Kode MK/ SKS : / 2 SKS Waktu Pertemuan : 1 x 45 menit Pertemuan Ke : 1
A. Kompetensi 1. Standar Kompetensi Setelah menempuh mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa. 2. Kompetensi Dasar Mahasiswa dapat menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi.
B. Materi Pembelajaran Konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi.
C. Uraian Materi Pembelajaran 1. Pengertian Halusinasi 2. Psikodinamika 3. Rentang Respon Halusinasi 4. Faktor Penyebab Halusinasi 5. Manifestasi Klinis 6. Penatalaksanaan 7. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi a. Pengkajian b. Diagnosa Keperawatan c. Rencana Tindakan Keperawatan d. Implementasi Keperawatan e. Evaluasi 8. Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Pasien Halusinasi
D. Strategi Pembelajaran 1. Ceramah 2. Diskusi dan Tanya Jawab 3. Penugasan
E. Kegiatan Belajar Mengajar
Tahap Kegiatan Kegiatan Pengajar Kegiatan Mahasiswa Media Pendahuluan 5 menit 1. Perkenalan 2. Menjelaskan tujuan MK dan aturan-aturan pembelajaran 3. Menjelaskan manfaat pembelajaran 4. Menjelaskan standar kompetensi dan kompetensi dasar
1. Merespon perkenalan dari dosen 2. Memperhatikan dan bertanya tentang tujuan dan aturan pembelajaran 3. Memperhatikan dan bertanya 1. Whiteboard 2. Spidol 3. Laptop 4. LCD 5. File materi
Penyajian 30 menit 1. Menjelaskan dan mendiskusikan Konsep Askep Halusinasi: a. Pengertian Halusinasi b. Psikodinamika c. Rentang Respon Halusinasi d. Faktor Penyebab Halusinasi e. Manifestasi Klinis f. Penatalaksanaan g. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Pengkajian Diagnosa Kep. Rencana Tindakan Keperawatan Implementasi Kep. Evaluasi h. Askep Pada Keluarga Pasien Halusinasi 2. Memberikan kesempatan mahasiswa bertanya 3. Memberikan umpan balik
1. Memperhatikan, bertanya dan diskusi tentang materi yang dibahas 2. Bertanya tentang hal-hal yang perlu 3. Memperhatikan dan merespon arahan dosen
1. Whiteboard 2. Spidol 3. Laptop 4. LCD 5. File materi Penutup 10 menit 1. Meminta tanggapan dari mahasiswa 2. Menyimpulkan materi kuliah 3. Memberikan tugas rumah kepada mahasiswa
1. Memberikan tanggapan atau komentar 2. Membuat kesimpulan atau rangkuman 3. Melaksanakan tugas di rumah 1. Whiteboard 2. Spidol 3. Laptop 4. LCD 5. File materi
F. Penilaian 1. Prosedur Penilaian a. Teknik : Tes b. Bentuk : Tes Tertulis c. Ragam : Uraian
2. Soal-soal a. Sebutkan penyebab halusinasi b. Sebutkan rentang respon halusinasi c. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis terapi somatik pada pasien halusinasi d. Sebutkan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pada pasien halusinasi e. Sebutkan 4 cara mengontrol halusinasi pada pasien
G. Referensi Keliat. 2008. Perawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Erlangga Maramis. 2004. Catatan ilmu kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press Sunaryo. 2004. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC
MATERI PEMBELAJARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI
1. Pengertian Halusinasi Halusinasi adalah keadaan ketika atau kelompok mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau interprestasi stimulus yang datang (Carpenito 2007). Halusinasi adalah persepsi sensorik suatu objek gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan pengecapan). Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghiduan (Keliat, 2008). Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Keyakinan tentang halusinasi adalah sejauh mana pasien itu yakin bahwa halusinasi merupakan kejadian yang benar, umpamanya mengetahui bahwa hal itu tidak benar, ragu- ragu/ yakin sekali bahwa hal itu benar adanya (Maramis, 2004). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan halusinasi adalah ketidakmampuan pasien menilai dan merespon pada realitas pasien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan, pasien tidak mampu memberi respon secara akurat sehingga tanpa perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan. 2. Psikodinamika Ada beberapa penyebab seseorang yang mengalami halusinasi. Menurut Nanda (2005) sebagai berikut penurunan sensori persepsi, ketidakseimbangan biokimia, kurangnya stimulus lingkungan, stress psikologi penurunan/ hambatan neurotransmitter, kurangnya rangsangan saat perkembangan, keseimbangan biokimia untuk sensori yang keluar, keseimbangan elektrolit. Halusinasi mungkin disebabkan oleh banyak faktor, tetapi kemungkinan penyebab terjadinya halusinasi pada pasien dengan masalah psikiatrik adalah karena adanya stres psikologi (psychological stress) atau kurangnya stimulus dari lingkungan (insufficient environmental stimull).
