PERBEDAAN PEMBERIAN EDUKASI TERHADAP KEPATUHAN DIET PASIEN GAGAL GINJAL DENGAN HEMODIALISA RAWAT JALAN DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI, BANTUL, YOGYAKARTA
Karya Tulis Ilmiah ini Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Gizi
Diajukan Oleh : LINDA SUSILAWATI NIM : P07131109023
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA JURUSAN GIZI 2012
LEMBAR PERSETUJUAN Karya Tulis Ilmiah Berjudul Perbedaan Pemberian Edukasi terhadap Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal dengan Hemodialisa Rawat Jalan di RSUD Panembahan Senopati, Bantul, Yogyakarta ini telah mendapat persetujuan pada tanggal 5 Juli 2012. Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,
Mengetahui, Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta,
Joko Susilo, SKM, M.Kes NIP. 196412241988031002
KARYA TULIS ILMIAH Perbedaan Pemberian Edukasi terhadap Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal dengan Hemodialisa Rawat Jalan di RSUD Panembahan Senopati, Bantul, Yogyakarta
Di susun oleh : LINDA SUSILAWATI NIM P07131109023
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal : 9 Juli 2012
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
Ketua Tjarono Sari, SKM, M.Kes .................................... NIP. 196102031985012001
Anggota Setyowati, SKM, M.Kes .................................... NIP. 196406211988032002
Anggota Wiwik Suminarti, S.Si.T .................................... NIP. 196409211988032001
Ketua Jurusan Gizi Poltekkes KemekesYogyakarta,
Joko Susilo, SKM, M.Kes NIP. 196412241988031002
INTISARI
Latar Belakang: Pada penderita gagal ginjal dengan hemodialisa, sering dijumpai keadaan malnutrisi dan prevalensinya pun masih cukup tinggi, hal tersebut sebagian besar disebabkan karena pasien tidak patuh pada diet yang dianjurkan, asupan yang tidak sesuai dengan kebutuhan, sikap pasien serta pengetahuan pasien.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui perbedaan pemberian edukasi antara metode konsultasi dan metode penyuluhan terhadap kepatuhan diet pasien menurut asupan zat gizi dan sikap pasien.
Metode Penelitian: Studi Quasi experiment design dengan rancangan Posttest dengan kelompok control (Posttest Only Control Group Design). Lokasi penelitian di RSUD Panembahan Senopati bantul. Variabel bebas yaitu pemberian edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan, variabel terikat yaitu kepatuhan diet pasien. Pemilihan sampel yaitu dengan kriteria inklusi. Sampel penelitian dibagi kedalam dua kelompok, kelompok pertama diberi edukasi metode konsultasi dan kelompok kedua diberi edukasi metode penyuluhan, kemudian diukur kepatuhan dietnya untuk asupan zat gizi menggunakan food record 3 hari dan untuk sikap menggunakan kuisioner yang berisi pernyataan pernyataan dengan pilihan jawaban bertingkat atau rating scale. Analisis data menggunakan uji statistik non parametrik dua sampel bebas Mann Whitney.
Hasil: Perbedaan pemberian edukasi membuat kepatuhan diet menurut sikap tidak berbeda dengan nilai p=0,455 (p>0,05). Perbedaan pemberian edukasi juga membuat kepatuhan diet menurut asupan karbohidrat dan natrium tidak berbeda dimana nilai p untuk asupan karbohidrat adalah 0,073 (p>0,05) dan nilai p untuk asupan natrium adalah 0,132 (p>0,05). Sedangkan kepatuhan diet menurut asupan energi, protein, lemak dan kalium adalah berbeda dengan nilai p untuk asupan energi adalah 0,018 (p<0,05), protein 0,001 (p<0,095), lemak 0,013 (p<0,05) dan kalium 0,023 (p<0,05).
Kesimpulan: Kepatuhan diet menurut asupan energi, protein, lemak dan kalium antara kedua metode pemberian edukasi adalah berbeda. Sedangkan kepatuhan diet menurut asupan karbohidrat, natrium dan sikap antara kedua metode pemberian edukasi adalah tidak berbeda.
Kata Kunci: Pemberian Edukasi Gizi, kepatuhan diet, pasien hemodialisa.
ABSTRACT
Background: In patients with renal failure with hemodialysis, frequently encountered situation of malnutrition and its prevalence is still quite high, it is largely because patients do not adhere to recommended dietary intake is not in accordance with the needs, attitudes of patients and patient knowledge.
Objectives: To determine the difference between the provision of educational consultation methods and extension methods for dietary compliance of patients according to nutrient intake and attitudes of patients.
Methods: Quasi-experiment study design with posttest design with control groups (posttest Only Control Group Design). Research sites in Panembahan Senopati Bantul District Hospital. Independent variables, namely the provision of educational consultation methods and extension methods, the dependent variable patient obedience with diet. Sample selection is the inclusion criteria. The samples were divided into two groups, the first group were given educational consultation method and the second group were given educational extend method, and measured adherence to the diet of nutrient intake using a food record for 3 days and attitudes using a questionnaire that contains statements with multilevel response option or rating scale. Analysis of data using non- parametric statistical test Mann Whitney two free samples.
Results: Differences in the provision of education to made dietary obedience did not differ according to the attitude of the value of p = 0.455 (p> 0.05). Differences in the provision of education also made dietary obedience by carbohydrate and sodium intake did not differ in which the p value was 0.073 for carbohydrate intake (p> 0.05) and p values for sodium intake was 0.132 (p> 0.05). While the dietary obedience according to energy intake, protein, fat and potassium was in contrast to the p-value for energy intake was 0.018 (p <0.05), protein 0.001 (p <0.095), fat 0.013 (p <0.05) and potassium 0.023 (p <0.05).
Conclusion: Adherence by the intake of dietary energy, protein, fat and potassium between the two methods of giving education was different (p <0.05). While obedience with diet according to their intake of carbohydrates and sodium between the two methods of giving education was not different (p> 0.05). Diet according to the attitude of patient obedience in the provision of educational consultation method and extension method were not different (p> 0.05).
Keywords: Delivery of Nutrition Education, diet adherence, hemodialysis patients.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Perbedaan Pemberian Edukasi terhadap Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal dengan Hemodialisa Rawat Jalan di RSUD Panembahan Senopati, Bantul, Yogyakarta tepat pada waktunya. Penulis menyadari dalam proses penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu DR. Lucky Herawati, SKM, M.Sc, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta. 2. Bapak Joko Susilo SKM, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta 3. Ibu Tjarono Sari, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing utama dan Ibu Setyowati,SKM,M.Kes, selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah. 4. Ibu Wiwik Suminarti, S.Si.T, selaku Penguji yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah. 5. Ibu Diah Yuliantina Widayati, S.Si.T, selaku Kepala Instalasi Gizi RSUD Panembahan Senopati Bantul yang telah memberikan bimbingan selama pelaksanaan penelitian. 6. Bapak Mujiyanto S.Kep selaku Kepala Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul, Ibu Ninuk, perawat perawat dan cleaning service di unit
Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama pelaksanaan penelitian. 7. Pasien yang menjalani terapi Hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta yang telah berkenan menjadi responden penelitian ini. 8. Mama dan bapak yang selalu memberikan kasih sayangnya berupa doa, semangat, motivasi dan dukungan materiil. 9. Adikku Kuncoro yang selalu memberikan dukungan serta semangat. 10. Saudara - saudaraku Anggi, Vivi, Rumput, Lena, teman-teman kos 106 dan teman-teman tercinta reguler dan non reguler angkatan 2009 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu memberikan semangat serta doanya. 11. Perpustakaan yang telah memberikan informasi dan sebagai sumber pustaka. 12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyusunan usulan penelitian Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan usulan penelitian Karya Tulis Ilmiah ini.
Yogyakarta, Juli 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii INTISARI ..................................................................................................... iv ABSTRACT ................................................................................................. v KATA PENGANTAR ................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................ viii DAFTAR TABEL ........................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4 D. Ruang Lingkup ............................................................................... 5 E. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5 F. Keaslian Penelitian ........................................................................ 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 8 A. Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa ...................................... 8 B. Diet pada Gagal Ginjal dengan Hemodialisa ................................. 9 C. Edukasi Gizi bagi Penderita Gagal Ginjal dengan Hemodialisa ....... 17 D. Kepatuhan Diit ............................................................................... 27 E. Landasan Teori ............................................................................. 30 F. Kerangka Konsep .......................................................................... 31 G. Hipotesis ......................................................................................... 31 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 32 A. Jenis Penelitian .............................................................................. 32 B. Rancangan Penelitian ..................................................................... 32 C. Variabel Penelitian ......................................................................... 33 D. Definisi Operasional Variabel ........................................................ 33 E. Populasi dan Sampel ..................................................................... 35
F. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 36 G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................... 36 H. Instrumen Penelitian ..................................................................... 37 I. Jalannya Penelitian ........................................................................ 38 J. Pengolahan dan Analisis Data ......................................................... 39 K. Kelemahan dan Kesulitan Peneitian ................................................. 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 42 A. Gambaran Umum RSUD Panembahan Senopati Bantul ..................... 43 B. Gambaran Umum Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul ................................................................................................. 43 C. Karakteristik Pasien Hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul .................................................................................................. 45 D. Karakteristik Sampel Penelitian .......................................................... 47 E. Perbedaan Pemberian Edukasi Terhadap Kepatuhan Diet Menurut Asupan Zat Gizi .................................................................................. 49 F. Perbedaan Pemberian Edukasi Terhadap Kepatuhan Diet Menurut Sikap ................................................................................................... 65 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 69 A. Kesimpulan ........................................................................................ 69 B. Saran ................................................................................................. 69 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1: Kebutuhan nutrisi pasien dengan hemodialisa .............................. 11 Tabel 2: Perbedaan Konsultasi dan Penyuluhan ......................................... 26 Tabel 3: Karakteristik Pasien HD di RSUD Panembahan Senopati Bantul Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia pada Bulan Januari Mei 2012 ............................................................................................... 46 Tabel 4: Karakteristik Sampel Penelitian Menurut Pemberian Edukasi ......... 48 Tabel 5: Rata Rata Kebutuhan Zat Gizi Pasien ......................................... 49 Tabel 6: Rata Rata Asupan Zat Gizi Pasien .............................................. 50 Tabel 7: Porsentase Rata Rata Asupan Zat Gizi Pasien ........................... 51 Tabel 8: Perbedaan Pemberian Edukasi Terhadap Kepatuhan Diet Menurut Asupan Zat Gizi ............................................................................. 53 Tabel 9: Rata Rata Skor Kepatuhan Diet Pasien ...................................... 65 Tabel10:Perbedaan Pemberian Edukasi Terhadap Kepatuhan Diet Menurut Sikap .............................................................................................. 66
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1: Proses Belajar .................................................... 19 Gambar 2: Kerangka Konsep Penelitian................................................. 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Ijin Validasi Kuisioner Lampiran 2 : Surat Keterangan/Ijin Penelitian Lampiran 3 : Pernyataan Ketersediaan menjadi Responden Lampiran 4 : Kuesioner Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa Lampiran 5 : Satuan Acara Penyuluhan Diet Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa Lampiran 6 : Satuan Acara Konsultasi Diet Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa Lampiran 7 : Food Record Hari I, II, III Lampiran 8 : Standar Diit Hemodialisa Lampiran 9 : Leafleat Diet Pasien Hemodialisa dan Leafleat Bahan Makanan Penukar Lampiran 10 : Materi Penyuluhan Gizi Diet Hemodialisa Lampiran 11 : Dokumentasi Kegiatan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ vital dalam tubuh. Bila seseorang mengalami penyakit ginjal kronik sampai pada stadium 5, atau telah mengalami yang disebut dengan gagal ginjal, dimana laju filtrasi glomerulus < 15 ml/menit, ginjal telah tidak mampu lagi menjalankan seluruh fungsinya dengan baik, maka dibutuhkan terapi untuk menggantikan fungsi ginjal yaitu dengan dialisis dan transplantasi ginjal. Hingga saat ini dialisis dan transplantasi ginjal sebagai pilihan terapi pengganti fungsi ginjal akan semakin luas digunakan seiring dengan peningkatan jumlah penderita gagal ginjal. Usia dari populasi penduduk dan adanya peningkatan prevalensi penyakit yang menjadi penyebab penyakit ginjal kronik menggambarkan bahwa gagal ginjal dapat menjadi masalah kesehatan masyarakat yang semakin berkembang dimasa depan (Cahyaningsih, 2011). Hemodialisis sampai sekarang masih merupakan pilihan utama sebagai terapi pengganti. Di Indonesia, hemodialisis dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler kapiler selaput semipermeabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo dkk. dalam Waspadji, Sarwono dan Soeparman (1990)).
Menurut Okezone.com yang diunduh pada tanggal 2 desember 2011, data terakhir Yayasan Peduli Ginjal (Yadugi) menunjukkan, saat ini terdapat 40.000 penderita gagal ginjal kronik (GGK) di Tanah Air. Dari jumlah itu, hanya sekitar 3.000 penderita yang mampu berobat dengan hemodialisa Pada tahun 2005 sampai mei 2010, mesin hemodialisa di unit hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul hanya tersedia 4 mesin hemodialisa dengan jumlah pasien 30 orang. Awal bulan juni 2010 hingga tahun 2011 ini mesin bertambah hingga sekarang sudah tersedia 21 mesin hemodialisa dengan peningkatan jumlah pasien menjadi 110 pasien untuk saat ini. Pada penderita gagal ginjal sering dijumpai keadaan malnutrisi kalori dan protein sehingga menyebabkan gangguan fungsi sistem imun dan penyembuhan luka yang lambat sehingga akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita gagal ginjal (Indrasti dan Parsudi dalam Sastromidjojo dkk. (2000)). Berdasarkan penelitian Sjabani (1998) dalam Mahdalena (2005), prevalensi malnutrisi penderita hemodialisis rutin di unit ginjal Dr. Sardjito Yogyakarta adalah 37% dan 25% penderita hemodialisa mempunyai kadar kolesterol kurang dari 155 mg% dan albumin kurang dari 3,7 mg% sebagai malnutrisi kalori protein. Menurut Kopple (1999) dalam Mahdalena (2005), berdasarkan survei status gizi pada penderita GGK dengan hemodialisis 18% sampai 56% mengalami kekurangan energi dan protein.
