You are on page 1of 58

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Persalinan merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan
membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari
pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan
frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur. Mula-mula kekuatan yang
muncul kecil, kemudian terus meningkat sampai pada puncaknya pembukaan
serviks lengkap sehingga siap untuk pengeluaran janin dari rahim (Rohani,
2011).
Persalinan spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala
dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan
bayi, umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan normal dianggap
normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai penyulit( Rohani, 2011).
Pembangunan milenium mempunyai tujuan ( Millenium Development
Goals, MDGs) : 1) Pengurangan kemiskinan dan kelaparan, 2) Peningkatan
pendidikan dasar yang universal, 3) Keadilan gender dan pemberdayaan
perempuan, 4) Peningkatan kesehatan ibu, 5) Penurunan angka kematian
anak, 6) Pemberantasan TB, malaria dan HIV/AIDS, 7) Keserasian
lingkungan yang berkelanjutan, dan 8) Kemitraan global dalam
pembangunan.
i
i
2

Upaya pembangunan bidang kesehatan tidak hanya terfokus pada upaya
penyembuhan saja, tetapi juga berkembang kearah promotif, preventif dan
rehabilitatif. Salah satu upaya pembangunan bidang kesehatan diwujudkan
dalam usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan para ibu post partum
karena banyaknya komplikasi yang ditimbulkan setelah melahirkan
diantaranya yaitu perdarahan, infeksi puerperalis, endometritis, mastitis,
trombosis, emboli dan post partum depresi. Dimana perdarahan merupakan
penyebab terbanyak kematian wanita selama periode post partum.
Berdasarkan penelitian diperoleh informasi bahwa angka kematian ibu di
Indonesia karena perdarahan post partum mempunyai peringkat yang tinggi,
salah satu penyebab perdarahannya adalah Atonia uteri atau tidak adanya
kontraksi pada uterus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60% kematian
ibu akibat kehamilan setelah terjadi persalinan dan 50% kematian nifas terjadi
dalam 24 jam pertama (Bobak, 2005).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Angka
Kematian Ibu (AKI) melahirkan terbilang masih tinggi. Angka Kematian Ibu
pada tahun 2009 sebanyak 117,02/100.000 kelahiran hidup. Ini mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2008 sebesar
114.42/100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2007 sebesar 116,34 /100.000
kelahiran hidup. Kejadian kematian maternal paling banyak adalah pada
waktu nifas sebesar 49,12% disusul kemudian pada waktu bersalin sebesar
26,99% dan pada waktu hamil sebesar 23,89%. Penyebab kematian adalah
perdarahan sebesar 22,42%, eklamsi sebesar 28,76% , infeksi sebesar 3,54%
3

dan lain-lain sebesar 45,28% (DINKES Provinsi Jateng, 2009).
Prevalensi ibu bersalin di RSUD Banyumas pada bulan april sampai juli
2013 sebesar 311 ibu dengan kelahiran spontan.
Sehingga untuk mencegah dan menangani komplikasi yang timbul, maka
diperlukan pemantauan khusus dalam pemberian asuhan keperawatan yang
komprehensif.
Yang paling utama dalam asuhan keperawatan pada periode pascapartum
dini ialah membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal
mengasuh anak. Pendekatan perawatan ibu pasca melahirkan telah berubah
dari model perawatan orang sakit menjadi suatu perawatan yang berorientasi
pada kesehatan ( Bobak, 2005).
Dari data yang penulis dapatkan, penulis merasa tertarik mempelajari
lebih lanjut bagaimana asuhan keperawatan pada pasien post partum spontan
dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Ny. M dengan Post Partum
Spontan Hari Ke-1 Di Ruang Permata Hati RSUD Banyumas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang diatas, maka
diperoleh rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini, bagaimana
gambaran Asuhan Keperawatan Pada Ny. M dengan Post Partum Spontan
Hari Ke-1 Di Ruang Permata Hati RSUD Banyumas ?.


4

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk memberikan
gambaran asuhan keperawatan dengan post partum spontan.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan tentang konsep dasar teori post partum spontan.
b. Menggambarkan pengkajian keperawatan pada Ny.M dengan post
Partum spontan.
c. Menggambarkan diagnosa keperawatan pada Ny.M dengan post
partum spontan.
d. Menggambarkan rencana keperawatan pada Ny.M dengan post
partum spontan.
e. Menggambarkan tindakan keperawatan pada Ny. M dengan post
partum spontan.
f. Menggambarkan evaluasi keperawatan pada Ny. M dengan post
partum spontan.
g. Menggambarkan dokumentasi keperawatan pada Ny. M dengan post
partum spontan.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Agar Rumah Sakit lebih meningkatkan kwalitas pelayanan asuhan
keperawatan.
5

2. Akademik
Sebagai bahan wacana di perpustakaan dan referensi awal karya tulis
ilmiah selanjutnya bagi perpustakaan di institusi pendidik.
3. Bagi Perawat
Memberikan gambaran asuhan keperawatan khususnya pada pasien
post partum spontan.
4. Penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan dan pengalaman
mengenai asuhan keperawatan maternitas.

E. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah
deskriptif dengan memaparkan pelaksanaan asuhan keperawatan secara
komprehensif, dengan pendekatan partisipatif, penyelesaian klien post partum
spontan meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data informasi tentang pasien dalam kasus ini digunakan
teknik pengumpulan data dengan cara :
1. Observasi Partisipasif yaitu mengamati secara langsung mengenai respon
pasien dan keadaan fisik dengan cara inpeksi, palpasi, perkuasi dan
auskultasi.
6

2. Wawancara yaitu tanya jawab dengan pasien, keluarga pasien dan
perawat yang bertugas menangani pasien mengenai masalah yang
dihadapi pasien.
3. Pemeriksaan fisik yaitu melakukan pemeriksaan dari kepala sampai kaki
menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
4. Study dokumenter yaitu mempelajari cacatan-catatan medis pasien, buku
laporan untuk membandingkan dengan data yang penulis dapatkan.

G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang Karya Tulis Ilmiah ini,
penulis uraikan menjadi lima bab, yaitu :
Bab I : Pendahuluan, terdiri atas latar belakang tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan teori tentang post partum spontan, yaitu terdiri atas
pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, adaptasi fisiologi dan
psikologi post partum, pengkajian fokus, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan.
Bab III : Resume keperawatan, melaporkan hasil asuhan keperawatan
pada pasien dengan post partum spontan yang memaparkan tentang hasil
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi, dan
evaluasi.
Bab IV : Pembahasan, menjawab tujuan penulisan atau bagaimana tujuan
tercapai. Pembahasan juga difokuskan pada kendala selama pengelolaan
7

kasus dan upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan kendala atau
faktor penghambat, dengan mempertimbangkan faktor-faktor pendukung
yang ada. Disamping hal tersebut, pembahasan yang diarahkan pada
implikasi-implikasi yang dapat digunakan berkaitan dengan hasil pengelolaan
kasus.
Bab V : Penutup, dibagian ini berisi pemaparan hasil kesimpulan dari asuhan
keperawatan post partum dan saran untuk perbaikan kualitas asuhan
keperawatan yang ditujukan kepada pasien, Intitusi Pendidikan dan Profesi
Keperawatan.
8

