You are on page 1of 38

LAPORAN KASUS

PASIEN DENGAN CTS dengan perjalanan CVA INFARK




Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Neurologi
Di RST Dr. Soedjono Magelang



Disusun oleh:
Vike Poraddwita Y
01.209.6043

Pembimbing:
Letkol CKM dr. Heriyanto, SpS


BAGIAN ILMU SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PENGESAHAN


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Neurologi
Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono



Disusun Oleh :
Vike Poraddwita Yulianti
01.209.6043


Telah Diseteujui Dan Dipresentasikan Pada Tanggal : Januari 2014


Magelang, Januari 2014
Dosen Pembimbing,




Letkol (CKM) dr. HERIYANTO, SpS






BAB II
STATUS PASIEN

I.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Usia : 52 tahun
Tanggal Lahir : 8 Juni 1943
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sonorojo, candimulyo, magelang
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 4 Desember 2013 Pukul 09.10 WIB

I.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Tangan kiri kesemutan, kelemahan anggota gerak kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan membawa surat pengantar dari dokter umum dengan
keterangan hipertensi, pasien merasakan pusing cekot-cekot sudah satu minggu yang lalu,
selain itu pasien juga merasakan leher bagian belakangnya pegel-pegel, pasien tidak
merasakan mual dan muntah, ma/mi (+), BAK BAB dbn. Hari ke 3 setelah perawatan
pasien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kiri.


Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat hipertensi, namun pasien tidak mengetahui secara pasti
waktu pertama kali tekanan darahnya tinggi..
Riwayat Pengobatan :
Pasien mengatakan bahwa berobat ke puskesmas bebrapa tahun lalu karena keluhan
pusing, dan diberi obat , keluarga pasien maupun pasien tidak mengetahui jenis obat-obat
yang diberikan di puskesmas.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien tidak mengetahui adanya riwayat hipertensi dan stroke di keluarganya.



I.3 PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit .
Kesadaran/GCS : CM, E4V5M6
Tanda Vital :
Tekanan darah : 160/110
Nadi : 90 kali/menit
Pernafasan : 16 kali/menit
Suhu : 36.0
0
C


STATUS LOKALISATA
Kepala :
Pupil : Isokor, diameter 3 mm
Sianosis : -
Dispneu : -
Konjungtiva anemis : -/-
Sklera ikterik : -/-
Leher :
Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal.
Thoraks :
Bentuk : Normochest, retraksi (-).
Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Redup. Batas jantung dalam batas normal.
o Auskultasi : Suara jantung I dan II reguler, murmur (-)
Paru :
o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-.
o
Abdomen :
Inspeksi : Datar.
Auskultasi : Bising usus (+) 6 kali/menit.
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran, tidak ada
nyeri tekan.
Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral dingin.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral dingin.

STATUS NEUROLOGI
GCS : E
4
V
5
M
6

TANDA MENINGEAL :
Kaku kuduk : -
Kernig : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Brudzinski III : -
Brudzinski IV : -

NERVUS CRANIALIS :
1. N. Olfaktorius (N. I)
a. Pemeriksaan bau : DBN
2. N. Optikus (N. II)
a. Warna : Tidak dilakukan
b. Funduskopi : Tidak dilakukan
c. Tajam penglihatan : DBN
d. Lapang pandang (visual field) : DBN
3. N. Okulomotorius, N. Troklearis, N. Abducen (N. III, N. IV, N.VI)
a. Kedudukan bola mata saat diam : DBN
b. Gerakan bola mata : DBN
c. Pupil :
Bentuk, lebar, perbedaan lebar : DBN
Reaksi cahaya langsung dan konsensuil : +/+
Reaksi akomodasi dan konvergensi : DBN
4. N. Trigeminus (N. V)
a. Sensorik : DBN
b. Motorik :
Merapatkan gigi : DBN
Buka mulut : DBN
Menggerakkan rahang : DBN
Menggigit tongue spatel kayu : Tidak dilakukan
c. Refleks :
Kornea : DBN
Maseter/mandibula : -
5. N. Facialis (N. VII)
a. Sensorik : DBN
b. Motorik :
Kondisi diam : Simetris
Kondisi bergerak :
a) Musculus frontalis : DBN
b) Musculus korugator supersili : DBN
c) Musculus nasalis : DBN
d) Musculus orbicularis oculi : DBN
e) Musculus orbicularis oris : DBN
f) Musculus zigomaticus : Lemah sebelah kiri
g) Musculus risorius : DBN
h) Musculus bucinator : DBN
i) Musculus mentalis : DBN
j) Musculus plysma : DBN
Sensorik khusus
a) Lakrimasi : Tidak dilakukan
b) Refleks stapedius : Tidak dilakukan
c) Pengecapan 2/3 anterior lidah : Tidak dilakukan
6. N. Stato-akustikus (N. VIII)
a. Suara bisik : DBN
b. Arloji : DBN
c. Garpu tala : Tidak dilakukan
d. Nistagmus : Tidak dilakukan
e. Tes Kalori : Tidak dilakukan
7. N. Glosopharingeus, N. Vagus (N. IX, N. X)
a. Inspeksi oropharing keadaan istirahat : Uvula simetris
b. Inspeksi oropharing saat berfonasi : Uvula simetris
c. Refleks : Tidak dilakukan
d. Sensorik khusus :
Pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan
e. Suara serak atau parau : (-)
f. Menelan :
Sulit menelan air atau cairan dibandingkan padat : (-)
8. N. Acesorius (N. XI)
a. Kekuatan m. Trapezius : DBN
b. Kekuatan m. Sternokleidomastoideus : DBN
9. N. Hipoglosus (N. XII)
a. Keadaan diam : DBN
b. Keadaan gerak : DBN