Penelitian yang dilakukan oleh Umami (2005) di RSUP Dr. Sardjito, dengan jumlah responden sebanyak 30 orang ditambah 10% sebagai cadangan sehingga jumlah sampel adalah 33 orang, didapatkan bahwa sebagian besar pasien Gagal Ginjal Kronik dengan hemodialisa yang dijadikan responden tidak patuh terhadap diet yang dianjurkan, yaitu sebanyak 54,5% pasien tidak patuh terhadap asupan energi, 100% pasien tidak patuh terhadap asupan kalsium, 100% pasien tidak patuh terhadap asupan natrium, 78,8% pasien tidak patuh terhadap asupan cairan, 100% pasien tidak patuh terhadap asupan kalium. Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap diet yang dianjurkan, dapat diberikan intervensi gizi, yaitu melalui edukasi gizi seperti pemberian penyuluhan atau konsultasi rutin kepada pasien. Intervensi gizi yang diberikan adalah konseling gizi untuk meningkatkan asupan makanan melalui pendidikan gizi kepada pasien. Pengaturan pasien pada penyakit ginjal kronik hemodialisa demikian kompleks, pengaturan diit sukar dipatuhi oleh pasien sehingga memberikan dampak terhadap status gizi dan kualitas hidup penderita (Sidabutar, 1992). Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri manusia yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan kesehatan perorangan dan masyarakat (Machfoedz dan Suryani, 2009). Pemberian edukasi gizi di RSUD Panembahan Senopati Bantul dilaksanakan dengan cara pemberian konsultasi. Pemberian penyuluhan hanya dilakukan apabila ada mahasiswa praktek saja. Untuk pelaksanaan konsultasi di unit Hemodialisa baru dilakukan pada bulan november 2011. Berdasarkan hasil konsultasi yang dilakukan, pengetahuan pasien
mengenai diet yang dianjurkan untuk pasien gagal ginjal dengan hemodialisa umumnya masih rendah yaitu jika tidak diberi konsultasi gizi, pasien tidak mengetahui makanan apa saja yang harus dikurangi, dihindari dan yang boleh dikonsumsi. Adapun pasien yang sudah mengetahui mengenai diet yang dianjurkan tetapi banyak yang masih tidak mematuhi diet tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai perbedaan pemberian edukasi yaitu metode konsultasi dan metode penyuluhan terhadap kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada perbedaan antara pemberian edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan terhadap kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta?.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan antara pemberian edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan terhadap kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Mendeskripsikan karakteristik pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. b. Mengetahui perbedaan antara pemberian edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan terhadap kepatuhan diet pasien menurut asupan zat gizi. c. Mengetahui perbedaan antara pemberian edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan terhadap kepatuhan diet pasien menurut sikap.
D. Ruang lingkup Ruang lingkup dari penelitian ini adalah bidang gizi dengan cakupan gizi klinik.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teori a. Bagi Peneliti Menambah pengalaman serta pengetahuan dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan didalam kehidupan masyarakat terutama tentang Pemberian edukasi terhadap kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan.
b. Bagi Poltekes Kemenkes Yogyakarta Jurusan Gizi Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai bahan kajian sekaligus perbandingan terhadap penelitian-penelitian selanjutnya dengan tema yang sama maupun yang berbeda dan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan berpikir dan pengalaman tentang Pemberian edukasi terhadap kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul Diharapkan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan pertimbangan dalam pemberian pelayanan kaitannya dengan edukasi gizi pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta.
F. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran literature yang penulis lakukan, sejauh ini belum ada penelitian tentang perbedaan pemberian edukasi dengan kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di rsud panembahan senopati, Bantul, Yogyakarta. Adapun penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini adalah: 1. Umami, Anisah. 2005. Hubungan Frekuensi Hemodialisa dengan Kepatuhan Diet Penderita Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa Di RS Sardjito Yogyakarta. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi hemodialisa dan kepatuhan
diet penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa dari asupan energy, protein, kalium, natrium, cairan, calcium, dan fosfor. Persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian Umami (2005) yaitu penelitian Umami (2005) juga melihat kepatuhan diet pasien. sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian Umami (2005) yaitu ada pada variable bebas. Variabel bebas pada penelitian yang akan dilakukan yaitu pemberian edukasi metode konsultasi dan penyuluhan, sedangkan pada penelitian Umami (2005) variable bebasnya yaitu frekuensi hemodialisa pada pasien.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir pada gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal (Suwitra dalam Sudoyo (2006)). Dialisis dilakukan terhadap pasien dengan penurunan fungsi ginjal berat, dimana ginjal tidak mampu lagi mengeluarkan produk produk sisa metabolisme, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta memproduksi hormon hormon. Ketidakmampuan ginjal mengeluarkan produk produk sisa metabolisme menimbulkan gejala uremia. Dialysis dilakukan bila tes kliren kreatinin < 15 ml/menit. Anjuran diet didasarkan pada frekuensi dialysis, sisa fungsi ginjal, dan ukuran tubuh. Karena nafsu makan pasien umumnya rendah, perlu diperhatikan makanan kesukaan pasien dalam batas batas diet yang ditetapkan (Almatsier, 2007). Dulu terapi gizi dan penyembuhan penyakit ginjal dimana fungsi ginjal yang terganggu diarahkan pada perpanjangan hidup klien. Sekarang untuk memperpanjang hidup, dialisis dipergunakan klien untuk menjaga tingkat efektifitas yang normal. Berhasilnya perlakuan dialisis
tergantung pada tingkat ketaatan klien pada ketaatan diet. Karena sejak semula kondisi telah 100% total baru perawatan menggunakan dialisis (Budiyanto, 2002). Dengan memperhatikan bahwa pada penderita gagal ginjal terjadi perubahan metabolisme dari berbagai nutrient dan terapi diet dapat menghambat progresifitas gagal ginjal, sehingga terapi nutrisi merupakan aspek penting dalam penatalaksanaan penderita gagal ginjal (Indrasti dan Parsudi dalam Sastromidjojo dkk. (2000)).
B. Diet pada Gagal Ginjal dengan Hemodialisa Ketika ginjal tidak dapat bekerja dengan baik, sampah sampah sisa hasil metabolisme dari apa yang dimakan dan diminum akan menumpuk didalam tubuh karena tidak dapat dikeluarkan ginjal. Hal inilah mengapa diit khusus penting untuk dipatuhi pasien. pola makan harus diubah pada pasien yang mengalami gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis (Cahyaningsih, 2011). 1. Tujuan Pemberian Nutrisi pada dialysis adalah untuk : a) Mencukupi kebutuhan nutrisi. b) Menjaga agar akumulasi toksin uremia tidak berlebihan. c) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. d) Mencegah malnutrisi. e) Memperbaiki status nutrisi. f) Mencegah atau memperlambat komplikasi jangka panjang hemodialisis.
2. Penatalaksanaan dan Evaluasi : a) Semua pasien dialysis dilakukan penilaian nutrisi awal (bekerjasama dengan ahli gizi). b) Nutrien yang diberikan sbb : 1) Energi : 35 kkal/kg/hari. Pada CAPD energy dari cairan dialisat diperhitungkan 2) Protein : 1 1,2 g/kg/hari (HD), 1,3 g/kg/hari (CAPD) (50% dari protein bernilai biologis tinggi) 3) Karbohidrat : 55 60% dari total kalori 4) Lemak : 30% dari total kalori 5) Air : Jumlah urin 24 jam + 500 ml (kenaikan BB diantara waktu HD < 5% BB kering). Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar 6) Natrium : Individual, umumnya dibatasi 3 5 gram NaCl/hari 7) Kalium : Pada keadaan hiperkalemia asupan kalium dari buah buahan dibatasi 8) Kalsium dan Posfat : Ca 1000 mg/hari, P 17 mg/hari. Pengikat P diberikan jika kadar P diatas nilai normal. c) Pemantauan dan evaluasi terhadap status gizi pasien dinilai tiap 6 bulan melalui pemeriksaan laboratorium, antropometri, SGA (Subjective Global Assessment) dan riwayat gizi. Pemantauan dan evaluasi disesuaikan dengan status dan kondisi pasien. d) Mikronutrien dan atau vitamin (Mg, Zn) diberikan sesuai dengan kebutuhan.
e) Jika terdapat penyakit penyerta lain, kebutuhan nutrisi disesuaikan dengan kondisi klinisnya. (PERNEFRI, 2003)
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Pasien dengan Hemodialisis Kebutuhan Nutrisi Jumlah Asupan protein 1,2 g/kgBB/hari, bila secara klinin pasien stabil (setidaknya 50% dari diit protein dengan nilai biologi tinggi) Asupan energy 35 kkal/kgBB/hari dengan umur < 60 tahun, 30 35 kkal/kgBB/hari dengan umur 60 tahun Lemak 30% dari total intake energy Natrium 750 2000 mg/hari Kalium 70 80 mEq/L Fosfor 10 17 mg/kg/hari Calcium 1000 mg/hari Magnesium 200 300 mg/hari Vitamin B1 1,1 1,2 mg/hari Vitamin B2 1,1 1,3 mg/hari Vitamin B5 5 mg/hari Biotin 30 g/hari Niacin 14 16 mg/hari Vitamin B6 10 mg/hari Vitamin B12 2,4 g/hari Vitamin C 75 90 mg/hari Asam folat 1 10 mg/hari (Sumber: Nutritional management of renal disease,2004) (Cahyaningsih, 2011) a) Kalori Kalori adalah cara mengukur energy dalam makanan. Tubuh kita seperti motor, yang membutuhkan energy untuk beraktivitas. Kita menggunakan makanan sebagai bahan bakar untuk memberi kita energy, dan kita membakar energi ketika kita mengerjakan aktivitas sehari hari, olahraga, bahkan ketika kita tidur. Bila asupan kalori lebih banyak daripada yang dibakar, maka berat
badan kita akan bertambah, namun bila asupan kalori lebih sedikit daripada yang kita bakar, maka berat badan akan menurun. b) Karbohidrat Karbohidrat didalam tubuh akan diubah menjadi gula. Gula adalah bahan bakar yang digunakan oleh sel sel tubuh sebagai energy. Bila asupan karbohidrat kurang, maka tubuh akan menggunakan otot sebagai bahan bakar. Sehingga karbohidrat merupakan sumber energy yang penting bagi tubuh. Karbohidrat paling sederhana adalah gula, yang dapat dijumpai dalam berbagai bentuk: 1) Gula putih/coklat (dekstrose/sucrose) 2) Madu atau sirup 3) Gula buah (fruktosa) 4) Gula susu (laktosa) 5) Karbohidrat kompleks juga diubah menjadi gula, yang juga mengandung vitamin, mineral dan kadang kadang serat, dan dapat ditemukan pada : roti, sereal, beras. c) Lemak Tubuh kita membutuhkan lemak untuk memproduksi energy, melindungi organ tubuh dari trauma, menjaga suhu tubuh agar tetap konstan dan juga membantu mengabsorbsi beberapa vitamin. Pasien dengan hemodialisis mempunyai resiko lebih tinggi terhadap penyakit jantung. Sehingga sangat penting dalam memilih makanan berlemak yang juga sehat untuk jantung. Lemak yang dapat menjadi pilihan antara lain : minyak zaitun, minyak
wijen, lemak ikan, minyak bunga matahari, minyak jagung, serta minyak kedelai. d) Protein Tubuh membutuhkan protein untuk menjaga kesehatan otot, tulang, rambut dan kulit. Sel sel tubuh organ tubuh dan otot terbentuk dari protein yang disebut asam amino. Tubuh dapat membuat asam amino namun tidak seluruhnya. Asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh, didapat dengan memakan makanan yang mengandung protein, baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Beberapa bentuk makanan dengan protein kualitas tinggi antara lain : daging sapi, daging kambing, daging ayam, daging kalkun, ikan, udang dan makanan laut lainnya, serta telur. Bila asupan protein tidak mencukupi, tubuh akan mulai menggunakan protein otot sebagai bahan bakar. Hal ini dapat menyebabkan muscle wasting. Muscle wasting dapat menyebabkan terjadinya: 1) Sangat kelelahan 2) Hilangnya perhatian/konsentrasi 3) Meningkatkan resiko infeksi 4) Penurunan berat badan e) Natrium Tubuh membutuhkan natrium untuk menjaga kesehatan syaraf dan untuk menjaga keseimbangan cairan. Garam adalah sumber utama natrium didalam makanan. Diit dengan tinggi natrium menyebabkan pasien beresiko mengalami tekanan darah tinggi,
penyakit jantung dan stroke. Selain resiko tersebut, pasien juga mempunyai alasan lain mengapa harus mengurangi asupan natrium yaitu karena tubuh tidak dapat mengeluarkan kelebihan cairan. Natrium berperan seperti magnet untuk menarik cairan. Natrium menyebabkan rasa haus, dan menahan kelebihan cairan didalam tubuh. Diit tinggi natrium juga dapat menyebabkan sakit kepala serta membuat pasien merasa berat (tubuhnya). f) Kalium Kalium terutama dapat ditemukan pada buah buahan dan sayur sayuran. Kalium juga dapat ditemukan pada produk susu dan daging. g) Fosfor Fosfor adalah mineral kedua terbanyak dalam tubuh setelah calcium. Fosfor mempunyai tugas membantu tubuh menggunakan energy, dan untuk membentuk tulang dan gigi yang kuat. Seperti kalium kelebihan fosfor dikeluarkan oleh ginjal yang sehat, pada pasien gagal ginjal, ginjal tidak mampu mengeluarkan kelebihan fosfor sehingga menumpuk didalam tubuh. Hal ini dapat menyebabkan gatal gatal yang berat bagi beberapa pasien. Fosfor dalam jumlah yang sesuai membuat tulang kuat. Namun terlalu banyak fosfor akan melemahkan tulang. Karena fosfor seperti magnet bagi kalsium. Bila kadar fosfor didalam darah terlalu banyak, maka akan menarik kalsium dari tulang. Hal ini menyebabkan penyakit tulang pada pasien ginjal. Kristal kalsium fosfor yang tajam juga dapat tersimpan dimanapun didalam tubuh
dan dapat menyebabkan terjadinya injuri bila kadarnya terlalu tinggi. Penyakit tulang pada pasien ginjal dapat merupakan masalah jangka panjang dari gagal ginjal. Hinlangnya kalsium dari tulang menyebabkan tulang menjadi lemah, rapuh dan nyeri. Ketika kadar kalsium dan fosfor didalam tubuh sudah tidak seimbang, kelenjar paratiroid akan mengeluarkan hormone paratiroid (PTH). Terlalu banyak PTH dapat menyebabkan semakin banyak kalsium yang ditarik dari tulang. Ini merupakan lingkaran setan. Bila kadar kalsium fosfor tetap dijaga dalam rentang aman dalam tubuh, maka tidak akan terjadi siklus seperti diatas, tubuh dan ulang akan tetap sehat. Salah satu caranya adalah dengan meminum phospat binders. Phospat binders adalah obat yang dapat mengeluarkan kelebihan fosfor didalam tubuh lewat tinja. h) Vitamin Pasien dengan hemodialisis mempunyai kebutuhan vitamin yang berbeda dari populasi umum. Dialysis membuang beberapa vitamin. Sementara beberapa vitamin yang lain dapat terakumulasi di dalam tubuh dan tidak aman bagi tubuh bila meminum vitamin berlebihan. Beberapa orang percaya bahwa vitamin C dosis tinggi dapat menyehatkan. Namun bagi pasien dialysis dapat menimbulkan masalah. Vitamin C didalam tubuh dipecah menjadi kristal yang disebut oksalat. Ginjal sehat dapa membersihkan kelebihan oksalat, namun tidak pada pasien dengan hemodialisis. Pada
pasien hemodialisis oksalat dapat terakumulasi di dalam tubuh dan menyebabkan deposit pada tulang dan sendi dan menyebabkan nyeri (Cahyaningsih, 2011).
