You are on page 1of 12

Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 51




Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi
Permukiman Tradisional
Elya Santa Bukit
(1)
, Himasari Hanan
(2)
, Arif Sarwo Wibowo
(3)

(1)
Mahasiswa Program Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi
Bandung
(2)
Staf Pengajar Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung
(3)
Staf Pengajar Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung

Abstrak

Rumah tradisional sebagai salah satu ciri khas suatu suku bangsa, lebih banyak diungkapkan dari
segi tradisi dan adat-istiadat budaya, tetapi tidak dimaknai sebagai suatu lingkungan kehidupan
yang harus dipertahankan keberlanjutannya dan harus dapat mengakomodasi perkembangan
kehidupan penghuninya. Saat ini, rumah tradisional banyak yang ditinggalkan sehingga menjadi
terlantar dan hancur. Namun, pada beberapa suku bangsa masih terdapat rumah tradisional
yang bertahan dan dihuni, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi perubahan-
perubahan fisik yang dapat langsung terlihat. Kondisi ini menyebabkan diperlukannya suatu
kerangka untuk mengkaji transformasi yang terjadi pada permukiman tradisional masa kini.
Tujuan penelitian ini adalah mengadaptasi teori transformasi lingkungan binaan yang
dikemukakan oleh N.J. Habraken ke dalam konteks permukiman tradisional, untuk dapat
mempelajari lingkup perubahan fisik rumah tradisional. Metode yang digunakan adalah metode
kualitatif berupa kajian literatur dan survei. Analisis dilakukan dengan mengadaptasikan variabel-
variabel transformasi yang dikemukakan N.J. Habraken untuk diaplikasikan pada kondisi aktual
permukiman tradisional, kemudian dilakukan penyesuaian pada setiap variabel transformasi yang
meliputi transformasi pada tatanan fisik, teritorial, dan kultural. Dari hasil analisis diketahui
bahwa teori transformasi tersebut secara umum dapat diterapkan untuk menelaah transformasi
pada lingkungan permukiman tradisional. Namun, terdapat beberapa poin yang kurang sesuai
untuk digunakan, karena kondisi permukiman tradisional yang masih menerapkan prinsip
kebersamaan dan sistem sosial yang mengacu pada adat-istiadat suku bangsanya.

Kata-kunci: kehidupan masa kini, permukiman tradisional, transformasi


Pendahuluan
Indonesia merupakan Negara yang terdiri atas
berbagai suku bangsa yang dicirikan salah
satunya oleh karya-karya arsitektur dari suku-
suku bangsa tersebut. Rumah tradisional
sebagai bentuk karya arsitektur khas yang
didirikan oleh masyarakat, merupakan
perwujudan dari budaya dan tata kehidupan
mayarakat yang lahir dan berkembang dari
tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat lokal
tanpa dipengaruhi oleh norma baku dalam
khasanah arsitektur global. Hal ini
menyebabkan rumah tradisional seringkali
menjadi representasi dari suatu suku bangsa
dan memiliki peran yang besar di dalam
masyarakatnya.
Dengan banyaknya suku bangsa yang
berkembang di wilayahnya, Indonesia sangat
kaya akan ragam bentuk rumah tradisional.
Namun demikian, kekayaan budaya ini
seringkali hanya dikenali sebagai ragam visual
semata. Hingga saat ini kajian mengenai
rumah tradisional lebih banyak membahas tata
nilai, tradisi dan adat istiadat yang digariskan
Adaptasi Teori N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

52 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

oleh nenek moyang yang terwujud dalam
bentukan-bentukan fisik bangunan. Rumah
dan perkampungan tradisional tidak dimaknai
sebagai lingkungan kehidupan komunitas yang
terus berkembang untuk mengakomodasi
perkembangan kehidupan para penghuninya.
Saat ini perkampungan dan rumah tradisional
di Indonesia semakin banyak yang terlantar
karena ditinggalkan oleh komunitasnya yang
lebih memilih untuk merantau, yang
menyebabkan keberadaan rumah-rumah
tradisional semakin menyusut. Meskipun
demikian, pada beberapa suku bangsa masih
cukup banyak perkampungan dan rumah
tradisional yang bertahan dan tetap dihuni
oleh masyarakatnya, walaupun tidak dapat
dipungkiri bahwa seiring berjalannya waktu
terjadi perubahan-perubahan fisik yang dapat
langsung terlihat pada rumah dan
perkampungan tradisional tersebut.
Selama ini penelitian tentang rumah
tradisional masih sangat didominasi oleh
romantisme kekayaan budaya masa lalu
yang hanya mengkaji bentuk visual, pola
spasial, teknologi konstruksi tradisional dan
simbolisme budaya, sebagaimana yang
telah dilakukan oleh: Wasilah (2011) dalam
Comparative Study of Traditional Architecture
Toraja and Mamasa; Funo (2005) dalam
Consideration on Typology of Kampung House
and Betawi House of Kampung Luar Batang
(Jakarta); Setiada (2003) dalam Desa Adat
Legian ditinjau dari Pola Desa Tadisional Bali;
Mentayani (2008) dalam Jejak Hubungan
Arsitektur Tradisional Suku Banjar dan Suku
Bakumpai; dan Chen (2008) dalam The
Typological Rule System of Malay House in
Peninsula Malaysia.
Sedangkan pada kondisi saat ini, rumah
tradisional yang masih dihuni sebagian besar
telah mengalami perubahan fisik. Namun
masih sedikit penelitian yang mengkaji
perubahan-perubahan pada rumah tradisional,
diantaranya adalah: Rukwaro (2001) dalam
Architecture of Societies in Transition the
case of Maasai of Kenya; Gruber (2006) dalam
Settlements and Housing on Nias Island
Adaptation and Development; Patandianan
(2005) mengenai Perubahan Fungsi dan
Bentuk Rumah Tradisional Toraja (Tongkonan).
Diantara penelitian-penelitian mengenai
perubahan pada permukiman atau rumah
tradisional yang telah dilakukan, belum ada
suatu metode yang dapat digunakan secara
general untuk mengkaji transformasi pada
lingkungan tradisional. Sementara itu, kondisi
aktual menunjukkan bahwa lingkungan
permukiman tradisional dapat bertahan
apabila dimungkinkan terjadinya perubahan-
perubahan sesuai konteks kehidupan masa
kini dalam batas-batas tata nilai adat istiadat
yang berlaku. Untuk itu diperlukan suatu
metode ilmiah yang dapat menggali secara
mendalam transformasi yang terjadi pada
lingkungan tradisional dengan adanya tata
nilai adat istiadat yang mengikat.
Kajian Literatur
Istilah tradisional merujuk pada prosedur dan
objek material yang telah diterima sebagai
norma pada suatu masyarakat, dimana
elemen-elemen tersebut diturunkan dari
generasi ke generasi, umumnya secara verbal
atau melalui dokumen-dokumen yang disusun
berdasarkan cerita verbal, yang mentransfer
pengetahuan, instruksi, dan prosedur (Nobel,
2009). Namun, hal ini tidak berarti bahwa
proses tradisional maupun objek tradisional
tidak dapat berubah seiring waktu. Ley dan
Duncan (dalam Pratiwi 2009) menyatakan
bahwa tradisi berakar pada budaya, dan
budaya berakar pada tempat. Kebiasaan-
kebiasaan dan praktek yang diwariskan secara
turun-temurun ini merupakan bagian dari
evolusi budaya. Ini menunjukkan
keberlanjutan dari proses perbaikan pada
suatu peradaban atau komunitas.
Pengertian transformasi dalam The New
Grolier Webster International Dictionary of
English Language adalah perubahan dari satu
bentuk atau ungkapan menjadi suatu bentuk
yang mempunyai arti atau ungkapan yang
sama mulai dari struktur permukaan dan
Elya Santa Bukit
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 53

