You are on page 1of 37

ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA MEDULLA SPINALIS

A. Pengertian
Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 dan/atau di
bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan
fungsi defekasi dan berkemih.

B. Anatomi fisiologi

Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi medula
spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke lubang-lubang
paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitus intervertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
1. Vetebrata Thoracalis (atlas)
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus tetapi hanya berupa cincin
tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak.
Veterbrata cervitalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus spinasus paling
panjang.
2. Vertebrata Thoracalis
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk jantung, berjumlah 12
buah yang membentuk bagian belakang thorax.
3. Vertebrata Lumbalis
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah 5 buah yang
membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar ukurnanya sehingga
pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
4. Os. Sacrum
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana ke 5 vertebral ini
rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
5. Os. Coccygis
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter.
Fungsi dari kolumna vertebralis Sebagai pendukung badan yang kokoh dan sekaligus
bekerja sebagai penyangga
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula ablongata, dan
berakhir diantara vertebra-lumbalis pertama dan kedua. Sumsum tulang belakang berukuran
panjang sekitar 45 cm, pada bagian depannya dibelah oleh figura anterior yang dalam, sementara
bagian belakang dibelah oleh sebuah figura sempit.
Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengadakan komunikasi antara otak dan semua
bagian tubuh dan bergerak refleks.
Untuk terjadinya geraka refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut :
1. Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit
2. Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut menuju sel-sel dalam ganglion
radix pasterior dan selanjutnya menuju substansi pada karnu pasterior mendula spinalis.
3. Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung menghantarkan impuls-
impuls menuju karnu anterior medula spinalis.
4. Sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang menerima dan mengalihkan impuls
tersebut melalui serabut saraf motorik.
5. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls saraf motorik.
6. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada daerah torakal dan
lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis beberapa otot interkostal, paralisis pada
otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada uretra
dan rektum.



C. Etiologi

1. Kecelakaan lalu lintas
2. Olahraga, latihan fisik
3. Tumor
4. Luka tusuk, luka tembak
5. Kelainan tulang belakang karena hipoksemia dan iskemik.
6. Industri.
7. Terjatuh,
8. Menyelam.

D. Klasifikasi
1. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
2. Inkomplet (campuran kehilangan sensori dan fungsi motorik):
Sindrom Area cedera Kehilangan fungsi
Sindrom medulla sentral Substansia alba dan grisea
sentral medulla spinalis,
terjadi paling banyak pada
cedera hiperekstensi
servikal.
Kehilangan neuron motorik
atas pada lengan .
Sindrom medulla anterior Dua pertiga anterior
medulla spinalis terjadi
paling banyak pada cedera
fleksi dan kompresi .
Traktus kortikospinal
(motorik).
Traktus spinotalamus
Kehilangan fungsi motorik
komplet dibawah level
cedera.
Kehilangan sensasi nyeri,
sentuhan dan suhu.
Masih merasakan sentuhan
ringa, propriosepsi, dan rasa
(sensori).


posisi.
Sindrom medulla posterior Jarang
Dikaitkan dengan trauma
hiperekstensi servikal.
Kehilangan fungsi motorik
bergantung pada apakah
cedera disebabkan oleh
kompresi medulla spinal,
dislokasi discus, fraktur,
atau perubahan posisi
fraktur tulang.
Sindrom brown-sequard Hemiseksi korda anterior
dan posterior (misalnya,
disebabkan oleh luka
tusuk).
Traktus kortikospinal pada
sisi ipsilateral
Traktus spinotalamus pada
sisi kontralateral
Kehilangan fungsi motorik
komplet dibawah level lesi,
pada sisi ipsilateral.
Kehilangan sensasi nyeri,
sentuhan dan suhu pada sisi
kontralateral untuk semua
area dibawah lesi.

Sindrom kauda ekuina Dibawah L2 Kehilangan fungsi motorik
dan sensori.

Menurut American Spinal Injury Association:
1. Grade A : Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sensorik di bawah tingkat l.
2. Grade B : Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sebagian fungsi sensorik di bawah
tingkat lesi.
3. Grade C : Fungsi motorik intak tetapi dengan kekuatan di bawah 3.
4. Grade D : Fungsi motorik intak dengan kekuatan motorik di atas atau sama dengan 3.
5. Grade E : Fungsi motorik dan sensorik normal.




E. Patofisiologi













F. Manifestasi Klinis
1. MK CMS Servikal
C
1
-C
3
: gangguan fungsi diafragma (untuk pernafasan)
C
4 :
gangguan biceps dan lengan atas
C
5 :
gangguan fungsi gerakan bahu, tangan, dan pergelangan tangan
C
6
-C
7 :
gangguan fungsi tangan secara komplit, gerakan siku dan pergelangan
Tangan
C
8
: gangguan fungsi jari.
2. MK CMS Thorakal
T
1 :
gangguan fungsi tangan
T
2
-T
8 :
gangguan fungsi pengendalian otot abdomen, gangguan satabilitas tubuh, pengaturan suhu.
T
9
-T
12
: kehilangan parsial fungsi otot abdomen dan batang tubuh
3. MK CMS Lumbal
L
1
-L
2 :
gangguan ejakulasi dan gerakan pinggul
L
3 :
gangguan ekstansi lutut
L
4 :
gangguan gerakan kaki
L
5 :
gangguan ekstensi lutut
4. MK CMS Sacral
S
1
: gangguan gerakan kaki
S
2
-S
3
: gangguan aktivitas kandung kemih khusus
S
2
-S
4 :
gangguan ereksi penis

G. Tes Diagnostik
1. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), untuk
kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
2. Ct skan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
3. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
4. Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya tidak jelas
atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan
dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
5. Foto ronsen torak
Memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada diafragma, atelektasis)
6. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal)
Mengukur volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian
bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi

H. Komplikasi
1. Neurogenik shock.
2. Hipoksia.
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic Hipotensi
6. Ileus Paralitik
7. Infeksi saluran kemih
8. Konstipasi
9. Dekubitus
10. Kontraktur
11. Impoten
12. Gagal napas
13. Trombosis vena profuda
14. Instabilitas spinal



I. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema medela. Tindakan
Respiratori
a. Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
b. Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau eksistensi leher bila
diperlukan inkubasi endrotakeal.
c. Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien dengan lesi
servikal yang tinggi
Reduksi dan Fraksi skeletal
a. Cedera medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan stabilisasi koluma
vertebrata.
b. Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi skeletal, yaitu
teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
c. Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Tindakan bedah :
Laminektomi,dilakukan Bila :
a. Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
b.Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
c. Cedera terjadi pada region lumbar atau torakal
d. Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau
dekompres medulla.

J. Epidemiologi
Cidera medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000
orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahun.
Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh cedera
(Suzanne C. Smeltzer,2001;2220). Data dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003 angka
kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk
angka kejadian untuk cidera medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%).

Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena
olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak
dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal
(menopause) (di kutip dari Medical Surgical Nursing, Charlene J. Reeves,1999).

Klien yang mengalami cidera medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-3
membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam
pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi
cedera spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas; pneumonia dan
hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk dapat membantu
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan cidera medulla spinalis dengan cara
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat
terhindar dari masalah yang paling buruk.

K. Prognosis
Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya mempunyai harapan untuk sembuh
kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, maka peluang untuk sembuh
menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan
untuk dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medula spinalis
dapat sembuh dan mandiri.









ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data subyektif
a. Pengetahuan pasien tentang penyakit (cedera dan akibat dari gangguan neurologis)
b. Inforasi tentang kejadian cidera, bagaimana sampai terjadi
c. Adanya dyspnea
d. Sensasi yang tidak biasannya (parasthesia)
e. Riwayat hilangnya kesadaran
f. Tidak adanya sensasi - gangguan sensorik
2. Data Obyektif
a. Tingkat Kesadaran (Sadar/tidak sadar), GCS, pupil
b. Status respirasi (Bervariasi)
c. Orientasi tempat, waktu dan orang
d. Sikap tubuh pasien, kekuatan motorik
e. TTV (TD, Temp, Nadi), Integritas kuli
f. Distensi bowel dan bladder

3. Aktifitas /Istirahat
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan umum
/kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
4. Sirkulasi
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
5. Eliminasi
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna seperti kopi
tanah /hematemesis.
6. Integritas Ego
Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
Makanan /cairan
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
7. Higiene
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
8. Neurosensori
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal).
Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok spinal sembuh).
Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam.
Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena pengaruh
trauma spinal.


