Professional Documents
Culture Documents
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyediaan pelayanan yang bermutu merupakan tantangan paling serius
yang dihadapi rumah sakit saat ini sebagai penyedia jasa yang semakin
kompetetif. Kotler dan Keller (2006) dalam Killa (2009) menyatakan bahwa
kualitas layanan yang diberikan penyedia jasa akan selalu diuji pada setiap
kali pertemuan konsumen dengan layanan yang ditawarkan. Gerakan revolusi
mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan yang
tidak boleh dibaikan jika suatu lembaga ingin hidup dan berkembang.
Gerakan tersebut bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu
produk secara berkesinambungan untuk kepentingan konstituen (stakeholder).
Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat tentang
pentingnya kualitas maka diperlukan peningkatan mutu pelayanan kesehatan
yang berorientasi pada kepuasan pasien, yang berarti berusaha memberikan
pelayanan yang terbaik dan mengevaluasinya berdasarkan kacamata pasien.
Pasien yang masuk ke rumah sakit dengan serangkaian harapan dan
keinginan, bila kenyataan pengalaman selama mendapatkan pelayanan yang
diharapkan akan menimbulkan kepuasan dan menimbulkan suatu loyalitas
pelanggan yang memungkinkan mereka mempengaruhi calon konsumen baru,
sebaliknya bila pengalaman mereka lebih rendah daripada yang mereka
harapkan maka akan menimbulkan ketidakpuasan (Suryawati, 2004).
2
2
Dalam pelayanan rumah sakit, peran perawat dalam mewujudkan
kepuasan pasien sangat penting. Hal ini didasarkan karena perawat
merupakan komponen SDM terbesar di rumah sakit, memberikan layanan
terdepan dan terlama interaksinya dengan pasien yaitu 24 jam dalam sehari.
Dalam memberikan pelayanan perawat mengacu pada instrumen proses
keperawatan. Proses keperawatan merupakan suatu proses pendekatan ilmiah,
yang terdiri dari serangkaian kegiatan dimulai dari pengkajian, menetapkan
diagnosis, menyusun rencana pemecahan masalah, implementasi dan evaluasi
(Nusalam, 2011).
Pasien dan keluarga mengharapkan layanan perawat yang ramah serta
didukung oleh sikap menaruh minat dan tampilan yang baik sehingga
membuat pasien dan keluarganya merasa tenang, aman dan nyaman di rumah
sakit. Pada kenyataannya masih banyak keluhan yang disampaikan pasien dan
keluarganya yang merasa kurang puas terhadap pelayanan perawat. Perawat
sering dianggap lamban dan bertindak, kurang reponsif, kurang perhatian,
tidak ramah dan kurang memberikan informasi (Nurachmah,2007). Kondisi
yang sama juga ditemui di RSUD Andi Djemm Masamba khususnya di ruang
Teratai (ruang perawatan interna dan bedah) dimana hasil wawancara dengan
beberapa pasien rawat inap sebagian masih mengeluhkan perawat yang jarang
menyediakan waktu untuk mendengarkan keluhan pasien, kurang cekatan dan
kurang responsif dalam menangani keluhan pasien, perawat terkesan kurang
mampu memberikan informasi perkembangan pasien, sering kali penggantian
cairan infus dan obat injeksi dilakukan bila diingatkan oleh keluarga pasien
3
3
dan masih terdapat perawat yang kurang komunikasi saat melakukan
tindakan.
Secara umum mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit pemerintah
belum optimal hal ini sesuai dengan pendapat yang sama dikemukakan oleh
Nurachmah (2007) bahwa saat ini pelayanan keperawatan yang diberikan
belum optimal dan profesional, dimana asuhan keperawatan yang diberikan
kepada klien belum komprehensif, terpilah-pilah dan berorientasi pada tugas
bukan berorientasi kepada kebutuhan klien yaitu pasien, keluarga dan
masyarakat.
Upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan di RSUD Andi
Djemma Masamba selayaknya tidak hanya berasal sudut pandang internal
tetapi juga mempertibangkan dari sudut kecamata pasien saja. Hal ini sesuai
dengan pendapat Parasuraman (1990) dalam Tjiptono (2011) yang
menyatakan untuk mengukur mutu berasal dari persepsi pasien karena fokus
kepuasannya adalah terletak pada status kesehatan pasien. Beberapa
penelitian telah mencoba menghubungkan mutu pelayanan dengan kepuasan
pasien, demikian juga pendapat beberapa ahli yang menyatakan pentingnya
melibatkan konsumen dalam penilaian mutu.
Nurcaya (2007) melakukan analisis kualitas pelayanan rumah sakit di
Bali dengan pendekatan metode SERVQUAL yang memfokuskan pada gap
kelima, menemukan adanya kesenjangan antara kualitas pelayanan yang
diberikan dengan yang diharapkan pasien. Idrus (2003), yang melakukan
analisis dimensi kualitas yang mempengaruhi kepuasan pasien berdasarkan
4
4
persepsi pasien pada RS Muhammadyah Jawa Timur, dengan pendekatan
metode SERVQUAL menemukan empat dimensi kualitas yang berpengaruh
tingkat kepuasan pasien yaitu performance, empathy, responsiveness, dan
assurance. Dalam penelitiannya juga menemukan tidak ada beda tingkat
kepuasan antara pasien yang datang sendiri dengan pasien rujukan dokter.
