You are on page 1of 11

Aktifitas pertambangan dianggap seperti uang logam yang memiliki dua sisi yang saling

berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat
potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sektor ini menyokong pendapatan negara selama
bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining)
dapat mengubah secara total baik iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas
deposit bahan tambang disingkirkan. Hilangnya vegetasi secara tidak langsung ikut
menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap
karbon, pemasok oksigen dan pengatur suhu. Idealnya, suatu perusahaan berkewajiban
untuk menyejahterakan masyarakat sekitar. Caranya? Dengan merekrut mereka menjadi
pegawai tetap di perusahaan itu. Jika mereka belum memenuhi kriteria sebagai seorang
pegawai, maka menjadi kewajiban perusahaan untuk melatihnya sampai mereka memenuhi
kriteria. Dengan cara ini, perusahaan akan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar. Akan tetapi, banyak perusahaan yang tidak mau memenuhi
kewajibannya karena hal itu akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Akibatnya,
tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan akan lebih sedikit.

Dalam jangka pendek mungkin hal itu benar. Akan tetapi jika mereka berpikir jangka
panjang akan lain jadinya. Sebenarnya, menyejahterakan masyarakat sekitar merupakan
investasi sosial yang amat diperlukan bagi perusahaan. Jika masyarakat merasakan bahwa
kehadiran perusahaan itu amat menguntungkan mereka, mereka pasti akan berusaha
melindungi perusahaan itu dari berbagai ancaman. Mereka akan berusaha menjaga dengan
segala kemampuan mereka agar perusahaan itu maju dan tersu maju. Sebab kemajuan
perusahaan itu berarti juga peningkatan kesejahteraan bagi mereka. Dalam makalah ini
dikemukakan beberapa hal tentang dampak penambangan pasir besi, upaya pencegahan
dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh penambangan pasir besi.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi bagi kita semua, sehingga akan dapat
menjaga alam dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang telah terjadi di sekitar
penambangan.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum pasir besi terdiri dari mineral opak yang bercampur dengan butiran-butiran
dari mineral non logam seperti, kuarsa, kalsit, feldspar, ampibol, piroksen, biotit, dan
tourmalin. mineral tersebut terdiri dari magnetit, titaniferous magnetit, ilmenit, limonit, dan
hematit, Titaniferous magnetit adalah bagian yang cukup penting merupakan ubahan dari
magnetit dan ilmenit. Mineral bijih pasir besi terutama berasal dari batuan basaltik dan
andesitic volkanik. Kegunaannya pasir besi ini selain untuk industri logam besi juga telah
banyak dimanfaatkan pada industri semen.
(www.tekmiraesdm.go.id//pasirbesi/ulasan.asp?)

Namun demikian, pertambangan selalu mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu
sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai
sumber kemakmuran, sudah tidak diragukan lagi bahwa sektor ini menyokong pendapatan
negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open
pit mining) dapat merubah total iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit
bahan tambang disingkirkan. Selain itu, untuk memperoleh atau melepaskan biji tanbang
dari batu-batuan atau pasir seperti dalam pertambangan emas, para penambang pada
umumnya menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari tanah, air
atau sungai dan lingkungan.

Pada pertambangan bawah (underground mining) kerusakan lingkungan umumnya
diakibatkan karena adanya limbah (tailing) yang dihasilkan pada proses pemurnian bijih.
Baik tambang dalam maupun tambang terbuka menyebabkan terlepasnya unsur-unsur
kimia tertentu seperti Fe dan S dari senyawa pirit (Fe2S) menghasilkan air buangan bersifat
asam (Acid Mine Drainage / Acid Rock Drainage) yang dapat hanyut terbawa aliran
permukaan pada saat hujan, dan masuk ke lahan pertanian di bagian hilir pertambangan,
sehingga menyebabkan kemasamam tanahnya lebih tinggi. Tanah dan air asam tambang
tersebut sangat masam dengan pH berkisar antara 2,5 3,5 yang berpotensi mencemari
lahan pertanian.

1. 2 Kabupaten Kaur Secara Umum

a..Letak Geografis Kabupaten Kaur.

