You are on page 1of 58

ORGAN DALAM AYAM KAMPUNG UMUR 10 MINGGU YANG

DIBERI RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL BIJI JARAK


PAGAR (J atropha curcas L) TERFERMENTASI
Rhizopus oligosporus










SKRIPSI
YASIR GUNAWAN






















DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
Yasir Gunawan. D24070038. 2011. Organ Dalam Ayam Kampung Umur 10
Minggu yang Diberi Ransum Mengandung Bungkil Biji Jarak Pagar (J atropha
curcas L) Terfermentasi Rhizopus oligosporus. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.
Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc.
Bungkil biji jarak pagar (BBJP) merupakan produk samping dari ekstraksi
minyak jarak yang digunakan sebagai bahan bakar biofuel. BBJP mengandung
protein yang tinggi (56-68%), sehingga sangat potensial digunakan sebagai bahan
pakan. BBJP mengandung antinutrisi dan racun seperti phorbolester, curcin, tanin,
saponin dan asam fitat, sehingga diperlukan teknologi pengolahan untuk
mendetoksifikasinya. Detoksifikasi BBJP dapat dilakukan dengan pemanasan suhu
tinggi (autoclave), kimia (contohnya penambahan alkali) dan biologi (contohnya
fermentasi). Teknologi pengolahan yang dilakukan pada penelitian ini adalah
kombinasi pemanasan (dikukus) dan fermentasi dengan Rhizopus oligosporus.
Pemberian pakan mengandung BBJP pada ternak dapat mempengaruhi kerja organ
dalam dan saluran pencernaan. Suplementasi selulase untuk memecah serat kasar dan
fitase untuk menghidrolisis asam fitat pada pakan diperlukan, terutama pada hewan
monogastrik yang tidak dapat memproduksinya. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui pengaruh pemberian BBJP terfermentasi Rhizopus oligosporus dalam
ransum terhadap persentase bobot dan panjang saluran pencernaan serta persentase
bobot organ dalam ayam Kampung.
Penelitian ini menggunakan 270 Day Old Chicks (DOC) ayam Kampung.
Ransum perlakuan yang diberikan adalah P0 = kontrol / ransum tanpa BBJP +
selulase 400 ppm + fitase 200 ppm, P1 = ransum mengandung 7,5% BBJP tanpa
diolah, P2 = ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi + selulase 400 ppm + fitase
200 ppm, P3 = ransum mengandung 10% BBJP fermentasi + selulase 400 ppm +
fitase 200 ppm dan P4 = ransum mengandung 12,5% BBJP fermentasi + selulase 400
ppm + fitase 200 ppm. Peubah yang diamati adalah persentase bobot organ dalam
(jantung, hati, limpa, kelenjar timus, bursa fabrisius, ginjal, rempela dan pankreas),
persentase bobot dan panjang relatif saluran pencernaan (duodenum, jejenum, ileum,
sekum dan kolon). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 6 ulangan. Data hasil penelitian dianalisis
dengan menggunakan sidik ragam dan jika berbeda nyata diuji lanjut dengan uji
jarak Duncan.
Pemberian ransum mengandung 10% BBJP terfermentasi sangat nyata
(P<0,01) meningkatkan persentase bobot jantung dan limpa dibandingkan ransum
kontrol. Pemberian ransum mengandung 7,5% BBJP terfermentasi nyata (P<0,05)
meningkatkan persentase bobot kelenjar timus dibadingkan ransum mengandung
7,5% BBJP tanpa diolah. Pemberian ransum mengandung 7,5% BBJP tanpa diolah
sangat nyata (P<0,01) meningkatkan persentase bobot duodenum, ileum dan
persentase panjang dudenum, ileum dan sekum serta nyata (P<0,05) meningkatkan
persentase panjang jejunum, ileum dan kolon ayam Kampung dibandingkan dengan
ransum kontrol. Pemberian ransum mengandung 7,5% BBJP tanpa diolah dan BBJP
terfermentasi sampai taraf 12,5% tidak mempengaruhi persentase bobot hati, bursa
fabrisius, ginjal, rempela, pankreas, sekum dan kolon. Pemberian selulase efektif
membantu ayam dalam memecah serat kasar menjadi glukosa. Kesimpulan
penelitian ini adalah penggunaan BBJP terfermentasi dengan Rhizopus oligosporus
sampai taraf 12,5% aman terhadap organ dalam dan saluran pencernaan ayam
Kampung.

Kata-kata kunci : bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcass L), Rhizopus
oligosporus, organ dalam, saluran pencernaan, ayam Kampung
ABSTRACT
The Effect of Feeding J atropha curcas Meal Fermented with
Rhizopus oligosporus on Giblets of Kampong Chicken
Gunawan, Y., Sumiati and Nahrowi
Jatropha curcas seed meal (JCSM) is by product of oil seed extraction. It contains
high protein (56-68%), so it is potential as poultry feed if the revised toxins
contained in the JCSM such as phorbolester could be detoxified. This toxic could be
reduced through fermentation technology using Rhizopus oligosporus. The objective
of this experiment was to evaluate the effects of feeding fermented JCSM using
Rhizopus oligosporus on giblets and intestine of kampong chicken. This experiment
used 270 day old chicken (DOC) of kampong chicken and distributed in 5 treatments
and 6 replications. The treatments were : P0 = control diet / without JCSM +
cellulase 400 ppm + phytase 200 ppm, P1 = diet contained 7.5% untreated JCSM, P2
= diet contained 7.5% fermented JCSM + cellulase 400 ppm + phytase 200 ppm, P3
= diet contained 10% fermented JCSM + cellulase 400 ppm + phytase 200 ppm and
P4 = diet contained 12.5% fermented JCSM + cellulase 400 ppm + phytase 200 ppm.
The data were analyzed using ANOVA (Analysis of Variance) and significant
differences were further tested using Duncan multiple range test. The results showed
that feeding 10% fermented JCSM highly increased (P<0.01) the weight percentage
of heart and spleen compared to these of the control diet. Feeding 7.5% unfermented
JCSM highly increased (P<0.01) the weight of duodenum and ileum, length
percentage of duodenum, ileum and ceca, and increased (P<0.05) the length
percentage of jejunum, ileum and colon of kampong chickens compared to those of
control diet. The conclusion of this experiment was fermented JCSM could be used
up to 12.5% in the diet without negative effect on giblets.

Keyword : Jatropha curcas seed meal, Rhizopus oligosporus, giblets, intestine,
kampong chicken
ORGAN DALAM AYAM KAMPUNG UMUR 10 MINGGU YANG
DIBERI RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL BIJI JARAK
PAGAR (J atropha curcas L) TERFERMENTASI
Rhizopus oligosporus













YASIR GUNAWAN
D24070038







Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor













DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul : Organ Dalam Ayam Kampung Umur 10 Minggu yang Diberi Ransum
Mengandung Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terfermentasi
Rhizopus oligosporus

Nama : Yasir Gunawan
NIM : D24070038








Menyetujui,

Pembimbing Utama,





( Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. )
NIP. 19611017 198603 2 001
Pembimbing Anggota,





( Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. )
NIP. 19620425 198603 1 002





Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan





( Dr.Ir.Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. )
NIP. 19670506 199103 1 001







Tanggal Ujian : 30 Juni 2011 Tanggal Lulus : 3 Agustus 2011

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Mei 1989 di Maja, Majalengka, Jawa
Barat. Penulis adalah anak kelima dari pasangan Bapak Aban Syaban dan Ibu Siti
Aisyah.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar
Negeri 2 Maja Selatan dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan menengah
pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Maja. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Maja pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2008. Penulis aktif dalam
organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) periode 2007-2008 sebagai staf
Komisi B, Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung (FMITFB) periode
2007-2009 sebagai Supervisor Wilayah 3 Cirebon, Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) periode 2008-2009 sebagai staf Kesejahteraan Mahasiswa dan Pengabdian
Masyarakat dan Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia periode 2008-2010
sebagai staf wilayah Jawa Barat. Penulis juga aktif dalam Organisasi Keluarga
Mahasiswa Daerah Majalengka sebagi ketua bagian kesejahteraan mahasiswa
periode 2007-2010. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di PT. Japfa
Comfeed Cirebon pada tahun 2009. Penulis berkesempatan menjadi penerima
beasiswa Eka Tjipta Foundation pada tahun 2007-2011.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para
pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana peternakan.
Skripsi ini berjudul Organ Dalam Ayam Kampung Umur 10 Minggu yang
Diberi Ransum Mengandung Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L)
Terfermentasi Rhizopus oligosporus. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei
sampai Agustus 2010 di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Ketahanan pakan dapat dicapai dengan adanya ketersediaan pakan sepanjang
tahun. Kebijakan dalam menjaga ketersediaan pakan diantaranya dengan
memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan dan industri. Salah satu limbah
potensial yang dapat digunakan sebagai bahan pakan adalah Bungkil Biji Jarak Pagar
(BBJP).
BBJP mengandung protein kasar yang tinggi (56-68%). Dalam
penggunaannya BBJP mempunyai kelemahan, yaitu mengandung antinutrisi dan
racun yang berbahaya bagi ternak. Oleh karenanya dilakukan teknologi pengolahan
dalam upaya menurunkan kadar antinutrisi dan racun BBJP, salah satunya dengan
fermentasi. Pada penelitian ini BBJP diolah dengan fermentasi oleh jamur tempe
(Rhizopus oligosporus). Ternak yang menjadi objek penelitian ini adalah ayam
kampung.
Sumbangan pemikiran terhadap penulisan skripsi ini diharapkan dapat
menyempurnakannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan
sumber informasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah ikut berperan dalam penelitian sampai penyelesaian penulisan skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN...... i
ABSTRACT..... iii
LEMBAR PERNYATAAN. iv
LEMBAR PENGESAHAN..... v
RIWAYAT HIDUP. vi
KATA PENGANTAR. vii
DAFTAR ISI....... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR....... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang........ 1
Tujuan.. 2
TINJAUAN PUSTAKA.. 3
Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L).. 3
Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas meal)... 4
Cursin Jarak Pagar (Jatopha curcas L)... 5
Phorbolester Jarak Pagar (Jatropha curcas L).... 6
Detoksifikasi Bungkil Biji Jarak Pagar dengan Rhizopus
oligosporus... 7
Selulase.... 8
Fitase.... 9
Ayam Kampung... 10
Organ Dalam Unggas.. 10
Hati... 10
Gizzard..................................................................................... 11
Limpa... 11
Bursa Fabrisius. 11
Kelenjar Timus. 12
Ginjal 12
Pankreas... 12
Usus Halus... 12
Usus Besar... 13
Sekum.. 13
MATERI DAN METODE.. 14
Waktu dan Tempat.......... 14
Materi... 14
Ternak.. 14
Kandang dan Peralatan 14
Ransum 14
Perlakuan.... 15
Metode. 17
Rancangan Percobaan dan Analisis Data.......... 17
Peubah yang Diamati... 17
Prosedur... 17
Pembuatan Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L)
Fermentasi.... 17
Persiapan Kandang... 18
Pemeliharaan... 18
Pengukuran Organ Dalam... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN... 19
Pengaruh Fermentasi BBJP terhadap Kandungan Phorbolester dan
Antinutrisi ... 19
Konsumsi Antinutrisi Ayam Kampung selama 7 Minggu Penelitian. 20
Persentase Bobot Organ Dalam Ayam Kampung 21
Persentase Bobot Jantung 21
Persentase Bobot Hati.. 22
Persentase Bobot Limpa.. 22
Persentase Bobot Kelenjar Timus 23
Persentase Bobot Bursa Fabrisius 24
Persentase Bobot Ginjal... 24
Persentase Bobot Rempela... 24
Persentase Bobot Pankreas.. 25
Persentase Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan 25
Persentase Bobot dan Panjang Duodenum.. 25
Persentase Bobot dan Panjang Jejenum... 27
Persentase Bobot dan Panjang Ileum... 27
Persentase Bobot dan Panjang Sekum. 28
Persentase Bobot dan Panjang Kolon.. 28
Pembahasan Umum. 29
KESIMPULAN DAN SARAN...
30
Kesimpulan.. 30
Saran 30
UCAPAN TERIMAKASIH 31
DAFTAR PUSTAKA.
32
LAMPIRAN....
38

DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Nutrien dan Fraksi Serat BBJP tanpa Cangkang, BBJP
dengan Cangkang dan Cangkang BBJP ......

