You are on page 1of 32

GOLONGAN DIURETIK

1. Diuretik : golongan obat-obatan yang sifatnya meningkatkan produksi air kencing, digunakan
sebagai terapi pada penderita tekanan darah tinggi.
Golongan obat diuretik yang umum diresepkan contohnya HCT (hydrochlorothiazide) dan
Spironolakton.
Efek samping dari penggunaan jangka panjang bisa berupa hipokalemi (kadar kalium rendah
dalam darah), dan hiperurisemia (kadar asam urat meningkat dalam darah) Penggunaan diuretik
harus dihindari pada pasien tekanan darah tinggi disertai kencing manis (diabetes) atau pada
penderita kolesterol.
Golongan Diuretik
Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :
1. Diuretik osmotic
2. diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
3. diuretik golongan tiazid
4. diuretik hemat kalium
5. diuretik kuat
1. Diuretik osmotik
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
a. Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air
melalui daya osmotiknya.
b. Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh
karena hipertonisitas daerah medula menurun.
c. Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan
air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi
oleh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isisorbid.

2. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretik ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal sehingga di samping karbonat , juga
Na dan K di ekskresikan lebih banyak bersama dengan air. Khasiat diuretiknya hanya lemah, setelah
beberapa hari terjadi tachyfylaxie, maka perlu digunakan secara selang seling (intermittens). Diuretic
bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi bikarbonat.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.

3. Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium
klorida. Efeknya lebih lemah dan lambat tetapi tertahan lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan
dalam terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung (dekompensatio cardis). Obat-obat ini
memiliki kurva dosis efek datar, artinya bila dosis optimal dinaikkan lagi efeknya (dieresis, penurunan
tekanan darah) tidak bertambah.Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid,
hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid,
klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.

4. Diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks dengan
cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif
(sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida).efek obat-obat ini hanya melemahkan
dan khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika lainnya guna menghemat ekskresi kalium.
Aldosteron menstimulasi reabsorbsi Na dan ekskresi K. proses ini dihambat secara kompetitif (saingan)
oleh obat-obat ini. Amilorida dan triamteren dalam keadaan normal hanyalah lemah efek ekskresinya
mengenai Na dan K. tetapi pada penggunaan diuretika lengkungan dan thiazida terjadi ekskresi kalium
dengan kuat, maka pemberian bersama dari penghemat kalium ini menghambat ekskresi K dengan kuat
pula. Mungkin juga ekskresi dari magnesium dihambat.


5. Diuretik kuat
Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara
menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat
tetapi agak singkat (4-6 jam). Banyak digunakan pada keadaan akut, misalnya pada udema otak dan
paru-paru. Memperlihatkan kurva dosis efek curam, artinya bila dosis dinaikkan
Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, furosemid dan bumetamid.
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya
penambahan volume urine yang di produksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretik adalah
untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan
sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal.
Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk
menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat
penggunaan suatu diuretik. Secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu :
1) Diuretik osmotik
2) Penghambat mekanisme transport elektrolit di dalam tubuli ginjal
Obat yang dapat menghambat transport elektrolit di tubuli ginjal adalah :
1) Penghambat karbonik anhidrase
2) Benzotiadiazid
3) Diuretik hemat kalium
4) Diuretik kuat

Tabel tempat dan cara kerja diuretik
Obat Tempat kerja Utama Cara Kerja
Diureti osmotik













Penghambat enzim
karbonik anhidrase

Tiazid


1. Tubuli proksimal.


2. Ansa henle



3. Duktus
koligentes






Tubuli proksimal

Penghambat reabsorpsi
natrium dan air melalui
daya osmotiknya.
Penghambatan
reabsorpsi natrium dan
air oleh karena
hipertonisitas daerah
medula menurun.
Penghambatan
reabsorpsi natrium dan
air akibat adanya
papillary wash out,
kecepatan aliran filtrat
yang tinggi, atau
adanya faktor lain.

Penghambatan
terhadap reabsorpsi
Diuretik hemat kalium






Diuretik kuat

Hulu tubuli distal


Hilir tubuli distal dan
duktus koligentes
daerah korteks




Ansa henle bagian
asenden pada bagian
dengan epitel tebal
bikarbonat.

Penghambatan
terhadap reabsorpsi
natrium klorida.

Penghambatan
reabsorpsi natrium dan
sekresi kalium dengan
jalan antagonisme
kompetitif
(spironolakton) atau
secara langsung
(triamteren dan
amilirid).

Penghambatan
terhadap transport
elektrolit Natrium,
Kalium, Klorida.

