You are on page 1of 50

11

BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Konsep Dasar Keperawatan Gerontik
1. Definisi
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia
tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-
anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada
semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan
kroniologis tertentu. Lansia merupakan suatu proses alami yang
ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami
proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang
terakhir (Azizah, 2011).
Lanjut usia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut
dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress
lingkungan (Suruni & Utomo,2003).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi
didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang
12



berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak,
dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya
kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut
memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, pengelihatan
semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak
proporsional (Nugroho, 2006).
Lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang
menganggap bahwa orang telah tua jika menunjukan ciri fisik seperti
rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi. Dalam peran
masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran orang dewasa,
seperti pria yang tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi produktif, dan
untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah tangga. Kriteria simbolik
seseorang dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari garis
keturunan keluarganya (Atanley and Beare, 2007).
2. Batasan Lansia
WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia
kronologis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle
age) antara usia 45 sampai 59, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan
74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 90 tahun, dan usia sangat tua (Very
old) di atas 90 tahun. Sedangkan Nugroho (2000) menyimpulkan
pembagian umur berdasarkan pendapat beberapa ahli, bahwa yang
disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas.
13



Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan
menjadi usia dewasa muda (elderly adulthood), 18 atau 29 25 tahun,
usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25 60 tahun atau 65
tahun, lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang
dibagi lagi dengan 70 75 tahun (young old), 75 80 tahun (old), lebih
dari 80 (very old).
Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1965 Pasal 1 seseorang
dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah
bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan
menerima nafkah dari orang lain. Undang-Undang No. 13 Tahun 1998
tentang kesejahteraan lansia bahwa lansia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 tahun keatas (Azizah,2011).
3. Tipe-tipe Lanjut Usia
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah pengalaman menyesuaikan diri dengan
perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.

14




c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan
kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan
kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap
datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan
apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal pasif, mental, sosial dan ekonominya. Tipe ini antara lain :
tipe optimis, tipe konstruktif, tipe ketergantungan (dependent), tipe
defensif, tipe militan dan serius, tipe marah atau frustasi (the angry
man), tipe putus asa.
Penggolongan lanjut usia menurut Nugroho, 2000 dibagi dalam 2
golongan :
1. Serat Werdatama ( Mangun Negoro IV)
H.I Widyapratna mengutip serat werdatama yang menyebutkan :
a. Wong sepuh
15



Orang tua yang sepi hawa nafsu, menguasai ilmu dwi tunggal,
yakni mampu membedakan antara baik dan buruk, antara sejati
dan palsu serta antara gusti (Tuhan) dan kawalunya.
b. Tua sepah
Orang tua yang kosong, tidak tahu rasa, bicaranya muluk-muluk
tanpa isi, tingkah lakunya dibuat-buat dan berlebih-lebihan serta
memalukan.
2. Serat Kalatida (Ronggo Warsito).
a. Orang yang berbudi sentosa
Prang tua yang meskipun diridhoi Tuhan dengan rejeki, namun
tetap berusaha terus disertai ingat dan waspada.
b. Orang lemah
Orang tua yang berputus asa, sudah tua mau apa, sebaiknya hanya
menjauhkan diri dari keduniawian, supaya mendapat kasih sayang
Tuhan.
Tipe kepribadian lanjut usia menurut Kuntjoro 2002 sebagai berikut :
a) Tipe kepribadian konstruktif (construction personality)
Orang ini memiliki integritas baik, menikmati hidupnya, toleransi
tinggi dan fleksibel. Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami
gejolak, tentang dan mantap sampai sangat tua. Tipe kepribadian
ini biasanya dimulai dari masa mudanya. Lansia bisa menerima
fakta proses menua dan menghadapi kematian dengan penuh
kesiapan fisik dan mental.
16






b) Tipe kepribadian mandiri (independent personality)
Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power
syndrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan
kegiatan yang dapat memberi otonomi.
c) Tipe kepribadian tergantung (dependent personality)
Tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan
yang ditinggalkan akan menjadi sedih yang mendalam. Tipe ini
lansia senang mengalami pensiun, tidak punya inisiatif, pasif
masih tahu diri dan masih dapat diterima oleh masyarakat.
d) Tipe berkepribadian bermusuhan ( hostile personality)
Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa
tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang tidak
diperhitungkan sehingga menyebabkan kondisi ekonominya
menurun. Mereka menganggap orang lain yang menyebabkan
kegagalan, selalu mengeluh dan curiga. Menjadi tua tidak ada
yang dianggap baik, takut mati dan iri hati dengan yang muda.
e) Tipe kepribadian defensive
17



Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontrol,
bersifat kompulsif aktif. Mereka takut menjadi tua dan tidak
menyenangi masa pensiun.

f) Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality)
Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena
perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung
membuat susah dirinya. Selalu menyalahkan diri, tidak memiliki
ambisi dan merasa korban dari keadaan.
4. Mitos-Mitos Lansia
a. Kedamaian dan Ketenangan
Lanjut usia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya
di masa muda dan dewasanya, badai dan berbagai goncangan
kehidupan seakan-akan sudah berhasil dilewati.
Kenyataan :
1. Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan
serta penderitaan karena penyakit.
2. Depresi
3. Kekhawatiran
4. Paranoid
5. Masalah psikotik
b. mitos konservatismen dan kemunduran
pandangan bahwa lanjut usia pada umumnya :
18



