You are on page 1of 28

ANTI PSI KOSOS

By Galih dan Yase



A. Pengertian
Sekelompok bermacam-macam obat yang menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2)
sering disebut sebagai antipsikotik. Indikasi utama untuk pemakaian obat adalah terapi
skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Kelas obat antipsikotik adalah termasuk
chlorpromazine, thioridazine, fluphenazine dan haloperidol. Antipsikotik digunakan secara
klinis ketika Chlorpromazine telah disintetis di Perancis. Satu obat antipsikotik baru yaitu
risperidone, telah dikenalkan di Amerika serikat. Walaupun risperidone adalah antagonis
reseptor D2 yang poten, ia memiliki ciri farmakologis tambahan yang memberikan
keuntungan terapeutik dan memperbaiki profil efek samping, dibandingkan dengan antagonis
reseptor dopamine yang tersedia sebelumnya.
1

Antipsikotik dan antagonis reseptor dopamine tidak sepenuhnya sama. Clozapine
adalah suatu antipsikotik yang efektif tetapi berbeda dengan semua obat karena memiliki
aktivitas pada reseptor D2 yang kecil. Obat-obat ini dinamakan sebagai neuroleptik dan
transkuiliser mayor. Istilah neuroleptik menekankan efek neurologis dan motorik dari
sebagian besar obat. Perkembangan senyawa baru, seperti risperidone dan remoxipine, yang
disertai dengan efek neurologis yang sedikit menyebabkan pemakaian istilah neuroleptik
menjadi tidak akurat sebagai label keseluruhan senyawa. Istilah transkuiliser mayor secara
tidak akurat menekankan bahwa efek primer dari obat adalah untuk mensedasi pasien dan
dikacaukan oleh obat yang disebut transkuiliser minor, seperti benzodiasepin.
1

B. Sejarah
Reserpine (serpasil) bukan merupakan antagonis reseptor dopamine, malahan, ia
menurunkan cadangan nerurotransmitter amin biogenic prasinaptik, termasuk dopamine.
Namun demikian, reserpinic secara historic merupakan obat antipsikotik efektif pertama.
Reserpine adalah unsur dari semak belukar rauwolfa, yang tumbuh di daerah India, Afrika,
dan Amerika Selatan dan telah dicampurkan kedalam campuran obat-obatan tradisional
selama berabad-abad. Di tahun 1931 Sen dan Bose menerbitkan tulisan pertama yang
melaoprkan efektivitas rauwolfa dalam hipertensi dan mania. Di tahun 1953 unsur aktif,
reserpine, diidentifikasi dan dengan cepat masuk ke dalam pendekatan farmakologis yang
terbatas untuk psikosis.
1

Chlorpromazine, suatu derivate phenotiazine selanjutnya terbukti merupakan
antagonis reseptor dopamine, adalah yang pertama dinamakan antipsikotik klasik atau tipikal
yang disintesis pada awal tahun 1950-an dan memasuki pemakaian klinis yang luas.
Chlorpromazine awalnya digunakan sebagai tambahan anestesi, tetapi dua ahli anestsiologi di
Perancis, Henry Laborit dan Huguenard, mengamati adanya psikis yang tidak biasa dari
senyawa. Dua dokter psikiatrik Perancis, Jean Delay dan Pierre Deniker, mencoba obat pada
pasien skizofrenik dan melaporkan keberhasilanya di tahun 1952. Dibandingkan dengan
reserpine, chlorpromazine lebih efektif dan memiliki onset yang cepat.
1,2

Pengenalan klinis chlorpromazine dengan cepat diikuti oleh pengenalan senyawa
phenotiazine lain, seperti perpherazine (Trifalon) dan fluphenazine. Selanjutnya, berbagai
senyawa antipsikotik yang secara structural berbeda tetapi tidak berbeda secara
farmakodinamik dari phenotiazine diperkenalkan dalam praktek klinis. Laboratorium dari
salah satu riset Belgia khususnya, Paul Jenssen, adalah penyebab diperkenalkannya
haloperidol, suatu butyrophenon, pimozide, suatu diphenylbutylpiperidine dan risperidone,
suatu benzioxasole. Risperidone dan remoxipride mencerminkan adanya usaha yang terus
menerus dari klinisi, peneliti, dan perusahaan farmasi untuk mengembangkan obat
antipsikotik yang lebih efektif yang memiliki efek samping yang lebih kecil, khususnya efek
merugikan neurologis, seperti tardive dysinesia, parkinsonisme, distonia dan akathisia.
1,2

Berbeda dengan yang dinamakan antipsikotik tipikal (contohnyua CPZ dan
haloperidol), tiga obat antipsikotik yang paling luas diteliti (clozapine, risperidone,dan
remoxipride) sering dinamakan obat atipikal, walaupun tidak ada definisi yang disetujui
secara umum tentang perbedaan antara antipsikotik tipikal dan atipikal.
1

Diperkenalkannya obat antipsikotik merupakan revolusi terapi pasien skizofrenia dan
pasien psikotik serius. Pemakaian antipsikotik tipikal menghasilkan perbaikan klinis yang
bermakna pada kira-kira 50 sampai 75 persen pasien psikotik, dan hamper 90 persen pasien
psikotik mendapatkan suatu manfaat klinis dari obat.
1

Suatu akibat tambahan dari diperkenalkannya obat antipsikotik akhirnya adalah
pemahaman kenyataan bahwa semua obat antipsikotik tipikal bekerja dengan menghambat
efek pada reseptor dopamine D2. Secara spesifik, terdapat kesan korelasi negative antara
afinitas obat tersebut terhadap reseptor D3 dan potensi klinisnya. Jadi, haloperidol, yang
memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor D2, digunakan secara klinis dalam dosis rendah,
tetapi chlorpromazine, yang memilki afinitas rendah terhadap reseptor D2, digunakan dengan
dosis tinggi didalam klinis. Pengamatan tersebut menyebabkan perkembangan hipotesa
dopamine dari skizofrenia. Diperkenalkannya obat atipikal baru telah terus menerus
memberikan data dasar dan klinis yang telah memungkinkan evolusi stabil dari hipotesis
yang hanya melibatkan satu reseptor menjadi hipotesis yang melibatkan interaksi dengan
banyak subtype reseptor dopamine (D3 dan D4) dan reseptor neurotransmitter lainnya.
1