9. Nyeri /kenyamanan
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
10. Pernapasan
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.
11. Keamanan
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
12. Seksualitas
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.


B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan kelemahan /paralisis otot-otot
abdomen dan intertiostal dan ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi.
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik dan sesorik.
3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan immobilitas,
penurunan sensorik.
4. Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih secara spontan.
5. Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan autonomik.
6. Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan immobilitas lama, cedera psikis dan alt traksi











Nursing Care Plan


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
kelemahan /paralisis otot-otot abdomen dan intertiostal dan
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam diharapkan pasien dapat:
mempertahankan ventilasi adekuat dibuktikan oleh
tak adanya distress pernapasan dan GDA dalam
batas yang dapat diterima.
Mendemonstrasikan perilaku yang tepat untuk
mendukung upaya pernapasan.
1. Kaji kemampuan batuk dan reproduksi
sekret.



2. Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi leher,
brsihkan sekreat)
3. Monitor warna, jumlah dan konsistensi
sekret, lakukan kultur
4. Lakukan suction bila perlu

5. Auskultasi bunyi napas

6. Lakukan latihan nafas


7. Berikan minum hangat jika tidak
kontraindikas
8. Berikan oksigen dan monitor analisa gas
darah

9. Monitor tanda vital setiap 2 jam dan status
neurologi
1. Hilangnya kemampuan motorik otot
intercosta dan abdomen berpengaruh
terhadap kemampuan batuk.
2. Menutup jalan nafas.


3. Hilangnya refleks batuk beresiko
menimbulkan pnemonia.
4. Pengambilan secret dan menghindari
aspirasi.
5. Mendeteksi adanya sekret dalam paru-
paru.
6. mengembangkan alveolu dan menurunkan
prosuksi sekret.
7. Mengencerkan sekret

8. Meninghkatkan suplai oksigen dan
mengetahui kadar olsogen dalam darah.
9. Mendeteksi adanya infeksi dan status
respirasi.
2 Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan
immobilitas, penurunan sensorik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam diharapkan pasien dapat:
mengidentifikasi faktor resiko individual.
Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan
tindakan.
1. Kaji faktor resiko terjadinya gangguan
integritas kulit


2. Kaji keadaan pasien setiap 8 jam
1. Salah satunya yaitu immobilisasi,
hilangnya sensasi, Inkontinensia bladder
/bowel.
2. Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.
3. Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga
Berpartisipasi pada tingkat kemampuan untuk
mencegah kerusakan kulit.
3. Gunakan tempat tidur khusus (dengan busa)
4. Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap
anatomis
5. Pertahankan kebersihan dan kekeringan
tempat tidur dan tubuh pasien.
6. Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas
daerah tulang yang menonjol setiap 2 jam
dengan gerakan memutar
7. Kaji status nutrisi pasien dan berikan
makanan dengan tinggi protein
8. Lakukan perawatan kulit pada daerah yang
lecet / rusak setiap hari
mengurangi resiko dekubitus
4. Daerah yang tertekan akan
menimbulkan hipoksia, perubahan
posisi meningkatkan sirkulasi darah.
5. Lingkungan yang lembab dan kotor
mempermudah terjadinya kerusakan
kulit
6. Meningkatkan sirkulasi darah




7. Mempertahankan integritas kulit dan
proses penyembuhan

8. Mempercepat proses penyembuhan
3 Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat
gangguan autonomik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam diharapkan pasien dapat:
mengungkapkan perilaku/ tehnik untuk program
khusus individual
menciptakan kembali kepuasan pada pola emilinasi
usus
1. Kaji pola eliminasi bowel

2. Berikan diet tinggi serat

3. Berikan minum 1800 2000 ml/hari jika
tidak ada kontraindikasi
4. Auskultasi bising usus, kaji adanya distensi
abdomen
5. Hindari penggunaan laktasif oral

6. Lakukan mobilisasi jika memungkinkan
7. Berikan suppositoria sesuai program
8. Evaluasi dan catat adanya perdarah pada saat
1. Menentukan adanya perubahan eliminasi.
2. Serat meningkatkan konsistensi feses
3. Mencegah konstipasi


4. Bising usus menentukan pergerakan
perstaltik
5. Kebiasaan menggunakan laktasif akan tejadi
ketergantungan
6. Meningkatkan pergerakan peritaltik
7. Pelunak feses sehingga memudahkan
eliminasi
8. Kemungkinan perdarahan akibat iritasi
eliminasi penggunaan suppositoria




BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space occupying
lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun
infratentorial, mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise,
epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya.
Tumor otak primer menunjukkan kira-kira 20% dari semua penyebab kematian karena kanker,
dimana sekitar 20% sampai 40% dari semua kanker pasien mengalami metastase ke otak dari
tempat-tempat lain. Tumor-tumor otak jarang bermetastase keluar sistem saraf pusat tetapi jejas
metastase ke otak biasanya dari paru-paru, payudara, saluran gastrointestinal bagian bawah,
pankreas, ginjal dan kulit (melanoma). Insiden tertinggi pada tumor otak dewasa terjadi pada
dekade kelima, keenam dan ketujuh, dengan tingginya insiden pada pria. Pada usia dewasa, tumor
otak banyak dimulai dari sel glia (sel glia membuat struktur dan mendukung sistem otak dan medula
spinalis) dan merupakan supratentorial (terletak diatas penutup cerebellum). Jejas neoplastik di
dalam otak akhirnya menyebabkan kematian yang mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan dan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Peningkatan intra kranial ( PTIK ) dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume otak,
keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume yang meninggi
ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis
spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan
durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jadi jika otak,
darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian
ini akan gagal dan terjadi peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi dengan gagal
pernapasan dan gagal jantung serta kematian.



2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Setelah membahas makalah Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Tumor Otak, mahasiswa
mampu menerapkan pengetahuan mereka tentang cara cara menangani pasien dengan tumor
otak sesuai Asuhan Keperawatan yang telah ditegakkan.
b. Tujuan Khusus
Setelah membahas makalah Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Tumor Otak, mahasiswa
mampu :
- Memahami Konsep Penyakit Tumor Otak
- Memahami masalah kesehatan pada pasien tumor otak
- Memahami dan mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan untuk pasien pengidap penyakit tumor
otak.
- Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien pengidap penyakit tumor otak
3. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode deskriptif yang menjelaskan tentang
konsep penyakit tumor otak serta asuhan keperawatan yang bisa dilakukan pada pasien pengidap
penyakit tumor otak.
4. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN. Terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan
Sistematika Penulisan
BAB II : TINJAUAN TEORI, Terdiri dari Konsep tumbang, Masalah pada Neonatus, dan Asuhan
keperawatan Neonatus
BAB III : PENUTUP. Terdiri dari Kesimpulan dan Saran.






BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP PENYAKIT TUMOR OTAK
1. Definisi
Sebuah tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intrakarnial yang menempati ruang
didalam tengkorak. Tumor-tumor selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola
tetapi juga dapat tumbuh menyebar, masuk kedalam jaringan. Neoplasma terjadi akibat dari
kompresi dan infiltrasi jaringan. Akibat perubahan fisik bervariasi, yang menyebabkan beberapa atau
semua kejadian patofisiologis sebagai berikut:
Peningkatan tekanan intrakranial dan edema cerebral
Aktivitas kejang dan tanda-tanda neurologis fokal
Hidrosefalus
Gangguan fungsi hipofisis
Tumor otak primer menunjukkan kira-kira 20% dari semua penyebab kematian karena kanker,
dimana sekitar 20% sampai 40% dari semua kanker pasien mengalami metastase ke otak dari
tempat-tempat lain. Tumor-tumor otak jarang bermetastase keluar sistem saraf pusat tetapi jejas
metastase ke otak biasanya dari paru-paru, payudara, saluran gastrointestinal bagian bawah,
pankreas, ginjal dan kulit (melanoma).
Insiden tertinggi pada tumor otak dewasa terjadi pada dekade kelima, keenam dan ketujuh, dengan
tingginya insiden pada pria. Pada usia dewasa, tumor otak banyak dimulai dari sel glia (sel glia
membuat struktur dan mendukung sistem otak dan medula spinalis) dan merupakan supratentorial
(terletak diatas penutup cerebellum). Jejas neoplastik di dalam otak akhirnya menyebabkan
kematian yang mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan dan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
(Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth, 2001, Jakarta : EGC. Hal: 2167)