1. konservatif
2. Tidak kreatif
3. Menolak inovasi
4. Berorientasi ke masa silam
5. Merindukan masa lalu
6. Kembali ke masa kanak-kanan
7. Susah berubah
8. Keras kepala
9. Cerewet
Kenyataannya : tidak semua lanjut usia bersikap dan berpikiran
demikian
c. Mitos berpenyakitan
Lanjut usia dipandang sebagai masa degenerasi biologis, yang
disertai oleh berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang
menyertai proses menua (lanjut usia merupakan masa berpenyakitan
dan kemunduran).
Kenyataan :
1. Memang proses penuaan disertai dengan menurunnya daya tahan
tubuh dan metabolisme, sehingga rawan terhadap penyakit.
2. Tetapi banyak penyakit yang masa sekarang dapat dikontrol dan
diobati.
d. Mitos senelitas
19



Lanjut usia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh
kerusakan bagian otak (banyak yang tetap sehat dan segar). Banyak
cara untuk menyusuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.


e. Mitos tidak jatuh cinta
Lanjut usia tidak lagi jatuh cinta dan gairah pada lawan jenis tidak
ada.
Kenyataan : perasaan cemas dan emosi setiap orang berubah
sepanjang masa. Perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi
lanjut usia.
f. Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa lanjut usia, hubungan seks itu menurun,
minat, dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang.
Kenyataan : menunjukan bahwa kehidupan seks pada lanjut usia
normal saja. Memang frekuensi hubungan seksual menurun, sejalan
dengan meningkatnya usia, tetapi masih tetap tinggi.
g. Mitos ketidakprodiktifan
Lanjut usia dipandang sebagai usia tidak produktif.
Kenyataan :
Tidak demikikian, banyak lanjut usia yang mencapai kematangan,
kemantapan dan produktivitas mental dan material.
5. Proses Menua
20



Ageing process (Proses menua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Darmojo 2004).
Menua bukanlah suatu penyakit btetapi merupakan proses
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada
berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia. Proses
menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa,
misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf,
dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit.
6. Teori-Teori Proses Menua
Teori penuan secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu
penuaan secara bilogi dan teori penuan psikososial.
a. Teori biologi
1) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dap-at membelah dalam jumlah
tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk
membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh
dan dibiakan di laboratorium, lalu di observasi, jumlah sel yang
akan membelah, akan terlihat sedikit.
2) Teori genetic Clock
21



Menrut teori ini menua telah di program secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Tiap sepesies mempunyai di dalam nuklei
(intiselnya) suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu
replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan akan
menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep
ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun
tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang
katastrofal. Konsep genetic Clock didukung oleh kenyataan bahwa
ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa sepesies
terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata. (misalnya
manusia: 116 tahun, beruang: 47 tahun, kucing 40 tahun, anjing: 27
tahun, dan sapi: 20 tahun).
3) Sintesis Protein (kolagen dan elastin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya
pada lansia. Proses hilangnya elastisitasnya ini dihubungkan
dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam
jaringan tersebut. Pada lansia beberapa protein (kolagen, kartilago
dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan
struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya
banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang
kehilangan fleksibelitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring
dengan bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan
dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya
22



dan cenderung berkerut juga terjadinya penurunan mobilitas dan
kecepatan pada sistem musculoskeletal.
4) Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel
didalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang
mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme
pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan mempertahankan diri
dari toksi tersebut membuat struktur membran sel mengalami
perubahan dari rigid serta terjadi kesalahan genetik.
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel
dalam berkomunikasi dengan lingkungannya dan juga mengontrol
proses pengambilan nutrien dengan proses ekresi zat toksi didalam
tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat
penting bagi proses diatas, dipengaruhi oleh rigiditas membrane
tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya
penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah
sel anak di semua jaringan dan organ berkurang hal ini akan
menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh.
5) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran karena
masa penuaan. Walaupun demikian kemunduran kemampuan
sistem yang terdiri dari sistem limpatik dan khususnya sel darah
23



putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses
penuaan.
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi,
dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh
mengenali dirinya sendiri ( self recognition). Jika mutasi sel mati
menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel,
maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai se
lasing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi
dasar terjadinya autoimun.
6) Mutasi Somatik
Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia
dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindarinya terkena
radiasi atau tercemarnya zat kimia yang bersifat karsiogenik dan
toksi dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya
mutasi yang progresif pada DNA sel somatik akan menyebabkan
terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
Mekanisme pengontrolan genetik dalam tingkat subseluler dan
molekular yang bisa disebut juga hipotesis error catastrophe
menurut hipotesis tersebut menua disebabkan oleh kesalahan-
kesalahan yang beruntun. Sepanjang kehidupan setelah
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan
dalam proses transkripsi (DNA RNA) maupun dalam proses
24



tranlasi (RNA protein/enzim) kesalahan tersebut akan
menyebabkan terbentuknya enzim yang salah kesalahan tersebut
dalam berkembang secara eksponensial dan akan menyebabkan
terjadinya reaksi metabolisme yang salah sehingga akan
mengurangi fungsional sel. apalagi jika terjadi pula kesalahan
dalam proses tranlasi (pembuatan protein), maka terjadi kesalahan
yang makin banyak maka terjadilah katastrop.
7) Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay et all (1935) yang dikutip Darmojo dan
Martono (2004), pengurangan intake kalori pada rodentia muda
akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur.
Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain
disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses
metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang
merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon
pertumbuhan. Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi
lebih banyak bergerak mungkin dapat juga meningkatkan umur
panjang.
8) Kerusakan Akibat Radikal Bebas
Radikal bebas (RB) dapat terbentuk dialam bebas, dan di
dalam tubuh di fagosit (pecah), dan sebagai produk sampingan di
dalam rantai pernafasan di dalam mitokondria. Untuk organisasi
aerobic radikal bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi
25



