Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Oksigen (O 2 ) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O 2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.
Adanya kekurangan O 2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah.
Pemberian terapi O 2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O 2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi pemberian O 2 , metode pemberian O 2 dan bahaya-bahaya pemberian O 2.
PROSES RESPIRASI
Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar melalui kerjasama dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis.
Oksigen di atmosfir mengandung konsentrasi sebesar 20,9 % akan masuk ke alveoli melalui mekanisme ventilasi kemudian terjadi proses pertukaran gas yang disebut proses difusi. Difusi adalah suatu perpindahan/ peralihan O 2 dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dimana konsentrasi O 2 yang tinggi di alveoli akan beralih ke kapiler paru dan selanjutnya didistribusikan lewat darah dalam 2 (dua) bentuk yaitu : (1) 1,34 ml O 2 terikat dengan 1 gram Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut dengan Saturasi O 2 (SaO 2 ), (2) 0,003 ml O 2 terlarut dalam 100 ml plasma pada tekanan parsial O 2 di arteri (PaO 2 ) 1 mmHg.
Kedua bentuk pengangkutan ini disebut sebagai kandungan O 2 atau Oxygen Content (CaO 2 ) dengan formulasi : CaO 2 = (1,34 x Hb x SaO 2 ) + (0,003 x PaO 2 ) Sedangkan banyaknya O 2 yang ditransportasikan dalam darah disebut dengan Oxigen Delivery (DO 2 ) dengan rumus : DO 2 = (10 x CaO 2 ) x CO Dimana CO adalah Cardiac Output (Curah Jantung). CO ini sangat tergantung kepada besar dan ukuran tubuh, maka indikator yang lebih tepat dan akurat adalah 2004 Digitized by USU digital library 1 dengan menggunakan parameter Cardiac Index (CI). Oleh karena itu formulasi DO 2
yang lebih tepat adalah : DO 2 = (10 x CaO 2 ) x CI Selanjutnya O 2 didistribusikan ke jaringan sebagai konsumsi O 2 (VO 2 ) Nilai VO 2
dapat diperoleh dengan perbedaan kandurngan O 2 arteri dan vena serta CI dengan formulasi sebagai berikut : VO 2a = (CaO 2 CvO 2 ) x CI Selain faktor difusi dan pengangkutan O 2 dalam darah maka faktor masuknya O 2 kedalam alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar.
VENTILASI ALVEOLAR
Ventilasi alveolar adalah salah satu bagian yang penting karena O 2 pada tingkat alveoli inilah yang mengambil bagian dalam proses difusi. Besarnya ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya udara yang masuk keluar paru, laju nafas, udara dalam jalan nafas serta keadaan metabolik.
Banyaknya udara masuk keluar paru dalam setiap kali bernafas disebut sebagai Volume Tidal (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan. Nilai VT normal pada orang dewasa berkisar 500 700 ml dengan menggunakan Wrights Spirometer. Volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam pertukaran gas disebut sebagai Dead Space (VD)(Ruang Rugi) dengan nilai normal sekitar 150 - 180 ml yang terbagi atas tiga yaitu : (1) Anatomic Dead Space, (2) Alveolar Dead Space, (3) Physiologic Dead Space. Anatomic Dead Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut, hidung dan jalan nafas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas. Alveolar Dead Space yaitu volume nafas yang telah berada di alveoli, akan tetapi tidak terjadi pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak ada suplai darah. Dan atau udara yang ada di alveoli jauh lebih besar jumlahnya dari pada aliran darah pada alveoli tersebut.
Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih volume Tidal dan ruang rugi, dengan laju nafas dalam 1 menit. VA = (VT VD) x RR
Sedangkan tekanan parsial O 2 di alveolar (PaO 2 ) diperoleh dari fraksi O 2 inspirasi (FiO 2 ) yaitu 20,9 % yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap air, tekanan parsial CO 2 di arteri (PaCO 2 ). PaO 2 = FiO 2 (760 47) (PaCO 2 : 0,8)
Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi dimana respirasi tidak saja pertukaran gas pada tingkat paru (respirasi eksternal) tetapi juga pertukaran gas yang terjadi pada tingkat sel (respirasi internal).
TERAPI OKSIGEN
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O 2 adalah (1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard.
2004 Digitized by USU digital library 2 Syarat-syarat pemberian O 2 meliputi : (1) Konsentrasi O 2 udara inspirasi dapat terkontrol, (2) Tidak terjadi penumpukan CO 2 , (3) mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah, (4) efisien dan ekonomis, (5) nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi O 2 perlu diperhatikan Humidification. Hal ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan O 2 yang diperoleh dari sumber O 2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
INDIKASI PEMBERIAN O 2
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O 2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian O 2 ini adalah sebagai berikut : (1) Klien dengan kadar O 2
arteri rendah dari hasil analisa gas darah, (2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan, (3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O 2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O 2 dindikasikan kepada klien dengan gejal : (1) sianosis, (2) hipovolemi, (3) perdarahan, (4) anemia berat, (5) keracunan CO, (6) asidosis, (7) selama dan sesudah pembedahan, (8) klien dengan keadaan tidak sadar.