4
2. Komposisi Asam Amino Esensial Bungkil Biji Jarak Varietas
Toksik, Non-Toksik dan Referensi Asam Amino FAO untuk
Anak Umur 3-5 Tahun.....................................................................

5
3. Kandungan Antinutrisi BBJP yang tidak Diolah dan Difermentasi
Menggunakan Rhizopus oligosporus...............................................

8
4. Kandungan Zat Makanan Ransum Komersial (Umur 0-3
Minggu)....

15
5. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Perlakuan
(umur 3 10 minggu)...

16
6. Kadar Aninutrisi BBJP Tanpa Diolah dan BBJP Fermentasi yang
Sebelumnya Dikukus selama 60 Menit....

19
7. Asupan Antinutrisi Ayam Kampung selama 7 Minggu Penelitian.. 20
8. Rataan Persentase Bobot Organ Dalam Ayam Kampung Umur 10
Minggu.

21
9. Rataan Persentase Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan Ayam
Kampung Umur 10 Minggu.
26
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Tanaman Jarak Pagar dan Bijinya (Jatropha curcas L)................... 3
2. Struktur Kimia Curcin.......... 6
3. Struktur Kimia Phorbolester........ 7
4. Pemecahan Selulosa dengan Selulase Menjadi Glukosa.. 9
5. Pemecahan Asam Fitat oleh Fitase Menjadi Fospat. 10

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Analisis Ragam Persentase Bobot Jantung Ayam Kampung... 39
2. Analisis Ragam Persentase Bobot Hati Ayam Kampung 39
3. Analisis Ragam Persentase Bobot Limpa Ayam Kampung. 39
4. Analisis Ragam Persentase Bobot Kelenjar Timus Ayam
Kampung......

40
5. Analisis Ragam Persentase Bobot Bursa Fabrisius Ayam
Kampung..

40
6. Analisis Ragam Persentase Bobot Ginjal Ayam Kampung 41
7. Analisis Ragam Persentase Bobot Rempela Ayam Kampung. 41
8. Analisis Ragam Persentase Bobot Pankreas Ayam Kampung. 41
9. Analisis Ragam Persentase Bobot Duodenum Ayam Kampung.. 41
10. Analisis Ragam Panjang Relatif Duodenum Ayam Kampung 42
11. Analisis Ragam Persentase Bobot Jejunum Ayam Kampung.. 42
12. Analisis Ragam Panjang Relatif Jejunum Ayam Kampung. 43
13. Analisis Ragam Persentase Bobot Ileum Ayam Kampung.. 43
14. Analisis Ragam Panjang Relatif Ileum Ayam Kampung..... 44
15. Analisis Ragam Persentase Bobot Sekum Ayam Kampung 44
16. Analisis Ragam Panjang Relatif Sekum Ayam Kampung... 44
17. Analisis Ragam Persentase Bobot Kolon Ayam Kampung. 45
18. Analisis Ragam Panjang Relatif Kolon Ayam Kampung 45



1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketahanan pakan merupakan ketersediaan pakan yang cukup sepanjang tahun
dan peternak mampu untuk mengaksesnya (membelinya) serta terbebas dari
ketergantungan pakan dari pihak manapun. Hal ini berarti pakan yang tersedia
merupakan pakan berkualitas, aman bagi ternak dan manusia yang
mengkonsumsinya secara berkelanjutan dan berbasis pakan lokal.
Salah satu kebijakan untuk mencapai ketahanan pakan adalah pemanfaatan
bahan baku lokal dengan memperluas penggunaan sumber pakan. Salah satunya
adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan serta
bahan pakan non konvensional sebagai sumber bahan pakan alternatif.
Bungkil biji jarak merupakan salah satu sumber pakan alternatif yang dapat
digunakan. Bungkil biji jarak dihasilkan dari buah jarak yang telah diambil
minyaknya sebagai sumber energi. Buah biji yang dipres untuk mengeluarkan
minyaknya akan menyisakan 16% minyak dalam bungkil dan kadar protein yang
terkandung mencapai 56-68%. Hal ini berarti bungkil biji jarak berpotensi dijadikan
sebagai sumber protein, tetapi penggunaan bungkil biji jarak masih sangat terbatas
dikarenakan kandungan racun dan antunutrisinya. Racun dalam pakan dapat
mematikan ternak dan zat anti nutrisi dapat menghambat pertumbuhan ternak. Racun
yang terkandung dalam bungkil biji jarak pagar adalah curcin dan phorbolester dan
anti nutrisinya diantaranya adalah tanin, saponin, asam fitat dan anti tripsin. Oleh
karena itu diperlukan teknologi pengolahan pakan yang dapat menghilangkan racun
dan zat anti nutrisi tersebut.
Teknologi pengolahan bungkil biji jarak yang telah dilakukan diantaranya
pemanasan dengan suhu tinggi (121C, 30 menit) menggunakan autoclave, perlakuan
secara kimiawi (panambahan alkali) dan perlakuan secara biologi (fermentasi). Pada
penelitian ini dilakukan pengolahan bungkil biji jarak pagar dengan fermentasi oleh
jamur tempe (Rhizopus oligosphorus) yang sebelumnya dilakukan pengukusan.
Pengukusan dilakukan untuk mensterilkan bungkil biji jarak pagar dari mikroba dan
kontaminan serta sebagai metode sederhana yang dapat diterapkan di masyarakat.
Fermentasi dengan Rhizopus oligosporus dimaksudkan untuk menurunkan kadar
racun dan antinutrisi serta meningkatkan kualitas nutrisi bungkil biji jarak pagar.

2
Pakan mengandung bungkil biji jarak pagar disuplementasi dengan selulase dan
fitase, terutama pada hewan monogastrik (ayam) yang tidak dapat mengasilkan
enzim tersebut. Selulase ditambahkan untuk menghidrolisis serat kasar dan fitase
ditambahkan untuk menghidrolisis asam fitat yang terkandung dalam bungkil biji
jarak pagar.
Evaluasi penggunaan bungkil biji jarak pagar sebagai sumber bahan pakan
dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan organ dalam dan saluran
pencernaan. Adanya antinutrisi dan racun yang terkandung dalam pakan dapat
berpengruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan organ dalam dan saluran
pencernaan.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil
biji jarak pagar yang difermentasi Rhizopus oligosporus dalam ransum terhadap
persentase bobot organ dalam dan persentase panjang relatif saluran pencernaan
ayam Kampung.

3
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jarak Pagar (J atropha curcas L)
Jarak pagar (Jatropha curcas L) merupakan tanaman yang berasal dari
Mexico dan Amerika Tengah. Menurut Biotechcitylucknow (2007), tanaman ini
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas L
Tanaman jarak pagar banyak dikembangkan sebagai sumber bahan bakar
biodiesel. Minyak biodiesel ini diperoleh dari ekstraksi minyak dari biji jarak.
Pengolahan ekstraksi biji jarak ini menghasilkan limbah berupa bungkil biji jarak.
Menurut Brodjonegoro et al. (2005), satu ton biji kering menghasilkan 200-300 liter
minyak jarak dengan limbah bungkil biji jarak 700-800 kg. Tanaman jarak pagar
dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar dan Bijinya (Jatropha curcas L)
Sumber : www.malem-auder.orgspip.phparticle204

Buah jarak pagar mengandung biji inti dan kulit dengan perbandingan rata-
rata 62,2 % berbanding 37,7%. Biji inti jarak pagar mengandung lebih tinggi protein

4
kasar (22-28%) dan minyak (54-58%) dibandingkan dengan kulit (4-6% protein
kasar dan 0,8-1,4 % minyak) (Makkar et al., 1998)

Bungkil Biji Jarak Pagar (J atropha curcas meal)
Bungkil biji jarak pagar (BBJP) merupakan hasil ikutan dari pembuatan
minyak jarak. Menurut Francis et al. (2006), kandungan protein kasar bungkil biji
jarak tanpa kulit varietas beracun (Cape Verde) adalah 56,4%, sedangkan pada
varietas tidak beracun (Mexico) sebanyak 63,8%. Komposisi nutrien dan fraksi serat
BBJP tanpa cangkang, BBJP dengan cangkang dan cangkang BBJP disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Nutrien dan Fraksi Serat BBJP tanpa Cangkang, BBJP dengan
Cangkang dan Cangkang BBJP

Kandungan Nutrien
BBJP tanpa
Cangkang
BBJP dengan
Cangkang
Cangkang
BBJP
Bahan Kering (%) 86,26 89,71 88,31
Komposisi bahan kering
Abu (% BK) 7,71 5,20 4,22
Protein Kasar (% BK) 37,56 24,28 10,21
Lemak Kasar (% BK) 35,02 15,99 5,71
Serat Kasar (% BK) 7,23 38,49 59,62
Beta- N (% BK) 12,47 16,06 20,24
Fraksi serat
NDF (% BK) 16,30 57,64 93,40
Hemiselulosa (% BK) 0,72 10,45 12,48
ADF (% BK) 15,86 46,78 80,90
Selulosa (% BK) 11,31 19,22 34,85
Lignin (% BK) 4,51 23,98 46,00
Silika (% BK) 0,01 3,51 0,03
Sumber : Tjakradidjaja et al. (2007)
Keterangan : BBJP = bungkil biji jarak pagar

Kualitas protein yang dikandung BBJP sangat baik. Kandungan asam amino
esensialnya lebih tinggi dibandingkan referensi asam amino menurut FAO (Food and
Agriculture Organization) untuk anak umur 3-5 tahun kecuali lisin. BBJP
mengandung toksik yang tinggi bagi banyak spesies ternak karena adanya beberapa

5
komponen racun dan anti nutrisi seperti phorbolester, asam fitat, tripsin inhibitor,
komponen phenolic, dan saponin dengan jumlah yang tinggi (Makkar et al., 2008).
Konsentrasi phorbolester berkisar antara 2-3 mg/g dalam biji jarak dan 2-4 mg/g
dalam minyak jarak tergantung varietas tanaman jarak pagarnya (Makkar et al.,
1997a). BBJP mengandung phenols total 0,2-0,4% dan tannin 0,02-0,04%. BBJP
dapat digunakan sebagai bahan pakan monogastrik dengan diolah terlebih dahulu
dengan cara kombinasi perlakuan fisik dan biokimia untuk mengurangi racun
tersebut diatas (Annongu et al., 2010). Kandungan asam amino esensial dalam
bungkil biji jarak disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Asam Amino Esensial Bungkil Biji Jarak Varietas Toksik,
Non-Toksik dan Referensi Asam Amino FAO untuk Anak Umur 3-5
Tahun

Asam Amino Varietas Toksik Varietas Non-toksik FAO
------------------------(g / 16 g N)----------------------
Metionin 1,91 1,76 -
Sistin 2,24 1,56 2,50
Valin 5,19 5,30 3,50
Isoleusin 4,53 4,85 2,80
Leusin 6,94 7,50 6,60
Fenilalanin 4,34 4,89 -
Tirosin 2,99 3,78 6,30
Histidin 3,30 3,08 1,90
Lisin 4,28 3,40 5,80
Arginin 11,80 12,90 -
Threonin 3,96 3,59 3,40
Triptopan 1,31 - 1,10
Sumber : Makkar et al., 1998

Curcin Jarak Pagar (J atopha curcas L)
Curcin adalah fitotoksin yang memilki molekul protein besar, kompleks dan
sangat beracun, menyerupai struktur dan fisiologis racun bakteri. Fitotoksin tidak
tahan terhadap panas sehingga dapat diukur dengan metode penguapan. Curcin dapat
menyebabkan iritasi pada mata dan tetap terdapat fraksi bungkil setelah pengambilan

6
minyak (Heller, 1996). Curcin dapat mengikat glycoprotein (biomolekul gabungan
karbohidrat dengan protein) pada permukaan sel (Lin et al., 2003).
Curcin (lektin) menyebabkan reaksi lokal pada saluran pencernaan yaitu 1)
mempengaruhi pergantian dan kehilangan sel epithel usus. 2) menghambat
pencernaan dan penyerapan 3) kerusakan pada epitel membran lumen dan 4)
merubah status imunologi pada saluran pencernaan. Secara sistematis lektin
mengganggu metabolisme lemak, karbohidrat, protein, dan meningkatkan atau
mengecilkan ukuran dari saluran pencernaan serta merubah status hormonal dan
imunologi (Vasconcelos dan Oliveira, 2004). Struktur kimia curcin disajikan pada
Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Kimia Curcin
Sumber : www. Giftpflanzen.com/Jatropha curcas/html

