You are on page 1of 18

REFERAT

IMUNOLOGI KANKER & IMUNOTERAPI




Pembimbing:
Dr. Dimyati A, SpB(K)-Onk




Oleh:
Agoes Wibisono




FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2014
1

IMUNOTERAPI

I. Pendahuluan
Imunoterapi sebagai pengobatan kanker merupakan strategi yang telah lama
ada dan terus berkembang hingga saat ini. Kebutuhan adanya molekul terapeutik
baru, meningkatnya pengetahuan mengenai pengaturan gen dan interaksi protein,
dan perkembangan teknologi yang pesat telah mempertahankan pendekatan terapi
ini pada garis terdepan pengobatan kanker. Berbagai hasil dan observasi dari uji
klinis memungkinkan pengertian yang lebih mendalam mengenai mekanisme in
vivo dan jalur yang terlibat dalam respon anti-tumoral; dan karena itu,
berkontribusi dalam peningkatan imunoterapi kanker.
Ide untuk menggunakan imunoterapi untuk membasmi kanker bermulai pada
pada abad ke-19 ketika Dr. William Coley menemukan efek bakteri pada regresi
tumor. Beberapa tahun kemudian, Drs. Richet dan Hericourt menginjeksi pasien
dengan serum antitumor yang didapatkan dari hewan untuk memberikan
antibodi terhadap protein terkait tumor (tumor associated protein), sebuah
teknologi yang disebut imunoterapi pasif. Pada awalnya, vaksin BCG juga
digunakan untuk menstimulasi sistem imun aktif (imunoterapi aktif) dan
mengeradikasi kanker. Lebih lanjut, imunoterapi kanker telah memasukkan
penggunaan sel imun yang diinfuskan selama transplantasi sumsum tulang
(imunoterapi adoptif), antibodi, dan sitokin. Hal ini telah dihubungkan dengan
kombinasi dari berbagai pendekatan, seperti terapi sel dan gen. Terapi berbasis sel
punca (stem cell), engineering dan targeting jaringan juga berkontribusi terhadap
keberhasilan terkini pada studi imunoterapi pre-klinik.
Kemajuan teknologi yang luas diperlukan untuk implementasi pendekatan
imunoterapi yang hingga saat ini terus berkembang. Karena itu penting bagi
dokter untuk mengerti hal ini

II. Imunologi Dasar
Sistem imun dapat dianggap memiliki dua baris pertahanan: pertama,
mewakili suatu respon non-spesifik (tanpa memori) terhadap antigen yang dikenal
2

sebagai sistem imun bawaan (innate immune system); dan kedua, sstem imun
dapatan (adaptive immune system), yang menunjukkan derajat spesivisitas dan
respon yang lebih tinggi. Sistem imun bawaan sebagai garis depan pertahanan
terhadap patogen yang masuk, merespon secara cepat, namun tidak dapat
mengingat patogen yang sama apabila patogen tersebut menyerang lagi.
Meskipun sel dan molekul dari sistem imun dapatan berkerja lebih lambat
dibanding sistem imun bawaan, sistem imun ini memiliki derajat spesivisitas yang
tinggi dan menimbulkan respon yang lebih hebat pada saat paparan kedua dari
patogen yang sama.
Sistem imun dapatan seringkali mengikutsertakan sel dan molekul sistem
imun bawaan untuk melawan patogen berbahaya. Sebagai contoh, komplemen
(suatu molekul dari sistem imun bawaan) dapat diaktivasi oleh antibodi (suatu
molekul dari sistem imun dapatan).
Perbandingan dari kedua sistem dapat dilihat pada Tabel 1 :

Tabel 1. Sel dan Molekul Sistem Imun Bawaan dan Dapatan
Sistem Imun Sel Molekul
Bawaan Sel Natural
Killer (NK)
Sel Mast
Sel Dendritik
Fagosit
Sitokin
Komplemen
Protein fase akut
Dapatan Sel T dan B Sitokin
Antibodi







