You are on page 1of 15

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR FEMUR

1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Smeltzer & Bare, 2001). Sedangkan Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang terbesar dan terkuat pada tubuh (Brooker, 2001)
2. Etiologi
Smeltzer & Bare (2001) menyebutkan penyebab fraktur adalah dapat dibagi menjadi
tiga yaitu :
a. Cidera Traumatik
Cidera traumatic pada tulang dapat di sebakan oleh :
1) Cedera langsung bearti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara
spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintangdan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung bearti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
dan progesif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai sebagai salah satu proses yang progesif, lambat dan nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan oleh kegagalan absorbs Vitamin D atau oleh karena
asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebakan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

3. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh
darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan
kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-
pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut,
dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari
periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut
callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui
pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang (Smelter &
Bare, 2001).
Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh
terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase hematoma.
Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan
kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling
menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen
patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis
ini kemudianjuga tumbuh sel jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini akan
berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar
tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga tidak
terlihat foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya
ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang.

4. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) antara
lain:
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang
b. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur
c.Ekimosis dari perdarahan subculaneous
d. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan).
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j. Krepitasi

5. Penatalaksanaan Medis
Proses penyembuhan dapat dibantu oleh aliran darah yang baik dan stabilitas ujung
patahan tulang sedangkan tujuan penanganan pada fraktur femur adalah menjaga paha
tetap dalam posisi normalnya dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi.
Adapun prinsip penanganan fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) meliputi :
a. Reduksi fraktur
Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak normal
pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup).
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang
keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Dan apabila diperlukan tindakan bedah (reduksi terbuka) dengan pendekatan bedah
fragmen tulang di reduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi
tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau langsung kerongga sum sum tulang. Alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
b. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau dipertahankan dalam
posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, atau fiksator eksterna. Implant logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur.
c. Fisioterapi dan mobilisasi
Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak mengecil dan setelah
fraktur mulai sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betul betul telah
kembali normal.
d. Analgetik
Diberikan untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat trauma. Nyeri yang timbul dapat
menyebabkan pasien gelisah sampai dengan shock yang biasanya di kenal dengan shock
analgetik.

6. Komplikasi
Adapun komplikasi dari fraktur (Smeltzer & Bare, 2001) yaitu :
a. Komplikasi segera (immediate)
Komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara lain syok neurogenik, kerusakan
organ, kerusakan syaraf, injuri atau perlukaan kulit.