Phorbolester Jarak Pagar (J atropha Curcas L)
Menurut Aregheore et al. (1998), senyawa toksik lainnya yang terdapat pada
bungkil biji jarak pagar adalah phorbolester sebagai racun utama yang tidak mudah
rusak oleh pemanasan, sehingga diduga penggunaannya dalam pakan ternak dapat
menyebabkan kematian. Pemanasan sampai 160C selama 30 menit tidak dapat
merusak phorbolester karena phorbolester merupakan racun yang stabil, akan tetapi
phorbolester dapat dihilangkan dengan pengolahan secara kimiawi (Makkar dan
Becker, 1997 b). Phorbolester jarak pagar yang terdapat dalam biji (2-6 mg/g BK),
daun (1,83-2,75 mg/g BK), tangkai (0,78-0,99 mg/g BK), bunga (1,39-1,83 mg/g
BK), pucuk (1,18-2,10 mg/g BK), akar (0,55 mg/g BK), kulit kayu yang berwarna
cokelat (0,39 mg/g BK), kulit kayu yang berwarna hijau (3,08 mg/g BK) dan kayu
(0,09 mg/g BK), tetapi tidak terdapat dalam lateks (Makkar dan Becker, 2009).
Phorbolester terdapat pada minyak yang masih tersisa pada bungkil biji jarak
pagar. Phorbolester dapat menyerupai kerja diacil gliserol, aktivator protein kinase C
(PKC), yang mengatur sinyal berbeda pada jalur transduksi. Hal ini mengakibatkan

7
perubahan aktivitas PKC pada proses-proses seperti fosfolipid, sintesis protein,
aktivitas enzim, sintetis DNA, posporilasi protein, diferensiasi sel, dan ekspresi gen.
Phorbolester juga mempunyai sifat karsinogen, pencahar, dan mengakibatkan iritasi
kulit, mabuk, muntah serta diare yang dapat menyebabkan kematian pada tikus,
ayam dan domba (Goel et al., 2007). Struktur kimia phorbolester dapat dilihat pada
Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Kimia Phorbolester
Keterangan : (A) 5-7-6-3 struktur umum phorbols. (B) 12-hydroxy-16-deoxylphorbol, struktur umum
phorbolesters dari J. curcas dan (C) Faktor C1 J.curcas, satu dari enam phorbolesters
teridentifikasi dalam biji J. curcas (Haas et al., 2002).

Detoksifikasi Bungkil Biji Jarak Pagar dengan Rhizopus oligosporus
Pengolahan bungkil biji jarak harus dilakukan sebelum diberikan pada ternak.
Hal ini dikarenakan kandungan racun dan anti nutrisinya yang tinggi. Pemanasan
dengan autoclave (suhu 121C) selama 30 menit dapat menghambat aktivitas
antitripsin dan lectin sehingga meningkatkan kecernaan protein. Pengolahan secara
fisik dengan pemanasan (121C, 30 menit) dan diikuti pencucian dengan metanol
92% sebanyak 4 kali dapat menurunkan kadar phorbolester bungkil biji jarak pagar
sebesar 94,94% (Aregheore et al., 2003).
Hasil penelitian Tjakradidjaja et al. (2007), pengolahan secara biologis
(fermentasi) oleh Rhizopus sp. kemungkinan lebih baik untuk menghilangkan
kandungan curcin dan phorbolester bungkil biji jarak pagar. Ayam broiler yang
diberi bungkil biji jarak pagar yang difermentasi Rhyzopus oligosphorus
menghasilkan performa yang lebih baik dibandingkan tanpa fermentasi (Sumiati dan
Sudarman 2006). Fermentasi bungkil biji jarak dengan Rhizopus oryzae efektif
menurunkan kadar lemak bungkil biji jarak pagar yang diharapkan sejalan dengan
penurunan kadar phorbolester didalamnya (Sumiati et al., 2008). Penurunan
antinutrisi BBJP fermentasi menggunakan Rhizopus oligosporus disajikan pada

8
Tabel 3.
Table 3. Kandungan Antinutrisi BBJP yang Tidak Diolah dan Difermentasi
Menggunakan Rhizopus oligosporus

Anti-nutrisi Kontrol R.Oligosporus Penurunan (%)
Anti Tripsin (%) 20,51 8,15 60,26
Lektin (%) 34,36 14,75 57,07
Saponin (%) 2,47 0,33 86,64
Fitat (%) 9,10 4,18 54,07
Phorbolester (%) 0,013 0,012 7,69
Sumber : Belewu dan Sam (2010)

Fermentasi merupakan proses perombakan makromolekul (karbohidrat dan
protein) tanpa memerlukan oksigen, atau dapat pula disebut respirasi anaerob.
Pengolahan biologis (fermentasi) dengan Rhizopus oligosporus terhadap bungkil biji
jarak pohon (Ricinus communis L) menghasilkan bungkil biji jarak yang dapat
dijadikan bahan baku pakan alternatif. Penggunaan bungkil biji jarak pohon sampai
12% dalam ransum ayam broiler tidak berpengaruh terhadap kecernaan protein
ransum dan dapat mensubtitusi bungkil kedelai (Aisjah, 1998).
Rhizopus oligosporus merupakan kapang yang memegang peranan terbesar
pada peningkatan nilai gizi protein kedelai pada pembuatan tempe. Hal ini karena
selama proses fementasi, Rhizopus oligosporus mensintesa enzim protease lebih
banyak (Anshori, 1989). Selain itu Rhizopus oligosporus juga mensintesa enzim
lipase, poligalakturonase, endoselulase, xilanase, arabinase, fitase, dan rhizopus
carboksil proteinase (Nout dan Rombouts, 1990)

Selulase
Selulase merupakan suatu kompleks multi enzim yang bekerja bersama-sama
menghidrolisis selulosa menjadi glukosa. (Kim, 1995). Kompleks selulase terdiri dari
enzim selobiohidrolase, endoglukanase dan -glukosidase yang dapat memutus
ikatan -1,4 pada struktur selulosa. Pemutusan ikatan ini akan menghasilkan
oligosakarida turunan selulosa, untuk akhirnya diubah menjadi monomer glukosa
(Deacon, 1997). Enzim selulase bermanfaat membantu ternak terutama monogastrik
dalam mencerna serat kasar pakan. Menurut Judoamidjojo et al. (1992), terdapat 4
kelompok enzim utama yang menyusun selulase berdasarkan spesifitas substrat
masing-masing, yaitu

9
1. Enzim endo--1,4 glukanase yang menghidrolisis ikatan glikosidik -1,4 secara
acak dan bekerja terutama pada daerah amorf dari serat selulosa, seperti pada
Carboxy Methyl Cellulose (CMC).
2. Enzim -1,4-D-Glukan yang menghidrolisis ujung rantai selulosa non pereduksi
dan menghasilkan selobiosa.
3. Enzim -1,4-D-Glukan Glukohidrolase yang menghidrolisis ujung rantai selulosa
non pereduksi dan menghasilkan D-glukosa.
4. Enzim -1,4-Glukosidase yang menghidrolisis selobiosa dan rantai pendek selo-
oligosakarida dan menghasilkan D-glukosa.


Gambar 4. Pemecahan Selulosa dengan Selulase Menjadi Glukosa
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:Types_of_Cellulase2.png

Fitase
Fitase (myo-inositol hexakisphosphate phosphohydrolase) merupakan
kelompok enzim phosphatase yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi
monophosphate anorganik, myo-inositol phosphate rendah (lower myo-inositol
phosphate), dan myo-inositol bebas. Asam fitat merupakan senyawa antinutrisi yang
terdapat pada tanaman. Asam fitat membentuk komplek dengan beberapa mineral (P,
Zn, Fe, Mg, Ca), protein, dan asam amino (Quan et al., 2001). Asam fitat juga dapat
mengikat beberapa enzim seperti amilase, tripsin, pepsin dan -galaktosidase
sehingga menurunkan aktivitasnya. Enzim fitase bermanfaat untuk mereduksi
senyawa asam fitat dalam pakan, sehingga pemanfatan mineral terutama posfor lebih
optimal dalam tubuh ternak monogastrik (Greiner et al., 1997). Pemecahan asam fitat
oleh fitase menjadi fospat dapat dilihat pada Gambar 5.

10

Gambar 5. Pemecahan Asam Fitat oleh Fitase Menjadi Fospat
Sumber : http://aem.asm.org/cgi/content/full/70/5/3041

Ayam Kampung
Ayam Kampung berasal dari domestikasi ayam hutan yang telah mengalami
perkembangan pada kondisi lingkungan yang berbeda, maka terbentuklah berbagai
jenis ayam Kampung. Ayam Kampung memiliki berbagai keunggulan dibandingkan
ayam ras. Keunggulan tersebut seperti harga jual daging dan telur yang lebih tinggi,
kemampuan adaptasinya terhadap beberapa penyakit dan lebih toleran terhadap
ransum berkualitas rendah (He et al., 1991).
Produktivitas ayam Kampung yang dipelihara secara tradisional masih
rendah, antara lain karena tingkat mortalitas tinggi, pertumbuhan lambat, produksi
telur rendah, dan biaya pakan tinggi (Gunawan, 2002). Produksi telur ayam
Kampung yang dipelihara secara tradisional berkisar antara 4045 butir/ekor/tahun,
karena adanya aktivitas mengeram dan mengasuh anak yang lama, yakni 107 hari
(Sulandari et al., 2007). Menurut Iskandar (2004), produksi telur ayam Kampung
yang dipelihara secara intensif adalah 135 butir/ekor/tahun.

Organ Dalam Unggas
Hati
Ayam memiliki hati dengan ukuran relatif besar, berat hati ayam berkisar
antara 30-50 g. Hati ayam yang baru menetas berwarna kuning, warna hati ini
akan berubah menjadi coklat kemerahan setelah berumur sekitar dua
minggu. Hati ayam dewasa berwarna merah coklat sampai coklat cerah dengan
konsistensi yang lunak (Setijanto, 1998). Menurut Mc Lelland (1990), warna
hati tergantung pada status nutrisi unggas, hati yang normal berwarna coklat
kemerahan atau coklat terang dan apabila makanannya berlemak tinggi,
warnanya menjadi kuning. Persentase bobot hati ayam Kampung adalah 2,70%-
3,46% (umur 6 minggu) dan 2,10%-2,54% (umur 12 minggu) dari bobot hidup
(Arief, 2000). Menurut Putnam (1991), persentase bobot hati ayam berkisar antara

11
1,70%-2,80% dari bobot hidup. Spector (1993) menyatakan bahwa kelainan hati
biasanya ditandai dengan pembengkakan dan penebalan salah satu lobi pada hati,
dan hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan bobot hati.yang dihasilkan.

Gizzard
Gizzard terdiri atas serabut otot yang kuat. Bagian depan berhubungan
dengan perut kelenjar dan bagian yang lain dengan usus halus. Gizzard
terletak antara proventrikulus dengan batas atas usus halus. Gizzard
mempunyai dua pasang otot yang kuat dan sebuah mukosa (North dan

Bell, 1990).
Kontraksi otot gizzard akan terjadi apabila makanan masuk kedalamnya. Persentase
bobot gizzard t erhadap berat hi dup akan menurun dengan bertambahnya
umur pemotongan (Putnam, 1991). Pond et al. (1995) menyatakan bahwa fungsi
gizzard pada unggas sama dengan fungsi gigi pada species mamalia, bekerja untuk
memperkecil ukuran partikel makanan secara fisik. Bobot persentase gizzard ayam
adalah 1,6%-2,3% dari bobot hidup (Putnam, 1991).

