Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Neurologi Di RST Dr. Soedjono Magelang
Disusun oleh: Vike Poraddwita Y 01.209.6043
Pembimbing: Letkol CKM dr. Heriyanto, SpS
BAGIAN ILMU SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2013 LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Neurologi Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono
Disusun Oleh : Vike Poraddwita Yulianti 01.209.6043
Telah Diseteujui Dan Dipresentasikan Pada Tanggal : Januari 2014
Magelang, Januari 2014 Dosen Pembimbing,
Letkol (CKM) dr. HERIYANTO, SpS
BAB II STATUS PASIEN
I.1 IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. M Usia : 52 tahun Tanggal Lahir : 8 Juni 1943 Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Sonorojo, candimulyo, magelang Agama : Islam Tanggal Masuk : 4 Desember 2013 Pukul 09.10 WIB
I.2 ANAMNESIS Keluhan Utama : Tangan kiri kesemutan, kelemahan anggota gerak kiri Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan membawa surat pengantar dari dokter umum dengan keterangan hipertensi, pasien merasakan pusing cekot-cekot sudah satu minggu yang lalu, selain itu pasien juga merasakan leher bagian belakangnya pegel-pegel, pasien tidak merasakan mual dan muntah, ma/mi (+), BAK BAB dbn. Hari ke 3 setelah perawatan pasien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kiri.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat hipertensi, namun pasien tidak mengetahui secara pasti waktu pertama kali tekanan darahnya tinggi.. Riwayat Pengobatan : Pasien mengatakan bahwa berobat ke puskesmas bebrapa tahun lalu karena keluhan pusing, dan diberi obat , keluarga pasien maupun pasien tidak mengetahui jenis obat-obat yang diberikan di puskesmas. Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien tidak mengetahui adanya riwayat hipertensi dan stroke di keluarganya.
I.3 PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS Keadaan Umum : Tampak sakit . Kesadaran/GCS : CM, E4V5M6 Tanda Vital : Tekanan darah : 160/110 Nadi : 90 kali/menit Pernafasan : 16 kali/menit Suhu : 36.0 0 C
STATUS LOKALISATA Kepala : Pupil : Isokor, diameter 3 mm Sianosis : - Dispneu : - Konjungtiva anemis : -/- Sklera ikterik : -/- Leher : Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal. Thoraks : Bentuk : Normochest, retraksi (-). Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak. o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat. o Perkusi : Redup. Batas jantung dalam batas normal. o Auskultasi : Suara jantung I dan II reguler, murmur (-) Paru : o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri. o Palpasi : Vokal fremitus +/+. o Perkusi : Sonor +/+. o Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-. o Abdomen : Inspeksi : Datar. Auskultasi : Bising usus (+) 6 kali/menit. Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran, tidak ada nyeri tekan. Perkusi : Timpani. Ekstremitas : Ekstremitas Superior o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. o Capillary refill < 2 detik. o Akral dingin. Ekstremitas Inferior o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik. o Akral dingin.
STATUS NEUROLOGI GCS : E 4 V 5 M 6
TANDA MENINGEAL : Kaku kuduk : - Kernig : - Brudzinski I : - Brudzinski II : - Brudzinski III : - Brudzinski IV : -
NERVUS CRANIALIS : 1. N. Olfaktorius (N. I) a. Pemeriksaan bau : DBN 2. N. Optikus (N. II) a. Warna : Tidak dilakukan b. Funduskopi : Tidak dilakukan c. Tajam penglihatan : DBN d. Lapang pandang (visual field) : DBN 3. N. Okulomotorius, N. Troklearis, N. Abducen (N. III, N. IV, N.VI) a. Kedudukan bola mata saat diam : DBN b. Gerakan bola mata : DBN c. Pupil : Bentuk, lebar, perbedaan lebar : DBN Reaksi cahaya langsung dan konsensuil : +/+ Reaksi akomodasi dan konvergensi : DBN 4. N. Trigeminus (N. V) a. Sensorik : DBN b. Motorik : Merapatkan gigi : DBN Buka mulut : DBN Menggerakkan rahang : DBN Menggigit tongue spatel kayu : Tidak dilakukan c. Refleks : Kornea : DBN Maseter/mandibula : - 5. N. Facialis (N. VII) a. Sensorik : DBN b. Motorik : Kondisi diam : Simetris Kondisi bergerak : a) Musculus frontalis : DBN b) Musculus korugator supersili : DBN c) Musculus nasalis : DBN d) Musculus orbicularis oculi : DBN e) Musculus orbicularis oris : DBN f) Musculus zigomaticus : Lemah sebelah kiri g) Musculus risorius : DBN h) Musculus bucinator : DBN i) Musculus mentalis : DBN j) Musculus plysma : DBN Sensorik khusus a) Lakrimasi : Tidak dilakukan b) Refleks stapedius : Tidak dilakukan c) Pengecapan 2/3 anterior lidah : Tidak dilakukan 6. N. Stato-akustikus (N. VIII) a. Suara bisik : DBN b. Arloji : DBN c. Garpu tala : Tidak dilakukan d. Nistagmus : Tidak dilakukan e. Tes Kalori : Tidak dilakukan 7. N. Glosopharingeus, N. Vagus (N. IX, N. X) a. Inspeksi oropharing keadaan istirahat : Uvula simetris b. Inspeksi oropharing saat berfonasi : Uvula simetris c. Refleks : Tidak dilakukan d. Sensorik khusus : Pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan e. Suara serak atau parau : (-) f. Menelan : Sulit menelan air atau cairan dibandingkan padat : (-) 8. N. Acesorius (N. XI) a. Kekuatan m. Trapezius : DBN b. Kekuatan m. Sternokleidomastoideus : DBN 9. N. Hipoglosus (N. XII) a. Keadaan diam : DBN b. Keadaan gerak : DBN
a. Ekstremitas atas : M. deltoid : +5/ 4 M. biceps brakii : +5/ 4 M. triceps : +5/ 4 M. brakioradialis : +5/ 4 M. pronator teres : +5/ 4 Genggaman tangan : +5/ 4 b. Ekstremitas bawah : M. iliopsoas : +5 / 4 M. kwadricep femoris : +5 / 4 M. hamstring : +5 / 4 M. tibialis anterior : +5 / 4 M. gastrocnemius : +5 / 4 M. soleus : +5 / 4
PEMERIKSAAN SENSORIK 1) Eksteroseptik/protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar) : DBN 2) Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan) : DBN 3) Kombinasi : a. Stereognosis : Tidak dilakukan b. Barognosis : Tidak dilakukan c. Graphestesia : DBN d. Sensory extinction : DBN e. Loss of body image : (-) f. Two point tactile discrimination : DBN
REFLEKS FISIOLOGIS 1) Refleks Superficial a. Dinding perut /BHR : Tidak dilakukan b. Cremaster : - 2) Refleks tendon/periostenum a. BPR / Biceps : +2 / +2 b. TPR / Triceps : +2 / +2 c. KPR / Patella : +2 / +2 d. APR / Achilles : +2 / +2 e. Klonus : Lutut/patella : -/- Kaki/ankle : -/-
REFLEKS PATOLOGIS a. Babinski : -/- b. Chaddock : - / - c. Oppenheim : - / - d. Gordon : - / - e. Schaeffer : - / - f. Gonda : - / - g. Stransky : - / - h. Rossolimo : - / - i. Hoffman : - / - j. Tromner : - / - k. Mendel-Bechtrew : - / -
REFLEKS PRIMITIF a. Grasp refleks : - / - b. Palmo-mental refleks : - / -
PEMERIKSAAN SEREBELLUM a. Koordinasi Asinergia /disinergia : (-) Diadokinesia : (-) Metria : (-) Tes memelihara sikap Rebound phenomenon : Sulit dievaluasi Tes lengan lurus : Sulit dievaluasi b. Keseimbangan Sikap duduk : Sulit dievaluasi Sikap berdiri : Wide base / broad base stance : Sulit dievaluasi Modifikasi Romberg : Sulit dievaluasi Dekomposisi sikap : Sulit dievaluasi Berjalan / gait : Tendem walking : Sulit dievaluasi Berjalan memutari kursi / meja : Sulit dievaluasi Berjalan maju-mundur : Sulit dievaluasi Lari ditempat : Sulit dievaluasi c. Tonus : DBN d. Tremor : (-)
TES SENDI SACRO-ILIACA a. Patricks : -/- b. Contra patricks : -/-
TES PROVOKASI NERVUS ISCHIADICUS a. Laseque : -/- b. Sicards : -/- c. Bragards : -/- d. Minors : Sulit dievaluasi e. Neris : Sulit dievaluasi f. Door bell sign : -/- g. Kemp test : Sulit dievaluasi
PEMERIKSAAN DISARTRIA a. Labial : DBN b. Palata : DBN c. Lingual : DBN
Pemeriksaan Khusus Flick's sign -/+ -/- Wrist extension test -/+ -/- Phalen's test -/+ -/- Reverse Phalen sign Torniquet test tidak dilakukan tidak dilakukan Pressure test tidak dilakukan tidak dilakukan Luthy's sign (bottle's sign) tidak dilakukan tidak dilakukan Pemeriksaan sensibilitas tidak dilakukan tidak dilakukan
