You are on page 1of 48

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk tugas Keperawatan Gerontik semester
VII. Selain untuk memenuhi tugas Keperawatan Gerontik, tujuan penyusunan makalah
ini untuk memaparkan materi tentang asuhan keperawatan kelompok lansia mobilitas.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mengalami kesulitan terutama
disebabkan oleh kurangnya sumber acuan. Namun, berkat bimbingan dari berbagai
pihak, akhirnya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan walaupun masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, sepantasnya penyusun mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Lilik Marifatul Azizah selaku dosen pengajar serta semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari, sebagai mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa
dan masih perlu banyak belajar dan kurangnya pemahaman konsep dalam penyusunan
menyebabkan makalah ini yang jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menjadi
lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang.
Harapan penyusun, mudah-mudahan makalah yang sederhana ini benar-benar
memaparkan asuhan keperawatan kelompok lansia mobilitas. Sehingga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca ataupun rekan-rekan semuanya.




Mojokerto, 20 Nopember 2011



Penyusun





DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Mobilitas................................................................ 3
2.2 Proses Penuaan pada Sistem Muskuloskeletal................................... 6
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masalah Mobilitas.................... 8
2.4 Masalah Mobilitas pada Lansia............................................. 12
2.5 Perubahan Akibat Masalah Mobilitas................................................ 14
2.6 Penatalaksanaan................................................................. 17

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK PADA LANSIA
3.1 PENGKAJIAN................................................................................ 20
3.2 Analisa Data................................................................................... 34
3.3 Prioritas Masalah 35
3.4 Rencana Keperawatan.. 36
3.5 Planning of Action (POA) 38

BAB IV TERAPI MODALITAS KELOMPOK
4.1 Tujuan............................................................................................. 45
4.2 Waktu......................................................................................... 45
4.3 Setting...................................................................................... 45
4.4 Media....................................................................................... 45
4.5 Metode........................................................................................ 45
4.6 Langkah-Langkah Kegiatan........................................................ 46

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.................................................................................. 48
5.2 Saran................................................................................................ 48





























BAB 1
PENDAHULUAN


1.1. LATAR BELAKANG
Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Lansia merupakan suatu
prose salami yang ditentukan oleh Allah. Semua orang akan mengalami proses menjadi
tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimana masa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan social secara bertahap.
Kemunduran seperti itulah yang dinamakan proses penuaan (aging proses). Aging
proses adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat memperbaiki kerusakan yang diderita. Penuaan tidak dapat
dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan
menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan
mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan.
Salah satu perubahan akibat dari proses penuaan adalah perubahan fisik pada
lansia, yaitu mobilitas lansia. Mobilitas dan aktivitas adalah hal yang vital bagi
kesehatan total lansia sehingga perawat harus banyak memiliki pengetahuan dalam
pengkajian dan intervensi muskuloskeletal. Perawat memainkan dua peranan penting.
Pertama, mempraktikkan promosi kesehatan jauh sebelum usia 65 tahun dapat menunda
dan memperkecil efek degenerative dari penuaan. Penyakit muskuloskeletal bukan
merupakan suatu konsekuensi penuaan yang tidak dapat dihindari dan karenanya harus
dianggap suatu proses penyakit spesifik, tidak hanya akibat dari penuaan.


1.2. RUMUSAN MASALAH
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka penyusun dapat
merumuskan sebagai berikut :
1.2.1. Apakah konsep dasar mobilitas?
1.2.2. Bagaimanakah proses penuaan pada sistem muskuloskeletal?
1.2.3. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi masalah mobilitas?
1.2.4. Apa sajakah masalah mobilitas pada lansia?
1.2.5. Bagaimanakah perubahan akibat masalah mobilitas?

1.2.6. Bagaimanakah penatalaksanaannya?
1.2.7. Bagaimanakah asuhan keperawatan kelompok pada lansia yang mengalami
masalah mobilitas?
1.2.8. Bagaimanakah terapi modalitas kelompom yang diberika pada kelompok lansia
tersebut?

1.3. TUJUAN PENULISAN
1.3.1. Memaparkan mengenai konsep dasara mobilitas.
1.3.2. Menjelaskan mengenai proses penuaan pada sistem muskuloskeletal.
1.3.3. Memaparkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi masalah mobilitas.
1.3.4. Memaparkan mengenai masalah mobilitas pada lansia.
1.3.5. Menjelaskan mengenai perubahan akibat masalah mobilitas.
1.3.6. Menjelaskan mengenai penatalaksanaa masalah mobilitas lansia.
1.3.7. Menjelaskan mengenai asuhan keperawatan kelompok pada lansia yang
mengalami masalah mobilitas?
1.3.8. Menjelaskan mengenai terapi modalitas kelompom yang diberika pada
kelompok lansia.

1.4. MANFAAT PENULISAN
Manfaat secara teoritis yang diperoleh dari makalah ini yaitu untuk mengembangkan
teori keperawatan yang berhubungan dengan mobilitas pada lansia dan asuhan
keperawatan kelompok pada lansia yang mempunyai masalah mobilitas.
Sedangkan manfaat secara praktis yang dapat diperoleh dari makalah ini yaitu :
1.4.1. Bagi mahasiswa keperawatan khusunya perawat mengerti tentang mobilitas pada
lansia dan asuhan keperawatan kelompok pada lansia yang mempunyai masalah
mobilitas.
1.4.2. Bagi pembaca agar bisa memahami tantang mobilitas pada lansia dan asuhan
keperawatan kelompok pada lansia yang mempunyai masalah mobilitas serta
dapat memberikan pemahaman tentang hal ini kepada orang lain.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. KONSEP DASAR MOBILITAS
2.1.1. Definisi
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian
bagi seseorang. Walaupun jenis aktivitas berubah sepanjang kehidupan manusia.
Mobilitas adalah pusat untuk berpartisipasi dalam dan menikmati kehidupan.
Mempertahankan mobilitas optimal sangat penting untuk kesehatan mental dan
fisik semua lansia (Stanley, 2006).

2.1.2. Sifat Masalah
Mobilitas bukan merupakan sesuatu yang absolute dan statis dalam
menentukan kemampuan untuk berjalan; tetapi mobilitas optimal merupakan
sesuatu yang individualistis, relative, dan dinamis yang bergantung pada interaksi
antara faktor-faktor lingkungan dan social, efektif, dan fungsi baik.

2.1.3. Fisiologi Sistem Muskuloskeletal
1. Otot Skeletal
Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit.
Ada dua tipe kontraksi otot:
a. Kontraksi Isotonik
Kontraksi otot yang berlawanan atau isotonik berguna untuk
mempertahankan kekuatan otot-otot dan tulang. Kontraksi ini mengubah
panjang otot tanpa mengubah tegangan. Karena otot-otot memendek dan
memanjang, kerja dapat dicapai. Kontraksi isotonik dapat dicapai pada
saat berada ditemapat tidur, dengan tungkai menggantung disisi tempat
tidur, atau pada saat duduk di kursi dengan cara mendorong atau menarik
suatu obyek yang tidak dapat bergerak. Ketika tangan atau kaki dilatih
baik otot-otot fleksor dan ekstensor harus dilibatkan.


b. Kontraksi Isometrik
Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa mengubah
panjang otot yang menggerakkan sendi. Kontraksi-kontraksi ini digunakan
untuk mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam keadaan berdiri
(misalnya otot-otot kuadrisep, abdominal, dan gluteal) dan untuk
memberikan tekanan pada tulang bagi orang-orang dengan dan tanpa
penyakit kardiovaskular. Kontraksi isometrik dilakukan dengan cara
bergantian mengencangkan dan merelaksasikan kelompok otot. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun
pemakaian energi meningkat. Otot merefleksikan kepribadian dan suasana
hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan
otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung
dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot
yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot
yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya
kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya
aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus
otot menjadi berkurang.

2. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang,
pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam
pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.

3. Sendi
adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
a. Sendi Sinostotik
mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak
ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.


b. Sendi Kartilaginous/Sinkondrodial
memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan kartilago
untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang
yang mengalami penekanan yang konstan.
Contoh: kostosternal antara sternum dan iga.
c. Sendi Fribrosa/Sindesmodial
adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan ligamen
atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan,
dapat bergerak dengan jumlah yang terbatas.
Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula)
d. Sendi Sinovial
Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas di mana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial.
Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi engsel
seperti sendi interfalang pada jari.

4. Ligamen
Adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel
mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan
kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki
fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan
ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat
punggung bergerak.

5. Tendon
Adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak
elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya
tendon akhiles/kalkaneus.


6. Kartilago
Adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler,
terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.

7. Sistem Saraf
Mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama,
beradadi konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.

8. Propriosepsi
Adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu
dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh
secara berkesinambungan. Misalnya: proprioseptor pada telapak kaki
berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan.
Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus.
Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai
memutuskan untuk mengubah posisi.


2.2. PROSES PENUAAN PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL
Perubahan normal musculoskeletal terkait pada usia lansia termasuk penurunan
tinggi badan, retribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan porositas tulang,
atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan, dan kekauan sendi-sendi.
Perubahan pada tulang, otot, dan sendi mengakibatkan terjadinya perubahan penampilan,
kelemahan, dan lambatnya pergerakan yang menyertai penuaan.
2.2.1. Sistem Skeletal
Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah massa otot tubuh mengalami
penurunan. Hilangnya lemak subkutan perifer cenderung untuk mempertajam
kontur tubuh dan memperdalam cekungan di cekungan sekitar kelopak mata,
aksila, bahu, dan tulang rusuk. Tonjolan yulang 9vertebra, Krista iliaka, tulang
rusuk, scapula) menjadi lebih menonjol.
Jenis tulang termasuk jenis tulang kortikal dan trabekular, dan masing-
masing mempunyai suatu peran structural yang berbeda. Daerah yang memiliki
dampak besar akibat tekanan yang terjadi dari berbagai arah mengandung pola
tulang trabekular.
Fungsi utama tulang kortikal adalah sebagai pelindung terhadap beban
gerakan rotasi dan lengkungan. Proses penyerapan kalsium dari tulang untuk
mempertahankan kadar kalsium darah yang stabil dan penyimpanan kembali
kalsium untuk membentuk tulang baru dikenl sebagai remodeling (pembentukan
kembali). Proses remodeling ini terjadi sepanjang rentang kehidupan manusia.
Kecepatan basorbsi tidak berubah dengan penambahan usia. Kcepatan formasi
tulang baru mengalami perlambatan seiring dengan penambahan usia, yang
menyebabkan hilangnya massa total tulang pada lansia.

2.2.2. Sistem Muskular
Kekuatan muscular mulai merosot sekitar usia 40 tahun, engan suatu
kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. Perubahan gaya hidup dan
penurunan penggunaan system neuromuscular adalah penyebab utama untuk
kehilangan kekuatan otot. Kerusakan otot terjadi karena penurunan jumlah
serabut otot dan atrofi secara umum pada organ dan jaringan tubuh. Regenerasi
jaringan otot melambat dengan penambahan usia, dan jaringan atrofi digantikan
oleh jaringan fibrosa.
Perlambatan, pergerakan yang kurang aktif dihubungkan dengan
perpanjangan waktu kontaksi otot, periode laten, dan periode relaksasi dari unit
motor dalam jaringan otot. Sendi-sendi seperti pinggul, lutut, siku, pergelangan
tangan, leher, dan vertebra menjadi sedikit fleksi pada usia lanjut. Peningkatan
fleksi disebabkan oleh perubahan dalam kolumna vertebralis, ankilosis
(kekakuan) ligament dan sendi, penyusutan dan sklerosis tendon dan otot, dan
perubahan degenerative sistem ekstrapiramida.

2.2.3. Sendi
Secara umum, terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi
pada sendi-sendi yang menahan berat, dan pembentukan tulang di permukaan
sendi. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada
jaringan penyambung meningkat secara progesif yang jika tidak dipakai lagi,
mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan
deformitas.



Tabel 2.1 Perubahan normal sistem muskuloskeletal pada penuaan
Perubahan Normal Terkait Usia Implikasi Klinis
Penurunan tinggi badan progesif yang
diebabkan oleh penyempitan diskus
intervertebra
Postur tubuh bungkuk dengan
penampilan barrel-chest
Kekauan rangka tulang dada pada keadaan
mengembang
Peningkatan resiko jatuh
Penurunan produksi tulang kortikal dan
trabekular
Peningkatan risiko fraktur
Penurunan massa otot dengan kehilangan
lemak subkutan
Kontur tubuh yang tajam
Pengkajian status hidrasi sulit
Penurunan kekuatan otot
Waktu untuk kontaksi dan relaksasi muscular
memanjang
Perlambatan waktu untuk
bereaksi
Kekuatan ligament dan sendi Peningkatan risiko cidera


