You are on page 1of 15

1

Spiritualitas Pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Aceh


Rena Irmayani, Nurafni, Safrilsyah Syarief
ABSTRAK
Acquired Immunodefienciency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit
yang mulai mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia yang
ditandai dengan adanya infeksi oportunistik pada sistem kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh Human Immunodefienciency Virus (HIV). Tidak semua orang
mengetahui dan memahami penyebab terjadinya penyebaran virus HIV/AIDS
sehingga sebagian orang beranggapan bahwa jumlah ODHA di Indonesia sedikit.
Selain itu kurangnya pengetahuan dan fasilitas kesehatan turut serta memengaruhi
penyebaran virus HIV sehingga dari tahun ke tahun jumlah ODHA mengalami
peningkatan. Spiritualitas bisa menjadi salah satu sumber kekuatan yang utama
bagi ODHA untuk dapat membantu meringankan rasa sakit yang dialami. Sampai
saat ini terapi yang dilakukan oleh ODHA belum mampu menghilangkan virus
HIV secara menyeluruh, spiritualitas diharapkan dapat menjadi salah satu coping
bagi ODHA untuk dapat bertahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
spiritualitas pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Aceh. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara secara
mendalam dan observasi non partisipan. Pedoman wawancara mengacu pada lima
aspek spiritualitas oleh Swinton dan Pattinson (dalam Gilbert, 2007). Subjek
penelitian melibatkan tiga orang subjek yang memiliki karakteristik sebagai
ODHA dan berdomisili di Aceh. Metode analisis data yang digunakan adalah
analisis tematik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pencapaian
spiritualitas oleh ketiga subjek berbeda-beda. S1 dan S3 menunjukkan adanya
perubahan spiritualitas dalam beribadah. Berbeda dengan S2 yang tidak
menunjukkan perubahan spiritualitas dalam beribadah. Ketiga subjek juga
menyakini bahwa keadaan yang terjadi pada mereka merupakan salah satu bentuk
kasih sayang dan hikmah dari Allah SWT yang harus dijalani dengan rasa syukur.
Kata Kunci : Spiritualitas, Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), HIV/AIDS








2

SPI RI TUALI TY I N PEOPLE LI VI NG WI TH HI V/AI DS in ACEH
Rena Irmayani, Nurafni, Safrilsyah Syarief

ABSTRACT
Acquired Immunodefienciency Syndrome (AIDS), a disease that is start to
threaten Indonesia and many countries around the world, is characterized by the
presence of opportunistic infections in immune system that caused by the Human
Immunodefienciency Virus (HIV). Not all people know and understand the causes
of the spread of HIV/AIDS, so most people assume that the number of people
living with HIV in Indonesia is just a low. In addition, the lack of knowledge and
health facilities are participated to influence the spread of the HIV virus so that
from year to year the number of people living with HIV has increased. Spirituality
can be a major source of strength for people living with HIV to be able to help
alleviate the pain experiences. Until now, the therapy that was done to people
living with HIVhave not been succes, so spirituality is expected to be one of the
coping for people living with HIV to survive. The aims of this study is to find out
the spirituality in people living with HIV/AIDS (ODHA) in Aceh. This study is a
qualitative study using in-depth interviews and nonparticipant observation.
Interview guide refers to the five aspects of spirituality by Swinton and Pattinson
(in Gilbert, 2007). Research subjects involving three subjects that have
characteristics of ODHA and domiciled in Aceh. Data analysis methods were
using thematic analysis. The results of this study indicate that the attainment of
spirituality by three different subjects. S1 and S3 indicate a change in the
spirituality of worship. In contrast to the S2 which does not indicate a change in
the spirituality of worship. All three subjects also believed that the circumstances
that happened to them is one of compassion and wisdom of Allah that must be
lived with gratitude.
Keywords: Spirituality, People Living with HIV / AIDS (ODHA), HIV/AIDS








