You are on page 1of 5

ANTAGONIS RESEPTOR H2 (AH2)

Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung.


Burimamid dan metiamid merupakan antagonis reseptor H2 yang pertama kali
ditemukan, namun karena toksik tidak digunakan dalam klinik. Antagonis
reseptor H2 yang ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidin, famotidin, dan
nizatidin. ( Farmakologi dan Terapi FKUI, 2011)
SIMETIDIN DAN RANITIDIN
FARMAKODINAMIK
Simetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversibel. Perangsangan reseptor Hz akan merangsang sekresi cairan lambung,
sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung
dihambat. Simetidin dan ranitidin dapat menghambat sekresi asam lambung akibat
perangasangan obat muskarinik, stimulasi vagus, atau gastrin. Simetidin dan
ranitidin juga menggangu kadar pepsin cairan lambung. (Brunton et.al, 2008)
FARMAKOKINETIK
Bioavailabilitas oral simetidin sekitar 70%, ikatan protein plasmanya
hanya 20%. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan, sehingga simetidin
diberikan saat makan atau segera setelah makan dimaksudkan untuk
memperpanjang dari efek obat ini. Simetidin masuk ke dalam SSP dan kadarnya
dalam cairan spinal sekitar 20% dari kadar serum. (Brunton et.al, 2008)
Bioavailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan
meningkat pada pasien dengan penyakit hati. Masa paruhnya kira - kira 1 - 3 jam
setelah penggunaan 150 mg ranitidin oral dan memanjang pada pasien gagal ginjal
dan orang tua. Ranitidin mengalami metabilisme lintas pertama di hepar yang
cukup besar setelah pemberian oral. (Brunton et.al, 2008)
INDKASI
Simetidin, ranitidin, dan antagonios reseptor H2 lainnya efektif untuk
mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya.
Dengan dosis lebih kecil umumnya dapat membantu mencegah kambuhnya tukak
duodenum. Antagonis reseptor H2 satu kali sehari yang diberikan pada malam
hari efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum. Penyembuhan tukak
duodenum umumnya diperceoat dengan pemberian simetidin 800mg, ranitidin
300mg, famotidin 40 mg, atau nizatidin 300mg satu kali sehari selama 8 minggu.
(Brunton et.al, 2008)
Antagonis reseptor H2 juga diindikasikan untuk gangguan refluks
lambung - esofagus (GERD), meskipun lebih sulit diatasi, memerlukan frekuensi
pemberian yang lebih sering, dan dosis perhari yang lebih besar. (Brunton et.al,
2008)
FAMOTIDIN
FARMAKODINAMIK
Seperti halnya dengan simetidin dan ranitidin, famotidin merupakan AH2
sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam
dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin tiga kali lebih poten daripada
ranitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin. ( Farmakologi dan Terapi
FKUI, 2011)
lNDlKASl
Efektivitas obat untuk ini lukak duodenumdan tukak lambung setelah 8
minggu pengobatan sebanding dengan ranitidin dan simetidin. Pada penelitian
berpembanding selama 6 bulan, famotidin juga mengurangi kekambuhan tukak
duodenum yang secara klinis bermakna. ( Farmakologi dan Terapi FKUI, 2011)
EFEK SAMPING
Efek samping famotidin biasanya ringan dan jarang terjadi, misalnya sakil
kepala, pusing, konstipasi dan diare. Seperti halnya dengan ranitidin,lamotidin
nampaknya lebih baik dari simetidin karena belum pernah dilaporkan terjadinya
efek antiandrogenik. Famotidin harus digunakan hati-hati pada wanita menyusui
karena belum diketahuiapakah obat ini disekresi kedalam air susu ibu. (
Farmakologi dan Terapi FKUI, 2011)

