You are on page 1of 20

Annyeong..... Saya kembali menyuguhkan sebuah Fanfiction....

Sebenarnya saya membuat Fanfiction ini karena terinspirasi dari sebuah film India. #saya
demen film India. Haha... Hanya saja saya lupa judulnya. Karena saya nonton film itu pas
jaman saya SD. Keke. Pemainnya pun sudah lupa. Yang saya ingat hanyalah alur ceritanya.
Jadi saya berniat mengadaptasi film itu ke fanfiction saya.

---Karra2012---
Author : Karra
Title : 214Love
Main Cast : karena ini masih prolog, jadi tunggu saja siapa yang akan jadi main cast disini.

Length : Kayaknya ini akan menjadi FF Series... Tapi tenang saja.. nggak akan lebih dari 10
chapter.
Disclaimer : Saya memang mengadaptasi dari sebuah film. Tapi dimohon tidak mencopy
paste ff saya ini. Semua tokoh di chapter ini milik saya. Hanya alur cerita milik Film India
itu yang saya ga tau judulnya. Copyright Karra2012.
--- Karra2012---
Kilat mulai memancarkan sinarnya berkali-kali. Membuat suasana malam yang gelap
semakin mencekam dengan bunyi gemuruh serta kilatan petir. Hawa dingin seolah menusuk
tulang. Suasana dingin sama sekali tidak mempengaruhi seorang pria setengah baya sibuk
berdoa pada pencipta.
Pria setengah baya itu tidak henti-hentinya mengusap-usap telapak tangannya sambil berjalan
mondar-mandir di depan pintu ruang Unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit ternama di
Seoul.
Raut wajah tegang sekaligus cemas tersirat dari wajah pria itu. Tidak henti-henti dia menarik
nafas panjang. Menanti kelahiran putra pertamanya membuatnya harus dilanda cemas seperti
ini. Ada salah seorang sahabat karibnya yang ikut menunggu di depan ruang Unit Gawat
Darurat. Tapi sahabatnya seolah tidak ingin mengganggu Lee Hyon Joo merasakan detik-
detik menjadi ayah. Park Chan Seok hanya tersenyum melihat wajah ketenggangan
sahabatnya.
Istrimu akan baik-baik saja. Kau tenanglah. Nasehat Chan Seok sambil menepuk bahu
Hyon Joo.
Hyon Joo menatap sahabatnya. Baiklah. Aku akan tenang. Kata pria itu sambil duduk di
bangku di depan ruang Unit Gawat Darurat.
Chan Seok kembali mengulum senyum saat di dengarnya suara bayi dari dalam ruangan Unit
Gawat Darurat. Selamat. Kau sudah menjadi ayah! kata Chan Seok sambil menjabat tangan
Hyon Joo yang disambut dengan genggeman erat Hyon Joo. Senyum bahagia terus terpancar
dari wajah Hyon Joo.
Tak berapa lama kemudian, dua orang perawat keluar dari dalam ruangan sambil membawa
dua bayi yang terbungkus selimut. Tuan Lee Hyon Joo. Panggil salah seorang perawat
yang membuat Hyon Joo segera menghambur menemui perawat itu.
Saya. Kata Hyon Joo sambil memandang kedua putra kembarnya yang sibuk menguap
dengan mata tertutup.
Selamat. Anda sudah menjadi ayah. Mereka adalah putra kembar anda. Kata perawat itu
sambil menunjukkan bayi laki-laki yang sibuk menguap. Bayi laki-laki yang satunya terlihat
lebih tenang. Hanya sekali-kali menggerakan tangan mungilnya.
Hyon Joo tersenyum sambil terus bergantian menggendong bayi kembarnya. Senyum bahagia
terus terpancar. Bahkan sama sekali lupa akan kehadiran sahabatnya yang terus tersenyum
menyaksikan momen bahagianya.
---Karra2012---
Nyonya Lee sudah terlelap sejak tadi. Seperti dia letih setelah berjuang melawan maut. Dia
memilih melahirkan secara normal walau resiko kematian akan lebih besar karena melahirkan
normal dua bayi sekaligus akan membuat pendarahan. #sok tahu kumat.
Hyon Joo sedang berunding dengan dokter atas kesehatan istri dan anak-anaknya. Kedua
putranya sengaja menemani Nyonya Lee istirahat. Nyonya Lee tidak ingin berpisah dengan
kedua buah hatinya yang hanya berbeda beberapa menit.
Hujan deras masih mengguyur kota Seoul. Hawa dingin masih menusuk tulang. Kilatan petir
terus silih berganti. Seseorang yang terus mengintai keadaan kini mulai bergerak. Orang itu
berjalan dengan sikap santai ke ruang perawatan tempat Nyonya Lee istirahat.
Di pinggang kirinya terdapat sebuah pisau lipat yang sengaja ia bawa untuk berjaga-jaga.
Setelah memastikan Hyon Joo tidak bersama istrinya, orang itu segera masuk ruang
perawatan Nyonya Lee.
Kau sudah berbicara dengan dokter? tanya Nyonya Lee serak. Mungkin Nyonya Lee
mengira orang itu adalah suaminya karena lampu kamar sengaja dimatikan oleh Hyon Joo.
Orang itu sama sekali tidak menjawab pertanyaan Nyonya Lee. Senyumnya tersungging.
Dengan cepat, orang itu mengambil pisau lipatnya dan mengarahkan pada Nyonya Lee.
AAARRGGGHHH!! Berteriak dengan histeria. Nyonya Lee ketakutan melihat pisau itu
terarah padanya.
Orang itu dengan gerak cepat segera mengambil salah satu bayi dari box bayi yang terletak di
samping tempat tidur Nyonya Lee dan buru-buru kabur sebelum ada yang melihatnya.
Bayiku! pekik Nyonya Lee histeris sambil berusaha turun dari tempat tidur. Tapi karena
tubuhnya sedang lemah, Nyonya Lee terjatuh dari tempat tidur. Tangisannya terus menggema
sampai Hyon Joo datang menemuinya.