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Persalinan merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan
membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari
pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan
frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur. Mula-mula kekuatan yang
muncul kecil, kemudian terus meningkat sampai pada puncaknya pembukaan
serviks lengkap sehingga siap untuk pengeluaran janin dari rahim (Rohani,
2011).
Persalinan spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang
kepala dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai
ibu dan bayi, umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan normal
dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan
(setelah 37 minggu) tanpa disertai penyulit( Rohani, 2011).
Masa nifas didefinisikan sebagai periode selama dan tepat setelah
kelahiran. Namun secara populer, diketahui istilah tersebut mencakup 6
minggu berikutnya saat terjadi involusi kehamilan normal (Hughes, 1972,
Cuningham, F Gary, Dkk, 2006).
Post partum atau puerperium adalah masa sejak bayi dilahirkan dan
plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai
dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan,
i
i
9

yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya ( Burheni,
2009 )
Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa post
partum spontan adalah periode setelah kelahiran janin dan plasenta dari dalam
uterus melalui jalan lahir kedunia luar tanpa ada komplikasi, yang
berlangsung dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat dari luar.
Adapun tahap-tahapan masa nifas (post partum / puerperium) adalah:
1. Puerperium dini : masa kepulihan, yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri
dan berjalan.
2. Puerperium intermedial :masa kepulihn menyeluruh dari orgn-organ
genital, antara 6-8 minggu.
3. Remote puerperium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai
komplikasi.

B. Etiologi
Rohani, dkk (2011) menyatakan, Hal yang menjadi penyebab mulainya
persalinan belum diketahui benar, yang ada hanyalah merupakan teori-teori
yang kompleks.
1. Teori Keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu,
setelah melewati batas tersebut maka akan terjadi kontraksi sehingga
persalinan dapat dimulai.
10

2. Teori Penurunan Progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mualai umur kehamilan 28 minggu,
dimana terjadi penimbunan jaringan ikat sehingga pembuluh darah
mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesteron mengalami
penurunan sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitoksin.
Akibatnya, otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat
penurunan tingkat progesteron tertentu.
3. Teori Oksitoksin Internal
Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya usia kehamilan
menyebabkan oksitoksin meningkatkan aktivitas sehingga persalinan
dimulai.
4. Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15
minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat
hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi
dapat dikeluarkan.

C. Manifestasi Klinis
Sebelum terjadi persalinan, beberapa minggu sebelumnya wanita
memasuki kala pendahuluan (prematory stage of labor) dengan tanda tanda
sebagai berikut :


11

1. Terjadi lightening
Menjelang minggu ke-36 pada primigravida, terjadi penurunan fundus
uteri karena kepala bayi sudah masuk PAP. Pada multi gravida, tanda ini
tidak begitu kelihatan.
2. Terjadi his permulaan
Selama 4 sampai 8 minggu akhir masa kehamilan rahim menjalani
kontraksi tak teratur dan bersifat sporadik. Pada bulan terakhir
kehamilan, kadang-kadang setiap 10 sampai 20 menit dengan intensitas
lebih besar. Mengeluh merasa nyeri yang menetap pada punggung bagian
bawah dan tekanan pada sakroiliaka. Kadang-kadang mengalami
kontraksi yang kuat, sering (braxton hicks).

D. Adaptasi Fisiologi dan Psikologi Post Partum

Adaptasi Fisiologi Ibu Post Partum
1. Perubahan sistem reproduksi
a. Perubahan pada pembuluh darah uterus
Kehamilan yang sukses membutukan peningkatan aliran darah ke
uterus cukup besar. Untuk menyuplainya, arteri dan vena di dalam
uterus menjadi luar biasa membesar, begitu pula pembuluh darah ke
dan dari uterus. Di dalam uterus, pembentukan pembuluh-pembuluh
darah baru juga menyebabkan peningkatan aliran darah yang bermakna.
Setelah pelahiran, kaliber pembuluh darah ekstrauterin berkurang
12

sampai mencapai atau paling tidak mendekati keadaan sebelum hamil (
Cunningham, F Gary, Dkk, 2006).
b. Perubahan Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Tepi luar seviks, yang berhubungan dengan os eksternum, biasanya
mengalami laserasi terutama di bagian lateral. Ostium seviks
berkontraksi perlahan, dan beberapa hari setelah bersalin ostium serviks
hanya dapat ditembus oleh dua jari. Pada akhir minggu pertama, ostium
tersebut telah menyampit ( Cunningham, F Gary, Dkk, 2006).
c. Involusi Korpus Uteri
Segera setelah pengeluaran plasenta, fundus korpus uteri yang
berkontraksi terletak kira-kira sedikit di bawah umbilikus. Korpus uteri
kini sebagian besar terdiri atas miometrium yang dibungkus lapisan
serosa dan dilapisi desidua basalis. Dinding anterior dan posteriornya
saling menempel erat (beraposisi), masing-masing tebalnya 4 sampai 5
cm. Karena pembuluh darah tertekan oleh miometrium yang
berkontrasi, uterus nifas pada potongan tampak iskemik bila
dibandingkan dengan uterus hamil yang hiperemesis dan berwarna
ungu kemerah-merahan (Cuningham, F Gary, Dkk, 2006).
Pendek kata secara garis besar, uterus akan mengalami pengecilan
(involusi) secara berangsur-asur sehingga akhirnya kembali seperti
sebelum hamil. Mengenai tinggi fundus dan berat uterus menurut masa
involusi sebagai berikut :

13

Involusi Tinggi Fundus Uteri Barat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir Dua jari bawah pusat 750 gram
Satu minggu Pertengahan pusat-symphisis 500 gram
Dua minggu Tak teraba diatas sympisis 350 gram
Enam minggu Bertambah kecil 50 gram
Delapan minggu Sebesar normal 30 gram
Tabel 2.1 TFU dan berat uteri menurut masa involusi ( saleha siti,
2009)
d. Lochea
Lochea keluar dari uterus setelah bayi lahir sampai dengan 3
atau 4 minggu post partum. Perubahan lochea terjadi dalam tiga
tahap yaitu lokia rubra, lochea serosa, dan alba. Lokia rubra
merupakan darah pertama yang keluar dan berasal dari tempat
lepasnya plasenta. Setelah beberapa hari, lokia berubah warna
menjadi kecoklatan yang terdiri dari darah dan serum yang berisi
leukosit serta jaringan yang disebut lochea serosa. Pada minggu ke-
2, lochea berwarna putih kekuningan yang terdiri dari mukus serviks,
leukosit dan jaringan ( Bahiyatun, 2009).
2. Perubahan sistem endokrin
Saat plasenta terlepas dari dinding uterus, kadar HCG dan HPL secara
berangsur turun dan normal kembali setelah 7 hari post partum. HCG tidak
terdapat dalam urine ibu setelah 2 hari post partum. HPL tidak lagi
terdapat pada plasenta (Bahiyatun, 2009).
14

