You are on page 1of 12

Kasus 1: Thaharah dan Shalat bagi Orang Sakit

Inilah beberapa hukum yang dikhususkan bagi orang yang sakit, dalam kaitannya dengan
thaharah (bersuci) dan shalat, sebagaimana yang ditulis Fadhilatusy Syaikh Al-Utsaimin.
Syaikh berkata, Ini merupakan tulisan ringkas tentang apa yang harus dilakukang orang
yang sedang sakit dalam thaharah dan shalatnya. rang yang sakit mempunyai hukum-
hukum yang khusus, dan keadaannya mendapat perhatian yang khusus pula dalam syariat
Islam. Sebab Allah telah mengutus !abi-!ya, "uhammad shallallahu #alaihi $asallam
dengan memba$a kebenaran dan kelonggaran yang didasarkan kepada kemudahan. Allah
ber%irman&
'ia sekali-kali tidak men(adikam untuk kalian dalam agama suatu kesempitan.) (Al-
*a((& +,)
Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesukaran bagi
kalian.) (Al--a.arah& /,0)
"aka bertak$alah kalian kepada Allah menurut kesanggupam kalian dan dengarlah
serta taatlah.) (At-1aghabun& /2)
!abi shallallahu #alaihi $asallam bersabda,
Sesungguhnya agama itu adalah mudah.)
-eliau (uga bersabda,
3ika aku memerintahkan suatu perintah kepada kalian, maka lakukanlah menurut
kesanggupan kalian.)
-erdasarkan kaidah yang %undamental ini, Allah memberi keringanan dalam beribadah
kepada orang-orang yang lemah, menurut kadar kelemahannya, agar mereka tetap bisa
beribadah kepada Allah tanpa merasa kesulitan dan keberatan. Segala pu(i bagi Allah
4abbul #alamin.
Adapun cara bersuci bagi orang yang sakit adalah:
/. rang yang sakit harus bersuci dengan air, $udhu dan hadats kecil dan mandi dari
hadats besar.
5. 3ika tidak sanggup bersuci dengan menggunakan air karena kondisinya yang memang
lemah atau karena kha$atir sakitnya bertambah parah atau menunda kesembuhannya,
maka dia boleh bertayammum.
6. Adapun cara bertayammum& 1elapak tangan ditempelkan di debu yang bersih dengan
sekali tempelan, lalu ditepis-tepiskan agar debunya tidak terlalu banyak, lalu mengusap
ke seluruh $a(ah. 7emudian menempelkan lagi di debu, lalu saling diusapkan tangan
antara yang satu dan lainnya.
8. 3ika dia sendiri tidak bisa $udhu atau tayammum, maka orang lain bisa me$udhukan
atau menayammuminya.
0. 3ika di sebagian anggota thaharah terdapat luka, maka dia tetap harus membasuhinya
dengan air. !amun (ika terkena air, luka itu bertambah parah, maka tangannya cukup
dibasahi air, lalu diusapkan di permukaan luka sekedarnya sa(a. 3ika ini pun tidak
memungkinkan, maka dia bisa bertayammum.
2. 3ika anggota thaharah ada yang patah, lalu ditutup perban atau digips, maka dia cukup
mengusapnya dengan air dan tidak perlu bertayammum. Sebab usapan itu sudah dianggap
sebagai pengganti dari mandi.
+. -oleh mengusapkan tangan ke dinding saat tayammum, atau ke tempat lain yang
memang suci dan (uga mengandung debu. 3ika dinding itu dilapisi sesuatu yang bukan
dari (enis tanah, seperti dicat, maka tidak boleh tayammum padanya, kecuali memang di
situ ada unsur debunya.
,. 3ika tidak memungkinkan tayammum di tanah atau di dinding atau sesuatu yang ada
debunya, maka boleh sa(a meletakkan tangan di sapu tangan umpamanya, yang di atasnya
ditaburi debu.
9. 3ika dia tayammum untuk satu shalat, kemudian tetap dalam keadaan suci hingga
masak $aktu shalat berikutnya, maka dia bisa shalat dengan tayammum untuk shalat
yang pertama. Sebab dia masih dalam keadaan suci dan tidak ada sesuatu pun yang
membatalkannya.
/:. rang yang sakit harus membersihkan badannya dari berbagai (enis na(is selagi dia
sanggup untuk melakukannya. 3ika tidak bisa, maka dia bisa shalat dalam keadaan seperti
apa pun, dan tidak perlu mengulang shalatnya setelah suci.
//. rang yang sakit harus shalat dengan pakaian yang suci. 3ika di pakaiannya ada na(is,
maka dia harus mencucinya atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci. 3ika tidak
memungkinkan, maka dia bisa shalat dalam keadaan seperti apa pun, dan tidak perlu
mengulang shalatnya setelah suci.
/5. rang yang sakit harus shalat di atas sesuatu atau di tempat yang suci. 3ika tempatnya
itu ada na(isnya, maka harus dicuci atau diganti dengan yang suci atau dilapisi sesuatu
yang suci. Apabila tidak memungkinkan, maka dia bisa shalat dalam keadaan seperti apa
pun dan tidak perlu mengulang shalatnya setelah suci.