Antispikotik atipikal terbaru, seperti klozapin, risperidon, olanzapin, dan ziprasidon,
mempunyai efek klinis yang lebih besar daripada antipsikotik kelas lain dengan efek samping
ekstrapiramidal akut yang minimal.
1,2,3

Penggunaan utama antipsikotik untuk skizofrenia, sindrom otak organik dengan
psikosis. Obat ini juga berguna untuk pasien yang mengalami ansietas berat dan
menyalahgunakan obat atau alkohol karena benzodiazepin dikontraindikasikan bagi mereka.
1

C. Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS
Butir-butir diagnostik Sindrom Psikosis
4
Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability),
bermanifestasi dalam gejala: kesadaran diri (awareness) yang terganggu, daya nilai
norma sosial (judgment) terganggu, dn daya tilikan diri (insight) terganggu.
Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala POSITIF:
gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikaran yang tidak wajar (waham),
gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi),
perilaku yang aneh atau tidak dapat terkendali (disorganized), dan gejala NEGATIF:
gangguan perasaan (afek tumpul, respon emosi minimal), gangguan hubungan sosial
(menarik diri, pasif, apatis), gangguan prosses berfikir (lambat, terhambat), isi pikiran
yang stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan cenderung
menyendiri (abulia).
Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanisfestasi dalam gejala:
tidak mampu bekerja, menjalin hubugan sosial, dan melakukan kegiatan rutin.
D. Jenis-Jenis Antipsikotik
ANTIPSIKOTIK GENERASI PERTAMA (APG I)
Obat antipsikotik yang ada di pasaran saat ini, dapat di kelompokkan dalam dua
kelompok besar yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi kedua
(APG II). Antipsikotik generasi pertama mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D
2

khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan
Antagonist Reseptor Dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional atau tipikal.
4
Kerja dari APG I menurunkan hiperaktivitas dopamin di jalur mesolimbik sehingga
menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata APG I tidak hanya memblok reseptor D
2

di mesolimbik tetapi juga memblok reseptor D
2
di tempat lain seperti di jalur mesokortikal,
nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Apabila APG I memblok reseptor D
2
di jalur
mesokortikal dapat memperberat gejala negatif dan kognitif disebabkan penurunan dopamin
di jalur tersebut. blokade reseptor D
2
di nigrostriatal secara kronik dengan menggunakan
APG I menyebabkan gangguan pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Blokade
reseptor D
2
di tuberoinfundibular menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat
menyebabkan disfungsi seksual dan peningkatan berat badan.
4
APG I mempunyai peranan yang cepat dalam menurunkan gejala positif seperti
halusinasi dan waham, tetapi juga menyebabkan kekambuhan setelah penghentian pemberian
APG I.
4
Kerugian pemberian APG I:
4
1. Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia
2. Memperburuk gejala negatif dan kognitif
3. Peningkatan kadar prolaktin
4. Sering menyebabkan terjadinya kekambuhan
Keuntungan pemberian APG I adalah jarang menyebabkan terjadinya Sindrom
Neuroleptik Malignant (SNM) dan cepat menurunkan gejala negatif.
4
APG I dapat dibagi berdasarkan potensi dan rumus kimia. Pembagian berdasarkan
potensi adalah potensi tinggi, sedang, dan rendah. Sedangkan pembagian berdasarkan rumus
kimia adalah phenotiazine dan non-phenotiazine.
4
Potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg. APG I
potensi tinggi diantaranya adalah haloperidol, fluphenazine, trifluoperazine dan thiothixine.
Potensi anti dopaminergik tinggi, kemungkinan efek samping tinggi seperti distonia, akatisia,
dan parkinsonisme. Pengaruhnya terhadap tekanan darah rendah.
4
Potensi sedang bila dosis APG I yang digunakan antara 10- 50 mg. APG I potensi
sedang diantaranya perphenazine, loxapine dan molindone. Digunakan untuk penderita yang
sulit terhadap toleransi efek samping APG I potensi tinggi dan potensi rendah.
4
Potensi rendah bila dosis APG I yang digunakan lebih dari 50 mg. APG I potensi
rendah diantaranya adalah clorpromazine, thiridazine, dan mesoridazine. Mempunyai efek
samping sedasi, hipotensi ortostatik, lethargi dan gejala antikolinergik meningkat berupa
mulut kering retensi urine, pandangan kabur dan konstipasi.
4
Pembagian APG I bedasarkan rumus kimia:
5
1. Phenotiazine
Rantai Aliphatic: Clorpromazine
Rantai Piperazine: Perphenazine, Trifluoperazine, Fluphenazine.
Rantai Piperidine: Thioridazine
2. Butyrophenoone: Haloperidol
3. Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide
CLORPROMAZINE (Largactil, Promactil, Cepezet)
Clorpromazine (CPZ) adalah 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin. Derivat
fenotiazin lain di dapat dengan cara substitusi pada tempat 2 dan 10 inti fenotiazin.
6
Farmakodinamik: CPZ berefek farmakodinamik sangat luas. Largactil diambil dari kata
large action.
6
Fatmakokinetik: pada umumnya semua fenotiazin di absorpsi baik bila diberikan per oral
maupun parenteral. Penyebaran luas ke semua jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru,
hati, kelenjar suprarenal dan limpa. Sebgaian fenotiazin mengalami hidroksilasi dan
konjugasi, sebagian lagi diubah menjadi sulfoksid yang kemduian dieksresi bersama feses
dan urin. Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka masih ditemukan eksresi CPZ atau
metabolitnya selama 6-12 bulan.
5
Indikasi (obat ini dapat di pakai) pada:
6,7,8
- Skizofrenia dengan gejala agitasi, ansietas, tegang, bingung, insomnia, waham,
halusinasi;
- Psikosis manik-depresif;
- Gangguan kepribadian
- Psikosis involusional
- Psikosis pada anak
- Dalam dosis rendah dapat digunakan untuk mual, muntah maupun cegukan atau
gangguan non psikosis dengan gejala agitasi tegang, gelisah, cemas dan insomnia.
Dosis:
6,7,
- Dosis permulaan 25-100 mg/hari
- Dosis ditingkatkan sampai 300 mg/hari
- Bila gejala belum hilang dosis dapat ditingkatkan perlahan-lahan hingga 600-900
mg/hari.
Cara pemberian :
6,7