2.3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASALAH MOBILITAS
Penyebab imobilitas bermacam-macam. Pada kenyataannya terdapat benyak
penyebab imobilitas yang unik pada orang-orang yang diimobilisasi. Semua kondisi
penyakit dan rehabilitasi melibatkan beberapa derajat imobilitas. Berbagai ancaman dari
imobilitas fisik dapat dikategorikan berhubungan dengan lingkungan internal dan
eksternal atau dengan kompetensi dan sumber-sumber internal dan eksternal klien.
2.3.1. Faktor Internal
1. Penurunan Fungsi Muskuloskeletal
a. Otot-otot (atrofi, distrofi, atau cidera)
b. Tulang (infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau osteomalasia)
c. Sendi (arthritis dan tumor)
d. Kombinasi struktur (kanker dan obat-obatan)
2. Perubahan Fungsi Neurologis
a. Infeksi (ensefalitis)
b. Tumor
c. Trauma
d. Obat-obatan
e. Penyakit vascular (stroke)
f. Penyakit demielinasi (sklerosis multiple)
g. Penyakit degenaratif (penyakit Parkinson)
h. Terpajan produk racun (karbon monoksida)
i. Gangguan metabolik (hipoglikemia)
j. Gangguan nutrisi
3. Nyeri
Penyebabnya multipel dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma.
4. Defisit Perseptual
Kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori.
5. Berkurangnya Kemampuan Kognitif
Gangguan proses kognitif, seperti dimensia berat.
6. Jatuh
a. Efek fisik (cidera atau fraktur)
b. Efek psikologis sindrom setelah jatuh
7. Perubahan Hubungan Sosial
a. Faktor-faktor actual (kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga atau
teman-teman)
b. Faktor-faktor persepsi (perubahan pola piker seperti depresi)
8. Aspek Psikologis
a. Ketidakberdayaan dalam belajar
b. Depresi
9. Faktor Eksternal
Banyak factor eksternal yang mengubah mobilitas pada lansia. Faktor tersebut
termasuk progam terapetik, karakteristik tempat tinggal dan staf, system
pemberian asuhan keperawatan, hambatan-hambatan, dan kebijakan-kebijakan
institusional.
a. Progam Terapetik
Progam penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap
kualitas dan kuantitas pergerakan. Contoh progam pembatasan meliputi
factor-faktor mekanis dan farmakologis, tirah baring, dan restrein. Faktor-
faktor mekanis mencegah atau menghambat pergerakan tubuh atau bagian
tubuh dengan penggunaan peralatan eksternal (misalnya gips dan traksi)
atau alat-alat (misalnya yang dihubungkan dengan pemberian cairan
intravena, penghisapan gaster, kateter urine, dan pemberian oksigen. Agen
farmasetik seperti sedatif, analgesik, tranquilizer, dan anastesi yang
digunakan untuk mengubah tingkat kesadaran pasien dapat mengurangi
pergerakan atau menghilangkannya secara keseluruhan.
Tirah baring dapat dianjurkan atau merupakan akibat dari penanganan
penyakit dan sekuela cidera. Sebagai intervensi yang dianjurkan, istirahat
dapat menurunkan kebutuhan metabolik, kebutuhan oksigen, dan beban
kerja jantung. Selain itu, istirahat memberikan kesempatan pada system
muskuloskeletal untuk relaksai, menghilangkan nyeri, mencegah iritasi
yang berlebihan dari jaringan yang cidera, dan meminimalkan efek
gravitasi. Tirah baring dapat juga merupakan akibat dari faktor-faktor
fisiologis atau psikologis lain, seperti hipoksia dan depresi. Secara
fisiologis, suplai oksigen yang tidak adekuat mengganggu pemeliharaan
fungsi sel untuk meningkatkan aktivitas. Secara psikologis, depresi
menurunkan energi yang tersedia.
Restrein fisik dan pengaman tempat tidur biasanya digunakan pada
lansia yang diinstitusionalisasi. Alat-alat ini turut berperan secara langsung
terhadap imobilitas dengan membatasi pergerakan di tempat tidur dan
secara tidak langsung terhadap peningkatan risiko cedera dari jatuh ketika
seseorang berusaha untuk memperoleh kebebasan dan mobilitasnya.
b. Karakteristik Penghuni Institusi
Tingkat mobilitas dan pola perilaku dari kelompok teman sebaya
klien dapat memengaruhi pola mobilitas dan perilakunya. Dalam suatu
studi tentang status mobilitas pada penghuni panti jompo, mereka yang
dapat berjalan dianjurkan untuk menggunakan kursi roda karena anggapan
para staf untuk penghuni yang pasif, pembentukan contoh dari penghuni
yang lain, kurangnya jumlah staf, dan lingkungan dengan lantai yang licin
dan koridor yang berantakan. Penguatan dan disabilitas yang berlebihan
adalah akibatnya.
c. Karakteristik Staf
Tiga karakteristik dari staf keperawatan yang memengaruhi pola
mobilitas adalah pengetahuan, komitmen, dan jumlah. Pengetahuan dan
pemahaman tentang konsekuensi fisiologis dari imobilitas dan tindakan-
tindakan keperawatan untuk mencegah atau melawan pengaruh imobilitas
sangat penting untuk mengimplementasikan perawatan untuk
memaksimalkan mobilitas. Jumlah anggota staf yang adekuat dengan suatu
komitmen untuk menolong lansia mempertahankan kemandiriannya harus
tersedia untuk mencegah komplikasi imobilitas.
d. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan
Jenis sistem pemberian asuhan keperawatan yang digunakan didalam
institusi dapat memengaruhi status mobilitas penghuninya. Alokasi praktik
fungsional atau tugas telah menunjukkan dapat meningkatkan
ketergantungan dan komplikasi dari imobilitas. Ketika perawatan dibagi
menjadi tugas-tugas, keutuhan dan interaksi klien akan terabaikan.
e. Hambatan-Hambatan
Hambatan fisik dan arsitektur dapat mengganggu mobilitas.
Hambatan fisik termasuk kurangnya alat bantu yang tersedia untuk
mobilitas, pengetahuan dalam menggunakan alat bantu mobilitas tidak
adekuat, lantai yang licin, dan tidak adekuatnya sandaran untuk kaki
(misalnya sandal rumah daripada sepatu yang bertali). Sering kali,
rancangan arsitektur rumah sakit atau panti jompo tidak memfasilitasi atau
memotifasi klien untuk aktif dan terap dapat bergerak. Rancangan rumah
sakit berdasarkan kecukupan tempat tidur, dengan ruangan kecil, jika ada,
digunakan untuk aktifitas seperti ruangan atau aula untuk latihan. Koridor
mungkin terlalu
f. Kebijakan-Kebijakan Institusi
Faktor lingkungan lain yang penting untuk lansia adalah kebijakan-
kebijakan dan prosedur-prosedur institusi.

2.4. MASALAH MOBILITAS PADA LANSIA
2.4.1. Gangguan Mobilitas Fisik (Imobilitas)
1. Definisi
Gangguan mobilitas fisik atau imobilitas adalah suatu keadaan
keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami
seseorang (Carrol, 1988).
Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang
dari mobilitas optimal. Diagnosis keperawatan hambatan mobilitas fisik,
potensial sindrom disuse, dan intoleran aktivitas memberikan definisi imobilitas
yang lebih luas (Stanley, 2006).


2. Batasan Karakteristik
a. Ketidakmampaun untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan,
termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah, dan ambulasi.
b. Keengganan untuk melakukan pergerakan
c. Keterbatasan rentang gerak
d. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau massa otot
e. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan
medis
f. Gangguan koordinasi
3. Faktor-Faktor yang Berhubungan
a. Berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder
b. Berhubungan dengan alat eksternal
c. Berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahan untuk ambulasi
d. Berhubungan dengan keletihan, penurunan motivasi, nyeri
e. Berhubungan dengan ketangkasan motorik atau kelemahan otot

2.4.2. Potensial Sindrom Disuse
1. Definisi
Suatu kedaan seseorang yang berisiko untuk mengalami kerusakan sistem
tubuh sebagai akibat dariketidakaktivan musculoskeletal yang dianjurkan oleh
dokter atau yang tidak dapat dihindarkan (Carrol, 1988).
2. Faktor-Faktor Risiko
a. Paralis
b. Imobilisasi mekanis
c. Imobilisasi yang dianjurkan oleh dokter
d. Nyeri berat
e. Perubahan tingkat kesadaran
2.4.3. Intoleransi Aktivitas
1. Definisi
Suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis
pada seseorang untuk bertahan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang
dibutuhkan atau diinginkan (Carrol, 1988).


2. Batasan Karakteristik
a. Secara verbal melaporkan keletihan atau kelemahan
b. Denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap aktivitas
c. Rasa tidak nyaman atau dispnea setelah beraktivitas
d. Perubahan elektrokardiologis yang menunjukkan adanya disritmia atau
iskemia
3. Faktor-Faktor yang Berhubungan
a. Tirah baring dan imobilitas
b. Kelemahan secara umum
c. Gaya hidup yang kurang gerak
d. Penurunan kekuatan dan kelenturan otot
e. Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan

2.4.4. Defisit Perawatan Diri
1. Definisi
Kedaan ketika individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik atau
fungsi kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan
masing-masing dari kelima aktivitas perawatan diri (Lynda Juall, 2006).
2. Batasan Karakteristik
a. Kurang kemampuan untuk makan sendiri
b. Kurang kemampuan untuk mand sendiri
c. Kurang kemampuan mengenakan pakaian sendiri
d. Kurang kemampuan untuk ke kamar mandi
e. Kurang perawatan diri instrumental
3. Faktor yang Berhubungan
a. Berhubungan dengan kelemahan otot
b. Berhubungan dengan atrofi otot
c. Berhubungan dengan penurunan kemampuan motorik
d. Berhubungan dengan kontraktur otot



2.5. PERUBAHAN AKIBAT MASALAH MOBILITAS
2.5.1. Perubahan Sistem Respiratori
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia hipostatik. Pada atelektasis, bronkiolus menjadi tertutup oleh adanya
sekresi dan kolaps alveolus distal karena udara yang diabsorbsi, sehingga
menghasilkan hipoventilasi. Bronkus utama atau beberapa bronkiolus kecil dapat
terkena. Luasnya atelektasis ditentukan oleh bagian yang tertutup. Pneumonia
hipostatik, keduanya sama-sama menurunkan oksigenasi, memperlama
penyembuhan, dan menambah ketidaknyamanan klien (Long et al, 1993).
Pada beberapa hal dalam perkembangan komplikasi ini, adanya penurunan
sebanding kemampuan klien untuk batuk produktif. Sehingga penyebaran mucus
dalam bronkus meningkat, terutama pada klien dalam posisi terlentang, telungkup,
atau lateral. Mukus menumpuk di region yang dependen di saluran pernapasan.
Karena mukus merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri,
maka terjadi bronkopneumonia hipostatik.