1. Early Complication
Dapat terjadi seperti : osteomelitis, emboli, nekrosis, dan syndrome compartemen
2. Late Complication
Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi
sendi, penyembuhan tulang terganggu (malunion)
7. Pemeriksaan diagnostic
Menurut Doenges, Moorhouse & Geissler (1999) pemeriksaan diagnostic pada pasien
fraktur adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan sinar-X untuk membuktikan fraktur tulang
2. Scan tulang untuk membuktikan adanya fraktur stress.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan
yang komprehensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan yang tepat adalah melalui
proses perawatan yang dimulai dari pengkajian yang diambil adalah merupakan respon
klien, baik respon biopsikososial maupun spiritual, kemudian ditetapkan suatu rencana
tindakan perawatan untuk menuntun tindakan perawatan. Dan untuk menilai keadaan klien,
diperlukan suatu evaluasi yang merujuk pada tujuan rencana keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan keperawatan pengkajian harus
memperhatikan data-data pasien. Informasi yang didapat dari pasien (data primer), data
yang di dapat dari orang lain keluarga dan orang terdekat (data skunder), catatan kesehatan
lain, informasi atau laporan labotarium, tes diagnostic, anggota tim kesehatan merupakan
pengkajian data dasar (Hidayat, 2001)
Pengkajian pasien fraktur menurut Doenges, et al (1999) meliputi:
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera
atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda : hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas)
atau hipotensi di karenakan kehilangan darah, takikardia (respon stress, hipovolemia),
penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler yang lambat,
pucat pada bagian yang terkena.
c. Neurosensori
1) Gejala : hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, kebas atau kesemutan (parastesis)
2) Tanda : Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot terlihat kelemahan/hilang fungsi, agitasi mungkin berhubungan
dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang dapat berkurang pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf, spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e. Integritas ego
1) Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, factor-faktor stres multiple, misalnya
masalah financial
2) Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang, stimulasi simpatis
f. Keamanan
1) Gejala : alergi/sensitivitas terhadap obat, makanan, plester, dan larutan, defisiensi imun
(peningkatan resiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan), munnculnya kanker,
riwayat keluarga tentang hipertermi malignant/reaksi anastesi dan riwayat transfuse darah
atau reaksi transfuse
2) Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam
g. Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi batuk yang kronis, merokok
h. Makanan
Gejala: insufisiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia atau ketoasidosis,
malnutrisi termasuk obesitas), membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukan
atau periode puasa pra operasi)
i. Penyuluhan
Gejala : lingkungan cidera, aktivitas perawatan diri, dan perawatan dirumah.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentyang
masalah pasien dan perkembangannya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan
keperawatan (Zaidin, 2001).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur menurut Doenges
et al (1999) meliputi :
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi, penurunan
sensasi di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor kulit buruk, terdapat jaringan
nekrotis.
c. Gangguan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tekanan, prosedur
invasive dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ mengingat, salah interpretasi informasi.
f. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan itegritas tulang (fraktur)
g. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus.
h. Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli
lemak.
3. Perencanaan/Intervensi
Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang di laksanakan
untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnose keperawatan yang telah di tentukan
dengan tujuan terpenuhi kebutuhan klien (Zaidin, 2001).
Intervensi keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur menurut Doenges et
al (1999) meliputi :
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas.
1) Tujuan :
Nyeri dapat berkurang atau hilang
2) Kriteria hasil :
a) Pasien tampak tenang
b) Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
3) Intervensi
a) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.
b) Kaji tingkat intesitas, skala nyeri (0-10) dan frekuensi nyeri menunjukkan skala nyeri.
c) Pertahahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.
Rasional: menghilangkan nyeri dan mengurangi kesalahan posisi tulang jaringan yang
cedera.
d) Jelaskan prosedur sebelum memulai setiap tindakan.
Rasional : memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk setiap aktifitas, juga
berpartisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
e) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera.
Rasional : membantu untuk menghilangkan ansietas.

f) Lakukan dan awasi dalam latihan gerak aktif atau pasif.
Rasional : mempertahankan kekuatan otot yang sakit dan mempermudahkan dalam
resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.
g) Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, perubahan posisi.
Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan local dan kelelahan
otot.
h) Dorong pasien dalam menggunakan teknik manajemen stress, seperti relaksasi napas
dalam, imajinasi visualisasidan sentuhan terapeutik.
Rasioanal : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat
meningkatkan kempuan koping dalam mananjemen nyeri.
i) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : merupakan tindakan dependent perawatan, dimana analgesic berfungsi untuk
memblok stimulus nyeri.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi, penurunan
sensasi dibuktikan oleh terdapatnyaluka/ulserasi, turgor kulit buruk, terdapat jaringan
nekrotis.
1) Tujuan :
Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2) Kriteria hasil :
a) Menyatakan ketidaknyaman hilang
b) Menunjukkan prilaku untuk mencegah kerusakan kulit dan memudahkan
penyembuhansesuai indikasi.
3) Intervensi
a) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan perubahan warna.
Rasioanal : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin
disebabkan oleh alat.
b) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan
tindakan yang tepat.
c) Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses
peradangan
d) Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic, balut luka dengan kasa yang kering dan
gunakan plester kertas.
Rasional : teknik aseptic membantu dalam penyembuhan luka dan menncegah terjadinya
infeksi.
e) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindak lanjut misalnya debridement
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar pada area kulit
yang normal lainnya.
c. Gangguann mobilitas fisik nyeri/ketidaknyamanan kerusakan musculoskeletal, terapi
pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatan.
1) Tujuan :
Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
2) Kriteria hasil
a) Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi
b) Meningkatkan fungsi yang sakit
c) Melakukan pergerakan dan perpindahan
3) Intervensi
a) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan
Rasional : mengidentifikasi masalah dan mempermudahkan intervensi
b) Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan nafas dalam
Rasional : mencegah insiden komplikasi kulit atau pernafasan.
c) Ajarkan dan pantau pasien dalam penggunaan alat bantu
Rasional : menilai batasan kemampuan klien dalam melakukan aktivitas optimal.
d) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan kekuatan dan ketahanann otot.