- diberikan per-oral dengan dosis terbagi.
- untuk efek cepat dapat diberikan per injeksi (im) dengan penderita dalam posisi berbaring
(untuk mencegah timbulnya orthostatic hipotension yang sering terjadi).
Efek samping :
6,7,8

- Lesu dan ngantuk.
- Hipotensi ortostatik.
- Mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi dan amenore pada wanita
Kontra indikasi :
6,7,8

- Klorpromazine tidak boleh diberikan pada keadaan-keadaan :
- Koma.
- Keracunan alkohol, barbiturat dan narkotika.
- Hipersensitif (allergik).



TRIFLUOPERAZINE (Stelazine, Stelosi)
Indikasi :
7

- Skizofrenia.
- Psikosis paranoid (gangguan waham menetap).
- Psikosis manik-depresif.
- gangguan tingkah laku pada Retardasi Mental.

Dosis :
7

- dosis awal 2 3 x 2,5 mg.
- dosis pemeliharaan 3 x 5 10 mg.

Efek samping :
7

- Ngantuk, pusing lemas.
- Gangguan ekstra piramidalis.
- Occulogyric crisis.
- Hiperefleksi.
- Kejang-kejang grandmal.
Kontra indikasi :
7
- Depresi SSP.
- Koma.
- Gangguan liver.
- Dyscrasia darah.
- Hipersensitif.

FLUPHENAZINE
Untuk kasus-kasus akut diberikan Flupenazine HCl (anatensol) dalam bentuk tablet
dan injeksi.
4

Dosis :
- 2,5 10 mg / hari dengan dosis terbagi.
- Bila diperlukan dosis dapat dinaikkan sp 20 mg / hari.
Untuk kasus-kasus kronis diberikan Flupenazine decanoat (flupenazine dilarutkan
dalam minyak), sebagai long acting anti psychotic (berefek panjang) --- Modecate injeksi(25
mg / amp).
4
Dosis :
4,7

- awal : 12,5 mg / 2 minggu.
- bila efek samping ringan/tidak ada, ditingkatkan 25 mg / 3 6 minggu.

Efek samping :
4,7,8

- Tersering gangguan estra piramidalis.
- Tardive diskinesia persistent.
- Ngantuk.
- Mimpi2 aneh.
Kontra indikasi :
4,7,8

- hipersensitif.
- Depresi SSP berat.

PERPHENAZINE (Trifalon)
Indikasi :
7

- Gejala positif Skizofrenia.
- Dalam dosis rendah digunakan untuk nausea, vomitus dan cegukan.
Dosis :
7

- 3 x 4 - 8 mg / hari.
Efek samping :
7

- Sering timbul gangguan ekstra piramidalis.
- Gangguan endokrin, seperti : laktasi meningkat, gnekomasti, menstruasi terganggu,
sukar eyakulasi.
Kontra indikasi :
7

- hipersensitif.
- Koma.
- Depresi berat.
- Gangguan liver.
- Gangguan darah.



THIORIDAZINE
Indikasi :
7

- Gejala positif Skizofrenia.
- Depresi dengan agitasi, ansietas dan afek hipotim.
Dosis :
7

- Awal (initial) : 3 x 50 100 mg / hari.
- Pemeliharaan (maintenance) : 200 800 mg / hari.
Efek samping :
7

- sedasi, mulut kering, gangguan akomodasi, vertigo, hipotensi ortostatik.
- Jarang timbul ganguan ekstra piramidalis.
Kontra indikasi :
7
- Koma.
- Depresi SSP berat.
- Diskrasia darh.
- Hipersensitif.

HALOPERIDOL
Haloperidol mempunyai afinitas yang kuat pada reseptor D
2
, lebih lemah antagonis
reseptor kolinergik dan histamin. Kadar puncak plasma Haloperidol dalam waktu 2-6 jam
setelah pemberian oral dan dalam waktu 20 menit setelah pemberian intramuskular. Waktu
paruhnya antara 10-12 jam. Diekskresi dengan cepat melalui urine dan tinja dan berakhir
dalam 1 minggu setelah pemberian.
4
Secara farmakologi, struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin, tetapi
butirofenon memperlihatkan banyak sifat farmakologi fenotiazin. Pada orang normal, efek
haloperidol mirip fenotiazin piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat
dan efektif untuk fase mania penyakit manik deprsif dan skizofrenia. Efek fenotiazin
piperazin dan butirofenon berbeda secara kuantitatif keran butirofenon selain menghambat
efek dopamin, juga meningkatkan turn over rate nya.
6
Secara farmakokinetik, haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya
dalam plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan
masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam
hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan diekskresi melalui empedu. Eksresi
haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah
pemberian dosis tunggal.
6
Dosis Haloperidol dapat dimulai dari 1 atau 2 mg dengan pemberian 2 atau 3 kali per
hari, kemudian peningkatan dosis disesuaikan dengan gejala yang belum terkontrol, beberapa
kepustakaan mengatakan dosis per hari yang efektif antara 5-20 mg. Pada pasien dengan efek
samping mininal dan belum tercapai respon terapi, dosis obat dapat ditingkatkan sampai dosis
30-40 mg per hari. Setelah pemberian awal perlu dilakukan monitoring efikasi klinis, sedasi
atau efek samping lainnya yang mungkin timbul sehingga dapat dilakukan penyesuaian dosis
atau penggantian dengan antipsikotik lain.
4
Pada anak-anak atau usia lanjut dosis dapat diturunkan dan dapat dimulai dengan 0,5-
1,5 mg per hari dengan pemberian 2 atau 3 kali perhari.
4
Haloperidol decanoate (injeksi long acting) setelah disuntikan dilepas secara lambat
ke dalam pembuluh darah, sehingga pemberiannya tiap 3-4 minggu perkali, karena waktu
paruhnya panjang.
4
Kontraindikasi pemberian Haloperidol adalah pasien dalam keadaan koma, depresi
SSP yang disebabkan alkohol atau obat lain, sindrom parkinson, usia lanjut dengan Parkinson
Like Symptomps, wanita menyusui dan sesitif terhadap Haloperidol.
2,4,6,7,8
Interaksi Haloperidol akan menghambat metabolisme antidepresan trisiklik, dapat
mengganggu efek antiparkinson dan levodopa, tekanan intra okuler bola mata dapat terjadi
apabila diberikan bersama dengan antikolinergik. Metabolisme Haloperidol meningkat bila
diberikan bersama dengan carbamazepine.
4
Efek samping yang paling sering adalah efek ekstrapirmidalis (EPS) seperti parkinson
like symptomps, akatisia, diskinesia, distonia, hyperreflexia, rigiditas, opistotonus, dan
kadang-kadanga krisi okulogirik. Efek samping yang lain adalah tardive dyskinesia pada
pemakaian haloperidol yang lama atau penghentian haloperidol tiba-tiba. Efek samping lain
yang ringan seperti sedasi dan autonomik. Pemberian haloperidol dalam waktu lama dapat
terjadi peningkatan berat badan dan penurunan fungsi kognitif.
4,6