I.4 RESUME Pasien Perempuan usia 52 tahun datang ke IGD tanggal 4 Desember 2013 pukul 09.10 dengan keluhan leher belakang kepala cekot-cekot, dan kesemutan jari-jari tangan kiri sudah 1 minggu, setelah dirawat 2 hari di RS pasien mengalami kelemahan anggota gerak kiri, dan bibir perot kekanan. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan kelemahan pada motorik kiri ekstremitas atas dan bawah, dan juga pada nervus optikus pada muskulus zigomatikus terjadi kelemahan. Riwayat penyakit dahulu hipertensi, sudah pernah berobat ke bidan desa dan puskesmas
I.6 PLANNING 1) Planning Diagnostik a. Pemeriksaan laboratorium darah Darah lengkap Fungsi ginjal Fungsi hati Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 1 November 2013 Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi WBC 7,6 3,5 10,0 x 10 3 /uL N RBC 5,22 3,50 5,50 x 10 6 /mm 3 N HGB 14,6 11,0 15,0 N HCT 45,4 36,0 48,0 % N MCV 87 80,0 99,0 fL N MCH 28,1 26,5 32,0 Pg N MCHC 32,2 32,0 36,0 g/dL N PLT 254 150-450 x 10 3 /uL N MPV 8,6 6,5 - 10,4 um 3 N PDW 13.8 10,0 15,0 Fl N PCT 0,218 0,10 0,28 % N RDW 14,2 11,5 15,0 %
Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi LYM% 15.8 20,0 40,0 % N MON% 3.6 4,0 10,0 L % N GRAN% 80,6 43,0 76,0 % LYM# 1.2 1,2 3,2 x 10 3 /uL N MON# 0,2 0,3 0,8 x 10 3 /uL N GRAN# 6,2 2,0 6,8 x 10 3 /uL N
Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi GLUKOSA 106 70 115 mg/dL N UREUM 19 8 50 mg/dL N KREATININ 0.8 0 1,3 mg/dL N SGOT 16 3 35 U/L N SGPT 16 8 41 U/L N
b. Pemeriksaan penunjang : CT Scan kepala tanpa kontras Hasil Pemeriksaan CT Scan Kepala Tanpa Kontras Tanggal 1 November 2013
Kesan : Belum tampaknyata gambaran infark Tak tampak perdarahan Sutura mediana ditengah Hygroma subdural (minimal) bifronto-parietalis Diagnosis Klinis : Suspek CVA Infark
2) Planning Terapi CTS a. Istirahatkan pergelangan tangan b. Obat anti inflamasi : aspirin dan prednisone c. Injeksi steroid i. Dexamethason 1-4mg/ Hidrokortison 10-25mg ii. Metil prednisolon 20mg injeksi ke terowongan iii. Bila belum berhasil diulang 2 minggu 2. Nonfarmakologis a. Operasi endoskopis b. Neurolisis n. Medianus pada pergelangan tangan 3. Monitoring a. Monitoring TTV, Lab 4. Edukasi a. Menjelaskan kepada pasien tentang gangguan penderita b. Mengurangi aktivitas berat c. Menjelaskan cara mengurangi kesemutan d. Kontrol rutin CVA INFARK
Follow Up Tanggal S O A P 4 -12 2013 - Pusing leher bangian belakang - Kesemutan jari tangan kanan - Muntah (-) - Makan/minum +/+ - BAB/BAK DBN
Keadaan Umum : sakit sedang Kesadaran : SoporoComa, E4VxMx Tanda Vital o TD : 220/120 mmHg o N : 106 x/menit o RR : 16 x/menit o S rectal : 37.4 0 C Kepala dan leher o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Dispneu (-) Thoraks Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak. Klinis : Hipertensi, Trigger finger
Monitoring Observasi keadaan umum. o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat. o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal. o Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur (-). Paru : o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan- kiri. o Palpasi : Vokal fremitus +/+. o Perkusi : Sonor +/+. o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-. Abdomen : o Inspeksi : Datar. o Auskultasi : Bising usus (+). o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani. Ekstremitas : Ekstremitas Superior o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. o Capillary refill < 2 detik. o Akral dingin Ekstremitas Inferior o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik. o Akral dingin. Motorik : 5 | 5 5 | 5 Sensorik : dbn Observasi tanda vital. Observasi kejang
Edukasi Posisi berbaring 30 0
Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring. Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.