2.5.2. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan
utama, yaitu:
1. Hipotensi Ortostatik
Adalah penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolic 10
mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri.
Pada klien imobilisasi, terjadi penurunan sirkulasi volume cairan, pengumpulan
darah pada ekstremitas bawah, dan penurunan respon otonom. Faktor-faktor
tersebut mengakibatkan penurunan aliran balik vena, diikuti oleh penurunan
curah jantung yang terlihat pada penurunan tekanan darah (McCance and
Huethert, 1994).
2. Peningkatan Beban Kerja Jantung
Jika beban kerja jantung meningkat maka konsumsi oksigen juga
meningkat. Oleh karena itu, jantung bekerja lebih keras dan kurang efisien
selama masa istirahat yang lama. Jika imobilisasi meningkat maka curah
jantung menurun, penurunan efisiensi jantung yang lebih lanjut dan peningkatan
beban kerja.


3. Pembentukan Trombus
Klien juga berisiko terjadi pembentukan trombus. Trombus adalah
akumulasi trobosit, fibrin, faktor-faktor pembekuan darah, dan elemen sel-sel
darah yang menempel pada dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang
menutup lumen pembuluh darah.
Ada tiga faktor yang menyebabkan pembentukan thrombus, antara lain:
a. Hilangnya integritas dinding pembuluh darah (misalnya atherosclerosis)
b. Kelainan aliran darah (misalnya aliran darah vena yang lambat akibat tirah
baring dan imobilisasi).
c. Perubahan unsur-unsur darah (misalnya perubahan dalam faktor pembekuan
darah atau peningkatan aktivitas trombosit) (McCance and Huethert, 1994).

2.5.3. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Pengaruh imobilisasi pada sistem muskuloskeletal meliputi gangguan
mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui
kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi, dan stabilitas. Pengaruh lain
dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal adalah gangguan
metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi.
1. Pengaruh Otot
Akibat pemecahan protein, klien kehilangan massa tubuh, yang membentuk
sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan massa otot tidak mampu
mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Massa otot menurun
akibat metabolisme dan tidak digunakan. Jika imobilisasi berlanjut dan otot
tidak dilatih, maka akan terjadi penururnan massa otot yang berlanjut.
2. Pengaruh Skelet
Imobilisasi menyebabkan dua perubahan terhadap skelet: gangguan
metabolisme kalsium dan kelainan sendi. Karena imobilisasi berakibat pada
resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang menjadi kurang padat, dan terjadi
osteoporosis (Holm, 1989). Apabila osteoporosis terjadi maka klien berisiko
terjadi fraktur patologis. Imobilisasi dan aktivitas yang tidak menyangga tubuh
meningkatan kecepatan resorpsi tulang. Resorpsi tulang juga menyebabkan
kalsium terlepas ke dalam darah, sehingga mengakibatkan terjdai
hiperkalsemia.


3. Kontraktur Sendi
Adalah kondisi abnormal dan biasa permanen yang ditandai oleh sendi fleksi
dan terfiksasi. Hal ini disebabkan tidak digunakannya, atrofi, dan pemendekan
serat otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat mempertahankan
rentang gerak dengan penuh. Kontraktur sering menjadikan sendi pada posisi
yang tidak berfungsi (Lehmkuhl et al, 1990).

2.5.4. Perubahan Sistem Integumen
Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoksia jaringan. Jaringan yang tertekan,
darah membelok, dan kontriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan persisten
pada kulit dan struktur di bawah kulit, sehingga respirasi seluler terganggu, dan sel
menjadi mati (Ebersole dan Hess, 1994). Dekubitus adalah salah satu penyakit
iatrogenic paling umum dalam perawatan kesehatan dimana berpengaruh terhadap
populasi klien khusus lansia dan imobilisasi (Alterescu, 1992).

2.5.5. Perubahan Eliminasi Urine
Eliminasi urin klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak lurus,
urin mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan kandung
kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien dalam posisi rekumben atau datar, ginjal
dan ureter membentuk garis datar seperti pesawat. Ginjal yang membentuk urin
harus masuk ke dalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontraksi
peristaltic ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi, pelvis ginjal
menjadi terisi sebelum urin masuk ke dalam ureter. Kondisi ini disebut statis urine
dan meningkatkan resiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.

2.6. PENATALAKSANAAN
2.6.1. Prinsip penatalaksanaan imobilisasi adalah:
1. Mengurangi nyeri
2. Memelihara dan meningkatkan lingkup gerak sendi
3. Memilihara dan meningkatkan kekuatan otot
4. Memilihara dan meningkatkan kemampuan berjalan dan stabilitas
5. Menilai kebutuhan untuk alat bantu,misalnya kursi roda,tongkat ketiak dan lain-
lain
6. Menembalikan,memelihara dan meningkatkan kemampuan untuk ketidak
ketergantungan
7. Mempertahakannkan dan meningkatkan AKS (Aktifitas Kehidupan Sehari -
hari)
8. Meningkatkan keterampilan
9. Meningkatkan pemanfatan waktu senggang

2.6.2. Pencegahan Primer
Untuk imobilitas dan intoleran aktivitas, pencegahan primer merupakan proses
yang berlangsung sepanjang kehidupan dan episodik.
1. Diet
Kebiasaan makan yang dilakukan sepanjang hidup mempengaruhi
maturitas massa tulang. Nutrisi yang seimbang dengan asupan kalsium dan
vitamin D yang adekuat sangat penting untuk mempertahankan struktur dan
integritas tulang pada semua usia. Kemampuan saluran gastrointestinal lansia
untuk mengabsorbsi dan menggunakan diet kalsium menunjukkan suatu
kemunduran yang jellas. Oleh karena itu, rekomendasi terbaru untuk asupan
kalsium bagi lansia adalah antara 1000 sampai 1500 mg/hari. Saran untuk
meningkatkan asupan kalsium dalam diet harus kreatif dan sederhana.
Perawat perlu memberikan perhatian khusus terhadap diet lansia yang tinggal
di rumah dan hidup sendiri, karena sebagian besar dari mereka berisiko
mengalami defisiensi diet dan akan perlu untuk mencari sumber daya
keluarga dan komunitas.

2. Latihan Fisik
Perawat dapat member dampak yang berarti pada kualitas hidup dan
disabilitas yangberhubungan dengan penyakit kronis dan sistem
musculoskeletal dengan cara member dorongan dan mengajarkan suatu
progam dan latihan yang efektif dan aman. Olahraga telah terbukti dapat
menunda perubahan fisiologis yang biasanya terjadi pada proses penuaan
muskuloskeletal: Penurunan kekuatan dan fleksibilitas, peningkatan
kerentanan terhadap cidera, peningkatan lemak tubuh, penurunan kelenturan
struktur sendi, dan osteoporosis. Olahraga dapat melindungi lansia dari jatuh
dan terutama terhadap efek yang merusak akibat fraktur tulang pinggul.
Terlambat memulai jauh lebih baik dari pada tidak memulai sama sekali.