Secara astronomis (geografis), Kabupaten Kaur terletak pada posisi derajad 15 menit 8,21
detik sampai 4 derajat 55 menit 27,77 detik Lintang selatan dan 103 derajat 4 menit 8,76
detik sampai 103 derajat 46 menit 50,12 detik Bujur Timur. Luas wilayah daratan mencapai
2556 km2 dengan garis pantai sepanjang 89 km, memanjang dari perbatasan Kabupaten
Bengkulu Selatan sampai ke perbatasan Propinsi Lampung. Adapun batas wilayah
Kabupaten Kaur adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kedurang, Kabupaten Bengkulu Selatan dan
Kabupaten Lahat, Propinsi Sumatera Selatan.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung.
Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu, Propinsi Sumatera
Selatan. (BPS. 2007)

b. Iklim

Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca,dimana factor pembentuk cuaca antara lain curah
hujan,kelembaban,kecepatan angin, lama penyinaran matahari dan sebagainya.fakor iklim
atau cuaca yang sering di gunakan untuk beberapa aplikasi hidrologi adalah curah
hujan,karena disamping mudah dalam hal pengukurannya juga mempunyainya pengaruh
secara langsung pada kehidupan manusia ,tumbuhan dan hewan.curah hujan digunakan
untuk menjelaskan fenomena-fenomena hidrologis yang sering terjadi seperti banjir, longsor
dan lain-lain.selain itu juga untuk menggambarkan potensi ketersediaan air (kelembaban
tanah) untuk pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan kondisi tersebut, analisis iklim yang akan di jelaskan lebih kepada kondisi
curah hujan yaitu dalam hal distribusinya dalam ruang dan waktu.Stasiun penakar yang
ada di Kabupaten Kaur ada tiga, yaitu: di Muara Tetap,Linau dan Tanjung Harapan.

c. Perkebunan

Luas panen perkebunan rakyat di Kabupaten Kaur cenderung mengalami penurunan pada
periode 2004-2007. Pada tahun 2004, luas panen perkebunan rakyat mencapai 14.862,5
hektar. Tahun berikutnya meningkat menjadi 23.950,5 hektar dan turun menjadi 17.468,87
hektar pada tahun 2006. Sedangkan pada tahun 200, luas panen perkebunan rakyat kembali
mengalami penurunamenjadi 14.156,1 hektar.

Pada tahun 2007, peroduksi perkebunan rakyat di Kabupaten Kaur adalah 32.121,29 ton.
Komoditi yang paling banyak diproduksi adalah kelapa sawit yang mencapai 23.652 ton.
Sedangkan yang paling sedikit diperoduksi adalah kasiavera, yaitu 0,18 ton.Total peroduksi
perkebunan rakyat ini mengalami peningkatkan dibandingkan tahun 2006 yang mencapai
46.670,36 ton.(BPS.2007)

d. Penduduk

Data kependudukan yang ada pada publikasi kaur Dalam angka 2007 ini berdasarkan
estimasi dari Survei penduduk Antara Sensus yang diadakan BPS.jumlah Penduduk
Kabupaten Kaur pada tahun 2007 adalah 112.528 jiwa, yangt terdiri dari 57.319 jiwa laki-
laki dan 55.209 jiwa perempuan. Jumlah ini meningkat dari pada tahun 2006 yang
berjumlah 107.473 jiwa (BPS. 2007).

1.3 Dampak Pertambangan Pasir Besi

U Santoso (2008) Beberapa dampak negatif akibat pertambangan jika tidak terkendali
antara lain sebagai berikut:

1). Kerusakan lahan bekas tambang.

2). Merusak lahan perkebunan dan pertanian.

3). Membuka kawasan hutan menjadi kawasan pertambangan.

4). Dalam jangka panjang, pertambangan adalah penyumbang terbesar lahan sangat kritis
yang susah dikembalikan lagi sesuai fungsi awalnya.

5). Pencemaran baik tanah, air maupun udara. Misalnya debu, gas beracun, bunyi dll.

6). Kerusakan tambak dan terumbu karang di pesisir.

7). Banjir, longsor, lenyapnya sebagian keanekaragaman hayati.

. Air tambang asam yang beracun yang jika dialirkan ke sungai yang akhirnya ke laut akan
merusak ekosistem dan sumber daya pesisir dan laut.

9). Menyebabkan berbagai penyakit dan mengganggu kesehatan.

10). Sarana dan prasarana seperti jalan dll. rusak berat.

11). Dan lain-lain.

Mengapa bisa terjadi? Karena:

1). Adanya perbedaan kepentingan antara kepentingan lingkungan vs kepentingan ekonomi,
politik dll.

2). Penegakkan hokum yang belum baik.

3). Aturan yang dibuat seringkali mengakomodasi beberapa kepentingan dengan bahkan
mengabaikan unsur lingkungan.

4). Aturan yang tidak dilaksanakan dengan konsisten.

5). Dalam prakteknya otonomi daerah menyebabkan pertambangan maju pesat dan nyaris
tidak terkendali. Banyak kasus di beberapa daerah justru terjadi konversi hutan lindung
menjadi kawasan produksi. Illegal logging justru dilakukan oleh oknum-oknum yang
seharusnya melindungi hutan.