3












Gambar 1: Komponen Dasar Sistem Imun. Menunjukkan sel mana yang
menghasilkan soluble mediator. Komplemen dibentuk paling banyak di hepar,
sebagian oleh fagosit mononuklear. Perlu diperhatikan bahwa tiap sel hanya
menghasilkan sebagian set dari sitokin, mediator, dan lain0lain



Sel dari sistem imun bawaan
1. Fagosit
Dibagi lagi menjadi dua tipe yaitu neutrofil dan makrofag, keduanya
mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk memakan/menfagosit patogen.
Fagositosis adalah proses dimana sel memakan mikroorganisme dan partikel-
partikel. Pertama, fagosit bergerak ke arah mikroba dibawah pengaruh sinyal
4

kemotaksis, sebagai contoh: komplemen. Agar proses terus berlanjut, fagosit
harus menempel pada mikroba, bisa melalui pengenalan terhadap residu gula
mikroba (contoh: mannose) pada permukaannya atau komplemen/antibodi, yang
menempel pada patogen. Kemudian permukaan sel fagosit akan invaginasi dan
mikroba tersebut akan dimasukkan kedalam suatu fagosom, yang kemudian akan
dihancurkan dengan protein toksik yang dikenal sebagai lisosom.
Opsonin adalah molekul, yang meningkatkan efisiensi dari proses fagositosis
dengan jalan melapisi mikroba dan secara efektif menandai mereka agar mereka
dihancurkan. Opsonin penting antara lain komponen komplemen C3b dan
antibodi.
1.a. Neutrofil
Secara mikroskopis, sel ini memiliki karakteristik inti yang multilobular.
Karena itu, sel ini disebut juga polymorphonuclear leukosit (PMNs) dan
memainkan peranan penting dalam inflamasi akut. Selain bersifat fagositik,
netrofil juga memiliki granul dan dapat juga dikelompokkan sebagai granulosit.
Granul-granul tersebut mengandung fosfatase asam dan basa, defensin dan
peroksidase. Semuanya adalah molekul yang dibutuhkan untuk keberhasilan
eliminasi patogen.
1.b. Makrofag
Makrofag (diistilahkan sebagai monosit apabila berada dalam aliran darah)
memiliki inti berbentuk tapal sepatu dan merupakan sel yang besar. Fungsi dari
makrofag termasuk fagositosis dan presentasi antigen kepada sel T. Tidak seperti
netrofil (yang umur sel nya pendek), makrofag ditemukan pada inflamasi kronis.
Sistem fagositosis mononuklear
Sel yang memiliki sistem fagositosis monosit adalah terikat jaringan, sehingga
diklasifikasikan lagi berdasarkan lokasi :
Sel Lokasi
Monosit Aliran darah
Makrofag alveolar Paru-paru
Makrofag sinus KGB dan limpa
5

Sel Kupffer Hepar

2. Sel Natural Killer (NK)
Sel NK, dikenal juga sebagai large granular lympocytes (LGLs) dan paling
banyak ditemukan dalam sirkulasi. Mereka mengandung antara 5-11% dari total
fraksi limfosit. Sebagai tambahan untuk memproses reseptor untuk
immunoglobulin tipe G (IgG), mereka mengandung dua sel reseptor permukaan
yang unik, dikenal sebagai killer activation receptor dan killer inhibition receptor.
Aktivasi dari reseptor pertama menginisiasi molekul sitokin dari sel sementara
aktivasi dari reseptor kedua menghambat proses tersebut.
Sel NK memainkan peranan penting untuk menyerang sel yang terinfeksi
virus dan juga beberapa sel tumor. Destruksi dari sel yang terinfeksi terjadi akibat
pelepasan perforin dan granyzymes dari granul-granulnya, yang menginduksi
apoptosis. Sel NK juga mampu mensekresi interferon- (IFN-). Interferon ini
memiliki dua tujuan. Pertama mencegah sel yang sehat untuk terinfeksi virus; dan
kedua untuk meningkatkan respon sel T terhadap sel lain yang terinfeksi virus.