INTERAKSI OBAT
Sampai saat ini interaksi yang bermakna dengan obat lain belum
dilaporkan meskipun baru diteliti terhadap sejumlah kecil obat. Famotidin tidak
mengganggu oksidasi diazepam, teofilin, warfarin atau lenitoin di hati.
Ketokonazol membutuhkan pH asam untuk bekerja sehingga kurang e{ektif bila
diberikan bersama AH2. ( Farmakologi dan Terapi FKUI, 2011)
FARMAKOKINETIK
Famotidin mencapai kadar pucak di plasma kira- kira dalam 2 jam setelah
penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3 jam dan bioavailabilitas 40-50%.
Metabolit ulama adalah famotidin-S-oksida. Setelah dosis oral tunggal, sekitar
25% dari dosis ditemukan dalam bentuk asal di urin. Pada pasien gagal ginjal
berat masa paruh eliminasi dapat melebihi 20 jam. ( Farmakologi dan Terapi
FKUI, 2011)
DOSIS
Oral dewasa, pada tukak duodenum atau tukak lambung aktif 40 mg satu
kali sehari pada saat akan tidur. Umumnya 90% tukak sembuh setelah 6 minggu
pengobatan. Pada pasien tukak peptik tanpa komplikasi dan bersihan kreatinin <
10 ml/menit, dosis awal 20 mg pada saat akan tidur. Dosis pemelharaan
untuk pasien tukak duodenum 20 mg. ( Farmakologi dan Terapi FKUI, 2011)
NIZATIDIN
FARMAKODINAMIK.
Potensi nizatidin dalam menghambat sekresi asam lambung kurang lebih
sama dengan ranitidin. ( Farmakologi dan Terapi FKUI, 2011)
lNDlKASl
Efektivitas untuk pengobatan gangguan asam lambung sebanding dengan
ranitidin dan simetidin. Dengan pemberian satu atau dua kali sehari biasanya
dapat menyembuhkan tukak duodeni dalam 8 rninggu dan dengan pemberian satu
kali sehari nizatidin mencegah kekambuhan. Meski_ pun data nizatidin masih
terbatas efektivitasnya pada tukak lambung nampaknya sama dengan AH2
lainnya. Pada refluks esofagitis, sindrom Zollinger Ellison dan gangguan asam
lambung lainnya nizatidin diperkirakan sama efektif dengan ranitidin meskipun
masih diperlukan pembuktian lebih lanjut. ( Farmakologi dan Terapi FKUI, 2011)

EFEK SAMPING
Nizatidin umumnya jarang menimbulkan efek samping. Elek samping
ringan saluran cerna dapat terjadi. peningkatan kadar asam urat dan lransaminase
serum ditemukan pada beberapa pasien dan nampaknya tidak menimbulkan gejala
klinik yang bermakna. Seperti halnya dengan AH2 lainnya, potensi nizatidin
untuk menimbulkan hepatotoksisitas rendah. pada tikus nizatidin dosis besar
berefek antiandrogenik, tetapi efek tersebut belum terlihat pada uji klinik. (
Farmakologi dan Terapi FKUI, 2011)
Nizatidin dapat menghambat alkohol dehidrogenase pada mukosa lambung
dan menyebabkan kadar alkohol yang lebih tinggi dalam serum. Dalam dosis
ekuivalen simetidin, nizatidin tidak menghambat enzim mikrosom hati yang
memetabolisme obat. pada sukarelawan sehat tidak dilaporkan terjadinya interaksi
obat bila nizatidin diberikan bersama teofilin, lidokain, warlarin, klordiazepoksid,
diazepam atau lorazepam. ( Farmakologi dan Terapi FKUI, 2011)
Penggunaan bersama antasid tidak menurunkan absorpsi nizatidin secara
bermakna. Ketokonazol yang membutuhkan pH asam menjadi kurang efektif bila
pH lambung lebih tinggi pada pasien yang mendapat AH2. ( Farmakologi dan
Terapi FKUI, 2011)
FARMAKOKINETIK
Bioavailabilitas oral nizatidin lebih dari 90% dan tidak dipengaruhi oleh
makanan'
atau antikolinergik. Bersihan menurun pada pasien uremik dan usia lanjut. Kadar
puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh
plasma sekitar 11 - 12 jam dan lama kerja sampai dengan 10 jam. Nizatidin
diekskresi terutama melalui ginjal 90% dari dosis yang digunakan ditemukan di
urin dalam 16 jam. ( Farmakologi dan Terapi FKUI, 2011)
DOSIS
Oral: untuk orang dewasa dengan tukak duodenum aktif dosis 300 mg
sekali sehari pada saat akan tidur atau 150 mg 2 kali sehari, tukak sembuh pada
90% kasus setelah 8 minggu pengobatan. Pada pasien tukak peptik tanpa
komplikasi dan bersihan kreatinin kurang dari 10 ml/menit dosis awal harus
dikurangi 50%. Untuk pengobatan pemeliharaan tukak duodenum, dosis 150 mg
pada saat akan tidur lebih elektil dari pada plasebo. Untuk pasien dewasa dengan
tukak lambung aktif digunakan dosis yang sama dengan pasien tukak duodenum,
akan tetapi masih diperlukan pembuktian lebih lanjut mengenai hal lersebut. (
Farmakologi dan Terapi FKUI, 2011)
SUMBER
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2011. FARMAKOLOGI
DAN TERAPI EDISI 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
Brunton, Laurence. 2008. GOODMAN & GILMAN : MANUAL
FARMAKOLOGI. Jakarta: EGC

You might also like