PEMERIKSAAN MOTORIK
1) Observasi : DBN
2) Palpasi : DBN
3) Perkusi : DBN
4) Tonus : DBN
5) Kekuatan otot :
5 4
5 4

a. Ekstremitas atas :
M. deltoid : +5/ 4
M. biceps brakii : +5/ 4
M. triceps : +5/ 4
M. brakioradialis : +5/ 4
M. pronator teres : +5/ 4
Genggaman tangan : +5/ 4
b. Ekstremitas bawah :
M. iliopsoas : +5 / 4
M. kwadricep femoris : +5 / 4
M. hamstring : +5 / 4
M. tibialis anterior : +5 / 4
M. gastrocnemius : +5 / 4
M. soleus : +5 / 4

PEMERIKSAAN SENSORIK
1) Eksteroseptik/protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar) : DBN
2) Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan) : DBN
3) Kombinasi :
a. Stereognosis : Tidak dilakukan
b. Barognosis : Tidak dilakukan
c. Graphestesia : DBN
d. Sensory extinction : DBN
e. Loss of body image : (-)
f. Two point tactile discrimination : DBN

REFLEKS FISIOLOGIS
1) Refleks Superficial
a. Dinding perut /BHR : Tidak dilakukan
b. Cremaster : -
2) Refleks tendon/periostenum
a. BPR / Biceps : +2 / +2
b. TPR / Triceps : +2 / +2
c. KPR / Patella : +2 / +2
d. APR / Achilles : +2 / +2
e. Klonus :
Lutut/patella : -/-
Kaki/ankle : -/-

REFLEKS PATOLOGIS
a. Babinski : -/-
b. Chaddock : - / -
c. Oppenheim : - / -
d. Gordon : - / -
e. Schaeffer : - / -
f. Gonda : - / -
g. Stransky : - / -
h. Rossolimo : - / -
i. Hoffman : - / -
j. Tromner : - / -
k. Mendel-Bechtrew : - / -

REFLEKS PRIMITIF
a. Grasp refleks : - / -
b. Palmo-mental refleks : - / -

PEMERIKSAAN SEREBELLUM
a. Koordinasi
Asinergia /disinergia : (-)
Diadokinesia : (-)
Metria : (-)
Tes memelihara sikap
Rebound phenomenon : Sulit dievaluasi
Tes lengan lurus : Sulit dievaluasi
b. Keseimbangan
Sikap duduk : Sulit dievaluasi
Sikap berdiri :
Wide base / broad base stance : Sulit dievaluasi
Modifikasi Romberg : Sulit dievaluasi
Dekomposisi sikap : Sulit dievaluasi
Berjalan / gait :
Tendem walking : Sulit dievaluasi
Berjalan memutari kursi / meja : Sulit dievaluasi
Berjalan maju-mundur : Sulit dievaluasi
Lari ditempat : Sulit dievaluasi
c. Tonus : DBN
d. Tremor : (-)

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR
1. Aphasia : (-)
2. Alexia : (-)
3. Apraksia : (-)
4. Agraphia : (-)
5. Akalkulia : (-)
6. Fingeragnosia : (-)
7. Right-left disorientation : (-)

TES SENDI SACRO-ILIACA
a. Patricks : -/-
b. Contra patricks : -/-

TES PROVOKASI NERVUS ISCHIADICUS
a. Laseque : -/-
b. Sicards : -/-
c. Bragards : -/-
d. Minors : Sulit dievaluasi
e. Neris : Sulit dievaluasi
f. Door bell sign : -/-
g. Kemp test : Sulit dievaluasi

PEMERIKSAAN DISARTRIA
a. Labial : DBN
b. Palata : DBN
c. Lingual : DBN

Pemeriksaan Khusus
Flick's sign -/+ -/-
Wrist extension test -/+ -/-
Phalen's test -/+ -/-
Reverse Phalen sign
Torniquet test tidak dilakukan tidak dilakukan
Pressure test tidak dilakukan tidak dilakukan
Luthy's sign (bottle's sign) tidak dilakukan tidak dilakukan
Pemeriksaan sensibilitas tidak dilakukan tidak dilakukan


I.4 RESUME
Pasien Perempuan usia 52 tahun datang ke IGD tanggal 4 Desember 2013 pukul 09.10
dengan keluhan leher belakang kepala cekot-cekot, dan kesemutan jari-jari tangan kiri sudah
1 minggu, setelah dirawat 2 hari di RS pasien mengalami kelemahan anggota gerak kiri, dan
bibir perot kekanan. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan kelemahan pada motorik kiri
ekstremitas atas dan bawah, dan juga pada nervus optikus pada muskulus zigomatikus terjadi
kelemahan. Riwayat penyakit dahulu hipertensi, sudah pernah berobat ke bidan desa dan
puskesmas

I.5 ASSESSMENT
1) Klinis : Hemiparesis sinistra, Hipertensi, Trigger finger jari 3, Hiperestesia jari
3,4,5 kanan
2) Topis : Hemisfer cerebri dextra, nervus medianus sinistra pada terowongan
carpal
3) Etiologi : CVA infark, CTS