fungsi.
1
Sedangkan menurut Antoniades
(1992) transformasi adalah sebuah proses
perubahan bentuk secara berangsur-angsur
sehingga sampai pada tahap akhir, perubahan
dilakukan dengan cara memberi respon
terhadap pengaruh perubahan unsur eksternal
dan internal. Max Weber (dalam Sachari 2001)
menilai bahwa transformasi merupakan proses
ahistoris-multilinier-berpola dengan berbagai
variasi dan modifikasi, tetapi menunjukan
terjadinya persetujuan sementara, kompromi,
dan kesimpulan bersama sementara untuk
menyangga suatu kebudayaan agar tetap
berdiri dan menjawab tantangan yang
dihadapinya.
Perkembangan Teori Transformasi N.J.
Habraken
N. John Habraken adalah seorang arsitek
Belanda yang lahir di Bandung, Indonesia
pada tahun 1928. Habraken mendapatkan
pendidikan dasar di Surabaya dan Jakarta,
Indonesia, namun mendapat pendidikan
arsitektur di Delft Technical University Belanda
pada tahun 1948-1955, dan mendapat gelar
Doctor Honoris Causa dari Eindhoven
Technical University pada tahun 2005.
Habraken pernah menjadi Profesor sekaligus
ketua Departemen Arsitektur di Eindhoven
Technical University dan Massachusetts
Institute of Technology. Selama menjadi
profesor, Habraken selalu mengajar mengenai
metode dan teori arsitektur dan urban desain.
Dalam karirnya, Habraken telah menghasilkan
banyak tulisan berupa buku, laporan penelitian
dan artikel terutama mengenai teori arsitektur,
metode, peran arsitek, perumahan, serta
aplikasi teknologi. Buku pertama yang ditulis
Habraken adalah Support: an Alternative to
Mass Housing (1962, english edition 1972)
yang memisahkan antara struktur bangunan
(support) dan bagian pengisi (infill) pada
desain dan konstruksi rumah tinggal.
Pemisahan ini terutama sebagai bentuk
kontrol dan tanggung jawab desain, dan juga
bersifat teknis. Dengan tujuan untuk
memperbaiki apa yang disebut hubungan
alami antara bentuk lingkungan dan
penghuninya seperti pada zaman dulu. Buku
ini menimbulkan berbagai pendapat, terutama
pendapat negatif bahwa buku ini mengacu
pada industrialisasi dan kapitalisasi perumahan.
Buku kedua yang dihasilkan oleh Habraken
adalah Variations: the Systematic Design of
Supports (1974, english edition, 1976). Buku
ini merupakan pengembangan dari buku
sebelumnya yang berisi metode desain
struktur bangunan (supports) untuk
dikembangkan lebih lanjut oleh penghuninya.
Metode yang ditawarkan adalah dengan
menyediakan suatu desain struktur bangunan
yang dibangun secara massal, untuk kemudian
dikembangkan oleh penghuni sehingga
menjadi desain rumah tinggal yang bervariasi.
Pada kedua buku ini, Habraken menawarkan
metode pengembangan perumahan dengan
tetap melibatkan penghuni sebagai bagian dari
tim perancang bagi rumah tinggalnya sendiri,
sehingga tetap terjalin hubungan alami
antara bangunan dan penghuninya.
Komponen teoritis dari tulisan-tulisan
Habraken sebagian besar berhubungan
dengan teori lingkungan binaan sebagaimana
adanya. Faktanya, dapat dilihat sebagai usaha
untuk membuat lingkungan binaan menjadi
tampak/terlihat dan berbeda dari arsitektur.
Pandangan saya tentang perumahan, seperti
yang pertama kali dituangkan dalam Supports,
secara tegas menghargai lingkungan binaan
sebagai entitas kehidupan dimana bentuk dan
penghunian adalah dua hal yang berbeda tapi
tidak dapat dipisahkan.
Buku ketiga yang ditulis oleh Habraken adalah
Transformation of the Site (1983), yang
merupakan cikal bakal dari buku The Structure
of the Ordinary (1998). Pada kedua buku ini,
Habraken mencoba melihat lingkungan binaan
berdasarkan transformasi yang terjadi di
dalamnya. Buku Transformation of the Site
merupakan eksposisi rinci mengenai
bagaimana suatu hukum yang konstan dapat
ditemukan pada lingkungan binaan dengan
melihat transformasi yang terjadi. Dalam buku
ini, transformasi lingkungan binaan dijelaskan
dalam tiga pergerakan, yaitu: 1) seperangkat
istilah yang digunakan untuk mengamati
Adaptasi Teori N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

