1. Nama lengkap : Ny. Nursatiah 2. Jenis Kelamin : Perempuan 3. Umur : 75 thn 4. Suku / Bangsa : melayu 5. Agama : Islam 6. Pekerjaan : RT 7. Alamat : GG usaha bersama 1 kotabaru 8. Status Perkawinan : Kawin
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : badan terasa lemas 2. Riwayat /Kronologis penyakit : Badan terasa lemas sejak 3 hari yang lalu, pasien tidak mampu bangun dari tempat tidur, demam (-). sejak 2 hari yang lalu dirasakan nyeri ulu hati dan daerah pusat, mual (+), muntah (-). 1 hari yang lalu BAB berwarna hitam, sekarang BAB encer sebanyak 2x, darah (- ).anoreksia sejak 3 hari terakhir. Riwayat sering minum jamu, baru berhenti sekitar 3 tahun terakhir. keluhan nyeri serupa sebelumnya disangkal. Pasien belum mendapatkan pengobatan sebelumnya.
2
3. Riwayat penyakit penyerta : gatal pada seluruh tubuh terutama dirasakan pada kedua tangan dan kaki serta lipat payudara dan daerah kemaluan sejak beberapa tahun terakhir, muncul hampir setiap saat, awalnya berwarna merah dan gatal. Belum diberikan pengobatan sebelumnya. nyeri pada persendian bahu sehingga kedua tangan terasa sakit saat diangkat, nyeri juga dirasakan pada pinggang dan kedua lutut sejak kurang lebih 2 tahun terakhir. sebelumnya sudah dikonsulkan pada bagian bedah tulang, hasilnya tidak ada kelainan pada tulang pasien.
4. Riwayat Penyakit Dahulu ( yang berhubungan dengan penyakit sekarang ) :
Riwayat hipertensi (+), belum pernah diberikan pengobatan sebelumnya. alergi kulit disangkal. Riwayat maag disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga (kemungkinan adanya penyakit-penyakit Keturunan /Alergi / Familier) :
Riwayat hipertensi (+), riwayat kencing manis (-)
6. Keluhan Sistemik:
a. Kulit : gatal pada seluruh tubuh terutama dirasakan pada kedua tangan dan kaki serta lipat bawah payudara sejak beberapa tahun terakhir, gatal juga dirasakan pada daerah kemaluan. b. Kepala : sakit kepala c. Mata : penglihatan seperti berkunang-kunang d. Telinga : penurunan tajam pendengaran pada kedua telinga e. Hidung : tidak ada keluhan f. Mulut : tidak ada keluhan g. Tenggorok : tidak ada keluhan h. Leher : tidak ada keluhan i. Respirasi : tidak ada keluhan, sesak napas disangkal j. Kardiovaskuler : tidak ada keluhan, nyeri dada disangkal 3
k. Gastrointestinal : cepat lapar. sejak 2 hari yang lalu dirasakan nyeri ulu hati dan daerah pusat, mual (+), muntah (-). 1 hari yang lalu BAB berwarna hitam, sekarang BAB encer sebanyak 2x, warna tinja normal, darah (-). l. Genitourinaria : sering BAK malam hari bahkan bisa mencapai 20x dalam satu malam, cepat haus, nyeri kencing disangkal m. Ekstremitas : nyeri pada persendian bahu, nyeri juga dirasakan pada pinggang dan kedua lutut, atrofi kaki kanan dan kiri. n. Fungsi geriatri : penurunan fungsi pendengaran pada kedua telinga, penglihatan masih baik bahkan masih dapat membaca tanpa kacamata, ingatan masih baik
Pontianak, .......................................... Pemeriksa ( ......................................................... C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Kesan umum : tampak sakit sedang, obesitas 2. Tanda Vital a. Kesadaran : compos mentis b. Tekanan darah : 170/90 mmHg c. Nadi : 96 x /menit, reguler, isi cukup d. Laju Nafas : 14 x /menit, tipe torako-abdominal e. Suhu : 37,2c
3. Pemeriksaan Per Organ a. Kulit : pada tungkai atas kanan dan kiri didapatkan bercak perdarahan yang kecil membentuk bercak berwarna biru keunguan yang rata,ada yang berbentuk bulat dan ada yang irregular. Pada kedua 4
tangan dan kaki didapatkan eritem berbentuk lingkaran, melebar seperti bentuk uang logam, terdapat ekskoriasi dan skuama halus. Pada lipat kedua payudara didapatkan lesi eritematosa,berbatas tegas. b. Kepala : bentuk simetris, tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka. c. Mata : selaput (-), kelainan pada kornea dan kekeruhan pada lensa (-), konjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik d. Telinga : tanda peradangan (-), deformitas (-), sikatriks (-), terdapat gangguan pendengaran pada kedua telinga e. Hidung : tidak ada kelainan, secret (-) f. Mulut : tidak ada kelainan g. Tenggorok : tidak ada kelainan, hiperemis (-), tonsil T1-T1 h. Leher : tidak ada hambatan pada pergerakan leher,pembesaran kelenjar KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), bentuk leher pendek dan gemuk. i. Dada : bentuk simetris, massa (-), nyeri tekan (-), bekas luka operasi (-). j. Paru i. Inspeksi : tidak ada kelainan bentuk dada, penggunaan otot-otot bantu napas (-). ii. Palpasi : fremitus simetris.
iii. Perkusi : sonor dikedua lapang paru
iv. Auskultasi : penurunan suara napas, bunyi napas tambahan (-), wheezing (-).
k. Jantung i. Inspeksi : ictus cordis terlihat.
ii. Palpasi : iktus cordis teraba 1 jari lateral midclavicula di SIC 5.