Tanggal S O A P 5-12 2013 - Pusing sebelah + - Panas (-) - Pusing (-) - Muntah (-) - Makan/minum +/+ - BAB (-) BAK (+)
Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. Kesadaran : CM, E 4 V 5 M 6
Tanda Vital o TD : 160/110 mmHg o N : 90 x/menit o RR : 20 x/menit o S : 36,2 0 C Kepala dan leher o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Dispneu (-) Thoraks Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak. o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat. o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal. o Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur (-). Paru : o Inspeksi : Pergerakan dada simetris Klinis : Hipertensi, Trigger finger
Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring. kanan-kiri. o Palpasi : Vokal fremitus +/+. o Perkusi : Sonor +/+. o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-. Abdomen : o Inspeksi : Datar. o Auskultasi : Bising usus (+). o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani. Ekstremitas : Ekstremitas Superior o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Ekstremitas Inferior o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Motorik : 5 | 5 5 | 5 Sensorik : dbn R. Fisiologis : BPR : +2 +2 TPR : +2 +2 KPR : +2 +2 R. Patologis : Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.
Babinski -/- Chaddock -/- Oppenheim -/-
Tanggal S O A P 612- 2013 - Kesemutan (+) - Lemah anggota gerak kanan - Panas (-) - Pusing (+) - Muntah (-) - Makan/minum +/+ - BAB (+) BAK (+)
Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. Kesadaran : CM, E 4 V 5 M 6
Tanda Vital o TD : 120/70 mmHg o N : 84 x/menit o RR : 20 x/menit o S : 36,2 0 C Kepala dan leher o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Dispneu (-) Thoraks Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak. o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat. o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal. o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-). Paru : o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri. o Palpasi : Vokal fremitus +/+. o Perkusi : Sonor +/+. o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-. Abdomen : Klinis : Hipertensi, Trigger finger, hemiparesis sinistra
Edukasi o Inspeksi : Datar. o Auskultasi : Bising usus (+). o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani. Ekstremitas : Ekstremitas Superior o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Ekstremitas Inferior o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Motorik : 5 | 4 5 | 1 Sensorik : dbn R. Fisiologis : BPR : +2 +2 TPR : +2 +2 KPR : +2 +2 R. Patologis : Babinski +/- Chaddock +/- Oppenheim -/- Posisi berbaring 30 0
Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring. Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.
Tanggal S O A P 7 -12 2013 - Kesemutan (+) - Lemah anggota gerak kanan - Panas (-) - Pusing (+) - Muntah (-) - Makan/minum +/+ - BAB (+) BAK (+)
Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. Kesadaran : CM, E 4 V 5 M 6
Tanda Vital o TD : 160/100 mmHg o N : 84 x/menit o RR : 20 x/menit o S : 36,8 0 C Kepala dan leher o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Dispneu (-) Thoraks Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak. o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat. o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal. o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-). Paru : o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri. o Palpasi : Vokal fremitus +/+. o Perkusi : Sonor +/+. o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-. Abdomen : o Inspeksi : Datar. o Auskultasi : Bising usus (+). o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran. Klinis : Hipertensi, Trigger finger, hemiparesis sinistra
Monitoring Observasi keadaan umum. Observasi tanda vital Observasi Kejang
Edukasi Posisi berbaring 30 0
Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring. Tidak boleh terlalu banyak pengunjung. o Perkusi : Timpani. Ekstremitas : Ekstremitas Superior o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Ekstremitas Inferior o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Motorik : 5 5 5 4 Sensorik : dbn R. Fisiologis : BPR : +2 +2 TPR : +2 +2 KPR : +2 +2 R. Patologis : Babinski +/- Chaddock +/- Oppenheim -/-
Tanggal S O A P 8 -12 2013 - Kesemutan (+) - Lemah anggota gerak kanan Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. Kesadaran : CM, E 4 V 5 M 6
Tanda Vital Klinis : Hemiplegia sinistra, Hipertensi, Diabetes Melitus, Terapi Assering+tarontal 14tpm - Panas (-) - Pusing (+) - Muntah (-) - Makan/minum +/+ - BAB (+) BAK (+)
o TD : 180/100 mmHg o N : 84 x/menit o RR : 20 x/menit o S : 36,8 0 C Kepala dan leher o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Dispneu (-) Thoraks Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak. o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat. o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal. o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-). Paru : o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri. o Palpasi : Vokal fremitus +/+. o Perkusi : Sonor +/+. o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-. Abdomen : o Inspeksi : Datar. o Auskultasi : Bising usus (+). o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani. Ekstremitas : Ekstremitas Superior o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. Dislipedemia
Monitoring Observasi keadaan umum. Observasi tanda vital Observasi Kejang
Edukasi Posisi berbaring 30 0
Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring. Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.
