You are on page 1of 8

Salah satu fenomena penyimpangan sosial yang seringkali menjadi perbincangan hangat

dalam masyarakat adalah homoseksualitas dimana gay termasuk di dalamnya. Di indonesia,


berdasarkan data statistik pada tahun 2003 jumlah kaum gay tercatat mencapai 8-10
juta orang. Populasi kaum gay yang semakin besar ternyata diiringi adanya fenomena
pergeseran pandangan masyarakat mengenai homoseksualitas. Populasi kaum homoseksual
yang semakin besar menunjukan eksistensi keberadaan kaum homoseksual di indonesia.
Sampai dengan saat ini kaum homoseksualitas sering menjadi isu yang kontradiktif dalam
masyarakat, perdebatan yang muncul mengenai homoseksualitas terkait dengan faktor
penyebabnya serta bagaimana suatu kelompok masyarakat menyikapinya.
Dalam masyarakat sendiri pandangan atau sikap mengenai homoseksualitas sangat beragam,
namun terlepas dari perbedaan tersebut sosiologi memberikan perhatian terhadap pelaku
homoseksualitas maupun perilaku homoseksualitas itu sendiri. Dalam hakikatnya sebagai
makhluk sosial manusia akan membentuk sebuah struktur ataupun sistem masyarakat,
selanjutnya struktur maupun sistem dalam masyarakat tersebut akan melahirkan standar nilai
maupun norma yang akan menjadi pedoman hidup bagi warga masyarakatnya. Ketika suatu
kelompok maupun individu tidak mampu memenuhi standar nilai maupun norma yang
berlaku dalam masyarakat, maka individu maupun kelompok tersebut akan diangggap
menyimpang. Homoseksualitas merupakan salah satu fenomena yang dianggap menyimpang
karena seringkali berbenturan dengan standar nilai maupun norma yang ada dalam banyak
kelompok masyarakat.
Pada awalnya istilah homoseksual digunakan untuk mendeskripsikan seorang pria yang
memiliki orientasi seksual terhadap sesamanya. Namun dalam perkembangannya, istilah
homoseksual digunakan untuk mendefinisikan sikap seorang individu (pria maupun wanita)
yang memiliki orientasi seksual terhadap sesamanya. Adapun ketika seorang pria memiliki
orientasi seksual terhadap sesama pria maka fenomena tersebut dikenal dengan istilah gay,
sementara fenomena wanita yang memiliki orientasi seksual terhadap sesamanya
disebut lesbian. Baik gay maupunlesbian, keduanya memiliki citra yang negatif dalam
masyarakat. Dalam pembahasan kali ini kelompok kami akan mencoba menggangkat
persoalan kaum gay terkait dengan definisinya sebagai bagian dari homoseksualitas, faktor
penyebabnya, posisi gay sebagai sebuah perilaku menyimpang, maupun pandangan akan gay
dalam perspektif sosiologi.

1. Definisi dan Penyebab Homoseksual
Kajian mengenai hommoseksual dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu orientasi seksual,
perilaku seksual, dan identitas seksual. Dilihat dari aspek orientasi seksual, maka
homoseksual adalah ketertarikan maupun hasrat untuk terlibat secara seksual terhadap
orang yang berjenis kelamin sama. Ditinjau dari aspek perilaku seksual, Homoseksual
mengandung pengertian sebagai sebuah perilaku maupun kegiatan seksual antara dua
orang yang berjenis kelamin sama. Adapun jika ditinjau dari aspek identitas seksual
maka homoseksual mengarah pada identitas sebagai gaymaupun lesbian. Jika ditinjau
secara keseluruhan maka gay adalah bentuk homoseksual yang keseluruhan aspek
tersebut berada dalam konteks sesama pria.