3

PENDAHULUAN
Acquired Immunodefienciency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu
penyakit yang mulai mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia
yang ditandai dengan adanya infeksi opportunistik pada sistem kekebalan tubuh
yang disebabkan oleh Human Immunodefienciency Virus (HIV) (UNAIDS, 2008).
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2012) HIV/AIDS merupakan salah satu
masalah besar yang harus dihadapi oleh semua negara sebab angka pengidap
HIV/AIDS yang diperoleh berjumlah tidak pasti. Hal ini juga disebabkan oleh
kurangnya pemahaman tentang penularan, penanganan serta dampak HIV/AIDS
sehingga dari tahun ke tahun jumlah pengidap HIV/AIDS di dunia semakin
meningkat. Orang yang positif terinfeksi HIV/AIDS di Indonesia diberi nama
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) (Siregar dalam Souraya, 2013).
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI (2012)
menunjukkan bahwa jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia telah
mencapai 141.277 kasus di 33 provinsi. Menurut Arifin (dalam Demartoto, 2005)
penularan virus HIV yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh hubungan seks
pada pasangan heteroseksual dan homoseksual, penggunan jarum suntik, transfusi
darah dan transmisi perinatal (virus yang ditularkan dari ibu ke bayinya dalam
masa kehamilan hingga masa kelahiran).
Berdasarkan data dan hasil pengamatan Komisi Penanggulangan AIDS
(KPA) Aceh, jumlah pengidap HIV/AIDS di Aceh mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Penyebab terjadinya peningkatan jumlah pengidap HIV/AIDS di
Aceh disebabkan oleh hubungan seks bebas dan suntik narkoba (KPA, 2012).
Oleh sebab itu KPA dan Pemerintah Aceh terus melakukan sosialisasi kepada
masyarakat mengenai HIV/AIDS untuk mengurangi penularan virus tersebut.







4

Tabel 1. 1.
Jumlah Kumulatif Kasus HIV/AIDS Menurut Provinsi
Provinsi HIV/AIDS
Aceh Utara 25
Aceh Tamiang 22
Bireun 21
Banda Aceh 19
Lhokseumawe 18
Aceh Timur 17
Aceh Tenggara 16
Aceh Besar 14
Langsa 11
Pidie 10
Simeuleu 7
Pidie Jaya 5
Aceh Barat 5
Aceh Selatan 5
Gayo Lues 5
Aceh Tengah 4
Bener Meriah 4
Sabang 3
Nagan Raya 3
Aceh Barat Daya 3
Aceh Singkil 2
Aceh Jaya 1
Subulussalam 1
Sumber: NAD Support Group (2013)
Fenomena HIV/AIDS ibarat gunung es yang hanya tampak permukaan
luarnya saja. Minimnya pengetahuan tentang proses penyebaran virus hingga
kurangnya sosialisasi juga menjadi faktor individu tidak mengetahui dirinya telah
terinfeksi virus tersebut. Ketika seseorang dinyatakan mengidap penyakit serius,
maka sebagian besar dari orang tersebut akan menunjukkan respon psikologis
yang berbeda-beda. Salah seorang aktivis AIDS juga mengungkapkan bahwa
salah satu beban yang dialami oleh ODHA adalah beban psikososial, seperti tidak
adanya dukungan keluarga, pelayanan medis yang buruk serta menjadi salah satu
pemberitaan negatif di media massa (Djauzi dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,
Simadibrata, & Setiati, 2009).
Spiritualitas merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan dari
HIV/AIDS. Spiritualitas merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan
begitu saja dari kehidupan manusia dan merupakan bagian dari kualitas hidup
dalam diri seseorang yang memiliki nilai-nilai personal, standar personal dan
kepercayaan (University of Toronto, 2010). ODHA merasa memiliki kekuatan
ketika ada nilai-nilai personal dan kepercayaan didalam dirinya dalam berinteraksi
dengan Tuhan dan orang lain. Woods dan Ironson (1999) menemukan dampak
5

positif spiritualitas dan religiusitas pada kesehatan penderita kanker,
kardiovaskular dan HIV.
Potter dan Perry (2005) mengatakan bahwa makna spiritualitas pada orang
dengan HIV/AIDS adalah pengalaman pribadi yang memiliki keunikan dan
pemaknaan yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh perjuangan setiap
individu untuk mengubah pola pikir dan menambah pengetahuan mengenai nilai-
nilai kehidupan serta mengubah tingkah laku individu tersebut (Collein, 2010).
Beberapa penelitian menunjukan bahwa hal-hal seperti keyakinan positif,
kenyamanan, dan kekuatan yang diperoleh dari agama, meditasi, dan doa dapat
memengaruhi kondisi fisik sehingga menjadi lebih baik dan tenang (Molefe &
Duma, 2007)