(aerob) di dalam mitokondria. Karena 90% oksigen yang ambil
tubuh termasuk di dalam mitokondria.



b. Teori Psikologis
1) Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara
keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun
dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan
bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan
ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup)
dilanjutkan pada cara hidup dari usia lanjut. Mempertahankan
hubungan antara sistem social dan individu agar tetap stabil dari
usia pertengahan ke lanjut usia (Nugroho,2006).
2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut
usia. Identitas pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam
memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan
masalah di masyarakat, keluarga dan hubungan interpersonal. Pada
teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimilikinya (Kuntjoro,2002).
26



3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan
kemunduran individu dengan inividu lainnya. Teori ini menyatakan
bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi
pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik
diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss),
yakni :
a. Kehilangan peran (loss of rule)
b. Hambatan kontak sosial(restriction of contacts and
relationships)
c. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to sosialmores
and values)
7. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan
secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada
diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan,
sosial, dan seksual.
a) Perubahan Fisik
1. Sistem Indra
Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat kaitannya
dengan presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku. Otot
27



penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya
akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang.
Sistem pendengaran : presbiakusis (gangguan pada
pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya)
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara
atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti
kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas 60 Tahun.
Sistem integument : pada lansia kulit mengalami atrofi,
kendur, tidak elastic kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan
cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit
disebabkan atrofi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul
pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan
antara lain angin dan matahari, terutama sinar violet.
2. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai
berikut :
a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai
pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentang yang
tidak teratur.
28



b) Kartilago, jaringan kartilago pada persendian lunak dan
mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi
rata.
c) Otot, perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan
jaringan pengubung dan jaringan lemak pada otot
mengakibatkan efek negatif.
d) Sendi, pada lansia jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligament dan fasia mengalami penurunan elastisitas.
3. Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
a) Sistem kardiovaskuler
Masa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami
hipertropi dan kemampuan peregangan jantung berkurang
karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan
lipofusin dan klasifikasi SA node dan jaringan konduksi
berubah menjadi jaringan ikat.
b) Sistem Respirasi
Sistem penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru
bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang paru, udara
yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,
kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernafasan
terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.
29



4. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti
penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata.
Kehilangan gigi penyebab utama adala periodontal disease yang
bisa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi
kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk. Pada usia lanjut,
obat-obatan di metabolisme dalam jumlah yang sedikit. Pada
lansia perlu diketahui kecenderungan terjadinya peningkatan efek
samping, over dosis, dan reaksi yang merugikan dari obat. Oleh
karena itu, meski tidak seperti biasanya, dosis obat yang diberikan
kepada lansia lebih kecil dari dewasa.
5. Sistem Perkemihan
Berbeda dengan sistem pencernaan, pada sistem
perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi
yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, eksresi, dan
reabsorpsi oleh ginjal. Hal ini akan memberikan efek dalam
pemberian obat pada lansia. Mereka kehilangan kemampuan untuk
mengeksresi obat atau produk metabolisme obat. Pola berkemih
tidak normal, seperti banyak berkemih di malam hari, sehingga
mengharuskan mereka pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini
menunjukan bahwa inkontinensia urin meningkat.
6. Sistem Saraf
30



Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan
atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan presepsi sensori dan
respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor
proprioseptif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia
mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan
tersebut mengakibatkan penurunan fungsi kognitif. Koordinasi
keseimbangan seperti kekuatan otot, reflek, perubahan postur dan
peningkatan waktu reaksi. Hal ini dapat di cegah dengan
pemberian latihan koordinasi dan keseimbangan serta latihan
untuk menjaga mobilitas dan postur.
7. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atrofi payudara. Pada laki-
laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun
adanya penurunan secara beransur-ansur. Dorongan seksual
menetap sampai usai di atas 70 tahun (asal kondisi kesehatan
baik), yaitu dengan kehidupan seksual dapat diupayakan sampai
masa lanjut usia. Selaput lendir vagina menurun, permukaan
menjadi halus, sekresi menjadi berkurang dan reaksi sifatnya
menjadi alkali (Watson, 2003).
b) Perubahan Kognitif
31



1. Memory (Daya ingat, ingatan)
Daya ingat adalah kemampuan untuk menerima,
mencamkan, menyimpan dan menghadirkan kembali
rangsangan/peristiwa yang pernah dialami seseorang.
2. IQ (Inteliegent Quocient)
Lansia tidak mengalami perubahan dengan informasi
matematika (analisi,linier, sekuensial) dan perkataan verbal, tetapi
persepsi dan daya membayangkan (fantasi) menurun.
3. Kemampuan Belajar
Lanjut usia yang sehat dan tidak mengalami dimensia
masih memiliki kemampuan belajar baik, bahkan di Negara
industri maju didirikan University of the third age (Darmoko &
Martono, 2004)
4. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada
lansia mengalami penurunan.
5. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Hambatan pada lanjut usia dapat berasal dari penurunan
daya ingat, pemahaman dan lain-lain, yang berakibat bahwa
pemecahan masalah menjadi lebih lama.
6. Pengambilan Keputusan (Decission Making)
Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat atau
seolah-olah terjadi penundaan, oleh karena itu, mereka
32



