You are on page 1of 3

Zelotpailelang@yahoo.co.id/my.

doc/2014
ABUI DALAM PERSPEKTIF HUKUM



Oleh : Budi Laupada, SH
Disampaikan dalam diskusi KEDUA bersama Lingkar Studi Mahasiswa Abui
Sekretariat mahasiswa Abui Jl. Lintas Moru kelurahan Welai Timur
Terima kasih kepada rekan-rekan yang telah berpikir untuk berdiskusi tentang Siapa dan bagaimana
saudara-saudara, siapa dan bagaimana komunitas saudara-saudara, serta siapa dan bagaimana kita.
Kita adalah kita dengan segalah kebanggaan kita. Kita berhak menyatakan siapa diri kita, kita berhak
atas pengakuan dan perlakuan yang adil dan manusiawi. Kita berhak mempertahankan identitas kita
sebagai sebuah Komunitas yang Bermartabat.
A. Sepenggal ceritera tentang Abui
Abui/suku Abui/orang Abui sering menjadi buah bibir khayak Alor, menjelang sebuah
moment politik ataupun kebetulan ada sebuah peristiwa yang melibatkan beberapa orang yang
disebut orang gunung. Kadangkala peristiwa yang membuat nama Abui terkenal adalah stigma-
stigama negative. Sebaliknya nama Abui akan hilang sekejap dari pikiran orang manakalah ada
ceritera positif yang yang dilakukan oleh orang-orang yang disebut gunung ataupun ketika ada
tuntutan pemerataan. Pertanyaannya adalah apakah orang ataupun kita yang sering melafalkan
nama ini, tahu dan mengenal Abui?
Jawaban dari pertanyaan ini, tentunya membutuhkan refleksi dan tinjauan dari berbagai
aspek. Aspek historis adalah yang paling utama dalam menguak misteri dari jawaban ini. Sejarah
adalah masa lalu. Bahkan ada orang yang berasumsi, Sejarah hanyalah secarik ceritera tentang
peristiwa yang terjadi di masa lalu. Memahami sejarah sangat penting dalam memberikan
komentar atau persepsi tentang suatu hal. Memahami sejarah tidak hanya pandai melafalkan
deretan peristiwa masa lalu, tetapi memahami sejarah yang benar adalah memahami situasi saat
dimana peristiwa itu terjadi.
Kaitan dengan Abui, dalam tulisan ini saya tidak bermaksud untuk menceriterakan sejarah
ABUI, karena tidak cukup dalil untuk menguatkannya. Ada beberapa ceritera dari sumber yang
dapat dipercaya, bisa dijadikan rujukan sementara dalam mengantar diskusi ini.
Seorang kontak person saya di Belanda bernama Dr. Donald Tick dan seorang kontak
person di Swis bernama Hans Hegell, perna menghubungi dan memberikan kepada saya beberapa
ceritera tentang Abui. Beliau berdua adalah peneliti yang mencoba mengkompilasikan tulisan
tentang sejarah raja-raja di Timor termasuk Abui, dengan ceritera masyarakat melalui
penelitiannya pada tahun 2002. Berdasarkan beberapa reverensi tertulis dari perpustakan
Belanda dan Swis, ia menuturkan beberapa hal yang bagi saya dapat dijadikan sebagai dasar untuk
memberikan beberapa komentar tentang Abui .
1. Abui adalah sebuah komunitas masyarakat yang pada masa sebelum penjajahan Belanda di
Indonesia, merupakan sebuah kerajaan yang mencakup beberapa kerajaan kecil yakni Batu
Lolong, Lembur, Welai dan wilayah-wilayah di Alor Barat Daya yang tidak termasuk dalam
kekuasaan kerajaan Kui.
2. Wilayah Abui mencakup seluruh daerah yang berbahasa Abui. Setelah masuknya penjajah
(Portugis dan Belanda), wilayah Abui dipersempit sehingga hanya mencakup Mataru, Welai
dan Lembur dengan wilayah kekuasaan mencakup Luba Baku, Kamengtakali, Watatuku,
Bilei, Kelakalol, Pailelang, Tilehabakai, Muna, Kakkawa, Beiparak (gambaran ini untuk
persempitan wilayah Abui yang mencakup Mataru, Lembur dan Welai). Demikian
diceriterakan oleh Donald Tick.
3. Dalam perjalanannya, Abui semakin porak poranda dengan adanya penyerahan Tongkat
kerajaan Mataru sebagai simbol kekuasaan kepada Raja Kui. Sejak itu Kerajaan Welai
Lembur diserahkan kepada Kerajaan Alor Pantar dan Mataru diserahkan pada kerajaan Kui.
Pertanyaannya selanjutnya adalah bagaimana dengan Abui masa kini? Sebuah
pertanyaan yang terdengar gampang, tetapi sulit untuk dijawab karena membutuhkan
permenungan panjang sebelum mengeluarkan sepata kata untuk menjawab.