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kaur Nomor. 245 Tahun 2008 tanggal 15 September
2008, PT. Selomoro Banyu Arto memperoleh Kuasa Pertambangan eksplorasi pasir besi di
Kecamatan Maje dengan kode wilayah KW. 08 PKR 004 dengan luas kuasa wilayah
pertambangan eksplorasi pasir besi 179,36 Hektar.

Dampak penambangan pasir besi di Kecamatan Maje Kabupaten Kaur (Anonim 2011):

1. Menurunnya kualitas udara

Pada tahap prakonstruksi tambang akibat kegiatan mobilisasi alat berat diperkirakan
perusahaan akan mengoperasikan 44 unit alat berat. Pada tahap ini aktifitas yang dilakukan
meliputi pembersihan lahan, pembuatan jalan tambang , pembangunan sarana tambang,
pembangunan pengelolaan instalasi pasir besi, dipastikan akan meningkatkan kadar debu di
lingkungan sekitar. Intensitas ini dipastikan akan bertambah pada tahap operasi tambang
akibat pengupasan tanah pucuk . perusahaan memasang target akan mengelola dan
mengangkut 1500 s/d 2000 ton per hari dengan volume angkut 75 s/d 100 rit per hari. hal ini
tentu akan meningkatkan sebaran debu di sekitar tambang dan akan mencapai ke
pemukiman penduduk Desa Sukamenanti, Way Hawang dan Linau akibat angkutan pasir
besi. Lamanya dampak debu ini diperkirakan oleh perusahaan selama 15 s/d 18 tahun
(selama tambang masih aktif beroperasi) tingkat polusi debu akan semakin tinggi pada saat
siang hari dimana angin bertiup dari laut ke arah daratan (pemukiman warga, Desa
Sukamenanti dan Way Hawang) Hal ini tentu saja akan menurunkan tingkat kesehatan
masyarakat, mereka terancam penyakit ISPA (Infeksi saluran Pernafasan Akut) TBC, dan
lain-lain.

2. Kebisingan

Kegiatan tambang pasir besi pada tahap prakonstruksi berupa mobilisasi alat-alat berat
berjumlah 44 unit. Dipastikan ini akan meningkatkan kebisingan di areal tambang dan
pemukiman masyarakat di jalan Way Hawang Sukamenanti. Tingkat kebisingan akan
semakin bertambah ketika operasional pertambangan mulai berjalan normal. Lama
kebisingan berlangsung sebanyak 150 s/d 200 kali setiap hari sesuai volume yang
direncanakan perusahaan sebanyak 1500 s/d 2000 ton per hari. Dengan volume angkut 75
s/d 100 rit per hari. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi ketenangan warga pada saat
tidur.

3. Perubahan Bentuk Danau Kembar

Sebagian wilayah penambangan merupakan perairan Sungai Air Numan (Danau Kembar)
kondisi awal seluas 16,02 hektar dan daratan seluas 163,34 hektar. Kegiatan penggalian
tentu saja akan memperluas bentuk dan struktur danau, diperkirakan akan meluas sebesar
28 hektar. Begitu juga dengan kedalaman, saat ini kedalaman danau berkisar 0,2 meter s/d
0,8 meter. Dengan adanya penggalian pasir besi dapat dipastikan kedalaman danau akan
menjadi 7 hingga 8 meter. Hal ini sangat membahayakan warga, dan debit air akan
mengalami perubahan struktur, ancaman terhadap kekeringan dan banjir yang mendadak
akibat iklim yang tidak menentu, merupakan ancaman utama bagi warga.

4. Abrasi Pantai

Harus diakui aktifitas pertambangan juga akan mempengaruhi struktur pantai Way
Hawang, ancaman akan meningkat khususnya pada saat air laut pasang dan gelombang
besar serta tinggi akan membuat bentuk pantai berubah. Kondisi ini diakui oleh perusahaan
sulit dipulihkan karena membutuhkan biaya besar. Masyarakat yang terkena dampak
langsung adalah Desa Sukamenanti dan Desa Way Hawang. Lamanya dampak akan terjadi
selama perusahaan masih beroperasi hingga pada tahap pasca operasi tambang. (UPL 2008:
IV-3)

Hasil analisa dalam laporan UPL dikatakan, kegiatan tambang pasir besi PT. Selo Moro
Banyu Arto berdampak negative terhadap morfologi lahan karena dapat menimbulkan
dampak turunan berupa abrasi yang merugikan masyarakat. (UPL 2008: IV-4)