membutuhkan petugas atau pendamping yang dengan sabar sering
mengingatkan mereka.
7. Kebijaksanaan (Wisdom)
Bijaksana adalah aspek kepribadian (personality) dan
kombinasi dari aspek kognitif.
8. Kinerja (Performance)
Pada lanjut usia memang akan terlihat penuunan kinerja
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan performance
membutuhkan kecepatan dan waktu mengalami penurunan
(Lumbantobing, 2006).
9. Motivasi
Motivasi adalah fenomena kejiwaan yang mendorong
seseorang untuk bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang
diinginkan atau yang dituntut oleh lingkungannya.
c) Perubahan Spiritual
Spiritualitas pada lansia bersifat universal, intrinsikdan merupakan
proses individual yang berkembang sepanjang rentang kehidupan.
Karena aliran siklus kehilangan terdapat pada kehidupan lansia,
keseimbangan hidup tersebut dipertahankan sebagian oleh efek positif
harapan dari kehilangan tersebut. Lansia yang telah mempelajari cara
mengahadapi perubahan hidup melalui mekanisme keimanan
akhirnya dihadapkan pada tantangan akhir yaitu kematian (Nugroho,
2000).
33



d) Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial yang dialaminya oleh lansia anatara lain :
1. Pensiun
2. Perubahan aspek kepribadian
3. Perubahan dalam peran sosialdimayarakat
4. Perubahan minat


B. Konsep Dasar Penyakit Atritis rematoid
1. Definisi
Atritis rheumatoid merupakan penyakit auto imun dari jaringan
ikat, terutama sinovia dan kausanya multi faktor.
Rheumatoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik
kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan
tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh.(Hidayat, 2006).
Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ
tubuh. (Arif Mansjour. 2005).
Penyakit dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo,
tetapi paling sering di tangan. Kecuali sendi tangan atritis rheumatoid
dapat menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Bila
penyakit ini ditemukan di sarung tendo, bursa, dan lokasi lain di jaringan
34



ikat, dan bukan di sendi penyakit disebut inflamasi rheumatoid
ekstraartikuler. Kelainan ini agak jarang ditemukan
Biasanya penyakit ini timbul secara simetrik. Pada 30% penderita
terlihat nodul subkutan. Nodul ini sering terdapat di ekstermitas atas dan
tampak sebagai vaskultis rheumatoid yang merupakan manifestasi
ekstraartikuler.
2. Penyebab
Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui,
tetapi beberapa hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-
faktor :
1. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC
dan faktor Reumatoid
2. Gangguan Metabolisme
3. Genetik
4. Faktor lain: nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)
Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara
pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-
antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung
& Raenah, 2008).
Adapun Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya
artritis reumatoid adalah;
a.Jenis Kelamin.
Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki.
Perbandingannya adalah 2-3:1.
b. Umur.
Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60
tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-
anak (artritis reumatoid juvenil)

35



c.Riwayat Keluarga.
Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis
Reumatoid maka anda kemungkinan besar akan terkena juga.
d.Merokok.
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.
3. Patofisiologi
Pada arthritis rheumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada
jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam
sendi. Enzim-enzim tersebut akan mencegah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membrane sinovial, dan akhirnya membentuk panus.
Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang,
akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak
sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami
perubahan generatif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan
kontraksi otot.
4. Manifestasi Klinis
Ada beberapa manifestasi klinis yang lazim ditemukan pada klien
rheumatoid arthritis. Manifestasi ini tidak harus timbul sekaligus pada
saat yang bersamaan. Oleh karenanya penyakit ini memiliki manifestasi
klinis yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat bdan
menurun atau demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
b. Poliarthritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi
di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs
distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
36



c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat
generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan sendi pada osteortritis, yang biasanya hanya
berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.
d. Artitis erosive, merupakan cirri khas rheumatoid arthritis pada
gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan
erosi di tepi tulang dan dapat dilihat pada radiogram.
e. Deformitas adalah kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi
dengan perjalanan penyakit. Dapat terjadi pergeseran ulnar atau deviasi
jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere, dan
leher angsa merupakan beberapa deformitas tangan yang sering
dijumpai pada klien. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput
metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi
yang besar juga dapat terserang dan akan mengalami pengurangan
kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
f. Nodula-nodula rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan
pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita reumatodi arthritis.
Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon
(sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan,
walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-
tempat lainnya. Adapun nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu
petunjuk penyakit yang aktif dan lebih berat.
37



g. Manifestasi ekstra-artikular : heumatoid arthritis juga dapat menyerang
organ-organ lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru
(pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes serologi
Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan
leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita.
b. Sinar X dari sendi yang sakit
menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan
osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang
menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
c. Scan radionuklida
mengidentifikasi peradangan sinovium
d. Artroskopi Langsung
Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi
tulang pada sendi
e. Aspirasi cairan sinovial
mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal:
buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-
produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan
viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
f. Biopsi membran sinovial
menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
6. Penatalakasanaan Atritis rheumatoid
Tujuan utama terapi adalah:
a. Meringankan rasa nyeri dan peradangan
b. memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal
penderita.
c. Mencegah atau memperbaiki deformitas
38



Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang
merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1).Istirahat
2). Latihan fisik
3). Panas
4).Pengobatan
Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar
salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
Natrium meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap
terapikolin dan asetamenofen obat
Obat mengatasianti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis
200 600 mg/hari keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga
menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan.
5). Nutrisi
diet untuk penurunan berat badan yang berlebih
Bila Reumatoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi,
pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki
fungsi.
Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:
a). Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk
mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali
inflamasi.
b). Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
c). Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan
tangan.
d). Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada
persendian.