METODE PEMBERIAN O 2
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu : 1. Sistem aliran rendah Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 20 kali permenit. Contoh system aliran rendah ini adal;ah : (1) kataeter naal, (2) kanula nasal, (3) sungkup muka sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong rebreathing, (5) sungkup muka dengan kantong non rebreathing. Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system : a. Kateter nasal Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O 2 secara kontinu dengan aliran 1 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. - Keuntungan Pemberian O 2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
- Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O 2 yang lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat. 2004 Digitized by USU digital library 3 b. Kanula nasal Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O 2 kontinu dengan aliran 1 6 L/mnt dengan konsentrasi O 2 sama dengan kateter nasal. - Keuntungan Pemberian O 2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman. - Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O 2 lebih dari 44%, suplai O 2
berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir. c. Sungkup muka sederhana Merupakan alat pemberian O 2 kontinu atau selang seling 5 8 L/mnt dengan konsentrasi O 2 40 60%.
- Keuntungan Konsentrasi O 2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. - Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O 2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO 2 jika aliran rendah. d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : Suatu tehinik pemberian O 2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 80% dengan aliran 8 12 L/mnt - Keuntungan Konsentrasi O 2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir - Kerugian Tidak dapat memberikan O 2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO 2 , kantong O 2 bisa terlipat. e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing Merupakan tehinik pemberian O 2 dengan Konsentrasi O 2 mencapai 99% dengan aliran 8 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi - Keuntungan : Konsentrasi O 2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir. - Kerugian Kantong O 2 bisa terlipat.
2. Sistem aliran tinggi Suatu tehnik pemberian O 2 dimana FiO 2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O 2 yang lebihtepat dan teratur. Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. Prinsip pemberian O 2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O 2
sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 55%. - Keuntungan 2004 Digitized by USU digital library 4 Konsentrasi O 2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO 2 , suhu dan kelembaban gas dapat dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO 2
- Kerugian Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran rendah.
BAHAYA BAHAYA PEMBERIAN OKSIGEN
Pemberian O 2 bukan hanya memberiakan efek terapi tetapi juga dapat menimbulkan efek merugikan, antara lain : 1. Kebakaran O 2 bukan zat pembakar tetapi O 2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian O 2 harus menghindari : Merokok, membukan alat listrik dalam area sumber O 2 , menghindari penggunaan listrik tanpa Ground. 2. Depresi Ventilasi Pemberian O 2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO 2 dapat menekan ventilasi 3. Keracunan O 2
Dapat terjadi bila terapi O 2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu ASUHAN KEPERAWATAN
Terapi O 2 merupakan salah satu intervensi keperawatan yang bersifat kolaboratif yang merupakan bagian dari paket intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien berdasarkan diagnosa keperawatan yang dirumuskan. Oleh karena itu maka langkah pertama yang perawat lakukan adalah melakukan pengkajian.
Pengkajian ini ditujukan kepada keluhan-keluhan klien serta hasil pemeriksaan baik yang sifatnya pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang dan pememriksaan diagnostik yang berkaitan dengan system pernafasan serta system lain yang terlibat. Pengkajian keperawatan dapat dilakukan dengan metode wawancara yang berkaitan dengan keluhan klien antara lain batuk dan lendir, sesak nafas, serta keluhan lain yang berkaitan dengan masalah transportasi O 2 . metode yang lain adalah metode observasi dengan melakukan pemeriksaan fisik pernafasan. Data yang didapa dapat berupa kecepatan, iram dan kedalam pernafasan, usaha nafas, sianosis,k berkeringat, peningkatan suhu tubuh, abnormalitas sistem pernafasa serta kardiovaskular. Selanjutnya data-data ini dapat didukung oleh hasil pemeriksaan penunjang seperti gasa darah asteri seerta pememriksaan diagnostik foto torak.
Tahap beikutnya adalah perumusan Diagnosa Keperawatan yang berorientasi kepada pada yang dirasakan oleh klien. Diagnosa ini dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian yang disebutkan diatas
Berdasarkan diagnosa-diagnosa keperawatan yang dirumuskan maka disusunlah intervensi keperawatan (Rencana Tindakan) yang bertujuan untuk Problem Solving (penyelesaian masalah) klien. 2004 Digitized by USU digital library 5
Rencana ini selajutnya ditindak lanjuti atau diImplementasi dan pada akhirnya akan diEvaluasi sejauhmana tindakan dapat mencapai tujuan sehingga tindakan dapat dilajutkan, dimodifikasi atau diganti.
KESIMPULAN
Terapi O 2 merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan pemenuhan oksigen pada klien. Pengetahuan perawat yang memadai terhadap proses respirasi dan indikasi serta metode pemberian O 2 merupakan bekal bagi perawat agar asuhan yang diberikan tepat guna dengan resiko seminimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA :
Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of Care, W.B Sunders Company, 1999
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8, Jakarta, 2001
Carpenito, LYnda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999
Doengoes, Merilin E. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi ketiga, Jakarta, EGC, 1999
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1999
Long, Barbara C. Perawatan Medikal Bedah, YIAPK, Bandung, 1996
Potter, Patricia A. Perry, Anne G. Fundamental of Nursing ; Concepts, Process and Practice, Mosby Year Book, St. Louis, 1997
Taylor, Calor. Et al. Fundamentals of Nursing ; The Art and Science of Nursing Care, Lipincott, Philadelphia, 1997
, Dasar Dasar Keperawatan Kardiotarasik, Edisi ketiga, Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta 1993