Pada pasien dengan masalah psikiatrik, stres psikologi bisa menyebabkan pasien berhalusinasi. Stres ini mungkin berasal dari dalam dirinya sendiri misalnya pasien berfikir negatif atau menyalahkan dirinya sendiri, atau stres yang didapatkan dari luar yang bisa berasal dari hubungan yang tidak menyenangkan dengan keluarga, teman atau bahkan petugas kesehatan. Apabila pasien berada di rumah sakit tentunya pasien berinteraksi dengan petugas kesehatan. Sikap verbal dan nonverbal petugas yang tidak terapeutik bisa menyebabkan pasien merasa terancam dan menyebabkan halusinasi semakin kuat dan sering muncul. Lingkungan di rumah sakit yang baru dan asing juga bisa memicu pasien untuk merasa cemas dan tertekan, dan apabila hal ini tidak diantisipasi maka mungkin akan memicu halusinasi menjadi semakin kuat. Kurangnya stimulus lingkungan juga akan menjadi penyebab terjadinya halusinasi. Pada umumnya pasien dengan masalah halusinasi diawali dengan perasaan sedih/ stres karena masalah tertentu dan kemudian pasien menyendiri dalam waktu yang cukup lama. Pada saat ini pasien berada dalam kondisi dimana stimulus dari lingkungan sangat kurang sementara stimulus dalam dirinya semakin kuat. Apabila hal ini terjadi dalam waktu lama maka pasien akan mulai berhalusinasi. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, kesulitan mengakses dan menggunakan ingatan yang telah disimpan, kerusakan ingatan jangka pendek atau jangka panjang.
3. Rentang Respon Halusinasi
Keterangan Gambar : a. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif berupa : 1). Pikiran logis adalah pikiran yang mengarah pada kenyataan. 2). Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan. 3). Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari hati sesuai dengan pengalaman. 4). Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran. 5). Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan. b. Respon Psikososial Respon psikososial, antara lain : 1). Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan kekacauan/mengalami gangguan. 2). Ilusi adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang sungguh terjadi (objek nyata), karena rangsangan panca indera. 3). Emosi berlebihan atau berkurang. 4). Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran. 5). Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain atau hubungan dengan orang lain. c. Respon Maladaptif Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya. Respon maladaptif yang sering ditemukan meliputi : 1). Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial. 2). Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3). Kerusakan proses emosi ialah perubahan sesuatu yang timbul dari hati. 4). Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur. 5). Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif mengancam.
4. Penyebab Halusinasi a. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan gangguan orientasi realita adalah aspek biologis, psikologis dan sosial (Stuart dan Laraia, 2005). 1). Biologis Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau susunan saraf pusat dapat menimbulkan gangguan orientasi realitas (halusinasi) seperti hambatan perkembangan otak khususnya kortek frontal, temporal dan limbik. Gejala yang mungkin muncul adalah hambatan dalam belajar, bicara, daya ingat dan mungkin muncul perilaku menarik diri atau kekerasan. 2). Psikologis Keluarga, pengasuh dari lingkungan pasien sangat mempengaruhi respon psikologis dari pasien. Sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realita adalah penolakan dan kekerasan dalam kehidupan pasien. Penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh atau teman yang bersikap cemas, tidak sensitif atau bahkan terlalu melindungi. Pola asuh pada usia kanak-kanak yang tidak adekuat misalnya, tidak ada kasih sayang, diwarnai kekerasan, ada kekerasan emosi, konflik dan kekerasan dalam keluarga (pertengkaran rumah tangga) merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi realitas. 3). Sosial Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi realitas, seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusakan, kerawanan) kehidupan yang terisolasi disertai stres.
b. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi dapat berasal dari pasien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain, stressor juga bisa menjadi salah satu penyebab. Gangguan orientasi realita halusinasi yang meliputi biologis dan stressor lingkungan. 1). Biologis Stressor Biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan. 2). Stressor Lingkungan Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya gangguan perilaku. 5. Manifestasi Klinis Menurut Stuart dan Laraia (2005) tahap-tahap halusinasi karakteristik dan perilaku yang ditampilkan oleh pasien yang mengalami halusinasi sebagai berikut: a. Halusinasi penglihatan Adapun perilaku yang dapat teramati: 1). Melirikkan mata kekiri dan kekanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang dibicarakan. 2). Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak berbicara atau pada benda seperti mebel. 3). Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak. 4). Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara. b. Halusinasi pendengaran Adapun perilaku yang dapat teramati: 1). Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain, benda mati atau stimulus yang tidak tampak. 2). Tiba-tiba berlari ke ruangan lain. c. Halusinasi penciuman Adapun perilaku yang dapat teramati:
1). Hidung yang dikerutkan seperti, mencium bau yang tidak enak. 2). Mencium bau tubuh. 3). Mencium bau udara ketika sedang berjalan kearah orang lain. 4). Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau darah. 5). Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang memadamkan api. d. Halusinasi perabaan Adapun perilaku yang dapat teramati: 1). Sering menggaruk-garuk permukaan kulit 2). Mengatakan ada serangga di permukaan kulit 3). Merasa seperti tersengat listrik. e. Halusinasi pengecapan Adapun perilaku yang dapat teramati: 1). Meludahkan makanan atau minuman 2). Menolak untuk makan, minum atau minum obat 3). Tiba-tiba meninggalkan meja makan. 6. Penatalaksanaan a. Psikofarmaka Psikofarmaka adalah therapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang tergolong dalam pengobatan psikofarmaka adalah : 1). Clopromazine (CPZ) Indikasinya untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realita, kesadaran diri terganggu, daya ingat normal, sosial dan titik terganggu berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mekanisme kerjanya adalah memblokade dopamine pada reseptor sinap diotak khususnya system ekstra pyramida. Efek sampingnya adalah gangguan otonomi, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Kontra indikasinya penyakit hati, kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit sistem syaraf pusat, gangguan kesadaran. 2). Thrihexyfenidil (THP) Indikasinya adalah segala penyakit parkinson, termasuk pasca ensefalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya reserfina dan senoliazyne. Mekanisme kerja : sinergis dan kinidine, obat anti depresan trisiclin dan anti kolinergik lainnya. Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, konstipasi, takikardi dilatasi, ginjeksial letensi urin. Kontra indikasi : hipersensitif terhadap trihexyphenidil, glukoma sudut sempit, psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi prostase dan obstruksi saluran cerna. 3). Halloperidol (HLP) Indikasinya: berbahaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Mekanisme kerja: obat anti psikosis dalam memblokade dopamine pada reseptor pasca sinoptik neuron di otak, khususnya system limbic dan system ekstra pyramidal. Efek samping: sedasi dan inhabisi psimotor gangguan otonomik yaitu mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Kontra indikasi: penyakit hati, epilepsy, kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit system saraf pusat, gangguan kesadaran. b. Terapi Somatik Terapi Somatik merupakan suatu terapi yang dilakukan langsung mengenai tubuh. Adapun yang termasuk terapi somatik adalah : 1). Elektro Convulsif Therapy (ECT) Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan kekuatan 75-100 volt. Cara kerja ini belum diketahui secara jelas, namun dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat memperpendek lamanya serangan skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain.
2). Pengekangan atau pengikatan Pengekangan fisik menggunakan pengekangan mekanik, seperti manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta sprei pengekangan dimana pasien dapat di imobilisasi dengan membalutnya. Cara ini dilakukan pada pasien halusinasi yang mulai menunjukkan perilaku kekerasan diantaranya: marah-marah, mengamuk. 3). Isolasi Isolasi dapat menempatkan pasien dalam suatu ruangan dimana pasien tidak dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya. Cara ini dilakukan pada pasien halusinasi yang telah melakukan perilaku kekerasan seperti memukul orang lain/ teman, merusak lingkungan dan memecahkan barang-barang yang ada didekatnya. c. Terapi Okupasi Terapi Okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mencurahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang. Terapi Okupasi menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagai media pelaksana. 7. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Halusinasi a. Pengkajian 1). Mengkaji Jenis Halusinasi Ada beberapa jenis halusinasi pada pasien gangguan jiwa. Kira-kira 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar atau suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% halusinasi penghidu, pengecap, perabaan, senestik dan kinestik. Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi perilaku pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang dialami oleh pasien. 2). Mengkaji Isi Halusinasi Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Atau apa bentuk bayangan yang dilihat oleh pasien, bila jenis halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa
yang tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan. 3). Mengkaji Waktu, Frekuensi, dan Situasi Munculnya Halusinasi Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk pencegahan terjadinya halusinasi. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan jika pasien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada pasien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu. Bila mungkin pasien diminta menjelaskan kapan persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut. 4). Mengkaji Respon Terhadap Halusinasi Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi pasien dapat dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh pasien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah pasien masih dapat mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi. b. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pengkajian diatas, maka dapat disusun pohon masalah sebagai berikut: 1). Pohon Masalah Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Core Problem