I.6 PLANNING
1) Planning Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium darah
Darah lengkap
Fungsi ginjal
Fungsi hati
Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 1 November 2013
Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi
WBC 7,6 3,5 10,0 x 10
3
/uL N
RBC 5,22 3,50 5,50 x 10
6
/mm
3
N
HGB 14,6 11,0 15,0 N
HCT 45,4 36,0 48,0 % N
MCV 87 80,0 99,0 fL N
MCH 28,1 26,5 32,0 Pg N
MCHC 32,2 32,0 36,0 g/dL N
PLT 254 150-450 x 10
3
/uL N
MPV 8,6 6,5 - 10,4 um
3
N
PDW 13.8 10,0 15,0 Fl N
PCT 0,218 0,10 0,28 % N
RDW 14,2 11,5 15,0 %

Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi
LYM% 15.8 20,0 40,0 % N
MON% 3.6 4,0 10,0 L % N
GRAN% 80,6 43,0 76,0 %
LYM# 1.2 1,2 3,2 x 10
3
/uL N
MON# 0,2 0,3 0,8 x 10
3
/uL N
GRAN# 6,2 2,0 6,8 x 10
3
/uL N

Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi
GLUKOSA 106 70 115 mg/dL N
UREUM 19 8 50 mg/dL N
KREATININ 0.8 0 1,3 mg/dL N
SGOT 16 3 35 U/L N
SGPT 16 8 41 U/L N

b. Pemeriksaan penunjang : CT Scan kepala tanpa kontras
Hasil Pemeriksaan CT Scan Kepala Tanpa Kontras Tanggal 1 November
2013

Kesan :
Belum tampaknyata gambaran infark
Tak tampak perdarahan
Sutura mediana ditengah
Hygroma subdural (minimal) bifronto-parietalis
Diagnosis Klinis : Suspek CVA Infark

2) Planning Terapi
CTS
a. Istirahatkan pergelangan tangan
b. Obat anti inflamasi : aspirin dan prednisone
c. Injeksi steroid
i. Dexamethason 1-4mg/ Hidrokortison 10-25mg
ii. Metil prednisolon 20mg injeksi ke terowongan
iii. Bila belum berhasil diulang 2 minggu
2. Nonfarmakologis
a. Operasi endoskopis
b. Neurolisis n. Medianus pada pergelangan tangan
3. Monitoring
a. Monitoring TTV, Lab
4. Edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien tentang gangguan penderita
b. Mengurangi aktivitas berat
c. Menjelaskan cara mengurangi kesemutan
d. Kontrol rutin
CVA INFARK

Fluxum 2x1
Beneocetam 4x3
Cercul 4x1
Assering+tarontal 14tpm
Inj Lapibal 1x1
Inj Extrace 2x1
Inj Naroges 3x1
Nafoz 3x4
Enturol 2x1
Nifedipin 3x1
Tonicard 3x1

Follow Up
Tanggal S O A P
4 -12 2013 - Pusing leher
bangian belakang
- Kesemutan jari
tangan kanan
- Muntah (-)
- Makan/minum
+/+
- BAB/BAK DBN

Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : SoporoComa, E4VxMx
Tanda Vital
o TD : 220/120 mmHg
o N : 106 x/menit
o RR : 16 x/menit
o S rectal : 37.4
0
C
Kepala dan leher
o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Dispneu
(-)
Thoraks
Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
Klinis :
Hipertensi,
Trigger finger

Topis : N
medianus dextra
et sinistra
Etiologi : CTS
Terapi
Ass + Formabes
Inj Citocilin 3x250
Inj Lapibal 1x1
Inj Extrace 3x1
Inj Naroges 3x1
Inj Narfos 2x400
Inj Pantotin 1x1
Nipedipin 3x10mg

Monitoring
Observasi keadaan
umum.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal.
o Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur
(-).
Paru :
o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-
kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,
Wheezing -/-.
Abdomen :
o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak
teraba adanya pembesaran.
o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari
carpal sampai dorsum manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral dingin
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema pada
kedua pedis kanan dan kiri.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral dingin.
Motorik : 5 | 5
5 | 5
Sensorik : dbn
Observasi tanda vital.
Observasi kejang

Edukasi
Posisi berbaring 30
0

Tidak
memperbolehkan
pasien duduk atau
bangun dari tempat
tidur dan tetap dalam
keadaan berbaring.
Tidak boleh terlalu
banyak pengunjung.

R. Fisiologis :
BPR : +2 +2
TPR : +2 +2
KPR : +2 +2
R. Patologis :
Babinski -/-
Chaddock -/-
Oppenheim -/-

Tanggal S O A P
5-12 2013 - Pusing sebelah +
- Panas (-)
- Pusing (-)
- Muntah (-)
- Makan/minum
+/+
- BAB (-) BAK (+)

Keadaan Umum : sakit sedang, lemah.
Kesadaran : CM, E
4
V
5
M
6

Tanda Vital
o TD : 160/110 mmHg
o N : 90 x/menit
o RR : 20 x/menit
o S : 36,2
0
C
Kepala dan leher
o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),
Dispneu (-)
Thoraks
Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam batas
normal.
o Auskultasi : S1 > S2, reguler,
murmur (-).
Paru :
o Inspeksi : Pergerakan dada simetris
Klinis : Hipertensi,
Trigger finger

Topis : N medianus
dextra et sinistra
Etiologi : CTS
Terapi
Assering + Formabes
Inj Citocilin 3x250
Inj Lapibal 1x1
Inj Extrace 3x1
Inj Naroges 3x1
Nifedipin 3x100
Monitoring
Observasi keadaan
umum.
Observasi tanda vital.
Observasi Kejang

Edukasi
Posisi berbaring 30
0

Tidak memperbolehkan
pasien duduk atau
bangun dari tempat
tidur dan tetap dalam
keadaan berbaring.
kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,
Wheezing -/-.
Abdomen :
o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan lien
tidak teraba adanya pembesaran.
o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari
carpal sampai dorsum manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema pada
kedua pedis kanan dan kiri.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Motorik : 5 | 5
5 | 5
Sensorik : dbn
R. Fisiologis :
BPR : +2 +2
TPR : +2 +2
KPR : +2 +2
R. Patologis :
Tidak boleh terlalu
banyak pengunjung.