39



C. Konsep Dasar Proses Keperawatan
Asuhan keperawatan lanjut usia (gerontik) merupakan kegiatan yang
dimaksudkan untuk memberikan bantuan atau bimbingan serta
pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara
individu, kelompok, seperti di rumah atau lingkungan keluarga, Panti
Werda maupun Puskesmas, yang diberikan oleh perawat (Nugroho, 2008).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama pada proses keperawatan,
meliputi pengumpulan data, analisis data, dan menghasilkan diagnosis
keperawatan.
Pengkajian meliputi aspek :
a. Wawancara
1) Pandangan lanjut usia tentang kesehatannya.
2) Kegiatan yang mampu dilakukan diri sendiri.
3) Kebiasaan lanjut usia merawat diri.
4) kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan
pendengaran.
5) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, buang air besar/kecil.
6) Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lansia.
7) Perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.
8) Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan
kebiasaan dalam minum obat.
9) Masalah seksual yang dirasakan.
40



Pada pemeriksaan riwayat kesehatan pada pasien dengan
rheumatoid arthritis biasanya di dapat klien mengeluh nyeri
pada persendian sehingga menggangu klien untuk memenuhi
aktivitasnya sehari-hari.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi untuk mengetahui perubahan fungsi sistem
tubuh.
2) Pendekatan yang digunakan dalam pemeriksaan fisik adalah
head to toe dan sistem tubuh.
Pada lansia yang mengalami riwayat penyakit rheumatoid
arthritis biasanya di dapat data sebagai berikut :
a) Aktivitas/Istirahat
Gejala : nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk
dengan stress pada sendi : kekakuan pada pagi hari, keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak : atrofi otot, kulit :
kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot.
b) Kardiovaskuler
Gejala : fenomena raynaud jari tangan/kaki, missal pucat
intermitten, sianotik, kemudian kemerahan pada jari sebelum
warna kembali normal.
c) Integritas Ego
41



Gejala : Faktor-faktor stress akut atau kronis, misalnya
finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan
Keputusan dan ketidak berdayaan. Ancaman pada konsep diri,
citra tubuh, identitas pribadi misalnya ketergantungan pada
orang lain, dan perubahan bentuk anggota tubuh.
d) Makanan Atau Cairan
Gejala : ketidak mampuan untuk menghasilkan/mengkonsumsi
makanan/cairan adekuat ; mual, anoreksia, kesulitan untuk
mengunyah.
Tanda : penurunan berat badan, dan membran mukosa kering.
e) Hygiene
Gejala : berbagai untuk melaksanakan aktivitas pribadi,
ketergangtungan pada orang lain.
f) Neurosensori
Gejala : kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi
pada jari tangan.
Tanda : pembengkakan sendi simetris.


g) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai
pembengkakan jaringan lunak pada sendi). Terasa nyeri kronis
dan kekakuan (terutama pada pagi hari).
42



h) Keamanan
Gejala : kesulitan dalam menangani tuga/pemeliharaan rumah
tangga, kekeringan pada mata, dan membrane mukosa.
i) Interaksi Sosial
Gejala : kerusakan interaksi dan keluarga/orang lain :
perubahan peran :isolasi (Doengoes E. marilin,2002).
c. Psikologis
1) Apakah mengenal masalah utamanya
2) Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan
3) Apakah dirinya merasa dibutuhkan atau tidak
4) Apakah memandang kehidupan secara optimis
5) Bagaimana mengatasi stress yang dialami.
6) Apakah harapan pada saat ini dan yang akan dating
d. Sosial
1) Apa saja kegiatan lanjut usia ketika waktu senggang
2) Dengan siapa ia tinggal
3) Bagaimana lanjut usia terhadap lingkungannya
4) Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di
luar rumah
e. Spiritual
1) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan
keyakinan agama
43



2) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam
kegiatan agama
3) Apakah lanjut usia terlihat sabar dan tawakal.
f. Pengkajian Dasar Pada Lansia
Pengkajian pada lansia harus dilakukan terhadap fungsi semua
sistem, status gizi dan aspek psikososialnya (Wahyudi
Nugroho,2008) yaitu :
1) Temperature atau suhu
a) Mungkin hipotermi
b) Lebih teliti diperiksa di sublingual
2) Denyut nadi
a) Kecepatan, irama, volume
b) Apical, radial
3) Respirasi
a) Kecepatan, irama, kedalaman
b) Pernapasan tidak teratur
4) Tekanan darah
a) Saat baring, duduk, berdiri
b) Hipotensi akibat posisi tubuh
5) Berat badan mungkin menurun pada beberapa tahun terakhir
6) Tingkat orientasi
7) Memori
8) Pola tidur
44



9) Penyesuaian psikososial
g. Pemeriksaan system persyarafan
1) Kesimetrisan raut wajah
2) Tingkat kesadaran
3) Mata : pergerakan, kejelasan melihat, dan adanya katarak atau
tidak
4) Pupil : kesamaan, dilatasi
5) Gangguan sensori
6) Ketajaman pendengaran
7) Adanya rasa sakit atau nyeri
h. System kardiovaskuler
1) Sirkulasi perifer, warna, kehangatan
2) Auskultasi nadi apical
3) Periksa adanya pembengkakan vena jugularis
4) Pusing
5) Sakit/nyeri
6) Edema
i. System gastrointestinal
1) Status gizi
2) Asupan diet
3) Anoreksia, tidak dapat menverna, mual, muntah
4) Fungsi mengunyah dan menelan
5) Keadaan gigi, rongga mulut
45