3. Mengatasi Mobilitas pada Lansia yang Tinggal di Panti
Selain memberikan perawatan berkesinambungan, perawat dapat
bertindak sebagai penolong dalam pencegahan komplikasi lebih lanjut ketika
merawat lansia yang lemah dan sakit. Imobilitas merupakan salah satu
masalah yang paling sering terjadi di antara lansia, yang dapat mendorong kea
rah konsekuensi fisiologis dan psikologis yang serius. Perawat perlu
mengidentifikasi dan memasukkan hal-hal yang secara fisik dan structural
akan membatasi mobilitas ke dalam pendidikan kesehatan yang akan
diberikan termasuk: lantai yang licin, tidak ada alat bantu fisik, dan restrein
fisik dan kimia.

4. Pengembangan Progam Latihan
Progam latihan yang sukse sangat individual, diseimbangkan, dan
mengalami peningkatan. Progam tersebut disusun untuk memberikan
kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur
dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai, yang dapat memberikan
efek latihan.

2.6.3. Pencegahan Sekunder
1. Pemeliharaan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal
a. Pengondisian progam latihan harian baik kontraksi otot isometrik dan
isotonik
b. Aktivitas penguatan dan aerobik
c. Nutrisi untuk meningkatkan anabolisme protein dan pembentukan tulang.
2. Pemeliharaan fleksibilitas sendi yang terlibat dalam latihan rentang gerak,
posisi yang tepat, dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3. Pemeliharaan ventilasi yang normal
Hiperinflasi dan mobiliasi serta menghilangkan sekresi.
4. Pemeliharaan sirkulasi yang adekuat
a. Tindakan-tindakan pendukung untuk mempertahankan tonus vaskuler
(termasuk mengubah posisi dalam hubungannya dengan gravitasi)
b. Stoking kompresi untuk memberikan tekanan eksternal pada tungkai
c. Asupan cairan yang adekuat untuk mencegah efek dehidrasi pada volume
darah
5. Pemeliharaan fungsi urinaria dan usus yang normal bergantung pada
dukungan nutrisi dan struktur lingkungan serta rutinitas-rutinitas untuk
memfasilitasi eliminasi.

2.6.4. Pencegahan Tersier
Upaya-upaya rehabilitatif untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan
upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi dan terapi
okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas social, dan keluarga serta teman-teman.
Tujuan rehabilitasi medik antara lain:
1. Mengurangi nyeri
2. Memelihara dan meningkatkan lingkup gerak sendi
3. Memilihara dan meningkatkan kekuatan otot
4. Memilihara dan meningkatkan kemampuan berjalan dan stabilitas
5. Menilai kebutuhan untuk alat bantu,misalnya kursi roda,tongkat ketiak dan lain-
lain
6. Menembalikan,memelihara dan meningkatkan kemampuan untuk ketidak
ketergantungan
7. Mempertahakannkan dan meningkatkan AKS (Aktifitas Kehidupan Sehari -
hari)
8. Meningkatkan keterampilan
9. Meningkatkan pemanfatan waktu senggang



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK PADA LANSIA


GAMBARAN KASUS
1. Ny. Ashanti berusia 65 tahun, ia mengatakan jarang melakukan aktivitas di panti karena
sendi lututnya sakit ketika digunakan untuk berjalan.
2. Ny. Krisdayanti berusia 70 tahun, ia sehari-harinya menggunakan kursi roda karena
penyakit stroke yang dideritanya.
3. Ny. Syahrini berusia 60 tahun, ia mengatakan tidak bisa pindah dari satu tempat ke
tempat yang lain, misalnya dari tempat tidur ke kursi tanpa bantuan petugas.
4. Ny. Rebeca berusia 68 tahun, ia mengatakan jarang beraktivitas, malas bergerak, merasa
lemah tidak memiliki kekuatan, dan saat berjalan menggunakan tongkat.
5. Ny. Debora berusia 72 tahun, ia mengatakan tubuhnya lemah, jarang aktivitas,
persendiannya sakit jika digunakan untuk bergerak. Mengalami kelemahan otot.


3.1. PENGKAJIAN
3.1.1. Dimensi Lingkungan
1. Gambaran Lokasi Tempat Target Group
Lokasi asrama Tulip berada di belakang kantor, bersebelahan dengan taman dan
asrama Anggrek, dengan 5 x 7 m
2
.

2. Kondisi Lingkungan yang dapat Membahayakan (Polusi, Pertukaran Cuaca,
Risiko Penyakit)
a. Di asrama Tulip lantainya datar terbuat dari keramik tetapi meskipun begitu
lantainya tidak licin, jadi tidak berbahaya bagi lansia yang tinggal di asrama.
b. Ventilasi di Asrama Tulip cukup tetapi kurang dimanfaatkan oleh
penghuninya, ditandai oleh banyaknya jendela kamar yamg tidak dibuka
sehingga udara di dalam ruangan menjadi pengap.
c. Penghuni asrama Tulip tidak ada yang mempunyai riayat penyakit menular.


3. Kondisi Panti
a. Asrama Tulip terdiri dari 5 kamar yang masing- masing kamar terdiri dari 1
orang, terdapat 2 kamar mandi dan 2 WC, sebuah ruang menonton tv.
b. Penataan perabot baik.
c. Kebersihan lantai baik, tidak ada kotoran yang berserakan dilantai.
4. Kondisi Jalan
Jalan di asrama Tulip terbuat dari paving.
5. Sanitasi Lingkungan
a. Kebersihan asrama Tulip terjaga karena setiap 2 kali sehari di sapu dan 2
hari sekali di pel.
b. Pencahayaan kamar cukup, tiap kamar terdapat 2 ventilasi berupa jendela
kaca yang pasang gorden.
c. Air minum tersedia dalam galon dan air rebus.
d. Penyediaan air bersih (MCK) menggunakan air sumur.
e. Pengelolaan jamban bersama, jenis jamban leher angsa.
f. Sarana pengelolaan limbah lancar.
g. Pengelolaan sampah dibakar
6. Fasilitas Umum
a. Sarana hiburan terdapat 1 buah TV dan DVD yang biasanya digunakan
untuk mendengarkan musik bersama-sama.
b. Sarana ibadah
terdapat mushola yang digunakan untuk sholat berjamaah dan pengajian.
c. Terdapat ruang kunjungan yang berada di samping asrama.
d. Sarana olahraga
terdapat halaman yang digunakan untuk senam pagi.

3.1.2. Dimensi Fisiologis
Nama
Dimensi Fisiologis
Keluhan
Usia
(tah
un)
Jenis
Kela
min
Suku TTV
Tingkat
Tumbang
Masalah Kesehatan
Utama
Yankes yang
dibutuhkan
Sikap
Terhadap
kesehatan
dan yankes
Jamin
an
Pemel
iharaa
n
keseh
atan
Ashanti 65 P Jawa TD:140/90
mmHg
N:80 x/mnt
S:36,5 C
RR:20x/mnt
Kx berstatus
janda, tidak
pernah
mengompol,
dapat
mengontrol
BAK dan
BAB
Sakit pada sendi
lutut saat digunakan
untuk berjalan
Penglihatan sudah
kabur
Kx sulit untuk tidur
siang, dan saat
malam harinya
sering terbangun
Senam
kebugaran
lansia
Jika kx
merasakan
ada keluhan
pada dirinya,
kx segera
memeriksak
an diri ke
klinik.
JPS Intoleran
aktivitas
Krisdaya
nti
70 P Jawa TD:170/110
mmHg
N:90x/mnt
S:36,7C
Kx berstatus
janda, dapat
mengontrol
BAK dan
Kx menderita
penyakit stroke, dan
kini kx
menggunakan alat
Latihan
ROM
Sering
kontrol
kesehatanny
a karena kx
JPS Imobilitas
RR:28x/mnt BAB
Kx merasa
nyaman
dengan
keadaan panti
Kx
mengatakan
selama
sebulan
terakhir hanya
dijenguk 2 kali
saja
bantu kursi roda
Untuk melakukan
ADL biasanya
masih
membutuhkan
bantuan petugas