3. Perubahan perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu,
tergantung pada keadaan / status sebelum persalinan, lama partus kala 2
dilalui, besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan.
Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sitoscopic segera setelah
persalinan tidak menunjukan adanya edema dan hyperemia dinding vesica
urinaria, akan tetapi sering terjadi ekstravasasi ( extravasation, keluarnya
darah dari pembuluh-pembuluh darah di dalam badan) ke mukosa.
Adanya urine residual dan bacteriuria pada vesica urinaria yang
mengalami cidera, ditambah dengan dilatasi pelvis renalis dan ureter,
membentuk kondisi yang optimal untuk tumbuhnya infeksi saluran
kencing. Ureter dan pelvis renalis yang mengalami dilatasi kembali ke
keadaan sebelum hamil mulai dari 2-8 minggu setelah persalinan.
Pengaruh persalinan pada fungsi vesica urinaria post partum, yang
dipelajari menggunakan teknik urodinamik, dapat diketahui bahwa bila
persalinan lama dapat dihindari, dan bila dilakukan keteterisasi secepatnya
dikerjakan, pada vesica urinaria yang besar, maka tidak akan terjadi
hipotonia vesica urinaria, meskipun dilaporkan pula dari hasil
mempelajari dengan cara tersebut di atas, bahwa analgesia epidural tidak
merupakan presdisposisi hipotonia vesica urinaria post partum.
4. Perubahan sistem pencernaan
Setelah kelahiran plasenta, terjadi pula penurunan produksi
progesteron, sehingga menyebabkan nyeri ulu hati (beartburn) dan
15

konstipasi, terutama dalam beberapa hari pertama. Hal ini terjadi karena
inaktivitas motilitas usus akibat kurangnya keseimbangan cairan selama
persalinan dan adanya refleks hambatan defekasi karena adanya rasa nyeri
pada perineum akibat episiotomi
5. Sistem kelenjar mamae
Laktasi pada hari kedua post partum sejumlah kolostrum, cairan yang
disekresi payudara selama lima hari pertama setelah kelahiran bayi, dapat
diperas dari putting susu. Kolostrum dibanding dengan susu matur yang
akhirnya disekresi oleh payudara, kolostrum mengandung lebih banyak
protein, yang sebagian besar adalah globulin, dan lebih banyak mineral
tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Meskipun demikian kolostrum
mengandung globul lemak agak besar di dalam yang disebut korpustel
kolostrum, yang oleh beberapa ahli dianggap merupakan sel-sel epitel
yang telah mengalami degenerasi lemak dan oleh ahli lain dianggap
sebagai fagosit mononuclear yang mengandung cukup banyak lemak.
Sekresi kolostrum bertahan selama sekitar lima hari, dengan perubahan
bertahap menjadi susu matur. Antibodi mudah ditemukan dalam
kolostrum.
Air susu, komponen utama air susu adalah protein, laktosa, air dan
lemak. Air susu isotonik dengan plasma, dengan laktosa bertanggung
jawab terhadap separuh tekanan osmotik. Protein utama di dalam air susu
ibu disintesis di dalam retikulum endoplasmik kasar sel sekretorik alveoli.
Asam amino esensial berasal dari darah, dan asam- asam amino non-
16

esensial sebagian berasal dari darah atau disintesis di dalam kelenjar
mamae. Kebanyakan protein air susu adalah protein-protein unik yang
tidak ditemukan dimanapun. Juga prolaktin secara aktif disekresi ke dalam
air susu. Karena ibu tidak menyediakan kebutuhan bayi akan vitamin K,
pemberian vitamin K pada bayi segera setelah lahir ada manfaatnya untuk
mencegah penyakit perdarahan pada neonatus. Air susu manusia
mengandung konsentrasi rendah besi. Tetapi, besi di dalam air susu
manusia absorpsinya lebih baik dari pada besi di dalam susu sapi.
Simpanan besi ibu tampaknya tidak mempengaruhi jumlah besi di dalam
air susu. Kelenjar mamae, seperti kelenjar tiroid, menghimpun iodium,
yang muncul di dalam air susu (Cunningham, F Gary, Dkk, 2006).

Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum
Menurut Rubin dalam Varney (2007) adaptasi psikologi ibu post partum
dibagi menjadi 3 fase yaitu :
a) Fase Taking In / ketergantungan
Fase ini dapat terjadi pada hari pertama sampai kedua postpartum.
Pada saat itu fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.
Pengalaman selama proses persalinan sering berulang di ceritakannya.
Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang
tidur, seperti mudah tersinggung. Pada fase ini ibu perlu di perhatikan
pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya disamping nafsu
makan ibu memang meningkat.
17

b) Fase Taking Hold / ketergantungan mandiri
Fase ini terjadi pada hari ketiga sampai hari ke sepuluh postpartum
pada masa ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat
sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasi kurang hati-hati.
Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan
kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam
merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
c) Fase Letting Go / kemandirian
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah
mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan
untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.

E. Patofisiologi
Perubahan-perubahan yang terjadi pada ibu post partum dipengaruhi
karena adanya pengembalian kondisi tubuh ke keadaan semula yang
mayoritas dipengaruhi hormonal. Penurunan hormon estrogen mempengaruhi
dampak pada beberapa organ, sedangkan peningkatan hormon oksitoksin dan
prolaktin menyebabkan peningkatan laktasi. Selain itu adanya tindakan
episiotomi akan menimbulkan komplikasi terutama jalan lahir pada perineum.
Dalam waktu 2 atau 3 menjadi dua lapisan, sisa desidua berdiferensiasi
menjadi dua lapisan. Stratum superfisial menjadi nekrotik, dan terkelupas
18

bersama lokhia. Stratum basal yang bersebelahan dengan miometrium tetap
utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium
dan stroma jaringan ikat antar kelenjar tersebut. Proses regenerasi
endometrium berlangsung cepat, kecuali pada melekatnya plasenta.
Menurut Williams dalam Obstreti William ( 2006), ekstrusi lengkap
plasenta perlu waktu sampai 6 minggu. Proses ini mempunyai kepentingan
klinis yang besar, karena bila proses ini terganggu, dapat terjadi perdarahan
nifas.
Uterus sering berkontraksi hebat dalam interval-interval tertentu,
terutama pada multipara, sehingga menyebabkan nyeri pasca melahirkan.
Kadang-kadang nyeri ini cukup parah sehingga memerlukan analgesik. Nyeri
pascamelahirkan terutama terasa di payudara ketika menyusui bayi.
Payudara terasa lebih penuh/ tegang dan nyeri akibat statis di vena dan
pembuluh limfe, tanda bahwa ASI mulai banyak di sekresi. Sering terjadi
pada payudara yang elastisitanya kurang. Bila tidak dikeluarkan, ASI
menumpuk dalam payudara, puting lebih mendatar dan sukar diisap oleh
bayi(Cunningham, 2006)

19


20

F. Komplikasi
1. Hemoragi post partum
Perdarahan post partum adalah kehilangan darah sebanyak 500cc atau
lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan.
2. Infeksi masa nifas
Infeksi masa nifas atau sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus
genetalia yang terjadi pada setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur
membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus
dimana terdapat tanda-tanda nyeri pelvik, demam 38,5 C atau lebih,
vagina yang berbau busuk, keterlambatan dalam kecepatan penurunan
uterus.
3. Kelainan payudara
Komplikasi post partum ( Suherni, dkk, 2009 )
a. Bendunangan air susu
Payudara sering mengalami distensi menjadi keras dan berbenjol-
benjol. Keadaan ini yang disebut bendungan air susu ( caked breast ),
sering menyebabkan rasa nyeri yang cukup berat dan bisa disertai
kenaikan suhu.
b. Mastitis
Inflamasi perinkimatosa glandula mamae merupakan komplikasi
yang jarang terjadi tetapi kadang-kadang dijumpai pada masa nifas
dan laktasi.