Pada dasarnya pembahasan mengenai kaum homoseksualitas juga mencakup fenomena
kaumgay. Atas dasar tersebut maka setiap kajian mengenai homoseksualitas dapat
mencakup kajian mengenai gay. Ditinjau dari jenis-jenisnya maka homoseksualitas
yang termasuk gay di dalamnya terdiri dari empat macam yakni :
a. Homoseksualitas pertumbuhan
Homoseksualitas pertumbuhan adalah homoseksualitas yang bersifat sementara.
Homoseksualitas ini sangat singkat dan terjadi dalam masa pertumbuhan anak. Pada
masa pubertas anak mulai mengalihkan perhatiannya dari orangtua kepada orang
lain. Namun, ketika seorang anak laki-laki belum berani kepada gadis, maka ia
dapat mengarahkan seksualnya kepada teman lelakinya yang sebaya. Dalam
homoseksualitas pertumbuhan tidak harus terjadi perbuatan-perbuatan seksual,
walaupun terkadang terjadi tindakan seksual tertentu seperti masturbasi berdua.
b. Homoseksualitas darurat
Sama halnya dengan homoseksualitas pertumbuhan, homoseksual darurat bersifat
juga sementara. Homoseksualitas darurat terjadi karena tidak adanya kesempatan
untuk melakukan hubungan heteroseksual. Dalam kondisi tersebut, seorang anak
laki-laki yang tidak memiliki kesempatan melakukan hubungan heteroseksual akan
beralih kepada perilaku homoseksual. Gejala ini akan berhenti ketika kesempatan
untuk melakukan hubungan heteroseksual muncul.
c. Pseudohomoseksualitas
Pseudohomoseksualitas lebih bersifat melayani seorang homoseksual karena alasan
keuangan maupun memiliki ketergantungan terhadap seorang homoseksual
tersebut. Ketika seorang pria berada dalam tekanan ekonomi dan seorang
homoseksual mampu memberikan jaminan ekonomi kepadanya maka ia dapat
melakukan hubungan homoseksual demi jaminan ekonomi tersebut.
d. Homoseksualitas kecenderungan
Homoseksualitas ini sangat dipengaruhi oleh pembawaan seseorang. Jika seorang
pria berada dalam keluarga yang mempunyai banyak anggota homoseksual maka ia
dapat turut melakukan hubungan homoseksual.

Terdapat berbagai faktor penyebab seseorang dapat menjadi penganut homoseksualitas,
Deti Rianti dan Sinly Evan Putra mengungkapkan faktor-faktor penyebab seseorang
menjadi homoseksual berdasarkan kajian biologis, antara lain adalah sebagai berikut :
a. Susunan Kromosom
Perbedaan homoseksual dan heteroseksual dapat dilihat susunan kromosomnya
yang berbeda. Pada dasarnya seorang wanita memiliki satu kromosom (x) dari ibu
dan kromosom (x) dari ayah, sedangkan pria memiliki kromosom (x) dari ibu dan
kromosom (y) dari ayah. Kromosom (y) adalah penentu orientasi seks untuk pria,
jika seorang pria memiliki lebih banyak kromosom (x) dibanding (y) maka ia dapat
berorientasi seks sebagai homoseksual karena kromosom (x) akan mendorong
seorang pria untuk berperilaku dan berorientasi seksual seperti wanita.
b. Ketidakseimbangan hormon
Seorang pria memiliki hormon testosteron, namun ia juga meiliki hormon estrogen
dan progesteron yang dimiliki oleh perempuan. Jika hormonestrogen dan
progesteron lebih banyak dibanding testosteron maka pria tersebut akan memiliki
perkembangan seksual yang mendekati karakteristik perempuan.
c. Struktur otak
Struktur otak pada straight females dan straight males serta gay females dan gay
males terdapat perbedaan. Otak bagian kiri dan kanan dari straight males sangat
jelas terpisah dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight females, otak
antara bagian kiri dan kanan tidak begitu tegas dan tebal. Dan pada gay males,
struktur otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females struktur
otaknya sama dengan straight males, dan gay females ini biasa disebut lesbian.


d. Kelainan susunan syaraf
Berdasarkan hasil penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan susunan syaraf otak
dapat mempengaruhi prilaku seks heteroseksual maupun homoseksual. Kelainan
susunan syaraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang dasar tengkorak.