Ada apa? tanya Hyon Joo cemas. Dipapahnya Nyonya Lee kembali ke atas tempat tidur
dan memeluk istrinya.
Bayiku. Diambilnya. Kata Nyonya Lee sambil terus menangis sambil menunjuk box bayi
yang tidak jauh dari tempatnya.
Hyon Joo tercekat. Pria itu langsung menoleh dan mendapati putra kembarnya hilang satu.
Dokter yang datang bersama para perawat langsung menyalakan lampu kamar.
Ada apa? tanya dokter cemas.
Nyonya Lee terisak. Hyon Joo merasa terpukul. Tidak ada yang menjawab pertanyaan dokter.
Kemana anak yang satu lagi? tanya perawat saat memeriksa box bayi.
Tangisan Nyonya Lee semakin kencang. Hyon Joo sudah luruh ke lantai. Penculikan!
gumam Hyon Joo pelan.

---To Be Continue---

Saya mohon komennya ya... mau komen tentang typo, kalimat rancu atau malah tahu judul
film yang dimulai dengan kisah ini. Saya lebih menghargai komen yang berbunyi, Kata-kata
ini sebaiknya ga perlu dipakai. Diganti aja pakai kata itu. Daripada berkomentar, lanjut
dong.
Oh Iya.. bagi kalian-kalian yang ga asing sama poster diatas, itu G.Na ama Hyung Joon. Saya
bingung siapa yang cocok meranin Tuan Lee sama Nyonya Lee. Hahaha... jadi terpaksa pake
wajah mereka. kekeke
Jadi saya minta komentar yang membangun. Toh tanpa disuruh saya pasti akan melanjutkan
FF ini.

CHAPTER 1

Pesawat terbang dari California, Amerika yang kini mendarat di Bandara Internasional
Incheon membuat para penjemput yang berdiri di depan pintu kedatangan sibuk mengangkat
tulisan-tulisan untuk menjemput kerabatnya.
Seorang laki-laki yang kira-kira berusia dua puluh dua tahun umur Internasional sedang
berjalan keluar dari pintu kedatangan sambil menelpon seseorang. Raut wajahnya terlihat
bahagia. Senyuman terus tercetak dari bibir laki-laki itu. Penampilannya bagaikan seorang
pembisnis. Mengenakan jas dan mengenakan kacamata hitam.
Aku baru saja mendarat, Yah. Kata laki-laki itu sambil melepas kacamata hitamnya. Kedua
matanya terus mengawasi keadaan. Jangan sampai dia diikuti oleh anak buah pimpinannya
yang memang tidak mengijinkan laki-laki itu pulang kampung.
Aku paham, Yah. Sebentar lagi aku akan ke kantor cabang disini baru bisa pulang ke rumah.
Kata laki-laki itu sambil mengambil kopernya dan berjalan menuju luar Bandara.
Bandara Incheon memang berdesain unik. Tidak menghilangkan ciri khasnya. Pilar-pilar
besar yang menyangga atap bandara malah membuat bandara Incheon terlihat megah dan
mewah.
Iya, Ayah. Sampai bertemu dirumah. Kata laki-laki itu sambil mematikan ponsel saat
sebuah taxi berhenti di depannya. Buru-buru ia membuka pintu mobil dan memasukkan
kopernya kedalam taxi sambil mengantongi ponselnya.
Kemana tuan akan pergi? tanya sopir taxi itu ramah.
Laki-laki yang bernama Gi Kwang itu tersenyum kecil. Ke hotel SG. Kata Gi Kwang
sambil menyandarkan tubuhnya. Tersirat wajah kelelahan. Sebenarnya ia ingin berlibur
selama dua bulan di negaranya, Korea Selatan, setelah tiga tahun dia sama sekali tidak dapat
berlibur. Terlebih sejak empat tahun yang lalu, dia meninggalkan ayah dan ibunya untuk
merantau ke Amerika dan nanti mereka akan bertemu.
Bagaimana kabar Ibu? Apa dia baik-baik saja? Pikir Gi Kwang sambil memejamkan kedua
matanya. Masih teringat saat kelulusan sekolah, Gi Kwang memeluk Ibunya yang
menghabiskan waktu di atas kursi roda. Hingga Ibunya mengantarnya pergi ke Amerika.
Ayah tidak perlu dicemaskan. Ayah sudah menjabat kepala kepolisian karena selalu
memberantas kejahatan dan paling anti terhadap korupsi. Gi Kwang bangga pada ayahnya.
Sejak kecil, ayahnya selalu menanamkan kejujuran. Dan itu menjadi pedoman Gi kwang
hingga kini. Hingga ia menjabat Dewan Dereksi pemilik SG Company sekarang.
Taxi berhenti di depan pintu masuk hotel SG. Gi Kwang segera membayar ongkos taxi dan
mengucapkan banyak terima kasih pada sopir taxi. Gi Kwang segera membuka pintu mobil
dan mengambil kopernya.
Dengan sikap sedikit angkuh, Gi Kwang berjalan menapaki karpet merah yang tergelar diatas
tangga di depan pintu masuk. Gi Kwang berdiam sejenak untuk menghirup udara segar.
Dengan sedikit membungkuk, Gi Kwang menyentuh karpet merah itu. Dia memastikan
apakah karpet itu selalu diganti atau tidak.
Ulahnya membuat para petugas Valet kebingungan. Gi Kwang menyipitkan kedua matanya
saat salah seorang petugas valet akan berjalan menghampirinya. Gi Kwang segera
melangkahkan kakinya memasuki lobby hotel setelah dia berdiri sedikit lama di depan pintu
memutar. Dirinya kembali memastikan pintu kaca memutar itu bersih.
Setelah memastikan pintu kaca itu bersih, ia berjalan menuju meja resepsionis. Empat orang
wanita menjadi petugas resepsionis tersenyum. Seolah menyapa. Selamat datang. Anda mau
memesan kamar? sapa salah seorang resepsionis yang berada di sebelah pojok kiri sambil
tersenyum ramah.