PIMOZIDE (Orap)
Indikasi :
5
- Gangguan skizofrenia kronik untuk memperbaiki sosialisasi.
Dosis : 2 8 mg / hari.
Efek samping :
7
- Jarang timbul gangguan ekstra piramidalis pada dosis terapeutik.

Kontra indikasi :
7
- Koma.
- Hipersensitif.
- Depresi endogen.
- Penyakit parkinson.

Obat antipsikotik tipikal biasanya menyebabkan gejala ekstrapiramidalis (Sindrom
Parkinsonisme):
2,5,9
- tremor (pada ektremitas dan lidah).
- kaku kuduk.
- hiper salivasi.
- rigiditas.
- jalan seperti robot, karena kaku otot tungkai.
- ekspresi muka monoton (muka topeng), karena kaku otot wajah.
- bicara pelo.

Bila terjadi Gangguan ekstra piramidalis (sindroma parkinsonisme), maka pemberian
obat distop dan diganti dengan obat lain atau dosis obat diturunkan. Bila obat obat pengganti
tidak tersedia atau obat tersebut sangat diperlukan, maka untuk menghilangkan sindroma
parkinsonisme diberikan obat-obat anti sindroma parkinsonisme. Obat-obat anti Sindrom
Parkinsonisme:
9
1. Triheksifenidil
Diberikan per-oral dengan dosis 3 x 2 4 mg / hari.
2. Dipenhidramin (benadryl)
Dapat diberikan per-oral atau per-enteral dengan dosis 50 100 mg / hari.
3. Sulfas atropin
dapat diberikan per-oral atau per-enteral
tablet 0,5 mg ; 3 x 1
injeksi 0,25 mg/amp. ; 3 x 1 amp.
4. Benzodiazepin.

Obat-obat APG I yang masih sering digunakan adalah Haloperidol, Fluphenazine,
Trifluoperazine dan Clorpromazine. Cara pemberian APG I dapat secara per oral, injeksi
short acting maupun injeksi long acting (depot). Injeksi shot acting pemberiannya secara
intramuscular (IM), biasanya digunakan untuk pasien yang agitasi atau menolak minum
obat.efek klinis cepat diperoleh setelah pemberian.
4

ANTIPSIKOTIK GENERASI KEDUA (APG II)
APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi anatar serotonin
dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS
lebih rendah dan sanagat efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan
APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D
2
sedangkan APG II memblok secara
bersamaan reseptor serotonin (5HT
2A
) dan reseptor dopamin (D
2
). APG yang dikenal saat ini
adalah clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole.
Saat ini antipsikotik ziprasidone belum tersedia di Indonesia.
2,4
Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways:
4
1. Mesokortikal Pathways
Antagonis 5HT
2A
tidak hanya akan menyababkan berkurangnya blokade terhadap
antagonis D
2
tetapi juga menyababkan terjadinya aktivitas dopamin pathways
sehingga terjadi keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin dan dopamin.
APG II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT
2A
dengan demikian
meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yand dilepas menang daripada yang
dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan berkurangnya gejala negatif
maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur mesokortikal dan gejala negatif
yang ada dapat diperbaiki.
APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I karena
di jalur mesokortikal reseptor 5HT
2A
jumlahnya lebih banyak dari reseptor D
2
, dan
APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT
2A
dan sedikti memblok
reseptor D
2
akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak, karena itu
defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang sehingga menyebabkan perbaikan
gejala negatif skizofrenia.

2. Mesolimbik Pathways
APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT
2A
gagal untuk mengalahkan antagonis D
2

di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT
2A
tidak dapat mempengaruhi blokade reseptor
D
2
di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D
2
menang. Hal ini yang menyababkan
APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada keadaan normal serotonin
akan menghambat pelepasan dari dopamin.
3. Tuberoinfundibular Pathways
APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT
2A
dapat mengalahkan
antagonis reseptor D
2
. Hubungan antara neurotransmiter serotonin dan dopamin
sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise.
Dopamin akan menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin
menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi akan
menghambat reseptor 5HT
2A
sehingga menyebabkan pelepasan dopamin menigkat.
Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi
hiperprolaktinemia.
4. Nigrostriatal Pathways
APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu:
4
1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya pada dosis
terapi sangat jarang terjadi EPS.
2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak memperburuk
gejala negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG II.
3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk
pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.
4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit Alzheimer.