Penelitian yang sama dilakukan Azizah, dkk (2007) yang melakukan analisis
kualitas pelayanan RSUD Wonogiri dengan menggunakan metode Fuzzy-
Servqual, menemukan dimensi yang paling tidak memuaskan adalah dimensi
tagibles, yang paling memuaskan adalah dimensi empathy dan secara
keseluruhan kualitas pelayanan di RSUD Wonogiri masih rendah. Poniman
(2009) yang menganalisis pengaruh dimensi pelayanan terhadap kepuasan
pasien RS Nirmala Suri kabupaten Sukoharjo dengan pendekatan metode
SERVQUAL menemukan dimensi reliability, empathy pengaruhnya negatif
sedangkan dimensi responsiveness, assurance, tangibles pengaruhnya positif
terhadap kepuasan pasien.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menelesuri lebih lanjut
tentang tingkat kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan keperawatan di
ruang perawatan Teratai RSUD Andi Djemma Masamba Kabupaten Luwu
Utara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah : bagaimanakah tingkat kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan
5
5
keperawatan di ruang perawatan Teratai RSUD Andi Djemma Masamba
Kabupaten Luwu Utara tahun 2013?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien ditinjau dari dimensi
mutu pelayanan keperawatan di ruang perawatan Teratai Teratai RSUD
Andi Djemma Masamba Kabupaten Luwu Utara tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya tingkat kepuasan pasien berdasarkan dimensi tangibles
pelayanan keperawatan di ruang perawatan Teratai RSUD Andi
Djemma Masamba Kabupaten Luwu Utara tahun 2013.
b. Diketahuinya tingkat kepuasan pasien berdasarkan dimensi reliability
pelayanan keperawatan di ruang perawatan Teratai RSUD Andi
Djemma Masamba Kabupaten Luwu Utara tahun 2013
c. Diketahuinya tingkat kepuasan pasien berdasarkan dimensi
responsiveness pelayanan keperawatan di ruang perawatan Teratai
RSUD Andi Djemma Masamba Kabupaten Luwu Utara tahun 2013.
d. Diketahuinya tingkat kepuasan pasien berdasarkan dimensi assurance
pelayanan keperawatan di ruang perawatan Teratai RSUD Andi
Djemma Masamba Kabupaten Luwu Utara tahun 2013.
e. Diketahuinya tingkat kepuasan pasien berdasarkan dimensi empaty
pelayanan keperawatan di ruang perawatan Teratai RSUD Andi
Djemma Masamba Kabupaten Luwu Utara tahun 2013.
6
6
D. Manfaat Penelitian
1. Institusi pendidikan keperawatan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dan sebagai kontribusi
ilmiah bidang pelayanan keperawatan.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan memberikan konstribusi dalam rangka menentukan kebijakan
peningkatan mutu pelayanan keperawatan sehingga kepuasan pasien dapat
lebih optimal.
3. Bagi Perawat
Diharapkan sebagai sumber informasi konstribusi perawat dalam
meningkatkan kepuasan pasien.
4. Bagi peneliti
Memberikan pengalaman berharga bagi penulis dalam melakukan
penelitian dan dapat memberikan informasi bagi peneliti lain yang
berminat melanjutkan hasil penelitian ini.
7
7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Mutu Pelayanan keperawatan
a. Konsep Mutu Pelayanan
1) Defenisi Mutu
Departemen Kesehatan (2007) mengemukan mutu adalah
suatu derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan
kesehatan yang sesuai standar profesi, sumberdaya yang tersedia
di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan
secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika hukum dan sosio
budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan
pemerintah dan masyarakat konsumen.
Dari berbagai defenisi dan interpretasi tentang mutu atau
kualitas yang paling banyak diacu seperti yang dikutip oleh
Azwar (2000) adalah :
a) Menurut Crosby (1989), mutu adalah pemenuhan terhadap
standar (quality is compliance with standard)
b) Menurut Juran (1988) mutu adalah pemenuhan terhadap
kepuasan konsumen (quality is fitness for user, quality is
costumer satisfaction)
8
8
Berdasarkan pendapat Crosby, pemenuhan terhadap standar
berarti terdapat beberapa tolok ukur yang ditetapkan yang harus
dipenuhi. Standar yang ditetapkan untuk menjamin tercapainya
tujuan yang akan dicapai. Standar tersebut merupakan indikator
tertentu yang harus dipenuhi sehingga dapat menjadi pedman
untuk mengevaluasi kualitas. Sedangkan pendapat Juran,
pemenuhan terhadap kepuasan konsumen merupakan tolok ukur
dari kualitas, bahwa kepuasan konsumen dapat dicapai apabila
harapannya terpenuhi.
2) Dimensi Mutu Pelayanan
Dimensi mutu dalam pelayanan yang paling banyak diacu
dalam penelitian pelayanan keperawatan adalah dimensi Servqual
Parasuraman 1990 dalam Tjiptono (2011), yaitu :
a) Tangible (wujud fisik)
Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan
langsung oleh pasien yang meliputi fasilitas fisik, peralatan,
dan penampilan staf keperawatan. Sehingga dalam pelayanan
keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui :
kebersihan, kerapian, dan kenyamanan ruang perawatan;
penataaan ruang perawatan; kelengkapan, kesiapan dan
kebersihan peralatan perawatan yang digunakan; dan kerapian
serta kebersihan penampilan perawat.
9
9
b) Reliability (keandalan)
Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan
kemampuan untuk memberikan pelayanan keperawatan yang
tepat dan dapat dipercaya, dimana dapat dipercaya dalam hal
ini didefinisikan sebagai pelayanan keperawatan yang
konsisten. Oleh karena itu, penjabaran keandalan dalam
pelayanan keperawatan adalah : prosedur penerimaan pasien
yang cepat dan tepat; pemberian perawatan yang cepat dan
tepat; jadwal pelayanan perawatan dijalankan dengan tepat dan
konsisten (pemberian makan, obat, istirahat, dan lain-lain); dan
prosedur perawatan tidak berbelat belit.
c) Responsiveness (ketanggapan)
Perawat yang tanggap adalah yang bersedia atau mau
membantu pasien dan memberikan pelayanan yang
cepat/tanggap. Ketanggapan juga didasarkan pada persepsi
pasien sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar
pasien merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh
karena itu ketanggapan dalam pelayanan keperawatan dapat
dijabarkan sebagai berikut : perawat memberikan informasi
yang jelas dan mudah dimengerti oleh pasien; kesediaan
perawat membantu pasien dalam hal beribadah; kemampuan
perawat untuk cepat tanggap menyelesaikan keluhan pasien;
dan tindakan perawat cepat pada saat pasien membutuhkan.