54 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

lingkungan binaan, yang menjadi teori dasar
dalam memahami transformasi lingkungan
binaan. Seperangkat istilah inilah yang
kemudian dijelaskan secara lebih rinci dalam
buku The Structure of the Ordinary. 2)
metodologi, yang berisi contoh-contoh
bagaimana menganalisis lingkungan binaan,
serta bagaimana suatu lingkungan binaan
dapat terus berjalan setelah mengalami
transformasi. 3) Pembelajaran berdasarkan
pengalaman Habraken dalam menerapkan
teori dan metode yang telah dijelaskan dalam
dua bab sebelumnya pada lingkungan binaan
yang telah mengalami transformasi.
Buku The Structure of the Ordinary: Form and
Control in the Built Environment menjelaskan
dengan lebih detil mengenai seperangkat
istilah yang dibahas pada bagian pertama
buku Transformation of the Site. Pada buku
ini, perangkat teori dan metodologi yang telah
disebutkan pada buku sebelumnya digunakan
dalam penyelidikan terhadap hukum yang
mengatur suatu lingkungan binaan
sebagaimana terlihat dari pola-pola
transformasi yang terjadi. Buku ini mengingat
kembali pameran Bernard Rudofski pada tahun
1964 beserta bukunya yang
berjudul Architecture without Architects, dan
secara tegas merumuskan tatanan dari
arsitektur tanpa arsitek, kekayaan dari sesuatu
yang umum, keunggulan dari yang terabaikan,
dan motif dari hubungan dari berbagai sisi dan
tak berkurang. Buku ini menyadarkan tentang
kecilnya peran arsitek dalam proses
pembentukan arsitektur. Habraken
menjelaskan dan mengkategorikan struktur
arsitektural pada dasar dari keteraturan yang
dapat diamati. Penggunaan metode penelitian
dan pendekatan sosiologis menjadi sah karena
pada lingkungan binaan, sebagaimana dalam
masyarakat, keteraturan terbentuk dari
perilaku individu. Seperti jika
terdapat kebenaran sosial yang tidak dapat
dikurangi lebih jauh dan harus dihargai
sebagai bagian dari bentuk tradisional. Selama
ribuan tahun lingkungan binaan dengan segala
kompleksitas dan kekayaannya bertahan dan
berkembang secara informal. Pengetahuan
tentang bagaimana membuat suatu
lingkungan yang umum adalah biasa, terwujud
dalam interaksi sehari-hari antara pembangun,
pelindung, dan pengguna. Lingkungan binaan
berkembang dari struktur yang samar/implisit
berdasarkan pemahaman umum.
Pengetahuan mengenai lingkungan tidak
pernah eksplisit karena tidak diperlukannya
artikulasi. Lingkungan binaan hidup dengan
sendirinya, berkembang dan memperbarui diri,
seringkali bertahan hingga ribuan
tahun.barangkali mereka hanya mencapai usia
lanjut karena mereka terus menerus berubah
dan beradaptasi dengan kondisi baru.
Dalam buku ini, Habraken menguji seluruh
aparatur sosiologi, sejauh berhubungan
dengan space/ruang, dan menggabungkan
berbagai tingkat intervensi dan kontrol, mulai
dari apartemen, bangunan, jalan hingga
kawasan, dan kota sebagai suatu kesatuan,
dengan berbagai pendekatan teoritis mulai
dari teori permainan dengan asumsi tentang
keseimbangan hingga teori living and dead
configuration dari Norbert Elias, interaksi
simbolis, teori tentang peran dan penelitian
perilaku, serta kontrol teritori secara horizontal
dan vertikal. Bentuk selalu mendapatkan
keberadaannya dari persetujuan antara
individu dan masyarakat. Lingkungan binaan
selalu mengorganisasi dirinya sendiri.
Meskipun berkembangnya kemampuan kita
yang menyebabkan perubahan besar dan
ambisi untuk memperluas, lingkungan binaan
mengikuti aturannya sendiri. Kenyataan
menerjemahkan perbuatan kita. Oleh sebab
itu kita perlu berusaha untuk memahami
lingkungan kita saat ini, sangat berbeda
dengan kondisinya pada masa lalu, sebagai
hasil dari pencarian kolektive terhadap
pengetahuan baru. Kita bisa memulai dari
melihat kembali apa yang pada masa
penemuan dan revolusi telah diterima secara
umum, dan kini dianggap sebagai sesuatu
yang pasti.
Pada artikel ini akan dibahas lebih lanjut
mengenai teori transformasi lingkungan
binaan yang dikemukakan Habraken pada dua
Elya Santa Bukit
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 55