/6. rang yang sakit tidak boleh menangguhkan shalatnya dari $aktunya karena alasan
ketidakmampuan dalam bersuci. 'ia harus bersuci menurut kesanggupannya, kemudian
shalat pada $aktunya, sekalipun di badan, pakaian atau tempatnya terdapat na(is.
Adapun cara shalatnya sebagai berikut:
/. rang yang sakit harus mendirikan shalat $a(ib dalam keadaan berdiri, sekalipun agak
miring atau sambil bersandar ke dinding atau ke tongkat.
5. 3ika tidak bisa berdiri, dia bisa mendirikan shalat sambil duduk. ;ang paling baik ialah
duduk sambil menyilangkan kaki kiri di ba$ah paha kanan di tempat ruku< dan su(ud.
6. 3ika tidak bisa shalat sambil duduk, maka dia berbaring pada lambungnya dengan
menghadap ke arah kiblat. ;ang paling baik adalah pada lambung kanan. 3ika tidak
memungkinkan berbaring pada lambung bagian kanan dan tidak bisa menghadap ke arah
kiblat, dia bisa shalat seperti apa pun keadaannya, dan tidak perlu mengulang shalatnya.
8. 3ika tidak bisa berbaring pada lambungnya, maka dia bisa berbaring menghadap ke
atas, dan kedua kakinya menghadap ke arah kiblat. ;ang paling baik ialah sedikit
mengangkat kepalanya, agar bisa menghadap ke arah kiblat. 3ika cara ini tidak
memungkinkan, maka dia bisa shalat seperti apa pun keadaannya, dan tidak perlu
mengulang shalatnya.
0. rang yang sakit harus ruku< dan su(ud dalam shalatnya. 3ika tidak sanggup, maka dia
bisa menganggukkan kepala, dan anggukan su(ud lebih rendah daripada anggukan ruku<.
3ika dia bisa ruku< dan tidak bisa su(ud, maka dia harus tetap ruku<, sedangkan su(ud
cukup dengan menganggukkan kepala. 3ika bisa su(ud dan tidak bisa ruku<, maka dia
harus su(ud dan menganggukan kepala tatkala ruku<.
2. 3ika tidak bisa menganggukkan kepala tatkala ruku< dan su(ud, maka dia bisa memberi
isyarat dengan matanya, dengan sedikit meme(am tatkala ruku< dan lebih banyak
meme(amkan mata tatkala su(ud. Sedangkan memberi isyarat dengan tangan seperti yang
biasa dilakukan sebagian orang adalah tidak benar, sebab memang tidak ada dasarnya di
dalam Al-=ur<an, Sunnah maupun pendapat para ulama.
+. 3ika tidak bisa menganggukkan kepala atau memberi isyarat dengan matanya, maka dia
bisa shalat dengan hatinya. 'ia niat, bertakbir, membaca, ruku<, su(ud, berdiri dan duduk
dengan gerakan hatinya.
,. rang yang sakit harus menger(akan setiap shalat tepat pada $aktunya dan
menger(akannya menurut kesanggupannya. 3ika kesulitan melakukan shalat tepat pada
$aktunya, maka dia bisa men(ama< shalat >huhur dan ashar, maghrib dan isya<, boleh
(ama< ta.dim dengan menger(akan shalat ashar pada $aktu shalat >huhur dan shalat isya<
pada $aktu shalat maghrib, maupun (ama< ta<khir, yaitu dengan menger(akan dua
pasangan ini pada $aktu shalat yang kedua. 'ia bisa memilih mana yang lebih mudah
baginya. Sedangkan shalat subuh tidak bisa di(ama<.
9. 3ika orang yang sakit dalam per(alanan, karena dia hendak berobat di luar daerahnya,
maka dia bisa meng-.ashar shalat yang terdiri dari empat rakaat, sehingga dia bisa shalat
>huhur, ashar dan isya< dengan dua rakaat, hingga kembali ke daerahnya, baik masanya
lama maupun sebentar.
?@atatan& 7alau orang yang sakit secara tiba-tiba dalam shalat membaik, lalu bisa
melakukan seluruh gerakan yang sebelumnya tidak bisa dilakukan, seperti berdiri, duduk,
rukuk, su(ud atau sekedar memberi isyarat, maka ia harus beralih ke cara normal untuk
sisa shalatnya. -pen.A
Fatwa-fatwa tentang Thaharah dan Shalatnya Orang Sakit
1. Orang yang tidak enger!akan beberapa shalat wa!ib" bagaiana cara
eng#adha$nya%
Syaikh "uhammad bin Utsaimin ditanya tentang orang sakit yang dioperasi, sehingga dia
tidak sempat menger(akan beberapa shalat. Apakah dia harus menger(akan (meng.adha<)
shalat-shalat itu semuanya setelah sembuh sekaligus, ataukah menger(akannya sesuai
dengan $aktunya masing-masingB 'engan kata lain, apakah dia harus meng.adha< shalat
subuh yang tertinggal pada $aktu shalat subuh setelah dia sembuh, shalat >huhur pada
$aktu shalat >huhur dan seterusnyaB
Syaikh men(a$ab, 'ia harus meng.adha<nya sekaligus pada satu $aktu. Sebab tatkala
!abi shallallahu #alaihi $asallam tidak sempat menger(akan shalat ashar pada saat perang
7handa., maka beliau menger(akan (meng.adha<)nya sebelum shalat maghrib. 3adi, (ika
seseorang ketinggalan tidak menger(akan beberapa shalat $a(ib, maka dia harus
menger(akannya sekaligus semuanya dan tidak boleh
menangguhkannya.)