TINJAUAN PUSTAKA
A. Spiritualitas
Tischler (2002) mengatakan bahwa spiritualitas merupakan cara seseorang
menemukan makna, harapan, kenyamanan dan kedamaian batin dalam hidup.
Spiritualitas mampu menjadikan seorang individu menjadi pribadi yang terbuka,
saling memberi dan memiliki kasih sayang. Schreurs (2002) menambahkan bahwa
spiritualitas merupakan suatu hubungan personal terhadap orang lain. Spiritualitas
menurut Swinton dan Pattinson (dalam Gilbert, 2007) adalah sebagai aspek
penting dalam eksistensi manusia yang berhubungan dengan struktur yang
memberikan makna secara signifikan dan mengarahkan hidup seseorang serta
membantu seseorang menghadapi perubahan dalam hidup.

B. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
Menurut UNAIDS (2008), ODHA adalah singkatan dari Orang dengan
HIV/AIDS sebagai pengganti istilah penderita yang mengarah pada pengertian
bahwa orang tersebut sudah secara positif terinfeksi HIV. HIV adalah singkatan
dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia.
AIDS merupakan sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virus ini menyerang sel
6

darah putih yang berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh dan merusak jaringan
sel darah putih. Kondisi fisik dan psikis ODHA akan menjadi rentan terhadap
beberapa penyakit lainnya seperti TB, pneunomia dan radang paru-paru. Hal ini
bisa menjadi lebih berat daripada biasanya (Bare & Smeltzer, Depkes R.I,
Ignatavicius & Bayne dalam Collein, 2010).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif bersifat fenomenologi,
dimana jenis pendekatan fenomenologi merupakan istilah yang digunakan untuk
menunjuk pada suatu pengalaman subjektif dari berbagai dan tipe subjek yang
ditemui. Prosedur pengambilan subjek pada penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling, dengan memilih subjek berdasarkan ciri-ciri yang sesuai
dengan tujuan penelitian. Selain itu peneliti juga menggunakan strategi sampling
bola salju (snowball sampling). Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah tiga
orang yang sesuai dengan karakteristik penelitian. Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dengan panduan, observasi,
alat rekam dan catatan lapangan.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil wawancara, peneliti menemukan proses pencapaian
spiritualitas ketiga subjek yang dirangkum berdasarkan tema. Berikut adalah tabel
tema dari ketiga subjek penelitian:
Tabel 4.3.
Rangkuman Tema Subjek yang merupakan Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
Tema Subjek Satu Subjek Dua Subjek Tiga
1
Awal perjalanan hidup
S1 sebelum positif HIV
Pengalaman S2 saat tinggal
dengan saudara
Aktivitas setelah
menyelesaikan studi SMA
2
Mulai merasakan adanya
perbedaan pada diri
Tidak sempat merasakan
kasih sayang seorang Ayah
Masa perkenalan dan
menjalin bubungan dekat
3
Pertama kali melakukan
hubungan seks di Aceh
Awal mula S2 terinfeksi
HIV
Suami mulai jatuh sakit
4
Awal mula terinfeksi
HIV
Respon S2 setelah
mengetahui positif HIV
Penyebab suami jatuh sakit
5
Respon setelah
mengetahui positif HIV
Hubungan S2 dengan rekan
kerja
Respon setelah mengetahui
penyebab suami jatuh sakit
6
Awal mula menceritakan
keadaan dirinya saat ini
kepada keluarga
Ketakutan S2 menceritakan
kondisinya saat ini kepada
keluarga
Awal mula S3 melakukan
pemeriksaan darah
7
Usaha untuk melakukan
penyembuhan dan
Usaha S2 melakukan
penyembuhan dan
Respon S3 setelah
mengetahui positif HIV
7