bukunya, yaitu Transformation of the Site
(1983) dan The Structure of the Ordinary
(1998).
Analisis dan Interpretasi Teori
Transformasi N.J. Habraken
Transformation of the Site
Pada buku Transformation of the Site,
Habraken menyebutkan bahwa suatu
lingkungan binaan yang akan diamati harus
memiliki batasan tertentu (limitation) untuk
kemudian disebut sebagai tapak (site). Pada
tahap ini, tapak yang diamati tersebut
sepenuhnya hanya dilihat sebagai bentukan
fisik, tanpa perilaku ataupun pergerakan dari
penghuni. Suatu tapak terbentuk dari
beberapa elemen (elements), yaitu objek fisik
yang memiliki volume dan dapat
dipindahkan/diganti, seperti pagar, rumah,
pohon, dll. Elemen-elemen tersebut
merupakan bagian padat (solid) dari suatu
tapak. Keberadaan dan posisi dari elemen-
elemen pada suatu tapak membentuk suatu
konfigurasi (configuration) dalam tapak
tersebut. Konfigurasi elemen-elemen tersebut
membentuk ruang-ruang (spaces) diantara
objek-objek fisik. Ruang-ruang ini merupakan
bagian kosong (void) dari tapak. Komposisi
dari objek-objek fisik serta ruang-ruang di
dalam tapak menghasilkan suatu susunan
(arrangement) tapak yang pada akhirnya
membentuk suatu kesatuan (unity) lingkungan
binaan yang akan diamati. Sehingga yang
dimaksud tapak adalah fenomena fisik dari
suatu lingkup lingkungan binaan dengan
batasan tertentu yang terdiri atas beberapa
elemen yang membentuk suatu konfigurasi
dan menghasilkan ruang-ruang kosong
diantaranya sehingga tercipta suatu susunan
dan kesatuan dari seluruh komponen tapak.
Dalam konteks fisik, suatu tapak dikatakan
bertransformasi apabila terjadi perubahan
pada elemen-elemen tapak. Bentuk
transformasi dapat berupa penambahan
elemen yang berarti bahwa tapak mengalami
pertumbuhan; pengurangan elemen yang
berarti bahwa tapak mengalami
erosi/pengurangan; atau perubahan posisi dari
elemen yang berarti bahwa pada tapak telah
terjadi pergerakan. Namun umumnya
transformasi lingkungan binaan terjadi akibat
kombinasi dari ketiga perubahan tersebut.
Selain akibat perubahan elemen, transformasi
juga dapat berupa perubahan ruang pada
tapak yang terjadi karena manipulasi atas
pelingkup.
Transformasi pada tapak terjadi karena
adanya kekuasaan (powers) yang mengubah
keberadaan objek fisik pada tapak. Kekuasaan
untuk mengubah suatu tapak disebut kendali
(controls). Perubahan yang terjadi dibawah
kendali dari satu penguasa disebut live
configuration. Kekuasaan dan kendali pada
tapak dapat dikenali berdasarkan transformasi
fisik yang terjadi pada tapak tersebut.
Sehingga, transformasi pada objek fisik di
dalam suatu tapak terjadi karena adanya
kekuasaan yang mengendalikan konfigurasi
tapak tersebut, yang pada akhirnya menjadi
identitas dari tapak tersebut.
Keberadaan tapak sebagai entitas fisik
berbenturan dengan adanya kekuasaan yang
mengendalikan kondisi fisik dalam tapak.
Keterkaitan antara entitas fisik dan kekuasaan
pada suatu tapak terjadi dalam tiga bentuk,
yaitu: form yang merupakan hubungan antara
elemen-elemen tapak berdasarkan posisinya,
contohnya dinding-dinding ruangan
membatasi posisi furnitur dalam ruangan
tersebut; place yang merupakan hubungan
antara keberadaan elemen-elemen pada tapak
atau understanding yang merupakan
kesamaan diantara beberapa konfigurasi
elemen karena adanya suatu pemahaman
yang dianut secara bersama-sama diantara
masyarakat yang menghuni suatu tapak. Di
dalam suatu tapak, bisa terdapat beberapa
kekuasaan yang mengendalikan kondisinya.
Diantara kekuasaan-kekuasaan tersebut, akan
ada suatu kekuasaan yang lebih dominan
dibandingkan kekuasaan lainnya. Seiring
meluasnya batasan dari tapak yang diamati,
maka semakin banyak kekuasaan yang
mengendalikan tapak tersebut.
Adaptasi Teori N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

56 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

The Structure of the Ordinary
Dalam buku ini, Habraken menyebutkan
bahwa lingkungan binaan dengan segala
kompleksitasnya adalah suatu hasil karya
manusia yang dibentuk oleh masyarakat,
sebuah benda fisik, sebuah artefak. Namun,
dalam perkembangannya lingkungan binaan
senantiasa berkembang dan memperbarui diri
seiring dengan perkembangan zaman.
Sehingga lingkungan binaan tidak lagi sekedar
artefak melainkan menjadi suatu organisme
yang senantiasa berkembang, bertahan hidup
dengan cara terus bertransformasi. Namun,
meskipun terus mengalami transformasi
lingkungan binaan senantiasa
merepresentasikan tata nilai yang dianut sejak
nenek moyang hingga generasi yang akan
datang. Lingkungan binaan berperan dalam
mempersatukan masa lalu dan masa yang
akan datang.
Lingkungan binaan tidak hanya terdiri dari
entitas fisik seperti bangunan, jalan, atau
infrastruktur, tetapi juga masyarakat yang
tinggal di dalamnya. Penghuni atau
masyarakat yang hidup dalam suatu
lingkungan binaan memiliki peran besar dalam
mengendalikan perubahan-perubahan yang
terjadi pada lingkungannya. Penghuni
merupakan agen yang memiliki kekuasaan
untuk mengendalikan lingkungan binaan,
mentransformasi lingkungan binaan agar
sesuai dengan keinginannya dan menjaga agar
segala sesuatu dalam lingkungan binaan
berjalan sesuai dengan keinginannya, dalam
teritori yang dimilikinya.
Berdasarkan teori ini, dapat disimpulkan
bahwa perubahan-perubahan yang terjadi
pada fisik rumah tidak terlepas dari perubahan
budaya dan pola aktivitas penghuninya. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Rukwaro (2001)
yang menyebutkan bahwa pola
perkampungan masyarakat cenderung
berubah seiring dengan perubahan nilai
budaya yang dianut oleh masyarakatnya.
Tranformasi lingkungan binaan dapat terjadi
pada tiga tatanan, yaitu tatanan fisik (physical
order), tatanan teritorial atau daerah
kekuasaan (territorial order), dan tatanan
budaya (cultural order). Tatanan
transformasi fisik adalah perubahan yang
terjadi pada elemen pembentuk lingkungan
binaan yang disebut nominal classes, dari level
terendah yaitu utensils hingga level tertinggi
yaitu major arteries. Tatanan yang kedua
adalah transformasi teritorial yang
merupakan transformasi pada ruang yang
terbentuk dari konfigurasi elemen-elemen
pada nominal classes, sebagai akibat adanya
perubahan yang dilakukan oleh agen-agen
yang berkuasa pada setiap level lingkungan
binaan tersebut. Sedangkan tatanan ketiga
adalah transformasi kultural yang tidak
hanya melibatkan unsur fisik tetapi juga
pemahaman dan konsensus dari para agen
yang terlibat. Kesatuan dari elemen-elemen
fisik pembentuk lingkungan binaan, ruang-
ruang yang terbentuk dari konfigurasi elemen
fisik, serta pemahaman suatu kelompok
masyarakat atas bentuk fisik tersebut yang
menyebabkan terjadinya transformasi kultural
dalam lingkungan binaan (Habraken, 1998).
Berikut adalah variabel-variabel analisis
transformasi lingkungan binaan berdasarkan
teori Habraken (1983 dan 1998).
No
1.
Nominal
classes
2.
Configuration
3.
Whole