&. Thaharah dan shalat orang yang tidak kuat enahan keluarnya kencing.
Syaikh berkata, 'ia tidak boleh $udhu untuk shalat kecuali setelah masuk $aktu shalat.
Setelah mencuci kemaluannya, dia bisa melapisi dengan sesuatu agar air kencingnya
tidak mengenai pakaian dan badannya. Sesudah itu dia bisa $udhu dan shalat. 'ia bisa
shalat beberapa kali shalat $a(ib dan na%ilah. 3ika ingin menger(akan shalat na%ilah bukan
pada $aktu shalat, maka dia bisa menger(akan cara serupa, lalu $udhu dan shalat.)
'. Orang yang terus-enerus kentut" bagaiana cara bersuci dan shalatnya%
Syaikh berkata, 3ika tidak memungkinkan baginya untuk menahan kentut, artinya kentut
itu keluar tanpa disenga(a, maka hukumnya sama dengan hukum orang yang tidak kuat
menahan keluarnya kencing. 'ia bisa $udhu setelah masuk $aktu shalat lalu mendirikan
shalat. 3ika $aktu kentut itu disertai keluarnya kotoran tepat pada $aktu shalat, maka
shalatnya tidak batal. Allah telah ber%irman&
-ertak$alah kepada Allah menurut kesanggupan kalian.) (At-1aghabun& /2)
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.) (Al--a.arah& 5,2)
(. Apakah wudhu en!adi batal karena pingsan%
Syaikh men(a$ab pertanyaan ini, -enar. Cingsan membatalkan $udhu, sebab pingsan
lebih parah daripada tidur. Sementara tidur sendiri membatalkan $udhu (ika terlalu lelap.
Sebab orang yang tidur terlelap tidak bisa tahu andaikata ada sesuatu yang keluar
darinya.)
). *ika ada di badan orang yang sakit" bisakah dia bertayau%
Syaikh men(a$ab pertanyaan ini, 'ia tidak boleh bertayammum dalam keadaan seperti
itu. 3ika memungkinkan, dia harus mencuci na(is itu. 3ika tidak, maka dia bisa shalat
dalam keadaan seperti apa pun tanpa harus tayammum. Sebab tayammum tidak
berpengaruh terhadap hilangnya na(is. ;ang dituntut darinya adalah kebersihan badannya
dari na(is. 3adi, sekalipun dia tayammum, toh na(isnya tidak hilang dari badan dan tidak
bisa menghilangkan na(is dari badan.)
+. *ika orang yang sakit engalai !unub" padahal dia tidak eungkinkan
enggunakan air" aka apakah dia boleh tayau%
Syaikh men(a$ab, 3ika orang yang sakit (unub, padahal dia tidak bisa menggunakan air,
maka dia boleh bertayammum. *al ini didasarkan kepada %irman Allah,
'an, (ika kalian sakit atau dalam per(alanan atau kembali dari tempat buang air (kakus)
atau menyentuh perempuan, lalu kalian tidak memperoleh air, maka bertayammumlah
dengan tanah yang baik (bersih), sapulah muka kalian dan tangan kalian dengan tanah
itu.) (Al-"aidah& 2)
,. -adha shalat orang yang hilang kesadarannya karena bius atau penyakit.
Syaikh berkata tentang masalah ini, Selagi kesadaran orang yang sakit itu hilang karena
bius atau karena penyakitnya yang sudah akut, maka dia harus meng.adha< semua
shalatnya yang tertinggal setelah kesadarannya men(adi normal, secara berurutan dan
sesegera mungkin menger(akannya menurut kesanggupannya. *al ini didasarkan kepada
hadits !abi shallallahu #alaihi $asallam,
-arangsiapa tidur dan tidak menger(akan shalat atau lupa
menger(akannya, maka hendaklah dia menger(akannya selagi dia mengingatnya, tidak
ada ka%arat bagi shalatnya itu kecuali hanya itu.)
1idak dapat diragukan, orang yang pingsan karena sakit, atau karena dibius selama
sehari, dua hari, tiga hari dan seterusnya, hukumnya sama dengan hukum orang yang
tidur. 'ia tidak boleh menangguhkan shalat-shalat yang tertinggal itu hingga dia
menger(akan yang sama. -ahkan dia harus langsung menger(akan (meng.adha<)nya
setelah kesadarannya men(adi normal. 1ak berbeda dengan orang yang tertidur setelah
bangun dan orang yang lupa setelah ingat. 3ika tidak bisa menggunakan air, maka dia
boleh bertayammum.)
.. Orang yang pingsan harus eng#adha$ shalat" !ika !angka waktu pingsannya
tidak laa.