3. Sel Mast dan Basofil
Secara morfologi, sel mast dan basofil sangat mirip dan sama-sama
mengandung granul-granul halus di dalam sitoplasma. Basofil, disebut demikian
karena granulnya yang berwarna biru. Tidak seperti sel mast, yang berada dekat
dengan pembuluh darah jaringan ikat, basofil berada dalam sirkulasi. Kedua tipe
sel tersebut berperan dalam inisiasi respon inflamasi akut. Degranulasi terjadi
dengan jalan berikatan dengan sistem komplemen atau bersilangan dengan
antibodi IgE yang kemudian berakibat pelepasan mediator pro-inflamasi seperti
histamin dan beberapa sitokin. Pada awalnya akan menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas vaskuler yang penting untuk menarik netrofil dan
eosinofil.



6

4. Sel Dendritik
Sel dendritik terdiri atas sel Langerhans dan sel interdigitating dan
membentuk jembatan yang penting antara sistem imun bawaan dan dapatan,
karena sel ini mempresentasikan peptida antigen kepada sel T helper (sistem imun
dapatan). Sel ini dikenal juga sebagai Antigen Presenting Cell (APCs).
Sel Lokasi
Sel langerhans Limbus, Kulit
Sel Interdigitating Area sel T pada KGB
Molekul sistem imun bawaan
Terdapat banyak molekul, yang bekerja bersamaan dengan sel dari sistem
imun bawaan dan juga dibantu oleh sistem imun dapatan. Tiga molekul utama
yaitu Komplemen, Protein fase akut (APP), Interferon (IFNs)
Komplemen
Sistem komplemen mewakili suatu grup besar dari protein-protein bebas
(dimulai dengan huruf C dan diikuti oleh nomor, cth : C3b), disekresikan oleh
hepatosit dan monosit. Aktivasi komplemen melalui mikroba itu sendiri dikenal
sebagai jalur alternatif. Jalur klasik memerlukan interaksi antibodi dengan antigen
spesifik. Komponen C3 adalah serum protein terpenting dari sistem komplemen.
Pengikatan antigen dengan C3 menyebabkan komponen C3 secara enzimatik
dikonversi menjadi C3b. Dinding sel bakteri dapat tetap berikatan dengan C3b
dan teropsonisasi (karena fagosit memiliki reseptor untuk C3b) atau berperan
sebagai fokus untuk protein komplemen lain (C5, 6,7, 8, dan 9) yang selanjutnya
akan membentuk membrane attack complex (MAC), yang menginduksi lisis sel.
Dapat disimpulkan bahwa fungsi-fungsi sistem komplemen opsonisasi, lisis,
kemotaksis (migrasi terarah dari sel imun), inisiasi dari inflamasi aktif melalui
aktivasi langsung sel mast.
Protein Fase Akut
Protein serum ini disintesis oleh hepatosit dan diproduksi dalam jumlah yang
banyak sebagai respon terhadap pelepasan sitokin dari makrofag.


7

Interferon (IFNs)
IFNs adalah kelompok molekul yang membatasi penyebaran infeksi virus.
Dibagi dalam dua kategori, tipe I dan tipe II. IFNs tipe I dibagi lagi menjadi IFN-
dan . IFNs- merupakan satu-satunya IFN tipe II. IFN tipe I diinduksi oleh
virus, sitokin pro-inflamasi dan endotoksin dari dinding sel bakteri gram negatif.
Keberadaan substrat ini penting untuk keberhasilan eradikasi invasi virus oleh
sistem imun bawaan.
IFN tipe II, IFN- diproduksi oleh sel T helper dan sel NK dan mampu
meningkatkan kemampuan antigent presenting dan fagositosis dari APC (sel
makrofag dan sel dendritik).

Sistem Imun Dapatan (Adaptive immune system)
Seperti telah disebutkan sebelumnya, terdapat sinergisme antara sistem imun
bawaan dan dapatan. Sistem imun dapatan terdiri atas dua tipe leukosit utama
dikenal sebagai limfosit T dan B. sebelumnya akan diterangkan mengenai organ
dan jaringan limfoid primer dan sekunder:

1. Limfosit
Secara morfologis, ada tiga tipe limfosit : T, B dan sel NK. Bagaimanapun,
hanya limfosit B dan T yang memiliki memori dan spesifisitas, dan merupakan
kekhasan dari sistem imun dapatan. Limfosit B resting dapat bereaksi terhadap
antigen bebas secara langsung ketika berikatan dengan immunoglobulin
permukaan sel yang berperan sebagai reseptor. Limfosit T tidak bereaksi terhadap
antigen bebas melainkan menggunakan APC untuk memfagositosis antigen
tersebut dan kemudian mengekspresikan protein komponen pada permukaan sel
yang berdekatan dengan protein sel host spesial yang disebut molekul MHC
(major histocompability complex) kelas II. Seperti telah dibahas sebelumnya,
APC yang mengekspresikan molekul MHC kelas II adalah sel dendritik dan
makrofag. Fase aferen ini harus dilewati agar sel T dapat mengenali antigen.
Fase eferen terjadi ketika limfosit teraktifasi masuk ke jaringan dan bertemu
8

kembali dengan antigen, yang kemudian berakibat multiplikasi dan sekresi sitokin
dan imunoglobulin untuk menghancurkan antigen.

Sel T
Sel T secara umum dibagi menjadi sel T helper (T
H
) dan T sitotoksik (T
C
).
Lebih lanjut, T
H
dibagi lagi menjadi T
H1
dan T
H2
. T helper bersifat pro-
inflammatory serta menstimulasi makrofag, sementara T sitotoksik membantu
maturasi dan diferensiasi sel B, dan kemudian berperan juga dalam produksi
imunitas humoral (antibodi mediated). Sel T mengekspresikan protein sel
permukaan, ditandai dengan Cluster of Differentiation (CD) . T
H
mengekspresikan
molekul CD4+ pada permukaannya, yang memungkinkan limfosit untuk berikatan
dengan suatu molekul MHC kelas II. Reseptor sel T bersifat unik sebab hanya
dapat mengidentifikasi antigen ketika berikatan dengan molekul MHC kelas II
pada permukaan sel nya. Sel T sitotoksik berperan pada destruksi sel yang
terinfeksi, khususnya virus. Sel ini memiliki penanda permukaan CD8+, yang
berikatan dengan peptida antigenik yang diekspresikan pada molekul MHC kelas
II.


Sel B dan Antibodi (immunoglobulin Ig)
Sel B adalah limfosit yang memproduksi antibodi (immunoglobulin) dan
dapat mengenali antigen bebas secara langsung. Diproduksi di sumsum tulang dan
kemudian bermigrasi ke organ limfoid sekunder. Sel B bertanggung jawab
terhadap perkembangan imunitas termediasi antobodi yang dikenal dengan
imunitas humoral.
Ketika sel B diaktivasi oleh antigen asing, sel B kemudian mengalami proliferasi
dan maturasi menjadi sel plasma yang mengsekresi antibodi. Sel plasma kaya
akan organella seperti retikulum endoplasma kasar dan mitokondria, yang
memberikan kemampuan terhadap sel tersebut untuk mensekresi antibodi.
Meskipun sel T dan sel B memiliki sifat berbeda, keduanya dapat bersirkulasi
ke seluruh tubuh dan bermigrasi dari darah ke jaringan atau sebaliknya.
9

Kemampuan untuk bersirkulasi ini meningkatkan efisiensi sistem imun untuk
menghadapai serangan antigen.
Antibodi
Antibodi memiliki dua peranan, yang pertama berikatan dengan antigen dan
kedua, berinteraksi dengan jaringan host dan sistem efektor untuk meyakinkan
eliminasi dari antigen. Terdapat lima tipe berbeda (isotype) antibodi dari sistem
imun manusia IgM, IgG, IgE, IgA dan IgD. Sebagai tambahan ada empat sub
kelas IgG (IgG 1-4).
Antibodi Karakteristik
IgG Melewati plasenta dan memberikan bayi imunitas humoral
Afinitas tinggi
Antibodi predominan dalam darah dan cairan jaringan
IgM Struktur pentametrik besar dalam sirkulasi
Ada dalam bentuk monometrik pada permukaan sel B
Bentuk yang disekresikan adalah antibodi predominan pada respon
imun awal terhadap antigen
Mencapai kadar 75% dari orang dewasa pada usia 12 bulan.
IgA Ada dalam bentuk monometrik dan dimerik
IgA sekretorik (bentuk dimer) merupakan garis depan pertahanan
terhadap mikroba yang menginvasi permukaan mukosa
IgE Kadarnya rendah dalam sirkulasi
Kadarnya meningkat pada infeksi cacing
Regio Fc memiliki afinitas tinggi terhadap sel mast sehingga terlibat
dalam proses alergi
IgD Reseptor antigen pada sel B
Absen pada sel memori