Panggilkan Tuan Cho. Aku ingin bertemu dengannya. Kata Gi Kwang sambil menunjuk
telepon paralel yang ada di hadapan resepsionis cantik itu.
Resepsionis yang dari nametag-nya bernama Jihyun Nam itu mengerutkan kening. Apakah
anda sudah membuat janji? tanya Jihyun sopan.
Gi Kwang menggeleng. Suruh saja dia kesini. Lee Gi Kwang mencarinya. Kata Gi Kwang
tegas yang membuat Jihyun segera menghubungi pimpinannya.
---Karra 2012---
Seorang laki-laki berlari sambil menggamit tangan seorang gadis. Keduanya berlari
menyusuri jalanan sempit di daerah Gangnam. Ada empat orang laki-laki yang berada di
belakang keduanya.
Habislah kita! seru gadis yang berkali-kali sibuk menyibakkan rambut panjangnya. Nafas
gadis itu sangat kuat. Walau dalam kondisi berlari seperti itu, dia sama sekali tidak terlihat
kelelahan.
Kau aman denganku, Hyosung! balas laki-laki yang menggamit tangan gadis itu. Laki-laki
itu bernama Yong Guk. Yong Guk juga sama kuatnya dalam pernafasan. Dia sama sekali
tidak terlihat kelelahan walau terus dikejar oleh empat orang laki-laki.
Hyosung menoleh kearah Yong Guk. Aman bagaimana? Mereka masih mengejar kita!
omelnya kesal sambil terus mengedarkan pandangan supaya dia dapat bersembunyi. Sialnya,
semua rumah disini berpagar tinggi. Tidak mungkin ia melompat masuk ke salah satu rumah.
Bisa-bisa ia dan Yong Guk diuduh pencuri lagi.
Sembunyi di tong sampah! kata Yong Guk sambil menghentikan larinya di dekat dua tong
sampah besar. Hyosung memandang wajah Yong Guk dengan tatapan tidak percaya.
Yang benar saja kau ini! omel Hyosung. Terlihat kesal dengan usul Yong Guk yang
sungguh tidak masuk akal ini.
Yong Guk menoleh kebelakang. Memastikan empat orang yang mengejar mereka masih
dalam jarak aman. Cepat. Tidak ada waktu untuk berpikir! omel Yong Guk sambil
mengangkat tubuh Hyosung memasuki tempat sampah yang berisi baju-baju bekas.
Diamlah. Kata Yong Guk sambil menutup kembali tempat sampah itu.
Hyosung menutup hidungnya. Supaya nafasnya yang mulai terengah-engah tidak terdengar.
Yong Guk sudah masuk kedalam tempat sampah yang berada di samping tempat sampah
Hyosung.
Kemana perginya mereka? gerutu salah seorang laki-laki di dekat tempat sampah yang
dihuni oleh Hyosung.
Hyosung mengunci bibirnya rapat-rapat. Sibuk menetralkan detak jantungnya yang terus
berdetak dengan kencang saat bersembunyi di dalam tempat sampah.
Kulihat mereka berlari kesini. Kata salah seorang yang lain.
Pasti mereka terus berlari ke atas sana. Kata salah seorang yang lain.
Suara langkah kaki yang berada di dekat Hyosung dan Yong Guk terdengar semakin jauh.
Yong Guk mengintip keadaan di luar sana dari dalam tempat sampah. Dia membuang nafas
lega setelah tidak melihat empat orang yang mengejarnya. Dengan sekali melompat, Yong
Guk segera keluar dari dalam tempat sampah.
Dihampirinya tempat sampah yang menampung Hyosung didalamnya. Dengan perlahan
dibukanya tutup tempat sampah itu. Hyosung tengah meringkuk sambil mendongakkan
wajahnya. Ayo keluar. Kata Yong Guk sambil membantu Hyosung berdiri.
Kedua kaki gadis itu gemetar. Kakiku kesemutan. Kata Hyosung yang membuat Yong Guk
mendengus kesal. Digendongnya Hyosung keluar dari tempat sampah dan disangganya tubuh
Hyosung dengan kedua tangannya yang memegang bahu Hyosung agar gadis itu tidak
terjatuh.
Kau ini menyusahkanku. Cerocos Yong Guk sambil berjongkok di depan Hyosung.
Hyosung segera menghambur ke gendongan Yong Guk.
Siapa suruh kau selalu menimbulkan kekacauan. Sejak lulus sekolah menengah atas, kau
menjadi berandalan. Kalau aku tidak menjagamu, kau pasti akan membuat onar lagi. Dan Ibu
akan sedih melihatmu seperti itu. Kata Hyosung pelan.
Yong Guk membetulkan posisi Hyosung. Kau ini cerewet sekali. Aku berbuat onar untuk
membantu ayah mencari uang. Kata Yong Guk sambil melangkahkan kakinya menuju
rumah mereka berdua.
Membantu ayah apa? Yang ada kau semakin merepotkan ayah. Bantah Hyosung yang sama
sekali tidak setuju dengan pendapat Yong Guk.
Perbedaan umur diantara keduanya sama sekali tidak mempengaruhi hubungan baik
keduanya. Persamaan orang tua membuat Yong Guk dan Hyosung selalu melewati hari-hari
dengan ceria.
---Karra 2012---
Semua pegawai hotel SG tercengang saat pimpinan mereka yang bernama Tuan Cho
memperkenalkan anggota Dewan Direksi. Terlebih seorang pegawai yang bernama Jihyun.
Dia sama sekali tidak menyangka bahwa orang yang ada di hadapannya adalah salah satu
dewan direksi. Orang yang tadi sempat dianggapnya orang gila.
Lee Gi Kwang. Dengan kepiawaiannya, ia mampu menjadi salah satu Dewan Direksi
bersama empat orang lainnya. Dia masih sangat muda menjadi salah satu anggota Dewan
Direksi.Bahkan dia yang paling muda sendiri dibandingkan empat orang lainnya.