Babinski -/-
Chaddock -/-
Oppenheim -/-

Tanggal S O A P
612- 2013 - Kesemutan (+)
- Lemah anggota
gerak kanan
- Panas (-)
- Pusing (+)
- Muntah (-)
- Makan/minum
+/+
- BAB (+) BAK (+)

Keadaan Umum : sakit sedang, lemah.
Kesadaran : CM, E
4
V
5
M
6

Tanda Vital
o TD : 120/70 mmHg
o N : 84 x/menit
o RR : 20 x/menit
o S : 36,2
0
C
Kepala dan leher
o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),
Dispneu (-)
Thoraks
Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam batas
normal.
o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-).
Paru :
o Inspeksi : Pergerakan dada simetris
kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,
Wheezing -/-.
Abdomen :
Klinis : Hipertensi,
Trigger finger,
hemiparesis sinistra

Topis : N medianus
dextra et sinistra

Etiologi : CTS,
CVA infark
Fluxum 2x1
Beneocetam 4x3
Cercul 4x1
Assering+tarontal
14tpm
Assering + Formabes
Inj Lapibal 1x1
Inj Extrace 2x1
Inj Naroges 3x1
Nafoz 3x4
Amlodipin 10
Stoblen 4x1
Natrium dclovenak
50
Entarol 2x1
Nifedipin 3x1
Tonicard 3x1
Nifedipin 3x100
Terapi
Monitoring
Observasi keadaan
umum.
Observasi tanda vital.

Edukasi
o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan lien
tidak teraba adanya pembesaran.
o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari
carpal sampai dorsum manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema pada
kedua pedis kanan dan kiri.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Motorik : 5 | 4
5 | 1
Sensorik : dbn
R. Fisiologis :
BPR : +2 +2
TPR : +2 +2
KPR : +2 +2
R. Patologis :
Babinski +/-
Chaddock +/-
Oppenheim -/-
Posisi berbaring 30
0

Tidak memperbolehkan
pasien duduk atau
bangun dari tempat
tidur dan tetap dalam
keadaan berbaring.
Tidak boleh terlalu
banyak pengunjung.


Tanggal S O A P
7 -12 2013 - Kesemutan (+)
- Lemah anggota
gerak kanan
- Panas (-)
- Pusing (+)
- Muntah (-)
- Makan/minum
+/+
- BAB (+) BAK (+)

Keadaan Umum : sakit sedang, lemah.
Kesadaran : CM, E
4
V
5
M
6

Tanda Vital
o TD : 160/100 mmHg
o N : 84 x/menit
o RR : 20 x/menit
o S : 36,8
0
C
Kepala dan leher
o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),
Dispneu (-)
Thoraks
Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam batas
normal.
o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-).
Paru :
o Inspeksi : Pergerakan dada simetris
kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,
Wheezing -/-.
Abdomen :
o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan lien
tidak teraba adanya pembesaran.
Klinis : Hipertensi,
Trigger finger,
hemiparesis sinistra

Topis : N medianus
dextra et sinistra

Etiologi : CTS,
CVA infark
Terapi
Fluxum 2x1
Beneocetam 4x3
Cercul 4x1
Assering+tarontal
14tpm
Inj Lapibal 1x1
Inj Extrace 2x1
Inj Naroges 3x1
Nafoz 3x4
Enturol 2x1
Nifedipin 3x1
Tonicard 3x1

Monitoring
Observasi keadaan
umum.
Observasi tanda vital
Observasi Kejang

Edukasi
Posisi berbaring 30
0

Tidak memperbolehkan
pasien duduk atau
bangun dari tempat
tidur dan tetap dalam
keadaan berbaring.
Tidak boleh terlalu
banyak pengunjung.
o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari
carpal sampai dorsum manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema pada
kedua pedis kanan dan kiri.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Motorik : 5 5
5 4
Sensorik : dbn
R. Fisiologis :
BPR : +2 +2
TPR : +2 +2
KPR : +2 +2
R. Patologis :
Babinski +/-
Chaddock +/-
Oppenheim -/-



Tanggal S O A P
8 -12 2013 - Kesemutan (+)
- Lemah anggota
gerak kanan
Keadaan Umum : sakit sedang, lemah.
Kesadaran : CM, E
4
V
5
M
6

Tanda Vital
Klinis : Hemiplegia
sinistra, Hipertensi,
Diabetes Melitus,
Terapi
Assering+tarontal
14tpm
- Panas (-)
- Pusing (+)
- Muntah (-)
- Makan/minum
+/+
- BAB (+) BAK (+)

o TD : 180/100 mmHg
o N : 84 x/menit
o RR : 20 x/menit
o S : 36,8
0
C
Kepala dan leher
o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),
Dispneu (-)
Thoraks
Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam batas
normal.
o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-).
Paru :
o Inspeksi : Pergerakan dada simetris
kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,
Wheezing -/-.
Abdomen :
o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan lien
tidak teraba adanya pembesaran.
o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari
carpal sampai dorsum manus.
Dislipedemia