Walaupun semua tindakan diet diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit dan mencegah akumulasi berlebihan sejumlah metabolit protein dalam serum penderita ginjal, namun masukan nutrient yang seoptimal mungkin dan upaya mempertahankan berat badan yang ideal harus tetap menjadi tujuan pada penatalaksanaan gizi bagi penyakit ginjal (Hartono, 1995).
3. Jenis diet dan indikasi pemberian Diet pada dialysis bergantung pada frekuensi dialysis, sisa fungsi ginjal, dan ukuran badan pasien. Diet untuk pasien dengan dialysis biasanya harus direncanakan perorangan. Berdasarkan berat badan dibedakan 3 jenis diet dialysis : a) Diet dialysis I, 60 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat badan 50 kg. b) Diet dialysis II, 65 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat badan 60 kg. c) Diet dialysis III, 70 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat badan 65 kg. (Almatsier, 2007)
C. Edukasi gizi bagi penderita gagal ginjal dengan hemodialisa 1. Pengertian Edukasi gizi Agar tujuan dari diet dan keinginan dapat tercapai, sangat penting untuk dilakukan pendidikan kesehatan tentang prinsip prinsip terapi diit dan target yang ingin dicapai (Cahyaningsih, 2011). Pendidikan kesehatan adalah kegiatan peningkatan pengetahuan, keterampilan dan penguasaan tekhnologi serta pelatihan dibidang kesehatan, termasuk didalamnya penelitian dalam rangka pendidikan kesehatan (PERSAGI, 2009). Pendidikan menuju pada suatu perubahan, yakni perubahan tingkah laku individu maupun masyarakat. Jadi tujuan pendidikan adalah mengubah tingkah laku kearah yang diinginkan (Notoatmojo, 1993) Manurut Grout dalam Machfoedz dan suryani (2009), bahwa pendidikan kesehatan adalah upaya menerjemahkan apa yang telah diketahui tentang kesehatan kedalam perilaku yang dinginkan dari perorangan ataupun masyarakat melalui proses pendidikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (1993) yaitu : a. Sosial ekonomi, lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang. Ekonomi diartikan dengan pendidikan, ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga; b. Budaya dan agama, budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi yang baru akan
disaring sesuai atau tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut; c. Pendidikan, semakin tinggi pendidikan, maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut; d. Pengalaman, pengalaman berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, semakin tinggi pendidikan maka pengalamannya semakin luas, sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalamannya akan semakin banyak; e. Sumber informasi pengetahuan, seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih luas. Hasil belajar pendidikan orang dewasa adalah perubahan kemampuan penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan sikap atau keterampilannya. Pada umumnya perubahan perilaku pada orang dewasa lebih sulit dari pada anak anak. Untuk itu diperlakukan usaha usaha tersendiri agar subyek belajar meyakini pentingnya pengetahuan, sikap dan perilaku tersebut bagi kehidupan mereka. Dengan perkataan lain, pendidikan dapat efektif menghasilkan perubahan perilaku apabila isi dan cara atau metode belajar mengajarnya sesuai dengan perubahan yang dirasakan oleh subyek belajar (Notoatmojo, 1993).
2. Proses Belajar
Input Output (Subyek Belajar) (Hasil Belajar)
Gambar 1. Proses Belajar
Gambar 1. Diatas menjelaskan bahwa didalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok, yakni persoalan masukan (input), proses, dan persoalan keluaran (output). Persoalan masukan dalam pendidikan kesehatan adalah menyangkut sasaran belajar (sasaran didik). Persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada diri subyek belajar tersebut. Didalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai factor, antara lain subyek belajar, pengajar (pendidikan atau fasilitator), metode dan teknik belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan pelajaran. Sedangkan keluaran adalah merupakan hasil dari belajar itu sendiri, yaitu berupa kemampuan atau perubahan perilaku dari subyek belajar (Notoatmojo, 1993).
3. Tujuan Pendidikan Kesehatan a. Tujuan kaitannya dengan batasan sehat Berdasarkan batasan WHO tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk merubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku PROSES BELAJAR
tidak sehat menjadi perilaku sehat untuk menghindari terjadinya gangguan terhadap kesehatan. b. Merubah perilaku kaitannya dengan budaya Sikap dan perilaku adalah bagian dari budaya. Kebiasaan adalah kebudayaan yang tidak mudah diubah. Hal ini memerlukan suatu proses yang panjang dan melalui suatu proses belajar (Machfoedz dan Suryani, 2009).
4. Metode Pendidikan Kesehatan a. Metode pendidikan individual (perorangan) Dalam pendidikan kesehatan, metode pendidikan yang bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk daripada pendekatan ini, antara lain : 1) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counceling) Dengan cara ini, kontak antara klien dan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela, bedasarkan kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku).
2) Interview (Wawancara) Cara ini sebenarnya merupakan bagian daripada bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadobsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi. b. Metode pendidikan kelompok Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan. 1) Kelompok besar Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini antara lain ceramah dan seminar. 2) Kelompok kecil Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut kelompok kecil. Metode yang cocok untuk kelompok kecil ini antara lain diskusi kelompok, curah pendapat (Brain Strorming), bola salju (Snow Baliling),
kelompok kelompok kecil (Buzz Group), Role Play (memainkan peranan), permainan simulasi (Simulation Game). c. Metode Pendidikan Massa (Public) Metode pendidikan (pendekatan) massa dipakai untuk mengkomunikasikan pesan pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau public (Notoatmojo, 1993).
Penyuluhan atau konsultasi gizi merupakan proses belajar untuk mengembangkan pengertian dan sikap yang positif terhadap gizi agar yang bersangkutan dapat membentuk dan memiliki kebiasaan makan yang baik dalam hidupnya sehari hari (Depkes RI,1991). 1) Penyuluhan Penyuluhan merupakan terjemahan dari counseling, yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Dalam konsepsi kesehatan secara umum, penyuluhan kesehatan diartikan sebagai kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan menyebarluaskan pesan dan menanamkan keyakinan (Maulana, 2009).
Langkah langkah perencanaan penyuluhan kesehatan meliputi ; Mengenal masalah, masyarakat/sasaran, dan wilayah Langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data atau keterangan lain yang diperlukan untuk kepentingan perencanaan. Menentukan tujuan penyuluhan Apapun tujuan yang akan dipilih, hal terpenting adalah tujuan harus jelas, realistis (bisa dicapai), dan dapat di ukur. Menentukan sasaran penyuluhan Dalam penyuluhan, yang dimaksud sasaran adalah individu atau kelompok yang akan diberi penyuluhan. Penentuan kelompok sasaran menyangkut pula strategi. Menentukan isi penyuluhan Isi harus dituangkan ke dalam bahasa yang mudah dipahami oleh sasaran, dapat dilaksanakan oleh sasaran dengan sarana yang mereka miliki, atau terjangkau oleh sasaran. Dalam mneyusun isi penyuluhan, harus dikemukakan keuntungan jika sasaran melaksanakan apa yang dianjurkan dalam penyuluhan tersebut. Menentukan metode penyuluhan yang akan digunakan Metode atau cara bergantung pada aspek atau tujuan apa yang akan dicapai, apakah aspek pengertian, sikap, atau keterampilan.
Memilih alat peraga atau media penyuluhan Tentukan media apa yang akan digunakan untuk menunjang pendekatan tadi, misalnya poster, leaflet, atau media lain. Menyusun rencana penilaian (evaluasi) Pastikan dalam tujuan yang telah dijabarkan sudah secara khusus dan jelas mencantumkan waktu evaluasi, tempat pelaksanaan evaluasi, dan kelompok sasaran yang akan di evaluasi. Menyusun rencana kerja atau rencana pelaksanaan Setelah menetapkan pokok pokok kegiatan penyuluhan termasuk waktu, tempat, dan pelaksanaan, buat jadwal pelaksanaannya yang dicantumkan dalam suatu daftar (Maulana, 2009).
Kegiatan penyuluhan gizi merupakan kegiatan penyampaian pesan pesan gizi yang direncanakan dan dilaksanakan dengan tujuan untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku positif pasien dan lingkungannya terhadap upaya peningkatan gizi dan kesehatan (Aritonang dan Priharsiwi, 2009). Ahli diet bertanggung jawab atas penyuluhan yang diberikan kepada penderita ginjal mengenai prinsip dietnya yang agak rumit ini dan prosedur untuk merencanakan diet yang tepat setiap harinya. Yang sama pentingnya adalah penyuluhan kepada
penderita dan keluarganya tentang pemilihan makanan serta pemakaian berbagai macam bumbu yang dapat menambah variasi makanannya sehingga lebih dapat diterima oleh penderita. Ahli diet juga harus menyimak keluhan yang disampaikan penderita tentang makanannya dan terus menerus mencari cara agar makanan tersebut dapat bercitarasa lebih baik (Hartono, 1995).
2) Konsultasi Petunjuk tentang mengaturan makan pada orang sakit tanpa atau dengan dialisa sangat diperlukan. Dengan makanan yang baik dapat mengurangi gejala. Konsultasi perlu dilakukan beberapa kali sampai pasien paham (Soetardjo, 1990). Konsultasi merupakan serangkaian proses belajar untuk mengembangkan pengertian dan sikap positif terhadap makanan agar dapat membentuk dan memiliki kebiasaan makanan yang baik dalam kehidupan sehari hari (PERSAGI, 2009). Kemampuan dasar diperlukan dalam mengawali, mengembangkan, dan memelihara komunikasi interpersonal yang cukup akrab dan produktif. Kemampuan tersebut terdiri atas unsure unsur berikut : i. Kemampuan untuk saling percaya ii. Kemampuan mengenal pikiran dan perasaan iii. Kemampuan saling mengutarakan serta menangkap gagasan dan perasaan secara tepat dan jelas.
iv. Kemampuan untulk saling membantu dalam memecahkan masalah masalah yang dihadapi dan saling memberikan dukungan. v. Kemampuan saling menjaga kelestarian komunikasi yang telah terjalin baik vi. Kemampuan memecahkan masalah secara konstruktif yang timbul pada proses komunikasi berlangsung (Priyanto, 2009)
Tabel 2. Perbedaan Konsultasi dan Penyuluhan Aspek Konsultasi Penyuluhan Tujuan Membantu klien mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang dihadapi klien Menyadarkan masyarakat Sasaran Individu Individu dan kelompok Proses Membantu klien untuk memecahkan masalah sesuai dengan masalah yang dihadapi klien Memberi informasi, menanamkan keyakinan dan meningkatkan kemampuan Hubungan atau Kedudukan Vertikal, kedudukan konsultan lebih tinggi dari klien, yang dihadapi konsultan adalah klien Langsung atau tidak langsung Sumber: Penuntun Konseling Gizi (PERSAGI, 2011)
5. Tahap tahap kegiatan Oleh karena merubah perilaku seseorang itu tidak mudah, maka kegiatan pendidikan kesehatan harus melalui tahap tahap yang hati hati, secara ilmiah. Dalam hal ini Hanlon (1964) seperti dikutip Azwar (1983) mengemukakan tahap tahap ini, yaitu :
a. Tahap sensitisasi Tahap ini dilakukan guna memberikan informasi dan kesadaran pada masyarakat terhadap adanya hal hal penting berkaitan dengan kesehatan. Kegiatan ini tidak atau belum bermaksud agar masyarakat merubah pada perilaku tertentu. b. Tahap publisitas Bentuk kegiatan misalnya press release dikeluarkan oleh departeman kesehatan untuk menjelaskan lebih lanjut jenis atau macam pelayanan kesehatan apa saja yang diberikan pada fasilitas pelayanan kesehatan. c. Tahap edukasi Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan, merubah sikap serta mengarahkan kepada perilaku yang diinginkan oleh kegiatan tersebut. d. Tahap motivasi Perorangan atau masyarakat setelah mengikuti pendidikan kesehatan, benar benar merubah perilaku sehari harinya, sesuai dengan perilaku yanh dianjurkan oleh pendidikan kesehatan pada tahap ini (Machfoedz dan suryani, 2009).