5. Menurunnya Kualitas Air

Kegiatan pertambangan dipastikan akan mengurangi kualitas air tanah (sumur) dan
kualitas air permukaan Danau Kembar dan Air Way Hawang pengolaan pasir besi
membutuhkan banyak air untuk diolah di Magnetic Separator, yang menghasilkan pasir
besi dan limbah dengan kapasitas air 225 m3/ jam. Limbah dari pengolaan ini tentu akan
mempengaruhi kadar air yang ada di sekitar pemukiman warga. Sumber negatif lainnya
adalah pengoperasian bengkel. Perawatan alat berat tambang pasir besi dipastikan akan
menghasilkan pelumas bekas sebanyak 58,49 liter per hari. Sisa oli bekas ini jika tidak
dikelola dengan baik akan dapat mencemari danau kembar dan sumur warga, serta air laut
di lingkungan tambang. Hal ini terbukti dibanyak pertambangan yang dengan ceroboh
membuang begitu saja pelumas bekas mereka ke sungai atau berceceran di tanah.

6. Kerusakan Jalan

Jalur angkut perusahaan meliputi jalan Raya Desa Sukamenanti Desa Way Hawang
hingga Pelabuhan Linau. Jalan ini merupakan jalan negara dengan spesifikasi III A atau
dapat dilalui kendaraan dengan muatan maksimal 8 ton. Pada tahap pengoperasian
tambang setiap hari direncanakan 1500 2000 ton pasir besi diangkut menggunakan truck
penganggkut dengan kapasitas 20 ton per unit. Kondisi ini akan dapat merusak jalan di
sepanjang route pengangkutan sebab, maksimal berat jalan route tersebut adalah 10 ton.

7. Aspek biologi

Kegiatan penambangan dipastikan merubah tipe vegetasi seluas 46,03 hektar (total) dari
vegetasi daratan seluas 16,02 hektar dan perairan Danau Kembar seluas 30,01 hektar
kehilangan vegetasi penutup dipastikan akan menimbulkan abrasi. Disamping itu
pendapatan masyarakat dari berkebun, seperti kelapa, kelapa sawit, tanaman padi juga ikut
hilang.

8. Biota Air

Dampak terhadap biota air merupakan dampak tak langsung akibat kegiatan tambang
pasir besi. Sumber dampak berasal dari perubahan kulitas air akibat limbah pengolahan
pasir. Sumber lainnya adalah karena tirisan penumpukan pasir besi, air limbah bekas
pelumas dari kegiatan bengkel. Indeks keanekaragaman Danau Kembar akan menurun dari
kondisi awal 0,8 s/d 2, 48 untuk plankton dan 1,90 s/d 2,98 untuk biota benthos. Kondisi ini
akan menurunkan jumlah ikan, udang, kepiting, yang merupakan mata pencaharian
tambahan bagi masyarakat selain bertani. Lama dampak berlangsung selama 15 s/d 18
tahun.

9. Pendapatan Masyarakat

Perusahaan mengklaim aktifitas pertambangan mereka dapat merekrut tenaga kerja dari
warga lokal, selanjutnya masyarakat sekitar tambang dapat membuka warung dan
sebagainya. Namun, perlu diingat sedikit sekali, jika tidak mau dikatakan tidak ada, warga
setempat yang memiliki keahlian di bidang pertambangan artinya, mereka akan dijadikan
buruh kasar saja, yang sewaktu-waktu dapat mereka PHK dengan beragam alasan. Selain
itu, proses ini akan membuat masyarakat meninggalkan profesi asal mereka yang mungkin
awalnya petani, nelayan, menjadi pekerja buruh di perusahaan yang biasanya mereka tidak
memiliki posisi tawar tinggi. Ini banyak terjadi di pertambangan-pertambangan lain.

Reaksi air asam tambang (Acid Mine Drainage/AMD) berdampak secara langsung terhadap
kualitas tanah dan air karena pH menurun sangat tajam. Menurunnya, pH tanah akan
mengganggu keseimbangan unsur hara pada lahan tersebut, unsur hara makro menjadi
tidak tersedia karena terikat oleh logam sedangkan unsur hara mikro kelarutannya
meningkat (Tan, 1993 dalam Widyati, 2010). Menurut Hards and Higgins (2004) dalam
Widyati (2010) turunnya pH secara drastis akan meningkatkan kelarutan logam-logam
berat pada lingkungan tersebut.

Dampak yang dirasakan akibat AMD tersebut bagi perusahaan adalah alat-alat yang
terbuat dari besi atau baja menjadi sangat cepat terkorosi sehingga menyebabkan inefisiensi
baik pada kegiatan pengadaan maupun pemeliharaan alat-alat berat. Terhadap makhluk
hidup, AMD dapat mengganggu kehidupan flora dan fauna pada lahan bekas tambang
maupun hidupan yang berada di sepanjang aliran sungai yang terkena dampak dari
aktivitas pertambangan. Hal ini menyebabkan kegiatan revegetasi lahan bekas tambang
menjadi sangat mahal dengan hasil yang kurang memuaskan. Disamping itu, kualitas air
yang ada dapat mengganggu kesehatan manusia.