f. Major Artery City structure
Neighborhood
e. Roads District
Block
d.
Building
Elements
Building
Built
Space
c. Partitioning Floor plan
Room
b. Furniture
Interior
arrangements
a. Body&Utensils
Place
Gambar 1. Hierarki level lingkungan binaan
Sumber: Habraken (1998)
Elya Santa Bukit
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 57


Gambar 2. Tatanan transformasi lingkungan binaan
Sumber: Analisis Penulis (2011)

Gambar 1 merupakan diagram hirarki level
pada lingkungan binaan yang dikemukakan
oleh Habraken (1983 dan 1998). Kolom nomor
menunjukan bahwa urutan level dimulai dari
bawah ke atas, dimana level a lebih rendah
dibandingkan level f. Kolom satu menampilkan
klasifikasi elemen-elemen pembentuk
lingkungan binaan. Elemen-elemen ini
merupakan unsur fisik yang membentuk suatu
lingkungan binaan, bagian ini disebut juga
sebagai solid part. Kolom dua menampilkan
konfigurasi dari elemen-elemen pada level
yang sama yang disebutkan pada kolom satu.
Konfigurasi dari elemen-elemen fisik ini
menghasilkan ruang-ruang diantaranya,
sehingga merupakan void part pada suatu
lingkungan binaan. Kolom tiga menampilkan
kesatuan dari apa yang disebutkan pada
kolom satu dan dua. Kolom ini juga
menunjukan bahwa suatu level kesatuan
terbentuk dari kombinasi dua level fisik
pembentuk lingkungan binaan (Gambar 2).
Sebagaimana disebutkan sebelumnya,
transformasi lingkungan binaan mencakup tiga
tatanan, yaitu transformasi pada tatanan fisik,
teritorial, dan kultural. Transformasi pada
elemen-elemen pembentuk lingkungan binaan
yang tercantum dalam kolom satu merupakan
transformasi fisik pada lingkungan binaan.
Tatanan kedua dalam transformasi lingkungan
binaan adalah transformasi teritorial yang
mengacu pada perubahan spasial karena
adanya kendali pengguna atas ruang yang
dihasilkan dari konfigurasi elemen-elemen fisik
pada kolom satu. Namun penelitian ini hanya
membahas bentukan fisik dalam lingkungan
binaan tanpa mengkaitkannya secara langsung
dengan penggunanya, sehingga dilakukan
penyesuaian atas transformasi pada tatanan
teritorial dengan tidak menganalisis aspek
kontrol dari para pengguna. Oleh sebab itu,
dalam penelitian ini transformasi yang terjadi
pada unit-unit ruang yang terdapat pada
kolom dua dinyatakan sebagai transformasi
spasial, yaitu perubahan atas bentuk fisik
ruang. Sedangkan transformasi pada kesatuan
elemen dan ruang yang disebutkan pada
kolom tiga merupakan transformasi
kultural (Gambar 2).
Berikut adalah variabel-variabel untuk
menelaah transformasi lingkungan binaan
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh N.J.
Habraken, beserta hasil adaptasi teori tersebut
setelah disesuaikan dengan kondisi aktual
lingkungan permukiman tradisional pada masa
kini (Tabel 1).
1. Nominal Classes; tatanan transformasi
fisik
1.a. Body & Utensils (Penghuni & Perabot)
Body diartikan sebagai penghuni yang
menempati suatu bangunan, sedangkan
utensils diartikan sebagai objek-objek yang
berada disekeliling penghuni rumah (Habraken,
1983). Hasil adaptasi pada poin ini, body
diartikan sebagai penghuni rumah, sedangkan
utensils diartikan sebagai perabotan rumah
tangga yang digunakan untuk menunjang
kehidupan sehari-hari para penghuni.
Mengingat adaptasi ini hanya bertujuan untuk
menelaah transformasi objek-objek fisik yang
berkaitan dengan hunian, maka pada poin ini
hanya akan dibahas mengenai utensils yang
terdapat di dalam rumah, tanpa menganalisis
para penghuni rumah tersebut. Meskipun
demikian, data demografis mengenai penghuni
rumah dapat tetap dikumpulkan untuk lebih
memahami transformasi yang terjadi.
1.b. Furniture (Furnitur)
Habraken (1983) mengartikan furniture
sebagai tempat meletakkan objek-objek yang
1.
Nominal
Classes
Solid
Part
Transformasi
Fisik
2.
Configu-
ration
Void
Part
Transformasi
Spasial
3.
Whole
Whole-
ness
Transformasi
Kultural
Adaptasi Teori N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