Lee Gi Kwang menatap satu persatu pegawai yang berbaris rapi dihadapannya. Bajumu
sedikit kusut. Kau tidak menyetrikanya? ujar Gi Kwang pada salah seorang pegawai
resepsionis di samping Jihyun.
Jihyun menelan salivanya. Sedikit takut pada pimpinannya. Karena raut wajahnya terlihat
tegas dan dari nada suaranya terdengar berwibawa. #wuahh.. saya langsung meleleh kalo Gi
Kwang beneran berwibawa. Kekeke
Langkah Gi Kwang berhenti di depan Jihyun. Kepalanya menoleh menatap Jihyun hingga
membuat orang yang ditatapnya semakin menunduk dalam-dalam. Apa kau selalu seperti itu
saat menyapa tamu? tanya Gi Kwang yang membuat Jihyun mendongak.
Hah? kata Jihyun spontan. Gadis itu kemudian memukul kepalanya berkali-kali. Menyesali
kata bodoh yang keluar dari mulutnya.
Gi Kwang menunjuk rambut Jihyun. Selalu dengan jepitan rambut yang miring seperti itu?
tanya Gi Kwang yang memberi arah pembicaraannya.
Dengan spontan, Jihyun memegang jepitan rambutnya. Kemudian menunduk lagi. Tidak
berani menatap Gi Kwang. Dalam hati, ia merutuk, Perfeksionis!.
Gi Kwang kembali berkeliling mengamati penampilan pegawai-pegawainya. Sesekali ia
membetulkan baju pegawai laki-laki yang sedikit berantakan. Pegawai perempuan yang
berada di depan barisan sama sekali tidak berani bersuara. Mereka hanya mampu saling lirik
mata untuk berkomunikasi.
Mulai besok, saya yang akan memimpin hotel ini. Tuan Cho akan menjadi asisten saya
sampai hotel ini mendapat sertifikasi dari pimpinan. Kata Gi Kwang di depan semua
pegawai hotel.
Baik, Tuan. Kata pegawai-pegawai hotel kompak.
Gi Kwang mengangguk-angguk. Semuanya kembali bekerja. Kata Gi Kwang sambil
mempersilahkan pegawai-pegawainya untuk pergi dari tempat itu. Pegawai-pegawainya
memberi hormat dan mulai menjalankan kegiatan mereka masing-masing.
Tuan Cho tersenyum. Mari kita minum teh di ruangan saya. Kata Tuan Cho sambil
mempersilahkan Gi Kwang.
Gi Kwang menatap jam tangannya. Saya harus pergi. Saya belum pulang. Lain kali kita
dapat minum teh bersama. Kata Gi Kwang sambil menjabat tangan tuan Cho.
Baiklah. Saya antar anda keluar. Kata tuan Cho sambil mempersilahkan Gi Kwang berjalan
keluar hotel bersamanya.
---Karra 2012---
Lampu-lampu jalanan sudah dinyalakan. Lampu-lampu mobil mulai menyorot kemana saja.
Lampu-lampu hias yang sengaja dipasang di batang pohon menambah suasana romantis di
kota Seoul.
Mobil yang ditumpangi Gi Kwang berhenti di lampu merah. Memberikan kesempatan para
pejalan kaki untuk menyebrang.Gi Kwang mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada
ayahnya bahwa ia akan sampai sebentar lagi.
Tatapan Gi Kwang tidak sengaja terarah pada sepasang kekasih yang tengah melintas. Yang
laki-laki sedikit membungkuk. Dan yang perempuan berada di atas gendongan laki-laki itu.
Wajah laki-laki tidak terlihat karena terhalang oleh wajah perempuan.
Romantis sekali mereka. Gumamnya pelan. Tidak sadar sopir hotel yang mengantarnya
pulang tersenyum kecil. Gi Kwang memegang dada kirinya. Denyutnya semakin cepat.
Kenapa tiba-tiba aku menjadi cemas? pikirnya sambil menyandarkan tubuhnya. Laki-laki
itu kemudian menarik nafas panjang.
Perasaan ini belum pernah terjadi sebelumnya. Belum pernah ia merasa berdebar seperti ini.
Rasanya hangat. Gi Kwang memejamkan kedua matanya untuk menikmati rasa asing tapi
nyaman itu.
Tak berapa lama kemudian, mobil yang ditumpangi Gi Kwang berhenti di sebuah rumah
yang terlihat cukup minimalis dengan halaman yang luas. Ada sebuah lapangan sepak bola
mini yang dulu ia gunakan untuk bermain.
Ayahnya berdiri di depan pintu yang terbuka lebar. Anakku! Kau sudah kembali! pekik
ayahnya sambil berlari memeluk putranya.
Gi Kwang melepas pegangan kopernya dan langsung berlari menyambut pelukan ayahnya.
Rindu sekali pada ayahnya. Tapi terlebih rindu pada sosok Ibu yang berada di dalam rumah.
Maaf ayah, aku baru bisa pulang sekarang. Aku sudah memutuskan untuk bekerja disini.
Kata Gi Kwang sambil melepas pelukannya.
Tuan Lee mengangguk paham sambil menepuk bahu Gi Kwang berulang kali. Senyum
bahagia terus terpancar dari wajahnya. Ibumu sudah menunggumu. Masuklah. Kata Tuan
Lee yang membuat Gi Kwang segera memasuki rumah. Bawa koper putraku ke dalam
kamarnya. Kata Tuan Lee sambil menunjuk koper Gi Kwang. Sopir pribadinya mengangguk
paham dan segera mengambil tas Gi Kwang.
Gi Kwang berjongkok di depan Ibunya yang duduk di kursi roda dengan pandangan kosong.
Tanpa ekspresi. Hanya bibirnya yang tersenyum saat melihat Gi Kwang. Ibu. Apa ibu rindu
padaku? tanya Gi Kwang sambil mencium kedua tangan ibunya.
Pertanyaan yang tidak mendapat jawaban. Gi Kwang menangis saat menatap Ibunya yang
terus terdiam. Ibu.... Lihatlah. Aku sekarang sudah menjadi orang sukses. Aku akan
mengobati penyakit Ibu. Kata Gi Kwang yang berhasil mengalihkan perhatian Ibunya.