e) Kolaborasi dengan ahli terapi
Rasional : sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan
mobilitas pasien.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan
sirkulasi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
1) Tujuan
Resiko infeksi tidak menjadi actual
2) Kriteria hasil
a) Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus, kemerahan, bengkak, demam dan nyeri.
b) Luka bersih, tidak lembab dan tidak kotor
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleran.
3) Intervensi
a) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu meningkat.
b) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
Rasional : mencegah kontaminasi silang
c) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse, kateter dan drainase luka.
Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi nasokomial.
d) Infeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan
Rasional : untuk mengetahui adanya infeksi
e) Kaji tonus otot, reflex tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional : kekauan otot, spasme tonik otot rahang dan difagia menunjukkan terjadinya
tetanus.
f) Observasi luka untuk pembentukan krepitasi dan perubahan warna kulit.
Rasional : tanda perkiraan infeksi
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan atau mengingat dan salah interpretasi
informasi.
1) Tujuan :
Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
2) Kriteria hasil :
a) Melakukan prosedur yang dilakukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
b) Memulai perubahan gaya hidup yang di perlukan dan ikut serta dalam perawatan.
3) Intervensi :
a) Kaji tingkat kemampuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga
tentang penyakitnya.
b) Berikan penjelasan pada pada pasien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang
Rasional : dengan mengetahui penyakitnya dan kondisinya sekarang klien dan keluarganya
merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanannya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d) Berikan penjelasan pada pasien tentang perawatan luka
Rasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran pasien tentang perawatan luka.
e) Minta keluarga kembali mengulangi materi yang telah diberikan.
Rasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran bagi pasien tentang perawatan luka.
f. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
1) Tujuan :
Resiko tinggi trauma tidak menjadi actual
2) Kriteria hasil :
a) Mempertahankan stabilisasi dari posisi fraktur
b) Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilisasi pada farktur
c) Menunjukkan pembentukan kalus mulai penyatuan fraktur dengan tepat
3) Intervensi
a) Pertahankan tirah baring /ekstermitas sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi.
b) Letakkan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik.
Rasional : tempat tidur lembut atau lentur dapat membuat deformasi gips yang masih
basah.
c) Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan tahanan posisi netral pada
bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan trokanter dan papan kaki
Rasional : mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari
bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering.
d) Tugaskan petugas yang cukup untuk membalik pasien hindari penggunaan papan abduksi
untuk membalik pasien dengan gips.
Rasional : gips panggul atau multiple dapat membuat berat dan tidak praktis secara
ekstrem. Kegagalan untuk menyokong ektremitas yang di gips dapat menyebabkan gips
patah.
e) Evaluasi pembebat ekstermitas terhadap resolusi edema.
Rasional : pembebat koaptasi (contoh jepitan jones sugar) mungkin diberikan untuk
memberikan imobilisasi fraktur dimana pembengkakan jaringan berlebihan. Seiring dengan
berkurangnya edema, penilaian kembali pembebat atau penggunaan gips plaster mungkin
diperlukan untuk mempertahankan kesejajaran fraktur
f) Pertahankan posisi atau integritas traksi
Rasional : traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi
tegangan otot/pemendekan untuk memudahkan posisi/penyatuan. Traksi tulang
memungkinkan penggunaan berat lebih besar untuk pemeriksaan traksi daripada digunakan
untuk jaringan kulit.
g) Yakinkan bahwa semua klem berfungsi. Minyaki control dan periksa tali terhadap
tegangan. Amankan dan tutup ikatan dengan plester perekat.
Rasional : yakinkan bahwa susunan traksi berfungsi dengan tepat untuk menghindari
interupsi penyambungan traksi.
h) Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi.
