You are on page 1of 18

0

FERMENTASI SUBSTRAT CAIR


FERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FERMENTASI


Disusun Oleh :
Frisca Melia Mardiana 11.70.0081
Kelompok B3












PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2014
Acara II
1
1. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de coco
Kel
Tinggi Media
Awal (cm)
Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata
0 7 14 0 7 14
B1 0,5 0 0,8 0,5 0 160 100
B2 1 0 0,9 0,5 0 90 50
B3 1,2 0 1,3 1,6 0 108,33 133,33
B4 0,5 0 0,8 0,5 0 160 100
B5 0,8 0 1 0,7 0 125 87,5

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa ketebalan nata dan persentase lapisan pada hari ke-0
adalah 0 cm dan 0%. Setelah hari ke-7, nata makin menebal dan kelompok yang
mengalami penebalan dan persentase lapisan paling tinggi adalah kelompok B3 yaitu
1,3 cm dan 108,33% dan kelompok yang mengalami penebalan yang paling rendah
adalah kelompok B1 dan B4 yaitu 0,8 cm sedangkan kelompok yang mengalami
persentase lapisan yang paling rendah adalah kelompok B2 yaitu 90%. Kemudian
setelah hari ke-14, nata kelompok B3 mengalami penebalan dan persentase lapisan
meningkat menjadi 1,6 cm dan 133,33%. Sedangkan kelompok B1, B2, B4, dan B5
mengalami penipisan dan persentase lapisan yang menurun. Kelompok yang
mengalami penebalan yang paling rendah adalah kelompok B1, B2 dan B4 yaitu 0,5
cm sedangkan kelompok yang mengalami persentase lapisan yang paling rendah
adalah kelompok B2 yaitu 50% .

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensoris Nata de coco
Kelompok Aroma Warna Tekstur Rasa
B1 ++++ +++ +++ ++
B2 ++++ ++++ +++ +
B3 ++++ ++++ ++ ++++
B4 ++++ ++++ ++ +++
B5 ++++ ++++ ++ ++++
Keterangan :
Aroma Warna Tekstur Rasa
++++ : tidak asam ++++ : putih ++++ : sangat kenyal ++++ : sangat manis
+++ : agak asam +++ : putih bening +++ : kenyal +++ : manis
++ : asam ++ : putih agak bening ++ : agak kenyal ++ : agak manis
+ : sangat asam + : kuning + : tidak kenyal + : tidak manis

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa kelompok B1 sampai B5 aromanya tidak asam
semua. Sedangkan untuk warna, kelompok B2-B5 warnanya putih sedangkan
kelompok B1 warnya putih bening. Lalu untuk tekstur, teksur kenyal diperoleh
kelompok B1 dan B2 sedangkan tekstur agak kenyal diperoleh kelompok B3-B5.
2
Kemudian untuk rasa, rasa yang sangat manis diperoleh kelompok B3 dan B5, untuk
rasa manis diperoleh kelompok B4, rasa agak manis diperoleh kelompok B1 dan rasa
tidak manis diperoleh kelompok B2.


3
2. PEMBAHASAN
Nata de coco (NDC) yaitu selulosa yang berasal dari bakteri Acetobacter xylinum yang
menggunakan air kelapa sebagai media. Nata de coco memiliki bentuk lapisan
transparan selulosa yang terbentuk di permukaan medium yang akan menjadi tebal
setelah 15-20 hari. Lembaran-lembaran tipis yang tebentuk kemudian dipotong dadu,
dicuci, lalu direbus dengan air sebelum akan digunakan. Menurut Jaganath et al. (2008),
Acetobacter xylinum dapat tumbuh baik di dalam berbagai substrat, seperti sukrosa,
glukosa, gula invert, fruktosa, etanol, dan juga gliserol.

Nata de coco adalah produk jel yang terbuat dari air
kelapa melalui proses fermentasi bakteri. Produk ini
mempunyai serat tinggi sehingga baik dikonsumsi
untuk melancarkan sitem pencernaan serta rendah
kalori dan juga tidak mengandung kolesterol. Nata de
coco juga disebut by-product dari fermentasi bakteri asam asetat yang menggunakan
beberapa senyawa organik. Menurut Castaeda et al. (2007), Nata de coco
mengandung 63,7% air; 10,2% lemak, 36,1% karbohidrat, dan 14,6% kalori.

