujuan
Seluruh anggota keluarga membiasakan diri setiap hari
mengkonsumsi makanan yang rendah garam.
b) Kriteria hasil
i. Klien dan keluarga dapat menjelaskan manfaat makanan yang
rendah garam
ii. Klien dan keluarga dapat menjelaskan jenis makanan yang
banyak mengandung garam.
iii. Klien dan keluarga mau berubah kebiasaan dari mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung garam.
c) Rencana tindakan.
i. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga tentang pengaruh
garan terhadap klien hipertensi.
ii. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga jenis makana yang
banyak mengandung garam.
iii. Beri motivasi kepada klien dan keluarga bahwamereka mampu
untuk merubah kebiasaan yang kurang baik tersebut yang
didasari padea niat dan keinginan untuk merubah.
d) Rasional
i. Diharapkan klien dan keluarga memahami dan mengerti
tentang pengaruh garam terhadap klien hipertensi
ii. Diharapkan klien dan keluarga dapat menghindari makanan
yang banyak mengandung garam.
iii. Dengan diberi motivasi diharapkan klien dan kelarga mau
merubah sikapnya dari yang tidak sehat menjadi sehat

5) Ketidakmampuan menggunakan sumber pemanfaatan tanaman obat
keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan guna dari tanaman obat
keluarga.
a) Tujuan
Diharapkan klien dan keluarga mampu memanfaatkan sumber
tanaman obat keluarga.
b) Kriteria hasil
Klien dan keluarga dapat menyebutkan tanaman obat yang dapat
membantu untuk pengobatan hipertensi
c) Rencana tindakan
i. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga manfaat Toga.
ii. Beri penjelasan kepada klien keluarga macam dan jenis
tumbuhan /tanaman yang dapat membantu menurunkan
tekanan darah
iii. kepada kepada klien dan keluarga agar berusaha memiliki
tanaman obat keluarga .
d) Rasional
i. Agar klien dan keluarga dapat memahami manfaat Toga.
ii. Klien dan keluarga dapat mengetahui jenis tanaman yang dapat
menurunkan tekanan darah..
iii. Dengan memiliki Toga sendiri klien dapat mengkonsumsi
tanaman obat tersebut kapan saja diperlukan.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 3 x 7 jam kepada Ny. M
dengan Hipertensi di Wisma Himawari Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta
Unit Budi Luhur didapatkan hasil dari setiap diagnosa:
1. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Kelemahan muskuloskeletal,
penurunan motivasi. Diagnosa ini teratasi 50 % dibuktikan dengan :
a. Klien mengatakan badannya segar, sudah termotivasi untuk mandi.
b. Badan tampak segar
c. Baju sudah ganti
d. Kuku sudah pendek-pendek dan bersih
e. Kamar sudah tidak begitu bau
f. Dan baju sudah tertata dengan rapi

2. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan psikologis (usia tua). Diagnosa ini
teratasi 60 % dibuktikan dengan :
a. Klien mengatakan mampu tidur siang selama 2 jam
b. Mata tidak terlihat sayu
c. Tidur malam klien dalam batas normal (8jam)
d. Tidak ada gangguan tidur

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif (usia tua).
Diagnosa ini teratasi 40 % dibuktikan dengan :
a. Klien mengatakan belum begitu paham tentang makanan apa yang harus
dihindari dan di konsumsi
b. Klien terlihat belum dapat mengulangi dan membedakan makanan yang di
contohkan.

B. SARAN
1. Memotivasi klien agar tetap beraktivitas memenuhi kebutuhan sehari harinya
sesuai dengan kemampuanya dengan tetap mempehatikan istirahat dan
kemampuan tubuhnya.
2. Menganjurkan klien untuk mengatur aktivitas kesehariannya dengan tetap
memperhatikan kemampuan tubuhnya.
3. Menganjurkan klien untuk makan secara teratur agar kesehatan tubuhnya tetap
terjaga.
4. Tetap beri motivasi klien dalam kebersihan diri baik tubuh secara fisik maupun
lingkungan sekitarnya.
5. Motivasai klien untuk tetap istirahat cukup sesuai kebutuhan
6. Seharusnya dalam pemebrian diit di Panti disesuaikan dengan kondisi dan status
penyakit klien apakah klien tersebut mempunyai makanan yang harus dipantau
atau tidak, sehingga akan tetap memperbaiki kesehatannya dan bisa dilakukan
dengan berkolaborasi dengan ahli gizi.

You might also like