Rasional : mempertahankan integritas tarikan traksi.
i) Kolaborasi untuk kaji ulang foto/evaluasi
Rasional : memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses penyembuhan
untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan perubahan/tambahan terapi.
g. Resiko tinggi terhadap neurovaskuler perifer berhubungan dengan peniruan aliran darah,
cedera vaskuler langsung, edema berlebihan dan pembentukan thrombus.
1) Tujuan :
Resiko tinggi terhadap neurovaskuler tidak menjadi actual
2) Kriteria hasil :
Mempertahankan perfusi jaringan di buktikan oleh terabanya nadi, kulit hangat/kering,
sensasi biasa, sensasi normal, tanda-tanda vital stabildan haluaran urin adekuat untuk
situasi individu.
3) Intervensi
a) Lepaskan perhiasaan dari ekstremitass yang sakit
Rasional : dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
b) Evaluasi adanya/kualitas nadi periver distal terhadap cedera melalui palpasi. Bandingkan
dengan ekstremitas yang sakit.
Rasional : penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskulerdan perlunya
evaluasi medic segera terhadap status sirkulasi.
c) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan pada fraktur
Rasional : kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih menunjukkan
gangguan arterial sianosis diduga ada gangguan vena.
d) Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan adanya perubahan fungsi motor/sensori.
Minta pasien untuk melokalisasi nyeri/ketidaknyaman.
Rasional : gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/penyebaran nyeri terjadi bila
sirkulasi pada syaraf tidak adekuat/syaraf rusak.
e) Tes sensasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara ibu jari pertama dan
kedua, dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu jari bila diindikasikan.
Rasional : panjang dan posisi syaraf perineal meningkatkan resiko cedera pada fraktur
kaki, edema atau sindrom kompartemen atau malposisi alat traksi
f) Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar atau tertekan. Sedikit keluhan rasa
terbakar dibawah gips.
Rasional : factor ini di sebabkan atau mengindikasikan tekanan jaringan atau iskemia,
menimbulkan kerusakan atau nekrotik
g) Pertahankan peningkatkan ekstremitas yang cedera kecuali di kontraidikasikan dengan
menyakinkan adanya sindrom kompartemen
Rasional : meningkatkan drainese vena/menurunkan edema
h) Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba
Rasional : dislokasi fraktur sendi (terutama lutut) dapat merusak arteri yang berdekatan,
dengan akibat hilangnya aliran darah kedistal.
i) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit dingin,
perubahan mental.
Rasional : ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi system perfusi jaringan
j) Kolaborasi berikan kompres es di sekitar fraktur sesuai indikasi
Rasional : menurunkan edema/pembentukan hematoma, yang dapat mengganggu sirkulasi
h. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran
darah emboli lemak
1) Tujuan :
Tidak terjadi/menjadi actual terhadap kerusakan pertukaran gas.
2) Kriteria hasil :
Mempertahankan pernafasan adekuat, dibuktikan oleh tidak adanya dispnea/sianosis,
frekuensi pernafasan dan GDA dalam batas normal
3) Intervensi
a. Awasi frekuensi pernafasan dan upanya. Perhatikan stridor dan penggunaan otot bantu
serta terjadinya sianosis sentral.
Rasional : takipnea, dispnea dan perubahan dan mungkin hanya indicator terjadinya emboli
paru pada tahap awal. Masih adanya tanda/gejala menunjukkan distress pernafasan
luas/cenderung kegagalan.
b. Auskultrasi bunyi nafas perhatikan terjadinya ketidaksamaan.
Rasional : perubahan dalam bunyi advestisius menunjukkan terjadinya komplikasi
pernafasan.
c. Atasi jaringan cedera/tulang dengan lembut, khususnya dalam beberapa hari pertama.
Rasional : ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak yang erat berhubungan dengan
fraktur
d. Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk, reposisi dengan sering.
Rasional : meningkatkan drainase secret dan menurunkan kongesti pada paru.
e. Perhatikan peningkatan kegelisahan, letargi, stupor dan kacau.
Rasional : gangguan pertukaran gas/ adanya emboli pada paru dapat menyebabkan
penyimpangan pada tingkat kesadaran pasien seperti terjadinya hipoksemia/asidosis.
f. Observasi sputum untuk tanda adanya darah
Rasional : hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru
g. Inspeksi kulit untuk adanya petekie diatas garis putting pada aksila, meluas pada
abdomen/tubuh dan mukosa mulut.