mengalami
penyakit
stroke.
Syahrini 60 P Jawa TD:130/90
mmHg
N:84x/mnt
S:36,2C
RR:20x/mnt
Kx adalah
seorang janda,
kx
mengatakan
tidak betah
tinggal di
panti, namun
demikian kx
rajin
mengikuti
kegiatan
Tidak bisa
berpindah dari satu
tempat ke tempat
yang lain tanpa
bantuan petugas,
misalnya berpindah
dari tempat tidur ke
kursi.
Latihan
ROM
Kx jarang
memeriksak
an
kesehatanny
a di klinik
panti.
JPS Imobilitas
keagamaan.
Kx bisa
mengontrol
BAK dan
BAB
Rebeca 68 P Jawa TD:140/80
mmHg
N:88x/mnt
S:36,5C
RR:24x/mnt
Kx seorang
janda dan
tidak
mempunyai
anak dari
pernikahannya
.
Sejak awal
masuk panti
hingga saat ini
kx belum
pernah ada
yang
menjenguk.
Merasa lemah,
sehingga jarang
melakukan
aktivitas.
Menggunakan alat
bantu berupa
tongkat.
Memiliki bentuk
tubuh yang
membungkuk.
Senam
kebugaran
lansia
Kx biasanya
meminta
obat pada
perawat jika
merasakan
ada keluhan.
JPS Intoleran
aktivitas
Debora 72 P Jawa TD:150/90
mmHg
N:90x/mnt
S:37C
Kx
mengatakan
sering
mengompol
Jarang beraktivitas
karena mengalami
kelemahan otot.
Senam
kebugaran
lansia
Kx senang
dengan
adanya
klinik di
JPS Intolera
naktivit
as
RR:20x/mnt Klien
dikunjungi
keluarganya
setiap minggu
panti karena
kx bisa
bercerita
masalah
kesehatanny
a.












Keterangan :
1. Usia
Usia pertengahan (middle age/45-59 tahun) = 0 orang (0%)
Lanjut usia (elderly/60-74 tahun) =5 orang (100%)
Lanjut usia tua (old/75-90 tahun) = 0 orang (0%)
Usia sangat tua (very old/90 tahun) = 0 orang (0%)
2. Jenis Kelamin
100% perempuan
3. Suku
100% suku jawa
4. Tingkat Tumbuh Kembang/Maturasi Kelompok
100% tidak ada masalah
5. Masalah Kesehatan yang Lazim
Immobilita = 2 orang (40%)
Intoleransi = 3 orang (60%)
6. Pelayanan kesehatan yang Dibutuhkan
100% membutuhkan pelayanan kesehatan
7. Sikap Terhadap Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan
100% mendukung kesehatan dan pelayanan kesehatan
8. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
100% JPS




3.1.3. Dimensi Psiko-sosial
Nama
Dimensi Psiko-sosial
Konsep diri
kelompok
Keterampil
an koping
Insiden dan
prevalensi
masalah
psikologis
Stresor
psikologis di
panti
Dukungan
dengan
keluarga
Hubungan
dengan
keluarga
Hubungan
dengan
orang lain
Status sosial
ekonomi
Pendidi
kan
Kegiatan
lansia
Ashanti Kx berinteraksi
dengan baik
dengan
penghuni panti
yang lain
Menceritak
an apa yang
dirasakan
pada
penghuni
panti yang
lain.
Kx
mengatakan
tidak pernah
bertengkar
dengan
penghuni
panti lain.
Kx
mengatakan
tidak ada
masalah yang
berarti di
panti.
Kx
mengatakan
masih ada
keluarga yang
menjengukny
a.
Baik Kx
mengatakan
semua
penghuni
panti baik
pada
dirinya.
Kx
mengatakan
sebelum
masuk
panti, kx
biasanya
bekerja
sebagai
petani.
Tidak
lulus SD
Mengikuti
pengajian
rutin yang
diadakan
panti setiap
hari jumat

Krisdaya
nti
Meskipun
menggunakan
alat bantu kursi
roda, tetapi kx
bisa
berinteraksi
dengan baik
Bercerita
tentang
masalah
yang
dialami
pada
penghunu
Kx
mengatakan
pernah
bertengkar
dengan
penghuni
lain
Tidak suka
dengan sikap
salah seorang
penghuni
panti, hal ini
terkadang
membuatnya
Kx
mengatakan
masih ada
keluarganya
yang
menjengukny
a meskipun
Kurang
begitu baik
Kx
mengatakan
selalu
berusaha
menjaga
hubungan
baik pada
pedagang Lulus
SD
Setiap
harinya
suka
merajut di
kamar
dengan
penghuni panti
yang lain
di sebelah
kamarnya
meskipun itu
tidak sering,
karena
masalah
sepele.
tidak betah
untuk tinggal
di panti.
itu tidak
sering.
semua
penghuni
panti
Syahrini Kx jarang
berkumpul
dengan
penghuni panti
yang lain
karena kx
kesulitan
dalam
berpindah
tempat. Kx
juga merasa
tidak betah
tinggal di
panti.
Selalu
beribadah
dan berdoa
sesuai
dengan
kemampuan
nya
Kx
mengatakan
tidak pernah
punya
masalah
dengan
penghuni
lain maupun
dengan
petugas panti
Kx
mengatakan
kesulitan
untuk
berpindah,
dan ini
membuatnya
tidak bisa
melakukan
aktivitas
apapun secara
mandiri.
Kx
mengatakan
jarang
mendapat
kunjungan
dari
keluarganya.
Baik Kx
mengatakan
semua
penghuni
panti baik
pada
dirinya.
Pembantu
rumah
tangga
Tidak
sekolah
Biasanya
kx
membaca
al-quran di
dalam
kamarnya
Rebeca Kx merasa
sudah nyaman
tinggal di
panti, kx sering
Sholat dan
beristighfar
jika ada
masalah
Kx
mengatakan
pernah
bertengkar
Kx
mengatakan
benci sekali
jika ada
Kx
mengatakan
tidak pernah
dijenguk oleh
Tidak baik Kx
mengatakan
ada
penghuni
Pembantu
rumah
tangga
Tidak
sekolah
Mengikuti
pengajian
ngobrol-
ngobrol dengan
penghuni panti
yang lain.
dengan salah
satu
penghuni
panti di
asrama tulip
penghuni
panti yang
cerewet
kepadanya.
keluarganya,
suaminya
sudah
meninggal
dan kx tidak
mempunyai
anak dari
pernikahanny
a. Sedangkan
keluarga yang
lain tidak mau
mengurus kx.
panti yang
tidak
menyukainy
a.
Deborah Meskipun
sering
menyendiri
tapi kx
mengatakan
betah tinggal di
panti.
Biasanya
berdiam
diri saat ada
masalah.
Kx
mengatakan
tidak pernah
bertengkar
dengan
penghuni
panti lain.
- Kx
mengatakan
dikunjungi
keluarganya
satu minggu
sekali.
baik Kx
mengataka
n kurang
begitu
mengenal
penghuni
panti lain
karena kx
sering
menyendir
i dikamar.
Tidak
bekerja
Lulus
SD
Mengikuti
pengajian
rutin
biasanya
juga
menjahit.