2. Etiologi
Tumor disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut
menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel manusia memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA
repair) dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel merusak dirinya dengan apoptosis jika
kerusakan DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai dengan
pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel itu sendiri.
Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat memicu terjadinya kanker.
Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma,
astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose
atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru,
memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-
buakti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai
morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan
embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya.
Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan
kordoma.
Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah
dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan
maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat
ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf
pusat.
Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa
ada substansi yang karsinogenik sepertimethylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan
percobaan yang dilakukan pada hewan.
3. Jenis jenis Tumor
Tumor yang jinak atau yang tidak ganas (non malignant) lambat tumbuhnya, tidak menyebar, dan
biasanya dikelilingi oleh penutup atau kapsul. Pertumbuhan yang seperti itu bisa disebut sebagai
enkapsuleted tumor atau tumor terbungkus. Tumor yang tidak ganas bisa dicabut dengan cara
pembedahan, terutama bila tumor itu menyebabkan organ organ tubuh yang vital terdesak atau
tertekan. Jika tumor yang tidak ganas dicabut, tidak ada kemungkinan baginya tubuh untuk tumbuh
lagi.
Tumor ganas disebut sebagai kanker atau malignancy (cepat menjalar ke bagian tubuh yang lain).
Tumbuhnya cepat, tidak dikelillingi oleh penutup, dan menyebar ke bagian bagian tubuh yang lain.
Sel sel yang abnormal ini menyerang jaringan jaringan yang berdekatan. Kanker ganas itu dibawa
pula ke bagian bagian tubuh yang lain oleh getah bening dan darah. Pemindahan sel sel ganas ke
bagian bagian tubuh yang lain ini disebut metastasis. Tumbuhan baru yang dimulai dari sel sel
bawaan ini disebut sebagai pertumbuhan metastasis atau tumbuhan kedua (tumor kedua anak
tumor). Pertumbuhan sel sel tubuh yang cepat dan tak terkendali ini pada akhirnya mengancam
keselamatan jiwa orang itu sendiri.
(dr. H. Mohamad Isa. Perawatan Penyakit Dalam & Bedah. Pusat Pendidikan Pegawai Departemen
Kesehatan R.I. : Jakarta. Hal. 41)
a. Tumor benigna
Tumor ini dapat timbul dari sebagian besar jaringan tubuh.
1. Sel-sel epitel atau endotel
Papiloma timbul dari sel-sel ini, misalnya kulit, kandung kemih, kolon. Tumor ini bisa menjadi ganas.
2. Sel-sel pigmen kulit naevus (tahi lalat)
3. Kelenjar adenoma : payudara, parotis, tiroid.
4. Pembuluh darah-hemamioma : dua tipe.
a. Kapiler : tanda lahir ; portwine stain
b. Kavernosus : nodulus berwarna ungu yang memucat bila ditekan
5. Jaringan fibrosis fibroma : terlihat sebagai nodulus. Pada sebagian besar keadaan dapat timbul.
6. Lemak glikoma : benjolan lunak, paling sering subkutan.
7. Osteoma tumor pada tulang rawan dan tulang biasa
8. Chondroma
9. Myoma : tumor otot biasa, tempat yang paling sering terkena adalah uterus
b. Tumor maligna
1. Sel sel epitel atau endotel.
a. Karsinoma : karsinoma diberi nama menurut jaringan asalnya, misalnya karsinoma skuamosa
kulit. Transitional sel karsinoma pada kandung kemih.
b. Melanoma : tumor maligna sel sel pigmen kulit
2. Jaringan kelenjar : adenokarsinoma, misalnya payudara atau lambung.
3. Jaringan ikat : sarkoma keadaan ini lebih jarang ditemukan. Fibrosarkoma dari jaringan
fibrosus, sarkoma osteogenik dari tulang, myosarkoma dari otot.
4. Kelenjar limfe. Ragam penyakit keganasan (maligna) ditemukan pada jaringan limfoit (jaringan
retikulo endotelial) dengan berbagai derajat keganasan, misalnya limfoma, retikulo sarkoma,
penyakit Hodgkin.
5. Leukimia. Penyakit maligna pada sel sel induk yang menghasilkan sel sel darah putih.
4. Patofisiologi
Tumor intrakranial menyebabkan gangguan neurologis progresif. Gangguan neurologis pada tumor
intrakranial biasanya dianggap disebabkan karena 2 faktor, yaitu gangguan vokal olah tumor dan
peningkatan intrakranial.
Gangguan vokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi
langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja dispensi yang paling
besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat (misalnya, gliobastoma multiform). Perubahan
suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis
jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi
secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi,
invasi dan perubahan suplai darah kejaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga
menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis vokal. Peningkatan
tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor:
1. Bertambahnya massa dalam tengkorak.
2. Terbentuknya edema sekitar tumor.
3. Perubahan sirkulasi cairan cerebrospinal.
Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mengmbil tempat
dalam ruang yang relatif tetap dan ruangan kranial yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak di sekitrnya. Mekanisnya belum sepenuhnya
dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih osmotik yang menyebabkan penyerapan cairan
tumor. Beberapa tumor menyebabkan pendarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan
oleh sawar darah otak, semuanya menimbulkan peningkatan volume intrakranial dan menyebabkan
tekanan intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan cerebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan
subarakhnoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat akibat salah satu
penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-
hari atau berbulan-bulan unutk menjadi effektif oleh karen aitu tidak berguna apabila tekanan
itrakranial timbul dengan cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume
darah intrakranial, volume cairan cerebrospinal, kandungan cairan intra sel, dan mengurangi sel-sel
parenkim.
Peningkatan tekanan yang tidak di obati mengakibatkan herniasi unkus atau cerebelum. Herniasi
unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh
masa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesen sefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran
dan menekan saraf kranial ketiga. Pada herniasi cerebelum, tonsil cerebelum bergeser kebawah
melalui foramen magnum oleh suatu masa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti
pernafasan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan
intrakranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebran tekanan nadi),
dan gangguan pernafasan.
(Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Muttaqin Ariff, 2008, Jakarta:
Salemba Medika. Halaman : 477-478)
5. Tanda dan Gejala
Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema otak dan
tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan kompresi jaringan
saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan
visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium
yang lebih lanjut. Gejala-gejala tumor otak dapat meliputi, antara lain:
Nyeri Kepala (Headache)
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi hari setelah
bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur
beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan semakin lama semakin sering dengan interval
semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk, bersin atau
mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepaia juga bertambah berat waktu
posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi)
pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri kepala
merupakan gejala permulaan dari tumor otak yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.
Muntah
Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya proyektil (menyemprot) tanpa
didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri kepala.
Edema Papil
Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan oftalmoskop. Gambarannya
berupa kaburnya batas papil, warna papil berubah menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh
darah melebar atau kadang-kadang tampak terputus-putus. Untuk mengetahui gambaran edema
papil seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal terlcbih dahulu. Penyebab edema
papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan terhadap vena sentralis retinae.
Biasanya terjadi bila tumor yang lokasi atau pembesarannya menckan jalan aliran likuor sehingga
mengakibatkan bendungan dan terjadi hidrocepallus.


Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks motorik. Kejang yang
sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya
umum atau general sukar dibedakan dengan kejang karena epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama
kali pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan adanya tumor otak.
6. Komplikasi
a. Ganguan Fungsi Luhur
Komplikasi tumor otak yang paling ditakuti selain kematian adalah gangguan fungsi luhur.
Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan kognitif dan neurobehavior sehubungan dengan
kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan maupun
radioterapi.
Neurobehavior adalah keterkaitan perilaku dengan fungsi kognitif dan lokasi / lesi tertentu di
otak. Pengaruh negatif tumor otak adalah gangguan fisik neurologist, gangguan kognitif, gangguan
tidur dan mood, disfungsi seksual serta fatique.
Gangguan kognitif yang dialami pasien tumor otak bisa dievaluasi dengan berbagai tes. Di
antaranya adalah Sickness Impact Profile, Minesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), dan
Mini mental State Examination (MMSE). Komponen kognitif yang dievaluasi adalah kesadaran,
orientasi lingkungan, level aktivitas, kemampuan bicara dan bahasa, memori dan kemampuan
berpikir, emosional afeksi serta persepsi.
b. Ganguan Wicara
Gangguan wicara sering menjadi komplikasi pasien tumor otak. Dalam hal ini kita mengenal
istilah disartria dan aphasia.
Disartria adalah gangguan wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang
bertanggung jawab dalam proses bicara. Tiga langkah yang menjadi prinsip dalam terapi disartria
adalah meningkatkan kemampuan verbal, mengoptimalkan fonasi, serta memperbaiki suara normal.
Afasia merupakan gangguan bahasa, bisa berbentuk afasia motorik atau sensorik tergantung dari
area pusat bahasa di otak yang mengalami kerusakan. Fungsi bahasa yang terlibat adalah kelancaran
(fluency), keterpaduan (komprehensi) dan pengulangan (repetitif). Pendekatan terapi untuk afasia
meliputi perbaikan fungsi dalam berkomunikasi, mengurangi ketergantungan pada lingkungan dan
memastikan sinyal-sinyal komunikasi serta menyediakan peralatan yang mendukung terapi dan
metode alternatif. Terapi wicara terdiri atas dua komponen yaitu bicara prefocal dan latihan
menelan.
c. Ganguan Pola Makan
Disfagi merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu ketidakmampuan menelan makanan
karena hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa terjadi di fase oral, pharingeal atau oesophageal.
Komplikasi ini akan menyebabkan terhambatnya asupan nutrisi bagi penderita serta berisiko aspirasi
pula karena muntahnya makanan ke paru. Etiologi yang mungkin adalah parese nervus
glossopharynx dan nervus vagus. Bisa juga karena komplikasi radioterapi.
Diagnosis ditegakkan dengan videofluoroscopy. Gejala ini sering bersamaan dengan dispepsia
karena space occupying process dan kemoterapi yang menyebabkan hilangnya selera makan serta
iritasi lambung. Terapi untuk gejala ini adalah dengan sonde lambung untuk pemberian nutrisi
enteral, stimulasi, dan modifikasi kepadatan makanan (makanan yang dipilih lebih cair/lunak).
d. Kelemahan Otot
Kelemahan otot pada pasien tumor otak umumnya dan yang mengenai saraf khususnya ditandai
dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis. Pendekatan terapi yang dilakukan menggunakan
prinsip stimulasi neuromusculer dan inhibisi spastisitas. Cara lain adalah dengan EMG biofeedback,
latihan kekuatan otot, koordinasi endurasi dan pergerakan sendi.
e. Ganguan Penglihatan Dan Pendengaran
Tumor otak yang merusak saraf yang terhubung ke mata atau bagian dari otak yang memproses
informasi visual (visual korteks) dapat menyebabkan masalah penglihatan, seperti penglihatan ganda
atau penurunan lapang pandang.
Tumor otak yang mempengaruhi saraf pendengaran - terutama neuromas akustik - dapat
menyebabkan gangguan pendengaran di telinga pada sisi yang terlibat otak.
f. Stroke
Seseorang dengan stroke memiliki gangguan dalam suplai darah ke area otak, yang
menyebabkan otak tidak berfungsi. Otak sangat sensitif terhadap setiap gangguan dalam aliran
darah. Sel-sel otak mulai mati dalam beberapa menit kehilangan pasokan oksigen dan glukosa.
Para gangguan aliran darah dapat terjadi oleh salah satu dari dua mekanisme, yaitu hemorrhagic
stroke disebabkan oleh perdarahan dari pembuluh darah kecil yang memasok darah ke otak dan
Stroke iskemik disebabkan oleh bekuan darah yang menghalangi aliran darah melalui arteri yang
memasok darah ke otak. Ada dua jenis stroke iskemik: Stroke trombotik stroke dan emboli. stroke
trombotik disebabkan oleh gumpalan darah yang terbentuk di dalam arteri otak. stroke emboli
disebabkan oleh gumpalan darah yang terbentuk di luar pembuluh darah otak, kemudian gumpalan
darah itu berjalan melaui aliran darah dan sampai pada pembuluh darah otak, gumpalan darah ini
selanjutnya menyumbat suplay darah ke otak.
Pada tumor otak, komplikasi stroke yang timbul dapat berupa Hemorrhagic stroke yang terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah otak yang tertekan akibat pembesaran tumor.
g. Epilepsi
Kejadian sekitar 30% dari tumor otak. Alasannya sebagian besar disebabkan karena rangsangan
langsung atau represi dari tumor yang menyebabkan ganguan listrik pada otak dan juga tumor otak
dapat menyebabkan iritasi pada otak yang dapat menyebabkan kejang
h. Depresi
Depresi dapat disebabkan karena tumor pada pusat emosi (system limbic) atau karena keadaan
klinis yang disebabkan oleh tumor tersebut, Gejala yang timbul dapat berupa menangis terus-
menerus, kesedihan yang mendalam, social withdrawal, Mudah marah, kecemasan, penurunan
libido, gangguan tidur, tingkah laku yang tidak wajar. Dapat juga karena efek steroid : mood and
sleep changes, ganguan bipolar (manicdepression).
i. Hidrosephalus
Hidrosephalus terjadi apabila tumor yang terbentuk menghalangi aliran LCS, akibatnya aliran LCS
akan terhambat dan mengakibatkan terbentuknya hidrosephalus. Selain itu peningkatan tekanan
intrakranial juga dapat menghambat aliran LCS.