D. Kepatuhan diit 1. Pengertian kepatuhan diit Menurut kamus besar bahasa Indonesia tahun 2005, kepatuhan Diit berasal dari kata patuh yang berarti suka menuruti perintah, taat pada aturan, berdisiplin sehingga kepatuhan memiliki
arti yaitu suatu sifat patuh yang dapat diwujudkan dalam ketaatan pada suatu aturan. Sedangkan diit mempunyai arti yaitu aturan makanan khusus untuk kesehatan biasanya atas petunjuk dokter . Terapi Nutrisi pada penderita gagal ginjal telah dikenal dan digunakan sejak lama sebagai salah satu cara untuk memperpanjang hidup penderita gagal ginjal (Indrasti dan Parsudi dalam Sastromidjojo dkk. (2000)). Diet merupakan makanan yang ditentukan dan dikendalikan untuk tujuan tertentu. Setiap diet termasuk makanan, tetapi tidak semua makanan tidak termasuk dalam kategori diet. Dalam diet, jenis dan banyaknya suatu makanan ditentukan. Di samping itu dalam diet jumlah asupan dan dan frekuensi makan juga dikendalikan sedemikian sehingga tercapainya tujuan diet tersebut. Di lingkungan rumah sakit diet tersebut mempunyai tujuan untuk pengobatan (terapi) sehingga sering disebut Diet Therapy (Budiyanto,2002) Menurut Askandar dalam Budiyanto (2002), bahwa keberhasilan kepatuhan terhadap diet ingatlah 3 K yaitu kemauan, kemampuan dan kesempatan. Ketidakpatuhan dapat disebabkan oleh : a. Kurang adanya kemauan untuk mentaati diet b. Kurang adanya kemampuan (dalam hal ini adalah dana) c. Kurang adanya kesempatan, misalnya sibuk bekerja
2. Penyebab ketidak patuhan diit Ada 3 persoalan yang mendasar dalam diet di rumah sakit yang menyebabkan diet therapy kurang berhasil dengan baik. Ketiga persoalan tersebut adalah : a. Penurunan selera makan Penyebab timbulnya penurunan selera makan klien diantaranya adalah; diet yang kurang memperhatikan sifat organoleptik, lingkungan fisik yang kurang mendukung, komunikasi perawat dan dokter yang kurang memadai, rasa sakit yang di derita klien, dan belum adanya program khusus yang dikembangkan Rumah Sakit seperti One day enjoyfull food atau Social advocation program (program pendampingan social) yang dikelola oleh Medical Social Worker. b. Penurunan keterampilan makan klien tertentu Penurunan keterampilan memakan kien seringkali disebabkan karena adanya gangguan pada sistem pencernaan makanan dan organ pendukungnya. Hal ini lebih diperburuk dengan kepedulian perawat yang masih perlu ditingkatkan serta rendahnya keterampilan keluarga klien yang menunggunya dalam hal membantu klien untuk memakan makanan. c. Adanya makanan dari luar rumah sakit Disisi lain adanya makanan luar rumah sakit yang dimakan oleh klien disebabkan oleh budaya membawa oleh oleh ketika ber- tajiah (berduka cita) ke klien di rumah sakit serta tidak adanya manajemen yang jelas untuk mengendalikan diet therapy di
rumah sakit seperti larangan membawa makanan atau minuman tertentu pada klien tertentu (Budiyanto, 2002).
E. Landasan Teori Ketika ginjal tidak dapat bekerja dengan baik, sampah sampah sisa hasil metabolisme dari apa yang dimakan dan diminum akan menumpuk didalam tubuh karena tidak dapat dikeluarkan ginjal. Hal inilah mengapa diit khusus penting untuk dipatuhi pasien. pola makan harus diubah pada pasien yang mengalami gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis (Cahyaningsih, 2011). Terapi nutrisi merupakan aspek penting dalam penatalaksanaan penderita gagal ginjal (Indrasti dan Parsudi, 2000). Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap diet yang dianjurkan, dapat diberikan intervensi gizi. Konseling gizi merupakan intervensi gizi yang diberikan untuk meningkatkan asupan makanan melalui pendidikan gizi kepada pasien (Sidabutar, 1992). Penyuluhan/konsultasi gizi merupakan proses belajar untuk mengembangkan pengertian dan sikap yang positif terhadap gizi agar yang bersangkutan dapat membentuk dan memiliki kebiasaan makan yang baik dalam hidupnya sehari hari. (Depkes RI, 1991).
F. Kerangka Konsep Variabel Bebas: Variabel Terikat:
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian Keterangan : : Variabel bebas : Variabel terikat
G. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah : Ada perbedaan pemberian edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan terhadap kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta.
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian berdasarkan metode yang digunakan yaitu metode penelitian eksperimen.
B. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu (Quasi experiment design) dengan rancangan Posttest dengan kelompok control (Posttest Only Control Group Design). Kelompok eksperimen : X1
Kelompok eksperimen : X2
Keterangan: X1 adalah pemberian edukasi dengan metode penyuluhan. a : kelompok eksperimen, diberikan post-test berupa kuesioner dan food record. X2 adalah pemberian edukasi dengan metode konsultasi. b : kelompok eksperimen, diberikan post-test berupa kuesioner dan food record.
b a
C. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : Pemberian edukasi dengan metode konsultasi dan metode penyuluhan. 2. Variabel Terikat : Kepatuhan Diet pasien
D. Definisi Operasional Variabel 1. Pemberian edukasi adalah informasi mengenai pengetahuan atau informasi kepada pasien tentang segala sesuatu mengenai gagal ginjal kronik dengan hemodialisa, serta makanan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan sehingga pasien dapat merubah perilaku dan meningkatkan pengetahuan yang disampaikan oleh penyuluh dan konselor menggunakan media leafleat dan slide. Parameter : - Pemberian edukasi dengan metode Konsultasi Yaitu pengetahuan atau informasi yang diberikan oleh konsultan kepada pasien hemodialisa dengan sasaran individu, menggunakan media leafleat diit hemodialisa, leafleat bahan makanan penukar dan standar porsi pemberian makan sehari yang dilakukan diruang hemodialisa saat pasien sedang menjalani hemodialisa. - Pemberian edukasi dengan metode penyuluhan Yaitu pengetahuan atau informasi yang diberikan oleh Penyuluh kepada pasien hemodialisa dengan sasaran kelompok, menggunakan media leafleat diit hemodialisa,
leafleat bahan makanan penukar dan menggunakan slide yang dilakukan diruang hemodialisa saat pasien sedang menjalani hemodialisa. Skala : Nominal 2. Kepatuhan diit adalah ketepatan dalam menepati anjuran diit gagal ginjal kronik dengan hemodialisa terhadap asupan zat gizi dan sikap responden. a. Asupan zat gizi Dapat ditunjukkan dengan kebiasaan makan dirumah setelah diberi edukasi yang dilihat dari tingkat konsumsi Zat Gizi makro dan mikro (Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, natrium dan kalium), perhitungan dilakukan dengan menggunakan nutri 2008. Parameter : Asupan energi (kcal) Asupan protein (g) Asupan lemak (g) Asupan karbohidrat (g) Asupan natrium (g) Asupan kalium (g) Skala : Rasio b. Sikap Sikap dapat diukur dengan kuesioner. Skor kepatuhan diet dengan pernyataan favorable, sangat setuju = 4, setuju = 3, kurang setuju = 2 dan tidak setuju = 1. Sedangkan pernyataan unfavorable bila menjawab sangat setuju = 1,
setuju = 2, kurang setuju = 3, tidak setuju = 4. Total skor menunjukkan kepatuhan diet pasien. Parameter : Skor Kepatuhan Skala : Rasio
E. Populasi dan Sampel 1. Populasi penelitian ini adalah semua pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. 2. Sampel penelitian ini adalah semua pasien gagal ginjal dengan hemodialisa yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non random menggunakan teknik Accidental Sampling, penentuan besar sampel menggunakan kriteria Inklusi sebagai berikut : a) Pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa yang terakhir kali mendapatkan konsultasi atau penyuluhan gizi lima bulan yang lalu atau sama sekali belum pernah mendapatkan konsultasi atau penyuluhan. b) Pasien hemodialisa dengan 1 atau 2 penyakit penyerta. c) Umur pasien antara 30 75 tahun d) Bersedia menjadi responden e) Pasien dapat membaca dan menulis
F. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul karena : 1. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari unit HD RSUD Panembahan Senopati Bantul, untuk saat ini jumlah pasien yang menjalankan terapi hemodialisa mencapai 100 pasien. 2. Belum pernah dilakukan penelitian yang serupa ditempat tersebut sehingga diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat. 3. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2012.
G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 1. Jenis Data a) Data primer Data yang diperoleh secara langsung yaitu berupa data tentang kepatuhan diet pasien meliputi data asupan zat gizi dan sikap pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rawat jalan di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. b) Data sekunder Berupa data karakteristik pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa yang dirawat jalan di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta.
2. Cara pengambilan data dalam penelitian ini adalah : a) Data primer berupa : Setelah diberikan edukasi, responden diminta untuk mengisi kuesioner yang berisi pernyataan dengan pilihan jawaban bertingkat untuk mengetahui sikap responden dan food record 24 jam selama 3 hari untuk mengetahui asupan zat gizi responden. b) Data sekunder berupa : Data yang dikumpulkan secara tidak langsung dari sumber yang telah ada meliputi data karakteristik pasien gagal ginjal kronik dengan Hemodialisa yaitu data umur, jenis kelamin dan penyakit penyerta pasien.
H. Instrumen Penelitian Penyuluhan : 1. LCD 2. Laptop 3. Leafleat Diit pasien Hemodialisa dan leafleat bahan makanan penukar 4. Kuesioner 5. Alat tulis
Konsultasi : 1. Leafleat Diit pasien Hemodialisa dan leafleat bahan makanan penukar
2. Kuesioner 3. Standar diit hemodialisa 4. Alat tulis
I. Jalannya Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan a. Mengumpulkan data sekunder sebagai informasi awal penelitian. b. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan saat penelitian. c. Menentukan enumerator. Enumerator dalam penelitian ini terdiri dari 1 enumerator yang merupakan mahasiswa tingkat akhir jurusan Gizi Poltekkes KemenkesYogyakarta. 2. Tahap Pelaksanaan a. Penentuan Sampel Penelitian 1) Melakukan skrining kepada pasien untuk mencari sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. 2) Sampel penelitian dibagi dalam dua kelompok, kelompok pertama diberi edukasi metode konsultasi dan kelompok kedua diberi edukasi metode penyuluhan, di utamakan pembagian kelompok pasien dengan jadwal hemodialisa yang sama. b. Pelaksanaan edukasi 1) Edukasi diberikan menggunakan metode konsultasi dan metode penyuluhan.
2) Kelompok pertama diberi edukasi metode konsultasi menggunakan media leafleat, setelah itu diberikan standar diit pembagian makanan sehari sesuai kebutuhan, kemudian diberikan kuesioner dan food record 3 hari. Food record diambil pada saat jadwal hemodialisa selanjutnya. 3) Kelompok kedua diberi edukasi metode penyuluhan menggunakan media leafleat dan slide setelah itu diberikan kuesioner dan food record 3 hari. Food record diambil pada saat jadwal hemodialisa selanjutnya. 3. Tahap Penyelesaian a. Melakukan pengumpulan dan pengecekan data hasil kuesioner dan record pasien. b. Melakukan entri data. c. Melakukan pengolahan data. d. Melakukan analisis data. e. Penyusunan laporan hasil penelitian dalam bentuk KTI. f. Konsultasi KTI dengan pembimbing. g. Presentasi laporan KTI.
J. Pengolahan dan Analisis Data 1. Data dikumpulkan kemudian di edit untuk di olah. 2. Data karakteristik yang diambil dari bagian rekam medik (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan) disajikan dalam bentuk tabel kemudian di deskripsikan.
3. Catatan catatan yang memuat data diperiksa karena ada kemungkinan terjadinya kekeliruan pengisian 4. Analisis data dilakukan secara analitik dan deskriptif. Untuk menguji apakah kedua kelompok edukasi (konsultasi dan penyuluhan) tersebut mempunyai rata rata kepatuhan diet yang berbeda, maka digunakan uji statistik non parametrik dua sampel bebas Mann Whitney. Hipotesisnya adalah : - Ho = kepatuhan diet pada pemberian edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan adalah tidak berbeda - H1 = kepatuhan diet pada pemberian edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan adalah berbeda
Pengambilan keputusan adalah : Jika probabilitas >0,05, maka Ho diterima Jika probabilitas <0,05, maka Ho ditolak
K. Kelemahan dan Kesulitan Penelitian 1. Pengambilan sampel penelitian tidak memperhatikan faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan seperti faktor sosial dan ekonomi, budaya dan agama, pendidikan, pengalaman, karena akan memperkecil jumlah sampel penelitian. 2. Sulit untuk mendapatkan ketepatan jumlah garam yang dikonsumsi pasien yang berpengaruh pada asupan natrium pasien.