1.1 DIURETIK OSMOTIK
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang
mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik
osmotik apabila memenuhi 4 syarat :
1) Di filtrasi secara bebas oleh glomerulus
2) Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal
3) Secara farmakologis merupakan zat yang inert
4) Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik
Dengan sifat-sifat ini, maka diuretik osmotik dapat diberikan dalam jumah
cukup besar sehingga turut menentukan derajat osmolaritas plasma filtrat
glomerulus dan cairan tubuli. Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea,
gliserin, isosorbid.
Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena manitol tidak
mengalami metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali direabsorpsi tubuli
bahkan praktis dianggap tidak direabsorpsi. Manitol harus diberikan secara IV, jadi
obat ini tidak praktis untuk pengobatan udem kronik. Pada penderita payah jantung
pemberian manitol berbahaya, kerana volume darah yang beredar meningkat
sehingga memperberat kerja jantung yang telah gagal.
Diuretik osmotik terutama bermanfaat pada pasien oliguria akut akibat
syok hipovolemik yang telah dikoreksi, reaksi transfusi atau sebab lain yang
menimbulkan nekrosis tubuli, karena dalam keadaan ini obat yang kerjanya
mempengaruhi fungsi tubuli tidak efektif.
Manitol digunakan misalnya untuk :
1. Profilaksis gagal ginjal akut, suatu keadaan yang dapat timbul akibat operasi
jantung, luka traumatik berat, atau tindakan operatif dengan penderita yang juga
menderita ikterus berat.
2. Menurunkan tekanan maupun volume cairan intraokuler atau cairan serebrospinal.
EFEK NONTERAPI
Manitol di distribusikan ke cairan ekstra sel, oleh karena itu pemberian
larutan manitol hipertonis yang berlebihan akan meningkatkan osmolaritas cairan
ekstraseluler, sehingga secara tidak diharapkan akan terjadi penambahan jumlah
cairan ekstraseluler.
Urea lebih bersifat iritatif terhadap jaringan dan dapat menimbulkan
trombosis atau nyeri bila terjadi eksravasasi. Gliserin dimetabolisme dalam tubuh
dan dapat menyebabkan hiperglikemia dan glukosuria.
SEDIAAN DAN POSOLOGI
Manitol. Untuk suntikan intravena digunakan larutan 5-25% dengan volume
antara 50-1000ml. Dosis untuk menimbulkan diuresis adalah 50-200g yang diberikan
dalam cairan infus selama 24 jam dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga
diperoleh diuresis sebanyak 30-50ml per jam. Untuk penderita dengan oliguria
hebat diberikan dosis percobaan yaitu 200mg/kgBB yang diberikan melalui infus
selama 3-5 menit. Bila dengan 1-2 kali dosis percobaan diuresis masih kurang dari
30ml per jam dalam 2-3 jam, maka status pasien harus di evaluasi kembali sebelum
pengobatan dilanjutkan.
Manitol dikokntraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria, kongesti
atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat dan perdarahan intrakranial kecuali bila
akan dilakukan kraniotomi. Infus manitol harus segera dihentikan bila terdapat
tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang progresif, payah jantung atau kongesti
paru.
Urea. Suatu kristal putih dengan rasa agak pahit dan mudah larut dalan air.
Sediaan intravena mengandung urea sampai 30% dalam dekstrose 5% (iso-osmotik)
sebab larutan urea murni dapat menimbulkan hemolisis. Pada tindakan bedah saraf,
urea diberikan intravena dengan dosis 1-1,5g/kgBB. Sebagai diuretik, urea
potensinya lebih lemah dibandingkan dengan manitol, karena hampir 50% senyawa
urea ini akan direabsorbsi oleh tubuli ginjal.
Gliserin. Diberkan per oral sebelum suatu tindakan optalmologi dengan
tujuan menurunkan tekanan intraokuler. Efek maksimal terlihat 1 jam sesudah
pemberian obat dan menghilang sesudah 5 jam.
Isosorbid. Diberikan secara oral untuk indikasi yang sama dengan gliserin.
Efeknya juga sama, hanya isosorbid menimbulkan diuresis yang lebih besar daripada
gliserin, tanpa menimbulkan hiperglikemia. Dosis berkisar antara 1-3g/kgBB, dan
dapat diberikan 2-4 kali sehari.

1.2. PENGHAMBAT KARBONIK ANHIDRASE
Karbonik anhidrase adalah enzim yang terdapat di dalam sel korteks renalis,
pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam
plasma.
Karbonik anhidrase merupakan protein dengan berat molekul kira-kira
30.000 dan mengandung satu atom Zn dalam setiap molekul. Enzim ini dapat
dihambat aktivitasnya oleh sianida, azida, dan sulfida. Derivat sulfonamid yang
juga dapat menghambat kerja enzim ini adalah asetazolamid dan diklorofenamid.
FARMAKODINAMIK. Efek farmakodinamikyang utama dari asetozolamid adalah
penghambatan karbonik anhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi
perubahan sistemik dan perubahan terbatas pada organ tempat enzim tersebut
berada.
1) Ginjal.
2) Susunan cairan plasma.
3) Mata.
4) Susunan Saraf Pusat.
5) Pernafasan.
FARMAKOKINETIK. Asetazolamid mudah diserap melalui saluran cerna, kadar
maksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal sudah
sempurna dalam 24 jam.
EFEK NONTERAPI DAN KONTRAINDIKASI. Intoksikasi asetazolamid jarang
terjadi. Pada dosis tinggi dapat timbul parestesia dan kantuk yang terus-menerus.
Asetazolamid mempermudah pembentukan batu ginjal karena berkurangnya ekskresi
sitrat, kadar kalsium dalam urin tidak berubah atau meningkat.
Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan selama kehamilan, kerena pada
hewan cobra obat ini dapat menimbulkan efek teratogenik.
INDIKASI. Penggunaan asetazolamid yang utama ialah untuk menurunkan tekanan
intraokuler pada penyakit glaukoma.
Asetazolamid jarang digunakan sebagai diuretik, tetapi dapat bermanfaat
untuk alkalinisasi urin sehingga mempermudah ekskresi zat organik yang bersifat
asam lemah.
SEDIAAN DAN POSOLOGI. Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg
dan 250 mg untuk pemberian oral. Dosis antara 250-500 mg per kali, dosis untuk
chronic simple glaucoma yaitu 250-1000 mg per hari. Natrium asetazolamid untuk
pemberian parenteral hendaknya diberikan satu kali sehari, kecuali bila
dimaksudkan untuk menimbulkan asidosis metabolik maka obat ini diberikan setiap 8
jam.
Dosis dewasa untuk acute mountain sickness yaitu 2 kali sehari 250 mg,
dimulai 3-4 hari sebelum mencapai ketinggian 3000 m atau lebih, dan dilanjutkan
untuk beberapa waktu sesudah dicapai ketinggian tersebut.
Dosis untuk paralisis periodik yang bersifat familier (familial periodic
paralysis) yaitu 250-750 mg sehari dibagi dalam 2 atau 3 dosis, sedangkan untuk
anak-anak 2 atau 3 kali sehari 125 mg.
Diklorofenamid dalam tablet 50 mg, efek optimal dapat dicapai dengan
dosis awal 200 mg sehari, serta metazolamid dalam tablet 25 mg dan 50 mg dan
dosis 100-300 mg sehari, tidak terdapat dipasaran.