Wanita yang kini sudah menginjak umur empat puluh delapan tahun itu menatap putranya.
Ada beribu kata yang ia ingin ucapkan pada Gi Kwang. Tapi ia tak sanggup bersuara. Hanya
air mata yang kini mengalir yang membuat Gi Kwang langsung memeluk ibunya.
Ibu... Aku akan mengobati Ibu supaya Ibu dapat sembuh. Kata Gi Kwang terisak.
Kepalanya ia benamkan di bahu kiri Ibunya. Aku ingin mendengar suara Ibu. Sedikit saja.
Kata Gi Kwang sambil melepas pelukannya dan menghapus air matanya.
Tuan Lee memalingkan wajahnya. Tidak sanggup melihat penderitaan Gi Kwang selama ini.
Semua ini salahnya. Kenapa dia meninggalkan istrinya sendirian di malam naas itu.
Seandainya.... itu tidak terjadi, pasti keluarganya akan seperti keluarga normal yang lain.
---Karra 2012---
Hyosung sibuk menginjak-injak pakaian yang sedang ia cuci. Cuaca hari ini diprediksi akan
cerah. Sehingga ia memutuskan untuk mencuci. Gadis itu tidak menghiraukan peluh yang
keluar dari pori-pori kulitnya.
Yong Guk yang baru saja keluar dari dalam rumah terkejut melihat Hyosung yang sibuk
mencuci. Baju kotorku sudah kau rendam? tanya Yong Guk yang membuat Hyosung
menoleh dan menjulurkan lidahnya.
Kau rendam saja sendiri. Omel Hyosung kesal sambil terus menginjak-injak cuciannya di
dalam ember.
Kau ini menyebalkan sekali! omel Yong Guk sambil berniat menghampiri Hyosung. Tapi
gadis itu malah sengaja menyipratkan air cucian dengan busa ke wajah Yong Guk. YA!!
BANG HYOSUNG!!! Pekik Yong Guk kesal setengah mati.
Hyosung tertawa kencang melihat kakaknya penuh dengan busa sabun. IBU!!! Oppa akan
memukulku! teriak Hyosung yang membuat Yong Guk segera membungkam mulut adiknya.
IBUUUU... Teriak Hyosung lagi.
Yong Guk mencubit pipi Hyosung. Kau bisa diam tidak? omel Yong Guk saat melihat
seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah sambil membawa sapu.
Kalian berdua ini selalu saja berkelahi! Sampai kapan kalian berhenti berkelahi, hah? omel
wanita paruh baya itu sambil berusaha memukul Yong Guk dan Hyosung yang meloncat
kesana kemari. Membuat wanita paruh baya itu tampak kelelahan.
Hyosung menghentikan larinya dan segera memeluk Ibunya. Ibu, Oppa akan memukulku
hanya karena aku belum merendam pakaiannya. Kata Hyosung sambil mencium pipi kiri
ibunya.
Yong Guk tersenyum lebar sambil menggosok-gosok tengkuknya. Kau ini selalu membuat
masalah! Kenapa kau selalu menyusahkanku! ratap ibunya yang membuat Yong Guk
langsung menghampiri Ibunya.
Ibu... panggil Yong Guk merasa bersalah.
Jangan panggil aku Ibu. Aku bukan Ibumu! pekik wanita paruh baya itu sambil menangis.
Hyosung menatap Ibunya. Kaget dan shock. Ibu pasti sedang marah. Ibu, kau jangan begitu
pada oppa. Kami hanya bercanda. Kata Hyosung pelan yang membuat Ibunya menatapnya.
Ibu... rengek Yong Guk sambil memeluk Ibunya. Maafkan aku. Kata Yong Guk pelan.
Ibunya hanya terus menangis sambil terus mengusap wajah putranya berkali-kali. Kau sudah
dewasa. Kau harus tahu kenyataan yang sesungguhnya. Kata Ibunya sambil memeluk Yong
Guk. Yong Guk merasa aneh dengan perkataan Ibunya. Entah mengapa jantungnya berdebar
keras saat mendengar nada suara Ibunya.
---To Be Continue---

CHAPTER 2
Yong Guk menangis. Hyosung terus memeluk kakaknya kuat-kuat seolah tidak ingin
dipisahkan. Ayahnya sudah kembali dari pelarian. Ibunya menangis tersedu-sedu. Nasi sudah
menjadi bubur. Tidak dapat disesali lagi. Bukan salah Yong Guk sepenuhnya. Semuanya
terjadi karena takdir dari Tuhan.
Ayah menemukanmu di depan sebuah toko di ujung jalan. Awalnya ayah akan membawamu
ke kantor polisi. Tapi Ayah saat itu sedang melarikan diri dari kejaran penagih hutang,
bagaimana bisa ayah datang ke kantor polisi. Kata Ayah sambil mengusap-usap punggung
putranya.
Kemudian Ayah membawamu pulang. Saat itu Ibumu sedang mengandung Hyosung.
Kemudian kami sepakat untuk merawatmu hingga kau dewasa. Kata Ayah yang membuat
Yong Guk semakin terisak.
Itu sebabnya surat lahirku dan Hyosung palsu? tanya Yong Guk sambil menghapus air
matanya. Tangannya terus memegang erat tangan Ibunya.
Iya. Kami tidak tahu siapa orang tua kandungmu. Dengan terpaksa membuat surat lahir
palsu. Dan sengaja membuat surat lahir palsu juga untuk Hyosung. Semua orang akan curiga
jika Ibumu menggendong bayi pada saat dia sedang mengandung. Kata Ayahnya yang
berusaha memberi pengertian pada Yong Guk.
Hyosung menangis sambil terus memeluk Yong Guk. Oppa... rintihnya dengan nafas
tersengal. Air matanya terus mengalir. Oppa... walau kau bukan saudara kandungku, aku
tetap adikmu. Kata Hyosung yang membuat Ibunya langsung memeluk kedua anaknya.