Luas permukaan daratan Indonesia yang telah diijinkan untuk kegiatan pertambangan
relatif kecil (1,336 juta ha atau 0,7% dari area daratan total), dan bahkan luas total areal
penambangan yang masih aktif dan yang sudah selesai ditambang lebih kecil lagi (36.743 ha,
atau 0,019% dari area daratan total) (Anonim, 2006). Sekalipun areal total yang terusik
secara nasional relatif kecil, kebanyakan kegiatan penambangan menerapkan teknik
penambangan di permukaan (surface mining) yang dengan sendirinya mengakibatkan
usikan terhadap lansekap setempat; areal areal vegetasi yang ada dan habitat fauna menjadi
rusak, dan pemindahan lapisan atas tanah yang menutupi cadangan mineral menghasilkan
perubahan yang tegas dalam topografi, hidrologi, dan kestabilan lansekap. Apabila
pengelolaan lingkungan tidak efektif, pengaruh lokal (on-site) ini dapat mengakibatkan
usikan lanjutan di luar areal penambangan (off-site), yang bersumber dari erosi air dan
angin terhadap sisa galian yang belum terstabilkan atau bahan sisa yang berasal dari
pengolahan mineral. Pengaruh-pengaruh ini dapat pula meliputi sedimentasi sungai-sungai,
dan penurunan kualitas air akibat meningkatnya salinitas, keasaman, dan muatan unsur-
unsur beracun dalam air sungai tersebut.

1.3 Definisi Bioremediasi

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di
lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme
memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah
peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks,
dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun (Wikipedia, 2010).

Menurut Anonim (2010) menyatakan bahwa bioremediasi adalah proses pembersihan
pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi
bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang
beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).

Bioremediasi pada lahan terkontaminasi logam berat didefinisikan sebagai proses
membersihkan (clean up) lahan dari bahan-bahan pencemar (pollutant) secara biologi atau
dengan menggunakan organisme hidup, baik mikroorganisme (mikrofauna dan mikroflora)
maupun makroorganisme (tumbuhan) (Onrizal, 2005).

Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air
pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan
yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya
dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara
lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik
terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru
menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan.
Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai
bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba
yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui
teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-
gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang
bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba
memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.

Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien
dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali
dipatenkan adalah bakteri pemakan minyak. Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa
hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih
cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di
laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil
dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya
dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-
komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.

1.4 Jenis Bioremediasi

Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:

Biostimulasi

Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah
yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah
ada di dalam air atau tanah tersebut.

Bioaugmentasi

Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan
ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam
menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa hambatan yang ditemui
ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar
mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya
mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang
dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

Bioremediasi Intrinsik

Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.

Di masa yang akan datang, mikroorganisme rekombinan dapat menyediakan cara yang
efektif untuk mengurangi senyawa-senyawa kimiawi yang berbahaya di lingkungan kita.
Bagaimanapun, pendekatan itu membutuhkan penelitian yang hati-hati berkaitan dengan
mikroorganisme rekombinan tersebut, apakah efektif dalam mengurangi polutan, dan
apakah aman saat mikroorganisme itu dilepaskan ke lingkungan.

II. PENANGANAN MASALAH

2.1 Pencegahan abrasi pantai

(Adegustara, F 2011) Abrasi pantai sudah menjadi ancaman serius bagi kawasan pantai
pesisir Sumatera Barat, solusinya :

Penanaman bakau secara terpadu
Pemasangan pemecah ombak
Pembuatan tanggul penahan ombak

Penanaman Mangrove dan pohon-pohon pada hutan untuk mencegah terjadinya abrasi
pantai. Definisi Abrasi atau Pengertian Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh
kekuatan gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Ada yang mengatakan
Abrasi sebagai erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipengaruhi oleh
gejala alami dan tindakan manusia. Tindakan manusia yang mendorong terjadinya abrasi
adalah pengambilan batu dan pasir di pesisir pantai sebagai bahan bangunan. Selain itu
penebangan pohon-pohon pada hutan pantai atau hutan mangrove memacu terjadinya
abrasi pantai lebih cepat. Hutan Pantai yang tidak terjadi abrasi mempunyai beberapa
zonasi yang jelas, yaitu zone Ipomea pescaprae dan zone Barringtonia. Zone Ipomea
pescaprae biasanya didominasi oleh Ipomea pescaprae dan Spinifex littoreus (rumput
angin). Sedangkan zone Barringtonia sering terdapat jenis-jenis pohon Barringtonia
asiatica, Pongamia pinnata Merr, Cordia subcordata L, Calophyllum inophyllum L,
Terminalia cattapa L, dll. Untuk mencegah terjadinya abrasi pantai perlu dilakukan
penanaman mangrove dan pohon-pohon pada hutan pantai serta memelihara pohon-pohon
tersebut dari gangguan manusia. (http: // pengertian-definisi.blogspot.com/2010/pengertian-
abrasi-pantai.html