1.3 BENZOTIADIAZID
Sintesis golongan ini merupakan hasil dari penelitian zat penghambat enzim
karbonik anhidrase.
Prototipe golongan benzotiadiazid ialah klorotiazid, yang merupakan obat
tandingan pertama golongan Hg-organik, yang telah mendominasi diuretik selama
lebih dari 30 tahun.
KIMIA DAN HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR DAN AKTIFITAS.
Sebagaian besar senyawa benzotiadiazid merupakan analog dari 1,2,4-
benzo-tiadiazin-1, 1-dioksida. Golongan ini biasa disebut sebagai benzotiadiazid atau
tuazid saja. Senyawa tiazid menunjukkan kurva dosis efek yang sejajar dan daya
kloruretik maksimal yang sebanding.
FARMAKODINAMIK
Efek farmakodinamik tiazid yang utama adalah meningkatkan ekskresi
natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan
oleh penghambatan mekanisme reabsorpsi elektrolit pada hulu tubuli distal (early
distal tubule).
Zat yang aktif sebagai penghambat karbonik anhidrase, dalam dosis yang
mencukupi, memperlihatkan efek sama seperti asetazolamid dalam ekskresi
bikarbonat. Efek penghambatan enzim karbonik anhidrase di luar ginjal praktis
tidak terlihat karena tiazid tidak ditimbun di sel lain.
Pada penderita hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja
efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap arteriol sehingga
terjadi vasodilatasi.
Pada penderita diabetes insipidus, tazid justru mengurangi diuresis.
Mekanisme antidiuretiknya belum diketahui dengan jelas dan efek ini kita jumpai
baik pada diabetes insipidus nefrogen, maupun yang disebabkan oleh kerusakan
hipofisis posterior.
FUNGSI GINJAL. Tiazid dapat mengurangi kecepatan filtrasi glomerulus,
terutama bila diberikan secara intravena. Efek ini mungkin disebabkan oleh
pengurangan aliran darah ginjal. Namun berkurangnya filtrasi ini sedikit sekali
pengaruhnya terhadap efek diuretik tiazid, dan hanya mempunyai arti klinis bila
fungsi ginjal memang sudah kurang. Seperti kebanyakan asam organik lain, tiazid
disekresi secara aktif oleh tubuli ginjal bagian proksimal. Sekresi ini dapat
berkurang dengan adanya antagonis kompetitif misalnya probenesid. Dalam keadaan
tertentu, probenesid dapat menghambat efek diuresis tiazid, hal ini menandakan
bahwa untuk menimbulkan efek diuresis tiazid harus ada didalam cairan tubuli.
Tempat kerja utama tiazid adalah dibagian hulu tubuli distal (early distal
tubules). Seperti diketahui mekanisme reabsopsi Na+ di tubuli distal masih belum
jekas benar, maka demikian pula cara kerja tiazid. Laju ekskresi Na+ maksimal yang
ditimbulkan oleh tiazid relatif lebih rendah dibandingkan dengan apa yang dicapai
oleh beberapa diuretik lain, hal ini disebabkan 90% Na+ dalam cairan filtrat telah
direabsopsi lebih dahulu sebelum ia mencapai tempat kerja tiazid.
Pada manusia tiazid menghambat ekskresi asam urat sehingga kadarnya
dalam darah meningkat. Ada 2 mekanisme yang terlibat dalam hal ini :
1) Tiazid meniggikan reabsopsi asam uart di tubuli proksimal
2) Tiazid mungkin sekali menghambat ekskresi asam urat oleh tubuli.
Peninggian kadar asam urat ini kurang begitu berarti karena insidens
serangan gouth akut terutama berhubungan dengan kadar asam urat dalam plasma
sebelum pengobatan dengan tiazid.
Ekskresi yodida dan bromida secara kualitatif sama dengan ekskresi
klorida. Diuretik yang menyebabkan kloruresis juga akan meningkatkan ekskresi
kedua ion halogen yang lain. Dengan demikian semua obat yang bersifat kloruresis
dapat digunakan untuk menanggulangi keracunan bromida. Selain itu, penggunaan
diuretik yang berkepanjangan dapat meningkatkan ekskresi yodida dengan akibat
dapat terjadinya deplesi yodida yang ringan. Berbeda dengan natriuretik lain, tiazid
menurunkan ekskresi kalsium sanpai 40%, karena tiazid tidak dapat menghambat
reabsorpsi kalsium oleh sel tubuli distal. Ekskresi Mg++ meningkat, sehingga dapat
menyebabkan hipomagnesemia.
CAIRAN EKSTRASEL. Tiazid dapat meninggikan ekskresi ion K+ terutama
pada pemberian jangka pendek, dan mungkin efek ini menjadi kecil bila
penggunaannya berlangsung dalam jangka panjang. Ekskresi natrium yang berlebihan
tanpa disertai jumlah air yang sebanding, dapat menyebabkan hiponatremia dan
hipokloremia, terutama bila penderita tersebut mendapat diet rendah garam.
Namun demikian secara keseluruhan golongan tiazid cenderung menimbulkan
gangguan komposisi cairan ekstrasel yang lebih ringan dibandingkan dengan diuretik
kuat, karena intensitas diuresis yang ditimbulkan nya relatif lebih rendah.
FARMAKOKINETIK
Absorpsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat
tampak setelah satu jam. Klorotiazid didistribusikan krseluruh ruang ekstrasel dan
dapat melewati sawar uri, tetapi obat ini hanya ditimbun dalam jaringan ginjal saja.
Dengan suatu proses aktif, tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal kedalam
cairan tubuli. Jadi bersihan ginjal obat ini besar sekali, biasanya dalam 3-6 jam
sudah diekskresi dari badan. Bendroflumetiazid, politiazid, dan klortalidon
mempunyai masa kerja yang lebih panjang karena ekskresinya lebih lambat.
Klorotiazid dalam badan tidak mrngalami perubahan metabolik, sedang
politiazid sebagian dimetabolisme dalam badan.
EFEK SAMPING
Intoksikasi dalam klinik jarang terjadi, biasanya reaksi yang timbul
disebabkan oleh reaksi alergi atau karena penyakitnya sendiri. Telah dibuktikan
pada hewan cobra bahwa besarnya dosis toksik beberapa kali dosis terapi. Reaksi
yang telah dilaporkan adalah berupa kelainan kulit, purpura, dermatitis disertai
fotosensitivitas dan kelainan darah.
Pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia, terutama pada penderita
diabetes yang laten.
Tiazid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserid
plasma dengan mekanisme yang tidak diketahui, tetapi tidak jelas apakah ini
meninggikan resiko terjadinya aterosklerosis.
Kadar natrium, kalium, klorida dan bikarbonat plasma sebaiknya diperiksa
secara berkala pada penggunaan tiazid jangka lama walaupun perubahannya tidak
menonjol. Kombinasi tetap tiazid dengan Hcl tidak digunakan lagi karena
menimbulkan iritasi lokal di usus halus. Suplemen KCl sebagai sediaan terpisah atau
penberian tiazid bersama diuretik hemat kalium dapat mencegah hipokalemia.
Gejala insufisiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin karena
tiazid langsung mengurangi aliran darah ginjal.