pencegahan pencegahan
8
Hubungan percintaan
dengan pasangan
Dukungan dari rekan kerja
san sesama ODHA
Kondisi suami setelah
mengetahi status S3 yang
telah positif HIV
9
Dukungan adik
membangkitkan
semangat untuk bertahan
Persiapan S2 sebelum
menceritakan kondisi yang
sebenarnya kepada keluarga
Usaha yang dilakukan agar
anak tidak terinfeksi HIV
10
Hubungan dengan
sesama ODHA
Pandangan S2 terhadap HIV Ketakutan S3 menceritakan
kondisinya kepada keluarga
11
Menyadari adanya
pengalaman rohani
Masa perkenalan dan
menjalin hubungan dengan
pasangan
Ditelantarkan keluarga
setelah mengetahui suami
dan S3 positif HIV
12
Merasakan perubahan
positif dalam diri setelah
mendekatkan diri pada
Allah
Kondisi ibadah S2 setelah
positif HIV
Dukungan dan motivasi
membuat S3 bangkit dari
keterpurukan
13
Sikap S1 dalam
memandang HIV
Harapan S2 saat ini Pandangan S3 dalam
memahami HIV
14
Menjalani hidup dengan
rasa optimis dan
harapan-harapan baru
Menjalani hidup dengan rasa
syukur
Merasakan adanya
pengalaman rohani
(transendence)

DISKUSI
Penelitian ini menemukan adanya pencapaian spiritualitas dari ketiga subjek
sejak pertama kali didiagnosa mengidap HIV. Pencapaian spiritualitas ini
mengacu pada lima aspek yang dikembangkan oleh Swinton dan Pattinson (dalam
Gilbert, 2007).
Aspek pertama adalah memiliki makna dalam hidup (meaning of life). Para
subjek mulai menemukan makna baru setelah dinyatakan positif HIV/AIDS
dimana mereka mulai merasa lebih dekat dengan Tuhan dan memahami HIV
secara mendalam. Proses mencari makna baru dalam kehidupan merupakan
proses yang unik dan bukan suatu hal yang mudah karena akan menimbulkan
stress, rasa marah, menyesal dan perasaan bersalah (Collein, 2010). Hal ini sesuai
dengan pernyataan ketiga subjek yang mulai menemukan makna hidup setelah
dinyatakan positif HIV. Ketiga subjek menemukan makna hidup setelah
mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-teman. Perubahan rohani yang
dirasakan ketiga subjek setelah menjadi ODHA merupakan salah satu aspek yang
membuat kehidupan mereka menjadi lebih bermakna.
Menurut Fryback dan Reinert (dalam Hati, 2008), spiritualitas merupakan
perjalanan pribadi seseorang untuk menemukan makna dan tujuan hidup. Secara
umum, makna hidup menurut para subjek adalah dengan menjalankan kehidupan
8

yang telah terjadi pada dirinya saat ini. Hal ini sesuai dengan pernyataan S1 yang
telah memiliki kehidupan lebih baik dari sebelumnya. S1 telah memiliki rumah
dan kendaraan sendiri dengan uang yang dihasilkan dengan bekerja sebagai
karyawan hotel di BA. S2 juga memiliki tujuan hidup seperti menikah dan
membangun usaha sendiri. Selain itu S2 juga ingin membantu kedua adiknya agar
dapat mandiri dan menjadi orang yang berhasil. S2 berharap calon istrinya nanti
mau menerima dirinya dan kedua adik-adiknya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Elkins (dalam Hati, 2008) yang menyatakan bahwa tujuan hidup dapat mengarah
kepada suatu kondisi ideal yang harus dicapai oleh seseorang. Spiritualitas pada
seseorang harus memiliki komitmen untuk menjadi manusia yang lebih baik dan
dapat menjalankan potensi positif yang ada didalam diri pada segala aspek
kehidupan demi tercapainya komitmen tersebut.
Perubahan fisik, psikis dan rohani yang dirasakan oleh ketiga subjek juga
menjadi salah satu faktor dalam menemukan dan memiliki makna didalam hidup.
Seperti yang diungkapkan oleh S1 dan S3 bahwa mereka mengalami perubahan
secara fisik, psikis dan rohani setelah menjadi ODHA. S1 mengungkapkan bahwa
dirinya menjadi lebih bahagia setelah mendekatkan diri dengan Allah SWT seperti
berdoa dan membaca Al-Quran serta mengubah pola hidup menjadi lebih teratur.
Selain itu S1 juga memiliki keinginan untuk mengikuti pengajian agar ilmu agama
yang dimilikinya lebih kuat. Lain halnya dengan S2 yang tidak merasakan
perubahan spiritual dalam beribadah. S2 menceritakan bahwa dirinya
melaksanakan ibadah tergantung dengan apa yang dirasakannya saat itu. S3 juga
mulai menemukan makna hidup setelah menjalani masa-masa keterpurukan dan
penolakan sehingga S3 berusaha kembali dekat dengan Allah SWT. S3 mulai
menata kehidupan setelah mendapatkan dukungan dari keluarga. Perhatian dan
kasih sayang yang diberikan oleh ibu mertua juga membuat S3 menjadi lebih
kuat. S3 mengungkapkan bahwa kondisi yang saat ini terjadi pada dirinya adalah
sebagai salah satu bentuk kasih sayang Allah SWT kepada dirinya agar dapat
membantu orang lain yang mengalami hal yang sama dengan dirinya. Hal ini
sejalan dengan penelitian Ironson, Stuetzle dan Fletcher (2006) yang mengatakan
bahwa 45% partisipannya menunjukkan peningkatan spiritualitas setelah
didiagnosa HIV, 42% tetap sama dan 13% mengalami penurunan spiritualitas.
9