Syaikh Abdul A>i> diberi sebuah pertanyaan, Sebagian orang ada yang mengalami
kecelakaan mobil atau lainnya, lalu mengalami gegar otak dan tidak sadar selama tiga
hari, atau boleh (adi seseorang pingsan selama itu. Apakah orang semacam ini harus
meng.adha< shalat-shalat yang tidak sempat diker(akan (ika kesadarannya sudah pulihB)
Syaikh men(a$ab, 3ika (angka $aktunya hanya sebentar, seperti tiga hari atau lebih
sedikit dari itu, maka dia harus meng.adha<
shalat-shalatnya. Sebab pingsan atau tidak sadar selama (angka $aktu itu bisa
diserupakan dengan tidur, sehingga tidak ada alasan untuk tidak meng.adha<. Cernah
diri$ayatkan dari se(umlah shabat, bah$a mereka pernah pingsan selama kurang dari tiga
hari, dan mereka meng.adha< shalatnya.
!amun (ika (angka $aktunya lebih dari tiga hari, maka dia tidak perlu meng.adha<. *al
ini didasarkan kepada sabda !abi shallallahu #alaihi $asallam,
7e$a(iban dibebaskan dari tiga orang, yaitu dari orang tidur hingga bangun, dari anak
kecil hingga baligh, dari orang gila hingga kembali sadar.)
rang yang tidak sadar lebih dari tiga hari, diserupakan dengan orang gila yang hilang
kesadarannya secara total.)
/. Orang yang sakit tidak boleh enangguhkan shalatnya hingga sebuh" dengan
alasan tidak apu bersuci atau karena sulit
enghindari na!is.
Syaikh Abdul A>i> bin -a> berkata tentang masalah ini, Sakit tidak menghalangi untuk
melaksanakan shalat, dengan alasan tidak mampu bersuci, selagi ingatannya masih
normal. rang yang sakit harus shalat menurut kesanggupannya. 'ia harus bersuci
dengan menggunakan air selagi sanggup. 3ika tidak sanggup menggunakan air, maka dia
bertayammum lalu shalat. 'ia (uga harus menghilangkan na(is dari badan dan pakaiannya
$aktu shalat, atau menggantinya dengan pakaian lain yang tidak ada na(isnya. 3ika tidak
sanggup menghilangkan na(is atau mengganti dengan pakaian lain yang suci, maka dia
bisa shalat dalam keadaan seperti itu, karena Allah telah ber%irman,
-ertak$alah kepada Allah menurut kesanggupan kalian.) (At-1aghabun& /2)
10. Sakit syaraf tidak ebebaskan kewa!iban" selagi kesadarannya noral.
Syaikh Ibnu Utsaimin mendapat lontaran pertanyaan, Seseorang yang mendapat
gangguan syara% setelah sekian lama menurut analisis dokter, sehingga penyakitnya itu
menyebabkan berbagai masalah, seperti suka menggertak orang tuanya sendiri, takut
secara berlebihan, gelisah dan hanya diam sa(a, apakah tidak perlu menger(akan
ke$a(iban-ke$a(iban syariatB Apakah dia berdosa karenanyaB Apa nasehat SyaikhB)
Syaikh men(a$ab, 'ia tidak terbebas dari hukum-hukum syariat selagi kesadarannya
masih normal. !amun (ika kesadaran dan ingatannya sudah hilang serta tidak bisa
menguasai ingatannya, maka dia terbebas dari segala ke$a(iban. !asehat kami,
hendaklah dia banyak berdoa dan memohon ampunan kepada Allah, berlindung kepada
Allah dari bisikan syetan yang terlaknat tatkala emosinya tak terkendali. Siapa tahu Allah
akan menganugerahkan kesembuhan kepadanya.)
11. 1untah bukan na!is dan tidak ebatalkan wudhu.
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya tentang muntah, apakah ia na(is dan membatalkan $udhuB
Syaikh men(a$ab, ;ang benar, muntah itu tidak membatalkan $udhu, dan segala hal
yang keluar dari badan manusia tidak membatalkan $udhu, kecuali dari dua (alan&
kemaluan dan dubur. 7arena memang dalil tidak ada. Dalu apakah muntah itu na(isB
"enurut (umhur, muntah adalah na(is. 1etapi kami tidak mendapatkan satu dalil pun yang
mendukung pendapat ini. 7alau begitu, pada dasarnya muntah adalah suci hingga ada
dalil yang menun(ukkan bah$a ia adalah na(is. "untah ini tidak bisa di.iyaskan kepada
kencing atau kotoran, karena ada perbedaan hakekat antara keduanya (ika dilihat dari segi
kotor, bau dan kebusukannya. "aka kentut yang keluar dari dubur (anus) membatalkan
$udhu, sedangkan senda$a tidak membatalkan $udhu, sekalipun
kedua-duanya berupa angin yang keluar dari perut. 3adi apa yang ada di dalam perut
bukanlah kotoran. Sebab kalau tidak, tidak ada perbedaan antara keduanya. "emang
tidak diragukan, (ika harus berhati-hati dengan menghindarinya atau mencuci pakaian
atau badan yang terkena muntah.)
1&. 2agaiana shalatnya orang yang sakit" !ika tepat tidur para pasien tidak
enghadap ke arah kiblat%
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya mengenai masalah ini. "aka Syaikh men(a$ab, "emang
para penanggung (a$ab di rumah sakit harus menaruh perhatian hingga masalah ini.