INDIKASI
Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem akibat payah
jantung ringan sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasikan dengan diuretik
hemat kalium pada penderita yang juga mendapat pengobatan digitalis untuk
mencegah timbulnya hipokalemia yang memudahkan terjadinya intoksikasi digitalis.
Hasil yang baik juga didapat pada pengobatan tiazid untuk udem akibat penyakit
hati dan ginjal kronis.
Tiazid merupakan salah satu obat penting pada pengobatan hipertensi, baik
sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan obat hipertensi lain.
Pemberian tiazid pada penderita gagal jantung atau hipertensi yang
disertai gangguan fungsi ginjal harus dilakukan dengan hati-hati sekali, karena
obat ini dapat memperhebat gangguan tersebut akibat penurunan kecepatan filtrasi
glomerulus dan hilangnya natrium, klorida dan kalium yang terlalu banyak.
Pengobatan lama udem kronik dengan obat ini, hendaknya diberikan dalam dosis yang
cukup untuk mempertahankan berat badan tanpa udem. Penderita jangan terlalu
dibatasi makan garam.
Penderita yang tidak responsif terhadap suatu jenis tiazid, kadang-kadang
dapat diobati dengan jenis tiazid lain. Hal ini umumnya disebabkan karena potensi
antar jenis tiazid bereda-beda. Ada baiknya sesekali pengobatan diselingi dengan
diutetik lain, misalnya diuretik antagonis aldosteron.
Golongan tiazid juga digunakan untuk pengobatan diabetes insipidus
terutama yang bersifat nefrogen dan hiperkalsiuria pada penderita dengan batu
kalsium pada saluran kemih.

POSOLOGI
Sediaan dan dosis golongan tiazid dapat dilihat pada tabel

1.4 DIURETIK HEMAT KALIUM
Yang tergolong dalam kelompok ini adalah antagonis aldosteron,
triamteren dan amilorid. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
ANTAGONIS ALDOSTERON
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan
utama aldosteron adalah memperbesar reabsorpsi natrium dan klorida di tubuli
serta memperbesar ekskresi kalium. Jadi pada hiperaldosteronisme, akan terjadi
penurunan kadar kalium dan alkalosis metabolik karena reabsorpsi HCO3- dan
sekresi H+ yang bertambah.


Tabel 25-2, SEDIAAN DAN DOSIS TIAZID DAN SEYAWA SEJENIS

Obat Sediaan Dosis
(mg/hari)
Lama kerja
(jam)
Klorotiazid
Hidroklorotiazid
Hidroflumetiazid
Bendroflumetiazid
Politiazid
Bendztiazid
Siklotiazid
Metiklotiazid
Klortalidon
Kuinetazon
Indapamid
Tablet 250 dan 500
mg
Tablet 250 dan 50 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2,5; 5 dan 10
mg
Tablet 1,2 dan 4 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2 mg
Tablet 2,5 dan 5 mg
Tablet 25, 50 dan 100
mg
500-2000
25-100
25-200
5-20
1-4
50-200
1-2
2,5-10
25-100
50-200
2,5-5
6-12
6-12
6-12
6-12
24-48
6-12
18-24
24
24-72
18-24
24-36
Tablet 50 mg
Tablet 2,5 mg


Kadar kalium dan alkalosis metabolic karena reabsorpsi HCO
3
-
dansekresi H
+
yang
bertambah.
Keadaan dan tindakan yang dapat menyebabkan bertambahnya sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal adalah sekresi glukokortikoid yang meninggi
misalnya membedakan, rasa takut, trauma fisik dan peredaran, asupan kalim yang
tinggi, asupan natrium yang rendah, bendungan pada vena kava inferior, sirosis
hepatis, nefrosis dan payah jantung akan meningkatkan sekresi aldosteron tanpa
peningkatan sekresi glukokortikoid. Keadaan tersebut diatas sering disertai adanya
udem, sehingga pemberian antagonis aldosteron yaitu spironolakton sebagai
deuretik sangat bermanfaat.
Mekanisme kerja antagonis aldosteron adalah penghambatan kompetitif
terhadap aldosteron. Ini terbukti dari kenyataan bahwa obat ini hanya efektif bila
terdapat aldosteron baik endogen ataupun eksogen dalam tubuh dan efeknya dapat
dihilangkan dengan meniggikan kadar adosteron. Jadi dengan pemberian antagonis
aldosteron, reabsorpsi Na
+
di hilir tubuli distal dan duktus koligentes dikurangi,
dengan demikian ekskresi K
+
juga berkurang.

FARMAKOKINETIK. Tujuh puluh persen spironolakton oral diserap di saluran
cerna, mengalami sirkulasi enterohepatik dan metabolisme lintas pertama. Ikatan
dengan protein cukup tinggi. Metabolit utamanya,kanrenon, memperlihatkan
aktivitas antagonis aldosteron dan turut berperan dalam aktivitas biologi
spironolakton. Kanrenon mengalami interkonfersi menjadi kanrenoat yang tidak
aktif.
EFEK SAMPING. Efek toksik yang utama dari spironolakton adalah hiperkalemia
yang sering terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang
berlebihan. Tetapi efek toksik ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan
bersama dengan tiazid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat.
Efek samping lain yang ringan dan reversible diantaranya ginekomastia, efek
samping mirip androgen dan gejala salura cerna.
INDIKASI. Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan
hipertensi dan udem yang refraktor. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretic lain
dengan maksud mengurangi efek kalium, disamping memperbesar diuresis.
Hasilnya pada pengobatan payah jantung, sirosis hepatis dan sindrom
nefrotik sukar diperkirakan karena interaksi yang terlalu kompleks dari penyakit
primernya, hiperaldosteronisme sekunder dan efek deuretik lain yang diberikan
bersamaan.
SEDIAAN DAN DOSIS. Spironolakton terdapat dlam bentuk tablet 25,50 dan
100 mg. dosis dewasa berkisar antara 25-200 mg, tetapi dosis efektif sehari-hari
rata-rata 100 mg dalam dosis tunggal atau terbagi.terdapat pula sediaan kombinasi
tetap antara sprironolakton 25 mg dan hidroklorotiazid 25 mg dan, serta antara
spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.