Collein (2010) dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa ada peningkatan
spiritualitas yang dialami oleh ODHA setelah didiagnosa positif HIV.
Aspek kedua adalah memiliki nilai-nilai kehidupan. Swinton dan Patinson
(dalam Gilbert, 2007) menjelaskan bahwa nilai-nilai kehidupan ada untuk
mengatur individu dalam berperilaku di kehidupan sehari-hari. Inti dari sebuah
nilai adalah prinsip dan motivasi hidup. Hal ini senada dengan uraian ketiga
subjek yang memiliki nilai-nilai kehidupan sehingga ketiga subjek dapat bertahan
hingga saat ini. S1 mengungkapkan bahwa nilai-nilai kehidupan yang dimilikinya
saat ini adalah motivasi yang diberikan oleh sang adik. Selain itu perubahan sikap
kedua orang tua S1 yang semakin peduli dengan S1 juga menjadi salah satu
bentuk kekuatan untuk tetap bertahan. Lain halnya dengan S2 yang mendapatkan
motivasi dari atasannya yang mengetahui kondisi kesehatan S2 saat ini. Perhatian
dan dukungan yang didapatkan dari atasannya membuat S2 tetap semangat dan
kuat. Sampai saat ini S2 masih merahasiakan status kesehatannya dari keluarga
karena S2 masih belum siap untuk memberitahu, namun S2 masih menjaga
hubungan baik dengan keluarganya. Sedangkan S3 mendapatkan dukungan dari
ibu, abang dan rekan kerja sehingga dapat menjalani hari-hari sebagai ibu rumah
tangga. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kemp (1999) bahwa sebuah intervensi
yang diberikan oleh petugas kesehatan dan orang lain dapat menunjukkan
pengampunan dan penerimaan dengan cara memberikan perawatan yang penuh
perhatian secara terus menerus tanpa membeda-bedakan.
Aspek ketiga adalah adanya pengalaman rohani yang dirasakan turut
memberikan pengaruh terhadap penemuan spiritualitas pada ketiga subjek. Taylor,
Lilis dan Lemone (1997) menyatakan bahwa agama bisa merupakan bagian dari
spiritual. Menurut Rajab (2012) orang-orang beragama akan merasa malu kepada
Tuhannya, kepada sesamanya, dan kepada dirinya sendiri. Oleh sebab itu individu
yang memiliki agama merasakan bahwa seks bebas adalah suatu perbuatan dosa
yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Sebagai bentuk pengalaman dan
kepercayaan ketiga subjek kepada Allah SWT, kehidupan ketiga subjek diisi
dengan menjalankan ibadah dan memanjatkan doa kepada Allah. Hal tersebut
diungkapkan oleh S1 yang tidak lagi melakukan perbuatan negatif seperti
berhubungan seks dan mengunjungi tempat hiburan malam. S1 juga mulai rajin
10