10
10
d) Assurance (jaminan kepastian)
Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat
menjamin pelayanan keperawatan yang diberikan kepada
pasien berkualitas sehingga pasien menjadi yakin akan
pelayanan keperawatan yang diterimanya. Jaminan kepastian
dalam pelayanan keperawatan ditentukan oleh komponen :
kompetensi, yang berkaitan dengan pengetahuan dan
keterampilan perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan; keramahtamahan yang juga diartikan kesopanan
perawat sebagai aspek dari sikap perawat; dan keamanan, yaitu
jaminan pelayanan yang menyeluruh sampai tuntas sehingga
tidak menimbulkan dampak yang negatif pada pasien dan
menjamin pelayanan yang diberikan kepada pasien aman.
e) Emphaty (empati)
Empati lebih merupakan perhatian dari perawat yang
diberikan kepada pasien secara individual. Sehingga dalam
pelayanan keperawatan, dimensi empati dapat diaplikasikan
melalui cara berikut, yaitu : memberikan perhatian khusus
kepada setiap pasien; perhatian terhadap keluhan pasien dan
keluarganya; perawatan diberikan kepada semua pasien tanpa
memandang status sosial dan lain-lain.
11
11
b. Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan
1) Pengertian
Asuhan keperawatan yang bermutu merupakan asuhan
manusiawi yang diberikan kepada pasien, memenuhi standar dan
kriteria profesi keperawatan, sesuai dengan standar biaya dan
kualitas yang diharapkan rumah sakit serta mampu mencapai
tingkat kepuasan dan memenuhi harapan pasien. Kualitas asuhan
keperawatan sangat dipengaruhi oleh faktor kondisi pasien,
pelayanan keperawatan, sistem manejerial dan kemampuan rumah
sakit melengkapi sarana dan prasarana serta harapan masyarakat
terhadap pelayanan keperawatan (Marquis, 2012).
Menurut Nurachmah (2007) untuk mewujudkan asuhan
keperawatan yang bermutu diperlukan beberapa komponen yang
harus dilaksanakan yaitu : 1) sikap caring, yaitu memberikan
asuhan, memberikan dukungan emosional pada klien, keluarga
secara verbal maupun verbal selama memberikan asuhan
keperawatan. Inti dari caring adalah sejauhman perawat peduli
kepada pasien yang diwujudkan dalam sikap perhatian,
tanggungjawab dan ikhlas. 2) Hubungan perawat-klien yang
terapeutik, merupakan inti dalam pemberian asuhan keperawatan
karena penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat
ditentukan oleh hubungan perawat- pasien. 3) Kolaborasi dengan
tim kesehatan, merupakan hubungan kerjasama dengan tim
12
12
kesehatan dalam pemberian asuhan kesehatan. Elemen penting
dalam penerapan kolaborasi yaitu : a) kerjasama dalam
perencanaan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah,
penetapan sasaran dan tanggung jawab, b) kerjasama secara
koperatif, c) adanya koordinasi dan d) menjalin komunikasi
terbuka. 4) kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pasien,
merupakan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien yang
dilandasi oleh kepedulian, tanggung jawab terhadap pelayanan
yang dilakukan secara iklhas, tulus demi kemanusiaan. 5) kegiatan
penjaminan mutu, merupakan keselarasan antara tindakan actual
dengan kinerja yang ditentukan sebelumnya.
2) Penjaminan mutu pelayanan keperawatan
Proses penilaian mutu pelayanan keperawatan sering
menggunakan standar praktik keperawatan yang merupakan
pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Standar asuhan keperawatan adalah kualitas sempurna dari asuhan
keperawatan yang meliputi beberapa kriteria keefktifan asuhan
yang bisa dievaluasi (Gillies, 2000). Standar asuhan keperawatan
meliputi standar proses yang berhubungan dengan kualitas
implementasi asuhan, standar muatan (content) yang berhubungan
dengan subtansi dari asuhan keperawatan dan standar hasil
(outcome) yaitu perubahan yang diharapkan pada pasien dan
13
13
lingkungan setelah intervensi dilakukan. Marquis (2012)
menjelaskan bahwa standar memiliki karakteristik yang berbeda,
eksis karena otoritas dan harus komunikatif serta harus mampu
mempengaruhi personal yang berada didalamnya.
Tujuan standar asuhan keperawatan (Nursalam, 2011) adalah
untuk meningkatkan kualitas keperawatan, mengurangi biaya
perawatan, menghindari perawat berbuat kelalaian. Oleh sebab itu
profesi harus membuat standar yang objektif untuk memandu
praktisi individu dalam penampilan asuhan yang aman dan efektif.
Standar praktik harus mampu mendefenisikan ruang lingkup dan
dimensi keperawatan profesional.
Standar praktik keperawatan telah disahkan oleh Menkes. RI
dalam SK No. 660/Menkes/SK/IX/1987, Kemudian pada tahun
2006, Dewan Pimpinan Pusat PPNI menyusun standar praktek
keperawatan yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan,
yang meliputi: (1) Pengkajian, (2) Diagnosis keperawatan, (3)
Perencanaan, (4) Implementasi dan (5) Evaluasi.
a) Standar I : Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan
pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan
berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi:
14
14
(1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis,
observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan
penunjang.