Topis : Hemisfer
Cerebri Dextra

Etiologi : CVA
Infark hari ke-35
Inj Lapibal 1x1
Inj Extrace 2x1
Inj Naroges 3x1
Nadidoso 2x1
Enturol 2x1
Nifedipin 3x1
Tonicard 3x1

Monitoring
Observasi keadaan
umum.
Observasi tanda vital
Observasi Kejang

Edukasi
Posisi berbaring 30
0

Tidak memperbolehkan
pasien duduk atau
bangun dari tempat
tidur dan tetap dalam
keadaan berbaring.
Tidak boleh terlalu
banyak pengunjung.

o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema pada
kedua pedis kanan dan kiri.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Motorik : 5 5
5 5
Sensorik : dbn
R. Fisiologis :
BPR : +2 +2
TPR : +2 +2
KPR : +2 +2
R. Patologis :
Babinski +/-
Chaddock +/-
Oppenheim -/-









BAB III
LANDASAN TEORI

1. STROKE
1.1 DEFINISI
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
(Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999).
Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular
Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau
setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda
yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989).
Sedangkan definisi stroke menurut WHO Monica Project adalah manifestasi
klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang
berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakir dengan kematian,
tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vascular (cit. Lamsudin, 1998).
Dari definisi diatas dapat kita simpulkan hal hal yang harus kita perhatikan
dalam mendiagnosis suatu penyakit stroke ialah :
1. Adanya defisit neurologis yang sifatnya fokal atau global
2. Onset yang mendadak
3. Semata mata akibat terganggunya peredaran darah di otak karena ischemic atau
perdarahan
4. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian
Hal di atas sangat penting diperhatikan karena banyak sekali penyakit yang berhubungan
dengan otak yang menimbulkan gejala yang serupa dengan stroke (stroke like syndrome).



1.2. EPIDEMOLOGI
Prevalensi stroke pada orang dewasa diatas 20 tahun pada tahun 2006 adalah 6.400.000 ( sekitar
2.500.000 pada jenis kelamin laki laki dan wanita 3.900.000 pada wanita). (NHANES 2003
06 dan NHLBI)
Setiap tahun sekitar 795.00 orang mengalami stroke. Sekitar 610.000 merupakan serangan
pertama dan 185.000 merupakan serangan ulang.(GCNKSS,NINDS,NHLBI)

1.3. KLASIFIKASI
Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran
klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya (WHO, 1989; Ali, et al, 1996;
Misbach, 1999; Widjaja, 1999). Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis
stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun
patogenesisnya serupa (Ali, et al, 1996; Misbach, 1999). Adapun klasifikasi tersebut, antara lain
:
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
i. Perdarahan intra serebral
ii. Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
i. Stroke akibat trombosis serebri
ii. Emboli serebri
iii. Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya
a. Transient Ischemic Attack (TIA) ,pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul
akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND), gejala neurologik yang timbul
akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari
seminggu.
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke, gejala neurologik yang makin
lama makin berat.
d. Completed stroke, gejala klinis sudah menetap.
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
a. Sistem karotis
Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks
Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
b. Sistem vertebrobasiler
Motorik : hemiparese alternans, disartria
Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
Hipertensi
Mekanisme mengapa hipertensi dapat merangsang aterogenesis tidak
diketahui dengan pasti, namun diketahui bahwa penurunan tekanan darah
secara nyata menurunkan resiko terjadinya stroke. Diduga tekanan darah yang
tinggi merusak endotel dan emnaikkan permeabilitas dinding pembuluh darah
terhadap lipoprotein. Selain itu juga diduga beberapa jenis zat yang
dikeluarkan oleh tubuh seperti renin, angiotensin dan lain-lain dapat
menginduksi perubahan seluler yang menyebabkan aterogenesis. Dari banyak
penelitian, didapatkan bahwa tekanan darah tinggi tidak berdiri sendiri, namun
meliputi beberapa penyakit lain, sehingga dikenal dengan istilah sindroma
hipertensi yang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menjadi
faktor resiko terjadinya aterosklerosis. Yang termasuk dalam sindroma
hipertensi adalah gangguan profil lipid, resistensi insulin, obesitas sentral,
gangguan fungsi ginjal. LVH dan penurunan kelancaran aliran.




2. STROKE / CEREBRAL VASKULAR ACCIDENT (CVA) INFARK
2.1 DEFINISI
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang
oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat
berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.
Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial atau
hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau
ketidakstabilan hemodinamik.
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau
lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus)
yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang
terlepas dapat menjadi embolus.
Pada kasus :
Pada pasien ini terjadi kelemahan pada ekstremitas kanan yang berlangsung lebih dari 24
jam serta dari hasil CT Scan kepala tanpa kontras menunjukan bahwa CVA infark. Sehingga
keadaan pasien ini mengarah ke CVA infark atau stroke hemoragik.