Proses pembuatan nata de coco dimulai dengan cara pembuatan
media yang berperan sebagai substrat fermentasi. Media dasar
yang digunakan untuk pembuatan nata de coco adalah air kelapa.
Air kelapa yang digunakan mula-mula harus disaring terlebih
dahulu menggunakan kain saring guna untuk memisahkan kotoran.
Air kelapa digunakan karena air kelapa mengandung berbagai
nutrisi, seperti karbohidrat (2,56%), protein (0,55%), mineral (0,46%), yang diperlukan
untuk pertumbuhan starter nata (Pambayun, 2002; Hayati 2003). Pada dasarnya air
kelapa merupakan limbah yang mengandung unsur kimia yang dapat merusak
lingkungan apabila dibuang langsung, contohnya membentuk endapan
hitam,mengurangi kesuburan tanah, dan juga berbau menyengat (Hayati, 2003).

Setelah itu gula pasir sebanyak 10% ditambahkan ke dalam air kelapa kemudian diaduk
hingga larut agar homogen. Menurut Pambayun (2002), kerja bakteri Acetobacter
xylinum dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah penambahan sukrosa. Sukrosa
4
adalah nutrisi yang digunakan sebagai energi pada media fermentasi sehingga
pembentukan nata dapat terjadi maksimal. Amonium sulfat sebesar 0,5% ditambahkan
kemudian dilakukan pengasaman larutan sampai pH 4-5, pengasaman menggunakan
asam asetat glasial. Amonium sulfat (urea) berfungsi untuk mencapai pH menjadi pH
awal medium. pH optimimum untuk pertumbuhan bakteri nata berkisar pH 4-5 (Atlas,
1984). Sedangkan asam asetat glasial digunakan untuk menurunkan pH. Asam asetat
akan membongkar CO
2
dan air sehingga menghasilkan ATP yang lebih dan juga
menyebabkan penggunaan gula dalam sintesis selulosa berjalan lebih baik (Jaganath et
al., 2008).

Penggunaan pH 4,0; 10% gula pasir; dan 0,5% amonium sulfat pada media
pertumbuhan tersebut dapat membuat pertumbuhan bakteri A. xylinum menjadi
maksimum dalam menghasilkan selulosa sehingga didapatkan ketebalan nata yang
maksimum juga. Apabila pH ditingkatkan menjadi 4,5; ketebalan nata maka akan lebih
tinggi sehingga menjadi maksimum yaitu 8,1 mm (Jaganath et al. (2008). Kemudian
media ini dipanaskan hingga larut kemudian disaring.

Menurut Pambayun (2002), nata de coco dapat dibuat dengan menggunakan bahan-
bahan sebagai berikut:
Air kelapa sebagai substrat
Sumber karbon yaitu berupa monosakarida dan disakarida. Sukrosa (gula pasir)
adalah sumber karbon yang paling banyak digunakan, hal itu karena murah dan juga
mudah ditemukan
Sumber nitrogen, seperti amonium fosfat (ZA), urea, dan amonium sulfat (nitrogen
anorganik). Nitrogen digunakan untuk mendukung pertumbuhan bakteri nata selain itu
juga, ZA dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter acesi yang adalah pesaing
Acetobacter xylinum
Keasaman. Bakteri nata sangat baik tumbuh pada pH yang asam (pH 4,3) sehingga
ditambahkan asam asetat ataupun asam cuka
Suhu yang baik untuk digunakan adalah suhu ruang (28
o
C)
Oksigen karena bakteri nata yang dipakai memiliki sifat aerob. Tetapi oksigen
yang masuk ke dalam substrat tidak boleh bersentuhan secara langsung dengan
5
permukaan nata sehingga diperlukan penutup yang memiliki ventilasi yang baik, seperti
koran ataupun kain saring.

Larutan tersebut kemudian dipanaskan sampai gula larut dan disaring kembali.
Pemanasan dilakukan dengan tujuan untuk membunuh mikroba yang tidak dikehendaki
dan digunakan untuk melarutkan gula. Kelarutan gula ini mempengaruhi keberhasilan
dalam pembentukan nata, dimana kelarutan gula yang rendah akan membuat gula akan
sulit diserap oleh Acetobacter xylinum sehingga tidak dapat menghasilkan selaput tebal
di permukaan larutan (Astawan & Astawan , 1991).