Selain dipengaruhi oleh faktor biologis, seorang pria dapat menjadi homoseksual
ataupun gay dikarenakan terjadi proses sosialisasi dalam masyarakatnya. Pada dasarnya
sosialisasi adalah proses pembelajaran pranata sosial masyarakat yang akan membentuk
karakter dan perilaku seseorang. Ketika seorang pria tersosialisasikan oleh
lingkungannya untuk menjadi seorang homoseksual maka ia akan memiliki orientasi
seksual sebagai homoseksual pula. Meskipun seseorang dapat menjadi homoseksual
karena lingkungannya, namun dalam ruang lingkup masyarakat yang lebih besar
dimana masih terdapat norma dan nilai yang menentang homoseksual maka segala
bentuk perilaku homoseksual tetap dikategorikan tindakan yang menyimpang.
Sebenarnya pola peran dan tingkah laku seksual yang berkaitan dengan maskulinitas
dan feminitas merupakan sesuatu yang hanya dilihat dari sudut pandang biologis.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, homoseksualitas juga merupakan hasil dari proses
pembelajaran seseorang tentang perilaku melalui proses sosialisasi. Dalam konteks
sosialisasi maka homoseksualitas dapat dipahami dengan menggunakan tiga konsep
yaitu :
1. Pengambilan peran seks
Pengambilan peran seks ini lebih pada adopsi aktif terhadap ciri-ciri perilaku seks
seseorang terhadap orang lain, bukan hanya keinginan untuk mengadopsi beberapa
perilaku. Pengambilan peran seks biasanya disebut dengan penolakan peran seks
atau peran gender.
2. Kecenderungan peran seks
Kecenderungan peran seks yaitu keinginan seseorang untuk mengadopsi perilaku
yang berhubungan dengan jenis kelamin yang sama atau jenis kelamin yang
berbeda. Hal ini maksudnya yaitu suatu proses dimana seseorang mempelajari suatu
peran atau jenis perilaku baik itu perilaku sesama jenis maupun perilaku yang
berbeda jenis.
3. Identifikasi peran seks
Identifikasi peran seks merupakan persatuan yang nyata antara takdir peran seks
dan reaksi tidak sadar bahwa takdir itu merupakan ciri-ciri dari peran seks. Dengan
kata lain, seseorang menghayati peran seks tertentu, mengembangkan konsep
dirinya dengan jenis kelamin lain dan mengadopsi sebagian besar karakteristik
perilaku jenis kelamin lain tersebut.

Sosialisasi yang dapat mendorong seseorang melakukan tindakan maupun perilaku
menyimpang pada umumnya berasal dari lingkungan terdekatnya seperti keluarga dan
lingkungan pergaulannya. Terkait dengan masalah gay, umumnya sosialisasi yang
didapat seorang gay dalam keluarga terjadi jika ia memiliki ibu yang bersifat selalu
membelanya atau terlalu memanjakan, sedangkan ia memiliki ayah yang bersikap
apatis (terlalu otoriter) dan menganggap anaknya itu sebagai rival. Hal ini akan
mendorong seorang individu untuk cenderung memendam sikap maskulinnya.
Sehingga terbentuk sikap pemalu, pendiam, lemah dan penyendiri dan berujung kepada
penyimpangan orientasi seksual.

Sosialisasi yang muncul dalam lingkungan masyarakatnya akan menjelaskan mengapa
seseorang menjadi homoseksual, hal ini karena mereka terbiasa dengan lingkungan atau
pergaulannya yang mendukung dirinya untuk menjadi seorang homoseksual.
Contohnya adalah orang normal yang telalu sering bergaul dengan komunitas
homoseksual, sehingga dirinya terbawa dengan kebiasaan dan gaya hidup mereka yang
negatif. Berikut adalah ciri-ciri umum yang nampak pada seoranggay:
a. Lebih suka mengenakan pakaian ketat, karena dapat memperlihatkan lekuk tubuh si
pemakai. Bagi gay, lekukan tubuh merupakan daya jual tersendiri.
b. Lebih senang memakai warna mencolok. Dalam berkomunikasi gaya bicaranya pun
lebih feminine dan perhiasan yang dikenakannya pun cenderung ramai. Bahkan
itu merupakan alat komunikasi sesama gay.
c. Selalu tertarik pada aktivitas yang biasanya dilakukan oleh wanita.