3. Jumlah sampel yang diberikan edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan tidak sama disebabkan pasien meninggal. 4. Waktu penelitian yang kurang tepat menyebabkan beberapa pasien yang memenuhi kriteria inklusi tidak bersedia menjadi sampel penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum RSUD Panembahan Senopati Bantul RSUD Panembahan Senopati Bantul berdiri sejak tahun 1953 sebagai RS Hongeroedem (HO). Pada tahun 1956 resmi menjadi RS Kabupaten dengan 60 tempat tidur dan pada tahun 1967 menjadi 90 tempat tidur.0020 RSUD Panembahan Senopati Bantul diresmikan menjadi RSUD Kabupaten Bantul Type D oleh Menkes RI pada tanggal 1 April 1982, kemudian ditetapkan sebagai RS Type C pada tanggal 26 Pebruari 1993 sesuai dengan SK Menkes RI Nomor 202/Menkes/SK/11/1993. Pada bulan Nopember 1995 lulus akreditasi penuh untuk 5 pokja. Pada tanggal 1 Januari 2003 menjadi RS Swadana sesuai dengan Perda No.8 tanggal 8 Juni 2002. Baru berubah nama menjadi RSUD Panembahan Senopati Bantul pada tanggal 29 Maret 2003. RSUD Panembahan Senopati Bantul mendapatkan Piagam Penghargaan Citra Pelayanan Prima dari Presiden pada tahun 2003 dan 2004. Tarif unit cost baru diterapkan pada tanggal 1 Sempember 2004 menurut Perda Nomor 4 Tahun 2004. Pada tanggal 22 Desember 2005 mendapatkan penghargaan RSSI (Rumah Sakit Sayang Ibu) dan RSSB (Rumah Sakit Sayang Bayi) tingkat Nasional. Sesuai dengan SK Menkes No. 142/Menkes/SK/I/2007 tanggal 31 Januari 2007 tentang Peningkatan Kelas RSUD Panembahan Senopati Bantul dari tipe C menjadi Kelas B non pendidikan. Kemudian sesuai Keputusan Menteri RI Nomor : 414/Menkes/SK/IV/2007 tanggal 10 April
2007 RSUD Panembahan Senopati Bantul ditetapkan sebagai salah satu dari seratus Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan Flu Burung (Avian Influenza). Logo Rumah Sakit Daerah Panembahan Senopati Bantul baru ditetapkan sesuai keputusan Bupati Nomor 124 tahun 2007 tanggal 16 Mei 2007. Struktur kelembagaan : LTD (Lembaga Teknis Daerah) berbentuk Badan (ditetapkan dalam Perda Nomor 17 tahun 2007 tanggal 20 Nopember 2007). Pada Tanggal 21 Juli 2009 Ditetapkan sebagai Rumah Sakit yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah panembahan Senopati Kabupaten Bantul sesuai Keputusan Bupati Bantul Nomor 195 Tahun 2009.
B. Gambaran Umum Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul Unit hemodialisis RSUD Panembahan Senopati Bantul merupakan unit yang memberikan pelayanan asuhan keperawatan ginjal. Hemodialisis adalah suatu tindakan untuk memisahkan sampah nitrogen dan sampah yang lain dari dalam darah, melalui membran semipermiabel. Unit hemodialisis RSUD Panembahan Senopati Bantul pada awalnya adalah Ruang Hemodialisis yang diresmikan pada tanggal : 29 Maret 2005 sebagai pelayanan baru dan unggulan karena pada saat itu dari 5 RSUD yang ada di D.I.Yogyakarta baru RSUD Panembahan Senopati Bantul yang memiliki mesin HD. Jumlah mesin pada awalnya
dengan pembelian menggunakan anggaran APBN tahun 2004 sebanyak 1 unit, kemudian diikuti dengan Kerja Sama Operasional (KSO) dengan PT Mendjangan Yogyakarta sebanyak 2 unit mesin HD sehingga mesin HD berjumlah 3 unit, hal ini merupakan standar minimal jumlah mesin yang harus ada untuk kerja sama pelayanan HD dengan PT ASKES. Sehingga sejak bulan Oktober 2005 ruang HD RSUD Panembahan Senopati Bantul telah bekerjasama dengan PT ASKES untuk memberikan pelayanan HD kepada peserta ASKES. Ketenagaan ruang HD pada saat itu meliputi : 1 orang dokter konsultan Ginjal dan Hipertensi : dr. Suhardi Darma Atmaja, Sp.PD-KGH, 2 orang dokter ahli penyakit dalam : dr. Yuli Armini Sp.PD, dr. Waisul Coroni, Sp.PD dan 2 orang perawat mahir ginjal. Kemudian secara bertahap berkembang sampai mesin berjumlah 5 unit dan perawatpun bertambah menjadi 5 orang perawat mahir ginjal sampai dengan bulan Mei 2010. Oleh karena insidensi gagal ginjal terminal yang memerlukan HD semakin meningkat dibuktikan dengan antrian pasien atau daftar tunggu pasien untuk mendapatkan pelayanan HD yang semakin banyak sehingga manajemen RSUD Panembahan Senopati Bantul memutuskan untuk mengembangkan Ruang HD menjadi Unit HD dengan kapasitas yang lebih besar. Sehingga sejak tanggal 27 Mei 2010 terwujudlah Unit Hemodialisis RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan kapasitas 21 unit dan menempati gedung baru, bekerja sama atau KSO dengan PT Sinar Roda Utama sedangkan KSO dengan PT Mendjangan berakhir pada tanggal 26 Mei 2010. Ketenagaan perawat pun bertambah sekarang
menjadi 10 orang perawat, terdiri 7 orang perawat sertifikat ginjal intensif dan 3 orang perawat umum. Sedangkan Supervisor masih dr. Suhardi D.A, Sp.PD-KGH, Penanggung jawab HD : dr. Waisul C. Sp.PD, dr. Warih Tjahjono, Sp.PD. jenis pelayanan HD meliputi pelayanan bagi pasien umum, Jamkesmas, Jamkessos, Jamkesda dan Askes Sosial. Selain pelayanan HD, klinik ginjal dan hipertensi terinklut didalam Unit Hemodialisis yang melayani pemeriksaan dan konsultasi masalah tersebut, khusus dr. Suhardi D.A, Sp.PD-KGH setiap hari sabtu antara jam 10.00 - 12.00 WIB. Unit HD RSUD Panembahan Senopati Bantul juga digunakan untuk Praktek Keperawatan, penelitian keperawatan bagi mahasiswa DIII ataupun SI Keperawatan, program peminatan mahasiswa PSIK dan juga digunakan untuk magang bagi perawat perawat yang baru lulus pendidikan, serta perawat karyawan RS swasta/negeri yang juga akan mendirikan unit HD.
C. Karakteristik Pasien Hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul Jumlah pasien hemodialisa di unit hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul dari bulan Januari 2012 sampai bulan Mei 2012 adalah 137 pasien. Berdasarkan data yang diperoleh dari unit hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul, dari 137 pasien tersebut, 30 pasien meninggal, 3 pasien pindah tempat hemodialisa, 3 pasien tanpa keterangan dan 1 pasien drop out, sehingga jumlah pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul
sampai bulan Mei 2012 sekarang tinggal 100 pasien. Berikut disajikan tabel karakteristik pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
Tabel 3. Karakteristik Pasien HD di RSUD Panembahan Senopati Bantul Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia pada Bulan Januari - Mei 2012 Jenis Kelamin n % Laki laki 54 54 Perempuan 46 46 Jumlah 100 100 Usia (tahun) 20 39 10 10 40 59 58 58 60 79 32 32 Jumlah 100 100
Berdasarkan Tabel 3 diatas, pasien hemodialisa dengan jenis kelamin laki laki lebih banyak dari pada pasien hemodialisa dengan jenis kelamin perempuan yaitu dengan porsentase 54% (54 orang). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Surawan dkk (2000) dalam Wiyani (2010), profil penderita Gagal Ginjal Terminal (GGT) yang menjalani hemodialisis lebih banyak pada laki laki dari pada wanita dengan perbandingan hampir 3:1. Berdasarkan Tabel 3 diatas, dapat diketahui pula bahwa usia dari pasien yang menjalankan hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul bervariasi. Sebagian besar pasien berusia antara 40 59 tahun yaitu sebanyak 58 pasien (58%). Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Sarwono (2001) dalam Umami (2005) yang dilakukan di RS Fatmawati kelompok usia terbanyak pasien yang menjalani hemodialisa adalah 40 59 tahun yaitu 45 orang (60,83%).
D. Karakteristik Sampel Penelitian Sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 38 pasien, akan tetapi 2 pasien meninggal sehingga besar sampel menjadi 36 pasien. Selain itu banyak pasien yang tidak bersedia menjadi sampel penelitian. Penelitian dilaksanakan selama 3 minggu dimulai pada tanggal 21 Mei sampai pada tanggal 3 Juni 2012 di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Edukasi diberikan dengan menggunakan metode konsultasi dan metode penyuluhan. Pemberian edukasi dengan metode konsultasi dilakukan pada hari senin, 28 Mei 2012 dan selasa, 29 Mei 2012, kemudian jika masih terdapat pasien yang belum mendapatkan konsultasi akan tetapi masuk dalam kriteria inklusi, pemberian konsultasi dilanjutkan pada hari kamis, 31 Mei 2012 dan jumat, 1 Juni 2012. Konsultasi dilakukan menggunakan media leafleat diit hemodialisa, leafleat bahan makanan penukar dan standar diit pasien hemodialisa. Sedangkan pemberian edukasi metode penyuluhan dilakukan pada hari sabtu, 2 Juni 2012. Penyuluhan dilakukan pada saat pasien sedang menjalani hemodialisa untuk shift pagi dan shift siang dengan menggunakan media leafleat diit hemodialisa, leafleat bahan makanan penukar dan slide. Kepatuhan diet pasien menurut asupan zat gizi dilihat dari food record dan kepatuhan menurut sikap dilihat dari kuesioner. Menurut Sidabutar (1992), untuk meningkatkan kepatuhan terhadap diet yang dianjurkan, dapat diberikan intervensi gizi, yaitu melalui edukasi gizi seperti pemberian penyuluhan atau konsultasi rutin kepada pasien, selain itu menurut Cahyaningsih (2011), agar tujuan dari
diet dan keinginan dapat tercapai, sangat penting untuk dilakukan pendidikan kesehatan tentang prinsip prinsip terapi diit dan target yang ingin dicapai. Menurut Notoatmojo (1993) hasil belajar pendidikan orang dewasa adalah perubahan kemampuan penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan sikap atau keterampilannya. Tabel 4. Karakteristik Sampel Penelitian Menurut Pemberian Edukasi Karakteristik Pemberian Edukasi Total Konsultasi Penyuluhan n % n % n % Jenis Kelamin Laki laki 6 33,3 12 66,4 18 100 Perempuan 11 61,1 7 38,9 18 100 Jumlah 17 47,2 19 52,8 36 100 Usia (tahun) 20 39 3 60 2 40 5 100 40 59 10 47,6 11 52,4 21 100 60 79 4 40 6 60 10 100 Jumlah 17 47,2 19 52,8 36 100 Terakhir mendapat edukasi 5 12 bulan yang lalu 8 47,1 9 52,9 17 100 >12 bulan yang lalu 4 30,8 9 69,2 13 100 Belum pernah 5 83,3 1 16,7 6 100 Jumlah 17 47,2 19 52,8 36 100 Penyakit Penyerta Hipertensi 3 30 7 70 10 100 DM 1 100 0 0 1 100 DM dan hipertensi 2 66,7 1 33,3 3 100 Hipertensi dan Hepatitis C 4 40 6 60 10 100 Tanpa penyakit penyerta 7 58,3 5 41,7 12 100 Jumlah 17 47,2 19 52,8 36 100
Berdasarkan Tabel 4 diatas, dapat diketahui karakteristik sampel penelitian menurut pemberian edukasi. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi sampel penelitian berjenis kelamin laki laki dan perempuan adalah sama yaitu 18 pasien. Lebih banyak sampel penelitian berusia antara 40 59 tahun yaitu 21 pasien. Sebagian besar pasien sudah
pernah mendapatkan edukasi gizi karena merupakan pasien yang sebelumnya sudah pernah dirawat di rumah sakit. Edukasi gizi diberikan oleh ahli gizi rumah sakit, mahasiswa praktek selain itu oleh perawat dan dokter yang menjelaskan secara sepintas mengenai diit hemodialisa. Pasien yang terakhir kali diberi edukasi 5 12 bulan yang lalu paling banyak yaitu terdiri dari 17 pasien. Beberapa sampel penelitian memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi, DM dan hipertensi, hipertensi dan hepatitis C, akan tetapi sampel penelitian yang tidak memiliki penyakit penyerta lebih banyak yaitu terdiri dari 12 pasien.
E. Perbedaan Pemberian Edukasi terhadap Kepatuhan Diet Menurut Asupan Zat Gizi 1. Kebutuhan zat gizi Kebutuhan zat gizi pasien hemodialisa diketahui melalui perhitungan yaitu berat badan kering dikalikan dengan kebutuhan zat gizi pasien hemodialisa perhari. Tabel 5. Rata Rata Kebutuhan Zat Gizi Pasien Kebutuhan Zat Gizi Pemberian Edukasi Konsultasi Penyuluhan x SD x SD Energi (Kcal) 1745,9 359,2 1933,29 355,32 Protein (g) 53,76 7,65 56,96 7,97 Lemak (g) 58,19 11,98 64,44 11,84 Karbohidrat (g) 251,76 55,87 281 54,4 Natrium (mg) 2000 2000 Kalium (mg) 2000 3000 2000 3000
Berdasarkan Tabel 5 diatas, dapat diketahui rata rata kebutuhan zat gizi pasien. Kebutuhan zat gizi pasien untuk zat gizi energi, protein, lemak dan karbohidrat dihitung sesuai
penatalaksanaan diet hemodialisa menurut PERNEFRI (2003). Untuk kebutuhan energi yaitu 35 kkal/kg/hari, kebutuhan protein 1 1,2 gr/kg/hari, lemak 30% dari total kalori, dan karbohidrat 55 60% total kalori. Sedangkan untuk kebutuhan natrium dan kalium menggunakan standar yang telah ditetapkan oleh Leksaningrum, dkk. (2011) yaitu kebutuhan natrium 2000 mg/hari dan kebutuhan kalium yaitu 2000 3000 mg/hari. 2. Asupan Zat Gizi Asupan zat gizi diketahui dengan metode food record 3 hari yang meliputi zat gizi energi (kcal), protein (g), lemak (g), karbohidrat (g), natrium (mg) dan kalium (mg). Asupan zat gizi pasien dihitung menggunakan software Nutri2008. Tabel 6. Rata Rata Asupan Zat Gizi Pasien Pemenuhan Kebutuhan Zat Gizi Pemberian Edukasi Konsultasi Penyuluhan x SD x SD Energi (kcal) 1357,02 265,7 1162,86 379,88 Protein (g) 48,09 7,56 39,21 14,35 Lemak (g) 41,74 12,159 46,63 12,98 Karbohidrat (g) 214,94 57,485 179,47 61,483 Natrium (mg) 2039,35 372,15 1921,61 475,11 Kalium (mg) 1153,97 663,36 806,75 245,71
Berdasarkan Tabel 6 diatas, rata rata asupan zat gizi pasien yang meliputi zat gizi energi, protein, lemak, karbohidrat, natrium dan kalium sebagian besar kurang dari kebutuhan pasien, hal tersebut disebabkan asupan makan yang kurang serta kurangnya variasi makanan akibat faktor sosial ekonomi pasien.