21

G. Perawatan Masa nifas
1. Ambulasi
Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan mencegah resiki
tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja peristaltik dan kandung kemih,
sehingga mencegah distensi abdominal dan konstipasi. Terkadang ibu
enggan untuk banyak bergerak karena letih dan sakit. Jika keadaan
tersebut tidak diatasi, ibu akan terancam mengalami trobosis vena. Untuk
mencegah terjadinya trombosis vena, perlu dilakukan ambulasi dini oleh
ibu nifas.
Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal, biasanya ibu
diperbolehkan untuk mandi dan ke WC dengan bantuan orang lain, yaitu
pada 2 jam setelah persalinan. Sebelum waktu ini, ibu harus diminta
untuk latihan menarik nafas dalam serta latihan tungkai yang sederhana
dan harus duduk serta mengayunkan tungkainya ditepi tempat tidur.
Sebaiknya, ibu nifas turun dari tempat tidur sedini mungkin setelah
persalinan. Ambulasi dini dapat mengurangi kejadian komplikasi kandung
kemih, konstipasi, trombosis vena pueperalis, dan emboli pulmonal.
Disamping itu, ibu merasa lebih sehat dan kuat serta dapat segera
merawat bayinya. Ibu harus didorong berjalan dan tidak hanya duduk di
tempat tidur. Pada ambulasi pertama, sebaiknya ibu dibantu karena
biasanya pada saat ini ibu merasa pusing ketika pertama kali bangun
setelah melahirkan ( Suherni, dkk, 2009).

22

2. Eliminasi
a. Buang air kecil
Dalam enam jam ibu nifas harus bisa berkemih spontan,
kebanyakan ibu bisa berkemih spontan dalam waktu 8 jam. Urin
dalam jumlah banyak akan diproduksi dalam 12-36 jam setelah
melahirkan. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam waktu
6 minggu (Suherni, dkk, 2009)
Perawat harus megobservasi adanya distensi abdomen dengan
cara memalpasi dan mengauskultasi abdomen, berkemih harus terjadi
dalam 4-8 jam pertama dan minimal 200 cc. Anjurkan ibu untuk
minum banyak air dan ambulasi. Rangsangan untuk berkemih dapat
dilakukan dengan rendaam duduk (sitz bath) untuk mengurangi edema
dan relaksasi sfingter, lalu kompres hangat/dingin (Bahiyatun, 2009).
b. Buang air besar
BAB biasanya tertunda selama 2 sampai 3 hari, kerena enema
persalinan, diit cairan, obat-obatan analgesik, dan perinium yang sakit.
Bila lebih dari tiga hari bisa diberikan obat laksansia, ambulasi dini
dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB, asupan cairan dan
diit tinggi serat sangat dianjurkan (Bahiyatun, 2009).
3. Higiene
Sering membersihkan area perinium akan meningkatkan kenyamanan
dan mencegah infeksi. Tindakan ini paling sering menggunakan air
hangat yang dialirkan ( dapat ditambah dengan larutan antiseptik) ke atas
23

perineum setelah berkemih atau defekasi, hindari penyemprotan langsung.
Ajarkan ibu untuk membersihkan sendiri.
Luka pada perinium akibat episiotomi, ruptura atau laserasi
merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan
kering. Tindakan membersihkan vulva dapat memberi kesempatan
melakukan inspeksi secara seksama daerah perineum.
Payudara juga harus diperhatikan kebersihannya. Jika puting terbenam
lakukan masase payudara secara perlahan dan tarik keluar secara hati-
hati.

H. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Suatu pengkajian fisik lengkap termasuk pengukuran tanda-tanda
vital, dilakukan pada saat masuk ke unit pasca partum. Selain itu
komponen pengkajian awal yang lain yang perlu dikaji pada ibu
postpartum adalah sebagai berikut (Bahiyatun, dkk, 2009) :
a. Mengkaji riwayat
1) Ambulasi
apakah ibu melakukan ambulasi, seberapa sering, apakah
kesulitan, apakah ibu pusing ketika melakukan ambulasi.
2) Berkemih
Bagaimana frekuensinya, jumlah, apakah ada nyeri, atau
disuria.
24

3) Defeksi
Bagaimana frekuensi buang air besarnya, jumlah, warna dan
konsistensi.
4) Nafsu makan
Apa yang dimakan, seberapa sering, apakah ada rasa mual dan
muntah.
5) Gangguan ketidaknyamanan
Lokasi nyeri, kapan, kualitas, apa yang dapat mengurangi
nyeri.
6) Psikologis
Bagaimana perhatian terhadap dirinya sendiri dan bayinya,
perasaan terhadap bayinya dan persalinan.
7) Istirahat dan tidur
Apakah ibu mengalami gangguan tidur, apakah ibu
mengalami kelelahan.
8) Menyusui
Bagaimana proses menyusui dikaitkan dengan dirinya dan
bayi, kaji pengetahuan ibu mengenai pentingnya menyusui.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium bisa segera dilakukan pada periode
pasca partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali
dibutuhkan pada hari pertama pada post partum untuk mengkaji
25

kehilangan darah pada saat melahirkan.
2) Pemeriksaan urin
Pengambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan
kateter atau dengan teknik pengambilan bersih (clean cath)
spesimen ini dikirim ke laboratorium untuk dilakukan
pemeriksaan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama
jika cateter indwelling dipakai selama paska inpartum. Selain itu
catatan prenatal ibu harus di kaji untuk menentukan status rubella
dan rhesus dan kebutuhan terapi yang mungkin.
2. Diagnosa
Menurut Bobak, dkk (2005) diagnosa keperawatan pada post partum,
sebagai berikut :
a. Nyeri yang berhubungan dengan involusi rahim, trauma pada
perineum, episiotomi, hemoroid, pembengkakan payudara.
b. Ketidakefektifan menyusui yang berhubungan dengan nyeri,
pengaturan posisi bayi, respon fisiologis normal.
c. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan trauma jalan lahir
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya
kehilangan volume cairan aktif/perdarahan.
e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan pentingnya buang air
kecil untuk mencegah perdarahan.
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan laserasi atau trauma jalan lahir .
26