Antipsikotik generasi kedua yang digunakan sebagai:
4
First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole
Second line: Clozapine.
Obat antipsikotik yang sering digunakan ada 21 jenis yaitu 15 jenis berasal dari APG I
dan 6 jenis berasal dari APG II. Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain
efek samping yang minimal juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood
sehingga mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat
antipsikotik.
4
Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan kualitas hidup
penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam masyarakat. Kualitas
hidup seseorang yang menurun dapat dinilai dari aspek occupational dysfunction, social
dysfunction, instrumental skills deficits, self-care, dan independent living.
4

CLOZAPINE
Merupakan APG II yang pertama dikenal, kurang menyebabkan timbulnya EPS, tidak
menyebabkan terjadinya tardice dyskinesia dan tidak terjadi peningkatan dari prolaktin.
Clozapine merupakan gold standard pada pasien yang telah resisten dengan obat antipsikotik
lainnya. Profil farmakoligiknya atipikal bila dibandingkan dengan antipsikotik lain.
Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, clozapine menunjukkan efek dopaminergik
rendah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamin pada sistem mesolimbik-
mesokortikal otak, yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi,
yang berbeda dari dopamin neuron di daerah nigrostriatal (darah gerak) dan
tuberoinfundibular (daerah neruendokrin).
4
Clozapine efektif untuk menggontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang
positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social disinterest dan incompetence, personal
neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara
bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pasien yang refrakter dan
terganggu berat selam pengobatan. Selain itu, karena resiko efek samping EPS yang sangat
rendah, obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejala EPS yang berat bila diberikan
antipsikosis yang lain. Namun, karena clozapin memiliki efek resiko agranulositosis yang
lebih tinggi dibandingkan antipsikosis yag lain, maka pengunaannya di batasi hanya pada
pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis lain. Pasien yang diberi
clozapine perlu di pantau sel darah putihnya setiap minggu.
4,6,10
Secara farmakokinetik, clozapine di absorpsi secara cepat dan sempurna pada
pemberian per oral. Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian
obat. Clozapine secara ekstensif diikat protein plasma (>95%), obat ini di metabolisme
hampir sempurna sebelum dieksresi lewat urin dan tinja (30% melaui kantong empedu dan
50% melaui urine), dengan waktu paruh rata-rata 11,8 jam sehingga pemberiannya
dianjurkan 2 kali dalam sehari.
6
Distribusi dari clozapine dibandingkan obat antipsikotik
lainnya lebih rendah. Umunya afinitas dari clozapine rendah pada reseptor D
2
dan tinggi pada
reseptor 5HT
2A
sehingga cenderung rendah untuk menyebabkan terjadinya efek samping
EPS. Pada reseptor D
4
afinitasnya lebig tinggi 10 kali lipat dibandingkan antipsikotik lainnya,
dimana reseptor D
4
terdapat pada daerah korteks dan sedikit pada daerah srtiatal. Hal ini lah
yang membedakan clozapine dengan APG I.
4

Dosis :
4,7
- Hari 1 : 1 2 x 12,5 mg.
- Berikutnya ditingkatkan 25 50 mg / hari sp 300 450 mg / hari dengan pemberian
terbagi.
- Dosis maksimal 600 mg / hari.
- Sediaan yang ada di pasaran tablet 25 mg dan 100 mg
Efek samping :
4,7

- granulositopeni, agranulositosis, trombositopeni, eosinofilia, leukositosis, leukemia.
- Ngantuk, lesu, lemah, tidur, sakit kepala, bingung, gelisah, agitasi, delirium.
- Mulut kering atau hipersalivasi, penglihata kabur, takikardi, postural hipotensi,
hipertensi.
- Dsb.
Kontra indikasi :
4,7

- Ada riwayat toksik/hipersensitif.
- Gangguan fungsi Sumsum tulang.
- Epilepsi yang tidak terkontrol.
- Psikosis alkoholik dan psikosis toksik lainnya.
- Intoksikasi obat.
- Koma.
- Kollaps sirkulasi.
- Depresi SSP.
- Ganguan jantung dan ginjal berat.
- Gangguan liver.



RISPERIDONE
Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and Drug
Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Rumus kimianya adalah
benzisoxazole derivative. Absorpsi risperidone di usus tidak di pengaruhi oleh makanan dan
efek terapeutik nya terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS.
Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan dan menurunkan
jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam dosis pemeliharaan. Pemakaian
riperidone masih diizinkan dalam dosis sedang, setelah pemberian APG I dengan dosis yang
kecil dihentikan, misalnya pada pasien usia lanjut dengan psikosis, agitasi, gangguan
perilaku yang di hubungkan dengan demensia.
4
Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan APG I tetapi
hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat memperbaiki fungsi kognitif
tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada penderita demensia misalnya demensia
Alzheimer.
4

Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi
9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4. Hydroxyrisperiodne
mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang setara dengan risperidone.
Eksresi terutama melalui urin. Metabolisme risperiodne dihambat oleh antidepresan
fluoxetine dan paroxetine, karena antidepresan ini menghambat kerja dari enzim CYP 2D6
dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone
harus dikurangi untuk meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat
ini dipercepat bila diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4
sehingga perlu peningkatan dosis risperidone pada pemberiaan bersama carbamazepin
disebabkan konsentrasi risperidone di dalam plasma rendah.
4

Indikasi :
4,7

- Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif.
- Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).
Dosis :
4,7

- Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.
- Dosis optimal - 4 mg / hari dengan 2 x pemberian.
- Pada orang tua, gangguan liver atau ginjal dimulai dengan 0,5 mg, ditingkatkan sp 1
2 mg dengan 2 x pemberian.
- Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan awal, jika belum
terlihat respon perlu penilaian ulang.
- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.
Efek samping:
4,7

- EPS
- Peningkatan prolaktin (ditandai dengan gangguan menstruasi, galaktorea, disfungsi
seksual)
- Sindroma neuroleptik malignan
- Peningkatan berat badan
- Sedasi
- Pusing
- Konstipasi
- Takikardi