2.2 Penanggulangan Acid Mine Drainage/AMD

Sudah banyak teknologi yang ditujukan untuk menanggulangi acid mine drainage (AMD).
Teknologi yang diterapkan baik yang berdasarkan prinsip kimia maupun biologi belum
memberikan hasil yang dapat mengatasi AMD secara menyeluruh. Teknik yang didasarkan
atas prinsip-prinsip kimia, misalnya pengapuran, meskipun memerlukan biaya yang mahal
akan tetapi hasilnya hanya dapat meningkatkan pH dan bersifat sementara. Teknik
pembuatan saluran anoksik (anoxic lime drain) yang menggabungkan antara prinsip fisika
dan kimia juga sangat mahal dan hasilnya belum menggembirakan. Teknik bioremediasi
dengan memanfaatkan bakteri pereduksi sulfat memberikan hasil yang cukup
menggembirakan. Hasil seleksi Widyati (2007) dalam Widyati (2010) menunjukkan bahwa
BPS dapat meningkatkan pH dari 2,8 menjadi 7,1 pada air asam tambang Galian Pit Timur
dalam waktu 2 hari dan menurunkan Fe dan Mn dengan efisiensi > 80% dalam waktu 10
hari.

Namun demikian, penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada air sedangkan sumber-
sumber yang menjadi pangkal terjadinya AMD belum tersentuh. Hal yang sangat penting
sesungguhnya adalah upaya pencegahan terbentuknya AMD. Bagaimana mencegah kontak
mineral sulfide dengan oksigen dan menghambat pertumbuhan bakteri pengoksidasi sulfur
(BOS) adalah hal yang paling menentukan dalam menangani AMD. Bakteri ini tergolong
kemo-ototrof, sehingga penambahan bahan organik akan membunuh mikrob tersebut.
Bagaimana menyediakan bahan organik pada lahan yang begitu luas? Penanaman lahan
yang baik adalah jawaban yang tepat. Bagaimana melakukan penanaman pada lahan yang
begitu berat? Jawaban yang tepat juga penambahan bahan organik. Sebab bahan organik
dapat berperan sebagai buffer sehingga dapat meningkatkan pH, sebagai sumber unsur
hara, dapat meningkatkan water holding capacity, meningkatkan KTK dan dapat
mengkelat logam-logam (Stevenson, 1997 dalam Widyati, 2010) yang banyak terdapat pada
lahan bekas tambang. Revegetasi pada lahan bekas tambang yang berhasil dengan baik
akan memasok bahan organik ke dalam tanah baik melalui produksi serasah maupun
eksudat akar.

2.2 Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah Penambangan pasir besi

Kelompok bahan galian metalliferous antara lain adalah emas, besi, tembaga, timbal, seng,
timah, mangan. Sedangkan bahan galian nonmetalliferous terdiri dari batubara, kwarsa,
bauksit, trona, borak, asbes, talk, feldspar dan batuan pospat. Bahan galian untuk bahan
bangunan dan batuan ornamen termasuk didalamnya slate, marmer, kapur, traprock,
travertine, dan granite.

Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi
lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini
menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan
bersifat penting.

Alternatif yang paling aman dan ramah terhadap lingkungan untuk desulfurisasi pasir besi
adalah secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan
Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih
mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk
mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu
mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah
besi teroksidasi.

2.4 Pemanfaatan Sludge Untuk Memacu Revegetasi Lahan Pasca Tambang pasir besi

Umumnya, perusahaan tambang menggunakan top (tanah lapisan atas) atau kompos untuk
mengembalikan kesuburan tanah. Rata-rata dibutuhkan 5.000 ton per hektar kompos atau
top soil. Metode konvensional ini kurang tepat diterapkan pada bekas lahan tambang yang
luas. Pemanfaatan sludge limbah industri kertas bisa menjadi alternatif pilihan. Industri
kertas menghasilkan 10 persen sludge dari total pulp yang mengandung N dan P (Anonim,
2006a).