Rasional : ini adalah karakteristik paling sering dari tanda emboli lemak yang tampak dalm
2-3 hari setelah cedera.
h. Kolaborasi bantu dalam spirometri insertif
Rasional : memaksimalkan ventilasi/oksigen dan meminimalkan atelektasis.
4. Penatalaksanaan/Implementasi
Pelaksanaan adalah pelaksanaan tindakan yang harus di laksanakan berdasarkan
diagnosis perawat. Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan oleh sebagian
perawat, perawat secara mandiri atau bekerja sama dengan dengan tim kesehatan luar.
Dalam hal ini perawat adalah pelaksana asuhan keperawatan yaitu memberikan pelayanan
keperawatan dengan tindakan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan
(Zaidin, 2001)
Tujuan dari pelaksanan membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Implementasi yang muncul pada pasien fraktur
menurut Doenges et al (1999) meliputi :
a. Menghilangkan nyeri
b. Mempertahankan integritas kulit
c. Mempertahankan mobilitas fisik
d. Menghilangkan infeksi karena potensial atau gangguan actual
e. Meningkatkan pengetahuan tentang prognosis dan pengobatan
f. Menghilangkan trauma karena potensial atau gangguan actual
g. Mempertahankan fungsi neurovaskuler perifer
h. Menghilangkan kerusakan gas karena potensial atau actual
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir akhir dari proses keperawatan, evaluasi menyediakan
nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan
perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan (Hidayat, 2001)
Terdapat dua macam evaluasi yaitu evaluasi formatif (proses) yang menyatakan
evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intevensi dengan respon segera dan
evaluasi sumatif (hasil) yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status
pasien pada waktu tertentu (Hidayat, 2001)
Terdapat tiga kemungkinan hasil evaluasi (Zaidin, 2001) :
a. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukkan perbaikan atau kemajuan sesuai criteria
yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan ini tidak tercapai secara maksimal, sehingga perlu
dicari penyebabnya dan cara mengatasinya.
c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukkan kemajuan sama sekali bahkan
timbul masalah baru.
Evaluasi keperawatan untuk pasien fraktur merujuk pada evaluasi secara umum
menurut Doenges et al (1999) meliputi :
a. Pasien menghadapi situasi yang ada secara realities
b. Cedera dicegah
c. Komplikasi di cegah atau diminimalkan
d. Rasa sakit dihilangkan atau dikontrol
e. Luka sembuh atau fungsi organ berkembang kea rah normal
f. Proses penyakit atau prosedur pembedahan, prognosis dan regimen terapeutik dipahami.
6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik keperawatan yaitu
sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan
tentang bukti bagi individu yang berwenang. Dokumentasi keperawatan juga
mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga layanan yang
diberikan untuk perawatan klien (Potter & Perry, 2005).
Format dukumentasi keperawatan:
a. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi keperawatan merupakan cara menggunakan dokumentasi
keperawatan dalam penerapan proses keperawatan. Ada tiga teknik dokumentasi yang
sering digunakan:
1) SOR (Source Oriented Record)
Teknik dokumentasi yang dibuat oleh setiap anggota tim kesehatan.Dalam
melaksanakan tindakan mereka tidak tergantung dengan tim lainnya. Catatan ini cocok
untuk pasien rawat inap.
2) Kardex
Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan membuat data penting
tentang klien dengan menggunakan ringkasan problem dan terapi klien yang digunakan
pada pasien rawat jalan.
3) POR (Problem Oriented Record)
POR merupakan teknik efektif untuk mendokumentasikan system pelayanan
keperawatan yang berorientasi pada masalah klien. Teknik ini dapat digunakan untuk
mengaplikasikan pendekatan pemecahan masalah, mengarahkan ide pemikiran anggota tim
mengenai problem klien secara jelas.
b. Format Dokumentasi
Aziz Alimul (2001) mengemukakan ada lima bentuk format yang lazim digunakan:
1) Format naratif
Format yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien dari hari ke hari dalam bentuk
narasi.
2) Format Soapier
Format ini dapat digunakan pada catatan medic yang berorientasi pada masalah (problem
oriented medical record) yang mencerminkan masalah yang di identifikasi oleh semua
anggota tim perawat. Format soapier terdiri dari:
a) S = Data Subjektif
Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri oleh pasien.