Yong Guk memejamkan kedua matanya. Kenyataan pahit ini sungguh diluar dugaannya.
Hidup itu rumit. Dan hidup Yong Guk sudah terlalu rumit. Dia tidak akan mengurai
kerumitan itu. Dia akan menjalani hidup yang sudah rumit ini.
---Karra 2012---
Hyosung pulang ke rumah dengan wajah yang memerah dan air mata yang terus mengalir.
Ibunya yang berada di dalam kamar langsung menemui putrinya. Ada apa? tanya Ibunya
cemas.
Himchan memutuskan hubungan kami, Bu. Kata Hyosung sambil menangis di pelukan
ibunya. Dia bilang kita ini bukan keluarga terpandang. Bahkan dia menghina ayah. Kata
Hyosung sambil terus mengadu. Hanya Ibu yang dapat ia jadikan sandaran saat ini.
Ibunya memandang putrinya dengan tatapan kecewa. Sudah kubilang pada ayahmu untuk
segera berhenti meminjam uang, tapi dia selalu seperti itu. Gerutu Ibunya kesal sambil
mengambil ponselnya diatas meja untuk menghubungi suaminya.
Kenapa tidak diangkat? omel Ibu sambil meletakan ponselnya keatas meja.
Hyosung terus menangis. Dia lebih memilih wanita lain yang bekerja di hotel SG. Ibu...
kenapa hidup ini tidak adil? kata Hyosung sambil terisak.
Kau kenapa? tanya Yong Guk saat membuka pintu rumah. Ditangannya membawa
beberapa bahan makanan yang akan dimasak oleh Ibu.
Hyosung menghapus air matanya. Tidak apa-apa. Hanya bertengkar dengan Himchan. Kata
Hyosung sambil mengubah air mukanya. Yong Guk pasti akan menghajar Himchan jika tahu
Himchan memutuskannya.
Ini, Bu. Kata Himchan sambil menyerahkan barang yang ia bawa. Tatapan laki-laki
langsung beralih pada Hyosung. Bertengkar karena apa? tanya Yong Guk sambil duduk
didepan Hyosung.
Tidak apa-apa. Kata Hyosung sambil beranjak memasuki kamar. Dikuncinya pintu kamar.
Dan Yong Guk sama sekali bingung. Tidak biasanya Hyosung mengunci diri di dalam kamar
hanya karena masalah kecil. Jadi ini pasti masalah besar. Tapi karena ia tidak tahu
penyebabnya jadi dia harus bersabar untuk tidak memukul Himchan sekarang.
---Karra 2012---
Hyosung memasuki lobby hotel SG. Dia sedikit kebingungan dengan petugas Valet yang
menatapnya tajam. Tapi tujuannya hanya satu. Bertemu dengan gadis bernama Eunjung.
Gadis yang merebut Himchan darinya.
Karena sibuk mencari sosok Eunjung, Hyosung sama sekali tidak menyadari bahwa ada
seseorang yang berjalan mendekatinya dengan tangan membawa catatan dan kepala tertunduk.
Dan tabrakan keduanya sama sekali tidak terelakkan. *baiklah.. saya menyadari ini adegan
yang sangat standar. Kekeke*
Hyosung terjatuh ke sisi kanan sedangkan seseorang yang menabraknya terjatuh ke sisi kiri.
Beberapa pegawai resepsionis langsung menghampiri orang itu dan membantu orang itu
berdiri. Hyosung segera bangkit dan menatap orang yang menabraknya.
Seorang laki-laki yang mengenakan setelan jas. Rambut depannya sebagian menutupi
wajahnya. Ditambah laki-laki itu sibuk memeriksa catatannya dan akhirnya mengangkat
wajahnya.
Hyosung tersentak kaget. Tubuhnya limbung. Akan terjatuh jika tidak ditahan oleh seseorang.
Gi Kwang memiringkan kepalanya. Kaget dan takjub. Baru pertama kali ini dia melihat
seseorang yang melihat Gi Kwang seperti hantu. Maaf, aku tidak sengaja menabrakmu.
Kata Gi Kwang sambil menundukkan kepalanya.
Kau.... Kata Hyosung terpotong. Ada rasa tidak percaya. Tapi ini memang kenyataan. Di
depannya sosok yang sangat ia kenal. Tapi kenapa berubah penampilan seperti ini? Rambut
bewarna putih yang biasa ada dikepala Yong Guk kini beralih menjadi rambut berwarna
merah tua dan cenderung gelap. Dan pakaian yang dikenakannya sungguh membuat orang
takjub.
Gi Kwang mengamati gadis di depannya. Terlihat sederhana. Maaf... kata Gi Kwang lagi
yang sepertinya membuyarkan lamunan Hyosung.
Hyosung langsung menghampirinya dan memeluk Gi Kwang dengan erat. Oppa! Kau cepat
sekali berubahnya. Kenapa kau cepat sekali mengubah gaya rambutmu? tanya Hyosung
riang.
Jihyun yang tadi menolong Gi Kwang dan menahan tubuh Hyosung tercengang. Gi Kwang
terlihat kaget dengan kelakuan orang asing yang tiba-tiba memeluknya. Lepaskan aku. Kau
siapa? tanya Gi Kwang sambil berusaha melepaskan pelukan Hyosung.
Hyosung melepaskan pelukkannya dan menatap Gi Kwang sambil menggembungkan pipinya.
Kau ini jahat sekali. Pura-pura tidak mengenalku. Gerutunya kesal.
Gi Kwang menyerahkan catatannya pada Jihyun. Aggashi... aku memang tidak mengenalmu.
Kau ini siapa? tanya Gi Kwang lembut. Dia menganggap gadis di depannya ini gadis gila.
Hyosung memukul tulang rusuk Gi Kwang yang membuat Gi Kwang mengaduh. Oppa. Kau
ini keterlaluan. Aku ini adikmu. Apa kau sudah ingat? omel Hyosung yang membuat Gi
Kwang kebingungan.