Isolasi Sosial
2). Diagnosa Keperawatan Dari pohon masalah diatas, dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi adalah sebagai berikut : a). Resiko perilaku kekerasan b). Gangguan sensori persepsi halusinasi c). Isolasi sosial c. Rencana Tindakan Keperawatan 1). Tujuan a). Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya. b). Pasien dapat mengontrol halusinasinya. c). Pasien dapat mengikuti program pengobatan secara optimal. 2). Rencana Tindakan Perawatan Adapun rencana tindakan perawatan pada pasien dengan halusinasi sebagai berikut: a). Melatih pasien mengenali halusinasi yang dialami Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah perawat berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/ dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi timbul dan respon pasien saat halusinasi timbul. b). Melatih pasien mengontrol halusinasi Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah perawat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi, yaitu : (1). Menghardik halusinasi Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan Tidak Terhadap Halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak
akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan menghardik halusinasi meliputi: (a). Menjelaskan cara menghardik halusinasi; (b). Memperagakan cara menghardik; (c). Meminta pasien memperagakan ulang; (d). Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien. (2). Bercakap-cakap dengan orang lain Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain. (3). Melakukan aktivitas yang terjadwal Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu. Tahapan tindakannya sebagai berikut: (a). Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi; (b). Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien; (c). Melatih pasien melakukan aktivitas; (d). Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih; (e). Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu; (f). Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; (g). Memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
(4). Menggunakan obat secara teratur Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan. Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh obat: (a). Jelaskan guna obat; (b). Jelaskan akibat bila putus obat; (c). Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat. d. Implementasi Keperawatan Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan. perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan pasien sesuai dengan kondisi saai ini (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, tekhnikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi pasien. Setelah semua tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan pasien dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta pasien yang diharapkan. Adapun pelaksanaan keperawatan pasien dengan halusinasi disini pasien harus mengenal jenis, isi, waktu dan frekwensi halusinasi, dan mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi dan mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi. Pelaksanaan keperawatan untuk keluarga adalah mendiskusikan masalah yang dirasakan, menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, jenis, dan beserta proses terjadinya halusinasi dan juga menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi. Adapun prinsip tindakan keperawatan pada halusinasi adalah sebagai berikut: 1). Membina hubungan interpersonal saling percaya dengan cara mengekspresikan perasaan secara terbuka dan jujur.
2). Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap observasi tingkah laku pasien yang terkait dengan halusinasi. 3). Mengajarkan bagaimana cara mengontrol halusinasi dengan bantuan perawat. 4). Fokuskan pada gejala dan minta individu untuk menguraikan apa yang sedang terjadi. Hal ini akan menolong individu untuk mengendalikan penyakitnya, meminta bantuan dan diharapkan dapat mencegah halusinasi yang lebih kuat. 5). Katakan bahwa perawat percaya pasien mengalaminya (dengan nada bersahabat, tanpa menuduh dan menghakimi) katakan bahwa ada pasien lain yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat akan membantu. 6). Memberikan perhatian pada pasien dan memperhatikan kebutuhan dasar pasien seperti makan dan minum, mandi dan berhias. 7). Bantu individu untuk menguraikan dan membandingkan halusinasi yang sekarang dengan terakhir yang dialaminya. 8). Dorong individu untuk mengamati dan menguraikan pikiran, perasaan dan tindakannya sekarang atau yang lalu berkaitan dengan halusinasi yang dialaminya. 9). Bantu individu untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan antara halusinasi dengan kebutuhan yang mungkin tercermin. 10). Sarankan dan perkuat penggunaan hubungan interpersonal dalam pemenuhan kebutuhan. 11). Identifikasi bagaimana gejala psikosis lain telah mempengaruhi kemampuan individu untuk melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari. e. Evaluasi Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan dengan membandingkan respon pasien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan. Adapun hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan pada ganguan sensori persepsi halusinasi adalah sebagai berikut: pasien dapat membina hubungan saling percaya, pasien dapat mengenal halusinasi, pasien dapat mengontrol halusinasinya.
8. Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Pasien a. Tujuan 1). Keluarga dapat terlibat dalam perawatan klien dengan masalah halusinasi baik di rumah sakit maupun di rumah. 2). Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien. b. Rencana Tindakan 1). Bina hubungan saling percaya dengan keluarga klien; 2). Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar keluarga klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang harus anda lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya dengan keluarga klien adalah dengan : a). Mengucapkan salam terapeutik b). Berjabat tangan c). Menjelaskan tujuan interaksi d). Membuat kontrak topik, waktu dan tempat yang disetujui bersama. 3). Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien 4). Berikan pendidikan kesehatan tentang : a). Pengertian halusinasi b). Jenis halusinasi yang dialami klien c). Tanda dan gejala halusinasi d). Cara merawat klien dengan halusinasi. 5). Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat klien dengan halusinasi langsung kepada klien 6). Buat perencanaan pulang bersama keluarga.