"ereka harus merancang tempat tidur pasien mengarah ke kiblat, sehingga tidak
merepotkan para pasien. 3ika orang yang sakit bisa mengubah tempat tidur ke arah kiblat,
maka hendaklah dia melakukannya. 3ika tidak dapat, maka dia bisa shalat dalam keadaan
seperti apa pun, sehingga hal ini bisa dimasukkan ke dalam keumuman %irman Allah,
'an kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kalian menghadap, di
situlah $a(ah Allah.) (Al--a.arah& //0)
1'. *ika kasurnya epuk" sahkah orang yang sakit shalat di atasnya%
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya mengenai masalah ini. "aka Syaikh men(a$ab, 3ika
kasurnya amat empuk, maka boleh sa(a shalat di atasnya, asalkan dilapisi sesuatu di
tempat kening dan tangannya. Sebab bila dilapisi, maka permukaannya men(adi keras.
3ika kening ditempelkan di kasur yang empuk, tentu letak penempelan itu tidak layak,
sehingga su(udnya (uga tidak sah.)
1(. Kapankah posisi berdiri e!adi gugur" karena keadaan yang leah ataukah
karena kesulitan berdiri%
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya mengenai masalah ini. "aka Syaikh men(a$ab, 7edua-
duanya bisa menggugurkannya. 3ika seseorang tidak kuat berdiri, maka dia boleh tidak
berdiri, dan (ika dia kesulitan untuk berdiri, dalam pengertian kekhusyukannya akan
terganggu (ika berdiri, maka dia (uga boleh tidak berdiri. *al ini didasarkan kepada
keumuman %irman Allah,
"aka bertak$alah kepada Allah menurut kesanggupan kalian.)
'i samping itu, 4asulullah shallallahu #alaihi $asallam pernah bersabda,
Shalatlah dengan berdiri. 3ika tidak mampu, maka dengan duduk. 3ika tidak mampu,
maka dengan telentang di atas lambung.)
1). *ika tidak bisa eberi isyarat dengan kepala" bolehkah eberi isyarat
dengan ata%
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya mengenai masalah ini. "aka Syaikh men(a$ab, 1idak
pernah disebutkan di dalam Sunnah yang shahih, bah$a orang yang tidak bisa memberi
isyarat dengan kepalanya, bisa memberi isyarat dengan matanya. *adits yang di(adikan
dalil para %u.aha mengenai hal ini adalah hadits dha<i%. "aka dari itu Syaikhul Islam
berpendapat, tidak perlu shalat sambil memberi isyarat dengan mata. ;ang (elas, (ika
tidak ada dalil yang shahih, maka orang yang sakit tidak boleh memberi isyarat dengan
matanya. 7arena shalat itu merupakan ibadah, berarti harus ada perkenan dari syariat.
-erdasarkan kaidah ini, maka dapat kami katakan, (ika tidak dapat memberi isyarat
dengan kepala, maka gerakan macam apa pun men(adi gugur, dan cukup hanya dengan
hati sa(a.) ?/A
Footnote&
?/A -erarti ada perbedaan pendapat antara pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin dengan
pengarang, sebagaimana yang diuraikan sebelum ini, pent.
!-& 1ulisan dalam tanda ?...A adalah tambahan dari admin, diambil dari buku
-erbahagialah Eahai rang SakitF) karya 'r. "uhammad Al--urkan, terbitan Custaka
At-1ibyan hal. 89.
Sumber& *iburan -agi rang Sakit karya Abdullah bin Ali Al-3u<aitsin (pener(emah&
7athur Suhardi), penerbit& Custaka Al-7autsar cet. 7elima, !oGember /999, hal. /9/-
5:2.
3ara Thaharah 4an Shalat 2agi Orang Sakit
"asalah ini sangat penting diketahui oleh setiap "uslim. Apalagi banyak
ditemukan di masyarakat adanya kebiasaan sebagian orang tidak mau shalat lagi ketika
dirinya sakit, karena mereka belum tahu caranya, atau sebab-sebab lainnya. Sehingga,
ketika datang $aktu a(al, mereka mengakhiri hidupnya dalam keadaan meninggalkan
shalat. Dalu ditebus) dengan %idyah beras 6 liter setiap satu shalat %ardhu yang
ditinggalkan, yang hal itu ulamanya) pun tak mengemukakan dalilnya. Ini masalah yang
perlu sekali dihindari. 3angan sampai kita mati kecuali dalam keadaan Islam. Artinya,
tetap teguh mematuhi semua a(aran Islam semampunya.
Untuk memberikan pen(elasan tentang bagaimana cara-cara berthaharah (bersuci)
dan shalat, di sini kami kutipkan risalah yang ditulis ulama terkemuka, Syaikh
"uhammad bin Shalih Al-Utsaimin ha%idhahullah. -eliau berkata& Sesungguhnya bagi
orang sakit itu ada hukumnya secara khusus dalam hal bersuci dan shalat. 7arena dia
dalam keadaan yang ($alaupun sakit) tetap dituntut oleh syari<at Islam untuk men(aganya
(men(alankan syari<at itu). Sesungguhnya Alloh 1a<ala mengutus !abi!ya, "uhammad
shallAllohu alaihi $asalam, dengan al-hanii%iyyah as-samhaa< (kemudahan yang
longgar), yang dibangun atas (asas) kelonggaran dan kemudahan. Alloh 1a<ala ber%irman,
yang artinya& dan 'ia sekali-kali tidak men(adikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitanH) (=S& Al-*a((& +,).