beribadah. Hal tersebut juga dialami oleh S3 merasa lebih taat dalam menjalankan
ibadah dan menjadi lebih sabar dengan takdir yang diberikan Allah SWT
kepadanya. Taylor dan Outlaw (Walton & Sullivan dalam Hati 2008) menjelaskan
bahwa pasien yang menggunakan doa sebagai terapi pengobatan dapat membantu
meringankan distress terhadap emosi, spiritual serta fisik. Hal ini sejalan dengan
apa yang dikemukakan oleh penelitian Cotton, Puchalski dan Sherman (2006)
yang mengatakan bahwa agama bisa digunakan sebagai koping positif bagi
ODHA.
Kondisi berbeda diungkapkan oleh S2 yang tidak merasakan perubahan
spiritualitas dalam menjalankan ibadah karena baginya hal tersebut hanya sebuah
rutinitas ibadah sehingga tidak memberikan pengaruh yang berarti. Selain itu S2
merasa bahwa setiap perbuatan yang telah dilakukannya memiliki risiko
dikemudian hari.
Selanjutnya aspek keempat adalah memiliki hubungan positif dengan diri
sendiri, orang lain dan lingkungan. Ketiga subjek menyadari bahwa manusia
membutuhkan manusia lainnya untuk dapat saling berinteraksi. Hal tersebut
senada dengan pernyataan Elkins, Hughes, Leaf, Sauders (1988) bahwa setiap
orang memiliki kesadaran terhadap keadilan sosial dan memiliki perilaku
altruistic (mampu memberi semangat dan mau menolong orang lain). Chiu (dalam
Hati, 2008) menyatakan spiritualitas menggambarkan hubungan dengan orang
lain yang diwujudkan dalam berbagi dan menolong orang lain. Ketiga subjek
mencoba bangkit dari masa-masa keterpurukan dan kembali menjalin hubungan
baik dengan orang lain serta lingkungan untuk menjaga diri dari rasa sakit yang
lebih mendalam. Hal ini sejalan dengan penelitian Hati (2008) yang menyatakan
bahwa untuk memiliki spiritualitas pada penderita lupus harus memiliki hubungan
dengan orang lain dan lingkungan sebagai makhluk sosial yang hidup bersama
masyarakat.
Penerimaan diri terhadap kondisi saat ini membuat ketiga subjek menjadi
pribadi yang lebih matang dan optimis sehingga mereka bersedia membantu
teman-teman sesama ODHA. Hal ini sejalan dengan penelitian Aidina (2013)
yang menyatakan bahwa semakin tinggi penerimaan diri seseorang maka semakin
tinggi rasa optimismenya. Selain itu ketiga subjek merasa memiliki tanggung
11

jawab untuk tetap hidup. S3 yang merupakan seorang ibu rumah tangga merasa
memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat kedua anak beserta suami
keduanya, sedangkan menurut S1 dan S2 tanggung jawab yang harus dijalani
adalah dengan tetap bekerja agar dapat membantu keluarga dan tetap mandiri.
Ketiga subjek juga membangun kerjasama dengan rumah sakit dan lembaga
lainnya agar sosialisasi mengenai HIV/AIDS dapat dipahami oleh masyarakat luas
dengan baik.
Aspek kelima adalah mampu menjadi (becoming) seseorang yang bermanfaat
bagi diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Individu yang memiliki spiritualitas
yang baik akan mampu memahami situasi dan kondisi yang terjadi pada dirinya
sehingga individu tersebut dapat mengambil keputusan akan menjadi pribadi
seperti apa. Hal ini sejalan dengan ungkapan ketiga subjek yang berusaha menjadi
pribadi yang berguna bagi orang lain setelah menjadi ODHA. Ketiga subjek
menyakini bahwa kondisi yang saat ini terjadi pada diri mereka memiliki hikmah.
Selain itu rasa sakit yang dialami oleh setiap subjek merupakan salah satu bentuk
kasih sayang. Hal tersebut senada dengan ungkapan S3 yang menyatakan bahwa
setelah menjadi ODHA, S3 memiliki keyakinan yang lebih besar terhadap Allah
SWT dan merasakan hikmah dari keadaannya saat ini. S3 dapat menjadi konselor
HIV/AIDS, mengikuti seminar bertaraf nasional dan internasional yang
membahas masalah HIV/AIDS serta membantu orang lain terutama sesama
ODHA. S3 juga memiliki keyakinan bahwa semuanya akan indah pada waktunya.
S3 percaya bahwa setiap rasa sakit yang diberi oleh Allah SWT ada obatnya.
Sama halnya dengan S1 dan S2 yang menyakini bahwa segala sesuatu akan ada
hikmahnya termasuk sakit yang diberikan. S1 dan S2 menganggap bahwa kondisi
mereka saat ini merupakan peringatan dari Allah SWT terhadap perbuatan masa
lalu mereka. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Hati (2008) yang menemukan
adanya hikmah dari rasa sakit yang dirasakan oleh setiap subjek.
Proses pencapaian spiritualitas tidak terlepas dari sikap ketiga subjek yang
menyakini bahwa semua yang terjadi dalam hidup mereka karena telah diatur oleh
Allah SWT. Ketiga subjek merasa lebih bahagia dan menikmati hidup setelah
menjadi ODHA. Selain itu ketiga subjek juga memiliki harapan-harapan untuk
menghadapi masa depan dan tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Conrad
12