Tahap berikutnya yaitu fermentasi dengan memasukkan media steril yang telah
dipanaskan tadi sebanyak 100 ml ke dalam wadah plastik. Starter nata berupa
Acetobacter xylinum ditambahkan sebanyak 10% secara aseptis agar tidak
terkontaminasi dan kemudian dikocok perlahan hingga seluruh starter tercampur
homogen. Kemudian wadah plastik tersebut ditutup dengan kertas coklat. Tinggi media
awal diukur dan diinkubasi selama dua minggu pada suhu ruang. Inkubasi dilakukan
selama dua minggu pada suhu ruang sesuai dengan pernyataan Rahayu et al. (1993)
yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan nata dengan ketebalan yang optimimum,
lama fermentasi yang dilakukan berkisar 10-14 hari, sedangkan suhu yang sesuai untuk
pembuatan nata adalah 28-32
o
C.

A. xylinum juga adalah sumber dari bacterial cellulose karena bakteri ini mampu
menghasilkan polimer berkadar tinggi dari berbagai sumber karbon dan nitrogen
(Chawla et al., 2009). Starter yang ditambahkan dalam media juga memiliki peran
dalam menggumpalkan air kelapa sehingga dapat dihasilkan Nata de Coco (Hakimi &
Daddy, 2006). Selama proses fermentasi, Acetobacter xylinum mengkonsumsi glukosa
Penambahan stater
Acetobacter xylinum
Inkubasi Nata
de coco
6
dalam air kelapa sebagai sumber karbon dan mengubahnya menjadi selulosa
ekstraseluler sebagai hasil metabolitnya (Halib et al., 2012). Selulosa ini banyak
dimanfaatkan sebagai biopolimer, kertas elektronik, hidrogel, obat, bahkan sebagai
makanan, yaitu nata de coco (Halib et al., 2012). Menurut Wijayanti et al. (2010),
bakteri Acetobacter xylinum juga akan mengubah gula di dalam media menjadi suatu
substansi yang menyerupai gel di permukaan media.

Air kelapa mengandung nutrisi-nutrisi berupa sukrosa, dekstrosa, fruktosa dan vitamin
B kompleks yang dapat merangsang pertumbuhan Acetobacter xylinum untuk
membentuk nata de coco. Pembentukan nata de coco terjadi akibat pengambilan sukrosa
dari larutan gula oleh starter nata. Kemudian glukosa tersebut bergabung dengan asam
lemak membentuk prekursor pada membran sel. Prekursor ini selanjutnya dikeluarkan
dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim yang
mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa ekstraseluler
(Palungkun , 1992).

A. xylinum adalah bakteri asam laktat yang mampu untuk mengoksidasi beberapa jenis
alkohol dan juga gula menjadi asam asetat. Kemudian asam asetat yang diproduksi akan
dioksidasi menjadi karbondioksida dan air melalui aktivitas enzim dalam siklus Krebs.
Bakteri ini juga termasuk dalam golongan bakteri gram negatif dan yang memiliki sifat
aerobik. Jenis lain dari bakteri asam laktat antara lain Acetobacter, Acidomonas, Asaia,
Gluconacetobacter, Gluconobacter, Kozakia, Swaminathania and Saccaharibacter
(Halib et al., 2012). Acetobacter xylinum pertama kali ditemukan di dalam buah busuk.
Bakteri ini dapat tumbuh baik pada suhu 25-30
o
C dan memiliki pH optimal yaitu 5,4-
6,3. Bakteri ini juga dapat tumbuh pada range pH tinggi, yaitu pH 3-8 dan temperatur
antara 12-35
o
C dan juga memiliki toleransi terhadap ethanol lebih dari 10% (Castaeda
et al., 2007)

Bakteri ini memiliki bentuk batang termasuk ke dalam jenis
gram negatif, dan menghasilkan nanofiber selulosa yang
lebarnya 40-50 nm (bacterial cellulose ribbons). Selulosa-
selulosa ini akan berkumpul dan menjadi suatu struktur tiga
7
dimensi pada permukaan media cair. Dalam praktikum ini, Acetobacter xylinum akan
ditumbuhkan pada substrat cair berupa air kelapa sehingga akan terbentuk struktur tiga
dimensi berupa nata de coco. Struktur yang terbentuk ini terdiri dari rantai-rantai paralel
yang berasal dari -1,4-D-glukopiranosa dan dihubungkan oleh ikatan hidrogen.
Pembentukan struktur tiga dimensi ini sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang terkandung
di dalam media yang digunakan dan juga kondisi lingkungan selama proses fermentasi
(Hesse & Kondo, 2005).