Limpa
Menurut Nickel et al. (1977), limpa adalah organ kecil berwarna
merah coklat berbentuk agak bundar. Fungsi limpa menurut Ressang (1986),
selain untuk menyimpan darah, bersama hati dan sumsum tulang belakang berperan
dalam pembi nasaan er i t r osi t - e r i t r osi t t ua, ber pe r an dal am
met abol i sme ni t r ogen t er ut ama dalam pembentukan asam urat serta
membentuk limfosit. Pada unggas kecuali pada sumsum tulang, sebagian kecil
eritrosit juga dapat dibuat di dalam limpa. Kelainan pada limpa dapat ditandai
dengan pembengkakan yang disebabkan oleh adanya racun atau antinutrisi yang
masuk kedalam tubuh (Ressang, 1986). Bobot persentase limpa ayam adalah 0,18%-
0,23% dari bobot hidup (Putnam, 1991).

Bursa Fabrisius
Bursa fabrisius merupakan organ limpoid yang berperan dalam sistem
kekebalan humoral pada ayam (Glick, 1988). Bursa Fabrisius sebagian besar berisi
sel B yang berperan dalam memproduksi antibodi humoral atau yang bersikulasi. Sel
B akan menghasilkan antibodi dan sel pengingat (sel memori). Sel-sel memori akan
mengingat dan mengenal antigen yang pernah masuk keadaan tubuh, sehingga sistem

12
kekebalan unggas dapat bertindak cepat (Cheville, 1999).

Kelenjar Timus
Kelenjar timus bekerja untuk menghasilkan imunitas sel bagi ternak (Cooper
et al., 1966). Kelenjar timus sebagian besar berisi sel T dengan fungsi mengenal dan
menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri atau virus, mengaktifkan makrofag dalam
fagositosis dan membantu sel B dalam memproduksi antibodi (Abbas et al., 2000).

Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berperan dalam mengeluarkan sisa
metabolisme dan mempertahankan material yang dibutuhkan tubuh, termasuk di
dalamnya protein dengan berat jenis rendah, air dan beberapa jenis elektrolit
(Cunningham, 1997). Ginjal berfungsi ginjal dalam filtrasi, metabolisme dan
ekskresi racun dan merupakan organ yang bertanggung jawab dalam proses
homeostatis tubuh. Ginjal mempunyai daya saring dan daya serap kembali.
Apabila terdapat banyak zat toksik yang masuk ke dalam tubuh, maka ginjal akan
bekerja semakin berat untuk menetralisir zat toksik tersebut (Ressang, 1986).

Pankreas
Organ ini adalah sebuah kelenjar yang mensekresikan cairan yang kemudian
masuk ke duodenum melewati saluran pankreas dimana lima enzimnya yaitu
lipase, amilase, tripsin, nuklease, dan pept idase membantu pencernaan pati,
lemak, dan protein. Cairan ini menetralisir kondisi asam asal lambung kelenjar
(Amrullah, 2004). Fungsi utama pankreas yaitu menghasilkan enzim pencernaan
serta beberapa hormon penting seperti insulin dalam metabolisme gula. Berdasarkan
hasil penelitian Merryana (2003), persentase bobot pankreas ayam broiler umur enam
minggu 0,19-0,27 % bobot hidup. Bobot persentase pankreas ayam berkisar antara
0,22%-0,24% (Putnam, 1991).

Usus Halus
Usus halus terdiri dari beberapa bagian yang dimulai dari duodenum
(depan), jejunum (tengah) dan berakhir di ileum (belakang). Usus halus yaitu usus
tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan pakan. Selaput lendir usus halus
mempunyai jonjot yang lembut dan menonjol seperti jari. Fungsi usus halus selain
sebagai penggerak aliran pakan dalam usus juga untuk meningkatkan penyerapan

13
sari makanan (Akoso, 1993). Panjang usus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh,
tipe makanan dan faktor-faktor lainnya. Enzim amilase dan lipase dihasilkan oleh
dinding usus halus yang membantu pencernaan karbohidrat dan lemak (North dan
Bell, 1990).

Usus Besar
Usus besar yaitu lanjutan dari usus halus yang mempunyai ukuran yang lebih
pendek, tidak berliku-liku dan dindingnya lebih tebal dibandingkan dinding usus
halus. Fungsi dari usus besar adalah untuk menyalurkan sisa makanan dari usus
halus ke kloaka. Air asal urin diserap kembali di usus besar untuk ikut mengatur
kandungan air sel-sel tubuh dan keseimbangan air. Panjang usus besar yang dimiliki
ayam dewasa berkisar dari 8-10 cm. Diameter usus besar dua kali usus halus
(Amrullah, 2004).

Sekum
Sekum atau usus buntu ayam ada dua buah (seka) dan terletak pada
persimpangan antara usus halus dan usus besar. Fungsi dari sekum pada unggas
adalah membantu penyerapan air serta mencerna karbohidrat dan protein dengan
bantuan bakteri yang ada pada sekum. Dalam sekum pada umumnya terdapat bahan
makanan yang lunak yang tidak dicerna dan akan dibuang (North dan Bell, 1990).
Menurut Pond et al. (1995), sebagian serat dapat dicerna dalam sekum yang
disebabkan adanya bakteri fermentasi tetapi jumlahnya sangat rendah dibandingkan
pada sebagian spesies mamalia.

14
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Agustus
2010. Lokasi penelitian ini bertempat di Laboratorium Lapang Blok C dan
Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680.

Materi
Ternak
Penelitian ini menggunakan 270 ekor Day Old Chicks (DOC) ayam kampung
yang dibeli dari PT. TRIAS FARM Bogor. Ayam dipelihara dengan dua fase
pemberian ransum yaitu ransum starter (pada umur 0-3 minggu) dan ransum finisher
(pada umur 3-10 minggu). Ayam dibagi kedalam 5 perlakuan dan 6 ulangan. Setiap
ulangan terdiri atas 9 ekor ayam. Untuk mengukur organ dalam, ayam umur 10
minggu diambil 1 ekor dari setiap ulangan.

Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang sistem litter beralaskan sekam
padi. Kandang yang digunakan berukuran 1 m x 1 m sebanyak 30 petak. Pada
masing-masing petak dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum.
Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan, tirai, sapu, tambang untuk
menggantung tempat air minum, termometer, alat tulis, gunting digunakan untuk
pemotongan sampel organ dalam dan pita ukur. Sanitasi dilakukan terhadap kandang,
peralatan makan dan air minum.

Ransum
Ransum dan air minum diberikan ad libitum. Ayam berumur 0-3 minggu
diberikan ransum komersial dari PT. Shinta Prima Feedmill. Susunan komposisi
ransum komersial yang digunakan adalah jagung, dedak padi, CGM, tepung ikan,
MBM, bungkil kedelai, minyak, kalsiumphospat, CaCO
3
, NaCl, asam amino,
vitamin, trace mineral, antioksidan, coccidiostat dan antibiotika. Kandungan zat
makanan ransum komersial disajikan pada Tabel 4.



15
Tabel 4. Kandungan Zat Makanan Ransum Komersial (Umur 0-3 Minggu)
Zat makanan Kadar (%)
Kadar Air Max 12
Abu Max 8
Protein Kasar 20-22
Serat Kasar Max 4
Lemak Kasar 4-8
Kalsium 0,9-1,2
Posfor 0,7-1
Sumber : P.T Sinta Prima Feedmill (2010)

Ransum perlakuan (3-10 minggu) disusun dari campuran bahan pakan yang
terdiri dari jagung kuning, dedak halus, bungkil kedelai, bungkil biji jarak tanpa
fermentasi, bungkil biji jarak terfermentasi, MBM, CPO, garam, premiks, DL-
methionine, L-lysin, selulase dan fitase dengan pakan berbentuk crumble. Komposisi
ransum perlakuan dan kandungan zat makanan disajikan pada Tabel 5.

Perlakuan
Perlakuan ransum yang diberikan adalah sebagai berikut :
P0 : Ransum kontrol (tanpa bungkil biji jarak pagar) + selulase 400 ppm dan fitase
200 ppm
P1 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar tanpa fermentasi
P2 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase
400 ppm dan fitase 200 ppm
P3 : Ransum mengadung 10% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400
ppm dan fitase 200 ppm
P4 : Ransum mengandung 12,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase
400 ppm dan fitase 200 ppm






16
Tabel 5. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Perlakuan (Umur 3 10
Minggu)

Nama Bahan P0 P1 P2 P3 P4
--------------------------(%)----------------------------
Jagung Kuning 51,23 50 50 50 53,15
Dedak Halus 20,5 16,43 16,33 14,63 10
BBJP Tidak Diolah 0 7,5 0 0 0
BBJP Fermentasi 0 0 7,5 10 12,5
Bungkil Kedelai 17 13 13 11,5 10
MBM 7,5 8,3 8,4 9 10
CPO 3 3,9 3,9 4 3,5
Garam 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Premiks 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
DL-methionine 0,17 0,19 0,19 0,19 0,19
L-lysine 0 0,08 0,08 0,08 0,06
Total 100 100 100 100 100
Selulase (ppm) 400 0 400 400 400
Fitase (ppm) 200 0 200 200 200
Kandungan Zat Makanan (% As fed)* :
Bahan Kering (%) 78,48 77,24 77,17 79,87 76,40
Abu (%) 5,63 6,20 6,41 6,07 6,07
Protein Kasar (%) 18,16 17,79 17,98 17,24 17,20
Serat Kasar (%) 4,10 4,92 4,50 4,68 4,99
Lemak Kasar (%) 5,46 3,27 4,91 3,76 3,41
Bahan Ekstrak Tanpa N (%) 49,23 49,98 47,87 52,80 49,72
Energi Bruto (kkal / kg) 4000 4065 3726 4113 3743
*Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB (2010)












17
Metode
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan, 6 ulangan, dan masing-masing ulangan terdiri
dari 9 ekor. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :
Y
ij
= +
i
+
ij

Keterangan :
Y
ij
= Nilai Y perlakuan pakan ke-i dan ulangan ke-j
= Nilai rataan umum

i
= Efek perlakuan ke-i

ij
= Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan sidik
ragam (Analysis of Variance/ANOVA), dan jika berbeda nyata diuji lanjut dengan
uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1995). Perhitungan ANOVA dan uji jarak
Duncan menggunakan SPSS 15.0.

Peubah yang Diamati
Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah persentase berat organ dalam
(jantung, hati, limpa, kelenjar thymus, bursa fabrisius, ginjal, empedu, proventikulus,
rempela, dan pankreas,), persentase panjang dan berat saluran pencernaan
(duodenum, jejenum, ileum, sekum, dan kolon).
1. Persentase berat organ dalam
Persentase berat organ dalam (%) =
2. Panjang relatif organ dalam
Panjang relatif organ dalam (cm/100 g) =

Prosedur
Pembuatan Bungkil Biji Jarak Pagar (J atropha curcas L) Fermentasi
Bungkil biji jarak pagar ditimbang dan ditambahkan aquades hingga kadar
airnya mencapai 66%. Bungkil biji jarak pagar dimasukkan dalam kain saring dan
dikukus selama 60 menit dan kemudian didinginkan pada nampan dengan alas
plastik yang sudah dilubangi jarum. Setelah dingin ditambahkan dengan jamur tempe

18
(Rhizopus oligosporus) sebanyak 0,7% dan diratakan. Tutup dengan plastik yang
sudah dilubangi jarum, kemudian kertas dan ditindih dengan keramik. Simpan pada
suhu ruang dan diinkubasi selama 3-4 hari. Bungkil biji jarak pagar terfermentasi
Rhizopus oligosporus dipanen dan dikeringkan dalan oven suhu 60
o
C selama 48 jam
dan kemudian digiling hingga halus.

Persiapan Kandang
Persiapan kandang dilakukan dengan membuat petak kandang sebanyak 30
petak dan membersihkan seluruh petak dalam kandang dan alat- alat yang akan
digunakan seperti tempat pakan dan air minum serta digunakan desinfektan. Setelah
itu dilakukan pengapuran dan setelah kering dilakukan penyemprotan dengan
desinfektan ke seluruh ruangan, kemudian kandang dibiarkan selama tiga hari
dengan tujuan memutus siklus mikroba. Tahap akhir adalah pemberian litter dengan
sekam padi diatas lantai kandang serta dilakukan juga penyemprotan desinfektan
pada sekam tersebut.

Pemeliharaan
DOC yang baru datang, langsung diberi minum larutan gula 10% dan
kemudian pada hari berikutnya diberi Vitachik serta dilakukan vaksinasi berupa
vaksin Gumboro pada umur 3 hari dan vaksin ND pada umur 7 dan 21 hari. Ayam
umur 0-2 minggu diberi indukan. Pemberian pakan dan air minum dilakukan ad
libitum dan ditempatkan dengan cara digantung mulai umur 3 minggu. Pemeliharaan
ayam dilakukan selama 10 minggu.