j. Cerebral Hernia
Cerebral hernia adalah kondisi, progresif fatal di mana otak terpaksa melalui pembukaan dalam
tengkorak.
Tumor otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, yang kemudian menyebabkan
penggeseran parenkim otak ke foramen Magnum atau transtentorial
k. Ganguan Seksualitas
Tumor otak sendiri dapat mempengaruhi seksualitas, terutama jika tumor melibatkan daerah
otak yang mengontrol pelepasan hormon yang mempengaruhi libido, termasuk estrogen,
progesteron testosteron, dan. Daerah-daerah yang sama dari otak dapat rusak oleh terapi radiasi,
yang yang dapat juga mengurangi kesuburan dan libido selain itu dapat pula menyababkan
menopouse dini.
l. Terbentuknya Gumpalan Darah
Adanya Tumor otak mempunyai resiko tinggi terjadinya pembekuan darah. Pembekuan ini
disebut "trombosis vena dalam" (DVT) dan terjadi di pembuluh darah kaki. Gejala yang DVT meliputi
nyeri betis, bengkak, dan perubahan warna kaki, meskipun itu DVT juga bisa terjadi tanpa gejala.
Bahaya itu DVT adalah bahwa mereka dapat pecah dan dibawa oleh aliran darah ke paru-paru, di
mana mereka menyebabkan "thromboemboli paru" (PTE) pembekuan darah di arteri paru.
7. Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang untuk penyakit tumor otak antara lain :
Computer Tomografik Scaning (CT SCAN) : CT SCAN digunakan lebih baik dari pada X- Ray, CT
SCAN dapat memberikan informasi tentang jumlah, ukuran, dan densitas (warna gelap/terang)
tumor, dapat memberikan informasi sistem ventrikuler.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) : MRI sangat penting untuk mendiagnosa tumor sampai lesi
terkecil dan tumor pada batang otak dan pituitary.
Elektroensefalogram (EEG) : dapat mendeteksi gelombang abnormal pada otak yang disebabkan
tumor hal ini dapat mengevaluasi kajang yang ditimbulkan karena gangguan pada lobus temporal.
Stereotatic Radiosurgery : meliputi penggunaan kerangka tiga dimensi yang meliputi lokasi tumor
yang sangat tepat, kerangka Stereotatic dan dan study pencitraan multipel (sinar x) cara yang
digunakan untuk menemukam tumor dan lokasinya.
Pemeriksaan cytologi : dapat mendeteksi keganasan pada sel yang disebabkan tumor sistem
saraf pusat.
Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan memberikan
gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak
rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis
histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk
membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-
dasar pengobatan dan informasi prognosis.
Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
8. Penatalaksanaan Medis
Orang dengan tumor otak memiliki beberapa pilihan pengobatan. Tergantung pada jenis dan
stadium tumor, pasien dapat diobati dengan operasi pembedahan, radioterapi, atau kemoterapi.
Beberapa pasien menerima kombinasi dari perawatan diatas.
Selain itu, pada setiap tahapan penyakit, pasien mungkin menjalani pengobatan untuk
mengendalikan rasa nyeri dari kanker, untuk meringankan efek samping dari terapi, dan untuk
meringankan masalah emosional. Jenis pengobatan ini disebut perawatan paliatif.
a. Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak. Tujuannya adalah untuk
mengangkat sebanyak tumor dan meminimalisir sebisa mungkin peluang kehilangan fungsi otak.
Operasi untuk membuka tulang tengkorak disebut kraniotomi. Hal ini dilakukan dengan anestesi
umum. Sebelum operasi dimulai, rambut kepala dicukur. Ahli bedah kemudian membuat sayatan di
kulit kepala menggunakan sejenis gergaji khusus untuk mengangkat sepotong tulang dari tengkorak.
Setelah menghapus sebagian atau seluruh tumor, ahli bedah menutup kembali bukaan tersebut
dengan potongan tulang tadi, sepotong metal atau bahan. Ahli bedah kemudian menutup sayatan di
kulit kepala. Beberapa ahli bedah dapat menggunakan saluran yang ditempatkan di bawah kulit
kepala selama satu atau dua hari setelah operasi untuk meminimalkan akumulasi darah atau cairan.
Efek samping yang mungkin timbul pasca operasi pembedahan tumor otak adalah sakit kepala atau
rasa tidak nyaman selama beberapa hari pertama setelah operasi. Dalam hal ini dapat diberikan obat
sakit kepala. Masalah lain yang kurang umum yang dapat terjadi adalah menumpuknya cairan
cerebrospinal di otak yang mengakibatkan pembengkakan otak (edema). Biasanya pasien diberikan
steroid untuk meringankan pembengkakan. Sebuah operasi kedua mungkin diperlukan untuk
mengalirkan cairan. Dokter bedah dapat menempatkan sebuah tabung, panjang dan tipis (shunt)
dalam ventrikel otak. Tabung ini diletakkan di bawah kulit ke bagian lain dari tubuh, biasanya perut.
Kelebihan cairan dari otak dialirkan ke perut. Kadang-kadang cairan dialirkan ke jantung sebagai
gantinya.
Infeksi adalah masalah lain yang dapat berkembang setelah operasi (diobati dengan antibiotic).
Operasi otak dapat merusak jaringan normal. kerusakan otak bisa menjadi masalah serius. Pasien
mungkin memiliki masalah berpikir, melihat, atau berbicara. Pasien juga mungkin mengalami
perubahan kepribadian atau kejang. Sebagian besar masalah ini berkurang dengan berlalunya waktu.
Tetapi kadang-kadang kerusakan otak bisa permanen. Pasien mungkin memerlukan terapi fisik,
terapi bicara, atau terapi kerja.
b. Radiosurgery stereotactic
Radiosurgery stereotactic adalah tehnik "knifeless" yang lebih baru untuk menghancurkan tumor
otak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI digunakan untuk menentukan lokasi yang tepat
dari tumor di otak. Energi radiasi tingkat tinggi diarahkan ke tumornya dari berbagai sudut untuk
menghancurkan tumornya. Alatnya bervariasi, mulai dari penggunaan pisau gamma, atau
akselerator linier dengan foton, ataupun sinar proton.
Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil kemungkinan komplikasi pada pasien dan
memperpendek waktu pemulihan. Kekurangannya adalah tidak adanya sample jaringan tumor yang
dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli patologi, serta pembengkakan otak yang dapat terjadi setelah
radioterapi.
Kadang-kadang operasi tidak dimungkinkan. Jika tumor terjadi di batang otak (brainstem) atau
daerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah tidak mungkin dapat mengangkat tumor tanpa merusak
jaringan otak normal. Dalam hal ini pasien dapat menerima radioterapi atau perawatan lainnya.
c. Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah mesin besar diarahkan
pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke
syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel tumor (sisa) yang
mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat dilakukan sebagai terapi pengganti
operasi. Jadwal pengobatan tergantung pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien. Setiap sesi
radioterapi biasanya hanya berlangsung beberapa menit.
d. Kemoterapi
Kemoterapi yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan infus intravena ke seluruh tubuh. Obat-obatan
biasanya diberikan dalam 2-4 siklus yang meliputi periode pengobatan dan periode pemulihan.
Dua jenis obat kemoterapi, yaitu: temozolomide (Temodar) dan bevacizumab (Avastin), baru-baru ini
telah mendapat persetujuan untuk pengobatan glioma ganas. Mereka lebih efektif, dan memiliki
efek samping lebih sedikit jika dibandingkan dengan obat-obatan kemo versi lama. Temozolomide
memiliki keunggulan lain, yaitu bisa secara oral.
Untuk beberapa pasien dengan kasus kanker otak kambuhan, ahli bedah biasanya melakukan
operasi pengangkatan tumor dan kemudian melakukan implantasi wafer yang mengandung obat
kemoterapi. Selama beberapa minggu, wafer larut, melepaskan obat ke otak. Obat tersebut
kemudian membunuh sel kankernya.


B. Asuhan Keperawatan Teoritis Tumor Otak
1. Pemeriksaan fisik
a. BI (Breathing)
Inspeksi : pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medula oblongata didapatkan
adanya kegagalan pernapasan.
Pada klien tanpa kompresi medula oblongata pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada
kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak di
dapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medula oblongata didapatkan adanya
kegagalan sirkulasi. Pada klien tanpa kompresi medula oblongata pada pengkajian tidak ada
kelainan. Tekanan darah biasanya normal, dan tidak ada peningkatan heart rate.
c. B3 (Brain)
Tumor intrakranial sering menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada gangguan
fokal dan adanya peningkatan intrakranial . pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan
lebih lengkap di bandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Trias Klasik tumor otak adalan nyeri
kepala, muntah, dan papiledema. Pengkajian tingkat kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan
parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn klien tmor intrakranial biasanya berkisar pada tingkat letargi,
stupor, dann semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma, penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral. Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, dan lobus
frontal.
Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik klien. Pada klien tumor intarkranial tahap lanjut biasanya status mental klien menglami
perubahan.
Fungsi intelektual. Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata.
Lobus Frontal. Tumor lobus frontalis memberi gejala perubahan menta, hemiparesis, ataksia, dan
gangguan bicara.
Perubahan mental bermanifestasi sebagai perubahan ringan daam kepribadian. Beberapa klien
mengalami periode depresi, bingung, atau periode ketika tingkah laku klien menjadi aneh.
Perubahan yang paling sering adalah perubahan dalam memberi argumentasi yang sulit dari
perubahan dalam memberi penilaian tentang benar dan salah. Hemiparesis disebabkan oleh tekanan
pada area dan lintasan motorik di dekat tumor.
Jika area motorik terlibat, akan terjadi epilepsi Jackson dan kelemahan motorik yang jelas. Tumor
yang menyerang ujung bawah korteks prasentalis menyebabka kelemahan pada wajah, lidah, dan
ibu jari, sedangkan tumor pada lobulus parasentralis menyebabkan kelemahan pada kaki dan
ekstermitas bawah.
Tumor pada lobus frontalis dapat mengakibatkan gaya berjalan yang tidak mantap, sering
menyerupai ataksia serebelum. Jika lobus frontalis kiri atau yang dominan terkena, akan terihat
adanya afasia dan aparaksia.
Pengkajian saraf kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII.
Saraf I. Pada klien dengan tumor intrakranial yang tidak mengalami kompresi saraf ini tidak
memiliki kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II. Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari lintasan visual.
Papiledema disebabkan oleh stasis vena yang menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus.
Saraf III, IV, dan VI. Adanya kelumpuhan unilateral atau b V. Pada ilateral dari saraf VI
memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma multiformis.
Saraf V. Pada keadaan tumor intrakranial yang tidak menekan saraf trigeminus, tidak ada
kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neorolema yang menekan saraf ini akan di dapatkan adanya
paralisis wajah ulilateral.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke
bagian sisi sehat.
Saraf VIII. Pada neorolema di dapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus temporalis
menyebabkan tinitus dan halusinasi pendengaran yang mungkiin diakibatkan iritasi korteks
pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan.
Saraf XI dan X. Kemampuan menelan kurang baik, dan terdapat kesulitan membuka mulut.
Saraf XI. Tidk ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapesiuz.
Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada suatu sisi dan fasikulasi. Indra pengecap normal.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi peningkatan intra kranial b.d desak ruang oleh rasa tumor intrakranial.
Tujuan
Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakarnial pada klien dalam waktu 3x24 jam
Kriteria Hasil
Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS : 4,5,6, tidak
terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab situasi atau keadaan individu atau penyebeb koma, atau penurunan
perkusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan tekanan intrakarnial.
2. Memonitor TTV tiap 4 jam.
3. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
Rasional :
1. Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi atau tanda-tanda
kegagalan untuk munentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2. Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi di tandai
dengan tekanan darah sistemik penururnan dan autolegulator kebanyakan tanda penurun difusilokal
paskularisasi darah serebral.
3. Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan tekana intrakarnial oleh efek rangsangan
kumulatif.
b. Nyeri akut b.d traksi dan pegeseran sruktur peka nyeri dalam rongga intrakranial.
Tujuan
Nyeri berkurang atau hilang atau beradaptasi
Kriteria Hasil
Cara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat beradatasi. Dapat mengidetifikasi aktivitas
yang meningkatkan atau menurunkan nyeri. Klien tidak gelisah.
Intervensi :
1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan peredah nyeri non farmakologi dan non infasif.
2. Ajarkan relaksasi, teknik-teknik untuk mnurunkan ketengan untuk otot rangka, yang dapat
menurunkan intesitas nyri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
3. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik
Rasional :
1. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukan
keefektifan mengurangi nyeri.
2. Akan menghasilkan peredaran darah sehingga kebutuhan oksigen oleh jaringan akan terpenuhi
sehingga akan mengurangi nyeri.
3. Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
(Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Muttaqin Ariff, 2008, Jakarta:
Salemba Medika).