b) O = Data Objektif
Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnose keperawatan meliputi
data fisiologis dan informasi dari pemeriksaan. Data info dapat diperoleh melalui
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostic laboratorium.
c) A = Pengkajian (Assesment)
Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.
d) P = Perencanaan
Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan dating dari intervensi tindakan untuk
mencapai status kesehatan optimal.
e) I = Intervensi
Tindakan yang dilakukan oleh perawat.
f) E = Evaluasi
Merupakan analisis respon pasien terhadap intervensi yang diberikan.
g) R = Revisi
Data pasien yang mengalami perubahan berdasarkan adanya respon pasien terhadap
tindakan keperawatan merupakan acuan perawat dalam melakukan revisi atau modifikasi
rencana asuhan kepeawatan.
3) Format fokus/DAR
Semua masalah pasien diidentifikasi dalam catatan keperawatan dan terlihat pada
rencana keperawatan. Kolom focus dapat berisi : masalah pasien (data), tindakan (action)
dan respon (R)
4) Format DAE
Sistem dokumentasi dengan konstruksi data tindakan dan evaluasi dimana setiap
diagnose keperawatan diidentifikasi dalam catatan perawatan, terkait pada rencana
keprawatan atau setiap daftar masalah dari setiap catatan perawat dengan suau diagnosa
keperawatan.
5) Catatan perkembangan ringkas
Dalam menuliskan catatan perkembangan diperlukan beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain adanya perubahan kondisi pasien, berkembangnya masalah baru,
pemecahan masalah lama, respon pasien terhadap tindakan, kesediaan pasien terhadap
tindakan, kesediaan pasien untuk belajar, perubahan rencana keperawatan, adanya
abnormalitas atau kejadian yang tidak diharapkan (Harnawatiaj, 2008).


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. H. (2001). Dasar-dasar keperawatan professional. Jakarta : Widya Medika.

Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta:
EGC.

Harnawatiaj. (2008). Format Dokumentasi Keperawatan (http://harnawatiaj.wordpress.com//) di
akses 16 Juli 2010.

Hidayat, A. A. (2002). Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta : Media Aesculapius.

Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika.

Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1.
Jakarta: EGC

Smeltzer, Susanne C. (2001). Brunner & suddarths Textbook of Medical Surgical Nursing. 8/E.
Agung waluyo (et. al) (penerjemah)

(http://dokterkecil.wordpress.com/2009/08/07/fraktur-terbuka-femur-suprakondiler-dan-
interkondiler-intraartikuler) di akses tanggal 16 juli 2010
www6.bbsmart.us

You might also like