58 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

terdapat di dalam rumah, maupun para
penghuni, agar tidak berada di lantai/tanah.
Furniture juga dapat membentuk pola spasial,
namun tetap berhubungan intim dengan para
penghuni, mengarahkan dan memperpanjang
pola pergerakan di dalam rumah.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Habraken,
hasil adaptasi pada poin ini, furniture juga
diartikan sebagai tempat untuk meletakkan
perabot rumah tangga, maupun para
penghuni rumah agar tidak berada di
lantai/tanah.
1.c. Partitioning (Bidang penyekat)
Partitioning adalah dinding atau tirai yang
membagi atau menyekat ruang. Namun
bidang penyekat ruang ini bukanlah
merupakan elemen struktur bangunan
(Habraken, 1983). Hasil adaptasi pada poin ini,
partitioning juga dipahami sebagai dinding
atau tirai yang menyekat ruangan.
1.d. Building elements (Elemen bangunan)
Builing elements adalah segala sesuatu yang
diperlukan demi berdirinya suatu bangunan,
seperti lantai, dinding, atap, dan fasade
bangunan. Meskipun elemen-elemen tersebut
berkaitan erat dengan material bangunan,
namun yang dimaksud sebagai elemen
bangunan disini lebih merupakan konsep,
bukanlah produk (Habraken, 1983). Demikian
pula yang dimaksudkan sebagai building
elements pada adaptasi ini adalah konsep-
konsep mengenai elemen pembentuk
bangunan, namun tetap akan dibahas pula
mengenai material yang digunakan pada
masing-masing elemen bangunan.
1.e. Roads (Pencapaian bangunan)
Roads merupakan objek fisik tempat kita
bergerak/berpindah. Roads mencakup segala
sesuatu yang membatasi lahan/tanah agar
dapat dijangkau oleh kegiatan manusia. Roads
adalah cara tertentu dalam berhubungan
dengan ruang spasial (Habraken, 1983).
Roads diartikan sebagai jalan.
Keterbatasan lingkup permukiman tradisional
menyebabkan tidak dimungkinkan untuk
menganalisis jalan, karena umumnya tidak
terdapat elemen fisik berupa jalan di dalam
permukiman tradisional. Oleh sebab itu,
konsep roads diadaptasi menjadi
akses/pencapaian di dalam kampung menuju
rumah/bangunan.
1.f. Major artery (Jalur utama)
Habraken (1983) mengartikan major artery
sebagai suatu peralihan. Level ini merupakan
batas skala ruang terbesar yang masih dapat
dirasakan oleh manusia. Pada skala kota,
major artery diartikan sebagai jalur utama
tempat bermuaranya jalan-jalan (roads),
sehingga merupakan area peralihan dari setiap
jalan di kota tersebut.
Pada lingkup permukiman tradisional ini, major
artery diartikan sebagai area peralihan dari
setiap jalan dalam suatu kawasan. Oleh sebab
itu, pada skala perkampungan tradisional,
major artery diterjemahkan menjadi objek fisik
yang merupakan jalur utama sekaligus ruang
peralihan di dalam perkampungan tradisional
tersebut.
2. Configuration; tatanan transformasi
spasial
2.b. Interior arrangement (Pola spasial)
Interior arrangement merupakan konfigurasi
dari furnitur, susunan yang dihasilkan oleh
perlengkapan-perlengkapan suatu ruang yang
bukan sebagai elemen dekorasi interior
(Habraken, 1998). Untuk lebih memahami
interior arrangement, digunakan pula teori
yang dikemukakan oleh Ching (2000)
mengenai unsur horizontal pembentuk ruang.
Sehingga interior arrangement diadaptasikan
menjadi konfigurasi furnitur dan/atau bidang-
bidang horisontal yang membentuk suatu pola
spasial.


Elya Santa Bukit
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 59

2.c. Floorplan (Ruangan/kamar)
Floorplan merupakan susunan dari elemen-
elemen penyekat ruangan (Habraken, 1998).
Pengertian ini diperkuat dengan yang
dikemukakan oleh Ching (2000) mengenai
unsur vertikal pembentuk ruang. Setelah
diadaptasi, floorplan diartikan sebagai
ruangan-ruangan yang terbentuk dengan
adanya bidang-bidang vertikal sebagai
pembatas ruang.
2.d. Building (Sosok bangunan)
Building merupakan konfigurasi dari elemen-
elemen pembentuk bangunan, selain elemen
penyekat ruang. Kesatuan dari elemen-elemen
ini menghasilkan sosok bangunan secara utuh
(Habraken, 1998). Sebagai hasil adaptasi,
building diartikan sebagai sosok massa
bangunan/rumah tradisional pada masa kini,
sehingga poin ini dianalisis berdasarkan
tampak massa bangunan.
2.e. District (Teritori)
Pada skala kota, district terbentuk dari
konfigurasi beberapa buah jalan (Habraken,
1998). Namun mengingat bahwa umumnya
tidak adanya bentukan fisik berupa jalan di
dalam perkampungan tradisional dan
terbatasnya area yang termasuk area
pengamatan, sehingga district diadaptasi
menjadi area dalam batas luar bangunan
dan/atau yang dapat diakses pada setiap
rumah serta berada dalam batas-batas fisik
perkampungan.

Tabel 1. Penyesuaian kerangka analisis

No Habraken (1998) Penyesuaian
1. Nominal classes; Tatanan transformasi fisik
a. Body & Utensils Perabot
b. Furniture Furnitur
c. Partitioning Bidang penyekat
d. Building Elements Elemen bangunan
e. Roads Pencapaian bangunan
f. Major Artery Jalur utama dalam kampung
2. Configuration; Tatanan tansformasi spasial
b. Interior arrangements Pola spasial
c. Floor plan Ruangan
d. Building Sosok bangunan
e. District Teritori
f. City structure Pola sirkulasi kampung
3. Whole; Tatanan tansformasi kultural
a. Place Makna tempat/ruang
Makna ruang, ditinjau dari pola sirkulasi dalam
bangunan
b. Room
Ruang dan ruangan yang
terbentuk
Pola spasial dan ruangan yang terbentuk,
menunjukan pola aktivitas dalam bangunan
c. Built Space Luas terbangun Luas massa bangunan tambahan
d. Block
Bangunan dan lingkungan
sekitarnya
Area selebar setengah dari jarang antar
bangunan tradisional di kanan dan kiri
bangunan
e. Neighborhood Kawasan perkampungan
Keseluruhan elemen fisik dan spasial dalam
perkampungan