NOC : Nyeri pasien berkurang / hilang atau terkontrol.
Kriteria hasil :
1) Klien menyatakan tidak nyeri
2) Klien menyatakan nyaman
3) Skala nyeri berkurang
4) Klien dapat beraktivitas tanpa merasa nyeri.
5) Ekspresi klien nyaman.
NIC
1) Kaji karakteristik nyeri, tingkat nyeri, tempat nyeri, skala nyeri.
2) Inspeksi daerah perineum dan daerah episiotomi. Perhatikan
adanya udem, nyeri tekan lokal, purulen.
3) Berikan kompres panas atau dingin pada perineum, khususnya
selama 24 jam pertama setelah melahirkan.
4) Berikan kompres panas lembab ( mis, rendam duduk/bak mandi
) diantara 100 dan 105 F ( 38,0 sampai 43,2 C ) selama 20
menit, 3sampai 4 kali sehari, setelah 24 jam pertama.
5) Kolaborasi pemberian analgetik.
b. Risiko terhadap ketidakefektifan menyusui yang berhubungan
dengan tidak berpengalaman dan / atau payudara membengkak.
NOC : Pasien mengetahui tentang cara perawatan payudara bagi ibu
menyusui
Kriteria hasil :
1) Klien mengetahui cara merawat payudara bagi ibu menyusui
27

2) Asi keluar
3) Payudara bersih
4) Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri
5) Bayi mau menyusu
NIC
1) Kaji pengetahuan pasien mengenai manajemen laktasi dan
perawatan payudara.
2) Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan
keuntungan menyusui, perawatan puting dan payudara,
kebutuhan diet khusus, dan faktor-faktor yang memudahkan
atau mengganggu keberhasilan menyusui.
3) Kaji puting klien, anjurkan untuk melihat puting setiap habis
menyusui.
4) Anjurkan klien untuk mengeringkan puting dengan udara selama
20-30 menit setelah menyusui. Insruksikan klien menghindari
penggunaan sabun atau penggunaan bantalan bra berlapis
plastik,dan mengganti pembalut bila basah atau lembab.
c. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan invasi bakteri
sekunder akibat trauma selama proses persalinan.
NOC : Tidak terjadi infeksi dan pengetahuan pasienbertambah.
Kriteria hasil :
1) Klien meyertakan perawatan bagi dirinya
28

2) Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara
mandiri.
3) Jahitan perineum besar
4) Vulva bersih dan tidak infeksi
5) Tidak ada tanda perawatan
6) Vital sign dalam batas normal
NIC
1) Pantau vital sign
2) Kaji daerah perineum dan vulva (tanda peradangan)
3) Pertahankan lingkungan yang bersih
4) Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu
postpartum
5) Ajarkan perawatan vulva bagi pasien
6) Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah
vulvanya
7) Lakukan perawatan hygiene
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya
kehilangan volume cairan aktif/perdarahan.
NOC: Kebutuhan cairan pasien terpenuhi dan mencapai
keseimbangan.
Kriteria hasil
1) Intake dan output seimbang
2) Tanda-tanda vital normal
29

3) Berat badan pasien ideal

NIC
1) Monitor vital sign
2) Monitor intake dan output
3) Mengkaji jumlah dan karakter lhokea
4) Pertahankan tonus rahim
5) Mencegah distensi kandung kemih
6) Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan sedikitnya 8
gelas sehari
7) Kolaborasi pemberian cairan intravena dan oksitoksin.
e. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan
dengan kurang mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal
sumber.
NOC : Kurang pengetahuan dapat teratasi
Kriteria hasil
1) Klien mengungkapkan pemahaman
2) Klien mampu melakukan aktivitas dengan menjelakan alasan
NIC
1) Klien mengetahui cara merawat payudara bagi ibu menyusui
Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar. Bantu klien /
pasangan dalam mengidentifikasi kebutuhan - kebutuhan.
30

2) Berikan informasi tentang peran program latihan pascapartum
progresif.
3) Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan
perineal dan hygiene, perubahan fisiologis, termasuk kemajuan
normal dari rabas lokhia, kebutuhan untuk tidur dan istirahat,
perubahan peran, dan perubahan emosional. Biarkan klien
mendemonstrasikan materi yang dipelajari, bila diperlukan.

31

BAB III
RESUME KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan oleh Hendra Setiawan di ruang Permatahati Rumah
Sakit Umum Daerah Banyumas, pada tanggal 26 Februari 2014, pukul 08.30
wib dengan sumber data didapatkan dari pasien, keluarga pasien, dan Rekam
Medis.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 26 Februari 2014, dari sumber data
didapatkan pasien bernama Ny. M berusia 35 tahun, berjenis kelamin
perempuan, beragama islam, alamat Kemranggon Banjarnegara, tanggal
masuk 25 Februari 2014 pukul 18.00 WIB, diagnosa medis Ny.M adalah P3
A0 post partum spontan hari ke-1. Nama penanggung jawab Tn. A, berusia
36 tahun dengan alamat Kemranggon Banjarnegara, Tn.A adalah suami dari
pasien.
1. Riwayat keperawatan
Pasien mengatakan perut terasa nyeri, keluar lendir dan darah dari
pervaginaan. Pasien memutuskan untuk di bawa ke RSUD Banyumas,
pertama kali pasien diterima di VK IGD tanggal 25 Febuari 2014
pkl.17.00WIB, di VK IGD TD:120/90 mmHg, lalu mendapatkan terapi
dan infus RL 32 tpm tpm jam 17.30WIB, setelah itu pasien dipindahkan
ke ruang Pematahati dengan keadaan umum baik, TD:120/90 mmHg,
sudah terpasang infus RL+oxytoxin 32 tpm. Pengkajian dilakukan pada
i
i
32

tanggal 26 febuari 2014 pkl 08.30WIB didapatkan TD: 110/80 mmHg,
pasien mengatakan nyeri di bagian panggul, nyeri saat duduk, nyeri
seperti di iris-iris, skala nyeri 5 dan pasien mengatakan nyeri hilang
timbul. Keluhan tambahan pasien mengatakan pembalut kotor.

2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit menular seperti
HIV/AIDS, Hepatitis, TBC. Penyakit menurun seperti DM, Asma.
Penyakit Berat seperti Jantung, Paru-paru, Ginjal. Tetapi ibu mengatakan
pada kehamilan ketiga ibu

3. Riwayat keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit
menular seperti ( HIV/AIDS, Hepatitis, TBC ). Penyakit menurun seperti
( Hipertensi, ASMA, DM ). Penyakit berat seperti ( Jantung, Paru-paru,
Ginjal).

4. Riwayat obstetric
Pasien mengatakan pertama kali menstruasi pada saat umur 12 tahun,
siklus 28 hari, dengan lama menstruasi 6-7 hari, hari pertama hari terahir
menstruasi ibu pada tanggal 18 Mei 2013. Ibu sudah memiliki 2 orang
anak sebelumya dengan lahir spontan dan keadaan saat lahir baik.

33

5. Pengkajian pola fungsional gordon
Ibu mandi 3x sehari ganti baju 2x sehari, gosok gigi 3x sehari, selalu
membersihkan alat kelamin secara rutin. Selama nifas ibu belum
mengganti pembalut,pembalut kotor.

6. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis, tanda tanda
vital tekanan darah 110/80 mmHg, respirasi 24 kali/menit, nadi 96
kali/menit, suhu 36,9
0
C. Pemeriksaan fisik, kepala mesochepal, mata
simetris, tidak anemis, sklera anikterik, tidak memakai alat bantu
penglihatan, telinga bersih, tidak ada serumen ataupun kelainan yang
lainnya, hidung simetris, tidak terdapat polip, mukosa bibir kering, gigi
putih bersih, leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Pemeriksaan
dada, inspeksi tidak ada tanda pembesaran jantung, palpasi tidak ada
nyeri tekan, perkusi jantung resonan, auskultasi lup-dup, pemeriksaan
paru inspeksi pada paru gerakan nafas simetris tidak ada lesi, tidak ada
nyeri tekan atau benjolan, perkusi sonor, suara paru vesikuler,
pemeriksaan payudara di dapat kan puting menonjol, payudara teraba
keras, kolostrum sudah keluar. Pemeriksaan abdomen didapatkan TFU
pasien 2 jari dibawah pusat, uterus teraba lembek/ tidak ada kontraksi
uterus, ekstermitas bagian atas terpasang infus RL 32 tpm. Pemeriksaan
genetalia terdapat laserasi jalan lahir, sekitar genetalia kotor, pembalut
tampak kotor.

34

7. Program terapi
Obat-obatan yang di berikan untuk Ny. M pada tanggal 25 Febuari
2014 adalah infus RL+oxytoksin 32 tetes/menit 500cc, cefadroxil 3x1
kapsul 500mg.

8. Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan darah pada tanggal 25 Februari 2013 menunjukkan
nilai WBC : 24.8 [10e3/uL], normal : F : 3.70-10.1 , RBC : 3.98
[10e6/uL], normal : F : 4.05-6.58, HGB : 11,4 [g/dL], normal F : 11-16,
HCT : 31,3 %, normal : F : 37.7-43.7%.

35

B. Analisa Data
Dari data-data yang ditulis diatas, yang didapat dari hasil wawancara
pada Ny. M tentang apa yang dirasakan pada saat ini, serta dari hasil inspeksi,
auskultasi, perkusi, palpasi. Selanjutnya penulis melakukan analisa data dari
data diatas terhadap Ny. M dengan Post Partum Spontan.
Tanggal Data Etiologi
Problem
25 Februari 2014 DS:Pasien mengatakan nyeri
di bagian panggul, nyeri
saat duduk, nyeri seperti
di iris-iris, nyeri skala 5,
nyeri hilang timbul.
DO:Pasien terkadang
mengeluh nyeri di
simfisis pubis, muka
menahan nyeri, Nyeri
tekan di simfisis pubis.
Agen injury
Biologi
Nyeri akut






25 Febuari 2014 DS : pasien mengtakan
lemah
DO :
a. Terdapat
pengeluaran
pervagina dengan
jumlah
450ml/24jam
b. Kontraksi uterus
tidak ada/lembek
Kehilangan
volum cairan
aktif/perdarah
an
Resiko
kekurangan
volume
cairan
36

DS : Pasien mengatakan
pembalut kotor.
DO:
a. WBC : 24.800 uL (
Normal :3.700-
10.100 uL).
b. Pembalut kotor.
c. Sekitar genetalia
kotor.
d. Terdapat laserasi
jalan lahir.
Trauma
jaringan
Resiko
infeksi

C. Perumusan Diagnosa dan Intervesnsi
Dari data tersebut diatas, setelah dilakukan analisis data ditemukan
masalah-masalah keperawatan sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologi ditandai dengan
pasien mengatakan nyeri di bagian panggul.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan,
adanya kehilangan volume cairan katif.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan
laserasi jalan lahir, pembalut kotor, WBC:24.800 uL
Selanjutnya penulis akan memasuki pembahasan mengenai diagnosa
keperawatan. Dari data-data yang diperoleh selama pengkajian didapatkan
diagnosa keperawatan dengan penjelasan sebagai berikut:

37

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologi
Diagnosa ini dimunculkan karena adanya data-data dari klien yang
mendukung masalah tersebut seperti klien mengatakan nyeri di bagian
panggul, nyeri saat duduk, nyeri seperti di iris-iris, nyeri skala 5, nyeri
hilang timbul.
Berdasarkan hal tersebut penulis menyusun tujuan, kriteria hasil dan
rencana tindakan untuk mengatasi hal tersebut diatas, yaitu:Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri teratasi
dengan kriteria hasil: frekuensi nyeri berkurang, skala nyeri berkurang dari
5 menjadi 3.
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (faktor presipitasi,
skala, regio, frekuensi nyeri).
b. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
c. Berikan posisi senyaman mungkin
d. Ajarkan teknik non farmakologik
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik jika perlu
f. Tingkatkan istirahat

2. Resiko kekurangan volume cairan berhubunag dengan perdarahan, adanya
kehilangan volume cairan aktif.
Diagnosa ini dimunculkan karena terdapat pengeluaran dara pervagina,
uterus lembek, output urine <30ml/kgBB/jam.
38

Berdasarkan hal tersebut penulis menyusun tujuan, kriteria hasil dan
rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa diatas yaitu :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan
pasien tidak mengalami kekurangan volume cairan dengan kriteria hasil :
tidak ada faktor penyebab kekurangan volume cairan, ouput urin normal
(>30ml/kgBB/jam).
Intervensi
1. Monitor vtal sign
2. Monitor intake output
3. Mengkaji jumlah dan karakter lokhea
4. Pertahankan tonus rahim
5. Mencegah distensi kandung kemih
6. Kolaborasi dengan tim medis menenai pengobatan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan
adanya laserasi jalan lahir.
Diagnosa ini dimunculkan karena adanya data-data dari klien yang
mendukung masalah tersebut seperti WBC : 24.800, pembalut kotor,
terdapat laserasi jalan lahir.
Berdasarkan hal tersebut penulis menyusun tujuan, kriteria hasil dan
rencana tindakan untuk mengatasi hal tersebut diatas, yaitu: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada
tanda-tanda infeksi dengan kriteia hasil: Menunjukan kemampuan untuk
39

mencegah infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukan
perilaku hidup sehat.
Intervensi :
a. Gunakan strategi untuk mencegah infeksi
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
c. Observasi pengeluaran pervagina
d. Lakukan perawatan luka
e. Mengobservasi nilai laboratorium ( WBC,HB)
f. Ajari pasien mengenai tanda-tanda infeksi
g. Berikan terapi antibiotik bila perlu

D. Implementasi dan Evaluasi
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun, maka tindakan
keperawatan yang dilakuakan pada tanggal meliputi:

1. Diagnosa pertama : Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologi
Tanggal 26 Februari 2014
Melakukan pengkajian nyeri pasien, mengamati reaksi wajah saat
nyeri, memposisikan klien senyaman mungkin, mengajarkanan klien
mengurangi nyeri dengan relaksasi, menganjurkan istirahan bila nyeri
timbul.
40

Adapun hasil dari implementasi diatas adalah klien mengatakan nyeri
di bagian panggul, nyeri saat duduk, nyeri seperti di iris-iris, nyeri skala 5,
nyeri hilang timbul, pasien mengatakan tiduran bila nyeri muncul.
Tanggal 27 Februari 2014
Memposisikan klien senyaman mungkin, mengajarkan klien
mengurangi nyeri dengan masase uteri, menganjurkan klien untuk
mobilisasi dini untuk merangsang kontraksi uterus.
Adapun hasil dari implementasi diatas yaitu klien mengatakan nyeri di
bagian panggul, nyeri saat duduk, nyeri seperti di iris-iris, nyeri skala 3,
nyeri hilang timbul, pasien mengatakan lebih nyaman tiduran. Rencana
selanjutnya yaitu pertahankan keadaan pasien.