Zelotpailelang@yahoo.co.id/my.doc/2014
B. Perlindungan hukum masyarakat hukum adat
Keberadaan masyarakat hukum adat di Indonesia pada era ini, cukup mendapat perhatian
serius dari negara. Gelombang reformasi pada Mei 1998, ikut memberikan andil terhadap
perubahan konstitusi Indonesia (UUD 1945). Dengan adanya reformasi pada Mei 1998, telah
mendorong lahirnya UU perlindunngan HAM dan juga perubahan konstitusi yang melegitimasi
perlakukan yang adil bagi masyarakat hukum adat.
Keberadaan masyarakat hukum adat diatur dalam ayat (2) pasal 18B UUD 1945, bahwa
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat, beserta hak-hak
tradisonalnya sepanjang masi hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
negara kesatuan republic Indonesia, yang diatur dalam Undang-undang. Rumusan ini,
memberikan kewajiban kepada Negara untuk melindungi dan memperhatikan karakteristik local,
kekhasan dan asal usul suatu masyarakat, dan hukumadatnya beserta hak-hak tradisonalnya.
Ketika berbicara tentang masyarakat hukum adat, banyak pikiran langsung tertuju pada
suku terasing atau terbelakang. Pikiran ini akan mendeskreditkan dan berkontribusi terhadap
permajinalan masyarakat hukum adat itu sendiri. Masyarakat hukum adat, memiliki tatanan nilai
dan norma yang secara lisan mengikat system sosial, maupun tata cara dan pola hidup
dilingkungan dimana individu itu berada. Masyarakat adat memiliki tatanan hukum sendiri dengan
rasa solidaritas yang besar diantara para anggotanya.
Ada tiga tipe masyarakat hukum adat yakni: pertama: Kelompok masyarakat adat
berdasarkan hubungan genealogis yakni masyarakat yang terbentuk dari satu kesatuan
keturunan/perkawinan/hubungan darah. Pola hubungan dan nilai-nilai budaya digariskan secara
turun temurun dan terpusat pada ketua suku. Kedua: kelompok masyarakat adat berdasarkan
letak geografis. Kelompok ini ada hanya karena letak geografis suatu tempat. Ketiga: kelompok
masyarakat berdasarkan migrasi. Masyarakata hukum adat yang terbentuk karena adanya
perpindahan penduduk.
Pertanyaan berikutnya adalah Abui masuk dalam kelompok yang mana dan apakah Abui
adalah komunitas masyarakat hukumadat? Kita dapat menjawabnya dalam beberapa perspektif.
Untuk pertanyaan pertama, jelas bahwa suku Abui adalah kumpulan orang-orang yang
memiliki pertalian darah dan memiliki ikatan budaya yang kuat. Buktinya, ada karmani di Alor
Selatan, ada Karmani di Lembur, ada Karmani di Welai, Ada Karmani di Mataru dan juga ada
Karmani di Alor Barat Daya. Negara memberikan empat (4) karakter masyarakat yang disebut
sebagai komunitas masyarakat hukum adat. Pertama : Sepanjang masih ada, Kedua: Sesuai
dengan perkembangan zaman dan peradaban. Ketiga : Sesuai dengan prinsip negara kesatuan
Republik Indonesia. Keempat: Diatur dalam Undang-undang.
Kriteria pertama mengarahkan pada sebuah komunitas yang mesti nyata keberadaannya.
Nyata dimaksudkan adalah benar ada sebuah komunitas, memiliki wilayah yang nyata, ada aturan
dan ada pengakuan dari anggota-anggotanya. Kriteria kedua mengarah pada kesesuaian nilai-nilai
masyarakat tersebut dengan nilai-nilai universal yang berlaku dalam NKRI. Kriteria ini merupakan
hal yang mesti didiskusikan secara serius. Kenapa? Karena akan menimbulkan multi tafsir. Bisa
saja untuk kepentingan kelompok atau maksud tertentu, keberadaan masyarakat yang apa
adanya, dipaksakan seperti yang diinginkan mereka. Jika tidak keberadaan itu tidak sesuai dengan
kepentingannya, akan menjadi dasar untuk melakukan perampokan hak-hak masyarakat.
Ketiga: Kriteria ketiga ibarat pisau bermata dua. Pada satu sisi menuntut negara untuk melindungi
masyarakat hukum adat, dan pada sisi yang lain masyarakat hukum adat harus juga menjamin
bahwa keberadaan masyarakat hukum adat tidak bermaksud membentuk negara sendiri.
Keempat: Diatur dengan Undang-undang. Bahwa keberadaan masyarakat hukum adat pada suatu
tempat mesti diatur secara tegas dengan undang-undang. Yang perlu dikritisi adalah bagaimana
kepentingan masyarakat hukum adat dapat diatur dengan Undang- undang.