Keterangan Dimensi Psiko-sosial
1. Konsep Diri Kelompok
100% penghuni asrama adalah janda, mempunyai harapan dan yidak mempunyai
masalah.
2. Keterampilan Koping Individu
Adaptif = 4 orang (80%)
Mal adaptif (menyendiri) = 1 orang (20%)
3. Insiden dan Prevalensi Masalah Psikologis
Ada pengalaman buruk (bertengkar dengan penghuni lain) = 2 orang (40%)
Tidak mempunyai pengalaman buruk = 3 orang (60%)
4. Stressor Psikologis di Panti
Ada stressor = 3 orang (60%)
Tidak ada stressor = 2 orang (40%)
Sikap Komunitas terhadap Target Group
Baik = 5 orang (100%)
5. Status Sosial Ekonomi
Bekerja = 4 orang (80%)
Tdak bekerja = 1orang (20%)
6. Pendidikan
Tidak sekolah = 2 orang (40%)
Sekolah SD = 3 orang (60%)
7. Kegiatan Lansia
Pengajian = 3 orang (60%)
Merajut = 1 orang (20%)
Menjahit = 1 orang (20%)
Mengaji dikamar = 1 orang (20%)


3.1.4. Dimensi Perilaku
Nama
Dimensi Perilaku
Pola Nutrisi Merokok Gerak Badan Aktivitas rekreasi Tidur
Perlindunga
n khusus
yang
digunakan
Ashanti Makan :
Kx mengatakan, jika
makannya menghabiskan
porsi makanan. Kx makan
3x sehari.
Minum :
Air putih 4 gelas dan teh
hangat 1 gelas/hari.
Tidak
merokok
Kx mengatakan bisa
membantu menyapu,
mengikuti pengajian
Menonton televisi
Melakukan kegiatan
keagamaan
Berkumpul dengan
penghuni lain

Kx mengatakan sulit
tidur, dan sering
terbangun saat malam
hari
Malam : 22.30-04.00
Tidak ada
Krisdayanti Makan :
Kx mengatakan makan 3x
sehari dan menghabiskan
porsi makanan yang
disediakan.
Minum :
Air putih 4 gelas dan susu 2
Tidak
merokok
Kx mengatakan
tidak mampu
braktivitas secara
maksimal, kx hanya
merajut di dalam
kamar.
Menonton televisi
Merajut
Berbincang-bincang
(berkumpul) dengan
penghuni panti
Kx mengatakan
tidurnya cukup
nyenyak.
Malam 21.00-04.00
Kursi roda














gelas/hari
Syahrini Makan :
Kx mengatakan biasanya
menghabiskan porsi,
makan 3x sehari.
Minum :
Susu tiap pagi dan malam,
air putih 3x/hari.
Tidak
merokok
Pasien tidak bisa
beraktivitas tanpa
bantuan petugas,
pasien biasanya
membaca al-quran
dikamar
Melakukan ibadah
seperti mengaji.
Sesekali menonton
televisi
Mendengarkan musik
Sulit tidur pada malam
hari karena udaranya
panas.
Malam 22.00-04.00
Tidak ada
Rebeca Makan :
Kx mengatakan makan
porsi habis.dan makan
teratur 3x sehari.
Minum :
Teh 1 gelas di pagi hari dan
air putih 5 gelas.
Tidak
merokok
Kx mengatakan bisa
membantu menyapu,
mengikuti pengajian
Menonton televise
Mendengarkan musik
Berkumpul dengan
penghuni panti lain
Kx mengatakan bahwa
tidurnya nyenyak
Siang :12.00-13.00
Malam : 21.00-04.00
Tongkat
Debora Makan :
Kx mengatakan makan
porsi dan makan 3x sehari.
Minum :
Air putih 4 gelas dan 1 gelas
susu/hari
Tidak
merokok
kx mengatakan
bahwa klien juga
senang menjahit.
Jarang Menonton TV
melakuakan kegiatan
keagamaan

Kx mengatakan sulit
tidur.
Malam :22.30-04.00
Tidak ada

Keterangan Dimensi Perilaku
1. Pola Nutrisi
a. Makan
Kualitas
100% nafsu makan
Kuantitas
100% 3x sehari
porsi = 1 orang (20%)
porsi = 3 orang (60%)
porsi = 1 orang (20%)
b. Minum
Kualitas
Air putih = 5 orang (100%)
Teh = 2 orang (40%)
Susu = 3 orang (60%)
Kuantitas
5 gelas = 3 orang (60%)
6 gelas = 2 orang (40%)

2. Merokok
100% tidak merokok

3. Gerak Badan
Gerak aktif = 3 orang (60%)
Gerak pasif = 2 orang (40%)


4. Aktivitas Rekreasi
Menonton TV = 5 orang (100%)
Melakukan kegiatan keagamaan = 2 orang
(40%)
Mendengarkan musik = 2 orang (40%)
Berkumpul dengan penghuni lain = 3
orang (60%)
Mengaji dikamar = 1 orang (20%)
Merajut = 1 orang (20%)
Menjahit = 1 orang (20%)

5. Tidur
Kualitas
Nyenyak = 2 orang (40%)
Sering terbangun = 1 orang (20%)
Susah tidur = 3 orang (60%)
Kuantitas
6 jam = 3 orang (60%)
7 jam = 1 orang (20%)
8 jam = 1 orang (20%)

6. Perlindungan Khusus yang Digunakan
Tidak = 3 orang (60%)
Ya = 2 orang (40%)










3.2. ANALISA DATA
No DATA MASALAH PENYEBAB
1 DS:
Sebagian lansia mengatakan
bahwa mereka jarang
melakukan aktivitas karena
sendi lututnya sakit jika
digunakan untuk berjalan ,
malas beraktivitas karena
tubuhnya lemah, tidak dapat
memenuhi semua kebutuhan
sehari-harinya (ADL).

DO:
Lansia dengan keluhan tersebut
60%
Lansia menggunakan bantuan
tongkat 20%

Intoleran Aktivitas Penurunan kekuatan
dan kelenturan otot
2 DS:
Sebagian lansia mengatakan
bahwa mereka menggunakan
alat bantu (kursi roda) untuk
berpindah, ada juga yang
bedrest dan memerlukan
bantuan petugas untuk
berpindah.

DO:
Lansia menggunakan kursi
roda (20%)
Lansia bedrest memerlukan
bantuan petugas saat berpindah
(20%)
Imobilitas Ketidakcukupan
kekuatan dan ketahan
untuk ambulasi

3.3. PRIORITAS MASALAH
NO
MASALAH
KESEHATAN
A B C D E F G H I J K L SKOR TOTAL
URUTAN
PRIORITAS
1 Intoleran Aktivitas 5 4 5 3 2 5 5 4 4 3 3 3 46 1
2 Imobilitas 4 5 5 2 1 4 4 3 4 2 3 5 42 2

Keterangan:
A : Resiko terjadi
B : Resiko parah
C : Potensi untuk pendidikan kesehatan
D : Minat
E : Kemungkinan diatasi
F : Sesuai progam
G : Tempat
H : Waktu
I : Dana
J : Fasilitas kesehatan
K : Sumber daya
L : Sesuai dengan peran

Keterangan Pemobobotan:
1 : Sangat rendah
2 : Rendah
3 : Cukup
4 : Tinggi
5 : Sangat tinggi