Selama fermentasi diusahakan agar wadahnya jangan digoyang dan juga digeser karena
hal ini akan membuat struktur selulosa yang sedang dibentuk oleh bakteri nata menjadi
pecah. Kemudian nata tidak akan terbentuk walaupun telah diinkubasi dalam beberapa
waktu (Hesse & Kondo, 2005). Pembentukan nata oleh bakteri A. xylinum diawali
dengan terbentuknya benang-benang selulosa kemudian bakteri akan membentuk
mikrofibril selulosa disekitar permukaaan tubuhnya. Mikrofibril ini akan terus tumbuh
sampai membentuk serabut selulosa yang sangat banyak dan akan mencapai ketebalan
tertentu. Akhirnya susunan selulosa tersebut akan terlihat seperti lembaran putih
transparan dengan permukaan yang licin dan juga halus yang disebut nata (Pambayun,
2002).

Pada hari ke-0; ke -7; dan ke-14, lapisan nata yang terbentuk diukur tingginya.
Polisakarida yang terbentuk oleh aktivitas bakteri Acetobacter xylinum termasuk dalam
jenis polisakarida ekstraseluler (exopolysaccharide). Jenis ini terbagi menjadi dua
bentuk, yaitu loose slime dan mikrokapsul. Selulosa ini tersusun atas banyak mikrofibril
yang terdiri atas rantai glukan yang terikat pada ikatan hirogen. Selulosa yang
dihasilkan terdapat dua bentuk, yaitu selulosa I berupa polimer seperti pita; dan selulosa
II, yang berbentuk polimer amorphous yang lebih stabil (Chawla et al., 2009).




Pencucian nata
dengan air
Perendaman nata
dengan air
Penutupan dengan
kertas coklat
8
Setelah fermentasi selama dua minggu, akan tampak lembaran nata di permukaan
media. Lembaran nata ini kemudian akan dicuci dengan air mengalir setiap hari selama
tiga hari ke depan. Menurut Jaganath et al. (2008), selama fermentasi Acetobacter
xylinum menggunakan oksigen yang ada di dalam wadah. Lambat laun kandungan
oksigen terlarut menurun dikarenakan dikonsumsi dan membuat bakteri ini berkumpul
di permukaan media. Umumnya inokulum diinkubasi selama 7 hari pada suhu 30
o
C.
Lembaran tipis nata terbentuk setelah 15-20 hari dengan ketebalan 0,8-1,0 cm.
Kemudian dicuci untuk menghilangkan asam asetat glasial. Lembaran nata dipotong
dadu kemudian direndam air selama 24 jam untuk menghilangkan bau asam. Setelah
dilakukan pencucian, lembaran nata disimpan pada wadah semula, diisi dengan
akuades, kemudian ditutup dengan kertas coklat kembali.




Setelah tiga hari, nata dipotong dadun kemudian dimasak menggunakan air 300 ml dan
gula 250 gram. Gula pasir yang digunakan tidak seragam dalam hal jumlahnya
tergantung ketebalan danketipisan nata yang dihasilkan tiap kelompok. Pemasakan
dengan gula ini bertujuan untuk memberikan rasa pada produk nata de coco serta dapat
membantu melarutkan gula. Kemudian dilakukan uji sensori yang meliputi rasa, aroma,
tekstur, serta warna (Astawan & Astawan, 1991).