(dalam Collein, 2010) mengatakan bahwa harapan adalah faktor penting dalam
menghadapi stres, mempertahankan kualitas hidup dan melanjutkan hidup.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil wawancara dan uraian pembahasan diatas dapat
disimpulkan ketiga subjek memiliki spiritualitas yang baik dengan pencapaian
yang berbeda-beda sesuai dengan aspek-aspek spiritualitas Swinton dan Pattinson
(dalam Gilbert, 2007). Ketiga subjek memiliki makna dalam hidup (meaning of
life) setelah didiagnosa positif HIV. Memiliki nilai-nilai dalam hidup (values of
life), menyadari adanya pengalaman rohani (transendence), memiliki hubungan
(connected) positif dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan serta mampu
menjadi (becoming) seseorang yang bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
S1 yang menolak hasil pemeriksaan tes darah pertama kali dan melakukan tes
darah secara berulang sebanyak tiga kali pada akhirnya mulai menerima
kenyataan. Proses penolakan terhadap hasil pemeriksaan membuat S1 menjadi
pribadi yang mudah marah. Seiring berjalannya waktu serta adanya usaha dan
dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat membuat S1 menerima takdir
yang terjadi pada dirinya. S1 rajin beribadah dan tidak lagi mengunjungi tempat
hiburan malam setelah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Lain halnya dengan
S2 yang mulai menerima kenyataan bahwa dirinya telah positif HIV setelah
melakukan pemeriksaan darah untuk pertama kalinya. S2 menyadari bahwa
kondisi yang terjadi pada dirinya saat ini merupakan risiko yang harus dijalaninya.
Walaupun kondisi ibadah S2 tidak mengalami perubahan, S2 tetap menjalani
hidup dengan rasa syukur dan optimis. Selain itu S2 juga membantu teman-teman
ODHA lainnya dalam Kelompok Dukungan Sebaya NSG.
S3 memiliki spiritualitas dalam hidup setelah menemukan makna dan tujuan
hidup. S3 mengalami masa keterpurukan selama dua kali didalam hidupnya.
Pertama saat dirinya mengetahui kondisi suami yang telah positif HIV. Kedua saat
dirinya dinyatakan positif HIV oleh dokter. Perasaan S3 saat itu adalah sedih,
kesal dan tidak percaya. S3 mulai bangkit dari keterpurukan setelah menyadari
bahwa saat itu dirinya sedang mengandung. Selain itu dukungan dan semangat
13

dari ibu membuat S3 bertahan. Seiring berjalannya waktu S3 menyadari bahwa
keadaannya saat ini adalah bentuk kasih sayang Allah SWT kepada dirinya. S3
menganggap bahwa keadaan dirinya saat ini memiliki hikmah dan kebaikan bagi
dirinya sendiri dan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Aidina, W. (2013). Hubungan Penerimaan Diri dengan Optimisme Menghadapi
Masa Depan Pada Remaja di Panti Asuhan. [Skripsi]. Banda Aceh.
Universitas Syiah Kuala.