o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Ekstremitas Inferior o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Motorik : 5 5 5 5 Sensorik : dbn R. Fisiologis : BPR : +2 +2 TPR : +2 +2 KPR : +2 +2 R. Patologis : Babinski +/- Chaddock +/- Oppenheim -/-
BAB III LANDASAN TEORI
1. STROKE 1.1 DEFINISI Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999). Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989). Sedangkan definisi stroke menurut WHO Monica Project adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vascular (cit. Lamsudin, 1998). Dari definisi diatas dapat kita simpulkan hal hal yang harus kita perhatikan dalam mendiagnosis suatu penyakit stroke ialah : 1. Adanya defisit neurologis yang sifatnya fokal atau global 2. Onset yang mendadak 3. Semata mata akibat terganggunya peredaran darah di otak karena ischemic atau perdarahan 4. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian Hal di atas sangat penting diperhatikan karena banyak sekali penyakit yang berhubungan dengan otak yang menimbulkan gejala yang serupa dengan stroke (stroke like syndrome).
1.2. EPIDEMOLOGI Prevalensi stroke pada orang dewasa diatas 20 tahun pada tahun 2006 adalah 6.400.000 ( sekitar 2.500.000 pada jenis kelamin laki laki dan wanita 3.900.000 pada wanita). (NHANES 2003 06 dan NHLBI) Setiap tahun sekitar 795.00 orang mengalami stroke. Sekitar 610.000 merupakan serangan pertama dan 185.000 merupakan serangan ulang.(GCNKSS,NINDS,NHLBI)
1.3. KLASIFIKASI Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya (WHO, 1989; Ali, et al, 1996; Misbach, 1999; Widjaja, 1999). Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa (Ali, et al, 1996; Misbach, 1999). Adapun klasifikasi tersebut, antara lain : 1. Berdasarkan kelainan patologis a. Stroke hemoragik i. Perdarahan intra serebral ii. Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid) b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) i. Stroke akibat trombosis serebri ii. Emboli serebri iii. Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya a. Transient Ischemic Attack (TIA) ,pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND), gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu. c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke, gejala neurologik yang makin lama makin berat. d. Completed stroke, gejala klinis sudah menetap. 3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler a. Sistem karotis Motorik : hemiparese kontralateral, disartria Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia b. Sistem vertebrobasiler Motorik : hemiparese alternans, disartria Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia Hipertensi Mekanisme mengapa hipertensi dapat merangsang aterogenesis tidak diketahui dengan pasti, namun diketahui bahwa penurunan tekanan darah secara nyata menurunkan resiko terjadinya stroke. Diduga tekanan darah yang tinggi merusak endotel dan emnaikkan permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap lipoprotein. Selain itu juga diduga beberapa jenis zat yang dikeluarkan oleh tubuh seperti renin, angiotensin dan lain-lain dapat menginduksi perubahan seluler yang menyebabkan aterogenesis. Dari banyak penelitian, didapatkan bahwa tekanan darah tinggi tidak berdiri sendiri, namun meliputi beberapa penyakit lain, sehingga dikenal dengan istilah sindroma hipertensi yang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menjadi faktor resiko terjadinya aterosklerosis. Yang termasuk dalam sindroma hipertensi adalah gangguan profil lipid, resistensi insulin, obesitas sentral, gangguan fungsi ginjal. LVH dan penurunan kelancaran aliran.
2. STROKE / CEREBRAL VASKULAR ACCIDENT (CVA) INFARK 2.1 DEFINISI Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik. Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus. Pada kasus : Pada pasien ini terjadi kelemahan pada ekstremitas kanan yang berlangsung lebih dari 24 jam serta dari hasil CT Scan kepala tanpa kontras menunjukan bahwa CVA infark. Sehingga keadaan pasien ini mengarah ke CVA infark atau stroke hemoragik.
1) FAKTOR RISIKO Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetik. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi: a. Hipertensi Hipertensi berperan penting untuk terjadinya infark dan perdarahan otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arteriosklerosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Baik hipertensi sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor risiko terjadinya stroke. Menurut The seventh report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation, dand treatment of high blood pressure (JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat I, dan hipertensi derajat II. Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg) Normal <120 dan <80 Prahipertensi 120 139 atau 80 89 Hipertensi derajat I 140 159 atau 90 99 Hipertensi derajat II 160 atau 100
b. Penyakit jantung Pada penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan darah. 3 Penyakit jantung tersebut antara lain:
Penyakit katup jantung Atrial fibrilasi Aritmia Hipertrofi jantung kiri (Left Ventrikel Hypertrophy) Kelainan EKG Dalam hal ini, perlu diingat bahwa stroke sendiri dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa: Edema pulmonal neurogenik Penurunan curah jantung Aritmia dan gangguan repolarisasi c. Diabetes mellitus Diabetes mellitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya infark serebri. Diduga diabetes mellitus mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar, dan mulai lebih dini. Infark serebri terjadi 2.5 kali lebih banyak pada penderita diabetes mellitus pria dan empat kali lebih banyak pada penderita wanita dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus pada umur dan jenis kelamin yang sama. d. Merokok Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat. Hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu, atau pipa) dan untuk semua tipe stroke terutama stroke infark dan perdarahan subarachnoid. Merokok mendorong terjadinya aterosklerosis yang selanjutnya memprovokasi terjadinya thrombosis arteri.
