You are on page 1of 2

Jenis vaksin dan Penyimpanannya.

Vaksin adalah senyawa antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif dan
meningkatkan imunitas tubuh terhadap suatu penyakit sehingga tubuh dapat segera membuat
antibodi yang di kemudian hari dapat mencegah atau kebal dari penyakit tersebut.
Terkait dengan penyimpanan vaksin, aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa
vaksin harus didinginkan pada temperature 2-8 C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin
(DPT, Hib, Hepatitis B dan Hepatitis A) akan tidak aktif bila beku. Vaksin yang disimpan
dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar
penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan.
Penyimpanan vaksin membutuhkan suatu perhatian khusus karena vaksin merupakan sediaan
biologis yang rentan terhadap perubahan temperatur lingkungan. Pada setiap tahapan rantai
dingin maka transportasi vaksin dilakukan pada temperature 0
o
C sampai 8C. Vaksin polio
boleh mencair dan membeku tanpa membahayakan potensi vaksin. Vaksin DPT, DT, dT,
hepatitis-B dan Hib akan rusak bila membeku pada temperature 0 (vaksin hepatitis-B akan
membeku sekitar -0,5C).
Sarana penyimpanan vaksin di setiap tingkat administrasi berbeda. Di tingkat pusat, sarana
penyimpan vaksin adalah kamar dingin/cold room. Ruangan ini seluruh dindingnya diisolasi
untuk menghindarkan panas masuk ke dalam ruangan. Ada 2 kamar dingin yaitu dengan suhu
+2
o
C sampai +8
o
C dan suhu -20
o
C sampai -25
o
C. Sarana ini dilengkapi dengan generator
cadangan untuk mengatasi putusnya aliran listrik. Di tingkat provinsi vaksin disimpan pada
kamar dingin dengan suhu -20
o
C sampai -25
o
C, di tingkat kabupaten sarana penyimpanan
vaksin menggunakan lemari es dan freezer.
Dasar yang menjadi pertimbangan dalam memilih cold chain antara lain meliputi jumlah
sasaran, volume vaksin yang akan dimuat, sumber energi yang ada, sifat, fungsi serta
stabilitas suhu sarana penyimpanan, suku cadang dan anjuran WHO atau hasil penelitian atau
uji coba yang pernah dilakukan. Sarana cold chain di tingkat Puskesmas merupakan sarana
penyimpanan vaksin terakhir sebelum mencapai sasaran. Tingginya frekuensi pengeluaran
dan pengambilan vaksin dapat menyebabkan potensi vaksin cepat menurun. Untuk
melakukan pemantauan suhu rantai dingin (cold chain) vaksin maka digunakan pemantau
suhu. Pada kamar dingin (cold room) alat pemantau suhu berupa lampu alarm yang akan
menyala bila suhu di dalamnya melampaui suhu yang ditetapkan. Untuk memantau suhu
lemari es selain menggunakan termometer yang terletak pada dinding luar lemari es juga
menggunakan termometer yang diletakkan dalam lemari es.
Agar vaksin tetap mempunyai potensi yang baik sewaktu diberikan kepada sasaran maka
vaksin harus disimpan pada suhu tertentu dengan lama penyimpanan yang telah ditentukan di
masing-masing tingkatan administrasi. Untuk menjaga rantai dingin vaksin yang disimpan
pada lemari es di Puskesmas, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pengaturan dan penataan vaksin di dalam lemari es
2. Pengontrolan suhu lemari es dengan penempatan termometer di dalam lemari di
tempat yang benar dan pencatatan suhu pada kartu suhu atau grafik suhu sebanyak
dua kali sehari pada pagi dan siang hari
3. Pencatatan data vaksin di buku catatan vaksin meliputi tanggal diterima atau
dikeluarkan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, jumlah diterima atau dikeluarkan dan
jumlah sisa yang ada.
Cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut potensi dan daya
antigennya. Beberapa faktor yang mempengaruhi penyimpanan vaksin adalah antara lain
suhu, sinar matahari dan kelembaban. Sedangkan standard waktu penyimpanan vaksin
disetiap tingkatan
Pada awalnya vaksin yang berasal dari virus hidup seperti polio dan campak, harus disimpan
pada suhu di bawah 0
o
C. Namun berdasarkan penelitian berikutnya, ternyata hanya vaksin
polio yang masih memerlukan suhu dibawah 0
o
C. Sementara vaksin campak dapat disimpan
di refrigerator pada suhu 2
o
C-8
o
C. Sedangkan vaksin lainnya harus disimpan pada suhu 2
o
C-
8
o
C.
(1)

Vaksin hepatitis B, DPT, TT, dan DT tidak boleh terpapar pada suhu beku karena vaksin
akan rusak akibat meningkatnya konsentrasi zat pengawet yang merusak antigen. Sementara
terkait penyimpanan vaksin, susunannya harus diperhatikan. Karena suhu dingin dari lemari
es/freezer diterima vaksin secara konduksi, maka ketentuan jarak antar kemasan vaksin harus
dipenuhi. Demikian pula letak vaksin menurut jenis antigennya mempunyai urutan tertentu
untuk menghindari penurunan potensi vaksin yang terlalu cepat.
Pada pelaksanaan program imunisasi, salah satu kebijakan yang dipersyaratkan adalah tetap
membuka vial atau ampul baru meskipun sasaran sedikit. Jika pada awalnya indeks
pemakaian vaksin menjadi sangat kecil dibandingkan dengan jumlah dosis per vial/ampul,
namun tingkat efisiensi dari pemakaian vaksin ini harus semakin tinggi. Sementara menurut
WHO, prinsip yang dipakai dalam mengambil vaksin untuk pelayanan imunisasi, adalah,
Earliest Expired First Out (EEFO) (dikeluarkan berdasarkan tanggal kadaluarsa yang lebih
dulu). Dengan adanya Vaccine Vial Monitor (VVM) ketentuan EEFO tersebut menjadi
pertimbangan kedua. Vaccine Vial Monitor sangat membantu petugas dalam manajemen
vaksin secara cepat dengan melihat perubahan warna pada indikator yang ada.
(2)


1.Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi, Departemen Kesehatan RI. 1992.
2. Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Departemen Kesehatan RI, 2005

You might also like