(2) Sumber data adalah pasien, keluarga, atau orang yang
terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain.
(3) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk
mengidentifikasi : Status kesehatan pasien masa lalu, status
kesehatan pasien saat ini,status biologis-psikologis-sosial-
spritual, respons terhadap terapi, harapan terhadap tingkat
kesehatan yang optimal dan risiko-risiko tinggi masalah
keperawatan
(4) Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB
(lengkap, akurat, relevan dan baru )
b) Standar II : Diagnosis Keperawatan
Perawat menganalisis data pengkajian untuk
merumuskan diagnosis keperawatan. Kriteria proses diagnosis
keperawatan meliputi :
(1) Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data,
identifikasi masalah pasien, dan perumusan diagnosis
keperawatan.
(2) Diagnosis keperawatan terdiri atas : masalah, penyebab,
dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan
penyebab.
15
15
(3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain
untuk memvalidasi diagnosis keperawatan
(4) Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis
berdasarkan data terbaru.
c) Standar III : Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien.
Kriteria proses perencanaan keperawatan meliputi :
(1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah,
tujuan dan rencana tindakan keperawatan.
(2) Bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana
tindakan keperawatan.
(3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau
kebutuhan pasien.
(4) Mendokumentasi rencana keperawatan.
d) Standar IV : Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah
diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria
proses tindakan implementasi meliputi :
(1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan.
(2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
16
16
(3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi
kesehatan lain
(4) Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan
keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta
membantu memodifikasi lingkungan yang digunakan.
(5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan
keperawatan berdasarkan respons pasien.
e) Standar V : Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap
tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi
data dasar dan perencanaan. Kriteria proses evaluasi
keperawatan meliputi :
(1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi
secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.
(2) Menggunakan data dasar dan respons pasien dalam
mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan.
(3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman
sejawat.
(4) Bekerjasama dengan pasien dan keluarga untuk
memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
(5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi
perencanaan.
17
17
Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan
keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan
deskriftif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, kualitas
struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai, dalam rangka untuk
mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada
pasien (Nursalam, 2011).
Dalam mewujudkan asuhan keperawatan bermutu diperlukan
beberapa komponen yang harus dilaksanakan oleh tim
keperawatan yaitu:
1) Terlihat caring saat memberikan asuhan keperawatan
2) Adanya hubungan perawat-pasien yang terapeutik
3) Kolaborasi dengan tim kesehatan secara terpadu
4) Kemampuan memenuhi kebutuhan pasien
5) Kegiatan jaminan mutu (quality assurance) (Marquis, 2012).
2. Konsep Kepuasan Pasien
a. Pengertian
Dalam konteks teori consumer behavior, kepuasan lebih banyak
didefinisikan dari perspektif pengalaman konsumen setelah
mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Salah satu
definisi menyatakan bahwa kepuasan sebagai persepsi terhadap
produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya (Tjiptono (2011).
Pascope dalam Suryawati (2004) mendefenisikan kepuasan pasien
dari dua sisi yang berbeda (contrast model). Pasien memasuki rumah
18
18
sakit dengan serangkaian harapan dan keinginan. Bila kenyataan
pengalaman selama mendapatkan pelayanan pelayanan kesehatan
lebih baik daripada yang diharapkan maka menimbulkan kepuasan
pasien, sebaliknya bila pengalaman selama memdapatkan pelayanan
di rumah sakit lebih rendah daripada yang mereka harapkan makan
mereka akan merasa tidak puas.
Linder Pelz dalam Suryawati (2004) menyatakan bahwa kepuasan
pasien adalah evaluasi positif dari dimensi pelayanan yang beragam.
Pelayanan yang dievaluasi dapat berupa sebagian kecil dari pelayanan
dari serangkaian pelayanan yang diberikan atau semua jenis pelayanan
yang diberikan untuk menyembuhkan seorang pasien, sampai dengan
sistem pelayanan secara menyeluruh di dalam rumah sakit. Kajian
kepuasan pasien harus dipahami sebagai suatu hal yang sangat banyak
variabel yang mempengaruhinya.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan
tergantung pada adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Semakin besar kesenjangan semakin kecil kepuasan, sebaliknya
semakin kecil kesenjangan makin besar kepuasan. Sehingga kepuasan
pasien adalah wujud suatu pelayanan kesehatan yang memenuhi
kebutuhan dan permintaan pasien. Besarnya harapan pasien akan
menentukan tingkat kepuasan pasien terhadap layanan yang
diterimanya. Kepuasan seorang pasien terhadap pelayanan kesehatan
tidak terlepas dari apa yang diharapkan pasien.
19
19
Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan
pelayanan kesehatan di sini, ukuran kepuasan pasien memakai jasa
pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan
pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan tersebut sebagai
pelayanan kesehatan yang bermutu, apabila penerapan semua
persyaratan pelayanan kesehatan dapat memuaskan pasien.
b. Mengukur kepuasan pasien
Kepuasan pasien merupakan suatu hal yang bersifat subyektif,
sulit diukur, dapat berubah-ubah, serta banyak sekali faktor yang
berpengaruh. Subyektivitasnya dapat berkurang atau menjadi obyektif,
jika cukup banyak orang yang sama pendapatnya terhadap sesuatu hal.
Sehingga, untuk mengkaji kepuasan pasien dipergunakan suatu
instrument penelitian yang cukup valid disertai dengan metode
penelitian yang baik (Suryawati 2004). Kepuasan pasien merupakan
salah satu hal sangat penting dalam meninjau mutu pelayanan suatu
rumah sakit. Menurut Suryawati (2004) ada empat aspek mutu yang
dapat dipergunakan sebagai indikator penilaian mutu pelayanan suatu
rumah sakit, yaitu : 1) penampilan keprofesian yang ada di rumah
sakit (aspek klinis), 2) efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pelayanan berdasarkan pemakaian sumber daya, 3) aspek keselamatan,
keamanan dan kenyamanan pasien, dan 4) aspek kepuasan pasien
yang dilayani.