APA (American Psychology Association). (2010). Publication Manual of The
American Psychological Association (6th edition). Washington, DC:
American Psychological Association

Bjorklund, B. R & Bee, H. L. (2009). The Journey of Adulthood sixth edition.
New Jersey: Pearson Education Prentice Hall

Buku Panduan Penulisan Skripsi. (2012). Banda Aceh: Program Studi Psikologi
Universitas Syiah Kuala

Chairani, L. & Subandi, M.A. (2010). Psikologi Santri Penghafal Al-Quran:
Peranan Regulasi Diri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Collein, I. (2010). Makna Spiritualitas pada pasien HIV/AIDS dalam konteks
asuhan keperawatan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
[Thesis]. Depok: Universitas Indonesia

Cotton, S., Puchalski, C.M., Sherman, S.N. (2006). Spirituality and religion in
patients with HIV/AIDS. Diakses pada tanggal 04 Desember 2013
melalui www.ncbi.nlm.nih.gov.

Demartoto, A. (2010). ODHA, Masalah Sosial dan Pemecahannya. Semarang:
Pusat Penelitian Kependudukan UNS

Elkins, D.N., Hedstrom, L.J., Hughes, L.L., Leaf, J.A., Sauders, C. (1988).
Toward A Humanistic-Phenomenological Spirituality; Definition,
Description and Measurement. Journal of Humanistic Psychology.

Gilbert, P, Mary E. C., & Vicky N. (2007). Spirituality, values and mental health :
Jewels for the journey. USA: Library of Congress Catalog in Publication
Data.

Hati, R. T. (2008). Spiritualitas Pada Penderita Lupus. [Skripsi]. Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia

14

Ironson, G. Struetzle, R. & Fletcher, M.A. (2006). Increase in
Religiousness/Spirituality Occurs After HIV Diagnosis and Predicts
Slower disease Progression over 4 Years in People with HIV. Diakses
pada tanggal 04 Desember 2013 melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov/.
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). (2012). Kasus HIV di Aceh Meningkat.
Diakses pada tanggal 04 Desember 2012 melalui
http://atjehlink.com/kasus-hivaids-di-aceh-meningkat/

NAD Support Group (NSG). (2013). Data jumlah kasus HIV/AIDS Provinsi Aceh
dari tahun 2004 s/d September 2013. Banda Aceh
Poerwandari, E.K. (2009). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.
Jakarta: Universitas Indonesia
Potter, P.A & Perry, A.G. (2005). Fundamentals of nursing: Concepts, process
and practice. (6
th
ed). Philadelphia. Mosby

Rajab, K. (2012). Psikologi Agama. Yogyakarta : Aswaja Pressindo
Schreurs, A. (2002). Psychotherapy and spirituality : integrating the spiritual
dimension into theraputic practice. London : Jessica Kingsley Publisher
Souraya, C.A. (2013). Kesejahteraan Psikologis pada Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA) di Provinsi Aceh. [Skripsi]. Aceh : Universitas Syiah Kuala
Subandi, M.A. (2009). Psikologi Dzikir: Studi Fenomenologi Pengalaman
Transformasi Religius. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati. (2009). Ilmu Penyakit Dalam jilid
III. edisi V. Jakarta: Internal Publishing

Taylor, C., Lilis, C., & Lemone, P. (1997). Fundamental of Nursing: The Art and
Science of Nursing care. 3rd edition. Philadelphia. Lipincott
Tischler, L. (2002). Linking Emotional Intelligence, Spirituality and Workplace
Performance : Definitions, Models and ideas for Research. Journal of
Managerial Psychology. 17. 3. 203
United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS). (2004). Data analysis.
Diakses pada tanggal 21 Mei 2013 melalui http://www.unaids.org

United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS). (2008). Fast facts
about HIV . Diakses pada tanggal 27 November 2012 melalui
http://unaids.com

University of Toronto. (2010). The Quality of Live Model. Diakses pada tanggal
23 Februari 2013 melalui http://www.utoronto ca/qol/concepts

15

Wood, T. E & Ironson, G. H. (1999). Religion and Spirituality in the Face of
Illness: How Cancer, cardiac ann HIV Patients Describe Their
Spirituality/Religiosity. Journal of Health Psychology. Vol 4, 393-412

DATA DIRI PENELITI
Nama : Rena Irmayani
T.T.L : Banda Aceh, 07 Januari 1991
Pendidikan : S-1 (Strata Satu) Psikologi
Fakultas : Kedokteran, Universitas Syiah Kuala
Agama : Islam
Email : reenayani1507@ymail.com
Nomor Ponsel : 085371966820
Alamat : Lorong Budaya No. 5, Peurada Utama, Banda Aceh

You might also like