Alloh menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.)
(=S& Al--a.arah& /,0). "aka berta.$alah kamu kepada Alloh menurut kesanggupanmu
dan dengarlah serta ta<atilah.) (=S& At-1aghaabun& /2).
'an !abi shallAllohu alaihi $asalam bersabda, yang artinya& Sesungguhnya
agama itu mudah.) (*4& Al--ukhari). 'an beliau shallAllohu alaihi $asalam bersabda,
yang artinya& Apabila aku perintahkan kalian dengan suatu perintah maka laksanakanlah
dari-padanya semampu kalian.) ("utta%a. #alaih, dan Ahmad).
-erlandaskan kaidah-kaidah yang mendasar inilah maka Alloh 1a<ala telah
meringankan ibadah orang-orang yang terkena ud>ur (halangan) sesuai dengan ud>ur
mereka, agar mereka bisa beribadah kepada Alloh 1a<ala tanpa kesempitan dan kesulitan.
Segala pu(i bagi Alloh.

@ara 1haharahIbersuci bagi orang sakit&

Ea(ib atas orang yang sakit bersuci dengan air, yaitu ber$udhu< karena hadats kecil, dan
mandi karena hadats besar.
7alau dia tidak bisa bersuci dengan air karena lemahnya, atau takut akan tambah sakit,
atau akan memperlambat sembuhnya, maka hendaknya ia bertayammum ( baik untuk
hadats kecil maupun hadats besar).
@ara bertayammum, yaitu dengan menepuk bumiIdebu yang suci dengan kedua
tangannya satu kali tepukan, lalu mengusap $a(ahnya dengan kedua tanganya, kemudian
mengusap dua tapak tangannya secara silang (yang kanan menghadap yang kiri dan
sebaliknya), yang satu terhadap yang lain. Apabila ia tidak mampu bertayammum
sendirian maka ditayammumi oleh orang lain, maka orang itu menepuk bumiI debu yang
suci dengan kedua tangannya, dan mengusapkan dengan tangannya ke $a(ah si sakit dan
kedua tapak tangan si sakit, sebagaimana kalau si sakit tidak mampu untuk ber$udhu
sendiri maka hendaklah di$udu<i oleh orang lain.
'an dibolehkan bertayammum dari dinding atau sesuatu yang lain yang suci lagi
berdebu. "aka apabila dinding itu dicat dengan sesuatu yang bukan (enis tanah seperti
cat maka (angan bertayammum darinya kecuali kalau ada debunya.
Apabila tidak ada dinding dan tidak ada sesuatu lainnya yang berdebu maka tidak apa-
apa kalau meletakkan debu di sapu tangan atau $adah, dan bertayammum darinya.
Apabila ia bertayammum untuk shalat dan ia masih suci (belum batal) sampai $aktu
shalat berikutnya, maka hendaknya ia shalat dengan tayammum pertama itu tadi dan tidak
usah mengulangi tayammum, karena ia masih dalam keadaan suci (belum batal), dan
belum ada hal yang membatalkannya.
Ea(ib atas si sakit membersihkan badannya dari na(is-na(is. Apabila ia tidak mampu,
hendaklah ia shalat dalam keadaannya itu sa(a, dan shalatnya sah tanpa harus
mengulanginya.
Ea(ib atas orang sakit untuk menyucikan pakaiannya dari na(is-na(is atau mencopotnya,
dan memakai pakaian yang suci. Apabila tidak mampu, hendaklah ia shalat dalam
keadaannya itu sa(a, shalatnya sah, dan tidak ada pengulangan atasnya.
Ea(ib atas orang sakit shalat di tempat yang suci. 7alau dia di atas tikarI alas yang na(is
maka hendaklah dicuci atau diganti dengan tikarI alas yang suci atau dilapisi di atasnya
dengan sesuatu yang suci. 7alau tidak mampu maka hendaklah ia shalat di atas alas yang
ia tempati itu, shalatnya sah, dan tidak ada pengulangan atasnya.

@ara shalat orang sakit&

Ea(ib atas orang sakit shalat %ardhu dengan berdiri $alaupun condong atau bersandar ke
dinding atau tiang atau tongkat.

Apabila ia tidak mampu shalat dengan berdiri maka dengan duduk, dan yang a%dhal
(lebih utama) hendaknya ia bersila pada posisi (yang seharusnya) berdiri dan ruku<J dan
duduk i%tirasy ( seperti ketika duduk tahiyyat a$al) pada giliran su(ud.
Apabila ia tidak mampu shalat dengan duduk maka shalat dengan berbaring di atas
lambungnya (tidur miring) dengan menghadap ke =iblat, dan lambung kanan lebih utama
daripada lambung kiri. Apabila ia tidak bisa menghadap ke =iblat maka shalat ke arah
mana yang ia sedang hadapi, dan tidak ada pengulangan atasnya.