1) FAKTOR RISIKO
Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi
(modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko stroke yang
dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes
melitus, merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri
karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin,
ras/suku, dan faktor genetik.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
a. Hipertensi
Hipertensi berperan penting untuk terjadinya infark dan perdarahan otak yang terjadi
pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arteriosklerosis sehingga mudah
terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Baik hipertensi sistolik
maupun diastolik, keduanya merupakan faktor risiko terjadinya stroke.
Menurut The seventh report of the Joint National Committee on prevention,
detection, evaluation, dand treatment of high blood pressure (JNC 7), klasifikasi tekanan
darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi
derajat I, dan hipertensi derajat II.
Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg)
Normal <120 dan <80
Prahipertensi 120 139 atau 80 89
Hipertensi derajat I 140 159 atau 90 99
Hipertensi derajat II 160 atau 100

b. Penyakit jantung
Pada penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara
bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan
darah.
3
Penyakit jantung tersebut antara lain:

Penyakit katup jantung
Atrial fibrilasi
Aritmia
Hipertrofi jantung kiri (Left Ventrikel Hypertrophy)
Kelainan EKG
Dalam hal ini, perlu diingat bahwa stroke sendiri dapat menimbulkan beberapa
kelainan jantung berupa:
Edema pulmonal neurogenik
Penurunan curah jantung
Aritmia dan gangguan repolarisasi
c. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya infark serebri. Diduga
diabetes mellitus mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai
arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar, dan mulai lebih dini.
Infark serebri terjadi 2.5 kali lebih banyak pada penderita diabetes mellitus pria dan
empat kali lebih banyak pada penderita wanita dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes mellitus pada umur dan jenis kelamin yang sama.
d. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat. Hal ini berlaku untuk
semua jenis rokok (sigaret, cerutu, atau pipa) dan untuk semua tipe stroke terutama stroke
infark dan perdarahan subarachnoid. Merokok mendorong terjadinya aterosklerosis yang
selanjutnya memprovokasi terjadinya thrombosis arteri.

e. Faktor risiko lainnya, seperti tingginya kadar kolesterol dan asam urat, serta kurang
olahraga.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Riwayat keluarga
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen
sangat berperan besar pada beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama
jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.
b. Lain-lain: usia, jenis kelamin, dan ras/suku.
Faktor risiko yang belum terbukti adalah penyakit jantung, ruptur katup mitral, ateroma
arkus aorta, inaktivitas fisik, pola diet buruk, lipoprotein (a), konsumsi alkohol berlebihan,
antibodi antifosfolipid, hiperhomosisteinemia, kondisi hiperkoagulasi, terapi hormon,
kontrasepsi oral, hiperfibrinogenemia, penyalahgunaan narkoba, migrain, dan displasia
fibromuskuler.
Pada kasus :
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah usia dan jenis kelamin.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah hipertensi.

2) PATOGENESIS
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang
menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral
Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke
otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit
terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit (normal 55ml).
Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark. Nilai
kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai 23 ml/100
gram per menit.
3. Kaitan hipertensi dan stroke
Hipertensi sering kali dijumpai pada pasien dengan stroke akut bahkan pasien
yang sebelumnya normotensi sekalipun pada fase akut dapat mengalami
peningkatan tekanan darah yang sifatnya transient. Pada 24 jam pertama fase akut
stroke, lebih dari 60% pasien datang dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg
dan lebih dari 28% memiliki tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Peningkatan
tekanan darah pada stroke iskemik merupakan respon otak yang bertujuan untuk
meningkatkan tekanan perfusi otak sehingga aliran darah ke area penumbra pun
akan meningkat. Diharapkan dengan respon tersebut kerusakan di area penumbra
tidak bertambah berat. Akibatnya, penurunan tekanan darah yang terlalu agresif
pada stroke iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis.
Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik
dan memperhebat edema serebri.