Sumber: Analisis penulis (2011)
Adaptasi Teori N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

60 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

2.f. City structure (Pola sirkulasi kampung)
City structure terbentuk dari konfigurasi major
arteries dalam suatu kota, yang membentuk
jaringan jalan di dalam kota tersebut. Lebih
lanjut city structure mendefinisikan batasan
kepekaan atas ruang dan teritori yang masih
intim untuk manusia (Habraken, 1983). City
structure diadaptasi menjadi struktur jaringan
kampung berdasarkan jalur-jalur sirkulasi yang
terbentuk di dalam suatu lingkup
perkampungan tradisional.
3. Whole; tatanan transformasi
kultural
3.a. Place (Makna tempat/ruang)
Habraken (1983) mendefinisikan place
sebagai tempat dimana penghuni tinggal.
Lebih lanjut Habraken (1998) menyebutkan
bahwa place merupakan ruang yang
disediakan oleh konfigurasi furnitur beserta
perabotan dan segala barang milik penghuni
rumah yang ditempatkan dalam suatu furnitur
atau disekitarnya.
Pengertian place yang digunakan sebagai
dasar pengadaptasian adalah pengertian
pertama bahwa place merupakan
tempat/ruang berlangsungnya kegiatan
kehidupan sehari-hari para penghuni.
Poin ini dianalisis berdasarkan pergeseran
pemaknaan tempat/ruang pada rumah
tradisional masa kini dibandingkan makna
ruang pada rumah tradisional berdasarkan
tata aturan budayanya.
3.b. Room (Ruang dan ruangan tambahan)
Room didefinisikan sebagai segala sesuatu
yang diletakkan furnitur didalamnya (Habraken,
1983), baik berupa ruangan dengan bidang
penyekat pada sisi-sisinya, maupun pola
spasial yang terbentuk oleh suatu objek.
Room diadaptasikan menjadi bentukan-
bentukan ruang dan ruangan pada rumah
tradisional masa kini yang mengindikasikan
perubahan pola aktivitas di dalam bangunan.
3.c. Built space (Luas terbangun)
Built space didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang dapat dibagi menjadi ruangan-
ruangan (Habraken, 1983). Sedangkan
terjemahan harfiah dari built space adalah
area terbangun. Berdasarkan kedua
pengertian tersebut, built space diartikan
sebagai luas area terbangun pada rumah
tradisional masa kini, yang pada kenyataannya
area ini terbagi menjadi ruangan-ruangan.
Poin ini dianalisis berdasarkan luas
penambahan bangunan dibandingkan kondisi
asli rumah tradisional.
3.d. Block (Bangunan dan lingkungan
sekitarnya)
Block didefinisikan sebagai tempat suatu
bangunan berada (Habraken, 1983). Block
diadaptasikan menjadi area yang terpengaruh
oleh keberadaan suatu rumah tradisional.
Sehingga, yang dimaksud block dalam
penelitian ini adalah area di sisi-sisi rumah
tradisional selebar setengah dari jarak antar
bangunan.
3.e. Neighborhood (Kawasan perkampungan)
Neighborhood merupakan kesatuan dari objek
fisik bangunan dan jalan serta pola-pola
spasial yang terbentuk disekitarnya yang
membentuk suatu kawasan. Pada teori
Habraken (1983), neighborhood meliputi
kawasan suatu lingkungan binaan yang
terlingkup oleh batasan penelitian.
Hasil adaptasi terhadap poin ini, neighborhood
dimaksudkan sebagai satu kampung
tradisional. Keseluruhan elemen fisik dan pola
spasial yang terbentuk dalam kampung pada
masa kini merupakan bentuk transformasi dari
kondisi asli perkampungan tradisional. Poin ini
dianalisis berdasarkan keberadaan elemen fisik
dan pola spasial baru di dalam perkampungan
yang diidentifikasi dengan cara
membandingkannya dengan hasil studi
kepustakaan mengenai kondisi asli pola
perkampungan tradisional yang diamati.
Elya Santa Bukit
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 61