C. Abui dimasa mendatang
Meski keberadaan masyarakat hukum adat semakin mendapatkan tempat di dalam
konstitusi, namun itu tidak berarti bahwa masa depan komunitas masyarakat hukum adat akan
semakin baik. Justru akan terjadi pengkerdilan/membonsaikan masyarakat hukum adat melalui
berbagai kebijakan dan bahkan regulasi. Ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi sebagai suatu
masyarakat hukum adat yakni:
1. Masyarakatnya masih dalam bentuk peguyuban
2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasaan adat
Zelotpailelang@yahoo.co.id/my.doc/2014
3. Ada wilayah hukum adat
4. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat yang masih ditatati
5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari
Disamping itu, untuk menjamin agar keberadaan masyarakat hukum adat tetap dilindungi,
maka pemerintah daerah dan DPRD juga mesti mengaturnya dalam sebuah peraturan daerah.


D. Penutup
Ketika kita mengetahui krteria-kriteria masyarakat hukumadat sebagaimana dipaparkan,
sebagai orang yang merasa sangat bangga karena dititipkan Tuhan untuk tinggal, menguasai dan
hidup di tanah Abui, sangat berkecil hati. Kenapa? Karena jika ketentuan ini yang diterapkan,
mungkin Abui tidak bisa lagi dikatan sebagai masyarakat yang memiliki karakteristik tertentu yang
membedakannya dengan masyarakat hukumadat lainnya yang patut diperlakukan secara
manusiawi.
Terlepas dari masih memenuhi atau tidak memenuhi sebagai komunitas masyarakat
hukumadat sesuai criteria yang dipaparkan, yang paling penting adalah sebagai generasi muda
Abui kita kehilangan jati diri sebagai orang Abui. Jati diri kita adalah budaya kita, adat kita,
kebiasaan kita. Tetap eksisnya Abui dengan Budayanya, dengan adatnya, dengan kebiasaannya
akan mengangkat citra kita untuk mendapatkan pengakuan dari public dan negara. Hilangkan
pikiran skeptic pada orang lain, tetap mempertahankan jati diri tapi tidak menutup diri, batasi
semangat primordialisme berlebihan, dan belajar untuk moderat berprinsip.


Selamat Belajar
Selamat Berkembang
Selamat Bertumbuh

You might also like