Keamanan... panggil Jihyun yang membuat beberapa orang yang memakai seragam hitam
dan berjaga-jaga di setiap sudut hotel menghampiri Gi Kwang, Jihyun dan Hyosung. Suruh
gadis ini segera keluar. Kata Jihyun yang disambut anggukan dari petugas keamanan.
Tunggu sebentar. Perintah Gi Kwang yang membuat petugas keamanan itu menghentikan
langkahnya. Aggashi... aku ini anak tunggal. Aku tidak memiliki adik. Kata Gi Kwang
yang membuat Hyosung menggeleng tidak percaya.
Tiba-tiba ponsel Hyosung berdering. Hyosung segera menerima panggilannya tanpa sempat
memperhatikan layar ponselnya. Yeobosaeyo... kata Hyosung saat menerima panggilan itu
dan memberi isyarat agar Gi Kwang menunggunya selesai menelpon.
Kau dimana? Aku mencarimu. Ibu bilang kau pergi keluar! omel seseorang yang membuat
Hyosung segera mengalihkan pandangannya pada Gi Kwang.
Op.. Op.. Oppa.. kata Hyosung terbata.
Kau ini kemana? Cepat bilang! perintah Yong Guk diseberang sana dengan nada marah.
Kepala Hyosung mendadak berat. Seakan diberi beban lima puluh kilogram. Gi Kwang
segera menangkap tubuh Hyosung saat gadis itu terjatuh pingsan. Ponselnya masih menyala
di tangan gadis itu. Gi Kwang menatap ponsel gadis itu dengan dahi berkerut.
---Karra 2012---
Gi Kwang menuruni tangga utama hotel dengan ponsel yang ditempelkan di telinga kirinya.
Tangan kanannya sibuk memegang pagar pembatas tangga. Kedua matanya sibuk mencari
sesuatu.
Langkah Gi Kwang terhenti di depan tangga utama. Seorang laki-laki yang mungkin
seumuran dengannya sibuk meronta-ronta pada dua petugas keamanan yang berusaha
menghalangi laki-laki itu masuk hotel. Tidak heran sebenarnya. Laki-laki itu tampak
berantakan. Dengan jaket jeans dan celana sobek-sobek. Seperti berandalan.
Laki-laki itu meronta sambil berusaha menendang petugas keamanan lain. Tiba-tiba Gi
Kwang terjengkang. Kaki Gi Kwang berusaha menendang depannya. Refleks. Bahkan Gi
Kwang kebingungan dengan hal konyol yang ia lakukan.
Laki-laki itu meronta dengan kekuatan yang ia punya sampai membuat kedua petugas
keamanan itu terjatuh. Aku ingin bertemu dengan adikku! Kenapa kalian menghalanginya?
semprot Yong Guk sambil menendang salah satu petugas keamanan.
Kaki kanan Gi Kwang spontan mengikuti apa yang dilakukan oleh Yong Guk. Karena Gi
Kwang tidak mahir beladiri, kaki kirinya tidak sanggup menahan tubuhnya dan akhirnya
terjatuh.
Tatapan Gi Kwang tidak sengaja terarah pada Yong Guk yang siap menendang lagi. Ternyata
sumber masalah dia menjadi konyol adalah orang itu. Berhenti! perintah Gi Kwang dengan
nafas ngos-ngosan sambil berdiri dengan tangan bersandar di pagar tangga.
Untung semua pegawai tengah memperhatikan Yong Guk memukuli petugas keamanan dan
tidak menyadari sikap konyol seorang dewan direksi. Salah seorang petugas keamanan
langsung mencekal lengan Yong Guk dan membuat laki-laki itu menoleh kesal. Ada yang
berniat buruk disini, Pak. Kata salah seorang petugas keamanan sambil membawa Yong
Guk menghadap Gi Kwang.
Yong Guk terkejut melihat Gi Kwang. Begitu juga dengan Gi Kwang. Keduanya spontan
menundukkan kepalanya bersama agar tidak ada yang menyadari kemiripan mereka berdua.
Kau ikut aku. Kata Gi Kwang sambil menepuk bahu Yong Guk.
Yong Guk mengangguk pelan dan tidak mengangkat wajahnya. Langkahnya mengikuti Gi
Kwang menuju ruangan Gi Kwang yang terletak di lantai paling atas. Kenapa wajahku mirip
dengannya? Jika rambutku berwarna cokelat tua sepertinya, semua orang akan mengira kami
ini kembar. Tapi tidak mungkin aku kembar. Pikir Yong Guk.
Gi Kwang juga tidak mengucapkan sepatah katapun. Bibirnya terus terkunci rapat.
Langkahnya bahkan terasa lebih cepat. Dan dia mempersilahkan laki-laki yang sedari tadi
berada di belakangnya memasuki ruangan kerjanya.
Yong Guk menutup pintu ruangan Gi Kwang. Laki-laki itu kemudian menatap Gi Kwang
dengan takjub. Apa kita ini kembar? Tanya Yong Guk langsung.
Gi Kwang balas menatap Yong Guk. Mana kutahu. Orang tuaku tidak pernah menceritakan
apapun. Kata Gi Kwang pelan sambil mengamati Yong Guk. Kalau kau sedikit merawat
tubuhmu dan mengganti warna rambutmu, kita akan terlihat mirip. Kata Gi Kwang pelan.
Tidak mungkin kebetulan seperti ini. Cerocos Yong Guk.
Pantas gadis itu langsung mengenaliku. Ternyata wajah kita hampir mirip. Kata Gi Kwang
cuek. Aku tidak mau mengakui wajah kita sama. Kata Gi Kwang lagi yang membuat Yong
Guk mencibir.
Tentu saja! Aku juga tidak mau mengakui wajah kita sama! omel Yong Guk kesal. Siapa
namamu? tanya Yong Guk sambil duduk di sofa di tengah ruangan.