OLANZAPINE
Merupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam golongan
Thienobenzodiazepine. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Plasma puncak olanzapine
dicapai dalam waktu 5-6 jam setalah pemberian oral, sedangkan pada pemberian
intramuskular dapat dicapai setelah 15-45 menit dengn waktu paruh 30 jam (antara 21-54
jam) sehingga pemberian cukup 1 kali sehari.
4

Olanzapine merupaka antagonis monoaminergik selektif yang mempunyai afinitas
yang kuat terhadap reseptor dopamin (D
1-
D
4
), serotonin (5HT
2A/2c
), Histamin (H
1
) dan
1

adrenergik. Afinitas sedang dengan reseptor kolinergik muskarinik (M
1-5
) dan serotonin
(5HT
3
). Berikatan lemah dengan reseptor GABA
A
, benzodiazepin dan -adrenergik.
Metabolisme olanzapine di sitokrom P450 CYP 1A2 dan 2D6. Metabolisme akan meningkat
pada penderita yang merokok dan menurun bila diberikan bersama dengan antidepresan
fluvoxamine atau antibiotik ciprofloxacin. Afinitas lemah pada sitokrom P450 hati sehingga
pengaruhnya terhadap metabolisme obat lain rendah dan pengaruh obat lain minimal terhadap
konsentrasi olanzapine.
4

Eliminasi waktu paruh dari olanzapine memanjang pada penderita usia lanjut.
Cleareance 30% lebih rendah pada wanita dibanding pria, hal ini menyebabkan terjadinya
perbedaan efektivitas dan efek samping anatar wanita dan pria. Sehingga perlu modifikasi
dosis yang lebih rendah pada wanita. Cleareance olanzapine meningkat sekitar 40% pada
perokok dibandingkan yang tidak merokok, sehingga perlu penyesuaian dosis yang lebih
tinggi pada penderita yang merokok.
4

Indikasi :
4,7

- Sizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positive dan negatif.
- Episode manik moderat dan severe.
- Pencegahan kekambuhan gangguan bipoler.
Dosis :
4,7

- Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1 x sehari.
- Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1 x sehari.
- Untuk pecegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg / hari.
Efek samping:
4,7

- Penigkatan berat badan
- Somnolen
- Hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor
1

- EPS dan kejang rendah
- Insiden tardive dyskinesia rendah
QUETIAPINE
Struktur kimia yang mirip dengan clozapine, masuk dalam kelompok
dibenzothiazepine derivates. Absorpsinya berlangsung cepat setelah pemberian oral,
konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 1,5 jam setelah pemberian. Metabolisme
terjadi di hati, pada jalur sulfoxidation dan oksidasi menjadi metabolit tidak aktif dan waktu
paruhnya 6 jam.
4

Quetiapine merupaka antagonis reseptor serotonin (5HT
1A
dan 5HT
2A
), reseptor
dopamin (D
1
dan D
2
), reseptor histamin (H
1
), reseptor adrenergik
1
dan
2.
Afinitasnya
lemah pada reseptor muskarinik (M
1
) dan reseptor benzodiazepin. Cleareance quetiapine
menurun 40% pada penderita usia lanjut, sehinga perlu penyesuaian dosis yang lebih rendah
dan menurun 30% pada penderita yang mengalami gangguan fungsi hati. Cleareance
quetiapine meningkat apabila pemberiannya dilakukan bersamaan dengan antiepileptik
fenitoin, barbiturat, carbamazepin dan antijamur ketokonazole.
4

Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood. Dapat juga
memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik generasi pertama tetapi hasilnya tidak
sebaik apabila di terapi dengan clozapine. Pemberian pada pasien pertama kali mendapat
quetiapine perlu dilakukan titrasi dosis untuk mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi
postural. Dimulai dengan dosis 50 mg per hari selama 4 hari, kemudian dinaikkan menjadi
100 mg selama 4 ahri, kemudian dinaikkan lagi menjadi 300 mg. Sete;ah itu dicari dosis
efektif antara 300-450 mg/hari. Efek samping obat ini yang sering adalah somnolen, hipotensi
postural, pusing, peningkatan berat badan, takikardi, dan hipertensi.
4

ZIPRASIDONE
APG II dengan struktur kimia yang baru, obai ini belum tersedia di Indonesia.
Ziprasidone merupakan antipsikotik dengan efek antagonsis antara reseptor 5HT
2A
dan D
2
.
Berinteraksi juga denga reseptor 5HT
2C
, 5HT
1D
dan 5HT
1A
, afinitasnya pada reseptor ini
sama atau lebih besar dari afinitas pada reseptor D
2
. Afinitas sedang pada reseptor histamin
dan
1.
Ziprasidone tidak bekerja pada muskarinik (M
1
).
4

Ziprasidone juga antipsikotik yang mempunyai mekanisme kerja yang unik karena
menghambat pengambilan kembali (reuptake) neurotransmiter serotonin dan norepineprine di
sinaps. Obat ini efektif digunakan untuk gejala negatif dan penderita yang refrakter dengan
antipsikotik. Obat ini aman diberikan pada penderita usia lanjut.
4

Absorpsi ziprasidone akan meningkat dengan adanya makan, tetapi tidak dipangruhi
oleh usia, jenis kelamin, gangguan fungsi hati atau ginjal. Konsentrasi plasma puncak dicapai
dalam waktu 2-6 jam setelah pemberian oral denga waktu paruh obat rata-rata 5-10 jam,
sehingga pemberiannya 2 kali sehari. Metabolsime ziprasidone melalui hati, sebagian besar
pada isoenzim CYP 3A4 dan sebagian kecil di CYP 1A2. Mekanisme kerja farmakologik
diperkirakan pro-serotonergik dan pro-noradregenik sehingga di prediksi dapat bekerja
sebagai antidepresan dan ansiolitik. Efikasi dari ziprasidone terjadi pada dosis 80-160
mg/hari, untuk pengobatan terhadap gejala positif, negatif, dan depresif pada pasien
skizofrenia.
4