Pengukuran Organ Dalam
Pengukuran organ dalam dilakukan pada saat ayam berumur 10 minggu
dengan mengambil 1 ekor ayam dari setiap ulangan dari seluruh perlakuan, sehingga
jumlah ayam yang digunakan adalah 30 ekor. Organ dalam yang sudah dikeluarkan,
kemudian diukur panjang (cm) serta berat kotor dan bersihnya (g).

19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Fermentasi BBJP Terhadap Kandungan
Phorbolester dan Antinutrisi
Penelitian ini diawali dengan menguji metode fermentasi Bungkil Biji Jarak
Pagar (BBJP) yang sebelumnya dilakukan pengukusan. Hasil yang didapat adalah
pengukusan selama 60 menit sebelum fermentasi efektif menurunkan kadar
antinutrisi. Kadar antinutrisi BBJP yang tanpa diolah (kontrol) dan BBJP fermentasi
yang dikukus selama 60 menit disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar Antinutrisi BBJP Tanpa Diolah dan BBJP Fermentasi yang
Sebelumnya Dikukus selama 60 Menit

Antinutrisi
Perlakuan
Penurunan (%)
Tanpa Diolah Fermentasi
Phorbolester (g/g) 24,33 15,28 37,20
Tanin (%) 0,13 0,007 94,62
Saponin (%) 1,04 0,39 62,50
Asam fitat (%) 9,19 8,45 8,05
Antitripsin (%) 6,17 1,85 70,02

Pengolahan BBJP dengan kombinasi pengukusan selama 60 menit dan
fermentasi dapat menurunkan kadar antinutrisinya. Hal ini sesuai dengan Belewu dan
Sam (2010) bahwa perlakuan kombinasi pemanasan dan fermentasi dapat
menurunkan kadar antinutrisi BBJP. Pemanasan dengan cara dikukus selama 60
menit dimaksudkan untuk memastikan BBJP bersih dari mikroba atau kontaminan
yang dapat mengganggu pertumbuhan kapang yang akan ditanam. Selain itu
pemanasan dapat menurunkan kadar saponin dan antitripsin. Menurut Cheeke (1989)
kadar saponin dapat diturunkan dengan proses pemanasan. Vasconcelos dan Oliveira
(2004) menyatakan bahwa antitripsin tidak tahan terhadap panas. Antinutrisi
phorbolester dalam BBJP terikat dengan lemak, sehingga adanya lipase yang
dihasilkan oleh Rhizopus oligosporus dapat menurunkannya. Lipase berguna dalam
menghidrolisis lemak. Rhizopus oligosporus juga menghasilkan protease dan fitase.
Protease dapat meningkatkan kadar protein BBJP dan fitase dapat mereduksi
senyawa fitat dalam BBJP, sehingga meningkatkan kadar mineral posfor dan mineral
bervalensi dua.

20
Konsumsi Antinutrisi Ayam Kampung selama 7 Minggu Penelitian
Jumlah antinutrisi yang masuk kedalam tubuh ayam kampung penelitian
disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Asupan Antinutrisi Ayam Kampung selama 7 Minggu Penelitian
Peubah
Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
Konsumsi
Ransum (g/e)*

2529,62
236,33
2666,29
247,40
2360,51
331,20
2589,27
243,73
2380,51
150,44
Kandungan BBJP
dalam pakan (g)

-
199,97
18,56
177,04
24,84
258,93
24,37
297,56
18,81
Phorbolester
(ug/g)

-
4865,31
451,57
2705,15
379,56
3956,40
372,37
4546,78
287,42
Tanin (g) - 0,26 0,02 0,01 0,00 0,02 0,00 0,02 0,00
Saponin (g) - 2,08 0,19 0,69 0,10 1,01 0,10 1,16 0,07
Asam fitat (g) - 18,38 1,71 14,96 2,10 21,88 2,06 25,14 1,59
Anti Tripsin (g) - 12,34 1,15 3,28 0,46 4,79 0,45 5,50 0,35
Keterangan : *Sumiati et al. (2010)
P0 : Ransum kontrol (tanpa bungkil biji jarak pagar) + selulase 400 ppm dan fitase 200
ppm
P1 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar tanpa fermentasi
P2 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400
ppm dan fitase 200 ppm
P3 : Ransum mengadung 10% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400
ppm dan fitase 200 ppm
P4 : Ransum mengandung 12,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400
ppm dan fitase 200 ppm

Konsumsi antinutrisi yang berasal dari BBJP tergantung dari konsentrasi
antinutrisi yang dikandung BBJP dan jumlah konsumsi ransum (Tabel 7). Ayam
kampung yang diberi perlakuan P1 (ransum mengandung 7,5% BBJP tanpa diolah)
mengkonsumsi antinutrisi tertinggi dibandingkan perlakuan ransum kontrol (P0),
ransum mengandung 7,5% (P2), 10% (P3) dan 12,5% (P4) BBJP fermentasi (Tabel
7). Pemberian BBJP dalam ransum pada penelitian ini masih dalam batas toleransi
bila dibandingkan Aregheore et al. (2003) yang menyatakan bahwa batas toleransi
pemakaian Jatropha curcas pada mencit adalah 16% dari jumlah pakan yang
diberikan, dengan kosentrasi phorbolester 0,13 mg/g atau 0,0208 g/ekor/hari. Pada
ayam batas toleransi kadar tanin adalah 0,5% dalam pakan (Wahju, 1985), saponin
10 g/kg dalam pakan (Cheeke, 1989), asam fitat adalah 1,38% dalam pakan
(Oberleas, 1973) dan anti tripsin adalah 42,6 TIU / 100 g (Widodo, 2010). Hal ini

21
menunjukkan bahwa asupan antinutrisi ayam kampung penelitian berada dalam
jumlah yang aman, karena masih dibawah toleransi.

Persentase Bobot Organ Dalam Ayam Kampung
Rataan persentase bobot organ dalam ayam kampung umur 10 minggu
disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Persentase Bobot Organ Dalam Ayam Kampung Umur 10 Minggu
Peubah
Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
-------------------------------------------- (%) ------------------------------------------
Jantung 0,43 0,05
B
0,50 0,05
AB
0,37 0,03
AB
0,51 0,06
A
0,48 0,06
AB

Hati 2,08 0,12 2,52 0,32 2,21 0,43 2,72 0,57 2,29 0,74
Limpa 0,38 0,19
AB
0,38 0,18
AB
0,21 0,14
B
0,66 0,27
A
0,34 0,19
AB

Kelenjar
Timus
0,67 0,13
ab
0,51 0,11
b
0,76 0,15
a
0,68 0,26
ab
0,73 0,20
ab

Bursa
Fabrisius
0,16 0,11 0,10 0,06 0,10 0,07 0,11 0,08 0,14 0,13
Ginjal 0,53 0,17 0,54 0,13 0,67 0,08 0,65 0,10 0,55 0,19
Rempela 2,59 0,35 2,98 0,44 3,00 0,34 2,90 0,31 2,71 0,72
Pankreas 0,20 0,02 0,27 0,04 0,25 0,04 0,23 0,09 0,25 0,05
Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
berbeda sangat nyata (P<0,01).
Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
berbeda nyat (P<0,05)
P0 : Ransum kontrol (tanpa bungkil biji jarak pagar) + selulase 400 ppm dan fitase 200
ppm
P1 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar tanpa fermentasi
P2 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400
ppm dan fitase 200 ppm
P3 : Ransum mengadung 10% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400
ppm dan fitase 200 ppm
P4 : Ransum mengandung 12,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400
ppm dan fitase 200 ppm

Persentase Bobot Jantung
Rataan persentase bobot jantung yang dihasilkan berkisar antara 0,37-0,51%
dari bobot hidup. Hal ini sesuai dengan Putnam (1991), persentase bobot jantung
ayam berkisar antara 0,42%-0,75% dari bobot hidup, kecuali pada P2 yang lebih
rendah. Pemberian BBJP fermentasi 10% dalam ransum (P3) sangat nyata (P<0,01)
meningkatkan bobot jantung dibandingkan ransum kontrol (P0) (Tabel 8).
Pembengkakan jantung pada perlakuan P3 disebabkan oleh asupan antinutrisi
kedalam tubuh lebih tinggi dibandingkan perlakuan P0 (Tabel 7). Hal ini sesuai

22
dengan Ressang (1986) bahwa jika dalam darah mengandung racun dan antinutrisi
maka akan memicu kontraksi yang berlebihan sehingga menimbulkan
pembengkakan jantung.
Persentase bobot jantung perlakuan P3 tidak berbeda nyata dibandingkan
perlakuan ransum mengandung 7,5% BBJP tanpa diolah (P1), ransum mengandung
7,5% (P2) dan 12,5% (P4) BBJP fermentasi (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa
adanya antinutrisi yang berasal dari BBJP ransum perlakuan P1, P2, P3 dan P4 yang
masuk kedalam tubuh mempengaruhi kerja organ jantung.

Persentase Bobot Hati
Rataan persentase bobot hati yang dihasilkan berkisar antara 2,08-2,72% dari
bobot hidup. Kondisi ini sesuai dengan bobot hati yang dinyatakan Putnam (1991)
yaitu berkisar antara 1,70-2,80% dari bobot hidup. Pemberian BBJP tanpa diolah
7,5% dan BBJP fermentasi sampai level 12,5% tidak memberikan pengaruh terhadap
bobot hati (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian BBJP tanpa diolah
7,5% dan BBJP fermentasi sampai level 12,5% tidak memberikan efek negatif
terhadap kerja organ hati.
Price dan Wilson (2006) mengemukakan bahwa hati memiliki fungsi
detoksifikasi yang dilakukan oleh enzim-enzim hati, yaitu dengan mengubah zat-zat
yang kemungkinan membahayakan, menjadi zat-zat yang secara fisiologis tidak
aktif. Hati akan mengalami kerusakan apabila terdapat zat toksik yang berlebih
dalam tubuh. Spector (1993) menyatakan bahwa kelainan hati biasanya ditandai
dengan pembengkakan dan penebalan salah satu lobi pada hati, dan hal tersebut
dapat menyebabkan peningkatan bobot hati yang dihasilkan.

Persentase Bobot Limpa
Rataan persentase bobot limpa yang dihasilkan berkisar antara 0,21-0,66%
dari bobot hidup. Kondisi ini lebih tinggi dibandingkan persentase bobot limpa
menurut Putnam (1991) yaitu 0,18%-0,23% dari bobot hidup kecuali pada perlakuan
P2. Pemberian 10% BBJP fermentasi (P3) sangat nyata (P<0,01) meningkatkan
bobot limpa dibandingkan perlakuan pemberian 7,5% BBJP ferementasi (P2) (Tabel
8). Peningkatan bobot limpa pada perlakuan P3 berhubungan dengan aktivitas organ
tersebut terhadap antinutrisi dan racun yang masuk kedalam tubuh. Bobot limpa yang
meningkat mengindikasikan ternak tersebut lebih tahan terhadap antinutrisi dan

23
racun yang masuk kedalam tubuh. Hal ini dibuktikan oleh konsumsi antinutrisi
phorbolester, tanin, asam fitat, dan anti tripsin pada perlakuan P3 lebih banyak
dibandingkan P2. Limpa yang berfungsi dalam membentuk zat limfosit dan
berhubungan dengan pembentukan antibodi akan mengalami perubahan ukuran jika
terdapat toksik, zat antinutrisi maupun penyakit (Ressang, 1986).
Persentase bobot organ limpa perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan
perlakuan ransum kontrol (P0) (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
BBJP fermentasi pada level 10% tidak berpengaruh negatif terhadap kerja organ
limpa.
Persentase bobot organ limpa perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan
perlakuan ransum mengandung 7,5% BBJP tanpa diolah (P1) dan 12,5% BBJP
fermentasi (P4) (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa organ limpa dapat
berkembang walaupun adanya antinutrisi yang masuk kedalam tubuh.