TRIAMETEREN DAN AMILORID
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida,
sedangkan ekskresi kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami
perubahan. Efek penghambatan reabsorpsi natrium dan klorida oleh triameteren
agaknya suatu efek langsung, tidak melalui penghambatan aldosteron, karena obat
ini memperlihatkan efek yang sama baik pada keadaan normal, maupun setelah
adrenalektomi. Triameren menurunkan ekskresi K
+
dengan menghambat sekresi
kalium di sel tubuli distal. Berkurangnya reaabsorpsi natrium di tempat tersebut
mengakibatkan turunnya perbedaan potensial listrik transtubular, sedangkan
adanya perbedaan potensial listrik transtubular ini diperlukan untuk
berlangsungnya proses sekresi K
+
oleh sel tubuli distat. Secara eksperimental, obat
ini efektif dalam keadaan asidosis maupun alkalosis.
Beberapa pengalaman klinik menunjukkan bhwa kedua obat ini terutama
bermanfaat bila diberikan bersama diuretic lain, misalnya hidroklorotiazid. Dengan
kombinasi ini efek natriuresisnya lebih besar dan ekskresi kalium oleh tiazid
dikurangi.
Dibandingkan oleh trimteren, amilorid jauh lebih mudah larut dalam air
sehingga lebih banyak diteliti. Pengalaman klinik dengan triamteren pun masih
sangat kurang sehingga msih banyak hal-hal yang belum diketahui mengenai obat ini.
Absorpsi triameteren melalui saluran cerna baik sekali, obat ini hanya
diberikan oral. Efek diuresisnya biasanya mulai tampak setelah 1 jam. Amilorid dan
triametern per oral diserap kira-kira 50% dan efek diuresisnya terlihat dalam 6
jam dan berakhir sesudah 24 jam.
EFEK SAMPING. Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini yaitu
hiperkalemia. Triameteren juga dapat menimbulkan efek samping yang berupa mual,
muntah, kejang kaki dan pusing.azotemia yang ringan sampai xedang sering terjadi
dan bersifat reversible. Pada penderita dengan sirosis hati akibat alcohol yang
mendapat triameteren pernah dilaporkan terjadi nemia meloblastik, tetapi
hubungan sebab-akibat belum pasti. Hal ini mungkin akibat terjadinya penghambatan
terhadap enzim hidrofolat reduktase, terutama pada penderita dengan penurunan
cadangan dan masukan asam folat.
Efek samping amilorid yang paling sering selain hiperkalemia yaitu mual,
muntah, diare dan sakit kepala.



INDIKASI
Diuretic hemat kalium ternyata bermanfaat untuk pengobatan beberapa
pasien dengan udem. Tetapi obat golongan ini akan lebih bermanfaat bila diberikan
bersama dengan diuretic golongan lain. Misalnya dari golongan tiazid. Mengingat
kemungkinan dapat terjadi efek samping hiperkalemia yang membahayakan,, maka
pasien-pasien yang sedang mendpatkan pengobatan dengan diuretic hemat K
+
sekali-
kali jangan diberikan suplemen K
+
. juga harus waspada bila memberikan diretik ini
bersama dengan obat penghambat ACE, karena obat ini mengurangi sekresi
aldosteron, sehingga bahaya terjadinya hipovolemi dan hiperkalemiamenjadi besar.
Selain itu perlu diingat pula bahwatriameteren atau amilorid sekali-kali jangan
diberikan bersama spironolaktn mengingat bahaya terjadinya hiperkalemia.

SEDIAAN DAN POSOLOGI. Triameteren tersedia sebagai kapsul dari 100 mg.
dosisnya 100-300 mg sehari. Untuk tiap penderita harus ditetapkan dosis penunjang
tersendiri.
Amilorid dalam bentuk tablet 5 mg. dosis sehari sebesar 5-10 mg.
Sediaan kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan hidroklorotiazid 50 mg dan
hidroklorotiazid 50 mg terdapat dalam bentuk tablet dengan dosis sehari antara 1-
2 tablet.


1.5. DIURETIK KUAT
Diuretik kuatv(high-ceiling diuretics) mencakup sekelompok diuretic yang
efeknya sangat kuat dibandingkan dengan diuretic lain. Tempat kerja utamanya
dibagi epitel tebal ansa henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut juga
sebagai loop diuretics. Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat,
furosemid dan bumetanid.
Asam etakrinat termasuk deuretik yang dapat diberikan secara oral maupun
parenteral dengan hasil yang memuaskan. Furosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-
5-sulfamoil antranilat masih tergolong derivate asam bumetamid merupakan
derivate asam 3-aminobenzoat yang lebih poten daripada furosemid, tetapi dalam
hal lain kedua senyawa ini mirip satu dengan yang lain.
CARA KERJA
Secara umu dapat dikatakan bahwa diuretic kuat mempunyai mula kerja dan
lama kerja yang lebih pendek dari tiazid. Hal ini sebagian besar ditentukan oleh
faktor farmokokinetik dan adanya mekanisme kompensasi.
Diuretic kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi
elektrolit di ansa henle asenden bagian epitel tebal: tempat kerjnya dipermukaan
sel epitel bagian luminal (yang menghadap ke lumel tubuli). Pada pemberian secara
IV obat ini cederung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai peningkatan
filtrasi glomerulus. Perubahan hemodiamik ginjal ini mengakibatkan menurunya
reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta meningkatnya efek awal
dieresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini relative hanya berlangsung sebentar.
Dengan berkurangnya cairan ekstrases akibat dieresis, maka aliran darah ginjal
menurun dan hal ini akan mengakibatkan peningkatan reabsorpsi cairan dan
elektrolit di tubuli poksimal. Hal yang terakhir ini agaknya merupakan suatu
mekanisme konpensasi yang membatasi jumlah zat terlarut yang mencapai bagian
epitel tebal henle asenden, dengan demikian akan mengurangi dieresis.
Masih ipertentangkan apakah diuretic kuat juga bekerja di tubuli proksimal.
Furosemid dan bumetamid mempunyai daya hambat enzim karbonik anhidrase
karena keduanya merupakan derivate sulfonamide, seperti juga tiazid dan
asetazolamid, tetapi aktivitasnya terlalu lemah untuk menebabkan diuresis di tubuli
proksimal. Asam etakrinat tidak menghambat enzim karbonik anhidrase. Efek
deuetik kuat terdapak segmen yang lebih distal dari ansa henle asendens epitel
tebal , belum dapat dipastikan, tetapi dari besarnya dieresis yang terjadii, diduga
obat ini bekerja juga di segmen tubui lain.
Ketiga obat ini juga menyebabkan meningkatnya ekskresi K
+
dan kadar asam
urat plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid. Ekskresi Ca
++
dan Mg
++
juga ditingkatkan sebanding dengan peninggian ekskresi Na
+.
berbed
dengan tiazid, golongan ini tidak meningkatkan re-absorpsi Ca
++
di tubuli distal.
Berdasarkan atas efek kalsinuria ini, golongan deuretik kuat digunakan untuk
pengobatan simptomatik hiperkalsemi.
Deuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat dititrasi (titratable
acid) dan ammonia. Fenomena yang diduga terjadi karna eeknya di nefron distal ini
merupakan saah satu faktor penyebab terjadinya alkalosis metabolic.
Bila mobilisasi cairan udem terlalu cepat, alkalosis metabolic oleh deuretik
kuat ini terutama terjadi aakibat penyusutan volume cairan ekstrasel.sebaliknya pad
penggunaan yang kronik , faktor utama penyebab alkalosis ialah besarnya asupan
garam dan ekskresi H
+
dan K
+.
alkalosis ini sering sekali disertai dengan
hiponatremia, tetapi masing-masing disebabkan oleh mekanisme yang berbeda.