6) Auskultasi bising usus
7) Palpasi apakah perut kembung
8) Periksa apakah ada konstipasi atau tidak, adanya diare
j. System genitourinaria
1) Urine (warna dan bau)
2) Distensi kandung kemih, inkontinensia
3) Frekuensi, tekanan atau desakan
4) Pemasukan dan pengeluaran cairan
5) Disuria
k. System kulit
1) Periksa turgor kulit
2) Perubahan pigmen kulit
3) Keadaan kuku
4) Kadaan rambut
l. System musculoskeletal
1) Periksa adanya kontraktur
2) Atrofi
3) Tendon mengecil
4) Ketidakadekuatan gerakan sendi
5) Tingkat mobilitasi
6) Gerakan sendi
7) Paralisis
8) Kifosis
46



9) Osteoporosis
m. Pemeriksaan fungsional
1) Katz indeks
Tabel 2.1
PEMERIKSAAN KATZ INDEKS
No Kegiatan Mandiri Bantuan
Sebagian
Bantuan
Penuh
1 Mandi
2 Berpakaian
3 Pergi ke toilet
4 Berpindah (berjalan)
5 BAB dan BAK
6 Makan

Termasuk/kategori manakah klien ?
a) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB,BAK),
menggunakan pakaian, pergi ketoilet, berpindah, dan
mandi.
b) Mandiri semuanya kecuali salah satu saja dari fungsi
diatas.
c) Mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain.
d) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi yang
lain.
e) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah
dan satu fungsi yang lain
f) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah
dan satu fungsi yang lain.
47



g) Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
Keterangan : mandiri berarti tanpa pengawasan,
pengarahan atau bantuan aktif dari orang lain. Lansia yang
menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu.

2) Modifikasi dari Barthel Indeks
Termasuk yang manakah klien ?
Tabel 2.2
PEMERIKSAAN BARTHEL INDEKS
No Kriteria
Dengan
Bantuan
Mandiri Keterangan
1 Makan 5 10 Frekuensi :
Jumlah :
Jenis :
2 Minum 5 10 Frekuensi :
Jumlah :
Jenis :
3 Berpindah dari kursi roda
ketempat tidur,
sebaliknya
5-10 15
4 Personal toilet (cuci
muka, menyisir rambut,
gosok gigi)
0 5 Frekuensi :
5 Keluar masuk toilet
(mencuci pakaian,
menyeka tubuh,
menyiram)
5 10
6 Mandi 5 15 Frekuensi :
7 Jalan di permukaan datar 0 5
8 Naik turun tangga 5 5
9 Mengenakan pakaian 5 10
10 Kontrol BAB 5 10 Frekwensi :
Konsistensi :
11 Kontrol BAK 5 5 Frekwensi :
Warna :
48



12 Olahraga/latihan 5 10 Frekwensi :
Jenis :
13 Rekreasi/pemanfaatan 5 10 Frekwensi :
Interprestasi
Skor : Mandiri
Skor 65-125 : Ketergantungan sebagian
Skor 60 : ketergantungan total

3) Pengkajian Status Mental
Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan
menggunakan Short Portable Mental Status Questioner
(SPSMQ)
Induksi : ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat
semua jawaban. Catat jumlah kesalahan total berdasarkan 10
pertanyaan.
Tabel 2.3
PENGKAJIAN STATUS MENTAL
SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONER (SPSMQ)
Benar Salah No Pertanyaan
01 Tanggal berapa hari ini ?
02 Hari apa sekarang ?
03 Apa nama tempat ini ?
04 Dimana alamat anda ?
05 Berapa umur anda ?
06 Kapan anda lahir ? (minimal tahiun lahir)
07 Siapa presiden Indonesia sekarang ?
08 Siapa presiden Indonesia sebelumnnya ?
09 Siapa nama ibu anda ?
10 Kurangi 3 dari 20 tetap pengurangan
samapai 3 x turunan
= =
49



Score total :
Interprestasi hasil :
Salah 0-3 : Fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : keruksakan intelektual ringan
Salah 6-8 : keruksakan intelektual sedang
Salah 9-10 : keruksakan intelektual berat
Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan
menggunakan MMSE ( Mini Mental Status Exam)
Tabel 2.4
PENGKAJIAN ASPEK KOGNITIF DARI FUNGSI MENTAL
DENGAN MENGGUNAKAN ASPEK MMSE (MINI
MENTAL STATUS EXAM)
No Aspek Kognitif
Nilai
Maksimal
Nilai
Klien
Kriteria
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan
benar:
Tahun
Musim
Tanggal
Hari
Bulan
Orientasi 5 Dimana kita sekarang
berada:
Negara Indonesia
Propinsi Jawa Barat
Kota
PSTW/desa/kampun..
Wisma/alamat
2 Registrasi 3 Sebutkan nama 3 obyek
(oleh pemeriksa) 1 detik
untuk mengatakan
masing-masing obyek.
Kemudian tanyakan
50



kepada klien ketiga
obyek tadi. (untuk
disebutkan) :
Obyek
Obyek
Obyek ..
3 Perhatian dan
Kalkulasi
5 Minta klien untuk
memulai dari angka 100
kemudian dikurangi 7
sampai 5 kali/tingkat.
93, 86, 79, 72, 65
4 Mengingat 3 Minta klien untuk
mengulangi ketiga
obyek pada No.2
(registrasi) tadi. Bila
benar, 1 point untuk
masing-masing obyek.
5 Bahasa 9 Tunjukan pada klien
suatu benda dan
tanyakan namanya pada
klien
(missal jam tangan)
(missal pensil)
Minta klien untuk
mengulang kata berikut
: tak ada jika, dan,atau
tetapi. Bila benar nilai
satu point.
Pernyataan benar 2
buah : tak ada, tetapi
Minta klien untuk
mengikuti perintah
berikut yang terdiri dari
3 langkah : Ambil
kertas di tangan anda,
lipat dua dan taruh di
lantai.
Ambil kertas di
tangan anda
Lipat dua
Taruh di lantai
Perintahkan pada klien
untuk hal berikut (bila
aktifitas sesuai perintah
nilai 1 point)
Tutup mata anda
51