e. Faktor risiko lainnya, seperti tingginya kadar kolesterol dan asam urat, serta kurang olahraga. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: a. Riwayat keluarga Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun. b. Lain-lain: usia, jenis kelamin, dan ras/suku. Faktor risiko yang belum terbukti adalah penyakit jantung, ruptur katup mitral, ateroma arkus aorta, inaktivitas fisik, pola diet buruk, lipoprotein (a), konsumsi alkohol berlebihan, antibodi antifosfolipid, hiperhomosisteinemia, kondisi hiperkoagulasi, terapi hormon, kontrasepsi oral, hiperfibrinogenemia, penyalahgunaan narkoba, migrain, dan displasia fibromuskuler. Pada kasus : Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah usia dan jenis kelamin. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah hipertensi.
2) PATOGENESIS Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark. Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit (normal 55ml). Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark. Nilai kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai 23 ml/100 gram per menit. 3. Kaitan hipertensi dan stroke Hipertensi sering kali dijumpai pada pasien dengan stroke akut bahkan pasien yang sebelumnya normotensi sekalipun pada fase akut dapat mengalami peningkatan tekanan darah yang sifatnya transient. Pada 24 jam pertama fase akut stroke, lebih dari 60% pasien datang dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan lebih dari 28% memiliki tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah pada stroke iskemik merupakan respon otak yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan perfusi otak sehingga aliran darah ke area penumbra pun akan meningkat. Diharapkan dengan respon tersebut kerusakan di area penumbra tidak bertambah berat. Akibatnya, penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis. Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema serebri.
Stroke adalah komplikasi dari hipertensi, dimana kebanyakan dihubungankan secara langsung dengan tingkat tekanan darah (Zhang et al., 2006). Pemberian obat hipertensi sesungguhnya adalah suatu masalah, karena penurunan tekanan darah diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan organ lebih lanjut, namun dilain pihak, pemberian obat antihipertensi juga beresiko terjadinya penurunan tekanan darah secara cepat, yang sangat berbahaya terhadap perfusi (aliran darah) ke otak. Oleh karena itu, obat antihipertensi tidak diberikan untuk menormalkan tekanan darah, tetapi hanya mengurangi tekanan darah sampai batas tertentu sesuai protokol pengobatan (Karyadib, 2002).Tekanan darah seringkali meningkat pada periode post stroke dan merupakan beberapa kompensasi respon fisiologi untuk mengubah perfusi serebral menjadi iskemik pada lapisan otak. Hasilnya terapi tekanan darah mengurangi atau menghalangi kerusakan otak akut hingga kondisi klinis stabil (Chobanian et al.,2004). Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian. Dari berbagai penelitian diperoleh bukti yang jelas bahwa pengendalian hipertensi baik sistolik, diastolik maupun keduanya menurunkan angka kejadian stroke (Harsono, 2005). Tekanan darah pada fase akut diturunkan perlahan-lahan sebab hipertensi tersebut timbulnya secara reaktif dan sebagian besar akan turun sendiri pada hari ke 3 hingga 7 (Iskandar, 2003). Penurunan tekanan darah pada stroke iskemik dapat dipertimbangkan bila tekanan darah sistolik >220 mmHg atau diastolik >120 mmHg, penurunan tekanan darah sebaiknya sekitar 10-15% dengan monitoring tekanan darah tersebut (Adams et al, 2003), sedangkan pada stroke perdarahan boleh diturunkan apabila tekanan darah sistolik pasien =180mmHg dan