2. Diagnosa kedua : kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya
kehilangan volume cairan aktif.
Tanggal 26 Februari 2014
Memonitor vital sign(tekanan darah, nadi, respirasi), memonitor intake
output, mengkaji jumlah dan karakter lokhea, mempertahankan tonus otot
dengan memberiakn oksitoksin, mecegah distensi kandung kemih dengan
cara memasang kateter, melaksanakan terapi RL 32 tetes/menit.
Hasil dari tindakan keperawatan diatas, tekanan darah 110/90mmHg,
nadi 84x/menit, respirasi 24x/menit, jumlah darah pervagina 450ml
/24jam, terapi RL+oksitoksin 32 tetes/menit masuk, output urine 140ml
per 6 jam.
41

Tanggal 27 Februari 2014
Memonitor vital sign (tekanan darah, nadi, respirasi), memonitor
intake output, mengkaji jumlah lhokea, melaksanakan program terapi
RL+Oksitoksin 32 tetes/menit.
Hasil dari tindakan keperawatan diatas adalah tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 78x/menit, respirasi 23x/menit, jumlah pengeluaran lhokea
400mg/24jam, terdapat kontraksi uterus, terapi obat masuk, urine output
160 ml/6 jam.
Tanggal 28 Februari 2014
Melakukan monitor vital sign ( tekanan darah, nadi, respirasi),
memonitor intake output, mengkaji jumlah lhokea, melaksanakan program
terapi RL+Oksitoksin 32 tetes/menit.
Hasil implementasi diatas yaitu tekanan darah 120/90mmHg, nadi
88x/menit, repirasi 20x/menit, jumlah pengeluaran lhokea 350mg/24jam,
terdapat peningkatan kontraksi uterus yang kuat, terapi obat masuk, urine
output 180 ml/6 jam.

3. Diagnosa ketiga : Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
ditandai dengan adanya laserasi jalan lahir.
Tanggal 26 Februari 2014
Membersihkan lingkungan klien seperti membersihkan bad pasien
untuk mencegah infeksi nosokomial, mencuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan, mengobservasi pengeluaran pervagina, melakukan perawatan
42

vulva hygien, menganjurkan ibu selalu menjaga kebersihan diri dengan
mengganti pembalut apabila sudah penuh dan cebok dari depan ke
belakang, mengintruksikan pengunjung untuk mencuci tangan tiap kali
berkunjung, memberikan terapi antibiotik Cefadroxil 500mg.
Adapun hasil implementasi diatas adalah lingkungan klien bersih,
Lokhea merah terang, genetalia bersih, dan tidak ada alergi obat.
Tanggal 27 februari 2014
Mempertahankan lingkungan bersih seperti membersihkan bad pasien,
mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, alat-alat yang akan
digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu, perawatan vulva dilakukan
dengan baik, mengajari klien membersihkan perineum dari arah depan ke
belakang, memberikan terapi antibiotik Cefadroxil 500mg.
Hasil dari implementasi diatas lingkungan tejaga bersih, lhokea
merah, tidak ada tanda infeksi puerperium.
Tanggal 28 Februari 2014
Melakukan perawatan vulva higien, mengobservasi pengeluaran
pervagina.
Hasil dari implementasi diatas meliputi Tidak ada tanda infeksi
pueperium ( kemerahan, warna lhokea merah) di daerah perineum, WBC :
10.050 uL.
43

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis membahas tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan
pada Ny. M, mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Dalam pembahasan penulis
mencoba membandingkan antara sumber tentang pasien post patum spontan
dengan kasus data yang ditemukan dalam kasus.

A. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan data untuk mengidentifikasi tanda dan
gejala diagnosis keperawatan aktual atau mengidentifikasi faktor resiko untuk
diagnosis keperawatan resiko tinggi (NANDA, 2012).
Penulis melakukan pengkajian dengan pola fungsional gordon karena
dapat diaplikasikan secara luas untuk perawat dengan latar belakang praktek
yang beragam dan pengkajian pola fungsional gordo dapatdigunakan untuk
perseorangn keluarga dan komunitas.
Pola fungsional gordon adalah persepsi dan penanganan kesehatan, persepsi
tehadap arti kesehatan dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan
menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
Komponen pola fungsional gordon meliputi gambaran kesehatan secara
umum saat ini, gambaran kesehatan keluarga, nutrisi metabolik, gambaran
eliminasi, aktivitas dan latihan, tidur dan istirahat, kognitif dan perspsi,
i
i
44

konsep diri, peran dan hubungan, seksualitas dan reproduksi, nilai
kepercayaan.
Dari pengkajian penulis menguraikan kesenjangan antara data yang ada
dalam teori dibandingkan dengan data yang ditemukan dalam kasus nyata.
Untuk mendapatkan data dari pasien peulis menggunaka teknik pengumpulan
data sebagai berikut :
1. Wawancara
Kekuatan dari metode wawancara adalah dapat dilakukan tanpa
bantuan alat apapun, Dilakukan secara langsung. Kelemahannya jika
dalam perbincangan tidak terarah akan membutuhkan waktu yang lama.
Dalam wawancara diperoleh data subjektif, pasien mengatakan nyeri
di bagian panggul, nyeri saat duduk, nyeri seperti di iris-iris, skala nyeri 5
dan pasien mengatakan nyeri hilang timbul.
Hal ini sesuai dengan teori, pada post partum uterus cenderung tetap
berkontraksi secara tonis. Uterus sering berkontraksi hebat dalam
interval-interval tertentu, terutama pada multipara, sehingga
menyebabkan nyeri pascamelahirkan ( Cunningham, 2006).
Pasien mengatakan terjadi pengeluaran lendir beserta darah dari
jalan lahir dan pembalut kotor. Dalam teori juga menyatakan, pada awal
masa nifas peluruhan jaringan desidua menyebabkan keluarnya discharge
vagina dalam jumlah bervariasi; ini disebut lokhea. Secara mikroskopis,
lokhea terdiri atas eritrosit, serpihan desidua, sel-sel epitel, dan bakteri (
Cunningham, 2006).
45

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital, tekanan darah 100/70
mmHg, nadi 76 kali per menit, suhu 36,9
0
C, respirasi 24 kali per menit.
Output urine mencapai 560 ml/jam pada hari pertama.
Perubahan pascapartum pada alur perawatan, nadi bradikardi pada
hari pertama, hari kedua dan ketiga bradikardi bisa menetap atau kembali
normal. Tekanan darah dalam rentang normal. Berkemih pada hari
pertama dapat mencapai 3000ml/jam dan pada hari ketiga jumlah dalam
24 jam menurun (Bobak, 2005).
3. Pengamatan
Kekuatan metode pengamatan adalah kriteria yang diamati jelas.
Kelemahan membutuhkan jangka waktu yang lama.
Data diperoleh pasien tampak menahan nyeri, tingkah laku pasien
tampak hati-hati karena merasakan nyeri pada daerah pubis. Pasien
tampak mengetahui mengenai teknik perawatan pascamelahirkan, dan
mengetahui dengan baik teknik menyusui yang benar.
4. Study dokumenter
Terapi yang digunakan untuk mengatasi resiko infeksi adalah
cefadroxil mg, untuk memepertahankan volume cairan dan perdarahan
perdarahan adalah RL+oksitoksin 32 tetes/menit.