C. PATHWAY Tumor Intrakranial (Tumor Otak)


BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Tumor otak bisa mengenai segala usia. Tapi umumnya pada usia dewasa muda atau pertengahan,
jarang di bawah usia 10 tahun atau di alas 70 tahun. Sebagian ahli menyatakan insidens pada laki-
laki lebih banyak dibanding wanita, tapi sebagian lagi menyatakan tak ada perbedaan insidens antara
pria dan wanita.
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space occupying
lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun
infratentorial, mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise,
epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya.
Tumor otak menunjukkan manifestasi klinik yang tersebar. Tumor ini dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) serta tanda dan gejala lokal sebagai akibat dari tumor yang
menggangu bagian spesifik dari otak. Gejala yang biasanya banyak terjadi akibat tekanan ini adalah
sakit kepala, muntah, papiledema (edema saraf optik), perubahan kepribadian dan adanya variasi
penurunan fokal motorik, sensori dan disfiungsi saraf kranial.
2. Saran
Diharapkan perawat dapat menerapkan pengetahuan mereka tentang penyakit tumot otak ini untuk
diterapkan di tempat mereka bekerja. Dan juga diharapkan pula perawat dapat menerapkan konsep
asuhan keperawatan pada pasien tumor otak dengan semaksimal mungkin. Dengan tujuan agar
pasien pasien pengidap penyakit tumor otak ini dapat segera sembuh dan dapat menjalankan
aktivitasnya kembali seperti saat sebelum sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
dr. H. Mohamad Isa. Perawatan Penyakit Dalam & Bedah. Pusat Pendidikan Pegawai Departemen
Kesehatan R.I. : Jakarta.
Muttaqin Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan Jakarta:
Salemba Medika.
Oswari E. 1989. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : Gramedia.