3.4. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
Kep
Tujuan
Strategi
Rencana
Kegiatan
Sumber Waktu Tempat Kriteria Standar PJ
Umum Khusus
Intoleran
Aktivitas
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n selama 2
minggu
diharapkan
ada
peningkata
n aktivitas
(ADL).
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
, lansia
dapat:
1. Mengerti
pengertian,
tujuan,
manfaat,
langkah
latihan
rentang
gerak
(ROM)
2. Mendemo
nstrasikan
1. Penyuluha
n latihan
rentang
gerak
(ROM)
lansia
2. Demonstr
asi
gerakan
ROM
3. Latihan
rentang
gerak
(ROM)
1. Berikan
penyuluhan
tentang
pengertian,
tujuan, manfaat,
langkah latihan
rentang gerak
(ROM)
2. Lakukan
demonstrasi
latihan rentang
gerak (ROM)
3. Latih lansia
untuk
melakukan
latihan rentang
gerak (ROM)
Literatur

SAP &
Leaflet
02
Des
2011
Asrama
Tulip
Kognitif









Afektif






Kelompok
lansia
mengerti
tujuan dan
manfaat
dilakukan
latihan
rentang gerak
(ROM)

Kelompok
lansia mau
mengikuti
latihan
rentang gerak
(ROM)
sampai selesai
Kelomp
ok 2











latihan
rentang
gerak
(ROM)
3. Mengikuti
latihan
rentang
gerak
(ROM) di
panti

4. Observasi
keadaan
mobilitas lansia
setelah
melakukan
latihan rentang
gerak (ROM)

Psikomoto
r


Kelompok
lansia mampu
melakukan
gerakan
latihan
rentang gerak
(ROM)

3.5. PLANNING OF ACTION (POA)
Masalah
Kesehatan
Tujuan Kegiatan Sasaran Waktu Tempat Dana
Penanggung
Jawab
Intoleransi
aktivitas
Tujuan Umum:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2 minggu
diharapkan ada
peningkatan aktivitas
(ADL).

Tujuan Khusus:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan,
lansia dapat:
1. Mengerti pengertian,
tujuan, manfaat,
langkah latihan
rentang gerak
(ROM)
Penyuluhan latihan
rentang gerak (ROM
Lansia asrama tulip
yang mempunyai
masalah toleransi
aktivitas
02
Desember
2011
Asrama
Tulip
Rp 20.000,- Ika Ainur R
&
Ulfatul
Demonstrasi latihan
rentang gerak (ROM)
Lansia asrama tulip
yang mempunyai
masalah toleransi
aktivitas
02
Desember
2011
Asrama
Tulip Afit N
Latihan rentang gerak
(ROM)
Lansia asrama tulip
yang mempunyai
masalah toleransi
aktivitas
02
Desember
2011
Asrama
Tulip
Eko R
2. Mendemonstrasikan
latihan rentang
gerak (ROM)
3. Mengikuti latihan
rentang gerak
(ROM) di panti

















BAB 4
TERAPI MODALITAS KELOMPOK
LATIHAN RENTANG GERAK (RANGE OF MOTION)


1.1 TUJUAN
1.1.1 Latihan ini dapat mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan kelenturan
otot
1.1.2 Memperbaiki tonus otot
1.1.3 Meningkatkan mobilitas sendi
1.1.4 Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
1.1.5 Meningkatkan massa otot
1.1.6 Mengurangi kehilangan tulang
1.1.7 Mencegah kontraktur dan kekakuan pada persendian
1.1.8 Mempertahankan fungsi kardiorespirasi
1.2 WAKTU
1.2.1 Tanggal : 03 Desember 2011
1.2.2 Hari : Kamis
1.2.3 Jam : 07.00-Selesai
1.2.4 Alokasi Waktu : 15-30 menit
1.3 SETTING
Tempat di asrama Tulip Panti Werdha Bersemi Kembali
1.4 MEDIA
Kursi sejumlah lansia yang mengikuti TMK latihan rentang gerak (ROM)
1.5 METODE
Demonstrasi
1.6 LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
1.6.1 Pra Interaksi (Persiapan)
1. Terapis membuat kontrak dengan klien
2. Terapis menyiapkan alat dan tempat


1.6.2 Orientasi
1. Salam Terapeutik
Terapis memberikan salam
2. Evaluasi Validasi
Terapis menanyakan perasaan lansia hari ini
3. Kontrak
a. Terapis menjelaskan tujuan latihan rentang gerak (ROM)
b. Terapis menjelaskan waktu yang dibutuhkan (15-30 menit)

1.6.3 Kerja
1. Gerakan Bahu
a. Flexi dan ekstensikan bahu
b. Abduksikan bahu
c. Adduksikan bahu
d. Rotasikan bahu internal dan eksternal
2. Gerakan Siku
a. Flexi dan ekstensi siku
b. Pronasi dan supinasikan siku
3. Gerakan Pergelangan Tangan
a. Flexi pergelangan tangan
b. Ektensi pergelangan tangan
c. Flexi radial/radial deviation (abduksi)
d. Flexi ulnar/ulnar deviation (adduksi)
4. Gerakan Jari-Jari Tangan
a. Flexi
b. Ektensi
c. Hiperextensi
d. Abduksi
e. Adduksi
Gerakan Pinggul dan Lutut
a. Flexi dan ektensi lutut dan pinggul
b. Abduksi dan adduksi kaki
c. Rotasikan pinggul internal dan eksternal


5. Gerakan Telapak Kaki dan Pergelangan Kaki
a. Dorsoflexi telapak kaki
b. Plantar flexi telapak kaki
c. Flexi dan ektensi jari-jari kaki
6. Gerakan Leher
a. Flexi dan ektensi leher
b. Flexi lateral leher
1.6.4 Terminasi
1. Evaluasi
Terapis menanyakan perasaan kelompok lansia yang mengikuti kegiatan
latihan rentang gerak (ROM)

2. Tindak Lanjut
Terapis menganjurkan lansia untuk sering berlatih gerakan-gerakan yang
diajarkan dalam latihan rentang gerak (ROM)

3. Kontrak yang Akan Datang
a. Terapis menyepakati kegiatan latihan rentang gerak (ROM)
b. Terapis menyepakati waktu dan tempat latihan rentang gerak (ROM)


BAB V
PENUTUP


5.1 KESIMPULAN
5.1.1 Lansia mengalami perubahan dalam mobilitasnya karena proses penuaan
(aging proses), aging proses tersebut menimbulkan adanya perubahan-
perubahan mobilitas lansia mencakup perubahan musculoskeletal, perubahan
respirasi, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem integument, dan
perubahan eliminasi urine.
5.1.2 Lansia yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan akibat proses penuuan,
maka ia akan memiliki masalah mobilitasnya, seperti intoleran aktivitas,
gangguan hambatan fisiki (imobilitas), sindrom disuse, dan defisit perawatan
diri.
5.1.3 Pada asuhan keperawatan kelompok lansia di panti werdha Bersemi Kembali
yang berada di asrama Tulip, memiliki masalah intoleran aktivitas sebanyak
60% dan imobilitas sebanyak 40%.

5.2 SARAN
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas maka saran yang dapat disampaikan adalah :
5.2.1 Bagi penyusun makalah asuhan keperawatan kelompok lansia mobilitas dapat
menyempurnakan makalah ini yang masih memiliki banyak kekurangan.
5.2.2 Diharapkan bagi pembaca (khususnya mahasiswa keperawatan) agar dapat
mengerti dan memahami tentang asuhan keperawatan keperawatan kelompok
lansia mobilitas dan dapat mengaplikasikannya setelah membaca makalah ini.









DAFTAR PUSTAKA


Azizah, Lilik Marifatul. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 10. Jakarta:
EGC
Hidayat, Aziz Alimul. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
EGC
Maryam, R. Siti dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika
Muhammad, Najamuddin. 2010. Tanya Jawab Kesehatan Harian untuk Lansia. Jogjakarta:
Tunas Publishing
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik Vol.2 Ed.4. Jakarta: EGC
Pujiastuti, Sri Surini. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC

You might also like