2.1. Ketebalan Nata dan Persentase Lapisan

Pada hari ke-0, semua NDC memiliki ketebalan 0 cm dan persentase lapisannya 0%.
Hal ini disebabkan karena fermentasi belum berjalan sehingga selulosa belum terbentuk.
9
Setelah hari ke-7, nata makin menebal dan kelompok yang mengalami penebalan dan
persentase lapisan paling tinggi adalah kelompok B3 yaitu 1,3 cm dan 108,33% dan
kelompok yang mengalami penebalan yang paling rendah adalah kelompok B1 dan B4
yaitu 0,8 cm sedangkan kelompok yang mengalami persentase lapisan yang paling
rendah adalah kelompok B2 yaitu 90% . Hal ini menunjukan bahwa cairan sudah
mengalami fermentasi dimana Acetobacter xylinum mengkonsumsi glukosa dalam air
kelapa sebagai sumber karbon dan mengubahnya menjadi selulosa ekstraseluler sebagai
hasil metabolitnya (Halib et al., 2012). Ketebalan lapisan nata berbeda-beda karena
penggunaan wadah yang berbeda ukuran dan volumenya.

Kemudian setelah hari ke-14, nata kelompok B3 mengalami penebalan dan persentase
lapisan meningkat menjadi 1,6 cm dan 133,33%. Hal ini berarti aktivitas A. xylinum
mengalami peningkatan sehingga lapisan selulosa semakin menebal. Bila inkubasi terus
dijalankan maka lapisan nata tetap menebal namun tingkat penebalannya tidak sebesar
penebalan di awal inkubasi. Hal ini disebabkan karena gula yang berada di dalam
medium semakin menipis sehingga aktivitas A. xylinum dalam memproduksi selulosa
makin terhambat (Halib et al., 2012). Sedangkan kelompok B1, B2, B4, dan B5
mengalami penipisan dan persentase lapisan yang menurun. Kelompok yang mengalami
penebalan yang paling rendah adalah kelompok B1, B2 dan B4 yaitu 0,5 cm sedangkan
kelompok yang mengalami persentase lapisan yang paling rendah adalah kelompok B2
yaitu 50%. Penurunan lapisan Nata de Coco dapat disebabkan karena adanya goyangan
atau gangguan pada saat proses fermentasi Nata de Coco berlangsung yang mungkin
terjadi pada pengamatan nata di hari ke-7 sehingga membuat permukaan cairan nata
menurun pada hari ke-14 (Pambayun, 2002 & Palungkun, 1996).

Ketebalan NDC juga sangat dipengaruhi oleh banyaknya air yang dapat diserap oleh
nata, dimana jika semakin banyak air yang diserap maka akan semakin tebal dan
semakin kenyal nata yang dihasilkan. Dapat dikatakan pula bahwa nata memiliki sifat
water holding capacity yang baik. Bila gula yang digunakan berkadar lebih dari 5%,
tidak akan mempengaruhi jumlah produksi selulosa (ketebalan nata). Hal ini
dikarenakan gula berfungsi untuk mematikan mikroba kontaminan dan sebagai sumber
karbon dalam fermentasi (Jaganath et al., 2008).
10

2.2. Analisa Sensori
2.2.1. Aroma
Aroma yang dihasilkan semua Nata de coco, kelompok B1 sampai B5 aromanya tidak
asam semua. Aroma asam atau tidak asam yang ditimbulkan disebabkan karena
pemberian asam asetat glasial pada media yang digunakan. Keasamaan ini dapat
mencapai pH 4,2 untuk mendukung pertumbuhan Acetobacter xylinum dan
pembentukan nata. Asam asetat dapat membongkar karbondioksida dan air untuk
menghasilkan ATP serta membantu penggunaan gula untuk sintesis selulosa. Aroma
tidak asam pada nata de coco yang dihasilkan oleh semua kelompok dapt diakibatkan
karena pencucian nata yang sempurna sehingga aroma asama sudah tidak tercium. Hal
itu sesuai teori yang dikemukakan oleh Jaganath et al. (2008) yng mengungkapkan
bahwa pencucian akan melunturkan asam asetat sehingga aroma asam tidak terlalu
terasa.