Nursing Science
Pembelajaran ilmu keperawatan

Skip to content
Home
About
Pengumuman
Program Akademik
ASKEP CVA
RESUME KOMPETENSI 5 SYARAF
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TUMOR OTAK
Posted on November 12, 2012 by samoke2012
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TUMOR OTAK
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi
a. Tumor ialah Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan benigna (jinak) dalam
setiap bagian tubuh. Pertmbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan berkembang dengan
mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya. (Sue Hinchliff, kamus Keperawatan, 1997).
b. Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak (Rosa Mariono, MA,
Standart asuhan Keperawatan St. Carolus, 2000)
c. Karsinoma otak (maligna) adalah neoplasma yang tumbuh di selaput otak.
d. Neoplasama ialah sekumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus
menerus secara terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna
bagi tubuh. (Patologi, dr. Achmad Tjarta 1973).
2. Anatomi Fisiologi
Susunan saraf adalah sistim yang mengontrol tubuh kita yang terus menerus menerima,
menghantarkan dan memproses suatu informasi dan bersama sistim hormon, susunan saraf
mengkoordinasikan semua proses fungsional dari berbagai jaringan tubuh, organ dan sistim
organ manusia.
a. Susunan saraf sadar (Voluntary nervous system) mengontrol fungsi yang dikendalikan oleh
keinginan atau kemauan kita. Saraf ini mengontrol otot rangka dan menghantarkan impuls
sensori ke otak. Melalui saraf ini kita dapat melakukan gerakan aktif dan menyadari keadaan
diluar tubuh kita dan secara sadar mengendalikannya.
b. Susunan saraf otonom/ tak sadar (automatic nervous system) saraf ini menjaga organ tubuh
bagian dalam supaya berfungsi dengan baik seperti : hati, paru-paru, jantung dan saluran
cerna. Fungsi dasar yang penting bagi kehidupan seperti makan, metabolisme, sirkulasi darah
dan pernafasan dikendalikan dengan bantuan susunan saraf otonom. Susunan saraf otonom
dibagi menjadi susunan saraf simpatik (menyebabkan tubuh dalam keadaan aktif) dan
susunan saraf para simpatik (sistim pengontrol konstruktif dan menyenangkan).
Serebrum terdiri dari dua hemisfer yaitu kiri dan kanan, empat lobus yaitu:
Lobus frontal berfungsi mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan
menahan diri.
Lobus parietal merupakan lobus sensori berfungsi menginterpretasikan sensasi, berfungsi
mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Lobus temporal berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau, pendengaran dan ingatan
jangka pendek.
Lobus oksipital bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan
gr. Otak menerima 20% dari curah jantung dam memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen
tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang peling
banyak memakai energi dalam seluruh tubuh dan terutama berasal dari proses metabolisme
oksidasi glukosa.
Dan 65% dari kebutuhan glukosa tubuh digunakan untuk metabolisme otak yang mana 90%
aerobic dan 10% anairobik. Bila otak tidak mendapat aliran darah selama 3 6 menit akan
timbul gangguan fungsional dan kerusakan structural secara menetap. Otak berfungsi sebagai
pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan sistim efektor perifer tubuh, sebagai
pengatur informasi yang masuk, simpanan pengalaman, impuls yang keluar dan tingkah laku.
Dari dalam ke arah luar otak diselubungi oleh tiga lapisan meningen, lapisan pelindung yang
paling luar adalah tengkorak. Otak bukan masa yang uniform, melainkan suatu organ yang
sangat kompleks. Secara fungsional dan anatomis otak dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
a. Batang otak yang menghubungkan medulla spinalis dengan serebrum terdiri dari medulla
oblongat, pons dan mesensefalon (otak tengah).
1. Medulla oblongata adalah bagian otak yang langsung menyambung dengan medulla
spinalis. Berkas saraf yang berjalan disini berasal dari serebrum dan berfungsi untuk
pergerakan otot rangka.
Di medulla oblongata berkas ini menyebrang ke sisi yang berlawanan yang disebut jalan/
traktus poramidalis. Itu sebabnya jika kerusakan otak bagian kiri akan menyebabkan
kelumpuhan bagian kanan tubuh dan sebaliknya. Selain traktus piramidalis ada kelumpuhan
sel-sel saraf yang terdapat di medulla oblongata yakni pusat otot yang mengontrol fungsi vital
seperti pernafasan, denyut jantung dan tonus pembuluh darah.
2. Pons berupa ninti (neucleus). Pons merupakan switch dari jalur yang menghubungkan
korteks serebri dan serebllum.
3. Mesensefalon merupakan bagian otak yang sempit terletak antara medulla oblongata dan
diensefalon. Pada mesensefalon terdapat formation retikularis, suatu rangkaian penting yang
antara lain mengatur irama tidur dan bantun, mengontrol refleks menelan dan muntah.
b. Otak kecil (cerebelum)
Cerebellum terletak dibelakang fossa krenialis dan melekat ke bagian belakang batang otak.
Cerebllum berperan penting dalam menjaga keseimbangan dan mengatur koordinasi gerakan
yang diterima dari segmrn posterior medulla spinalis yang memberi informasi tentang
keregangan otot dan tanda serta posisi-posisi sendi.
c. Otak besar (cerebrum)
Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar dan terbagi atas dua belahan yaitu : hemisper
kiri dan kanan. Sebagian dari kedua hemisper dipisahkan oleh pistula longitudinal dan
sebagian dipersatukan oleh pita serabut saraf yang melebar (korpus kolosum).
d. Diensefalon
Dibagi menjadi empat wilayah :
1. Thalamus
Thalamus merupakan stasiun pemancar yang menerima impuls ageren dari seluruh tubuh lalu
memprosesnya dan meneruskannya ke segmen otak yang lebih tinggi.
Kapsula interna yang terletak disekitar thalamus berupa berkas saraf penting yang datang dari
serebri dan dikompres kedalam rongga yang kecil.
2. Hipotalamus
Hypothalamus merupakan pusat pengontrol susunan saraf otonom juga mempengaruhi
metabolisme, observasi makanan dan mengatur suhu tubuh, karena letaknya sangat dekat
dengan kelenjar pitviteri.
3. Subtalamus
Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat
menimbulkan diskenisia diamatis yang disebut nemibalismus yang ditandai oleh gerakan kaki
atau tangan yang terhempas kuat pada satu sis tubuh. Gerakan infontuler biasanya lebih nyata
pada tangan dan kaki.
4. Epitalamus
Epitalamus dengan sistim limbic dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan
integrasi informasi olfaktorius.
Pembuluh darah yang mendarahi otak tardiri dari :
a. Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini dapat kita raba dileher
depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula, sepasang pambuluh darah ini setelah
masuk ke rongga tengkorak akan bercabang menjadi tiga :
1. Sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri anterior)
2. Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior)
3. Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri serebri interior)
Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut arteri komunikan
posterior.
b. Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak dapat diraba oleh
karna kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian samping tulang leher, pembuluh darah
ini mendarahi batang otak dan kedua otak kecil, kedua pembuluh darah teersebut akan saling
berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah yang disebut anastomosis.
3. Etiologi
Penyeban tumor otak belum diketahui pasti, tapi dapat diperkirakan karena :
a. Genetik
Tumor susunan saraf pusat primer nerupakan komponen besar dari beberapa gangguan yang
diturunkan sebagi kondisi autosomal, dominant termasuk sklerasis tuberose,
neurofibromatosis.
b. Kimia dan Virus
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus menyebabkan terbentuknya
neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya dengan tumor pada manusia masih
belum jelas.
c. Radiasi
Pada manusia susunan saraf pusat pada masa kanak-kanak menyebablkan terbentuknya
neoplasma setelah dewasa.
d. Trauma
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak).
Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui.
4. Klasifikasi
Tipe Kasus Patologi
Glioma Jumlah tumor otak Tumbuh pada tiap jaringan dari otak. Infiltrasi dari terutama ke
jaringan hemisfer cerebral.
Tumbuh sangat cepat, sebagian orang bias hidup beberapa bulan sampai tahun.
Meningoma 13 % sampai 18 % tumor primer intracranial Tumbuh dari selaput meningeal
otak. Biasanya jinak tapi bisa berubah menjadi maligna. Biasanya berkapsul dan
penyembuhan melaui bedah sangat mungkin. Pertumbuhan kembali mungkin
Tumor Pituitari Tumor pada semua kelompok umur, tapi lebih sering pada wanita. Tumbuh
dari berbagai jenis jaringan.
Pendekatan pembedahan biasanya berhasil. Kekembuhan kembali mungkin.
Neuroma (Schwannoma, neuro)
Neuroma akustik sangat sering Tumbuh dari sel-sel Schwann di dalam meatus auditori pada
bagian vestibular saraf cranial III. Biasanya jinak bisa berubah menjadi maligna. Akan tmbuh
kembali bila tidak terangkat lengkap. Reseksi bedah sukar karena lokasinya.
Tumor Metastase
Dari 2 % sampai 20 % penderita kanker terjadi metastase ke otak Sel kanker menjangkau
otak lewat sistem sirkulasi. Reaksi bedah sangat sukar, pemgobatan kurang berhasil.
Pemulihan dibawah satu tahun atau dua tahun tidak biasa.
5. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada tumor
otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal disebebkan oleh tumor
dan kenaikan tekanan intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau
invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan
gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi
invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang
juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya
massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan
serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan
oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intracranial dan
meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel
lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila
tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intracranial,
volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim,
kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang
timbul bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh
massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya
kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan
terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah bradikardia
progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.
6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala tumor otak sangat bervariasi, tergantung pada tempat lesi dan kecepatan
pertumbuhannya, antara lain :
Daerah Otak Tanda dan Gejala
Lobus Frontalis Gangguan kepribadian
Epilepsi
Afasia mototik
Hemiparesis
Ataksia
Gangguan bicara
Gangguan gaya berjalan
Lobus Oksipitalis Gangguan penglihatan
Lobus Temporalis Halusinasi
Kejang psikomotor
Tinitus (bunyi berdengung atau berdesing)
Kesulitan menyebutkan objek
Lobus Parietalis Tidak mampu merekam gambar
Tidak dapat membedakan mana kiri mana kanan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel
dan cisterna.
b. CT SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
c. Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan
dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi selatursika.
d. Elektroensefalogram (EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
e. Ekoensefalogram ; Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
f. Sidik otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat
radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan
akumulasi abnormal zat radioaktif.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan.
- Craniotomi
b. Radiotherapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula merupakan therapi
tunggal.
Adapun efek samping : kerusakan kulit di sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada
nervus atau otot pectoralis, radang tenggorkan.
c. Chemotherapy
Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran darah.
Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat, mudah
terserang penyakit.
d. Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase.
9. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor otak ialah :
a. Gangguan fisik neurologist
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan tidur dan mood
d. Disfungsi seksual
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan dan kesehatan
Riwayat keluarga denga tumor
Terpapar radiasi berlebih.
Adanya riwayat masalah visual-hilang ketajaman penglihatan dan diplopia
Kecanduan Alkohol, perokok berat
Terjadi perasaan abnormal
Gangguan kepribadian / halusinasi
b. Pola nutrisi metabolik
Riwayat epilepsi
Nafsu makan hilang
Adanya mual, muntah selama fase akut
Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan
Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan Faringeal)
c. Pola eliminasi
Perubahan pola berkemih dan buang air besar (Inkontinensia)
Bising usus negative
d. Pola aktifitas dan latihan
Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan tingkat kesadaran
Resiko trauma karena epilepsi
Hamiparase, ataksia
Gangguan penglihatan
Merasa mudah lelah, kehilangan sensasi (Hemiplefia)
e. Pola tidur dan istirahat
Susah untuk beristirahat dan atau mudah tertidur
f. Pola persepsi kognitif dan sensori
Pusing
Sakit kepala
Kelemahan
Tinitus
Afasia motorik
Hilangnya rangsangan sensorik kontralateral
Gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan
Penurunan memori, pemecahan masalah
kehilangan kemampuan masuknya rangsang visual
Penurunan kesadaran sampai dengan koma.
Tidak mampu merekam gambar
Tidak mampu membedakan kanan/kiri
g. Pola persepsi dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya dan putus asa
Emosi labil dan kesulitan untuk mengekspresikan
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
Masalah bicara
Ketidakmampuan dalam berkomunikasi ( kehilangan komunikasi verbal/ bicara pelo )
i. Reproduksi dan seksualitas
Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas
Pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Adanya perasaan cemas,takut,tidak sabar ataupun marah
Mekanisme koping yang biasa digunakan
Perasaan tidak berdaya, putus asa
Respon emosional klien terhadap status saat ini
Orang yang membantu dalam pemecahan masalah
Mudah tersinggung
k. Sistem kepercayaan
Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu
2. Diagnosa Keperawatan
DP Pre-Operasi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan
tidak nafsu makan / pertumbuhan sel-sel kanker
2. Nyeri kepala berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker pada otak/mendesak
otak.
3. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan pergerakan dan kelemahan.
4. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral.
5. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan
citra diri
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit berhubungan dengan
kurangnya informasi
7. Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan
DP Post-Operasi
1. Nyeri yang berhubungan dengan efek dari pembedahan
2. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan
citra diri.
3. Kurang pengetahuan tentang tumor otak yang berhubungan dengan ketidaktahuan tentang
sumber informasi
4. Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.
3. Rencana Keperawatan
Dp. Pre-Operasi
Dp 1. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Rencana Tindakan:
1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekfensi
R/ mengtahui tingkat nyeri sebagai evaluasi untuk intervensi selanjutnya
2. Kaji faktor penyebab timbul nyeri (takut , marah, cemas)
R/ dengan mengetahui faktor penyebab nyeri menentukan tindakan untuk mengurangi nyeri
3. Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam
R/ tehnik relaksasi dapat mengatsi rasa nyeri
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
R/ analgetik efektif untuk mengatasi nyeri
Dp 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan
tidak nafsu makan.
Tujuan : Kebutuhsn nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan keperawatan
Hasil yang diharapkan:
- Nutrisi klien terpenuhi
- Mual berkurang sampai dengan hilang.
Rencana tindakan :
1. Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
2. Kaji kebiasaan makan klien.
R/ Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien.
3. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
4. Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak
Dp 3. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan pergerakan dan
kelemahan.
Tujuan : Gangguan mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
Pasien mendemonstrasikan tehnik / prilaku yang memungkinkan dilakukannya kembali
aktifitas.
Rencana tindakan :
1. Kaji derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan
( 0-4 )
R / : seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai resiko kecelakaan.
2. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
R / : Perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.
3. Bantu untuk melakukan rentang gerak
R / : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi
4. Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan
R / : Proeses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai trauma kepala, keterlibatan
pasien dalam perencanaan dan keberhasilan.
5. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab.
R / : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit
Dp 4. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral.
Tujuan : Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat di ekspresikan
Kriteria Hasil :
Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi :
1. Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mangalami
kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri
R/ : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan
pasien dalam bebrapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
2. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
R/ : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapn yang keluar dan tidak
menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata.
3. Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana
R/ : menilai adanya kerusakan motorik
4. Katakan secara langsung pada pasien, bicara perlahan dan tenang
R/ : menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan respon pada informasi
yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.
DP 5. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan
citra diri.
Tujuan : Gangguan harga diri teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Klien dapat percaya diri dengan keadaan penyakitnya.
Intervensi:
1. Kaji respon, reaksi keluarga dan pasien terhadap penyakit dan penanganannya.
R/: Untuk mempermudah dalam proses pendekatan.
2. Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga dekat.
R/: Support keluarga membantu dalam proses penyembuhan.
3. Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan di rumah.
R/ : Dapat memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi di rumah.
4. Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan.
R/: Dukungan yang terus menerus akan memudahkan dalam proses adaptasi.
DP 6. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit berhubungan dengan
kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah mengenai kondisi dan penanganan penyakit setelah
dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Pasien mengerti penyebab ginjal dan komplikasinya.
Rencana Keperawatan :
1. Kaji pemahaman pasien, keluarga mengenai penyebab gagal ginjal dan penanganannya.
R / : Instruksi dasar untuk penyuluhan lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensinya sesuai dengan tingkat pemahaman klien.
R / : Menambah pengetahuan pasien.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara memahami perubahan akibat penyakit.
R / : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah.
Dp 7. Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan
Tujuan : Kecemasan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan : Kecemasan pasien berkurang
Rencana Tindakan:
1. Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
R/ pasien kooperatif dalam segala tindakan dan mengurangi kecemasan pasien
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan akan
ketakutannya
R/ untuk mengurangi kecemasan
3. Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa medik
R/ memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat
4. Akui rasatakut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
R/ dukungan memampukan pasien memulai membuka/ menerima kenyataan penyakit dan
pengobatan
DP Post Operai
DP 1 : Nyeri yang berhubungan dengan efek dari pembedahan.
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat menjalani aktivitas tanpa merasa nyeri
- Ekspresi wajah rileks
- Klien mendemonstrasikan ketidaknyamananya hilang
Rencana Keperawatan :
1. Kaji tingkat nyeri (lokasi, durasi, intensitas, kualitas) tiap 4 6 jam
R/ : Sebagai indikator awal dalam menentukan intervensi berikutnya
2. Kaji keadaan umum pasien dan TTV
R/ : Sebagai indikator awal dalam menentukan intervensi berikutnya
3. Beri posisi yang menyenangkan bagi pasien
R/ : Untuk membantu pasien dalam pengontrolan nyeri
4. Beri waktu istrahat yang banyak dan kurangi pengunjung sesuai keinginan pasien
R/ : Dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
R/ : Membantu dalam penyembuhan pasien
DP 2. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan
citra diri.
Tujuan : Gangguan harga diri teratasi setelah dilakuakn tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Klien dapat percaya diri dengan keadaan penyakitnya.
Rencana keperawatan :
1. Kaji respon, reaksi keluarga dan pasien terhadap penyakit dan penanganannya.
R / : Untuk mempermudah dalam proses pendekatan.
2. Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga dekat.
R / : Support keluarga membantu dalam proses penyembuhan.
3. Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan di rumah.
R / : Dapat memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi di rumah.
4. Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan.
R / : Dukungan yang terus menerus akan memudahkan dalam proses adaptasi.
DP 3. Kurang pengetahuan tentang tumor otak yang berhubungan dengan ketidaktahuan
tentang sumber informasi
Tujuan : Informasi tentang perawatan diri dan status nutrisi dipahami setalah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
Sasaran :
- Klien menyatakan pemahaman tentang informasi yang diberikan
- Klien menyatakan kesadaran dan merencanakan perubahan pola perawatan diri
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
R/ : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dalam penerimaan informasi, sehingga dapat
memberikan informasi secara tepat
2. Diskusikan hubungan tentang agen penyebab terhadap penyakit Ca. Paru
R/ : Memberikan pemahaman kepada pasien tentang hal-hal yang menjadi pencetus penyakit
3. Jelaskan tanda dan gejala perforasi
R/ : Gejala perforasi adalah nyeri pada dada
4. Jelaskan pentingnya lingkungan tanpa stress
R/ : Untuk mencegah peningkatan stimulasi simpatis
5. Diskusikan tentang metode pelaksanaan stress
R/ : Cara penatalaksanaan stress : relaksasi, latihan dan pengobatan
DP 4 Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.
Tujuan : Kecemaskan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Mendengarkan keluhan klien dengan sabar.
R / : Menghadapi isu pasien dan perlu dijelaskan dan membuka cara penyelesaiannya.
2. Menjawab pertanyaan klien dan keluarga dengan ramah.
R / : Membuat pasien yakin dan percaya.
3. Mendorong klien dan keluarga mencurahkan isi hati.
R / : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi.
4. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
R / : Menjalin hubungan saling percaya pasien.
5. Berikan kenyamanan fisik pasien.
R / : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ketidaknyamanan
fisik menetap.
Daftar Pustaka
A.K. Muda, Ahmad, (2003). Kamus Lengkap Kedokteran.Edisi Revisi. Jakarta : Gitamedia
Press.
Juall Carpenito, lynda RN,(1999).Diagnosa dan Rencana Keperawatan. Ed 3. Jakarta : Media
Aesculappius.
Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta Kedokteran.
Media Aesculapius.Fakultas Kedokteran : UI.
Syaifuddin.(1997). Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Penerbit
Kedokteran (EGC

You might also like