FARMAKOKINETIK
Ketika obat mudah diserap melalui saluran cerna dengan derajat yang agak
berbeda-beda. Bioavailabilitas fursemid 65% sedangkan bumetanid hamper 100%.
Deuretik kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak
difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui system transport asam
organic di tubuli proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi di cairan tubuli dan
mungkin sekali di tempat kerja di daerah yang lebih distal lagi. Probenesid dapat
menghambat sekresi furosemid dan interaksi antara keduanya ini hanya terbatas
pada tingkat sekresi tubuli dan tidak pada tempat kerja deuretik.
Kira-kira 2/3 dari asam etrakinat yang diberika secara IV diekskresi melalui
ginja dalam bntuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama
sistein dan N-asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melalui hati. Sebagian besar
furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya sebagian kecil dalam bentuk
glukuronid. Kira-kira 50% bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya
sebagai metabolit.

EFEK SAMPING
Efek samping asam atakrinat dan furosemid dapat dibedakan atas: (1) reaksi
toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi dan
(2) efek samping yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya jarang terjadi.
Hiperuresemia relative sering terjadi, namun pada kebanyakan penderita hal ini
hanya merupakan kelainan biokimia. Dapat pula terjadi reajksi berupa gangguan
saluran cerna, depresi elemen darah, rash kulit, parestesia dan difungsi hati.
Gangguan saluran cerna lebih sering terjadi dengan asam etakrinat daripada
furosemid. Sensivitas mungkin terjadi antara furosemid dan sulfnamid yang lain.
Furosemid dan tiazid diduga dapat menyebabkan nefritis interstisialis alergik yang
menyebabkan gagal ginjal reversibel juga terjadi penurunan konsentrasi
karbohidrat, tetapi lebih ringan daripada tiazid. Pada dosis yang berlebihan pernah
dilaporkan terjadinya hipoglikemia akut dengan mekanisme yang tidak dikeahui.
Berdasarkan efeknya pada janin hewan coba, maka diuretic kuat ini tiidak dianjurka
pada wanita hamil, kecuali bila mutlak diperlukan.
Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap, dan
hal ini merupakan efek samping yang serius. Ketulian sementara juga dapat terjadi
pada furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ketulian mungkin sekali
disebabkan oleh perubahan komposisi elektrolit cairan endolimfe. Ototoksisitas
merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini. Bila karena suatu hal
diperlukan pemberian obat yang juga bersifat ototoksik misalnya aminoglikosid,
maka sebaliknya dipilih diuretic yang lain, misalnya tiazid.
Deuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin klofibrat melalui
penggeseran ikatannya dengan protein. Pada penggunaan kronis diuretic kuat ini
dapat menurunkan bersihan litium. Penggunaan bersama dengan sefalosporin dapat
meningkatkan nefrotoksisitas sefalosporin. Antiinflamasi nonsteroid terutama
indometasin dan kortikosteroid melawan kerja furosemid.

PENGGUNAAN KLINIK
Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat, karena gangguan
saluran cerna yang lebih ringan dan kurva dosis responsnya kurang curam deuretik
kuat merupakan obat efektif untuk pengobatan udem akibat gangguan jantung, hati
atau ginjl. Sebaiknya diberikan secara oral, kecuali bila diperlikan dieresis yang
segera, maka dapat diberikan secara IV atau IM. Pemberian parenteral ini
diperlukan untuk mengatasi udem paru akut. Pada keadaan ini perbaikan klinik
dicapai karena terjadi perubahan hemodenamik dan penurunan volume cairan
ekstrasel dengan cepat, sehingga alir balik vena dan curah ventrikel kanan
berkurang. Untuk mengatasi udem refrakter, diuretic kuat biasanya diberiikan
bersama deuretik lain, misalnya tiazid atau diuretic hemat K
+
. Pemakaian dua macam
obat deuretik kuat secara bersama merupakan tindakan yang tidak rasional.
Bila ada nefrosis atau gagal ginjal kronik, maka diperlukan dosis furosemid
jauh lebih besar daripada dosis biasa. Diduga hal ini disebabkan oleh banyakya
protein dalam caira tubuli yang akan mengikat furosemid sehingga menghamba
diuresis. Pada penderita dengan uremia, sekresi furosemid melalui tbuli meurun.
Diuretic juga digunakan pada penderita gagal ginjal akut yang masih awal (baru
terjadi), namun hasilnya tidak konsisten. Deuretik kuat dikontraindikasikan pada
keadaan gagal ginjal yang disertai anuria. Deuretik kuat dapat menurunkan kadar
kalsium plasma pada penderita hiperkalsemia simtomatik dengan cara meningatkan
ekskresi kalsium melalui urin. Bila digunakan untuk tujuan ini, maka perlu pula
diberian suplemen Na
+
dan Cl
-
untuk menggatikan kehilangan Na
+
dan Cl
-
melalui urin.

SEDIAAN DAN POSOLOGI
Asam etakrinat. Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-200 mg per hari.
Sediaan IV berupa Na-etakrinal, dolsisnya 50mg atau 0,5-1 mg/kgBB
Furosemid. Obat ini tersedia dalam bentuk tabletb20, 40, 80 mg dan preparat
suntikan. Umumnya pasien membutuhkan kurang dari 600 mgg/hari. Dosis anak 2
mg/kgBB, bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.
Bumetanid. Tablet 0,5 dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0,5-2 mg sehari.
Dosis maksimal perhari 10mg. obat ini tersedia juga dalam bentuk bubuk injeksi
dengan dosis IV atau IM dosis awal atara 0,5-1 mg: dosis diulang 2-3 jam maksimum
10 mg/hari


1.6. XANTIN

Xantin ternyata juga mempunyai efek dieresis. Efek stimulasinya pada funsi
jantung, menimbulkan dugaan bahwa deuresis sebagai disebabkan oleh meningkatnya
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Namun semua derivate xantin ini
rupanya juga berefek langsung pada tubuli ginjal, yaitu menyebabkan peningkatan
ekskresi Na
+
dan Cl
-
tanpa disertai perubahan yang nyata pada pengasaman urin. Efe
deuresis ini hanya sedikit dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa, tetapi
mengalami potensiasi bila diberikan bersama penghambat karbonik anhidrase.
Diantara kelompok xantin teofilin memperlihatkan efek deuresis yang paling kuat.
Xanting sangat jarang digunakan sebagai diuretic utama, namun bila digunakan untuk
tujuan lain terutama sebagai nbronkokodilator, adanya efek deuresis harus tetap
diingat.