atau tekanan darah diastolik >130mmHg (Broderick et al, 2007). Penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik Penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik adalah dengan obat-obat antihipertensi golongan penyekat alfa beta (labetalol), penghambat ACE (kaptopril atau sejenisnya) atau antagonis kalsium yang bekerja perifer (nifedipin atau sejenisnya) penurunan tekanan darah pada stroke iskemik akut hanya boleh maksimal 20% dari tekanan darah sebelumnya. Nifedipin sublingual harus diberikan dengan hati-hati dan dengan pemantauan tekanan darah ketat setiap 15 menit atau dengan alat monitor kontinyu sebab dapat terjadi penurunan darah yang drastis, oleh sebab itu sebaiknya dimulai dengan dosis 5mg sublingual dan dapat dinaikkan menjadi 10mg tergantung respon sebelumnya. Tekanan darah yang sulit diturunkan dengan obat diatas atau bila diastolik >140mmHg secara persisten maka harus diberikan natrium nitroprusid intravena 50mg/250ml dekstrosa 5% dalam air (200mg/ml) dengan kecepatan 3ml/jam (10mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang diinginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drips 10-20g/menit. Tekanan darah yang rendah pada stroke akut adalah tidak lazim. Bila dijumpai maka tekanan darah harus dinaikkan dengan dopamin atau dobutamin drips serta mengobati penyebab yang mendasarinya (Mansjoer et al, 2007). 4. Carpal tunnel syndrome 4.1 Pengertian Carpal Tunnel Syndrome Carpal Tunnel syndrome adalah sindroma dengan gejala kesemutan dan rasa nyeri pada pergelangan tangan terutama tiga jari utama yaitu ibu jari telunjuk dan jari tengah sebagai akibat adanya tekanan pada syaraf medianus dan terowongan carpal yang letaknya di pergelangan tangan. Carpal Tunnnel Syndrome atau syndroma leri adalah sindroma akibat terperangkap dan kompresi nervus medianus diantara ligamentum karpalis dan struktur dalam tunnnel carpal. Syaraf di lengan kita ada 3 jenis yaitu radialis dan letaknya dibagian atas, medianus ditengah dan ulnaris berada dibawah, syaraf medianus spesifik karena secara anatomis berada dibagian tengah lengan, melewati terowongan (tunnel) didaerah karpal di telapak tangan, kemudian menuju kearah jari tangan. CTS Akan terjadi karena syaraf medianus terjepit di terowongan karpal. Gerakangerakan yang dilakukan terus-menerus dalam jangka waktu lama menyebabkan stres pada jaringan di sekitar terowongan karpal sehingga jaringan tersebut mengalami degenerasi, dan menyebabkan saluran terowongan menjadi sempit. . 4.2. Gejala Carpal Tunnel Syndrome 1. Gemetar dan kaku pada bagian-bagian tanggan 2. Sakit seperti tertusuk atau nyeri yang menjalar dari pergelangan tangan sampai kelengan. 3. Kelemahan pada satu atau dua tangan 4. Nyeri pada telapak tangan 5. Pergelangan jari tidak terkoordinasi dengan baik 6. Lemah peganggan, sulit membawa ibu jari menyebrangi 4 jari lainnya 7. Sensasi terbakar pada jari-jari 8. Kekakuan atau kram pada tangan saat pagi hari 9. Ibu jari terasa lemas 10. Sulit menggenggam atau ketidak mampuan mengepalkan tangan 11. Kulit tanggan kering dan mengkilap 12. Tangan atau lengan bawah terasa lemah.
Gejala klinik menurut berbagai penelitian secara umum diawali dengan gangguan sensari rasa seperti, parestesia, mati rasa( numbness), sensasi rasa geli (tingling) pada ibu jari. Telunjik dan jari tengah (persyarafan nervus medianus). Timbul nyeri pada jari-jari tersebut, dapat terjadi nyeri pada tangan dan telapak tangan. Mati rasa dan sensari nyeri makin terjadi pada saat mengetuk dan menggerakkan tangan. Kadang pula pergelangan tangan serasa diikat (tightness) dan kaku gerak (clumsiness). Selanjutnya kekuatan menurun, kaku dan terjadi atropi.