Kesimpulan
Berdasarkan pengadatasian yang telah
dilakukan, diketahui bahwa teori transformasi
lingkungan binaan yang dikemukakan oleh N.J.
Habraken pada buku Transformation of the
Site (1983) dan The Structure of the Ordinary
(1998) secara umum dapat diterapkan untuk
menelaah transformasi yang terjadi pada
lingkungan permukiman tradisional. Beberapa
penyesuaian yang dilakukan terhadap teori
tersebut tidak mengubah substansi yang
dikemukakan oleh Habraken.
Meskipun demikian, terdapat beberapa poin
dari teori Habraken yang tidak sesuai untuk
diterapkan secara langsung dalam menelaah
transformasi yang terjadi di lingkungan
permukiman tradisional. Hal ini dikarenakan
kondisi permukiman tradisional yang masih
menerapkan prinsip kebersamaan dan sistem-
sistem sosial yang mengacu pada adat-istiadat
suku bangsanya, yang tidak berlaku pada
permukiman di perkotaan. Poin-poin yang
tidak sesuai tersebut antara lain adalah major
artery, district, dan block.
Poin major artery dirasa tidak sesuai untuk
diterapkan pada semua lingkungan
permukiman tradisional karena umumnya
pada kampung tradisional tidak terdapat suatu
jalur khusus yang menjadi tempat
bermuaranya jalur-jalur sirkulasi. Umumnya
pada kampung tradisional hanya terdapat
suatu ruang terbuka yang menjadi tempat
berkumpul seluruh penduduk kampung. Pada
beberapa suku bangsa, ruang komunal ini juga
menjadi muara dari seluruh jalur sirkulasi yang
terdapat di dalam kampung. Namun, pada
beberapa suku bangsa yang lain ruang
komunal ini terpisah dari jalur-jalur sirkulasi di
dalam kampung.
Sedangkan poin district dan block secara
umum tidak dapat diterapkan pada lingkungan
permukiman tradisional. Hal ini dikarenakan
pada lingkungan permukiman tradisional
umumnya tidak dikenal batasan teritori atau
kepemilikan atas suatu wilayah hunian.
Sehingga secara spasial tidak dapat ditelaah
transformasi yang terjadi akibat pergeseran
teritori dari suatu bangunan. Adaptasi yang
paling sesuai untuk poin district adalah
perubahan daerah disekitar bangunan yang
menjadi area sirkulasi penghuni suatu rumah,
sebagai akibat perubahan fisik rumah
tradisionalnya baik berupa penambahan luas
bangunan maupun letak pintu rumah.
Sementara pengadaptasian poin block cukup
sulit untuk dilakukan, mengingat pola
kehidupan di permukiman tradisional yang
masih menerapkan sistem sosial berdasarkan
tata aturan adat istiadat dari suku bangsanya.
Teori transformasi lingkungan binaan yang
dikemukakan oleh N.J. Habraken cukup
mampu untuk menelaah perubahan-
perubahan fisik yang terjadi pada lingkungan
permukiman tradisional. Namun, tidak dapat
mengkaji perubahan fisik yang berkaitan erat
dengan tata nilai dan tradisi masyarakat. Oleh
sebab itu, diperlukan penelitian-penelitian
lanjutan untuk menemukan teori yang paling
sesuai untuk digunakan dalam menelaah
transformasi di lingkungan permukiman
tradisional yang sarat akan tata nilai tradisi
yang menjiwai kehidupan bermukim anggota
suku bangsanya.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada Dr. Ir. Wiwik Dwi Pratiwi,
MES atas ilmu dan pengetahuan pada mata
kuliah AR 6142 Perancangan dalam Konteks
Transformasi. Terima kasih juga kepada Indah
Widiastuti, ST. MT. Ph.D dan Dr. Eng.
Bambang Setia Budi, ST. MT. atas masukan-
masukan bagi perbaikan materi.
Daftar Pustaka
Antoniades, A. C. (1992). Poetics of
Architecture: Theory of Design. John Wiley
and Sons

Chen, Y.-R., Ariffin, S. I., & Wang, M.-H.
(2008). The Typological Rule System of
Malay Houses in Peninsula Malaysia. Journal
of Asian Architecture and Building
Engineering Vol.7 No.2 , 247-254
Adaptasi Teori N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

62 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012


Ching, F. D. (2000). Arsitektur: Bentuk, Ruang,
dan Tatanan. Jakarta: Erlangga

Funo, S., Ferianto, B. F., & Yamada, K. (2005).
Considerations on Typology of Kampung
House and Betawi House of Kampung Luar
Batang (Jakarta). Journal of Asian
Architecture and Building Engineering Vol.4
No.1 , 129-136

Groat, L., & Wang, D. (2002). Architectural
Research Methods. John Wiley and Sons

Gruber, P., & Herbig, U. (2006). Settlements
and Housing on Nias Island Adaptation and
Development. In Trans Urban (pp. 70-87).
Wien: Verlag des Instituts fr vergleichende
Architekturforschung IVA

Habraken, N. J. (1998). The Structure of the
Ordinary. Cambridge, Massachusetts: MIT
Press

Habraken, N. J. (1983). Transformation of the
Site. Cambridge, Massachusetts: A Water
Press

Habraken, N., Boekholt, J., Thyssen, A., &
Dinjens, P. (1976). Variations, The
Systematic Design of Support. MIT Press

Klaufus, C. (2000). Dwelling as representation:
Values of architecture in an Ecuadorian
squatter settlement. Journal of Housing and
the Built Environtment , 341-365

Mentayani, I. (2008). Jejak Hubungan
Arsitektur Tradisional Suku Banjar dan Suku
Bakumpai. Dimensi Teknik Arsitektur Vol.36
No.1 , Surabaya: Univ. Kristen Petra, 54-64

Noble, A. G. (2009). Traditional Buildings.
I.B.Tauris

Patandianan, M. V. (2005). Perubahan Fungsi
dan Bentuk Rumah Tradisional Toraja
(Tongkonan). Bandung: Tesis Magister ITB

Pebriano, V. (2006). Budaya Bermukim
Masyarakat Dayak Dosan di Kalimantan
Barat dari Rumah Panjang ke Rumah
Tunggal. Bandung: Tesis Magister ITB

Pratiwi, W. (2009). Tourism in Traditional Bali
Settlement: Institutional Analysis of Built
Environment Planning. Verlag Dr Muller

Rapoport, A. (1969). House Form and Culture.
Prentice Hall

Rukwaro, R. W., & Mukno, K. M. (2001).
Architecture of Societies in Transition - The
Case of the Maasai of Kenya. Habitat
International , 81-98

Sachari, A., & Sunarya, Y. Y. (2001). Desain
dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam
Wacana Transformasi Budaya. Bandung:
Penerbit ITB

Schefold, R., Domenig, G., & Nas, P. (2004).
Indonesian Houses: Tradition and
Transformation in Vernacular Architecture.
Singapore: Singapore University Press

Setiada, N. K. (2003). Desa Adat Legian
Ditinjau dari Pola Desa Tradisional Bali.
Jurnal Pemukiman Natah Vol.1 No.2 , 59-64

Wasilah, Prijotomo, J., dan Rachmawati, M.
(2011). Comparative Study of Traditional
Architecture Toraja and Mamasa.
International Journal of Engineering Science
and Technology , 5507-5514.

Waterson, R. (1990) The Living House: an
Anthropology of Architecture in South-East
Asia. Oxford University Press

Catatan Kaki

1
Materi Kuliah AR 6142 Perancangan dalam Konteks
Transformasi (2010)

You might also like