Sitokin
Sitokin (juga diistilahkan interleukin [IL] ) adalah molekul kecil yang
berperan sebagai sinyal antar sel dan berbagai peranan antara lain kemotaksis,
pertumbuhan selular dan sitotoksik.
Sitokin Sumber Fungsi
IL-1 Makrofag 1. Aktivasi sel B dan T
2. Mobilisasi PMN
3. Induksi protein fase akut
IL-2 Sel T Proliferasi sel T dan NK
IL-4 Sel T
H2

Sel Mast
Aktivasi sel B
Respon IgE
IL-8 Makrofag Kemotaksis dari PMN
10

Sel T
Fibroblast
Keratinosit
IL-10 Sel T
H2

Makrofag
Aktivasi sel B
Supresi makrofag
IL-12 Sel B Menstimulasi T
H1

Menghambat T
H2

TGF (transforming
growth factor)
Sel T Menghambat sitokin lain
TNF (tumor necrosis
factor)
Makrofag Inflamasi



Mekanisme Escape pada sel kanker yang dari sistem imun tubuh
11


III. Imunoterapi
Imunoterapi merupakan terapi untuk menaikkan kekebalan tubuh terhadap
kanker. Pada penderita kanker, kekebalan alamiahnya tertekan sehingga pada saat
kanker itu manifestasi klinik, kemampuan tubuh untuk membunuh sel-sel kanker
telah dilampaui.
Imunoterapi kanker berupaya membuat sistem kekebalan tubuh mampu
mengalahkan keganasan sel-sel kanker, dengan cara meningkatkan atau
mengarahkan reaksi kekebalan tubuh terhadap sel kanker, atau mengembalikan
kemampuan tubuh dalam menaklukkan kanker (body response modifiers).

Indikasi Imunoterapi
Indikasi yang pasti pemberian imunoterapi untuk kanker belum jelas, namun
umumnya imunoterapi diberikan sebagai terapi tambahan untuk menaikkan daya
tahan tubuh, mendorong maturasi atau diferensiasi sel, menghambat pertumbuhan
sel kanker. Imunoterapi pada kanker diperlukan karena sistem immune tubuh yang
kurang merespon terhadap antigen kanker.
Terapi kanker secara konvensional, dengan operasi, radiasi dan obat anti
kanker mempunyai efek sampingan, yaitu immunosupresif atau menurunkan
kekebalan tubuh. Ini dapat menimbulkan sisa-sisa sel kanker yang masih ada dan
12

yang tidak mati dapat tumbuh lagi dengan cepat. Karena itu imunoterapi yang
menaikkan kekebalan tubuh dapat membantu mengatasi masalah ini.

Fungsi Imunoterapi
Untuk memperbaiki kemampuan sistem kekebalan dalam menemukan dan
menghancurkan kanker, para peneliti telah menciptakan pengubah respon biologis
(biologic response modifiers). Bahan tersebut digunakan untuk fungsi-fungsi
berikut :
1. Merangsang respon anti-tumor tubuh dengan meningkatkan jumlah sel
pembunuh tumor atau menghasilkan 1 atau lebih bahan kimia pembawa
pesan (mediator)
2. Secara langsung berfungsi sebagai agen pembunuh tumor atau bahan
kimia pembawa pesan
3. Mengurangi mekanisme tubuh yang normal dalam menekan respon
kekebalan
4. Mengubah sel-sel tumor untuk meningkatkan kemungkinan mereka
memicu suatu respon kekebalan atau membuat sel-sel tumor lebih
mungkin dirusak oleh sistem kekebalan
5. Memperbaiki toleransi tubuh terhadap terapi penyinaran atau bahan-bahan
kimia yang digunakan dalam kemoterapi.