Perintahkan pada klien
untuk menulis satu
kalimat dan menyalin
gambar
Tulis datu kalimat
Menyalin gambar
Nilai
Interprestasi Hasil :
>23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan
<17 : Kerusakan aspek fungsi mental berat
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul Pada Lansia
Dengan Rhematoid Arthtritis
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan
akibat akumulasi cairan/proses inlamasi, destruksi jaringan,
ditandai dengan :
DS : keluhan nyeri/ketidaknyamanan, kelelahan
DO : klien berfokus pada diri sendiri, perilaku distraksi,
perilaku yang bersifat berhati-hati.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
skeletal, nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap
aktivitas atau penurunan kekuatan otot, ditandai dengan :
DS : keengganan untuk bergerak/ketidakmampuan untuk
dengan sengaja bergerak dalam lingkungan fisik.
DO : membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan
koordinasi, penurunan kekuatan otot.
52



c. Potensial cedera fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan sendi, ditandai dengan :
DS : biasanya klien mengatakan sulit untuk menggerakan
anggota badannya yang sakit.
DO : adanya bengkak, adanya nyeri.
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan serusakan
musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat
bergerak atau depresi, ditandai dengan :
DS : biasanya klien tampak mudah lelah
DO : adanya nyeri, daya tahan tubuh berkurang
e. Resiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan
rumah berhubungan dengan proses penyakut degenerative
jangka panjang, system pendukung tidak adekuat, ditandai
dengan :
DS : biasanya klien tampak mudah lelah
DO : adanya nyeri, daya tahan tubuh berkurang, kurang
termotivasi untuk membersihkan ruangan
f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan
kurangnya mengingat, kesalahan interpretasi informasi,
ditandai dengan :
DS : klien menanyakan informasi tentang penyakit yang
diderita
DO : pengetahuan kurang, dan banyak bertanya
53



3. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan
akibat akumulasi cairan/proses inlamasi, destruksi jaringan,
ditandai dengan :
DS : keluhan nyeri/ketidaknyamanan, kelelahan
DO : klien berfokus pada diri sendiri, perilaku distraksi,
perilaku yang bersifat berhati-hati.
Tujuan :
Klien dapat menunjukan rasa nyeri hilang atau terkontrol.
Kriteria hasil :
1) Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi
dalam aktivitas sesuai kemampuan.
2) Melaporkan rasa nyeri pada tingkat dapat diatasi
Tabel 2.5
Rencana Tindakan Keperawatan 1
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji keluhan nyeri, skala
nyeri, serta catat lokasi dan
intensitas, factor-faktor yang
mempercepat, dan respons
rasa sakit nonverbal
2. Berikan klien mengambil
posisi yang nyaman waktu
tidur atau duduk di kursi.
Tingkatkan istirahat di tempat
tidur sesuai indikasi.
3. Anjurkan klien untuk mandi
air hangat. Sediakan waslap
hangat untuk kompres sendi
yang sakit. Pantau suhu air

1. Membantu dalam
menentukan kebutuhan
manajemen nyeri dan
efektivitas program.

2. Pada penyakit yang
berat/eksaserbasi, tirah
baring mungkin
diperlukan untuk
membatasi nyeri/cedera.
3. Meningkatkan relaksasi
oto dan mobilitas,
menurunkan rasa sakit,
dan menghilangkan
54



kompres, air mandi, dan
sebaginya.


4. Berikan masase yang lembut
5. Dorong penggunaan teknik
manajemen stress, missal
relaksasi progresif, pedoman
imajinasi, hypnosis diri dan
pengendalian nafas.
6. Berikan obat sebelum
dilakukan aktivitas/latihan
yang direncanakan sesuai
petunjuk.
kekakuan pada pagi hari.
Sensitivitas pada panas
dapat dihilangkan dan luka
dermal dapat disembuhkan
4. Meningkatkan relaksasi.
5. Meningkatkan relaksasi,
memberikan rasa control
nyeri, dan dapat
meningkatkan kemampuan
koping.
6. Meningkatkan relaksasi,
mengurangi tegangan otot/
spasme, memudahkan
untuk ikut serta dalam
terapi.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
skeletal, nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap
aktivitas atau penurunan kekuatan otot, ditandai dengan :
DS : keengganan untuk bergerak/ketidakmampuan untuk
dengan sengaja bergerak dalam lingkungan fisik.
DO : membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan
koordinasi, penurunan kekuatan otot.
Tujuan :
Gangguan mobilitasi dapat teratasi
Kriteria hasil :
1) Klien mampu mempertahankan fungsi posisi
2) Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan tubuh
3) Klien mampu mendemonstrasikan teknik yang
memungkinkan melakukan aktivitas.

55



Tabel 2.6
Rencana Tindakan Keperawatan 2
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Evaluasi/lanjutkan
pemantauan tingkat
inflamasi/rasa sakit pada
sendi.