5
iii. Perkusi : batas jantung kanan atas di SIC 5 sternal dekstra, batas jantung kiri
2 jari lateral linea midclavicula sinistra, batas jantung atas SIC 2 linea sternalis kiri, pinggang jantung SIC 3 linea parasternal kiri
iv. Auskultasi : irama regular, bising (-), gallop(-)
l. Abdomen i. Inspeksi :simetris, gerakan peristaltic usus tidak terlihat, abdomen membuncit, sikatriks (-), striae alba (-), caput medusa (-).
ii. Auskultasi : bising usus normal 2x/menit
iii. Palpasi : nyeri tekan pada epigastrium dan periumbilikus, hepar dan lien tidak teraba
iv. Perkusi : asites (-)
m. Anus / Rektum : tidak dilakukan pemeriksaan
n. Alat Kelamin/perinium : tidak dilakukan pemeriksaan
o. Ekstremitas : deformitas (-), atrofi otot kaki kanan dan kiri
p. Nervi craniales : tidak ada kelainan
D. Status Lokalis
E. Status Geriatri Ada gangguan pendengaran pada kedua telinga Gangguan penglihatan disangkal Inkontenensia urin disangkal Ingatan masih baik Terdapat keterbatasan fungsional
6
F. Dianosa sementara Suspect diabetes mellitus tipe 2 Dyspepsia e.c peptic ulcer Hipertensi grade II obesitas Dermatitis numularis
G. Diagnosa Diferensial Hipoglikemia Gastroduodenal chrons Dermatitis kontak
H. Pemeriksaan Penunjang 1. Pat Klinis : darah rutin, GDS, kolesterol total, ureum, kreatinin, asam urat, SGOT,SGPT. 2. Pat Anatomi : 3. Radiologi : USG abdomen 4. Lain lain :
I. Terapi 1. Suportif :
2. Simtomatis : CTM 2mg 2x1
3. Nutrisi : pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. makan dalam jumlah sedikit dan lebih sering, makanan biasa tetapi lunak dan tidak merangsang pengeluaran asam lambung
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolism yang secara genetic dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes.
A. etiologi
pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Jika orangtua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1 dan sekitar 90% pasti membawa diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan pada sekresi insulin serta kerja insulin. Pada awalnya tampak resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel-sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membrane sel yang sel-selnya responsive terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsic. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan system transport glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat menggangu kerja insulin. Pada akhirnya timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80 % pasien diabete tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.
B. Klasifikasi Diabetes melitus
Sesuai dengan criteria ADA untuk orang dewasa yang tidak hamil, diagnose diabetes mellitus ditegakkan berdasakan penemuan (1) gejala-gejala klasik diabetes dan hiperglikemia yang jelas, (2) kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dl pada sekurang- kurangnya 2 kesempatan, (3) kadar glukosa yang didapat selama tes toleransi glukosa oral (OGTT) > 200 mg/dl pada 2 jam dan paling sedikit satu kali antara 0 sampai 2 jam sesudah pasien makan glukosa. Kadar glukosa puasa yang ditentukan adalah 126 mg/dl karena kadar tersebut merupakan indeks terbaik dengan nilai setelah 2 jam pemberian glukosa adalah 200 mg/dl dan pada kadar tersebut retinopati diabetic yaitu suatu komplikasi diabetes muncul untuk pertama kalinya. Glukosa darah puasa merupakan metode yang dianjurkan untuk penapisan diabetes . Pasien dengan gangguan toleransi glukosa (IGT) tidak dapat memenuhi criteria DM yang telah dijelaskan diatas, tetapi tes toleransi glukosanya memperlihatkan kelainan . 9
pasien ini asimptomatis. Dipandang dari sudut biokimia, pasien dengan IGT menunjukan kadar glukosa plasma puasa (>110 dan <126 mg/100 ml) namun nilai-nilai selam diadakan OGTT adalah > 200 mg/dl pada menit ke 30, 60 atau 90 dan mencapai 140 sampai 200 mg /dl setelah 2 jam. Pasien dengan IGT dianggap beresiko lebih tinggi terhadap diabetes dibandingkan masyarakat umum .
C. Manifestasi klinis
Dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianay berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini maka timbul glikosuria. Glikosuria ini yang mengakibatkan dieresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia).karena glukosa hilang bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan kalori negative dan berat badan berkuran. Rasa lapar yang semakin besar (polofagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk. Pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di lab dan melakukan tes terhadap toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin menderita polidipsi, poliuria, lemah dan omnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak mengalami defisiensi insulin absolute tetapi hanya defisiensi insulin relatif. Insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Jika hipeglikemia berat dan pasien tidak berespon terhadap terapi diet atau terhadap obat-obat hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanay. Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi tetapi tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen.
D. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berup poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dapat dikeluhakn pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulvae pada pada pasien wanita. Jika keluhan khas maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal belum cukup 10
kuat untuk menegakkan diagnosis DM. diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaaktu >200 mg/dl pada hari yang lain atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan >200 mg/dl.