13

Cara Pemberian Imunoterapi
Pemberian imunoterapi ialah dengan cara memanipulasi mekanisme kendali
immunitas tubuh dengan suatu biologic response modifiers. Adapun cara
pemberian imunoterapi meliputi :
1. Non spesifik
Vaksin
Saat ini penggunaan vaksin kanker baru saja dimulai. Sebagian besar
masih dalam tahap penelitian dan uji klinis, sehingga belum bisa
digunakan secara umum. Berbeda dengan vaksin pada umumnya yang
diberikan sebagai pencegahan pada orang yang sehat, pada penderita
kanker vaksin digunakan sebagai pengobatan. Vaksin tersebut merangsang
sistem kekebalan tubuh manusia untuk mampu mengenali sel-sel kanker,
menghentikan pertumbuhannya, mencegah kekambuhannya, dan
membersihkan sisa-sisa kanker dari pengobatan operasi, kemoterapi, atau
radiasi. Jika diberikan dalam tahap dini, vaksin kanker dapat membuatnya
sembuh secara total. Sedang vaksin yang difungsikan sebagai pencegah
kanker, sebenarnya adalah vaksin untuk melawan virus penyebab penyakit
yang dapat menjurus ke kanker, misalnya vaksin hepatitis B (kanker hati)
dan vaksin human papilloma virus (kanker leher rahim). Contoh vaksin
lainnya adalah BCG (Bacille Calmette Gurin). Vaksin TBC yang biasa
diberikan pada bayi baru lahir ini bukan golongan vaksin kanker, tetapi
merupakan salah satu perintis imunoterapi untuk kanker. Biasanya
diberikan bersama-sama dengan kemoterapi, radiasi, atau imunoterapi
jenis lain. Fungsi utamanya meningkatkan kekebalan tubuh, tetapi dapat
juga menyembuhkan kanker kandung kemih.
Interferon (IFN)
Interferon adalah suatu protein yang dihasilkan oleh sel imun akibat
respon terhadap infeksi virus atau stimulasi akibat suatu DNA rantai
ganda, antigen ataupun mitogen. Ada 3 macam interferon : IFN-, IFN-
dan IFN-. Interferon memiliki berbagai fungsi biologis: sebagai
imunomodulator, antiviral, mengganggu proliferasi sel, inhibisi
14

angiogenesis, regulasi dari diferensiasi, meningkatkan ekspresi berbagai
antigen permukaan sel, dan yang paling penting sebagai efek antitumornya
adalah kemampuan antiproliferatif dari interferon. Interferon, khususnya
interferon alfa, adalah obat imunoterapi pertama yang digunakan untuk
mengobati kanker. Sitokin ini sebenarnya juga diproduksi dalam tubuh,
tetapi jumlahnya kecil. Selain langsung menyerang sel kanker, interferon-
juga dapat menghentikan pertumbuhan kanker atau mengubahnya menjadi
sel normal. Diduga interferon juga merangsang kerja sel NK, sel T, dan
makrofag; serta mengurangi suplai darah ke sel kanker.
IFN memiliki kemampuan antitumor untuk: hairy cell leukemia,
chronic myelogenous leukemia, cutaneous T-cell lymphoma, dan Kaposi's
sarcoma, non-Hodgkins Lymphoma, kanker ovarium, kanker ginjal dan
kanker buli. Dosis maksimal yang dapat ditoleransi berada diantara 10-
20/m
2
per-hari atau 50/m
2
per-dua-hari untuk periode minggu sampai
bulan.
Interleukin-2
Ada beberapa tipe interleukin, dalam pengobatan kanker yang telah
dicobakan adalah IL-2, yang juga disebut dengan T-cell growth factor
karena mampu mempertahankan petumbuhan sel-T yang telah diberi
antigen dalam kultur, IL-2 merangsang pertumbuhan sel-T, menaikkan
aktivitas NK sel, memulihkan supresi imun karena glikokortikosteroid dan
sekresi antibodi oleh sel-T.
Interleukin-2 tidak memiliki efek langsung terhadap sel kanker, namun
efeknya dihasilkan dari kemampuan IL-2 untuk menstimulasi reaksi imun.
IL-2 sekarang banyak digunakan untuk pengobatan pasien melanoma dan
kanker ginjal yang telah bermetastase. Pemberian dosis tinggi yang
digunakan adalah dengan bolus intravena IL-2 dosis tinggi yaitu 720.000
IU/kg setiap 8 jam, baik IL-2 saja atau dikombinasi dengan terapi lain.