Homoseksual sebagai perilaku menyimpang
Dalam konteks penyimpangan sosial, homoseksualitas dikatakan menyimpang karena
fenomena tersebut tidak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam banyak kelompok
masyarakat. Homoseksual dianggap sebagai sebuah media yang tidak wajar demi
mendapatkan kepuasan seksual. Dalam kehidupan sosial, ada beberapa pandangan mengenai
homoseksualitas. Sebagian masyarakat membolehkan interaksi homoseksual meskipun lebih
banyak masyarakat yang mengutuk perilaku homoseksual.
Dalam kaitannya sebagai bentuk perilaku menyimpang, secara sosiologis maupun
umum gay dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan
dalam sudut pandang masyarakat luas maupun masyarakat tempat pelaku penyimpangan
berada. Jika ditinjau dari sudut pandang etimologis, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
menerjemahkan perilaku menyimpang sebagi tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan
seseorang terhadap lingkungan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan hukum yang ada
dalam masyarakat.
Robert M. Z. Lawang mengartikan perilaku menyimpang sebagai semua tindakan yang
menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial (masyarakat) dan
menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang untuk memperbaiki hal
tersebut. Gay merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang yang bukan hanya secara
gamblang telah menyalahi norma-norma yang ada dalam banyak masyarakat namun juga
turut mendorong terciptanya upaya sadar dari sebagian elemen masyarakat yang berwenang
untuk menekan perkembangan komunitas gay dalam suatu masyarakat.
Penilaian masyarakat yang mengecam homoseksual diberikan dalam beberapa bentuk. Dari
sudut pandang agama, homoseksualitas dianggap sebagai dosa. Dari sudut pandang hukum,
dilihat sebagai penjahat. Dari sudut pandang medis terkadang masih dianggap sebagai
penyakit. Dan dari sudut pandang opini publik, dianggap sebagai penyimpangan sosial.
Sementara itu, kelompok masyarakat yang memiliki pandangan berlawanan dengan persepsi
di atas, menganggap homoseksualitas sebagai suatu gaya hidup.
Berdasarkan uraian tentang seksualitas kaum gay di atas, dapat dilihat persoalan moral yang
timbul dari fenomena kaum gay tersebut. Persoalan moral pertama adalah praktek seks bebas
(extra marital). Pasangan homoseks masih belum bisa mendapatkan pengesahan dalam
bentuk perkawinan legal. Oleh karena itu, praktek seks yang mereka lakukan dapat
digolongkan sebagai praktek seks bebas karena dilakukan di luar lembaga perkawinan yang
resmi. Persoalan moral kedua yang dialami kaum gay adalah bahwa hubungan seksual yang
mereka lakukan adalah perbuatan homoseksual.
Norma merupakan salah satu tolak ukur yang menentukan suatu perilaku dinyatakan
menyimpang atau tidak. Norma yang ada dalam masyarakat adalah berupa tata aturan atau
peraturan yang mengikat kelompok individu dalam suatu daerah atau wilayah sebagai bentuk
representasi kontrol sosial yang akan mengendalikan tingkah laku anggota masyarakatnya.
Dalam kaitannya dengan pemahaman dan penerapan orientasi seksual anggotanya, kontrol
sosial yang ada dalam masyarakat berperan sebagai pembatas orientasi seksual agar tidal
menyalahi norma dan nilai yang ada dalam masyarakat. Ketika muncul pandangan orientasi
seksual maka kontrol sosial yang ada dalam masyarakat akan membatasinya untuk
berkembang, dan dalam konteks yang lebih ekstrim maka setiap pandangan orientasi seksual
yang tidak sesuai dengan norma akan diusahakan untuk dilenyapkan.
Gay dalam sudut pandang Sosiologi
Dalam memahami perilaku individu, sosiologi memusatkan perhatian pada hubungan antara
pengaruh perilaku seorang individu terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap
individu itu sendiri. Lingkungan merupakan tempat perilaku seorang individu dikembangkan,
namun perilaku individu itu sendiri juga mempengaruhi lingkungan tempat si individu itu
berada. Sosiologi melihat sosialisasi yang muncul pada masa lalu seorang gay akan
menentukan perilaku individu tersebut, hal inilah yang mempengaruhi perubahan orientasi
seksualnya menjadi homoseksual.
Dalam konsep fungsionalisme struktural yang dijelaskan oleh Tallcot Parsons, masyarakat
dilihat sebagai sebuah hal yang terdiri dari sistem maupun unsur dalam sistem (sub-sistem)
yang akan menentukan bagaimana kehidupan sosial dalam suatu masyarakat dapat berjalan
dengan baik. Menurut teori fungsionalisme struktural, maka ketika salah satu sistem maupun
sub-sistem dalam masyarakat tidak berfungsi sebagaimana mestinya dapat menyebabkan
terciptanya penyimpangan dalam diri seorang individu yang terkait dengan sistem maupun
sub-sistem tersebut. Perilaku menyimpang yang muncul dalam diri seorang gay diakibatkan
oleh sosialisasi dari sistem maupun sub-sistem dalam masyarakat yang berjalan tidak
semestinya. Beberapa unsur masyarakat yang dapat dikatakan sebagai sistem yang
membentuk masyarakat antara lain adalah lingkungan keluarga dan pergaulan.
Dalam sudut pandang sosiologi, penyimpangan dimungkinkan terjadi karena seseorang
menerapkan peranan sosial yang menunjukan perilaku menyimpang. Bagaimana seseorang
dapat memainkan peran sosial yang menyimpang sangat terkait dengan sosialisasi yang ia
dapat dalam sistem masyarakat tempat ia berada. Seperti telah dijelaskan diatas, keluarga dan
lingkungan pergaulan akan sangat mempengaruhi pembentukan peranan sosial seorang
individu, hal ini dikarenakan keluarga dan lingkungan pergaulan merupakan salah satu sistem
penopang masyarakat dimana seorang individu memiliki intensitas interaksi yang tinggi
terhadapnya. Dalam konteksnya sebagai salah satu bentuk penyimpangan sosial
seorang gay pada awalnya memperoleh sosialisasi untuk menjadi homoseksual dari
lingkungan dan keluarganya.
Salah satu fenomena yang saat ini terjadi dalam kajian homoseksual adalah bergesernya
pandangan dan reaksi masyarakat terhadap kaum gay maupun homoseksual secara
keseluruhan. Seiring dengan berkembangnya perubahan sosial kontemporer seperti kampanye
hak asasi manusia dan kesetaraan gender maka keseluruhan hal tersebut turut mempengaruhi
perspektif masyarakat terhadap kaum homoseksual. Beberapa negara saat ini mulai
melegalkan homoseksual serta pernikahan sesama jenis, hal ini dilandasi oleh gagasan
antidiskriminasi sebagai wujud perlindungan hak asasi manusia. Namun dalam ruang lingkup
yang lebih luas, hingga saat ini masih muncul banyak perdebatan mengenai moralitas seorang
homoseksual. Perdebatan ini dipicu oleh kenyataan bahwa homoseksual telah melanggar
mayoritas nilai dan norma yang ada dalam agama, budaya , maupun hukum yang dianut dan
diterapkan oleh mayoritas masyarakat dunia saat ini. Namun diluar segala kontroversinya,
hingga saat ini kaum gay telah terbukti mampu menunjukkan eksistensi ditengah masyarakat
yang menentangnya. Kaum gay yang telah terorganisir dalam banyak kelompok homoseksual
mampu menemukan solidaritas yang didasari persamaan sebagai kaum gay. Solidaritas yang
muncul tersebut selanjutnya menjadi media sosialisasi mereka yang bertujuan agar
kaum gay dapat diterima oleh masyarakat.

[1] http://www.e-psikologi.com/epsi/Klinis_detail.asp?id=551
[2] Piet Go, Seksualitas dan Perkawinan, hlm. 328.
[3] http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=120
[4] Drs. Jokie Siahaan, M.Si, Perilaku Menyimpang: Pendekatan Sosiologi. Hal 44
[5] http://igama.org

You might also like