1.7 PENGOBATAN DENGAN DEURETIK
INDIKASI
Deuretik digunakan untuk menurunkan volume dan cairan interstisialdengan
cara yang meningkatkan ekskresi natrium klorida dan air. Bila deuretik diberikan
secar akut, akan terjadi kehilangan natrium lebih banyak daripada jumah natrium
yang masik dan makanan. Tetapi pada penggunaaan kronis akan dicapai
keseimbangan, sehingga natrium yang keluar sama dengan diet rendah garam.

KEADAAN YANG MEMERLUKAN DIURESIS CEPAT. Pada udem paru, pemberian
furosemid atau asam etakrinat IV dapat menyebabkan dieresis cepat. Perbaikan
yang terjadi sebagian mungkin disebabkan oleh adanya perubahan hemodiamik yaitu
perubahan pada daya tamping vena (venous capacintance); tetapi efek duresisnya
tetap diperlukan untuk mempertahnkan hasil tersebut.

UDEM. Semua diuretic dapat digunakan untuk keadaan udem. Seringkalii udem ini
disertai hiperaldonsteronisme dan karena itu penggunaan deeuretika cenderung
disertai kehilangan kalium. Penyebab utama uden adalah payah jantung ; penyebab
lainnya antara lain penyakit hati dan sindrom nefrotik. Pada semua keadaan ini harus
diusahakan meningkatkan kadar kalium dalam serumdengan pemberian suplemen
kalium atau dengan penggunaan bersama deuretik hemat kalium. Pada penderita
sirosis hati yang disertai asites dan udem, sebaiknya digunakan dahulu diuretic
hemat kalium, kemudian disusul dengan diuretic yang lebih kuat.
Pada udem yang disertai gagal ginjal penggunaan tiazid kurang bermanfaat,
sebaliknya diuretic kuat sangat bermanfaat. Dalam hal ini perlu dosis besar untuk
mendapatkan efek pada tubuli proksimal; furosemid lebih disukai dibandingkan
dengan asam etakrinat karena asam etakrinat lebih besar atotoksisitasnya. Diuretic
hemat kalium sama sekali tidak boleh diberikan pada gagal ginjal,karena ada
bahaya terjadi karena hiperkalemia yang fatal.

HIPERTENSI. Dasar penggunaan diuretic pada hipertensi terutama karena efeknya
terhadap keseimbangan natrium dan terhadap resistensi perifer.
Furosemid dan asam etakrinat mempunyai natriuresus lebih kuat disbanding
dengan tiazid; tetapi keduanya tidak mempunyai efek fasedilatasi arteriol langsung
seperti tiazid. Oleh karena itu tiazid terpilih untuk pengobatan hipertensi
berdasarkan pertimbangan efektivitas maupun besarnya biaya.

Tabel 25-3, PENGGUNAAN KLINIK DIURETIK

Penyakit Obat Komentar/keterangan
Hipertensi











Payah jantung kronik
kongestif







Udem paru akut

Sindrom nefrotik



Payah ginjal akut

Tiazid


Diuretic kuat (biasanya
furosemid)



Diuretic hemat kalium



Tiazid
Diuretic kuat (furosemid)



Diuretic hemat kalium



Diuretic kuat (furosemid)

Tiazid atau diretik kuat
bersama dengan
spironolakton

Manitol dan/atau
Merupakan pilihan utama
step 1, pada sebagian
besar penderia

Digunakan bila terdapat
gangguan fungsi ginjal
atau apabila diperlukan
efek diuretic yang segera

Digunakan bersama tiazid
atau diuretic kuat, bila
ada bahaya hipokalemia

Digunakan bila fungsi
ginjal normal. Terutama
bermanfaat pada
penderita deengan
gangguan fungsi ginjal

Digunakan bersama tiazid
atau diuretic kuat bila ada
bahaya hipokalemia.








Penyakit hati kronik




Udem otak

Hiperkalsemia


Batu ginjal

Diabetes insipidus

Open agle glaucoma

Acute angle closure
glaucoma
furosemid



Spironolakton (sendiri
atau bersama tiazid atau
diuretic kuat)


Diuretic osmotic

Furosemid


Tiazid

Tiazid

Asetazolamid

Diuretic osmotic atau
asetazolamid
Bila dieresis berhasil,
volume cairan tubuh yang
hilang harus diganti
dengan hati-hati

Diuretic kuat harus
digunakan dengan hati-
hati. Bila ada gangguan
funsi ginjal, jangan
menggunakan
spironolakton



Diberikan bersama infuse
NaCL hipertonis


Disertai diet rendah
garam

Penggunaan jangka
panjang

Prabedah


DIABETES INSIPIDUS. Diuretic tiazid dapat mengurangi ekskresi air pada
penderita diabetes insipidus mungkin sekali melalui mekanisme konpensasi intrarenal

BATU GINJAL. Tiazid menurunkan ekskresi kalium dalam urin. Hal ini munkin
sebagai akibat adanya konpensasi intrarenal yang menyebabkan reabsorpsi kasium
ditubuli proksimal bertambah atau akibat adanya pengmambatan lamgsung sekresi
kalsium.

HIPERKALSEMIA. Furosemid dosis tinggi yang diberikan secara IV (100 mg) dalam
infuse larutan angaram faal dapat menhambat reabsorpsi latihan, air dan kalsium di
tubuli proksimal sehingga digunakan untuk pengobatan hiperkalsemia.

EFEK SAMPING
Hipokalemia Diuretik dengan tempat kerja di segmen dilusi distal, ansa henle bagian
asenden dari tubuli proksimal dapat menyebabkan kehilangan kalium. Rasio
kehilangan kalium dan natrium lebih besar pada penggunaan tiazi dari pad
furosemid, mungkin karena furosemid tidak mempunyai aktivitas penghambat
karbonak anhidrase. Tetapi furosemid mempunyai efek natriuresis lebih kuat,
sehingga biasanya akan diikuti deplesi kalium
Penggunaan tiazid dosis kecil pada hipertensi, misalnya dengan klorotiazid
500 mg/hari atau klortaidon 25 mg/hari tidak akn banyak mempengaruhi kadar
kalium atau asam urat plasma. Tetapi dengan dosis lebih besar pada pengobatan
udem, perlu diadakan pemantauan kadar kalium dalam serum
Hiperurisemia. Hamper semua diurretik menyebabkan peningkatan kadar asamurat
dalam serum melalui pengaruh langsung terhadap sekresi asam urat dan efek ini
berbanding lurus dengan dosis diuretic yang digunakan. Pada penggunaan diuretic
dapat terjadi penyakit pirai, baik pada orang normal maupun mereka yang rentan
terhadap gout. Hiperurisemia dapat diperbaiki dengan pemberian alopurinol atau
probenesid
Gangguan toleransi glukosa dan diabetes. Tiazid dan furosemid dapat
menyebabkan gangguan toleransi glukosa terutama pada penderita diabetes laten,
sehingga manifestasi diabetes. Mekanisme pasti penyebab keadaan ini belum
jelaskarena menyangkut berbagai macam faktor, antara lain berkurangnya sekresi
inslin dari pancreas , meningkatnya glikogenolisis dan berkurangnya glikogenesis.
Bila keadaan ini terjadi maka penggunaan diuretic harus dihentian.