Gi Kwang. Lee Gi Kwang. Kata Gi Kwang sambil duduk di depan Yong Guk. Kenapa
saat kau menendang tadi, aku spontan mengikutimu? tanya Gi Kwang penasaran. Detak
jantungnya kembali berdebar. Yong Guk juga merasakan hal yang serupa. Di pegangnya dada
kirinya.
Kenapa saat aku bertemu denganmu, jantungku berdetak lebih kencang? tanya Yong Guk
yang mengabaikan pertanyaan Gi Kwang.
Kau juga merasakan hal yang sama? tanya Gi Kwang antusias. Yong Guk baru saja akan
menjawab, pintu ruangan Gi Kwang terbuka. Muncullah Jihyun di depan pintu.
Apa saya boleh masuk? tanya Jihyun sopan.
Yong Guk segera menepi ke dekat jendela. Dia masih ingin berbincang dengan Gi Kwang.
Tapi gadis itu sungguh mengganggunya.
Masuklah. Kata Gi Kwang sambil melirik Yong Guk yang sibuk melihat pemandangan di
luar jendela.
Jihyun duduk di depan Gi Kwang. Saya ingin melaporkan hasil transaksi minggu kemarin.
Saya sudah memeriksa laporan keuangan, dan saya menemukan kejanggalan. Kata Jihyun
sambil menunjukkan beberapa poin penting lembaran-lembaran kertas yang ia bawa.
Kejanggalan? tanya Gi Kwang heran. Belum genap seminggu dia bekerja di sini tapi sudah
ada kejanggalan laporan keuangan. Jihyun memang merangkap resepsionis dan dan
bendahara disini.
Jihyun mengangguk. Sebelum bapak disini, saya selalu menemukan kejanggalan dalam
administrasi. Tapi setiap saya merevisi laporan keuangan, Tuan Cho selalu menolaknya.
Kata Jihyun.
Tuan Cho? Gi Kwang melirik Yong Guk yang masih berdiri di dekat jendela. Apa tidak apa-
apa membicarakan masalah keuangan di depannya? pikir Gi Kwang.
Tiba-tiba Yong Guk menoleh dan menatap Gi Kwang. Apa? tanya Yong Guk kesal.
Gi Kwang segera mengalihkan tatapannya. Akan kuselidiki lagi. Kata Gi Kwang yang
membuat Jihyun mengangguk dan memohon pamit. Gi Kwang mengangguk mempersilahkan
gadis itu keluar ruangannya.
Yong Guk segera menghampiri Gi Kwang. Dimana adikku? tanya Yong Guk cemas.
Gi Kwang menunjuk pintu yang berada di dalam ruangan kerjanya. Di dalam sana. Kata Gi
Kwang yang membuat Yong Guk langsung berlari menuju pintu itu dan segera membukanya.
Sebuah kamar mewah. Adiknya terbaring diatas tempat tidur. Yong Guk segera menghampiri
Hyosung. Hyosung. Panggil Yong Guk sambil menepuk-nepuk pipi Hyosung.
Perlahan kedua mata Hyosung terbuka. Ditatapnya Yong Guk. Oppa. Katanya sambil
memeluk erat Yong Guk.
Kau tidak apa-apa? tanya Yong Guk cemas. Hyosung menggeleng.
Gi Kwang menatap kedua orang itu merasakan iri luar biasa. Selama dua puluh dua tahun dia
hidup tanpa adanya saudara. Bagaimana rasanya memiliki saudara?
Hyosung melepas pelukannya. Gadis itu menoleh kearah Gi Kwang yang langsung buru-buru
membuang arah pandangannya. Bagaimana kalian bisa mirip? Kenapa hanya aku yang sadar?
Kenapa pegawai disini tidak sadar? tanya Hyosung cemas.
Yong Guk terdiam. Dia menatap Gi Kwang yang kini juga menatapnya. Tidak ada suara yang
keluar dari bibir mereka. Hanya sorotan mata yang mampu berbicara diantara keduanya.
Mungkin karena kau lebih lama mengenal salah satu diantara kami jadi kau bisa langsung
mengenali. Kata Gi Kwang sambil berjalan menghampiri Hyosung dan Yong Guk.
Apa kalian saudara kembar? tanya Hyosung sambil menggenggam erat tangan Yong Guk.
Entahlah. Aku juga tidak tahu. Tapi yang jelas aku bukan kakak kandungmu. Jadi ada
sedikit kemungkinan aku saudara kembarnya. Kata Yong Guk sambil melirik Gi Kwang.
Gi Kwang langsung menolak. Aku tidak memiliki saudara. Kau saja yang berpikir kita ini
saudara kembar. Cerocosnya.
Lalu kenapa wajah kita mirip? tanya Yong Guk kesal. Ditatapnya Gi Kwang dengan kesal.
Hyosung tersenyum miris. Bahkan saat berbicara, kalian sama. Kata Hyosung yang
membuat Gi Kwang dan Yong Guk menatapnya.
---Karra 2012---
Gi Kwang melangkahkan kakinya memasuki rumah. Ditatapnya sekeliling rumahnya dan
mendapati Ibunya sedang duduk di kursi roda dan memandang keluar jendela. Gi Kwang
berjalan menghampiri Ibunya setelah memberikan tas kerjanya pada pembantu. Ibu....
panggil Gi Kwang.
Ibunya menoleh. Kedua sorot matanya memancarkan kesedihan. Dibelainya wajah Gi Kwang.
Ibu, apa aku benar putramu? tanya Gi Kwang pelan.
Nyonya Lee seakan tertusuk tepat di hatinya. Air matanya kembali menetes. Gi Kwang buru-
buru mengusap air mata Ibunya menggunakan ibu jarinya. Dipeluknya Gi Kwang.
Menumpahkan air matanya di dada bidang putranya.
---To Be Continue---

CHAPTER 3
Nyonya Lee masih terpengkur di sisi jendela. Air matanya terus menetes. Kedua matanya
terus menatap tanaman yang berada di halaman rumahnya. Darahnya berdesir. Jantungnya
berdetak lebih cepat.
Ibu... kata Gi Kwang saat memasuki rumah.

You might also like