2.2.2. Warna
Sedangkan untuk warna, kelompok B2-B5 warnanya putih sedangkan kelompok B1
warnya putih bening. Hal ini sesuai dengan teori Pambayun (2002) yang
mengungkapkan bahwa lembaran benang-benang selulosa yang dihasilkan oleh bakteri
Acetobacter xylinum akan tampak berwarna putih sampai transparan dan juga berbentuk
padat. Menurut Wijayanti et al. (2010), semakin tinggi serat kasar nata maka akan
menghasilkan warna nata yang akan semakin cerah. Hal ini dikarenakan serat kasar
yang tinggi menunjukkan pori-pori nata yang akan semakin kecil dan rapat sehingga
menyebabkan pemantulan sinar yang lebih banyak dan menghasilkan nata dengan
tingkat kecerahan yang tinggi atau berwarna lebih putih. Untuk menghasilkan warna
nata yang baik yaitu putih sebaiknya menggunakan sukrosa putih.

Warna dihasilkan sebenarnya tidak sebening air kelapa namun lebih keruh. Kekeruhan
ini disebabkan oleh adanya bahan yang tersuspensi (bahan organik, mikroorganisme,
dan partikel-partikel lain). Kekeruhan adalah sifat optik dari sampel yang menyebabkan
sinar tersebar dan ataupun terserap (Jenie & Rahayu, 1993). Menurut Astawan &
Astawan (1991), warna keruh ini berasal dari air kelapa yang bercampur dengan
11
inokulum A. xylinum dan juga berasal dari gula dan urea yang larut dalam cairan. Lama
perebusan juga dapat mempengaruhi warna nata de coco yang dihasilkan, dimana
semakin lama pemasakan menyebabkan warna lebih gelap. Hal ini disebabkan karena
reaksi pencoklatan akibat pemakaian gula.


2.2.3. Tekstur
Lalu untuk tekstur rata-rata kenyal, teksur kenyal diperoleh kelompok B1 dan B2
sedangkan tekstur agak kenyal diperoleh kelompok B3-B5. Selulosa dari bakteri
memiliki banyak gugus hidroksil yang mampu berinteraksi dengan air untuk
membentuk ikatan hidrogen. Oleh karena itu, nata de coco memiliki tekstur yang semi
lunak karena banyak mengikat air (Halib et al., 2012). Pernyataan ini juga didukung
oleh Jaganath et al. (2008), bahwa nata de coco memiliki struktur fisik yang dapat
mencegah keluarnya air dari struktur tiga dimensinya.

Apabila air kelapa yang digunakan sedikit akan membuat pertumbuhan starter nata
melambat akibat kurangnya sukrosa. Akan tetapi, jika dosis air kelapa yang digunakan
150-200 ml akan mempercepat starter nata dalam menyusun benang-benang nata
sehingga serat yang dikandung makin keras. Hal ini membuat kekenyalan nata menjadi
tinggi. Sukrosa yang berlebihan akan membuat kekenyalan nata kurang baik yaitu
kurang kenyal (Pambayun, 2002).

2.2.4. Rasa
Rasa yang dihasilkan, rasa yang sangat manis diperoleh kelompok B3 dan B5, untuk
rasa manis diperoleh kelompok B4, rasa agak manis diperoleh kelompok B1 dan rasa
tidak manis diperoleh kelompok B2. Rasa Nata de Coco pada masing-masing kelompok
disebabkan banyak penambahan gula tiap kelompok berbeda sesuai tebal tipsnya nata
yang terbentuk. Sesuai dengan teori Palungkun (1996) yang mengatakan bahwa
penambahan air gula digunakan untuk memberikan rasa manis pada Nata de Coco.