4.3. Etiologi Terowongan carpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh beberapa tendon flexor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbul carpal tunnel syndrom. Carpal tunnel syndrom dapat dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronis, namun pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui ( idiopatik ), terutama pada penderita lanjut usia. Selain itu gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dapat menambah resiko carpal tunnel syndrom (Maxey, 1990). Pada keadaan lain lain nerves medianus dapat terjebak juga di carpal tunnel itu. Secara sekunder, carpal tunnel sindrom dapat timbul pada penderita dengan osteoartitis, diabetes mellitus, miksedema, akromegali, atau wanita hamil (Sidharta,1984) . Etiologi lain pada kasus carpal tunnel sindrom antara lain: 1. Herediter (nuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy), 2. Trauma (dislokasi, fraktur colles atau hematom pada lengan bawah, sprain pergelangan tangan, trauma langsung pada pergelangan tangan, pekerjaan dengan gerakan mengetuk atau flexi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang, 4.4. Patofisiologi Carpal Tunnel Syndrome Pergelangan tangan mempunyai struktur anatomi yang rumit dan aktif. Carpal tunnel yang mirip terowongan berada di pergelangan tangan, dibentuk delapan tulang karpal dan fleksor retinaculum atau ligamentum carpal transversalis. Didalam tunnel (terowongan) ini lewat atau tersususn secara rapat fleksor digitorum profunda dan superfisialis, feksor digitorum dan nervus medianus. Terjadinya syndrome ini bertumpu pada pertumbuhan patologis yang diakibatkan oleh adanya iritasi secara terus menerus pada nervus medianus di daerah pergelangan tangan. Banyak faktor yang dapat mengawali timbulnya sindrome ini. Namun khusus pada pemakai komputer, faktor iritasi lokal terhadap nervus medianus inilah yang tampaknya perlu mendapat perhatian lebih banyak. Bila kedudukan antara telapak tangan terhadap lengan bawah bertahan secara tidak fisiologis untuk waktu yang cukup lama, maka gerakan-gerakan tangan akan menyebabkan tepi ligamentum transversum bersentuhan dengan saraf medianus secara berlebihan. Hal ini yang dapat terjadi. Ada bagian persendian tangan yang mengalami tekanan atau regangan yang berlebih dan sebagai mekanisme kompensasi, tubuh berusaha memperkuat bagian yang mendapat beban tidakk fisiologis ini antara lain dengan mempertebal ligamentum karpi transversum. Penebalan ini akan mempersempit terowongan tempat lewatnya saraf dan urat, dan lebih berat lagi akan menjepit syaraf. Pada operasi tak jarang dijumpai perubahan struktur pada nervus mesianus di daerah proksimal dari tepi atas ligamentum karpi transversum, tanpa diikuti oleh penebalan ligamentumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua penyebab diatas dapat berjalan terpisah ataupun bersamaan. Nevus medianus sendiri mulai dari daerah pergelangan tangan, 94% merupakan serabut perasa/sensoris, sedangkan 6% merupakan serabut motoris yang kearah ibu jari. Dengan demikian pada awalnya gejala lebih banyak ditandai dengan kejadian parestesia seperti kesemutan, rasa terbakar. Sampai ke hipoanestesia( sampai hilangnya rasa raba). Bila sudah ada gerak motorik (otot pangkal ibu jari tangan mulai mengecil, kekuatan berkurang) maka iritasi kemungkinan sudah berlangsung sejak lama.
4.5. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Carpal Tunnel Syndrome a. Umur Umumnya terjadi pada usia 29 sampai 62 tahun. Jumlah penderita cenderung meningkat dari tahun ketahun. Dan usianya cenderung semakin muda. Salah satu penelitian di Amerika menyebutkan, saat ini cts mengincar penderita usia 25-34 tahun. b. Jenis kelamin Perempuan ternyata memiliki resiko terkena CTS lima kali lebih besar dibandingkan pria. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan priapun dapat terkena CTS. c. Kebiasaan atau hoby Syndroma ini mengincar orang yang banyak melakukan pekerjaan dengan tangan terutama jenis pekerjaan yang menuntut jari dan pergelangan tangan bergerak secara ritmik dan terus menerus seperti mengetik, memainkan alat musik seperti gitar maupun piano, menulis serta memasak. d. Riwayat penyakit Kondisi ini sering terjadi karena wanita terjadi perubahan hormon yang menyebabkan penyerapan cairan dan pembengkakan jaringan lebih sering terjadi seperti pada saat pregnancy, premenstruasi syndrome serta menopause. e. Riwayat pekerjaan Pekerjaan yang berisiko menyebabkan CTS berdasarkan berbagai penelitian antara lain: penjahit, pengemasan makanan beku, pengepakan barang,juru tulis,tukang ketik,tukang cuci pakaian,operator komputer pemain alat musik. 4.6.. Diagnosa 1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan harus dilakukan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensori dan otonom tangan . a. Phalens test: penderita diminta melakukan fleksi. Bila dalam Waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS. b. Torniquet test: pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan torniguet dengan menggunakan tensimeter diatas siku dengan tekanan sedikit diatas tekanan sistolik. Bila dalam satu menit timbul gejala seperti CTS, Tes ini menyokong diagnosa. c. Tinels sign: test ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah nervus medianus, jika dilakukan perkusi pada terowongan carpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi. d. Flicksign: penderita diminta mengibas-ngibaskan tangan atau menggerak-gerakan jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud 2. Pemeriksaan Neurofisiologi (Elektrodiaknostik) Paemeriksaan EMG dapat menunjukkan dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otototot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainana pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal PADA 31% KASUS CTS. Pada yang lainnnya akan . Kecepatan hantar saraf (KHS) menurunkan dan masa laten distal memanjang menunjukkan adanya gangguan konduksi dipergelangan tangan.(Moeliono,1993). 3. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis.
4. Pemeriksaan Laboratorium Bila etiologi CTS belum terdiagnosa, misalnya pada usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap ( Rambe,2004)