Stroke adalah komplikasi dari hipertensi, dimana kebanyakan dihubungankan
secara langsung dengan tingkat tekanan darah (Zhang et al., 2006). Pemberian
obat hipertensi sesungguhnya adalah suatu masalah, karena penurunan tekanan
darah diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan organ lebih lanjut, namun
dilain pihak, pemberian obat antihipertensi juga beresiko terjadinya penurunan
tekanan darah secara cepat, yang sangat berbahaya terhadap perfusi (aliran darah)
ke otak. Oleh karena itu, obat antihipertensi tidak diberikan untuk menormalkan
tekanan darah, tetapi hanya mengurangi tekanan darah sampai batas tertentu
sesuai protokol pengobatan (Karyadib, 2002).Tekanan darah seringkali meningkat
pada periode post stroke dan merupakan beberapa kompensasi respon fisiologi
untuk mengubah perfusi serebral menjadi iskemik pada lapisan otak. Hasilnya
terapi tekanan darah mengurangi atau menghalangi kerusakan otak akut hingga
kondisi klinis stabil (Chobanian et al.,2004).
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila
pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila
pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan
sel-sel otak akan mengalami kematian. Dari berbagai penelitian diperoleh bukti
yang jelas bahwa pengendalian hipertensi baik sistolik, diastolik maupun
keduanya menurunkan angka kejadian stroke (Harsono, 2005).
Tekanan darah pada fase akut diturunkan perlahan-lahan sebab hipertensi tersebut
timbulnya secara reaktif dan sebagian besar akan turun sendiri pada hari ke 3
hingga 7 (Iskandar, 2003). Penurunan tekanan darah pada stroke iskemik dapat
dipertimbangkan bila tekanan darah sistolik >220 mmHg atau diastolik >120
mmHg, penurunan tekanan darah sebaiknya sekitar 10-15% dengan monitoring
tekanan darah tersebut (Adams et al, 2003), sedangkan pada stroke perdarahan
boleh diturunkan apabila tekanan darah sistolik pasien =180mmHg dan atau
tekanan darah diastolik >130mmHg (Broderick et al, 2007).
Penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik
Penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik adalah dengan obat-obat
antihipertensi golongan penyekat alfa beta (labetalol), penghambat ACE
(kaptopril atau sejenisnya) atau antagonis kalsium yang bekerja perifer (nifedipin
atau sejenisnya) penurunan tekanan darah pada stroke iskemik akut hanya boleh
maksimal 20% dari tekanan darah sebelumnya. Nifedipin sublingual harus
diberikan dengan hati-hati dan dengan pemantauan tekanan darah ketat setiap 15
menit atau dengan alat monitor kontinyu sebab dapat terjadi penurunan darah
yang drastis, oleh sebab itu sebaiknya dimulai dengan dosis 5mg sublingual dan
dapat dinaikkan menjadi 10mg tergantung respon sebelumnya. Tekanan darah
yang sulit diturunkan dengan obat diatas atau bila diastolik >140mmHg secara
persisten maka harus diberikan natrium nitroprusid intravena 50mg/250ml
dekstrosa 5% dalam air (200mg/ml) dengan kecepatan 3ml/jam (10mg/menit) dan
dititrasi sampai tekanan darah yang diinginkan. Alternatif lain dapat diberikan
nitrogliserin drips 10-20g/menit. Tekanan darah yang rendah pada stroke akut
adalah tidak lazim. Bila dijumpai maka tekanan darah harus dinaikkan dengan
dopamin atau dobutamin drips serta mengobati penyebab yang mendasarinya
(Mansjoer et al, 2007).
4. Carpal tunnel syndrome
4.1 Pengertian Carpal Tunnel Syndrome
Carpal Tunnel syndrome adalah sindroma dengan gejala kesemutan dan rasa nyeri pada
pergelangan tangan terutama tiga jari utama yaitu ibu jari telunjuk dan jari tengah sebagai akibat
adanya tekanan pada syaraf medianus dan terowongan carpal yang letaknya di pergelangan
tangan.
Carpal Tunnnel Syndrome atau syndroma leri adalah sindroma akibat terperangkap dan
kompresi nervus medianus diantara ligamentum karpalis dan struktur dalam tunnnel carpal.
Syaraf di lengan kita ada 3 jenis yaitu radialis dan letaknya dibagian atas, medianus ditengah
dan ulnaris berada dibawah, syaraf medianus spesifik karena secara anatomis berada dibagian
tengah lengan, melewati terowongan (tunnel) didaerah karpal di telapak tangan, kemudian
menuju kearah jari tangan. CTS Akan terjadi karena syaraf medianus terjepit di terowongan
karpal.
Gerakangerakan yang dilakukan terus-menerus dalam jangka waktu lama menyebabkan stres
pada jaringan di sekitar terowongan karpal sehingga jaringan tersebut mengalami degenerasi, dan
menyebabkan saluran terowongan menjadi sempit.
. 4.2. Gejala Carpal Tunnel Syndrome
1. Gemetar dan kaku pada bagian-bagian tanggan
2. Sakit seperti tertusuk atau nyeri yang menjalar dari pergelangan tangan sampai
kelengan.
3. Kelemahan pada satu atau dua tangan
4. Nyeri pada telapak tangan
5. Pergelangan jari tidak terkoordinasi dengan baik
6. Lemah peganggan, sulit membawa ibu jari menyebrangi 4 jari lainnya
7. Sensasi terbakar pada jari-jari
8. Kekakuan atau kram pada tangan saat pagi hari
9. Ibu jari terasa lemas
10. Sulit menggenggam atau ketidak mampuan mengepalkan tangan
11. Kulit tanggan kering dan mengkilap
12. Tangan atau lengan bawah terasa lemah.

Gejala klinik menurut berbagai penelitian secara umum diawali dengan gangguan sensari rasa
seperti, parestesia, mati rasa( numbness), sensasi rasa geli (tingling) pada ibu jari. Telunjik dan
jari tengah (persyarafan nervus medianus). Timbul nyeri pada jari-jari tersebut, dapat terjadi
nyeri pada tangan dan telapak tangan. Mati rasa dan sensari nyeri makin terjadi pada saat
mengetuk dan menggerakkan tangan. Kadang pula pergelangan tangan serasa diikat
(tightness) dan kaku gerak (clumsiness). Selanjutnya kekuatan menurun, kaku dan terjadi atropi.