20
20
Model SERVQUAL (service quality) yang dikembangkan oleh
Zeithalm dan Parasuraman banyak dipakai sebagai landasan konsep
penelitian tentang mutu pelayanan dan kepuasan pasien di banyak
tempat. Model ini menyebutkan bahwa pertanyaan mendasar yang
cukup sensitif untuk mengukur pengalaman konsumen mendapatkan
pelayanan tercakup dalam lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu : 1)
tangibles (wujud nyata), 2) reliability (kehandalan), 3) responsiveness
(ketanggapan atau kepedulian), 4) assurance (jaminan kepastian) dan
5) emphaty (perhatian). Lima dimensi kualitas pelayanan tersebut
merupakan konsep yang kemudian akan dijabarkan kedalam beberapa
variable untuk mengukur tingkat kepuasan.
Menurut model ini terdapat hubungan yang erat antara mutu
pelayanan dengan kepuasan konsumen. Asumsi dasar dari metode ini
adalah mutu pelayanan dapat diukur dengan membandingkan antara
pelayanan yang diharapkan (ekspektasi) dengan kinerja pelayanan.
Kinerja itu sendiri direfleksikan dengan apa yang diterima dan
dirasakan konsumen.
Penilaian kualitas pelayanan adalah sama dengan sikap individu
secara umum terhadap kinerja rumah sakit. Penilaian kualitas
pelayanan adalah tingkat dan arah perbedaan antara persepsi dan
harapan pelanggan. Selisih antara persepsi dan harapan inilah yang
mendasari munculnya konsep gap (perception-expectation gap) dan
digunakan sebagai dasar skala SERVQUAL. Analisis gap merupakan
21
21
konsep dasar dari SERVQUAL. Kelima dimensi kualitas pelayanan
digunakan untuk menganalisis lima gap antara kemampuan
perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan pelayanan yang
diharapkan konsumen. Kelima gap ini dipandang dapat
memengaruhi kualitas pelayanan.
Setianto (2010) berpendapat metode SERVQUAL merupakan alat
ukur yang sangat efektif untuk survei kepuasan konsumen karena
mencakup dimensi-dimensi dari mutu pelayanan. Beberapa peneliti
telah menggunakan SERVQUAL pada organisasi berbeda. Carman
(1990) dalam Setianto (2010) menggunakan SERVQUAL untuk
meneliti kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan di klinik sekolah
gigi, sekolah bisnis dan unit pelayanan akut di rumah sakit.
Kesimpulan dari penelitiannya bahwa metode SERVQUAL dapat
diterapkan pada industri jasa pelayanan kesehatan. Hal ini didukung
penelitian Lee (2007) dalam Setianto (2010) tentang perbandingan
metode SERVPERV dan SERVQUAL yang menghasilkan
kesimpulan bahwa tingkat validitas SERVQUAL lebih tinggi
dibandingkan SERVPERV. Lebih lanjut Lee mengatakan bahwa
SERVQUAL memiliki kemampuan diagnostik yang tinggi dan
memiliki konsep yang sesuai dengan dimensi atau setting sistem
informasi. Dengan demikian pengukuran mutu SERVQUAL dengan
membandingkan persepsi dan ekspektasi konsumen dalam konteks
layanan kesehatan merupakan cara yang paling baik saat ini.
22
22
Rumus Kepuasan Pelanggan berikut (Parasuraman et al, 1988):
Q = P E
Dimana :
Q = kualitas pelayanan pelanggan
E = harapan pelanggan atas kualitas pelayanan
P = pelayanan yang sesungguhnya diterima
Jika Q > 0 maka ES > PS; pelanggan kurang puas atas pelayanan
yang diterima; Jika Q = 0 maka ES = PS; pelanggan puas atas
pelayanan yang diterima; Jika Q < 0 maka EC < PS; pelanggan lebih
dari puas atas pelayanan yang diterima atau mengalami kondisi ideal.
Analisis gap merupakan konsep dasar dari SERVQUAL. Kelima
dimensi mutu pelayanan digunakan untuk menganalisis lima gap
antara kemampuan kemampuan pemberi layanan dengan pelayanan
yang diharapkan konsumen. Kelima gap tersebut mencakup
(Parasuraman et al, 1990) :
1) Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen (knowledge
gap). Gap ini muncul apabila manajemen tidak merasakan atau
mengetahui dengan tepat apa yang diinginkan oleh para
pelanggannya.
2) Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa
(standards gap). Gap ini bisa terjadi apabila manajemen mungkin
tidak membuat standar kualitas yang jelas, atau standar kualitas
sudah jelas tetapi tidak realistik, atau standar kualitas sudah jelas
dan realistik namun manajemen tidak berusaha untuk
23
23
melaksanakan standar kualitas tersebut. Hal ini akan
mengakibatkan karyawan tidak memahami tentang kebijakan
perusahaan dan ketidakpercayaan terhadap sikap manajemen, yang
selanjutnya menurunkan prestasi kerja karyawan.
3) Gap antara spesifikakasi kualitas penyampaian jasa (delivery gap).
Hal ini bisa terjadi apabila standar-standar yang ditetapkan
manajemen saling bertentangan sehingga tidak dapat dicapai.
Standar-standar yang tinggi harus didukung oleh sumber-sumber
daya, program-program dan imbalan yang diperlukan untuk
mendorong karyawaan dalam memberikan pelayanan yang baik
kepada penerima layanan. Banyak faktor yang mempengaruhi
pemberian pelayanan, seperti ketrampilan dan kompetensi
karyawan, moral karyawan, peralatan yang digunakan, pemberian
penghargaan.
4) Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksterna
(communication gap). Gap ini bisa terjadi apabila apa yang
dikomunikasikan (dipromosikan) perusahaan kepada pihak luar
berbeda dengan kondisi nyata yang dijumpai pelanggan pada
perusahaan tersebut. Harapan penerima layanan dipengaruhi oleh
janji-janji yang disampaikan penyedia jasa melalui komunikasi
eksternal seperti para wiraniaga, brosur- brosur, iklan, dan lain-lain.
Hasil pelayanan yang baik dapat mengecewakan penerima layanan
jika komunikasi pemasaran perusahaan menyebabkan penerima
24
24
layanan memiliki harapan yang terlalu tinggi sehingga tidak
realistis lagi. Contoh: brosur rumah sakit memperlihatkan ruangan
yang indah dan kenyataannya pada saat tamu datang ke insansi
tersebut, penerima layanan menemukan ruangan yang sederhana.
5) Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan
(service gap). Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja
perusahaan dengan cara yang berbeda dan salah dalam
mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Penerima layanan
mengukur pelaksanaan/kinerja instansi yang berbeda antara
persepsi dan harapannya. Persepsi didefinisikan sebagai proses
dimana individu memilih, mengorganisasikan serta menstimulus
yang diterima sebagai alat inderanya menjadi suatu makna.
Persepsi penerima jasa layanan terhadap jasa akan berpengaruh
terhadap tingkat kepentingan penerima layanan, kepuasan penerima
layanan serta nilainya. Proses persepsi terhadap suatu jasa tidak
mengharuskan penerima layanan tersebut menggunakan jasa terlbih
dahulu. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suatu layanan
adalah harga, tahap pelayanan dan momen pelayanan. Untuk itu
instansi dapat memaknai dengan baik apabila terjadi perbedaan
antara persepsi dan harapan penerima layanan terhadap kualitas
pelayanan.
Metode analisis SERVQUAL menggunakan Importance
Performance Analysis (IPA). Menurut Supranto (2011) metode ini
25
25
diterima secara umum dan telah banyak dipergunakan pada berbagai
bidang kajian karena kepastian untuk diterapkan dan tampilan hasil
analisis yang memudahkan usulan perbaikan.
B. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan teori maka kerangka konseptual penelitian ini
adalah :
Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian
Tingkat Kepuasan
Pasien rawat inap
Karakteristik Pasien:
- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Jenis pembayaran
- Lama perawatan
Mutu pelayanan
keperawatan :
1. Tangibles
2. Realiability
3. Responsiveness
4. Assurance
5. Empathy
26
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah survei deskriptif yaitu penelitian yang
bertujuan untuk menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian yang
terjadi berdasarkan karakteristik populasi saat itu (Alimul, 2007). Rancangan
penelitian ini untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap mutu
pelayanan keperawatan di ruang perawatan Teratai RSUD Andi Djemma
Masamba Kabupaten Luwu Utara.
B. Desain Sampling
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang memenuhi
kriteria yang ditetapkan (Nursalam, 2009). Populasi dalam penelitian ini
adalah pasien yang sedang dirawat di ruang rawat inap RSUD Andi
Djemma kabupaten Luwu Utara. Berdasarkan data Januari - Mei 2013
jumlah pasien rawat inap diruang interna adalah 476 orang, sehingga rata-
rata pasien setiap bulan adalah 95 orang (Data Bagian Perawatan Teratai
RSUD Andi Djemma Masamba, Juni 2013).
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah karaktersistik yang dimiliki
oleh populasi (Nursalam, 2009). Sampel dalam penelitian ini adalah
sebagian dari populasi penelitian. Pengambilan sampel dihitung dengan
27
27
menggunakan sample minimal size. Besarnya sampel dihitung menurut
rumus Slovin (Umar, 2003):
Keterangan :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = presisi yang diinginkan untuk diambil 10 %
Besar sampel :
Berdasarkan perhitungan diatas maka jumlah sampel penelitian ini
sebanyak 49 responden. Prosedur pengambilan sampel menggunakan cara
purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan
penelitian dengan mengacu pada tujuan penelitian (Alimul, 2007).
Kriteria inklusi sampel :
a. Tingkat pendidikan minimal SMP dengan pertimbangan dianggap
mampu untuk menjawab kuesioner secara objektif
b. Telah menjalani perawatan rawat inap minimal 2 x 24 jam dan
maksimal menjelang pulang, dengan asumsi pasien dalam kurun waktu
tersebut telah mengalami proses dari pemeriksaan awal dan pelayanan
keperawatan.
2
1 Ne
N
n
2
) 1 . 0 ( 95 1
95
n
49
55 , 1
95
n
28
28
c. Telah mencapai umur 17 tahun, dengan alasan mereka sudah dapat
menentukan keputusan yang akan diambilnya. Pasien anak-anak, dapat
diwakili oleh orang tua atau keluarganya.
d. Pasien dapat berkomunikasi dengan baik
e. Bersedia menjadi responden
Kriteria ekslusi sampel :
a. Masuk ke ruang rawat interna dalam kondisi tidak sadar
b. Pasien yang menjalani perawatan kurang 2 hari.
c. Menolak berpartisipasi dalam penelitian
C. Identifikasi Variabel
Variabel menurut dalam Nursalam (2009) adalah perilaku atau
karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia,
dan lain-lain). Desain penelitian adalah survey deskriptif dengan
menggunakan variabel tunggal yaitu tingkat kepuasan pasien terhadap mutu
pelayanan keperawatan.
D. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara
operasional berdasarkan karakteristik yang dapat diamati dari suatu yang
didefinisikan tersebut,yang memungkinkan peneliti untuk melakukan
observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau
fenomena (Nursalam, 2009).
29
29
Defenisi operasional variabel penelitian ini adalah :
1. Karakteristik pasien
a. Jenis kelamin
Adalah ciri yang membedakan responden dalam dua kelompok
yang berbeda yang diukur dengan menggunakan penampilan fisik dan
yang tercatat dalam kartu status dengan skala pengukuran nominal,
dikategorikan :
1) Laki laki
2) Perempuan
b. Umur
Merupakan lama hidup yang telah ditempuh (dalam tahun) sejak
lahir sampai sampai saat penelitian yang diperoleh berdasarkan
keterangan responden dengan kategori dalam skala ordinal:
1) 17 - 25 tahun
2) 26 - 35 tahun
3) 36 - 45 tahun
4) 46 - 55 tahun
5) > 55 tahun
c. Pendidikan
Adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah diikuti oleh
responden diukur dengan wawancara, dan yang tercatat dalam kartu
status dengan skala pengukuran ordinal, dikategorikan :
1) SLTP
30
30
2) SLTA
3) Perguruan Tinggi
d. Jenis pekerjaan
Adalah mata pencaharian atau aktivitas tetap yang dimiliki oleh
responden diukur dengan wawancara dan yang tercatat dalam kartu
status dengan skala pengukuran ordinal, dikategorikan :
1) Pegawai negeri
2) Pegawai swasta
3) Wiraswasta
4) Tani / Buruh/ Nelayan
5) Sekolah / kuliah
6) Pensiunan / pengangguran/ Ibu RT.
e. Jenis pembayaran
Adalah jenis pembayaran yang digunakan pasien selama dirawat
di di ruang rawat teratai dengan skala pengukuran nominal,
dikategorikan :
1) Menggunakan jaminan pembayaran (Jamkesmas/Jamkesda/
Askeskin/Askes
2) Bayar langsung
f. Lama hari rawat
Adalah waktu yang telah dijalani pasien dirawat di ruang rawat
Teratai dalam hitungan hari, dengan skala pengukuran nominal,
dikategorikan :
31
31
1) 2 4 hari
2) 5 7 hari
3) >7 hari.
2. Kepuasan Pasien
Adalah hasil perhitungan tingkat kesesuaian antara tingkat harapan
dengan tingkat kenyataan yang dipersepsikan pasien atas kinerja pelayanan
keperawatan dari lima dimensi mutu yaitu tangible, realibility,
responsiveness, assurance dan emphaty. Pengukuran data dilakukan
berdasarkan jumlah total skor yang diperoleh masing-masing responden
per dimensi mutu :
a. Bukti langsung (tangible) pelayanan keperawatan adalah tingkat
kesesuaian antara tingkat harapan dengan tingkat kenyataan yang
dipersepsikan pasien atas wujud pelayanan keperawatan yang dialami
dan dirasakan oleh klien selama masa perawatan meliputi penampilan
professional perawat, kelengkapan peralatan keperawatan. Hasil
pengukuran diolah dan dikategorikan dengan skala ordinal,
dikategorikan dalam :
1) Jika harapan > kenyataan, pasien kurang puas atas pelayanan yang
diterima;
2) Jika harapan = kenyataan; pasien puas atas pelayanan yang
diterima;
3) Jika harapan < kenyataan; pasien sangat puas atas pelayanan yang
diterima atau mengalami kondisi ideal
32
32
b. Kehandalan (realibility) pelayanan keperawatan adalah tingkat
kesesuaian antara tingkat harapan dengan tingkat kenyataan yang
dipersepsikan pasien atas kehandalan pelayanan keperawatan yang
dialami dan dirasakan oleh klien selama masa perawatan meliputi
ketepatan layanan keperawatan klinik, ketrampilan perawat, prosedur
layanan dan pemberian informasi. Hasil pengukuran diolah dan
dikategorikan dengan skala ordinal, dikategorikan dalam :
1) Jika harapan > kenyataan, pasien kurang puas atas pelayanan yang
diterima;
2) Jika harapan = kenyataan; pasien puas atas pelayanan yang
diterima;
3) Jika harapan < kenyataan; pasien sangat puas atas pelayanan yang
diterima atau mengalami kondisi ideal
c. Daya tanggap (responsiveness) pelayanan keperawatan adalah tingkat
kesesuaian antara tingkat harapan dengan tingkat kenyataan yang
dipersepsikan pasien atas daya tanggap pelayanan keperawatan yang
dialami dan dirasakan oleh klien selama masa perawatan meliputi
terhadap kecepatan untuk tanggap menyelesaikan keluhan dan
kecepatan pemberian layanan keperawatan klinik. Hasil pengukuran
diolah dan dikategorikan dengan skala ordinal, dikategorikan dalam :
1) Jika harapan > kenyataan, pasien kurang puas atas pelayanan yang
diterima;
33
33
2) Jika harapan = kenyataan; pasien puas atas pelayanan yang
diterima;
3) Jika harapan < kenyataan; pasien sangat puas atas pelayanan yang
diterima atau mengalami kondisi ideal
d. Jaminan (assurance) pelayanan keperawatan adalah tingkat kesesuaian
antara tingkat harapan dengan tingkat kenyataan yang dipersepsikan
pasien atas jaminan pelayanan keperawatan selama masa perawatan
yang meliputi kejujuran perawat, sifat perawat yang baik,
keterjangkauan layanan keperawatan dan perlindungan yang baik.