Dosis intial yang aman diberikan tanpa dosis titrasi adalah sebesar 40 mg perhari.
Pemberiannya akan semakin efektif bila bersamaan dengan makanan. Dosis pemeliharaan
berkisar antara 40-60 mg per hari.
4

Terjadinya efek samping EPS rendah dan tidak terjadi peningkatan kadar prolaktin.
Efek samping yang dijumpai selama uji klinis adalah somnolen (14%), peningkatan berat
badan (10%), gangguan pernafasan (8%), EPS (5%), dan bercak-bercak merah di kulit (4%).
Peningkatan berat badan sangat kecil atau dapat dikatan tidak ada, karena bekerja sangat
lemah pada reseptor AH
1
walaupun bekerja juga sebagai antagonis pada reseptor 5HT
2c
.
Ziprasidone tidak menyebabkan gangguan jantung.
4

ARIPIPRAZOLE
Merupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis pada reseptor D
2

dan reseptor serptonin 5HT
1A
serta antagonis pada reseptor serotonin 5HT
2A
. Aripiprazole
bekerja sebagai dopamin sistem stabilizer artinya menghasilkan signal transmisi dopamin
yang sama pada keadaan hiper atau hipo-dopaminergik karena pada keadaan
hiperdopaminergik aripiprazole afinitasnya lebih kuat dari dopamin akan mengeser secara
kompetitif neurotransmiter dopamin dan berikatan dengan reseptor dopamin. Pada keadaan
hipodopaminergik maka aripiprazole dapat menggantikan peran neurotransmiter dopamin dan
akan berikatan dengan reseptro dopamin.
4

Aripiprazole di metabolisme di hati melaui isoenzim P450 pada CYP 2D6 dan CYP
3A4, menjadi dehydro-aripiprazole. Afinitas dari hasil metabolisme ini mirip dengan
aripiprazole pada reseptor D
2
dan berada di plasma sebesar 40% dari keseluruhan
aripiprazole. Waktu paruh berkisar antara 75-94 jam sehingga pemberian cukup 1 kali sehari.
Absorpsi aripiprazole mencapai konsentrasi plasma ouncak dalam waktu 3-5 jam setelah
pemberian oral. Aripiprazole sebaiknya diberikan sesudah makan, terutama pada pasien yang
mempunyai keluhan dispepsia, mual dan muntah.
4

Indikasi :
- Skizofrenia.
Dosis :
- 10 atau 15 mg 1 x sehari.


Efek samping :
- Sakit kepala.
- Mual, muntah.
- Konstipasi.
- Ansietas, insomnia, somnolens.
- Akhatisia.

E. PROFIL EFEK SAMPING
Efek samping pada obat anti-psikosis dapat berupa:
5
Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun.
Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,
kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, pandangan mata kabur, tekanan
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung)
Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson: tremor,
bradikinesia, rigiditas).
Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik
(agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.
Efek samping ini ada yang dapat di tolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan ada yang
sampai membutuhkan obat simptomatis untuk meringankan penderitaan pasien.
Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah optimal response
with minimal side effect.
Efek samping dapat juga irreversible : tardive dyskinesia (gerakan berulang
involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur
gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi
pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis
obat anti-psikosis (non dose related).
Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa dicoba
pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian obat anti
parkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-psikosis yang
paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk
deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.
Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akinat
overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang
menguntungkan sebaiknya dilakukan lavage lambung bila obat belum lama dimakan.
2

F. INTERAKSI OBAT
5
Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada bukti lebih
efektif (tidak ada sinergis antara 2 obat anti-psikosis). Misalnya, Chlorpromazine +
Reserpine = potensiasi efek hipotensif.
Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-
hati pada pasien dengna hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).
Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan
gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy).
Antispikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi hari
sebelum ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka mortalitas yang tinggi.
Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan
kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (dose-
related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat anti-psikosis
Haloperidol.
Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antu-psikosis menurun disebabkan
gangguan absorpsi.

G. CARA PENGGUNAAN
Pemilihan Obat
Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping ;
sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).
5

Anti-psikosis Mg. Eq Dosis (Mg/h) Sedasi Otonomik Eks.Pir.
Chlopromazine 100 150 - 1600 +++ +++ ++
Thioridazine 100 100 - 900 +++ +++ +
Perphenazine 8 8 - 48 + + +++
Trifluoperazine 5 5 - 60 + + +++
Fluphenazine 5 5 - 60 ++ + +++
Haloperidol 2 2 - 100 + + ++++
Pimozide 2 2 - 6 + + ++
Clozapine 25 25 - 200 ++++ + -
Zotepine 50 75 - 100 + + +
Sulpiride 200 200 - 1600 + + +
Risperidone 2 2 - 9 + + +
Quetiapine 100 50 - 400 + + +
Olanzapine 10 10 - 20 + + +
Aripiprazole 10 10 - 20 + + +

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis
lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalen-nya, dimana
profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat anti-
psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek samping-
nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran miskin)
lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak
terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis atipikal perlu
dipertimbangkan. Khususnya pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat mentolerir
efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai risiko medik dengan adanya gejala
ekstrapiramidal (neuroleptic induced medical complication).

Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :
5
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 6 jam.
Waktu paruh : 12 14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari).
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas
hidup pasien.
Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran, dinaikkan setiap 2-3 hari
sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaran Sindrom Psikosis)
dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal
dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu
dosis maintenance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug
holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop.