Menurutt Santosa et al. (2012), Nata de Coco banyak diaplikasikan dalam bentuk
minuman instan dalam kemasan, Untuk mencegah minuman instan tersebut tidak
12
mudah rusak maka ditambahkan penstabil berupa CMC (Carboxy Methyl Cellulosa),
gum arabic, atau gelatin. Tujuan penambahan penstabil tersebut guna untuk membentuk
cairan Nata de Coco dengan viskositas yang stabil dan juga homogen dalam waktu
lama. CMC adalah penstabil yang paling efektif jika dibandingkan gum arabic ataupun
gelatin. Persentase penambahan CMC yang paling tepat yaitu sekitar 0,5-3% untuk
menstabilkan suspense.
13
3. KESIMPULAN
Nata de coco (NDC) adalah selulosa dari bakteri Acetobacter xylinum yang
menggunakan media air kelapa
Media yang digunakan yaitu campuran air kelapa, gula pasir, amonium sulfat, dan
asam asetat glasial
Langkah dalam pembuatan NDC adalah persiapan media, inokulasi, inkubasi,
pencucian, serta perebusan.
Gula memiliki fungsi sebagai nutrisi (sumber karbon) sedangkan amonium sulfat
(urea) berfungsi sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan starter nata
Asam asetat glasial berfungsi untuk menurunkan pH dan juga membongkar CO
2
dan
air sehingga menghasilkan ATP
Selama proses fermentasi, Acetobacter xylinum akan mengkonsumsi glukosa dan
akan mengubahnya menjadi selulosa ekstraseluler sehingga lama kelamaan terbentuk
lapisan nata yang tebal
Apabila wadah fermentasi digoyang atau digeser, struktur selulosa menjadi pecah
pecah
Pencucian berfungsi untuk menghilangkan asam asetat glasial; sedangkan pemasakan
dengan gula pasir bertujuan untuk memberikan rasa manis pada NDC
Aroma asam dapat dipengaruhi oleh proses pencucian lembaran nata
Warna keruh dapat disebabkan karena adanya bahan tersuspensi pada NDC dan juga
perbedaan jenis gula yang digunakan dalam proses pemasakan
Tingkat kekenyalan Nata de Coco tergantung pada kepadatan dan ketebalan lapisan
nata.
Semakin lama waktu untuk inkubasi maka semakin tebal lapisan natanya sehingga
persentase ketebalannya semakin besar
Rasa Nata de Coco dipengaruhi oleh banyaknya penambahan air gula.

Semarang, 09 Juni 2014
Praktikan: Asisten Dosen:
- Chrysentia Archinitta L.M.

Frisca Melia Mardiana
(11.70.0081)
14
4. DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. & M.W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat
Guna. Akademika Pressindo. Bogor.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental & Applications. Mcmilland Publishing
Company. New York.

Castaeda, L.; F. G. Pineda; & J. D. G. Dar. (2007). Evaluation of Different Acidifying
Agents for Acetobacter xylinum Pellicle (Nata de Coco) Production. The Journal of
Tropical Biology Vol 6 April 2007.

Chawla, P. R.; I. B. Bajaj; S. A. Survase; & R. S. Singhal. (2009). Microbial Cellulose:
Fermentative Production and Applications. Food Technol. Biotechnol. 47 (2) 107124
(2009).

Hakimi, R dan Daddy B. (2006). Aplikasi Produksi Bersih (Cleaner Production) pada
Industri Nata de Coco. Jurnal Teknik Mesin 3(2) : 89-98.

Halib, N.; M. C. I. M. Amin; & I. Ahmad. (2012). Physicochemical Properties and
Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose.
Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211.


Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Hesse, S. & T. Kondo. (2005). Behavior of Cellulose Production of Acetobacter
xylinum in 13C-Enriched Cultivation Media Including Movements on Nematic Ordered
Cellulose Templates. Carbohydrate Polymers 60 (2005) 457465.

Jaganath, A.; A. Kalaiselvan; S. S. Manjunatha; P. S. Raju; & A. S. Bawa. (2008). The
Effect of pH, Sucrose, and Ammonium Sulphate Concentrations on the Production of
Bacterial Cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J. Microbiology
Biotechnology (2008) 24:2593-2599.

Jenie, B. S. L. & W. P., Rahayu. (1993). Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius.
Yogyakarta.

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.

Rahayu, E. S.; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M. N. Cahyanto. (1993). Bahan
Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Santosa B; Ahmadi K; dan Teque D. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy
Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Beverage from Nata de Coco.
International Journal of Science and Technology (IJSTE) 1(1) : 6-11.
15

Wijayanti, F; Sri K; dan Masud E. (2010). Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam
Asetat Glacial terhadap Kualitas Nata dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa. Jurnal
Industria 1(2) : 86-93.
16
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Rumus :





Kelompok B1
Hari ke 0


Hari ke 7


Hari ke 14


Kelompok B2
Hari ke 0


Hari ke 7


Hari ke 14


Kelompok B3
Hari ke 0


Hari ke 7


Hari ke 14


Kelompok B4
17
Hari ke 0


Hari ke 7


Hari ke 14


Kelompok B5
Hari ke 0


Hari ke 7


Hari ke 14



5.2.Laporan Sementara
5.3.Jurnal

You might also like