7alau ia tidak mampu shalat dengan tidur miring maka shalat dengan telentang& dua
kakinya ke arah =iblat. 'an yang a%dhal (lebih utama) hendaknya ia mengangkat
kepalanya sedikit untuk menghadap ke =iblat. Apabila ia tidak mampu untuk
mengarahkan kakinya ke =iblat maka ia shalat ke arah mana (sa(a) sesuai dengan
keadaannya tanpa harus mengulanginya.
Ea(ib bagi si sakit agar ruku< dan su(ud. "aka apabila ia tidak mampu, hendaklah ia
berisyarat ruku< -su(ud dengan kepalanya, dan men(adikan isyarat untuk su(ud lebih
rendah daripada ruku<. Apabila ia mampu ruku< tapi tidak mampu su(ud, maka ia ruku<
dengan keadaan ruku< dan su(ud dengan berisyarat . 'an apabila ia mampu su(ud tetapi
tidak mampu ruku<, maka ia su(ud dengan keadaan su(ud, dan ruku< dengan isyarat.
Apabila ia tidak bisa berisyarat dengan kepalanya dalam ruku< dan su(ud, maka ia
berisyarat dengan matanya, meme(am sedikit untuk ruku<, dan meme(am lebih banyak
untuk su(ud. Adapun isyarat dengan (ari-(ari seperti yang dilakukan oleh sebagian orang-
orang sakit itu maka tidak benarI tidak shahih, dan kami tidak mengetahui adanya
(sumber) asalnya itu dari Al-=uran maupun As-Sunnah, dan tidak (uga dari pendapat-
pendapat ahli ilmu (ulama).
Apabila ia tidak mampu berisyarat dengan kepala dan tidak pula dengan mata, maka ia
shalat dengan hatinya lalu berniat ruku< dan su(ud, berdiri, dan duduk dengan hatinya.
'an bagi setiap orang (tergantung) apa yang ia niatkan.
Ea(ib atas orang sakit agar shalat pada setiap $aktunya sesuai dengan kemampuannya
seperti tersebut di atas perinciannya, dan tidak boleh mengakhirkan dari $aktunya.
Apabila ia kesulitan menger(akan setiap shalat pada $aktunya maka ia berhak men(ama<
antara dhuhur dan ashar, dan antara maghrib dan isya< dengan (ama< ta.dim ('huhur dan
ashar dilakukan pada $aktu dhuhur, maghrib dan isya< dilakukan pada $aktu maghrib)
atau ta<khir (sebaliknya dari ta.dim, pada $aktu ashar untuk dhuhur dan ashar, dan pada
$aktu isya< untuk maghrib dan isya<) sesuai dengan mana yang mudah baginyaJ kalau ia
mau maka mendahu-lukan #ashar beserta dhuhur, dan kalau mau ia mengakhirkan dhuhur
bersama ashar, dan kalau mau ia mendahulukan isya< bersama maghrib, dan kalau mau
mengakhirkan maghrib bersama isya<. Adapun shalat %a(ar (shubuh) maka tidak di(ama<
dengan shalat sebelumnya dan tidak pula dengan shalat sesudahnya, karena $aktunya
terpisah dari shalat yang sebelumnya dan dari yang sesudahnyaH
Alloh 1a<ala ber%irman, yang artinya& 'irikanlah shalat dari sesudah mata-hari
tergelincir sampai gelap malam dan (dirikan pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat
subuh itu disaksikan (oleh malaikat).) (=S& Al-Isra<& +,).
T5A5A6A5 O6A78 yang SAK9T
/. rang yang sakit $a(ib bersuci dengan air, yaitu $udhu untuk hadats kecil, dan
mandi untuk hadats besar.
5. Apabila dia tidak dapat bersuci dengan air, karena sakit, atau kha$atir sakitnya
akan bertambah parah dan lama sembuhnya bila terkena air, maka dia boleh
bertayammum.
6. @ara bertayammum adalahJ menepuk tanah dengan kedua telapak tangan, lalu
diusapkan keseluruh $a(ah, kemudian tangan yang satu mengusap tangan yang lain
hingga pergelangan tangan.
8. Apabila orang yang sakit tidak bisa melakukan bersuci sendiri, maka dapat
di$udhuKkan, dan ditayammumkan oleh orang lain.
0. Apabila dibeberapa bagian anggota yang mesti disucikan terdapat luka, maka
cukup dibasuh dengan air, akan tetapi bila basuhannya itu membahayakan, maka cukup
diusap dengan tangan yang basah, apabila usapan itu (uga membahayakan maka cukup
bertayammum.
2. Apabila pada bagian anggota badan ada yang patah, yang dibalut dengan kain
pembalut atau digips, maka bagian tersebut cukup diusap dengan air (tidak perlu
dibasuh), dan tidak perlu tayammum, karena usapan itu pengganti dari basuhan.
+. -oleh bertayammum pada tembok, atau apa sa(a yang suci, yang berdebu, apabila
tembok yang diusap itu dari sesuatu yang tidak se(enis tanah (misalnya cat), maka tidak
boleh di(adikan sebagai alat tayammum. 7ecuali (ika tembok tersebut berdebu.