Hiperkalesemia. Tiazid dapat mengakibatkan peninggian kadar kalsium serum.
Hiperkalesemia. Diuretic hemat kalium dapat mengakibatkan hiperkalemia yang
dapat merupakan komplikasi yang fatal. Oleh karena itu obat golonga ini tidak boleh
diberikan dengan dosis berlebihan dan juga tidak boleh diberikan pada penderita
gagal ginjal
Sindrom udem idiopatik. Penggunaan diuretic kuat pada keadaan ini kadang-kadang
justru menyebabkan retensi garam dan air. Dengan menghentikan pemberian
diuretic, biasanya dalam waktu 5-10 hari akan timbul dieresis
Volume depletion. Pemberian dieretik kuat pada penderita gagal jantung berat
dapat mengaibatkan berkurangya volume darah yang beredar secara akut. Dan ha ini
ditandai dengan turunnya tekanan darh, rasa lelah dan lemah. Biasanya dieresis
jstru akan terjadi setela pemberian diuretic dihentiakn.
Hiponatremia. Hiponatremia ringan yang sering kali terjadi tidak menimbulkan
masalah. Hiponatremia mudah terjadi pada penggunaan furosemid dosis besar
bersama deuretik lain yang bekerja di tubuli distal; keadaan ini akan lebih berat bila
penderita juga dianjurkan pantang garam tetapi bebas minum air.

INTERAKSI
Pada penggunaan diuretic bersama obat-obat lain, hars selal dipikirkan
adanya interaksi yang mungkin terjadi. Beberapa contoh penting tertera alam Tabel
25-5


Tabel 25-5. INTERAKSI KLINIS YANG PENTING PADA PENGGUNAAAN
DIURETIK

Obat Diuretik Efek
Kortikosteroid

Aminoglikosid
Aminoglikosidsefalospori
Antikolvunsan
Diazoksid

Digitalis

Indometasin
Indometasin dan
penghambat prostaglandin
yang lain
Litium

Antikoagulan oral
Tiazid
Diuretic kuat
Diuretic kuat
Diuretic kuat
Furosemid
Tiazid
Furosemid
Tiazid
Diuretic kuat
Triamteren, amilorid
Tiazid
Diuretic kuat
Tiazid

Tiazid (kemungkinan
Meningkatkan hipokalemia

Menambah ototoksisitas
Menambah nefrotoksisitas
Menurunkan efek
natriuretik
Hiperglikemia

Meningkatkan intoksikasi
digitalis, bila terjadi
hipokalemai
Payah ginjal akut
Menurunkan efek
natriuretik dan atau efek
antihipertensinya


Suplemen kalium
Suksinilkolin

Tetrasiklin

Tubokurarin

Vitamin D dan produk-
produk kalsium
diuretik yang lain)

Diuretic hemat kalum
Diuretic kuat

Kemungkinan semua
diuretic

Tiazid
Diuretic kuad
Tiazid
Meningkatkan kadar litium
dalam serum
Menurunkan efek koagulan
akibat kosentrasi faktor-
faktor pembekuan
Hiperkalemia
Efek blockade saraf-otot
meningkat
Meningkatkan azotemia
pada penderita gagal
ginjal
Blockade di lempeng saraf
meningkat
hiperkalsemia

Mekanisme kerja
Kebanyakan bekerja dengan mengurangi reabsorbsi natrium , sehingga
pengeluarannya dengan kemih dan demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat ini
bekerja khusus dengan tubuli tetapi di tempat-tempat yang berlainan, yakni :
1. Tubuli proksimal. Disini lebih kurang 70% dari ultrafitrat diserap kembali secara
aktif dengan antara lain glukosa, ureum, ion-ion Na
+
dan Cl
-.
Filtrasii tidak berubah
dan tetap isotonic terhadap plasma. Diuretika osmotic (mannitol, sorbitol, gliserol)
bekerja di tempat ini dengan mengurangi reabsorpsi Na
+
dan air.
2. Lengkung henle (henle;s loop). Di segmen ini lebih kurang 20% dari Cl
-
diangkut
secara aktif di sel-sel tubuli dengan disusul secara pasif oleh Na
+,
tetapi tanpa air,
sehingga filtrasi menjadi hipotonik. Diuretika lengkungan (furosemida, bumetamida
dan etakrinat) bekerja terutama disini dengan merintangi transport Cl
-

3. Tubuli distal bagian depan. Di ujung atas henles loop yang terletak dalam kortex,
Na
+
di serap kembali secara aktif tanpa penarikan air pula, sehingga filtrate menjadi
lebih cair dan lebih hipotonik. Saluretikan (zat-zat thiazida , klortalidon, mefrusida
dan klopamida) bekerja di tempat ini dengan merintangi reabsorpsi Na
+
dan Cl
-

4. Tubuli distal bagian belakang. Di sini Na
+
diserap kembali secara aktif pula dan
berlangsung penukaran dengan ion-ion K
+
, H
+
Dan NH
4
+
. Proses ini dikendalikan oleh
hormone anak ginjal aldosteron. Zat-zat penghemat kalium (spironolakton,
triameteren, amilorida) bekerja di semen ini dengan jalan mengurangi penukaran Na
+
dengan K
+
, dengan demikian mengakibatkan retensi kalium .
Penyerapan kembali dari air terutama terjadi di saluran pengupul (duktus colligens)
dan di sinilah bekerja hormone anti diuretic vasopressin (ADH).




Daftar pustaka
Katzung Bertram g. (1997). Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta : EGC
Drs. Tjah tan hoan & Drs Rahardja kirana. (2008). Obat-obat penting. Jakarta : PT
Gramedia
Deglin judithhopfer & Vallerant april hazard. (2005). Pedoman obat untuk perawat.
Jakarta : EGC.
Dr Jan Tambayong. (2002). Farmakologi untuk keperawatan. Jakarta : widya medika
Aslam Mohamed, cik kaw tan, adji prayitno.Farmasi klinis.(2003).Jakarta : PT Elex
Media Komputindo

You might also like