Lama Pemberian
Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang multi episode, terapi
pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian yang cukup
lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 5 kali.
Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah
dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung menimbulkan
kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian baru gejala Sindrom
Psikosis kambuh kembali.
Hal tersebut disebabkan metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat, metabolit-
metabolit masih mempunyai keaktifan anti-psikosis.
Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk Psikosis Reaktif
Singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2
minggu 2 bulan.
Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan
dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic Rebound :
gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan
mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg (im),
tablet Trihexyphenidyl 3x 2 mg/h).
Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat anti-psikosis + antiparkinson, bila
sudah tiba waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru
menyusul obat antiparkinson.
5

Penggunaan Parenteral
Obat anti-psikosis long acting (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau Haloperidol
Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 4 minggu sangat berguna untuk pasien yang tidak mau
atau sulit teratur makan obat atau apapun yang tidak efektif terhadap medikasi oral.
Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan secara oral lebih dahulu
beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.
Dosis mulai dengan cc setiap 2 minggu pad bulan pertama kemudian bau
ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan.
Pemberian obat anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia. 15 25 % kasus
menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ektrapiramidal.
5

H. PERHATIAN KHUSUS
Efek samping yang sering timbul dan tindakan mengatasinya :
5

Penggunaan Chlorpromazine injeksi (im) : sering menimbulkan Hipotensi
Ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alfa adrenergic blockade).
Tindakan mengatasinya dengan injeksi Nor-adrenaline (Nor-epinephrine) sebagai
alfa adrenergic stimulator.
Dalam keadaan ini tidak diberikan Adrenaline oleh karena bersifat alfa dan beta
adrenergic stimulator sehingga efek beta-adrenergic tetap ada dan dapat terjadi
Shock.
Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung bangun
setelah mendapat suntikan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5-10 menit.
Bila dibutuhkan dapat diberikan Norepinephrine bitartrate (LEVOPHED Abbot
atau RAIVAS Dexa Medica atau VASCON Fahrenheit) ampul 4 mg/4cc dalam
infus 1000 ml dextrose 5% dengan kecepatan infus 2-3cc/menit.
Obat anti-psikosis yang kuat (Haloperidol) sering menimbulkan gejalan
Ekstrapiramidal/Sindrom Parkinson. Tindakan mengatasinya dengan tablet
Trihexyphenidyl (Artane) 3-4x 2 mg/hari, Sulfas Atropin 0,50-0,75 mg (im).
Apabila Sindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara
bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat
antiparkinson.
Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak lebih lama dari 3
bulan (risiko timbul atropine toxic syndrome). Tidak dianjurkan pemberian
antiparkinson profilaksis, oleh karena dapat mempengaruhi penyerapan/absorpsi
obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam plasma rendah, dan dapt menghalangi
manifestasi gejala psikopatologis yang dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat anti-
psikosis agar tercapai dosis efektif.
Rapid Neuroleptizattion : Haloperidol 5 10 mg (im) dapt diulangi setiap 2 jam,
dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6 jam sudah dapat
mengatasi gejala-gejala akut dari Sindrom Psikosis (agitasi, hiperaktivitas
psikomotorm impulsif, menyerang, gaduh-gelisah, perilaku destruktif dll).
Kontraindikasi :
- Penyakit hati (hepato-toksik),
- Penyakit darah (hemato-toksik),
- Epilepsi (menurunkan ambang kejang),
- Kelainan jantung (menghambat irama jantung),
- Febris yang tinggai (thermoregulator di SSP),
- Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat),
- Penyakit SSP (parkinson, tumor otak dll),
- Gangguan kesadaran disebabkan CNS-depressant (kesadaran makin
memburuk).












BAB III

KESIMPULAN

Antipsikotik adalah sekelompok bermacam-macam obat yang menghambat reseptor
dopamine tipe 2 (D2). Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal selain berfungsi untuk
mengobati penyakit psikotik khsusnya skizofrenia, tentunya juga memiliki efek samping
Efek samping yang sering ditimbulkan pada pemakaian antipsikotik tipikal: gangguan
pergerakan seperti distonia, bradikinesia, tremor, akatisia, koreoatetosis, anhedonia, sedasi,
peningkatan beratbadan yang sedang, disregulasi tempertur, poikilotermia,
hiperprolaktinemia, dengan galaktorea dan amenorea pada wanita dan ginekomastia pada
pria, serta disfungsi seksual pada pria dan wanita, hipotensi postural(ortostatik), kuli terbakar,
interval QT memanjang, risiko terjadi fatal aritmia.
Efek samping yang ditimbulkan oleh pemakaian antipsikotik atipikal: peningkatan
berat badan sedang sampai berat, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, sedasi, gangguan
pergerakan yang sedang, hipotensi postural, hiperprolaktinemia, kejang, salivasi nocturnal,
agrabulositosis, miokarditis, lensa mata bertambah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Esa, Emy. Antipsikotik. [online]. Scribd 2010 [cited 2010 Okt 15]; [1]. Available
from:URL:http://www.scribd.com/doc/39228424/Refer-At

2. Anonymous. Antipsychotic Medications. [online] Available from:URL:
http://www.namigc.org/content/fact_sheets/medicationinfo/Antipsychotics/ANTIPSYCH
OTIC_MEDS_0106.pdf

3. Anonymous. Penggunaan Obat Antipsikotik Atipikal Lebih Efektif. [online] curhatkita
2009 [cited 2009 Feb 09]; Available
from:URL:http://curhatkita.blogspot.com/2009/02/penggunaan-obat-antipsikotik-
atipikal.html

4. Sinaga,RB. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007

5. Maslim,Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta.
2007

6. Ganiswarna,Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran UI. 1995

7. Abidin, Taufik. Obat Psikotropik. Fakultas Kedokteran Mataram. [online]. Scribd 2010
[cited 2009 Agustus 26]; Available from: URL:http://scribd.com/doc/19110482/Obat-
Psikotropik

8. Ramirez, Monica. Antipsychotic Treatment. Medical Chemistry [cited 2005 March 06];
Available from;URL: faculty.smu.edu/jbuynak/images/Anti-psychotics.ppt

9. Anonymous. Psikotropik. [online]. [cited 2008 Okt 24]. Psikofarmaka Mental Health
Nursing Eight Club-Universitas Padjadjaran. Available from: URL:http://antipsikotik-
psikofarmaka.blogspot.com/

10. Widayati, E. Obat Antipsikotik Tingkatkan Resiko Penggumpalan Darah. [online].
mentalhealth 2010 [cited 2010 Sept 22]; Available from:URL:
http://www.go4healthylife.com/articles/2434/1/Obat-Antipsikotik-Tingkatkan-Risiko-
Penggumpalan-Darah/Page1.html

You might also like