Persentase Bobot Kelenjar Timus
Rataan persentase bobot kelenjar timus yang dihasilkan berkisar antara 0,51-
0,73% dari bobot hidup. Pemberian 7,5% BBJP fermentasi (P2) nyata (P<0,05)
meningkatkan bobot persentase kelenjar timus dibandingkan perlakuan pemberian
ransum mengandung 7,5% BBJP tanpa diolah (P1) (Tabel 8). Peningkatan bobot
kelenjar timus pada perlakuan P2 diduga karena perkembangan organ ini sebagai
respon terhadap antinutrisi dan racun dengan konsentrasi rendah yang masuk
kedalam tubuh. Peningkatan bobot kelenjar timus berhubungan dengan sistem
imunitas sel ternak. Kelenjar timus pada perlakuan P1 tidak mengalami peningkatan
bobot diduga karena antinutrisi phorbolester, tanin, saponin dan anti tripsin yang
masuk kedalam tubuh lebih tinggi dibandingkan perlakuan P2, sehingga
menghambat perkembangan organ kelenjar timus (Tabel 7).
Menurut Cooper et al. (1966) kelenjar timus bekerja untuk menghasilkan
imunitas sel bagi ternak. Kelenjar timus sebagian besar berisi sel T dengan fungsi
mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri atau virus, mengaktifkan
makrofag dalam fagositosis dan membantu sel B dalam memproduksi antibodi
(Abbas et al., 2000).
Persentase bobot kelenjar timus perlakuan P2 tidak berbeda nyata
dibandingkan perlakuan ransum kontrol (P0) dan ransum mengandung 10% (P3) dan

24
12,5% (P4) BBJP fermentasi (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
BBJP fermentasi pada level 7,5% tidak berpengaruh negatif terhadap kerja organ
limpa. Adanya antinutrisi yang masuk kedalam tubuh dapat merangsang
perkembangan organ kelenjar timus.

Persentase Bobot Bursa Fabrisius
Rataan persentase bobot bursa fabrisius yang dihasilkan berkisar antara 0,10-
0,16% dari bobot hidup. Pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi
sampai level 12,5% tidak memberikan pengaruh terhadap bobot bursa fabrisius
(Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP
fermentasi sampai level 12,5% tidak memberikan pengaruh negatif terhadap kerja
bursa fabrisius. Rataan bobot bursa fabrisius yang dihasilkan berkisar 0,10-0,16%
dari bobot hidup. Bursa fabrisius berfungsi sebagai tempat dasar pembentukan
limposit-B dewasa dan diferensiasinya dalam imunitas tubuh. Limposit-B akan
menghasilkan antibodi dan sel pengingat (sel memori) (Glick, 1988).

Persentase Bobot Ginjal
Rataan persentase bobot ginjal yang dihasilkan berkisar antara 0,53-0,67%
dari bobot hidup. Pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi sampai
level 12,5% tidak memberikan pengaruh terhadap bobot ginjal (Tabel 8). Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi
sampai level 12,5% tidak memberikan pengaruh negatif terhadap kerja ginjal. Rataan
bobot ginjal yang dihasilkan berkisar 0,53-0,67% dari bobot hidup. Ginjal
merupakan organ tubuh yang mempunyai daya saring dan daya serap kembali
(Ressang, 1986). Apabila terdapat banyak zat toksik yang masuk ke dalam tubuh,
maka ginjal akan bekerja semakin berat untuk menetralisir zat toksik tersebut.

Persentase Bobot Rempela
Rataan persentase bobot rempela yang dihasilkan berkisar 2,59-3,00% dari
bobot hidup. Pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi sampai level
12,5% tidak memberikan pengaruh terhadap bobot rempela (Tabel 8). Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi
sampai level 12,5% tidak memberikan pengaruh negatif terhadap kerja rempela.
Amrullah (2004) menyatakan bahwa bobot rempela dipengaruhi oleh modifikasi

25
ukuran, pengaturan jenis ransum, dan fase pemberian pakan. Apabila ransum yang
diberikan memiliki kandungan serat kasar yang tinggi, maka kerja rempela akan
semakin berat dan dapat memperbesar ukuran dan bobot rempela. Kandungan serat
kasar ransum penelitian berkisar antara 4,10 4,99%.

Persentase Bobot Pankreas
Rataan persentase bobot pankreas yang dihasilkan berkisar antara 0,20-0,27%
dari bobot hidup. Pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi sampai
level 12,5% tidak memberikan pengaruh terhadap bobot pankreas (Tabel 8). Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi
sampai level 12,5% tidak memberikan pengaruh negatif terhadap kerja pankreas.
Antitripsin adalah faktor antinutrisi yang berhubungan dengan proses fisiologi dari
pankreas untuk mengasilkan enzim proteolitik dan dapat menghambat pertumbuhan
(White et al., 1989). Antitripsin mempunyai sifat menghambat kerja enzim tripsin
dalam menghidrolisa protein yang diperlukan untuk tumbuh (Andajani dan Susanto,
1986).

Persentase Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan
Rataan persentase bobot dan panjang saluran pencernaan ayam kampung
umur 10 minggu disajikan pada Tabel 9.

Persentase Bobot dan Panjang Duodenum
Rataan persentase bobot duodenum yang dihasilkan antara 0,43-0,59% dari
bobot hidup dan panjang realtifnya antara 2,88-3,57 cm/100 g dari bobot hidup.
Pemberian 7,5% BBJP tanpa diolah (P1) sangat nyata (P<0,05) meningkatkan bobot
dan panjang duodenum dibandingkan ransum kontrol (P0) (Tabel 9). Peningkatan
bobot dan panjang duodenum perlakuan P1 ini diduga oleh kandungan serat kasar
yang dikonsumsi oleh ternak lebih tinggi dibandingkan P0. Hal ini didukung oleh
Sumiati et al. (2010) yang menyatakan bahwa konsumsi serat kasar kasar ayam
kampung selama penelitian yang diberi ransum kontrol (P0) adalah 103,71 g/ekor
dan yang diberi 7,5% BBJP tanpa diolah (P1) adalah 131,18 g/ekor.
Persentase bobot dan panjang relatif duodenum perlakuan P1 tidak berbeda
nyata dibandingkan dengan perlakuan ransum mengandung 7,5% (P2), 10% (P3) dan
12,5% (P4) BBJP fermentasi (Tabel 9). Hal ini menunjukan bahwa serat kasar tinggi

26
dalam ransum dapat meningkatkan bobot dan panjang relatif duodenum. Konsumsi
serat kasar ayam kampung selama penelitian berturut turut adalah; P0 = 103,71
g/ekor; P1 = 131, 18 g/ekor; P2 = 106,22 g/ekor; P3 = 121,18 g/ekor dan P4 = 118,79
g/ekor (Sumiati et al., 2010).
Persentase bobot dan panjang relatif duodenum perlakuan P0 tidak berbeda
nyata dengan perlakuan P2, P3 dan P4. Hal ini diduga karena adanya bantuan
selulase pada perlakuan P2, P3 dan P4. Penambahan selulase dan hemiselulase
dalam pakan unggas mampu meningkatkan berat badan, efisiensi penggunaan pakan,
ketersediaan energi dan ketercernaan bahan kering (Campbell dan Bedford, 1992).
Selulase merupakan suatu kompleks multi enzim yang bekerja bersama-sama
menghidrolisis selulosa menjadi glukosa (Kim, 1995).

Tabel 9. Rataan Persentase Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan Ayam
Kampung Umur 10 Minggu

Peubah
Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
Duodenum
Bobot (%)
Panjang (cm/100 g)

0,43 0,07
B

2,88 0,32
B


0,59 0,11
A

3,57 0,36
A


0,54 0,16
AB

3,10 0,44
AB


0,53 0,08
AB

3,36 0,41
AB


0,46 0,06
AB

3,07 0,38
AB

Jejunum
Bobot (%)
Panjang (cm/100 g)

0,79 0,12
b

6,07 0,76
b


0,94 0,13
ab

7,25 0,88
a


0,88 0,15
ab

6,15 0,98
b


0,97 0,15
a

7,36 0,58
a


0,78 0,11
b

6,56 0,72
ab

Ileum
Bobot (%)
Panjang (cm/100 g)

0,53 0,10
B

5,67 0,73
b


0,75 0,15
A

7,26 0,85
a


0,69 0,14
AB

6,40 1,27
ab


0,66 0,12
AB

6,98 0,90
a


0,58 0,06
AB

6,26 0,86
ab

Sekum
Bobot (%)
Panjang (cm/100 g)

0,33 0,07
1,40 0,22
B


0,42 0,06
1,92 0,24
A


0,37 0,14
1,72 0,38
AB


0,42 0,02
1,80 0,14
AB


0,36 0,07
1,64 0,28
AB

Kolon
Bobot (%)
Panjang (cm/100 g)

0,13 0,02
0,93 0,09
b


0,17 0,05
1,25 0,22
a


0,16 0,04
1,02 0,27
ab


0,14 0,01
1,13 0,11
ab


0,14 0,04
1,13 0,24
ab

Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
berbeda sangat nyata (P<0,01).
Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
berbeda nyat (P<0,05)
P0 : Ransum kontrol (tanpa bungkil biji jarak pagar) + selulase 400 ppm dan fitase 200
ppm
P1 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar tanpa fermentasi
P2 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400
ppm dan fitase 200 ppm
P3 : Ransum mengadung 10% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400
ppm dan fitase 200 ppm
P4 : Ransum mengandung 12,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400
ppm dan fitase 200 ppm




27
Persentase Bobot dan Panjang Jejunum
Rataan persentase bobot jejunum yang dihasilkan antara 0,78-0,97% dari
bobot hidup dan panjang realtifnya antara 6,07-7,36 cm/100 g dari bobot hidup.
Pemberian 10% BBJP fermentasi (P3) nyata (P<0,05) meningkatkan persentase
bobot jejenum dibandingkan perlakuan ransum kontrol (P0) dan ransum mengandung
12,5% BBJP fermentasi (P4) (Tabel 9). Hal ini diduga karena tingginya level
karbohidrat (BETN) dalam ransum pada perlakuan P3. Kadar BETN perlakuan P3
lebih tinggi dibandingkan perlakuan P0 dan P4 (Tabel 5).
Pemberian 7,5% BBJP tanpa diolah (P1) dan 10% BBJP fermentasi (P3)
nyata (P<0,05) meningkatkan panjang jejunum dibandingkan ransum kontrol (P0)
dan perlakuan ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi (P2) (Tabel 9).
Peningkatan panjang jejunum sejalan dengan peningkatan penyerapan zat makanan
kedalam darah oleh usus. Menurut Alonso et al. (2000) dan Bardocz et al. (1995),
peningkatan berat relatif jejunum dan kemampuan perenggangan usus dapat
disebabkan oleh tingginya level karbohidrat kompleks termasuk pati yang resisten,
oligosakarida, dan polisakarida non pati dan oleh persentase lektin dalam ransum.
Kadar Beta-N dalam ransum perlakuan P1 yaitu 49,98 % dan P3 yaitu 52,80% lebih
tinggi dibandingkan P0 yaitu 49,23% (Tabel 5).

Persentase Bobot dan Panjang Ileum
Rataan persentase bobot ileum yang dihasilkan antara 0,53-0,75% dari bobot
hidup dan panjang realtifnya antara 5,67-7,26 cm/100 g dari bobot hidup. Pemberian
7,5% BBJP tanpa diolah (P1) sangat nyata (P<0,01) meningkatkan bobot persentase
ileum dan nyata (P<0,05) meningkatkan panjang ileum dibandingkan perlakuan
ransum kontrol (P0) (Tabel 9). Peningkatan bobot dan panjang ileum dipengaruhi
oleh asupan serat kasar. Perlakuan P1 mengkonsumsi serat kasar lebih banyak
dibandingkan perlakuan P0. Menurut Lundin et al. (1993) serat dapat meningkatkan
densitas volume epitel dan vilus di daerah jejunum, ileum, dan usus halus.
Perlakuan ransum mengandung 7,5% (P2), 10% (P3) dan 12,5% (P4) BBJP
fermentasi tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan P0 (Tabel 9). Hal ini diduga
karena adanya penambahan selulase pada pakan sehingga dapat membantu proses
pencernaan serat kasar. Menurut Sutardi (l997) pertumbuhan usus dan sekum dapat
dirangsang oleh serat. Penambahan selulase pada perlakuan P2, P3, dan P4 yang

28
dalam ransumnya mengandung serat kasar yang tinggi dapat membantu dalam
pencernaan serat kasar.