Percobaan menunjukkan sludge paper dosis 50 persen dapat memperbaiki sifat-sifat tanah
lebih efektif dibandingkan perlakuan top soil. Sludge kertas ini berperan ganda dalam
proses bioremediasi tanah bekas tambang batubara yaitu sebagai sumber bahan organik
tanah (BOT) dan sumber inokulum bakteri pereduksi sulfat (BPS). Pemberian sludge pada
bekas tambang batubara menimbulkan 2 proses yakni perbaikan lingkungan (soil
amendment) dan inokulasi mikroba yang efektif.

Pemberian sludge paper 50 persen ke dalam tanah bekas tambang batubara mampu
menurunkan ketersediaan Fe tanah 98.8 persen, Mn 48 persen, Zn 78 persen dan Cu 63
persen. BPS mampu mereduksi sulfat menjadi senyawa sulfda-logam yang tidak tersedia.

2.5 Bioremediasi Tanah Tercemar

Pencemaran lingkungan tanah belakangan ini mendapat perhatian yang cukup besar,
karena globalisasi perdagangan menerapkan peraturan ekolabel yang ketat. Sumber
pencemar tanah umumnya adalah logam berat dan senyawa aromatik beracun yang
dihasilkan melalui kegiatan pertambangan dan industri. Senyawa-senyawa ini umumnya
bersifat mutagenik dan karsinogenik yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Joner dan
Leyval, 2001 dalam Madjid, 2009).

Bioremidiasi tanah tercemar logam berat sudah banyak dilakukan dengan menggunakan
bakteri pereduksi logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari
bakteri, dan kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat
(Fleibach, et al, 1994 dalam Madjid, 2009)..

Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun
dengan melalui akumulasi logam-logam dalam hifa ekstramatrik dan extrahyphae slime
(Aggangan et al, 1997 dalam Madjid, 2009). sehingga mengurangi serapannya ke dalam
tanaman inang. Namun demikian, tidak semua mikoriza dapat meningkatkan toleransi
tanaman inang terhadap logam beracun, karena masing-masing mikoriza memiliki
pengaruh yang berbeda. Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam bioremidiasi tanah
tercemar, disamping dengan akumulasi bahan tersebut dalam hifa, juga dapat melalui
mekanisme pengkomplekan logam tersebut oleh sekresi hifa ekternal.

Polusi logam berat pada ekosistem hutan sangat berpengaruh terhadap kesehatan tanaman
hutan khususnya perkembangan dan pertumbuhan bibit tanaman hutan (Khan, 1993 dalam
Madjid, 2009). Hal semacam ini sangat sering terjadi disekitar areal pertambangan (tailing
dan sekitarnya). Kontaminasi tanah dengan logam berat akan meningkatkan kematian bibit
dan menggagalkan prgram reboisasi. Penelitian Aggangan et al (1997) dalam Madjid (2009)
pada tegakan Eucalyptus menunjukkan bahwa Ni lebih berbahaya dari Cr. Gejala
keracunan Ni tampak pada konsentrasi 80 umol/l pada tanah yang tidak dinokulasi dengan
mikoriza sedangkan tanah yang diinokulasi dengan Pisolithus sp., gejala keracunan terjadi
pada konsentrasi 160 umol/l. Isolat Pisolithus yang diambil dari residu pertambangan Ni
jauh lebih tahan terhadap kadar Ni yang tinggi dibandingkan dengan Pisolithus yang
diambil dari tegakan Eucalyptus yang tidak tercemar logam berat.

Upaya bioremediasi lahan basah yang tercemar oleh limbah industri (polutan organik,
sedimen pH tinggi atau rendah pada jalur aliran maupun kolam pengendapan) juga dapat
dilakukan dengan memanfaatkan tanaman semi akuatik seperti Phragmites australis.
Oliveira et al, 2001 dalam Madjid, 2009) menunjukkan bahwa Phragmites australis dapat
berasosiasi dengan cendawan mikoriza melalui pengeringan secara gradual dalam jangka
waktu yang pendek. Hal ini dapat dijadikan strategi pengelolaan lahan terpolusi
(phytostabilisation) dengan meningkatkan laju perkembangan spesies mikotropik. Penelitian
Joner dan Leyval (2001) dalam Madjid (2009) menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza
pada tanah yang tercemar oleh polysiklik aromatic hydrocarbon (PAH) dari limbah industri
berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, tapi tidak terhadap pertumbuhan reygrass.
Dengan mikoriza laju penurunan hasil clover karena PAH dapat ditekan. Tapi bila
penambahan mikoriza dibarengi dengan penambahan surfaktan, zat yang melarutkan PAH,
maka laju penurunan hasil clover meningkat.

Tanaman yang tumbuh pada limbah pertambangan batubara diteliti Rani et al (1991) dalam
Madjid (2009) menunjukkan bahwa dari 18 spesies tanaman setempat yang diteliti, 12
diantaranya bermikoriza. Tanaman yang berkembang dengan baik di lahan limbah
batubara tersebut, ditemukan adanya oil droplets dalam vesikel akar mikoriza. Hal ini
menunjukkan bahwa ada mekanisme filtrasi, sehingga bahan beracun tersebut tidak sampai
diserap oleh tanaman.

Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun
seperti logam berat (Killham, 1994 dalam Madjid dan Novriani : 2009). Mekanisme
perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat
melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam
hifa cendawan. Khan (1993) dalam Madjid dan Novriani (2009) menyatakan bahwa vesikel
arbuskular mikoriza (VAM) dapat terjadi secara alami pada tanaman pioner di lahan
buangan limbah industri, tailing tambang batubara, atau lahan terpolusi lainnya. Inokulasi
dengan inokulan yang cocok dapat mempercepat usaha penghijauan kembali tanah
tercemar unsur toksik.

2.6 Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Terhadap Dampak Yang Ditimbulkan Oleh
Penambangan Pasir Besi

Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh
penambang pasir dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan tindakan-
tindakan tertentu sebagai berikut :

1. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective) yaitu
pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan pasir besi sehingga akan
mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari
ruang udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar meminimalkan
risiko terpapar/terekspose oleh pasir (coal dust).

2. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan
terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya reklamasi
dan penghijauan kembali bekas penambangan pasir besi dapat mencegah
perkembangbiakan nyamuk malaria. Dikhawatirkan bekas lubang/kawah pasir besi dapat
menjadi tempat perindukan nyamuk (breeding place). Penanaman bakau dan mangrove
secara terpadu untuk mencegah terjadinya abrasi pantai.

3. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan
penambangan pasir besi tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law
enforcement)

4. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk
membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan
perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.

III. KESIMPULAN

Setiap kegiatan pastilah menghasilkan suatu akibat, begitu juga dengan kegiatan eksploitasi
bahan tambang, pastilah membawa dampak yang jelas terhadap lingkungan dan juga
kehidupan di sekitarnya, dampak tersebut dapat bersifat negatif ataupun positif, namun
pada setiap kegiatan eksploitasi pastilah terdapat dampak negatifnya, hal tersebut dapat
diminimalisir apabila pihak yang bersangkutan bertanggung jawab terhadap pengolahan
sumber daya alamnya dan juga memanfaatkannya secara bijaksana.

Dampak negatif Penambangan Pasir Besi di Kecamatan Maje Kabupaten Kaur :

Menurunnya kualitas air
Kebisingan
Perubahan bentuk danau kembar
Abrasi pantai
Menurunnya kualitas air
Kerusakan jalan
Aspek biologi
Biota air
Pendapatan masyarakat

Jika dilakukan penelitian secara mendalam, akan banyak sekali dampak buruk dari daya
rusak yang disebabkan oleh pertambangan ini. Jika kita banyak belajar dari kasus-kasus
pertambangan yang ada di Bengkulu seperti Batubara, pasir besi di Seluma, dan lain-lain.

Mengandalkan pengerukan Sumber Daya Alam (SDA) sebagai sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD) adalah satu bentuk pemerintahan daerah yang tidak kreatif dan solutif.
Sebab pertambangan tidak saja membawa berkah bagi sipemiliknya namun juga bencana
besar akibat daya rusak yang diakibatkan, baik kerusakan lingkungan, kerusakan sosial,
budaya masyarakat menjadi lebih konsumtif dan masih banyak lagi.

Filed under: SDA & LH Urip Santoso @ 12:59 am
Tags: Kabupaten Kaur, Kecamatan Maje, Pasir besi
Oleh: ELLINDA NOVIANA
--------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Mengapa Tambang Pasir Besi PT SBA ditolak?. http://www.jatam.org/

Anonim. 2010. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi TanahBekas
Tambang Batubara. http://goblog06.blogspot.com/2010/05/pemanfaatan-bakteri-pereduksi-
sulfat_02.html. 2 juni 2010

Anonim. 2010. Bahan Perkuliahan Teknik Elektro Unand. Sumber Daya Alam.
http://bahanelektro.blogspot.com/2010/02/sda-sumber-daya-alam. 4 juni 2010

Anonim. 2010. Abrasi Pantai. http://pengertian-definisi.blogspot.com/2010/pengertian-
abrasi-pantai.html

Anonim. 2006a. Limbah Industri Kertas Perbaiki Lahan Tambang Batubara.
http://www.ipb.ac.id/Bogor Agricultural University Limbah Industri Kertas Perbaiki
Lahan Tambang Batubara.html. 4 juni 2010

Adegustara, F. 2011. Problematika Lingkungan Hidup dan Solusinya Di Provinsi Sumatera
Barat. Blog Urip Santoso

You might also like