4.3. Etiologi
Terowongan carpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh beberapa
tendon flexor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan ini dapat
menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbul carpal tunnel
syndrom. Carpal tunnel syndrom dapat dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronis, namun pada
sebagian kasus etiologinya tidak diketahui ( idiopatik ), terutama pada penderita lanjut usia.
Selain itu gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dapat menambah resiko carpal
tunnel syndrom (Maxey, 1990). Pada keadaan lain lain nerves medianus dapat terjebak juga di
carpal tunnel itu. Secara sekunder, carpal tunnel sindrom dapat timbul pada penderita dengan
osteoartitis, diabetes mellitus, miksedema, akromegali, atau wanita hamil (Sidharta,1984) .
Etiologi lain pada kasus carpal tunnel sindrom antara lain:
1. Herediter (nuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy),
2. Trauma (dislokasi, fraktur colles atau hematom pada lengan bawah, sprain pergelangan tangan,
trauma langsung pada pergelangan tangan, pekerjaan dengan gerakan mengetuk atau flexi dan
ekstensi pergelangan tangan yang berulang,
4.4. Patofisiologi Carpal Tunnel Syndrome
Pergelangan tangan mempunyai struktur anatomi yang rumit dan aktif. Carpal tunnel yang
mirip terowongan berada di pergelangan tangan, dibentuk delapan tulang karpal dan fleksor
retinaculum atau ligamentum carpal transversalis. Didalam tunnel (terowongan) ini lewat atau
tersususn secara rapat fleksor digitorum profunda dan superfisialis, feksor digitorum dan nervus
medianus.
Terjadinya syndrome ini bertumpu pada pertumbuhan patologis yang diakibatkan oleh adanya
iritasi secara terus menerus pada nervus medianus di daerah pergelangan tangan. Banyak faktor
yang dapat mengawali timbulnya sindrome ini. Namun khusus pada pemakai komputer, faktor
iritasi lokal terhadap nervus medianus inilah yang tampaknya perlu mendapat perhatian lebih
banyak.
Bila kedudukan antara telapak tangan terhadap lengan bawah bertahan secara tidak fisiologis
untuk waktu yang cukup lama, maka gerakan-gerakan tangan akan menyebabkan tepi
ligamentum transversum bersentuhan dengan saraf medianus secara berlebihan. Hal ini yang
dapat terjadi. Ada bagian persendian tangan yang mengalami tekanan atau regangan yang
berlebih dan sebagai mekanisme kompensasi, tubuh berusaha memperkuat bagian yang
mendapat beban tidakk fisiologis ini antara lain dengan mempertebal ligamentum karpi
transversum. Penebalan ini akan mempersempit terowongan tempat lewatnya saraf dan urat, dan
lebih berat lagi akan menjepit syaraf.
Pada operasi tak jarang dijumpai perubahan struktur pada nervus mesianus di daerah
proksimal dari tepi atas ligamentum karpi transversum, tanpa diikuti oleh penebalan
ligamentumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua penyebab diatas dapat
berjalan terpisah ataupun bersamaan.
Nevus medianus sendiri mulai dari daerah pergelangan tangan, 94% merupakan serabut
perasa/sensoris, sedangkan 6% merupakan serabut motoris yang kearah ibu jari. Dengan
demikian pada awalnya gejala lebih banyak ditandai dengan kejadian parestesia seperti
kesemutan, rasa terbakar. Sampai ke hipoanestesia( sampai hilangnya rasa raba). Bila sudah ada
gerak motorik (otot pangkal ibu jari tangan mulai mengecil, kekuatan berkurang) maka iritasi
kemungkinan sudah berlangsung sejak lama.

4.5. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Carpal Tunnel Syndrome
a. Umur
Umumnya terjadi pada usia 29 sampai 62 tahun. Jumlah penderita cenderung meningkat dari
tahun ketahun. Dan usianya cenderung semakin muda. Salah satu penelitian di Amerika
menyebutkan, saat ini cts mengincar penderita usia 25-34 tahun.
b. Jenis kelamin
Perempuan ternyata memiliki resiko terkena CTS lima kali lebih besar dibandingkan pria.
Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan priapun dapat terkena CTS.
c. Kebiasaan atau hoby
Syndroma ini mengincar orang yang banyak melakukan pekerjaan dengan tangan terutama
jenis pekerjaan yang menuntut jari dan pergelangan tangan bergerak secara ritmik dan terus
menerus seperti mengetik, memainkan alat musik seperti gitar maupun piano, menulis serta
memasak.
d. Riwayat penyakit
Kondisi ini sering terjadi karena wanita terjadi perubahan hormon yang menyebabkan
penyerapan cairan dan pembengkakan jaringan lebih sering terjadi seperti pada saat
pregnancy, premenstruasi syndrome serta menopause.
e. Riwayat pekerjaan
Pekerjaan yang berisiko menyebabkan CTS berdasarkan berbagai penelitian antara lain:
penjahit, pengemasan makanan beku, pengepakan barang,juru tulis,tukang ketik,tukang cuci
pakaian,operator komputer pemain alat musik.
4.6.. Diagnosa
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan harus dilakukan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi,
motorik, sensori dan otonom tangan .
a. Phalens test: penderita diminta melakukan fleksi. Bila dalam Waktu 60 detik timbul
gejala seperti CTS tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini
sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.
b. Torniquet test: pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan torniguet dengan
menggunakan tensimeter diatas siku dengan tekanan sedikit diatas tekanan sistolik. Bila dalam
satu menit timbul gejala seperti CTS, Tes ini menyokong diagnosa.
c. Tinels sign: test ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah
nervus medianus, jika dilakukan perkusi pada terowongan carpal dengan posisi tangan sedikit
dorsofleksi.
d. Flicksign: penderita diminta mengibas-ngibaskan tangan atau menggerak-gerakan jarinya.
Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa
tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud
2. Pemeriksaan Neurofisiologi (Elektrodiaknostik)
Paemeriksaan EMG dapat menunjukkan dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otototot thenar. Pada beberapa
kasus tidak dijumpai kelainana pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal PADA 31% KASUS
CTS. Pada yang lainnnya akan . Kecepatan hantar saraf (KHS) menurunkan dan masa laten
distal memanjang menunjukkan adanya gangguan konduksi dipergelangan
tangan.(Moeliono,1993).
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab
lain seperti fraktur atau artritis.




4. Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum terdiagnosa, misalnya pada usia muda tanpa adanya gerakan tangan
yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon
tiroid ataupun darah lengkap ( Rambe,2004)

4.7. Komplikasi
Komplikasi dari CTS adalah:
atrofi otot-otot thenar
kelemahan otot-otot thenar

You might also like