3. Porsentase Asupan Zat Gizi terhadap Kebutuhan Zat Gizi Porsentase asupan zat gizi pasien dihitung dengan cara asupan zat gizi pasien dibagi dengan kebutuhan zat gizi pasien kemudian dikalikan 100%. Tabel 7. Porsentase Rata Rata Asupan Zat Gizi Pasien Pemenuhan Kebutuhan Zat Gizi Pemberian Edukasi Konsultasi Penyuluhan x SD (%) x SD (%) Energi 81,45 20,036 62,23 23,17 Protein 91,3 20,68 68,91 26,9 Lemak 73,27 28,96 49,94 22,33 Karbohidrat 87,1 20,76 67,03 27,62 Natrium 101,97 18.59 94,72 23,75 Kalium 52,99 33,48 40,56 12,27
Berdasarkan Tabel 7 diatas, dapat diketahui porsentase rata rata asupan zat gizi pasien yang diberikan edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan. Menurut Widyakarya Pangan dan Gizi (2004), klasifikasi asupan terdiri dari; defisit tingkat berat dengan porsentase <70% terhadap kebutuhan, defisit tingkat ringan dengan porsentase 71% - 79% terhadap kebutuhan, sedang dengan porsentase 80% - 89% terhadap kebutuhan, normal 90% - 119% terhadap kebutuhan dan lebih dengan porsentase >119% terhadap kebutuhan. Berdasarkan metode pemberian edukasi yang diberikan, untuk metode konsultasi, porsentase rata rata untuk asupan zat gizi protein dan natrium termasuk dalam kategori normal, asupan zat gizi energi dan karbohidrat dalam kategori sedang, lemak dalam kategori defisit tingkat ringan dan kalium dalam kategori defisit tingkat berat. Sedangkan untuk pemberian edukasi metode penyuluhan,
porsentase rata rata asupan energi, protein, lemak, karbohidrat dan kalium termasuk dalam kategori defisit tingkat berat, sedangkan untuk natrium termasuk dalam kategori normal. Berdasarkan Tabel 7 diatas, dapat diketahui bahwa porsentase rata rata asupan zat gizi pasien kurang dari kebutuhan, banyak faktor yang menyebabkan asupan zat gizi kurang, antara lain faktor sosial ekonomi dan pengetahuan yang kurang mengenai bahan makanan yang menyebabkan kurangnya variasi konsumsi bahan makanan, asupan makan yang kurang disebabkan nafsu makan menurun. Menurut Kamyar (2004) dalam Lestari (2007), nafsu makan yang rendah mungkin menjadi salah satu faktor resiko pada pasien PGK (Penyakit Ginjal Kronik) dengan hemodialisa. Hal ini diperkuat oleh Masur (1981) dan Safarino (1990) dalam Umami (2005), bahwa kepatuhan diet menurun karena terapi yang diberikan lama dan terus menerus.
4. Perbedaan Kepatuhan Diet Menurut Asupan Zat Gizi Kepatuhan diit adalah ketepatan dalam menepati anjuran diit gagal ginjal dengan hemodialisa terhadap asupan zat gizi energi, protein, lemak, karbohidrat, natrium dan kalium yang didapat dari perhitungan asupan zat gizi dibagi dengan kebutuhan zat gizi dikalikan 100%. Pasien dikatakan patuh jika porsentase asupan zat gizi normal terhadap kebutuhan (90% - 119%) dan tidak patuh jika asupan zat gizi defisit tingkat berat terhadap kebutuhan (<70%), defisit tingkat ringan terhadap kebutuhan (71% - 79%), sedang
terhadap kebutuhan (80% - 89%) dan lebih terhadap kebutuhan (>120). Perbedaan kepatuhan diet menurut asupan zat gizi terhadap pemberian edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan dapat diketahui dengan menggunakan uji statistik dua sampel bebas Mann - Whitney. Tabel 8. Perbedaan Pemberian Edukasi Terhadap Kepatuhan Diet Menurut Asupan Zat Gizi Kepatuhan Menurut Asupan Zat Gizi Pemberian Edukasi Total p Konsultasi Penyuluhan Asupan Energi n % n % n % 0,018 Patuh 7 70 3 30 10 100 Tidak Patuh 10 38,5 16 61,5 26 100 Jumlah 17 47,2 19 52,8 36 100 Asupan Protein 0,001 Patuh 9 90 1 10 10 100 Tidak Patuh 8 30,8 18 69,2 26 100 Jumlah 17 47,2 19 52,8 36 100 Asupan Lemak 0,013 Patuh 5 71,4 2 28,6 7 100 Tidak Patuh 12 41,4 17 58,6 29 100 Jumlah 17 47,2 19 52,8 36 100 Asupan Karbohidrat 0,073 Patuh 9 81,8 2 18,2 11 100 Tidak Patuh 8 32 17 68 25 100 Jumlah 17 47,2 19 52,8 36 100 Asupan Natrium 0,132 Patuh 12 46,2 14 53,8 26 100 Tidak Patuh 5 50 5 50 10 100 Jumlah 17 47,2 19 52,8 36 100 Asupan Kalium 0,023 Patuh 1 0 0 100 1 100 Tidak Patuh 16 45,7 19 52,3 35 100 Jumlah 17 47,2 19 52,8 36 100
Berdasarkan Tabel 8 diatas, dapat diketahui perbedaan kepatuhan diet menurut asupan energi, protein, lemak dan kalium antara kedua metode pemberian edukasi berdasarkan uji statistik adalah berbeda (p<0,05). Sedangkan kepatuhan diet menurut asupan
karbohidrat dan natrium antara kedua metode pemberian edukasi adalah tidak berbeda (p>0,05). Terdapat perbedaan kepatuhan diet, dimana untuk asupan energi, protein dan lemak dari kedua metode pemberian edukasi lebih banyak pasien yang patuh untuk pemberian edukasi metode konsultasi dibandingkan dengan metode penyuluhan. Hal tersebut disebabkan karena pada pemberian edukasi metode konsultasi, penjelasan mengenai kebutuhan diet lebih mendalam dibandingkan dengan penyuluhan, pasien dijelaskan mengenai besar porsi makanan sesuai dengan kebutuhannya. Terutama untuk zat gizi protein dan kalium, dimana kedua zat gizi ini banyak hilang pada saat terapi hemodialisa dan harus digantikan melalui bahan makanan, akan tetapi konsumsi bahan makanan yang banyak mengandung protein dan kalium juga tidak boleh terlalu berlebihan karena akan berdampak buruk bagi pasien hemodialisa, begitu pula untuk zat gizi energi dan lemak. Sedangkan untuk zat gizi karbohidrat dan natrium tidak terdapat perbedaan kepatuhan diet. Hal tersebut disebabkan karena untuk zat gizi karbohidrat, tidak ada pembatasan sehingga hanya dijelaskan secara sekilas. Untuk zat gizi natrium, sebagian besar pasien yang menjalankan hemodialisa memiliki tekanan darah yang tinggi, sehingga sebagian besar pasien sudah mengurangi asupan garam natrium dari makanan walaupun masih ada beberapa pasien yang belum patuh untuk asupan natrium. Menurut Notoatmojo (1993),
pendidikan menuju pada suatu perubahan, yakni perubahan tingkah laku individu kearah yang diinginkan. Sebagian besar pasien patuh untuk asupan zat gizi dengan pemberian edukasi metode konsultasi dibandingkan dengan metode penyuluhan, hal tersebut disebabkan karena pada pemberian edukasi metode konsultasi lebih mendalam dibandingkan dengan pemberian edukasi metode penyuluhan. Pasien dapat lebih terbuka menyampaikan keluhannya pada konselor, selain itu pada saat konsultasi, pasien juga diberi penjelasan mengenai jumlah porsi makanan yang harus dimakan sesuai dengan kebutuhan pasien sehingga untuk asupan zat gizi lebih banyak pasien yang patuh dengan pemberian edukasi metode konsultasi dibandingkan dengan metode penyuluhan. Menurut Notoatmojo (1993), kontak antara klien dan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku). Berikut dijelaskan untuk masing masing zat gizi: a. Energi Berdasarkan Tabel 8 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar pasien tidak patuh untuk asupan energi yaitu sebanyak 26 pasien dikarenakan asupan energi yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan. Jika dilihat dari metode yang diberikan, pemberian edukasi dengan metode konsultasi terdapat
10 pasien yang tidak patuh untuk asupan energi yaitu 9 pasien dengan asupan energi kurang dari kebutuhan (dengan porsentase <90%) dan 1 pasien dengan asupan energi lebih dari kebutuhan (dengan porsentase >119%). Sedangkan untuk metode penyuluhan terdapat 16 pasien yang tidak patuh untuk asupan energi yaitu asupan kurang dari kebutuhan (porsentase <90%). Sedangkan pasien yang patuh lebih banyak dengan pemberian edukasi metode konsultasi yaitu terdiri dari 7 orang dan dengan metode penyuluhan hanya 2 orang. Kebutuhan energi pasien dihitung berdasarkan ketentuan PERNEFRI (2003), kebutuhan energi bagi pasien hemodialisa yaitu 35 kkal/kg BB/hari. Menurut almatsier (2004), energi dibutuhkan untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya. Berdasarkan hasil penelitian, asupan energi pasien masih belum sesuai dengan kebutuhan pasien terutama untuk pasien yang diberikan edukasi dengan metode penyuluhan. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar pasien makan pada saat waktu makan utama saja tanpa diselingi dengan selingan sehingga asupan energi banyak yang kurang dari kebutuhan, faktor lainnya yang mempengaruhi adalah faktor sosial ekonomi, sebagian besar pasien hemodialisa adalah berasal dari keluarga
kurang mampu sehingga makanan yang dikonsumsi kurang bervariasi, selain itu pasien mengaku tidak memiliki nafsu makan. Menurut Pemberton dan Cecilliat (1988) dalam Umami (2005), kurangnya asupan energi dipengaruhi oleh tidak adanya nafsu makan, mual, muntah dan terbatasnya alternatif untuk memilih bahan makanan sesuai dengan diet yang harus dijalani. Asupan energi yang adekuat sangat diperlukan untuk mencegah katabolisme jaringan, sehingga dibutuhkan asupan energi yang optimal dari bahan makanan non protein. Selain itu menurut Budiyanto (2002), pasien membutuhkan cukup kalori untuk mendapatkan energi, apabila energi yang dibutuhkan tidak terpenuhi lapisan jaringan protein akan hancur untuk mensuplai energi. b. Protein Berdasarkan Tabel 8 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar pasien tidak patuh untuk asupan protein yaitu sebanyak 26 pasien disebabkan asupan protein yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan. Jika dilihat dari metode yang diberikan, pemberian edukasi dengan metode konsultasi terdapat 8 pasien yang tidak patuh untuk asupan protein yaitu 7 pasien dengan asupan protein kurang dari kebutuhan (dengan porsentase <90%) dan 1 pasien dengan asupan protein lebih dari kebutuhan (dengan porsentase >119%). Sedangkan untuk metode penyuluhan 18 pasien tidak patuh untuk asupan protein yaitu 17 pasien dengan asupan kurang dari kebutuhan
(porsentase <90%) dan 1 pasien dengan asupan lebih dari kebutuhan (porsentase >119%). Sedangkan pasien yang patuh lebih banyak dengan pemberian edukasi metode konsultasi yaitu terdiri dari 9 orang sedangkan dengan metode penyuluhan hanya 1 pasien yang patuh. Kebutuhan protein dihitung menurut PERNEFRI (2003), kebutuhan protein untuk pasien hemodialisa yaitu 11,2 gram/kg BB/hari. Menurut Almatsier (2004), protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separonya ada didalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel sel dan jaringan tubuh. Berdasarkan hasil penelitian, untuk asupan protein baik dengan pemberian edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan, masih banyak pasien yang tidak patuh, terutama untuk pemberian edukasi metode penyuluhan yaitu sebanyak 18 pasien. Hal tersebut disebabkan karena pada pemberian edukasi metode penyuluhan, penjelasan mengenai kebutuhan setiap bahan makanan tidak terlalu mendalam seperti pada pemberian edukasi metode konsultasi sehingga lebih banyak pasien yang
tidak patuh dengan pemberian edukasi metode penyuluhan. Asupan protein pasien banyak yang kurang dari kebutuhan disebabkan karena pasien banyak yang tidak mengkonsumsi protein nabati walaupun pada saat penyuluhan disampaikan bahwa untuk protein nabati sebaiknya dikurangi porsinya, bukannya tidak mengkonsumsi, faktor sosial ekonomi juga menjadi salah satu faktor kurangnya asupan protein pasien karena sebagian besar pasien hemodialisa berstatus Gakin. Selain itu, nafsu makan pasien yang menurun menyebabkan asupan proteinnya pun kurang dari kebutuhan. Menurut Kresnawan (2005) dalam Mertiasendhy (2006), HD menyebabkan asupan energi dan protein kadang sulit terpenuhi, karena pasien sering kehilangan cita rasa (berubahnya indera pengecap), padahal menurut Suhardi (1995) dalam Nur (2008), masukan protein berpengaruh pada ketahanan hidup penderita ginjal kronik dengan hemodialisa rutin. Dengan kata lain penderita yang mendapatkan protein cukup memiliki ketahanan hidup yang lebih baik daripada mereka yang mendapatkan masukan protein kurang. c. Lemak Berdasarkan Tabel 8 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar pasien tidak patuh untuk asupan lemak yaitu sebanyak 29 pasien dikarenakan asupan lemak yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan. Jika dilihat dari metode yang diberikan, pemberian edukasi dengan metode konsultasi terdapat
12 pasien yang tidak patuh untuk asupan lemak yaitu 11 pasien dengan asupan lemak kurang dari kebutuhan (dengan porsentase <90%) dan 1 pasien dengan asupan lemak lebih dari kebutuhan (dengan porsentase >119%). Sedangkan untuk metode penyuluhan, 17 pasien tidak patuh untuk asupan lemak yaitu dengan asupan kurang dari kebutuhan (porsentase <90%). Sedangkan pasien yang patuh lebih banyak dengan pemberian edukasi metode konsultasi yaitu terdiri dari 5 orang sedangkan dengan metode penyuluhan hanya 2 pasien yang patuh. Kebutuhan lemak dihitung menurut PERNEFRI (2003), kebutuhan lemak pasien hemodialisa yaitu 30% dari total kalori. Berdasarkan hasil penelitian, dari kedua metode pemberian edukasi, pasien banyak yang tidak patuh untuk asupan lemak, dimana asupan lemak pasien kurang dari kebutuhan (porsentase <90%), hal tersebut disebabkan karena untuk pengolahan makanannya, sebagian besar pasien jarang mengkonsumsi makanan yang diolah dengan menggunakan banyak minyak seperti digoreng, pasien lebih sering mengkonsumsi makanan yang diolah dengan cara direbus atau dikukus dan ditumis dengan sedikit minyak. Selain itu, asupan lemak pasien tidak sesuai dengan kebutuhan juga disebabkan karena faktor sosial ekonomi dan nafsu makan yang kurang. Menurut Cahyaningsih (2011), tubuh kita membutuhkan lemak untuk memproduksi energi, melindungi organ tubuh dari trauma, menjaga suhu tubuh agar tetap konstan dan juga
membantu mengabsorbsi beberapa vitamin. Pasien dengan hemodialisis mempunyai resiko lebih tinggi terhadap penyakit jantung. Sehingga sangat penting dalam memilih makanan berlemak yang juga sehat untuk jantung. d. Karbohidrat Berdasarkan Tabel 8 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar pasien tidak patuh untuk asupan karbohidrat yaitu sebanyak 25 pasien dikarenakan asupan karbohidrat yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan. Jika dilihat dari metode yang diberikan, pemberian edukasi dengan metode konsultasi terdapat 8 pasien yang tidak patuh untuk asupan karbohidrat yaitu 7 pasien dengan asupan karbohidrat kurang dari kebutuhan (dengan porsentase <90%) dan 1 pasien dengan asupan karbohidrat lebih dari kebutuhan (dengan porsentase >119%). Sedangkan untuk metode penyuluhan, 17 pasien tidak patuh untuk asupan karbohidrat yaitu 16 pasien dengan asupan kurang dari kebutuhan (porsentase <90%) dan 1 pasien dengan asupan lebih dari kebutuhan (porsentase >119%). Sedangkan pasien yang patuh lebih banyak dengan pemberian edukasi metode konsultasi yaitu terdiri dari 9 orang sedangkan dengan metode penyuluhan hanya 2 pasien yang patuh. Kebutuhan karbohidrat dihitung menurut PERNEFRI (2003), kebutuhan karbohidrat untuk pasien hemodialisa yaitu 55- 60% dari total kalori.