15

2. Spesifik
Antigen sel tumor
Immunoerapi spesifik diberikan dengan menggunakan antigen sel tumor,
yaitu sel tumor yang dimatikan atau dilemahkan daya tumbuhnya lebih
dulu degan radiasi atau sitostatika.
Antibodi monoklonal
Antibodi monoklonal dibuat di laboratorium khusus untuk melawan
antigen tertentu. Antibodi monoklonal dibuat dengan rekayasa genetika,
yaitu dengan teknik hibridoma Karena tiap jenis kanker mengeluarkan
antigen yang berbeda, maka berbeda pula antibodi yang digunakan.
Antibodi monoklonal juga dapat mempengaruhi cell growth factors,
karenanya dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel-sel
tumor. Jika dipadu dengan radioisotop, obat kemoterapi, atau imunotoksin,
antibody monokonal ini merpakan magic bullet atau peluru ajaib yang
mencari sel kanker dimanapun ia berada dan membunuhnya tanpa
menimbulkan kerusakan pada sel normal. Beberapa jenis antibodi
monoklonal yang banyak dipergunakan antara lain rituximab (untuk Non
Hodgkin Malignant lymphoma), trastuzumab (kanker payudara yang
sudah menyebar), alemtuzumab (leukemia limfositik kronis),bevacizumab
(kanker usus besar), cetuximab (kanker usus besar), gemtuzumab
ozogamicin (leukemia myelogenik akut). Antibodi monoklonal untuk
berbagai jenis kanker lainnya sedang dalam tahap uji klinis.

Efek Samping Imunoterapi
Efek samping yang sering terjadi pada pemberian imunoterapi adalah berupa
menggigil, demam, mual, muntah dan penurunan nafsu makan. Efek samping
lainnya bisa menyebabkan hipotensi, diare, gejala neuropsikiatrik, sepsis dan
komplikasi pulmonal.



16


IV. Kesimpulan
Imunoterapi kanker berupaya membuat sistem kekebalan tubuh mampu
mengalahkan keganasan sel-sel kanker, dengan cara meningkatkan atau
mengarahkan reaksi kekebalan tubuh terhadap sel kanker, atau mengembalikan
kemampuan tubuh dalam menaklukkan kanker (body response modifiers).
Penggunaan imunoterapi spesifik lebih definitif, tetapi lebih rumit dan
biayanya lebih mahal, karena itu lebih sering diberikan imunoterapi nonspesifik
yang lebih sederhana dan lebih murah.






















17

Daftar Pustaka

1. Yotnda Patricia. Immunotherapy of cancer. 1
st
ed. Humana Press; 2010.
2. Restifo NP, Robbins PF, Rosenberg SA. Principles of immunotherapy.
Dalam: DeVita, Vincent T, Lawrence, Theodore S, Rosenberg S, editor.
Devita, Hellman & Rosenbergs cancer: principles and practice of
oncology. 8
th
ed, Philladelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2008.
3. Jacqueline Stanley, Reginald Gorczynsk. Essential immunobiological
concepts in clinical immunology. Dalam: Vademecum, Austin. Clinical
immunology. Texas: Landes Bioscience; 1999.
4. I Dewa Gede Sukardja. Onkologi klinik. Edisi ke-2. Surabaya : Airlangga
University Press; 2000.
5. Janeways Immunobiology, 7 th edition: Chapter 15; Pgs. 672-678
6. Janis Kuby (1994). Immunology. 2
nd
edition. W.H.Freeman an Company.
Chapter 25
7. Kirkwood J. Immunotherapy of Cancer in 2012. CA CANCER J CLIN
2012;62:309 -335

You might also like