2. Pertahankan istirahat tirah
baring/duduk jika diperlukan.
Buat jadwal aktivitas yang
sesuai dengan toleransi untuk
memberikan periode istirahat
yang terus menerus dan tidur
malam hari yang tidak
terganggu.
3. Bantu rentang gerak
aktif/pasif

4. Gunakan bantal kecil/tpis di
bawah leher
5. Konsultasi dengan ahli terapi
fisik dan spesialis vokasional

1. Tingkatkan
aktivitas/latihan
tergantung dari
perkembangan resolusi
proses inflamasi
2. Istirahat sistemik
dianjurkan selama
eksaserbasi akut dan
seluruh fase penyakit yang
penting, untuk mencegah
kelelahan, dan
mempertahankan
kekuatan.
3. Menghilangkan tekanan
pada jaringan dan
meningkatkan sirkulasi
4. Mencegah fleksi leher

5. Berguna dalam
memformulasikan
program latihan/aktivitas
yang berdasarkan pada
kebutuhan individual dan
dalam mengidentifikasi
alat/bantuan mobilitas.

c. Potensial cedera fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan sendi, ditandai dengan :
DS : biasanya klien mengatakan sulit untuk menggerakan
anggota badannya yang sakit.
DO : adanya bengkak, adanya nyeri.
Tujuan : tidak terjadi cedera fisik
Kriteria hasil :
56



Klien dapat bergerak secara aman
Dapat memodifikasikan lingkungan yang aman bagi lansia
Tabel 2.7
Rencana Tnidakan Keperawatan 3
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Biarkan lanjut usia
menggunakan alat bantu
untuk keselamatan
2. Latih lanjut usia untuk pindah
dari tempat tidur ke kursi
3. Bantu klien ke kamar mandi
4. Upayakan lantai tidak licin


Untuk mengurangi resiko
terjatuh pada lanjut usia

d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan serusakan
musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat
bergerak atau depresi, ditandai dengan :
DS : biasanya klien tampak mudah lelah
DO : adanya nyeri, daya tahan tubuh berkurang
Tujuan :
Klien tampak bersih
Kriteria hasil
Klien selalu membersihkan diri





57



Tabel 2.8
Rencana Tindakan Keperawatan 4
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Diskusikan dengan klien
tingkat fungsional umum
sebelum
timbulnya/eksaserbasi
penyakit dan risiko perubahan
yang diantisipasinya.
2. Pertahankan mobilitas,
control terhadap nyeri, dan
program latihan
3. Kaji hambatan klien dalam
partisipasi perawatan diri.

1. Klien mungkin dapat
melanjutkan aktivitas
umum dengan melakukan
adaptasi yang diperlukan
pada keterbatasan saat ini.

2. Mendukung kemandirian
fisik/emosional klien

3. Menyiapkan klien untuk
meningkatkan harga diri.

e. Resiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan
rumah berhubungan dengan proses penyakut degenerative
jangka panjang, system pendukung tidak adekuat, ditandai
dengan :
DS : biasanya klien tampak mudah lelah
DO : adanya nyeri, daya tahan tubuh berkurang, kurang
termotivasi untuk membersihkan ruangan
Tujuan :
Klien dapat membersihkan ruangan
Kriteria hasil :
Klien dapat membersihkan ruangan secara mandiri
Klien tampak termotivasi dalam pembersihan ruangan


58



Tabel 2.9
Rencana Tindakan Keperawatan 5
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji tingkat fungsional fisik

2. Evaluasi lingkungan sekitar
untuk mengkaji kemampuan
klien dalam melakukan
perawatan diri sendiri
3. Identifikasi perlatan yang
mendukung

1. Mengidentifikasi tingkat
bantuan yang diperlukan
2. Menetukan kemungkinan
susunan yang ada bagi
kebutuhan klien

3. Menjamin bahwa
kebutuhan klien akan
dipenuhi secara terus
menerus


f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan
kurangnya mengingat, kesalahan interpretasi informasi,
ditandai dengan :
DS : klien menanyakan informasi tentang penyakit yang
diderita
DO : pengetahuan kurang, dan banyak bertanya
Tujuan :
Setelah diberikan pendidikan kesehatan kemampuan klien
bertambah
Kriteria hasil :
Klien mengerti tentang penyakit yang dideritanya



59



Tabel 2.10
Rencana Tindakan Keperawatan 6
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji kemampuan klien
terhadap penyakit

2. Tinjau proses penyakit,
prognosis, dan harapan masa
depan
3. Berikan informasi mengenai
alat bantu

1. Untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman klien terhadap
penyakitnya
2. Memberikan pengetahuan
dimana klien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi
3. Mengurangi paksaan untuk
menggunakan sendi dan
memungkinkan individu untuk
ikut serta secara lebih nyaman
dalam aktivitas.

7. Pelaksanaan
Tahap dimana perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai
dengan intervensi / perencanaan yang telah ditentukan. Tahap ini
merupakan pelaksanaan dari semua rencana tindakan keperawatan yang
telah ditentukan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Pada tahap ini melibatkan
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya yang bertanggung jawab terhadap
perawatan klien. Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan (Nursalam, 2009).

8. Evaluasi
Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil dengan standar untuk
pengambilan keputusan yang tepat sehingga dapat diketahui sejauh mana
60



tujuan tercapai. Evaluasi dilakukan secara terus menerus pada respon
klien pada tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat
dibagi menjadi dua : evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau somatif dilakukan dalam
respon klien ada tujuan khusus umum.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP,
sebagai pola fikir :
S : ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif
oleh klien saat diberikan tindakan keperawatan
O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi dengan menggunakan
pengamatan objektif
A : analisa perawat setelah mengetahui respons subjektif dan
objektif
P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisa

You might also like