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pasien tidak patuh untuk asupan karbohidrat. Hal tersebut disebabkan karena ada beberapa pasien yang memiliki kadar gula darah yang tinggi sehingga membatasi bahan makanan sumber karbohidrat sehingga asupan karbohidrat pasien kurang dari kebutuhan, selain itu faktor sosial ekonomi yang menyebabkan kurang bervariasinya bahan makanan juga menyebabkan asupan karbohidrat tidak sesuai dengan kebutuhan. Menurut Cahyaningsih (2011), karbohidrat didalam tubuh akan diubah menjadi gula. Gula adalah bahan bakar yang digunakan oleh sel sel tubuh sebagai energy. Bila asupan karbohidrat kurang, maka tubuh akan menggunakan otot sebagai bahan bakar. Sehingga karbohidrat merupakan sumber energi yang penting bagi tubuh. e. Natrium Berdasarkan Tabel 8 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar pasien patuh untuk asupan natrium yaitu sebanyak 26 pasien. Jika dilihat dari metode yang diberikan, pemberian edukasi dengan metode konsultasi terdapat 5 pasien yang tidak patuh untuk asupan natrium yaitu 4 pasien dengan asupan natrium kurang dari kebutuhan (dengan porsentase <90%) dan 1 pasien dengan asupan natrium lebih dari kebutuhan (dengan porsentase >119%). Sedangkan untuk metode penyuluhan juga terdapat 5 pasien yang tidak patuh untuk asupan natrium yaitu dengan asupan kurang dari kebutuhan (porsentase
<90%). Sedangkan pasien yang patuh untuk metode konsultasi yaitu sebanyak 12 pasien dan untuk metode penyuluhan yaitu 14 pasien. Menurut Leksaningrum, dkk. (2011), kebutuhan natrium untuk pasien hemodialisa yaitu 2000 mg/hari. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pasien patuh untuk asupan natrium, hal tersebut disebabkan karena sebagian besar pasien memiliki tekanan darah yang tinggi, sehingga pasien sudah mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung natrium. Menurut Cahyaningsih (2011), bahwa garam adalah sumber utama natrium didalam makanan. Diit dengan tinggi natrium menyebabkan pasien beresiko mengalami tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan stroke. Selain resiko tersebut, pasien juga mempunyai alasan lain mengapa harus mengurangi asupan natrium yaitu karena tubuh tidak dapat mengeluarkan kelebihan cairan. Natrium berperan seperti magnet untuk menarik cairan. Natrium menyebabkan rasa haus, dan menahan kelebihan cairan didalam tubuh. Diit tinggi natrium juga dapat menyebabkan sakit kepala serta membuat pasien merasa berat (tubuhnya). f. Kalium Berdasarkan Tabel 8 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar pasien tidak patuh untuk asupan kalium yaitu sebanyak 35 pasien. Jika dilihat dari metode yang diberikan, pemberian edukasi dengan metode konsultasi, 16 pasien tidak patuh untuk asupan kalium yaitu dengan asupan kalium kurang
dari kebutuhan (dengan porsentase <90%). Sedangkan untuk metode penyuluhan, 19 pasien tidak patuh untuk asupan kalium yaitu dengan asupan kurang dari kebutuhan (porsentase <90%). Pasien yang patuh hanya 1 pasien yaitu untuk pasien dengan pemberian edukasi metode konsultasi. Menurut Leksaningrum, dkk. (2011), kebutuhan kalium untuk pasien hemodialisa yaitu 2000-3000 mg/hari. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pasien tidak patuh untuk asupan kalium yaitu dengan konsumsi bahan makanan yang mengandung kalium kurang dari kebutuhan (porsentase <90%), hal tersebut disebabkan karena konsumsi sayur dan buah pasien sangat kurang dari kebutuhan, padahal menurut Cahyaningsih (2011), kalium terutama dapat ditemukan pada buah buahan dan sayur sayuran. Kalium juga dapat ditemukan pada produk susu dan daging. Selain itu, nafsu makan pasien yang menurun menyebabkan asupan makan pasien kurang dari kebutuhan, padahal beberapa pasien ada yang melakukan hemodialisa 3 kali seminggu sehingga kalium darah banyak yang hilang pada saat hemodialisa. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan oleh Wilkens (2004) dalam Wiyani (2010), bahwa proses hemodialisis sangat efektif mengeluarkan kalium dari darah. Kadar kalium biasanya menurun saat hemodialisis (hipokalemia), kemudian meningkat lagi diantara hemodialisis (hiperkalemia). Sehingga tidak memungkinkan kadar kalium darah dipertahankan dalam
batas normal, karena dapat menyebabkan hipokalemia selama dialisis.
F. Perbedaan Pemberian Edukasi terhadap Kepatuhan Diet Menurut Sikap 1. Sikap Pasien Sikap pasien diketahui dari kuisioner dengan pilihan jawaban bertingkat atau rating scale yang digunakan untuk mengetahui sikap pasien melalui pernyataan pernyataan dan dinyatakan dalam skor kepatuhan. Tabel 9. Rata Rata Skor Kepatuhan Diet Pasien Sikap Pemberian Edukasi Konsultasi Penyuluhan x SD 67,82 4,23 67,24 4,98
Berdasarkan Tabel 9 diatas, rata rata skor kepatuhan diet pasien dapat diketahui melalui kuisioner. Rata rata skor kepatuhan diet hampir sama antara pemberian edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan, walaupun untuk metode konsultasi rata rata skor kepatuhannya lebih tinggi yaitu 67,82, hal tersebut menandakan bahwa kedua metode edukasi dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan diet menurut sikap. 2. Perbedaan Kepatuhan Diet Menurut Sikap Perbedaan kepatuhan diet menurut sikap pasien terhadap pemberian edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan dapat diketahui dengan menggunakan uji statistik dua sampel bebas Mann - Whitney. Pasien dikatakan patuh jika skor kepatuhan 60 dan dikatakan tidak patuh jika skor kepatuhan <60.
Tabel 10. Perbedaan Pemberian Edukasi Terhadap Kepatuhan Diet Menurut Sikap Sikap Pemberian Edukasi Total p Konsultasi Penyuluhan n % n % n % 0,455 Patuh 17 48,6 18 51,4 35 100 Tidak Patuh 0 0 1 100 1 100 Jumlah 17 47,2 19 52,8 36 100
Berdasarkan Tabel 10 diatas, dapat diketahui nilai probabilitasnya adalah 0,455 (p>0,05), maka Ho diterima yaitu kepatuhan diet yang dilihat dari sikap pasien adalah tidak berbeda untuk kedua metode pemberian edukasi. Sikap pasien tidak berbeda mengenai makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan serta mengenai porsi makan dan cara persiapan pengolahan makanan dimana dari kedua metode pemberian edukasi tersebut sebagian besar pasien termasuk dalam kategori patuh, hal tersebut disebabkan karena materi dari konsultasi dan penyuluhan adalah sama serta menggunakan media leafleat yang sama, selain itu pada metode penyuluhan juga digunakan media slide. Baik konsultasi maupun penyuluhan merupakan metode pendidikan dimana dengan pendidikan pasien dapat memperoleh informasi untuk meningkatkan pengetahuannya. Menurut Notoatmojo (2007), pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.
Berdasarkan hasil penelitian, kepatuhan diet pasien yang dilihat dari sikap lebih banyak pasien yang patuh dengan pemberian edukasi metode penyuluhan yaitu sebanyak 18 pasien (51,4%). Hal tersebut disebabkan karena banyaknya sampel penelitian yang diberi edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan tidak sama, dimana untuk pemberian edukasi metode konsultasi hanya terdapat 17 pasien karena 2 pasien meninggal dan food record pasien belum sempat dikumpulkan sehingga pasien tidak termasuk dalam sampel penelitian. Akan tetapi berdasarkan jawaban pada kuisioner yang diberikan setelah pemberikan edukasi, kedua pasien tersebut masuk dalam kategori patuh karena skor kepatuhannya 60. Sebagian besar pasien patuh menurut sikap yang dilihat dari kuesioner disebabkan karena pelaksanaan edukasi menggunakan media lefleat yang sama serta untuk metode penyuluhan juga digunakan media atau alat bantu slide. Menurut Notoatmojo (2007), agar dicapai suatu hasil yang optimal maka faktor faktor yang mempengaruhi proses pendidikan harus bekerjasama secara harmonis hal ini berarti bahwa masukan (sasaran pendidikan) tertentu harus menggunakan cara tertentu pula, materi juga harus disesuaikan dengan sasaran, demikian juga alat bantu pendidikan disesuaikan. Selain itu juga sebagian besar pasien telah mengetahui mengenai diet hemodialisa akan tetapi untuk pelaksanaannya sendiri masih banyak pasien yang kurang patuh jika dilihat dari asupan zat gizi pasien. Menurut Bensley (2003), tugas yang paling sulit bagi
pendidik kesehatan adalah membantu individu atau kelompok mempertahankan perilaku ketika sudah berubah. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pasien hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta dapat disimpulkan bahwa: 1. Karakteristik pasien hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul lebih banyak yang berjenis kelamin laki laki dengan umur berkisar antara 40 59 tahun. 2. Kepatuhan diet menurut asupan energi, protein, lemak dan kalium antara metode konsultasi dan metode penyuluhan adalah berbeda sedangkan menurut asupan karbohidrat dan natrium adalah tidak berbeda. 3. Kepatuhan diet menurut sikap pasien pada pemberian edukasi metode konsultasi dan metode penyuluhan adalah tidak berbeda.
B. Saran 1. Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul Pemberian edukasi gizi bagi pasien hemodialisa perlu lebih divariasikan lagi, selain menggunakan metode konsultasi dan metode penyuluhan, dapat juga menggunakan metode diskusi kepada pasien mengenai diet hemodialisa sehingga terjadi komunikasi dua arah antara pasien dan konsultan. Selain itu dapat juga digunakan media
pendukung seperti menggunakan food model, slide, juga diberikan standar porsi pemberian makan sehari untuk pasien, hal tersebut dilakukan untuk menghindari kebosanan pasien. 2. Bagi peneliti lain Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut untuk menyempurnakan penelitian ini, yaitu perbedaan pemberian edukasi terhadap kepatuhan diet dengan memperhatikan faktor faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan diet seperti sosial ekonomi, pendidikan dan lama hemodialisa.