Hasil pengukuran diolah dan dikategorikan dengan skala ordinal,
dikategorikan dalam :
1) Jika harapan > kenyataan, pasien kurang puas atas pelayanan yang
diterima;
2) Jika harapan = kenyataan; pasien puas atas pelayanan yang
diterima;
3) Jika harapan < kenyataan; pasien sangat puas atas pelayanan yang
diterima atau mengalami kondisi ideal
e. Empati (emphaty) pelayanan keperawatan adalah tingkat kesesuaian
antara tingkat harapan dengan tingkat kenyataan yang dipersepsikan
pasien atas empati perawat selama masa perawatan yang meliputi
perhatian secara individual kepada pasien, memahami kebutuhan
setiap pasien serta kemudahan dihubungi. Hasil pengukuran diolah dan
dikategorikan dengan skala ordinal, dikategorikan dalam :
34
34
1) Jika harapan > kenyataan, pasien kurang puas atas pelayanan yang
diterima;
2) Jika harapan = kenyataan; pasien puas atas pelayanan yang
diterima;
3) Jika harapan < kenyataan; pasien sangat puas atas pelayanan yang
diterima atau mengalami kondisi ideal
E. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang perawatan Teratai RSUD Andi
Djemma Masamba kabupten Luwu Utara yang dilaksanakan pada tanggal 5
Juli sampai dengan 15 Juli 2013.
F. Intrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data (Alimul, 2007). Alat pengumpulan data penelitian ini
adalah kuesioner yang memuat variabel-variabel mutu pelayanan
keperawatan. Kuesioner terdiri dari dua paket yaitu :
1. Instrumen A tentang data demografi perawat yang meliputi jenis kelamin,
umur, pendidikan, pekerjaan, jenis pembayaran dan lama hari rawat.
2. Instrumen B digunakan untuk mengukur persepsi harapan dan kenyataan
layanan yang diterima pasien. Instrumen mutu pelayanan terdiri dari 34
pernyataan yang disusun berpedoman pada penyusunan indikator
kepuasan pasien rawat inap dari Depkes (2005) dan Parasuraman et al,
(1990) yang diadaptasikan/ dimodifikasi dalam penelitian ini. Indikator
dari variabel dimensi tangibles terdiri dari 5 pertanyaan, dimensi
35
35
reliability sebanyak 8 pernyataan, dimensi responsiveness sebanyak 6
pernyataan, dimensi assurance sebanyak 9 pernyataan dan dimensi
empaty sebanyak 6 pernyataan.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert dengan 5 tingkatan
(Suprapto,2011), dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Skala pengukuran untuk pernyataan tiap dimensi mutu
Pelayanan
Kriteria harapan pasien
terhadap pelayanan
keperawatan
Kriteria kenyataan yang dirasakan
pasien terhadap pelayanan
keperawatan yang diterimanya
Skor
- Sangat penting - Sangat sesuai 5
- Penting - Sesuai 4
- Cukup penting - Cukup sesuai 3
- Kurang penting - Kurang sesuai 2
- Sangat tidak penting - Sangat tidak sesuai 1
G. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui dua tahapan yaitu :
1. Tahap persiapan
a. Administrasi penelitian
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah pengurusan
administrasi ijin penelitian ke pihak terkait dalam hal ini Dinas
kesbangpol & Linmas Kabupaten Luwu dan RSUD Andi Djemma
Masamba Kabupaten Luwu Utara. Setelah mendapatkan ijin penelitian
peneliti berkoordinasi dengan kepala bidang keperawatan dan kepala
ruangan Teratai untuk membuat daftar responden.
36
36
b. Tahap pelaksanaan
Dimulai dengan penjelasan tujuan penelitian kepada calon
responden dan partisipasi yang diharapkan. Setelah menyetujui
responden diminta untuk menandatangani lembar informed concern
sebagai bukti keikutsertaan secara sukarela. Sebelum responden
menjawab kuesioner, peneliti memberikan penjelasan setiap aitem
pertanyaan, kemudian diberi kesempatan untuk menjawabnya dan
selama pengisiannya peneliti menunggu sampai semua responden
menjawab semua pertanyaan untuk menghindari pengisian jawaban
yang cenderung sama. Proses pengisian dilakukan tiga tahap sesuai
dengan jadual shif disetiap ruangan rawat inap dan pengisian
membutuhkan waktu kurang lebih 20-30 menit dan dilaksanakan pada
saat pasien dalam kondisi keadaan umum baik.
H. Pengolahan Data
Dari pengukuran dan kuisioner yang dilakukan akan didapat data,
dan dilakukan pengelompokan data dan analisa data dengan tahap
editing, coding, tabulating, scoring, penilaian, dan klasifikasi.
a. Editing
Editing adalah memeriksa kembali semua data yang telah
dikumpulkan melalui kuisioner. Hal ini untuk mengecek kembali
apakah semua kuisioner telah diisi dan bila ada ketidakcocokan,
meminta responden yang sama untuk mengisi kembali data yang
kosong .
37
37
Hal hal yang dilakukan dalam editing :
1) Kelengkapan dan kesempurnaan data yaitu dengan mengecek
nama dan kelengkapan identitas pengisi.
2) Kejelasan tulisan atau tulisan mudah dibaca
3) Responden sesuai
b. Coding
Coding adalah memberikan kode jawaban secara angka atau kode
tertentu sehingga lebih mudah dan sederhana. Responden memilih
jawaban yang disediakan dengan cara memberikan tanda check ( )
pada jawaban yang dipilih.
c. Tabulating
1) Transfering
Memindahkan jawaban atau kode tertentu ke dalam suatu media
misalnya master tabel .
2) Skoring
Setelah data terkumpul, pengolahan data dilakukan dengan
pemberian skor penilaian. Skoring ini dilakukan setelah semua
jawaban terkumpul. Untuk rata-rata jawaban responden dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
n
xi
x
Keterangan
x = Rata-rata jawaban responden