Persentase Bobot dan Panjang Sekum
Rataan persentase bobot sekum yang dihasilkan antara 0,33-0,42% dari bobot
hidup dan panjang realtifnya antara 1,40-1,92 cm/100 g dari bobot hidup. Pemberian
7,5% BBJP tanpa diolah (P1) sangat nyata (P<0,01) meningkatkan panjang sekum
dibandingkan ransum kontrol (P0) (Tabel 9). Peningkatan panjang relatif sekum pada
perlakuan P1 sangat berhubungan dengan serat kasar yang dikonsumsi dan pengaruh
pemberian selulase pada ransum. Perlakuan P1 mengkonsumsi serat kasar 131,18
g/e, lebih tinggi dibandingkan perlakuan P0 yaitu sebanyak 103,71 g/ekor. Menurut
Pond et al. (1995) sebagian serat dapat dicerna dalam sekum yang disebabkan
adanya bakteri fermentasi tetapi jumlahnya sangat rendah dibandingkan pada
sebagian spesies mamalia.
Panjang relatif sekum perlakuan ransum mengandung 7,5% (P2), 10% (P3),
dan 12,5% (P4) BBJP fermentasi tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan P0 dan
P1 (Tabel 9). Hal ini diduga karena adanya penambahan selulase pada perlakuan P2,
P3 dan P4. Selulase merupakan enzim pemecah selulosa menjadi glukosa (Kim,
1995).

Persentase Bobot dan Panjang Kolon
Rataan persentase bobot kolon yang dihasilkan antara 0,13-0,17% dari bobot
hidup dan panjang realtifnya antara 0,93-1,25 cm/100 g dari bobot hidup. Pemberian
7,5% BBJP tanpa diolah (P1) nyata (P<0,05) meningkatkan panjang kolon
dibandingkan ransum kontrol (P0) (Tabel 9). Peningkatan panjang kolon
berhubungan dengan fungsi kolon di unggas. Kolon berfungsi menyalurkan sisa
makanan dari usus halus ke kloaka dan tempat terjadinya penyerapan air dan
beberapa mineral. Kolon juga dapat berfungsi sebagai tempat fermentasi serat kasar
pada unggas terutama hemiselulosa selain di sekum. Perlakuan ransum mengandung
7,5% (P2), 10% (P3) dan 12,5% (P4) BBJP fermentasi tidak berbeda nyata
dibandingkan perlakuan P0 dan P1. Hal ini diduga karena penambahan selulase
dalam ransum P2, P3 dan P4.



29
Pembahasan Umum
Pemberian 7,5% BBJP tanpa diolah cenderung menghasilkan panjang usus
halus, sekum, dan kolon yang lebih panjang dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa selulase yang ditambahkan pada perlakuan P0, P2, P3 dan P4
bekerja memecah serat kasar (selulosa) menjadi glukosa.
Asupan antinutrisi dengan konsentrasi rendah (perlakuan P2) dapat
meningkatkan kerja organ kelenjar timus. Hal ini diharapkan daya imun ayam
meningkat, karena sel T yang dihasilkan oleh kelenjar timus berfungsi untuk
mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri atau virus, mengaktifkan
makrofag dalam fagositosis dan membantu sel B dalam memproduksi antibodi.
Pemberian 7,5% BBJP tanpa diolah dan BBJP fermentasi sampai level 12,5%
tidak menimbulkan efek negatif pada organ dalam dan saluran pencernaan, tetapi
menurut Sumiati et al. (2010) pemberian 7,5% BBJP tanpa diolah pada ternak ayam
kampung berpengaruh sangat nyata menurunkan pertumbuhan dan performanya,
sehingga pemberian BBJP tanpa fermentasi tidak disarankan.

30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaan bungkil biji jarak fermentasi dengan Rhizopus oligosporus
sampai taraf 12,5% tidak menimbulkan efek negatif terhadap organ dalam dan
saluran pencernaan ayam kampung.

Saran
Penggunaan bungkil biji jarak pagar tanpa diolah pada taraf 7,5% dalam
ransum ayam kampung umur 7-10 minggu tidak disarankan karena menurunkan
performanya.

31
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, pertolongan
dan hikmah serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih kepada Dr. Ir. Sumiati, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc atas
segala kesabaran, perhatian, bimbingan dan dorongan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih kepada seluruh dosen IPB khususnya
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan yang sudah mendidik dan
membimbing.
Terimakasih dan rasa hormat kepada Ibunda Siti Aisyah dan Ayahanda Aban
Syaban atas doa, perhatian, bimbingan, pengorbanan tenaga, waktu dan biaya serta
keikhlasan yang tak ternilai. Kepada A Jijib, Teh Ipah, Teh Iis, A yazid, Jamal dan
Ita yang selalu mendoakan, mendukung dan menyemangati.
Terimakasih kepada Dr. Sri Suharti, SPt. MSi. sebagai penguji seminar dan
Maria Ulfah, S.Pt. MSc.Agr. dan Ir. Anita S. Tjakaradidjaja, M.Rur.Sc sebagai dosen
penguji skripsi yang telah membimbing dan menguji. Terimakasih kepada Ir. Widya
Hermana MSi. sebagai panitia seminar dan ujian akhir sarjana yang telah membantu
dan membimbing.
Terimakasih kepada Dewi Ratna Suminar yang setia mendukung,
menyemangati dan membantu, kepada keluarga besar Bapak Sartono dan Ibu Tati
atas dukungan dan doanya. Kepada Bu lanjar, Bu Yenni, Hendra, Ade Darmansah,
Putri, Mba Siti Mawaddah, Ade Fuziawan, Wita, Iwan dan Mas Mul atas
bantuannya. Terimakasih kepada Enggar F.J dan Ridwan Choerudin sebagai best
friend atas dukungan dan semangat. Terimakasih kepada teman teman ANTRAK 44,
keluarga besar HIMMAKA Bogor, Fapet, ISMAPETI, DPM Patriot dan FMITFB.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pihak pihak yang
memerlukan.

Bogor, Juni 2011

Penulis

32
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A. K., A. H. Lichtman, & J. S. Pober. 2000. Celluler and Molecular
Immunologi. 4
th
ed. W. B. Saunders Company. Harcourt Health Science
Company.

Aisjah, T. 1998. Pendekatan bioteknologi biji jarak melalui fermentasi dalam rangka
meningkatkan kualitas bahan pakan ternak. Jurnal Bionatura 2 (3): 151-
156.

Akoso, B. T. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Alonso, R., A. Aguirre, & F. Marzo. 2000. Effects of extrusion and traditional
processing methods on antinutrients and in vitro digestibility of protein and
starch in faba and kidney beans. Food Chem. 68:159165.

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Edisi ke-2. Satu Gunung Budi, Bogor.

Andajani, S & S. Susanto. 1986. Pengaruh penggunaan bungkil kecipir sebagai
bahan penyusun ransum terhadap penampilan ayam pedaging. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Brawijaya, Malang.

Annongu, A. A., M. A. Belewu, & J. K. Joseph. 2010. Potential of jatropha seeds as
substitute protein in nutrition of poultry. Res. J. Anim. Sci., 4 (1) : 1-4.

Anshori, R. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Aregheore, E. M., K. Becker, & H. P. S. Makkar. 1998. Assesment of lectin activity
in a toxic and a non-toxic variety of jatropha curcas using latex
agglutination and haemagglutination methods and anactivation of lectin by
heat treatment. J. Sc. Food agric. 77, 349-352.

Aregheore, E. M., K. Becker, & H. P. S. Makkar. 2003. Detoxification of a toxic
variety of Jatropha curcas using heat and chemical treatments, and
preliminary nutritional evaluation with rats. S. Pac. J. Nat. Sci. 21: 50-56.

Arief, D. A. 2000. Evaluasi ransum yang menggunakan kombinasi pollard dan
duckweed terhadap persentase berat karkas, bulu, organ dalam, lemak
abdominal, panjang usus dan sekum ayam kampung. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bardocz, S., G. Grant, S. W. B. Ewen, T. J. Duguid, D. S. Brown, K. Englyst, & A.
Pusztai. 1995. Reversible effect of phyto-haemagglutinin on the growth and
metabolism of rat gastro-intestinal tract. Gut 37:353360.


33
Belewu, M. A. & R. Sam. 2010. Solid state fermentation of Jatropha curcas kernel
cake: Proximate composition and antinutritional components. J. Yeast.
Fungal Res. 1(3) : 44-46.

Biotechcitylucknow. 2007. Jatropha curcas. http://www.biotechcitylucknow. [2
Desember 2010]

Brodjonegoro, T. P., I. K. Reksowardjojo, Tatang & H. Soerawidjaja. 2005. Jarak
Pagar Sang Primadona. Departemen Teknik Kimia. Lab. Termofluida dan
Sistem Utilitas. Kelompok Riset Biodiesel ITB. http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/ 2005/1005/13/cakrawala/utama02.htm. [15 Juli 2010].

Campbell, L. & M. R. Bedford. 1992. Enzyme application for monogastric feeds: a
review. Can. J. Anim. Sc. 72:449-466.

Cheeke, R. P. 1989. Toxicant of Plant Origin. Volume II: Glucosides. CRC Press,
Inc. Florida.

Cheville, N. F. 1999. Introduction to Veterinary Pathology. 2
nd
ed. Iowa State
University Press. Iowa.

Cooper, M. D., R. D. A. Peterson, M. A. South, & R. A. Good. 1966. The functions
of the thymus system and the bursa system in the chicken. J. Exp. Med.
123:75102.

Cunningham, J. G. 1997. Textbook of Veterinary Physiology. 2
nd
ed. W. B. Saunders
Company. Philadelphia

Deacon, J. W. 1997. Modern Micology. Blackwell Science. New York. Pp 303.

Francis, G., H. P. S. Makkar, & K. Becker. 2006. Products from little researched
plants as aquaculture feed ingridient.
http://www.fao.org/DOCREP/ARTICLE/AGIPPA/551_EN.HTM. [15 Juli
2010].

Glick, B. 1988. Bursa of fabricius : development, growth, modulation, and endocrine
function. CRC Crit. Rev. Poult. Biol. 1:107132.

Goel, G., H. P. S. Makkar, G. Francis, & K. Becker. 2007. Phorbolesters : structure,
biological activity, and toxicity in animals. International Journal of
Toxicology. 26: 279-288.

Greiner, R., E. Haller, U. Konietzny, & K.D. Jany. 1997. Purification and
characterization of a phytase from Klebsiella terrigena. Arch. Biochem.
Biophys. 341:201-206.


34
Gunawan. 2002. Evaluasi model pengembangan usaha ternak ayam buras dan upaya
perbaikannya. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Haas, W., H. Sterk, & M. Mittelbach, 2002. Novel 12-Deoxy-16-hydroxyphorbol
Diesters Isolated from the Seed Oil of Jatropha curcas. J. Natural Product.
65: 1334-1440.

He, S., V. E. H. S. Susilowati, E. E. Purwati, & R. Tiuria. 1991. Taksiran kerugian
produksi daging akibat infeksi cacing infeksi alamiah cacing saluran
pencernaan pada ayam buras di Bogor dan sekitarnya. Hemerozoa.
73(3):56-64.

Heller, J. 1996. Physic nut. Jatropha curcas linn, Promoting the conservation and use
of underutilized and neglected crops I. Institut of Plant Genetics and Crop
Plant research Institute, Rome.

Iskandar, S., & S. Siregar. 2004. Karakter dan manfaat ayam pelung.
http://balitnak.litbang.deptan.go.id [24 Oktober 2010]

Judoamidjojo, R. M., A. A. Darwis, & E. G. Said. 1992. Teknologi fermentasi.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Kim, C. 1995. Characterization and substrate specificity of an endo-b-1,4-d-
glucanase I (avicelase II) from an extracellular multienzyme complex of
Bacillus circulans. Appl Environ Microbiol. 61: 959-965.

Lin, J., F. Yan, L. Tang & F. Chen. 2003. Antitumor effects of curcin from seeds of
Jatropha curcas. College of Life Science, Sichuan University, Chengdu,
China. Acta Pharmacol Sin. 24 (3) : 241-246.