DAFTAR PUSTAKA
Afryani, Retna. 2005. Hubungan Adekuasi Hemodialisis dengan Asupan Energi dan Protein Penderita Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Skripsi Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2005. (d3) Almatsier, Sunita. 2007. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Aritonang, irianton dan Priharsiwi, endah. 2009. Manajemen Penyelenggaraan Makanan dan Asuhan Gizi. Yogyakarta : Leutika. Banudi, La. 2006. Hubungan Kadar Serum Albumin terhadap Morbiditas dan Mortalitas pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis Di RS DR. Sardjito Yogyakarta. Tesis Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2006. Bensley, Robert dan Fisher, Jodi Brookins. 2003. Metode Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Ed. 2. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC. Budiyanto, Krisno Agus. 2002. Gizi dan Kesehatan. Malang : Bayu Media. Cahyaningsih, N. D. 2011. Hemodialisis (cuci darah) panduan praktis perawatan gagal ginjal. Yogyakarta : Mitra Cendekia. Darmono, 2000. Symposium Nutrisi Klinik Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Depkes RI. 1991. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI Hartono, Andry. 1995. Prinsip Diet Penyakit Ginjal. Jakarta : Arcan. Leksaningrum, Nawangsari, dkk., 2011. Perhitungan Kebutuhan Gizi Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang. Malang : QCC Sehati Risalah 5. Lestari, Fitri. 2007. Hubungan Antara Status Gizi dan Asupan Makan dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis Rutin di Instalasi Dialisis RSUP Dr, Sardjito Yogyakarta. Skripsi Program Studi S-1 Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2007. Machfoed, ircham dan Eko suryani. 2009. Pendidikan Bagian dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Citramaya. Mahdalena, Zulfiah. 2005. Hubungan Asupan Energi dan Protein dengan Status Gizi Penderita Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RS Dr, Sardjito Yogyakarta. Skripsi Program Studi S-1 Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2005. Maulana, Heri D. J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC. Mertiasendhy, Setyowati. 2006. Perbedaan Asupan Zat Gizi Pre HD, Durante HD, dan Post HD pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisa (HD) di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta. Skripsi Universitas Gajah Mada 2006. Notoatmojo, Soekidjo, 1993. Pengantar pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku kesehatan. Yogyakarta : Andi Offset. Notoatmojo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Yogyakarta : Rineka Cipta. Nur, Edy. 2008. Hubungan Asupan Zat Gizi dan Status Gizi dengan Kualitas Hidup Penderita Penmyakit Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Tesis Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2008. Okezone.com yang diunduh pada tanggal 2 desember 2011. Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 2003. Konsensus Dialisis. Jakarta: Pernefri. PERSAGI, 2009. Kamus Gizi. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara. PERSAGI, 2011. Penuntun Konseling Gizi. Jakarta : PT. Abadi. Priyanto, Agus. 2009. Komunikasi dan Konseling. Jakarta : Penerbit Salemba Medika. Sastromidjojo, dkk. 2000. Pegangan Penatalaksanaan Nutrisi Pasien. Jakarta : Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia. Sidabutar, R. P. ed. 1992. Gizi pada Gagal Ginjal Kronik. Beberapa Aspek Penatalaksanaan. Jakarta : Pernefri. Soetarjdo, dkk. 1990. Diit Pada berbagai Penyakit Degeneratif. Jakarta : proyek pengembangan pendidikan tenaga gizi pusat bekerja sama dengan Akademi Gizi Departemen Kesehatan RI. Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas Indonesia. Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta : EGC Waspadji, Sarwono dan Soeparman.1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Wiyani, Luberta Ebta. 2010. Hubungan Persepsi Mengenai Diet yang Dianjurkan pada Pasien Hemodialisis di RSUD Gambiran Kota Kediri. Skripsi Universitas Gajah Mada 2010. Umami, Anisah. 2005. Hubungan Frekuensi Hemodialisa dengan Kepatuhan Diet Penderita Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa Di RS Sardjito Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 2005.
LAMPIRAN
Lampiran 1 (Surat Ijin Validasi Kusioner)
Lampiran 2 (Surat Ijin Penelitian)
Lampiran 3 PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Penelitian tentang Perbedaan Pemberian Edukasi terhadap Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal dengan Hemodialisa Rawat Jalan di RSUD Panembahan Senopati, Bantul, Yogyakarta. Yang bertanda tangan di bawah ini : N A M A : UMUR/TGL LAHIR : JENIS KELAMIN : ALAMAT LENGKAP : NO. TELEPON/HP : Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi responden yang akan dilakukan oleh Linda Susilawati, mahasiswa Program D3 Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Demikian pernyataan ini saya tandatangani untuk dapat digunakan seperlunya dan apabila dikemudian hari terdapat perubahan/keberatan dari saya, maka saya dapat mengajukan kembali hal keberatan tersebut.
Yogyakarta, Juni 2012
Peneliti, Responden,
(Linda Susilawati) (....)
Lampiran 4 KUISIONER KEPATUHAN DIET PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISA Petunjuk : 1. Bacalah setiap pernyataan dibawah ini secara seksama sebelum member jawaban 2. Barilah tanda cek (v) pada salah satu kolom jawaban anda anggap paling sesuai 3. Selamat mengerjakan, terima kasih atas partisipasinya Alternatif jawaban : SS = Sangat Setuju, S = Setuju, KS = Kurang Setuju, TS = Tidak Setuju No Pernyataan SS S KS TS 1 Saya harus mematuhi diet yang di anjurkan. 2 Kepatuhan terhadap diet yang dianjurkan akan memberikan manfaat bagi kesehatan.
3 Dalam situasi apapun saya akan berusaha untuk mematuhi diet yang dianjurkan.
4 Saya tidak perlu membatasi makanan yang banyak mengandung protein nabati seperti tahu dan tempe.
5 Saya lebih memilih makan nasi dari pada kentang dan roti. karena nasi mempunyai kandungan energi yang cukup tinggi sementara kadar proteinnya rendah.
6 Saya bebas makan ayam, ikan, daging sapi. 7 Saya harus menghindari makanan yang banyak mengandung Natrium seperti garam dapur, makanan yang di kalengkan dan di
awetkan. 8 Saya bebas makan makanan apa saja sebelum terapi Hemodialisa dilakukan
9 Saya tidak akan menghindari makanan yang banyak mengandung kalium seperti, kacang kacangan, bayam, pisang, air kelapa/degan, alpokat, durian, nangka, kembang kol.
10 Sebelum dimasak, sayuran harus direndam dalam waktu yang lama, atau sayuran direbus dahulu dengan banyak air, lalu air rebusan ditukar dengan air yang baru untuk mengurangi kandungan kaliumnya.
11 Air yang saya minum tidak perlu dibatasi. 12 Apabila saya odema dan hipertensi, saya harus mengurangi makanan yang diawetkan dengan garam misalnya: telur asin, ikan asin, cornet, dsb.
13 Saya boleh makan makanan kesukaan saya akan tetapi tetap pada batasan diet yang dianjurkan.
14 Makanan cemilan seperti keripik asin boleh dikonsumsi.
15 Pada saat terapi Hemodialisa adalah saat yang tepat untuk mengkonsumsi makanan
yang mengandung kalium seperti kacang kacangan, bayam, pisang, air kelapa/degan, alpokat, durian, nangka, kembang kol. 16 Saya makan dalam porsi yang kecil tetapi sering yaitu 6 kali sehari
17 Pola makan saya tidak harus diubah. 18 Semua sayuran harus dimasak dan tidak dianjurkan dimakan dalam keadaan mentah (lalapan).
19 Sayuran berkuah seperti sop, sayur bening, sayur asem boleh saya makan dengan bebas.
20 Sayur yang akan dimasak tidak perlu potong dan direndam pada air hangat.
Skala kepatuhan diet dengan pernyataan favorable, sangat setuju = 4, setuju = 3, kurang setuju = 2 dan tidak setuju = 1. Sedangkan pernyataan unfavorable bila menjawab sangat setuju = 1, setuju = 2, kurang setuju = 3, tidak setuju = 4. Total skor menunjukkan kepatuhan diet pasien.
Lampiran 5 SATUAN ACARA PENYULUHAN DIET PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISA
A. Tujuan Penyuluhan 1. Tujuan Umum Untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku positif pasien sehingga dapat meningkatkan kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Pasien mengerti mengenai jenis diet pada penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa dan perbedaan diet ini dengan makanan biasa. b. Pasien mengetahui makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. c. Pasien mengerti bagaimana sebaiknya mempersiapkan dan mengolah makanan bagi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. d. Pasien mematuhi diet yang dianjurkan bagi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. B. Sasaran Pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa yang menjadi responden dalam penelitian ini.
C. Pokok Bahasan 1. Sekilas mengenai gagal ginjal dengan hemodialisa.
2. Jenis diet bagi pasien gagal ginjal dengan hemodialisa. 3. Perbedaan diet pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa dengan makanan biasa. 4. Makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. 5. Cara mempersiapkan dan mengolah makanan bagi pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. D. Waktu dan Tempat Waktu penyuluhan selama 60 menit di unit hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. E. Metode Metode yang digunakan yaitu dengan metode ceramah dan tanya jawab. F. Alat dan Media 1. Leafleat 2. Laptop 3. LCD proyektor G. Langkah Kegiatan No Penyuluh Waktu Sasaran 1 Persiapan a. Menyiapkan ruangan. b. Menyiapkan alat-alat.
5 menit
Ruangan, alat dan pasien siap. 2 Proses : a. Membuka penyuluhan dengan mengucapkan salam, menyapa dan memperkenalkan diri b. Menyampaikan materi penyuluhan dengan menggunakan media leafleat dan food model c. Tanya jawab kepada pasien d. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan kepada pasien
5 menit
30 menit
10 menit 5 menit
Menjawab salam, menjawab sapaan dan memperhatikan.
Mendengarkan dan memperhatikan.
Bertanya dan memperhatikan. Menjawab pertanyaan penyuluh dan memperhatikan.
3 Penutup : Memberikan kesimpulan dan mengucapkan salam.
5 menit
Memperhatikan dan menjawab salam.
H. Evaluasi Sasaran Penyuluhan mampu : 1. Memahami jenis diet pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. 2. Mengetahui perbedaan diit ini dengan makanan biasa. 3. Mengerti cara mengatur diit gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. 4. Menyebutkan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. 5. Mengerti bagaimana sebaiknya mempersiapkan dan mengolah makanan bagi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. 6. Mematuhi diet yang dianjurkan bagi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa.
Lampiran 6 SATUAN ACARA KONSULTASI DIET PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISA
A. Tujuan Penyuluhan 1. Tujuan Umum Untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku positif pasien sehingga dapat meningkatkan kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Pasien mengerti mengenai jenis diet pada penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa dan perbedaan diet ini dengan makanan biasa. b. Pasien mengetahui makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. c. Pasien mengerti bagaimana sebaiknya mempersiapkan dan mengolah makanan bagi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. d. Pasien mematuhi diet yang dianjurkan bagi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. B. Sasaran Pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa yang menjadi responden dalam penelitian ini.
C. Pokok Bahasan 1. Sekilas mengenai gagal ginjal kronik dengan hemodialisa.
2. Jenis diet bagi pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. 3. Perbedaan diet pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa dengan makanan biasa. 4. Makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. 5. Cara mempersiapkan dan mengolah makanan bagi pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. D. Waktu dan Tempat Waktu Konsultasi selama 60 menit di unit hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. E. Metode Metode yang digunakan yaitu dengan metode diskusi dan tanya jawab. F. Alat dan Media 1. Leafleat G. Langkah Kegiatan No Konselor Waktu Sasaran 1 Persiapan c. Menyiapkan ruangan. d. Menyiapkan alat-alat. 5 menit Ruangan, alat dan pasien siap. 2 Proses : a. Membuka konsultasi dengan mengucapkan salam dan memperkenalkan diri b. Menanyakan keluhan pasien, tanya jawab dan diskusi mengenai diet gagal ginjal dengan hemodialisa menggunakan media leafleat dan food model c. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan kepada pasien
5 menit
40 menit
5 menit
Menjawab salam dan memperkenalkan diri
Menjawab pertanyaan, memperhatikan, bertanya dan berdiskusi.
Menjawab pertanyaan konselor, menanyakan kembali apabila ada yang belum jelas dan memperhatikan. 3 Penutup : Memberikan kesimpulan dan
5 menit
Memperhatikan dan menjawab
mengucapkan salam
salam.
H. Evaluasi Sasaran Konsultasi mampu : 1. Memahami jenis diet pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. 2. Mengetahui perbedaan diit ini dengan makanan biasa. 3. Mengerti cara mengatur diit gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. 4. Menyebutkan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. 5. Mengerti bagaimana sebaiknya mempersiapkan dan mengolah makanan bagi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. 6. Mematuhi diet yang dianjurkan bagi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa.
Lampiran 7 FOOD RECORD HARI I, II, III
No Waktu Makanan Bahan Makanan URT Gram
Analisis : Energi : , Protein : , Lemak : , Karbohidrat : , Natrium : , Kalium : ,
Lampiran 8
STANDAR DIIT HEMODIALISA Energi : Karbohidrat : Protein : Lemak : Natrium : Kalium :
PEMBERIAN MAKANAN SEHARI Berat(g) URT* Pagi Nasi : Lauk Hewani : Sayur : Minyak : Gula Pasir : Tepung Susu :
Pukul 10.00 :
Siang Nasi : Lauk Hewani : Lauk Nabati : Sayur : Buah : Minyak :
Pukul 16.00 :
Sore Nasi : Lauk Hewani : Lauk Nabati : Sayur : Buah : Minyak :
Malam :
*URT = Ukuran Rumah Tangga
Lampiran 9 Leafleat Diet pasien Hemodialisis dan leafleat bahan makanan penukar