,. 3ika tidak memungkinkan tayammum di atas tanah, tembok atau apapun yang
berdebu, maka boleh meletakkan tangan di tempat atau di sapu tangan untuk tayammum.
9. Apabila seseorang bertayammum untuk shalat tertentu, dan tidak batal (masih
suci sampai $aktu shalat yang lain) maka tidak perlu bertayammum lagi untuk shalat
yang keduanya, karena dia masih suci dan tidak ada yang membatalkan tayamumnya.
/:.rang yang sakit di$a(ibkan untuk membersihkan badannya dari na(is. Apabila
tidak mampu (tidak mungkin), maka shalatlah apa adanya. Shalatnya tersebut sah dan
tidak perlu mengulanginya.
//.rang yang sakit di$a(ibkan shalat dengan pakaian yang suci. Apabila
pakaiannya terkena na(is, maka pakaian tersebut $a(ib dicuci atau diganti dengan pakaian
yang suci. !amun apabila tidak mampu, maka shalatlah apa adanya, shalatnya tersebut
sah dan tidak perlu mengulanginya.
/5.rang yang sakit di$a(ibkan shalat di atas tempat yang suci. Apabila tempatnya
terkena na(is, maka alas tempat shalat itu $a(ib dicuci atau diganti dengan tempat lain
atau dialas dengan sesuatu yang suci, namun apabila itu semuanya tidak memungkinkan,
maka ia shalat apa adanya (sesuai dengan kemampuan), shalatnya sah dan tidak harus
mengulang.
/6.rang yang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dari $aktunya hanya karena
tidak mampu bersuci. Ia harus melakukan bersuci sesuai dengan kemampuannya,
kemudian shalat pada $aktunya $alaupun pada badannya, tempatnya, atau pakainnya
terdapat na(is yang tidak mampu dihilangkan.
S5A:AT O6A78 yang SAK9T
/. rang yang sakit $a(ib menger(akan shalat %ardhu dengan berdiri, meskipun
dengan membungkuk atau bersandar pada dinding, atau tongkat.
5. Apabila orang yang sakit tidak mampu berdiri, maka shalatlah dengan duduk, dan
diutamakan duduk bersila di tempat berdiri dan ruku<.
6. Apabila tidak mampu duduk, maka shalatlah dengan berbaring miring dan
dengan menghadap kiblat, apabila tidak bisa menghadap kiblat, maka shalatlah dengan
menghadap kemana sa(a, dan shalatnya dinyatakan sah dan tidak perlu diulang.
8. Apabila tidak mampu shalat dengan berbaring miring. "aka shalatlah dengan
posisi terlentang dan kaki menghadap ke arah kiblat. 'an (ika tidak mampu
menghadapkan kaki ke arah kiblat, maka shalatlah sesuai dengan kemampuan, dan tidak
harus mengulang shalatnya.
0. rang yang sakit $a(ib melakukan ruku< dan su(ud dalam shalatnya. Apabila
tidak mampu, maka ia memberikan isyarat dengan kepala, dan men(adikan su(ud lebih
menunduk dari pada ruku<. Apabila hanya mampu rukuK tanpa su(ud, maka harus ruku<
dan menggunakan isyarat untuk su(ud. Apabila hanya mampu su(ud tanpa ruku<, maka ia
harus su(ud dan menggunakan isyarat untuk ruku<.
2. Apabila ia tidak mampu menggunakan isyarat dengan kepala dalam rukuK dan
su(udnya, maka lakukanlah isyarat dengan mata, meme(am sedikit untuk ruku< dan lebih
banyak untuk su(ud. Adapun isyarat dengan (ari sebagaimana yang diker(akan selama ini
oleh sebagian orang yang sakit, hal itu tidak benar, saya tidak menemukan dasarnya dari
Al =ur<an, sunnah maupun pendapat ulama.
+. Apabila ia tidak mampu memberi isyarat dengan kepala atau mata, maka
shalatnya dengan hati dan bagi seseorang yang dalam kondisi seperti ini yang terpenting
adalah niatnya.
,. rang yang sakit $a(ib melakukan shalat pada $aktunya serta menger(akan
seluruh ke$a(iban yang mampu dilakukannya. 3ika ada kesulitan dalam menger(akan
setiap shalat pada $aktunya maka boleh ia men(amak antara '>uhur dan Ashar, dan
antara "aghrib dan Isya<, baik (amak ta.dim (melakukan shalat Ashar pada $aktu shalat
'>uhur, atau Isya< pada $aktu shalat "aghrib), maupun (amak taKkhir (melakukan shalat
'>uhur pada $aktu shalat Ashar, atau "aghrib pada $aktu shalat Isya<) sesuai dengan
kemampuan yang ada, sedangkan shalat Subuh tidak boleh di(amak.
9. 'alam keadaan sa%arIper(alanan (untuk berobat ke negara lain), orang yang sakit
boleh meng.ashar shalat yang empat rakaKat, yakni menger(akan shalat '>uhur, Ashar,
dan Isya< dua rakaKat dua rakaKat sampai kepulangannya, baik per(alanannya itu untuk
$aktu yang lama maupun singkat.

You might also like