Lundin, E., J. X. Zhang, C. B. Huang, C. O. Reuterving, G. Hallmans, C. Nygren &
R. Stenling. 1993. Oat bran, rye bran, and soybean hull increases goblet cell
volume density in the small intestine of golden hamster. A Histochemical
and Stereologic Light-Microspic Study. Scandinavia Journal of
Gastroenterology. 28(1) : 15 22.

Makkar, H. P. S. & K. Becker. 1997a. Jatropha curcas toxicity: Identification of toxic
principle (s). In : 5th International Symposium on poisonous plant. May 19-
23, 1997 San Angelo Texas, USA.

Makkar, H. P. S. & K. Becker. 1997b. Potential of Jatropha curcas seed cake as a
protein supplement in livestock feed and constraints to its utilization. In :
proceding of Jatropha 97 : International symposium on Biofueland
Industrial Products from Jatropha curcas and other Tropical Oil Seed Plant.
23-27, 1997. Managua/Nicaragua, Mexico.

35
Makkar, H. P. S., A. O. Aderibigbe, & K. Becker. 1998. Comparative evaluation of a
non-toxic and toxic varieties of Jatropha curcas for chemical composition,
digestibility, protein degradability and toxic factors. Food Chem. 62, 207
215.

Makkar, H. P. S., M. Herrera, & K. Becker. 2008. Variations in seed number per
fruit, seed physical parameters and contents of oil, protein and phorbol ester
in toxic and non-toxic geno types of Jatropha curcas. J. Plant Sci. 3: 260-
265.

Makkar, H. P. S. & K. Becker. 2009. Jatropha curcas an exciting crop for generation
of biofuel and value-added products. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 11 (8),
773787.

McLelland, J. 1990. A Colour Atlas of Avian Anatomy. Wolfe Publishing Ltd.,
England.

Merryana, F. O. 2003. Pengaruh suplementasi kholin klorida dalam ransum terhadap
bobot badan akhir, persentase organ dalam, usus halus, lemak abdominal,
dan lemak hati pada ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Nickel, R. A., A. Schummer, E. Seiferie, W. G Siller & R. A. I. Wight. 1977.
Anatomy of the Domestic Birds. Verlog Paul Parey, Berlin.

North, M. O. & D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Manual. 4
th
ed. Champman
and Hall. New York.

Nout, M. J. R. & F. M. Rombouts. 1990. Recent developments in tempe research.
Journal of Applied Bacteriology. 69: 609-633.

Oberleas, D. 1973. Phytates. 2
nd
ed. National Academy of Science. Washington, D.C.

Pond, W. G., D. C. Church & K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and
Feeding. 4
th
ed. John Wiley and Sons, New York.

Price, S. A & L. M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi Keenam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Putnam, P. A. 1991. Handbook of Animal Science. Academic Press, San Diego.

Quan, C. S., L. H. Zhang, Y. J. Wang & Y. Ohta. 2001. Production of phytase in a
low phosphate medium by a novel yeast Candida krusei. J. Biosci. Bioeng.
92 : 154-160.

Ressang, A. A. 1986. Patologi Khusus Veteriner. Edisi Ke-2. N. V. Percetakan Bali,
Denpasar.


36
Setijanto, H. 1998. Anatomi Unggas. Laboratorium Anatomi, Departemen Anatomi,
Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Spector, W.G. 1993. Pengantar Patologi Umum. Edisi Ke 3. Terjemahan : Soetjipto.
Gadjah Mada University Prees. Yogyakarta.

Steel, R. G. D & J. H. Torrie, 1995. Principles and Procedures of Statistics. Tata
McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi.

Sulandari, S., M. S. A. Zein, S. Priyanti, T. Sartika, M. Astuti, T. Widjastuti, E.
Sujana, S. Darana, I. Setiawan, & G. Garnida. 2007. Sumber daya genetik
ayam lokal Indonesia. hlm. 45104. Dalam Keanekaragaman Sumber Daya
Hayati Ayam Lokal lndonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian
Biologi, Lembaga IImu Pengetahuan Indonesia, Bogor.

Sumiati & A. Sudarman. 2006. Toksisitas, prosesing dan nilai hayati energi dan
protein bungkil biji jarak (Jatropha curcas L.). Laporan Akhir Hibah
Penelitian Program Due-like 1PB, Bogor.

Sumiati, A. Sudarman, I. Nurhikmawati & Nurbaeti. 2008. Detoxification of
Jathropha curcas meal as poultry feed. Proceeding of the 2
nd
International
Symposium on Food Security, Agricultural Development and Enviromental
Conversation in Southeast and East Asia. Bogor, 4 6 th September 2007.
Faculty of Forestry, Bogor Agriculture University.

Sumiati, T. Toharmat, E. Wina, & Y. Yusriani. 2010. Pemanfaatan bungkil biji jarak
pagar (Jatropha curcas) yang mengalami detoksifikasi sebagai sumber
protein substitusi bungkil kedelai 45% pada ayam kampung. Laporan Hasil
Penelitian Hibah Departemen Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutardi, T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-Ilmu Nutrisi Ternak.
Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Fapet IPB, Bogor.

Tjakradidjaja, A. S., Suryahadi & Adriani. 2007. Fermentasi bungkil biji jarak pagar
(Jatropha curcas L) dengan berbagai kapang sebagai upaya penurunan kadar
serat kasar dan zat antinutrisi. Proceeding Konferensi Jarak Pagar Menuju
Bisnis Jarak Pagar yang Fleksibel, Selasa, 19 Juni 2007. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Vasconcelos, I. M., & J. T. A Oliveira. 2004. Antinutritional properties of plant
lectins. Toxicon. 44: 385403.

Wahju, J. 1988. Ilmu Nutrisi Unggas. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

White, C. E., D. R. Campbell & G. E. Comb. 1989. Effect of moisture and
processing temperature on activities of trypsin inhibitor and urease in
soybean fed to swine. Wogeningen. Pp 230-234.


37
Widodo, W. 2010. Nutrisi dan pakan unggas kontekstual.
http://wahyuwidodo.staff.umm.ac.id/files/2010/01/Nutrisi_dan_Pakan_Ung
gas_Kontekstual.pdf [24 Agustus 2010].

38














LAMPIRAN

39
Lampiran 1. Analisis Ragam Persentase Bobot Jantung Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,028 0,007 3,691 0,018
Galat 24 0,045 0,002
Total 28 0,073

Uji Jarak Duncan
PERLAKUAN
n Subset = 0,01
1 2 1
P0 6 -0,3717
P2 5 -0,3560 -0,3560
P4 6 -0,3200 -0,3200
P1 6 -0,3000 -0,3000
P3 6 -0,2933
Sig. 0,015 0,032

Lampiran 2. Analisis Ragam Persentase Bobot Hati Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,052 0,013 1,533 0,223
Galat 25 0,214 0,009
Total 29 0,266

Lampiran 3. Analisis Ragam Persentase Bobot Limpa Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,429 0,107 3,700 0,017
Galat 25 0,724 0,029
Total 29 1,153










40
Uji Jarak Duncan
PERLAKUAN
n Subset = 0,01
1 2 1
P2 6 0,4183
P4 6 0,5667 0,5667
P1 6 0,6017 0,6017
P0 6 0,6033 0,6033
P3 6 0,7933
Sig. 0,096 0,043

Lampiran 4. Analisis Ragam Persentase Bobot Kelenjar Timus Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,084 0,021 1,678 0,187
Galat 25 0,314 0,013
Total 29 0,398

Uji Jarak Duncan
PERLAKUAN
n Subset = 0,05
1 2 1
P1 6 0,7117
P3 6 0,8083 0,8083
P0 6 0,8133 0,8133
P4 6 0,8467 0,8467
P2 6 0,8650
Sig. 0,066 0,433

Lampiran 5. Analisis Ragam Persentase Bobot Bursa Fabrisius Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,052 0,013 0,632 0,644
Galat 25 0,516 0,021
Total 29 0,569





41
Lampiran 6. Analisis Ragam Persentase Bobot Ginjal Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,103 0,026 1,349 0,280
Galat 25 0,476 0,019
Total 29 0,579

Lampiran 7. Analisis Ragam Persentase Bobot Rempela Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,773 0,193 0,848 0,508
Galat 25 5,697 0,228
Total 29 6,470

Lampiran 8. Analisis Ragam Persentase Bobot Pankreas Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,064 0,016 0,975 0,439
Galat 25 0,409 0,016
Total 29 0,472

Lampiran 9. Analisis Ragam Persentase Bobot Duodenum Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,073 0,018 2,997 0,038
Galat 25 0,152 0,006
Total 29 0,225

Uji Jarak Duncan
PERLAKUAN
n Subset = 0,01
1 2 1
P0 6 -0,3750
P4 6 -0,3367 -0,3367
P2 6 -0,2783 -0,2783
P3 6 -0,2783 -0,2783
P1 6 -0,2350
Sig. 0,059 0,047




42
Lampiran 10. Analisis Ragam Panjang Relatif Duodenum Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,136 0,034 3,112 0,033
Galat 25 0,274 0,011
Total 29 0,410

Uji Jarak Duncan
PERLAKUAN
n Subset = 0,01
1 2 1
P0 6 1,6933
P4 6 1,7500 1,7500
P2 6 1,7550 1,7550
P3 6 1,8283 1,8283
P1 6 1,8867
Sig. 0,050 0,047

Lampiran 11. Analisis Ragam Persentase Bobot Jejunum Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,050 0,013 2,484 0,070
Galat 25 0,127 0,005
Total 29 0,177

Uji Jarak Duncan
PERLAKUAN
n Subset = 0,05
1 2 1
P4 6 0,8817
P0 6 0,8867
P2 6 0,9367 0,9367
P1 6 0,9683 0,9683
P3 6 0,9817
Sig. 0,063 0,312




43
Lampiran 12. Analisis Ragam Panjang Relatif Jejunum Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,330 0,082 3,296 0,027
Galat 25 0,625 0,025
Total 29 0,955

Uji Jarak Duncan
PERLAKUAN
n Subset = 0,05
1 2 1
P0 6 2,4600
P2 6 2,4733
P4 6 2,5567 2,5567
P1 6 2,6883
P3 6 2,7100
Sig. 0,327 0,124

Lampiran 13. Analisis Ragam Persentase Bobot Ileum Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,082 0,020 2,936 0,041
Galat 25 0,174 0,007
Total 29 0,256

Uji Jarak Duncan
PERLAKUAN
n Subset = 0,01
1 2 1
P0 6 -0,2817
P4 6 -0,2417 -0,2417
P3 6 -0,1883 -0,1883
P2 6 -0,1733 -0,1733
P1 6 -0,1333
Sig. 0,048 0,048



44
Lampiran 14. Analisis Ragam Panjang Relatif Ileum Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,365 0,091 2,685 0,055
Galat 25 0,850 0,034
Total 29 1,215

Uji Jarak Duncan
PERLAKUAN
n Subset = 0,05
1 2 1
P0 6 2,3767
P4 6 2,4950 2,4950
P2 6 2,5200 2,5200
P3 6 2,6367
P1 6 2,6900
Sig. ,215 ,105

Lampiran 15. Analisis Ragam Persentase Bobot Sekum Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,036 0,009 1,469 0,241
Galat 25 0,155 0,006
Total 29 0,191

Lampiran 16. Analisis Ragam Panjang Relatif Sekum Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,143 0,036 3,399 0,024
Galat 25 0,263 0,011
Total 29 0,406







45
Uji Jarak Duncan
PERLAKUAN
n Subset = 0,01
1 2 1
P0 6 1,1800
P4 6 1,2750 1,2750
P2 6 1,3067 1,3067
P3 6 1,3400 1,3400
P1 6 1,3850
Sig. 0,019 0,100

Lampiran 17. Analisis Ragam Persentase Bobot Kolon Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 6,290 1,573 0,662 0,624
Galat 25 59,398 2,376
Total 29 65,688

Lampiran 18. Analisis Ragam Panjang Relatif Kolon Ayam Kampung
db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.
Perlakuan 4 0,083 0,021 2,282 0,089
Galat 25 0,227 0,009
Total 29 0,310

Uji Jarak Duncan
PERLAKUAN
n Subset = 0,05
1 2 1
P0 6 0,9650
P2 6 1,0000 1,0000
P4 6 1,0583 1,0583
P3 6 1,0600 1,0600
P1 6 1,1167
Sig. 0,126 0,062

You might also like