46

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai pengalaman/
respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang
aktual atau potensial / proses hidup. Diagnosa keperawatan memberi dasar
pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil akhir sehingga
perawat menjadi akuntabel (NANDA, 2012).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus post partum
menurut Bobak(2006) : Nyeri akut yang berhubungan dengan involusi rahim,
trauma perineum, pembengkakan payudara, ketidak efektifan menyusui
berhubungan dengan pengaturan posisi bayi, isapan tidak adekuat, resiko
infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir, kekurangan volume cairan
berhubungan dengan perdarahan, kurang pengetahuan mengenai perawatan
bayi, teknik menyusui.
1. Diagnosa keperawatan yang di temukan pada kasus nyata yang sesuai
dengan teori yaitu:
a. Nyeri akut behubungan dengan agen injury biologi
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak
menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang
actual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan
yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya
kurang dari 6 bulan. Nyeri adalah pengalaman emosional atau sensori
yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara
47

actual atau potensial atau menunjukkan adanya kerusakan : serangan
mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang dapat
diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan (Nanda,
2012). Nyeri ditegakkan bila ada data yang mendukung yaitu
melaporkan nyeri insisi, kram, nyeri tekan pada abdomen, perilaku
melindungi, wajah kemerahan.
Batasan karakteristik dari diagnosa nyeri akut menurut
NANDA(2012) yaitu melaporkan nyeri secara verbal, perubahan
tekanan darah, gelisah, sikap melindungi nyeri, fokus pada diri sendiri,
posisi menghindari nyeri.
Diagnosa ini ditegakkan karena ditemukan data-data yang
mendukung seperti dalam batasan karakteristik yaitu data subyektif
pasien mengatakan nyeri pada panggul nyeri, saat saat bergerak. Data
obyektif, pasien tampak menahan nyeri saat bergerak, skala nyeri 5.
Penulis memprioritaskan masalah ini menjadi diagnosa pertama
karena berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien saat itu dan apabila
masalah tersebut tidak segera diatasi akan menimbulkan
ketidaknyamanan pasien dan akan menghambat pelaksanaan
keperawatan dari diagnosa yang lain, mengganggu aktivitas klien dan
apabila rasa nyeri sudah ditransmisikan oleh syaraf ke otak, maka akan
terjadi nyeri hebat dan bisa menyebabkan syok neuroginik.
Tujuan dari diagnosa nyeri selama 3x24 jam diharapkan nyeri
pasien berkurang, hilang atau terkontrol.
48

Intervensi yang dicantumkan adalah kaji nyeri (karakteristik, lokasi
intensitas dan skala nyeri) dengan rasional membantu dalam
mengidentifikasi derajat kenyamanan dan kebutuhan untuk keefektifan
analgesik (Lynda, 2006). Berikan informasi mengenai penyebab nyeri
dengan rasional untuk meningkatkan pemecahan masalah, membantu
mengurangi rasa nyeri dengan non farmakologi atau farmakologi, Atur
posisi klien senyaman mungkin untuk memperlancar peredaran darah
serta menurunkan nyeri. Ajarkan teknik relaksasi dengan teknik nafas
dalam bila nyeri muncul sehingga keadaan rileks meningkatkan
kesenangan pasien Siswosudarmo, 2009).

Intervensi yang telah dilakukan yaitu melakukan pengkajian nyeri
pasien (lokasi nyeri, karakteristik nyeri, durasi nyeri, skala nyeri),
mengamati reaksi wajah saat nyeri, observasi tanda-tanda vital, pada
kebanyakan pasien yang mengalami nyeri menyebabkan gelisah serta
tekanan darah dan nadi meningkat. Memberikan posisi yang nyaman
dapat memperlancar peredaran darah serta menurunkan nyeri.
Menganjurkan pasien untuk tarik nafas dalam jika nyeri, dapat
menurunkan ketegangan emosional dan dapat meningkatkan perasaan
kontrol sebagai mekanisme koping pasien, menganjurkan pasien untuk
meningkatkan istirahat.
Setelah penulis melakukan tindakan keperawatan tanggal 25-26
Februari 2014 pada Ny. M, didapatkan evaluasi pada tanggal 27
49

februari 2014 yaitu Klien mengatakan nyeri berkurang, tampak rileks,
skala nyeri turun dari skala 5 menjadi skala 3. Sehingga penulis
berpendapat bahwa masalah Nyeri akut pada Ny. M teratasi dan
intervensi selanjutnya pertahankan intervensi .
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya
hemoragi atau perdarahan.
Definisi : kondisi individu beresiko mengalami penurunan cairan
intravaskular, interstisial, dan intraselular, ini mengacu pada dehidrasi
(NANDA, 2012).
Batasan karakteristik pada diagnosa resiko kekurangan cairan
menurut dr.Taufan (2011) meliputi : lemah, hipotensi, urin
<30ml/kgBB/jam, kontraksi uterus tidak ada/lembek.
Penulis mengangkat diagnosa kekurangan volume cairan karena
ditemukan data seperti yang terdapat dibatasan karakteristik yang
tertera dalam diagnosa kekurangan volume cairan seperti, lemah,
membran mukosa kering, produsi urine kurang dari 30 ml/kgBB/ jam.
Penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan menjadi diagnosa
kedua karena apabila tidak dilakukan rencana keperawatan untuk
mencegah perdarahan, di takutkan pasien akan mengalami hemoragic
post partum.
Tujuan dari diagnosa resiko kekurangan volume cairan adalah,
selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi, dengan
kriteria hasil yaitu produksi urine >30ml/kgBB/jam, normotensi.
50

Rencana dari diagnosa resiko kekurangan cairan menurut
dr.Taufan Nugroho (2011) meliputi monitor penyebab kekurangan
cairan seperti perdarahan, monitor keadaan post partum:uterus,
keadaan kandung kemih, monitor tanda-tanda dehidrasi, monitor kadar
hematokrit dan Hb, kolaborasi dengan tim medis mengenai pemberian
terapi.
Adapun tindakan keperawatan yang telah penulis lakukan,
memonitor penyebab kekurangan volume cairan seperti perdarahan,
memonitor kontraksi uterus tiap 6 jam, monitor tanda-tanda vital,
memonitor kadar Hb, melaksanakan terapi RL+oksitoksin 32
tetes/menit.
Dari implementasi yang telah dilakukan selama tiga , didapatkan
evaluasi akhir yaitu, pesian mengatakan sudah tidak lagi lemah,
perdarahan 300ml, kontraksi uterus kuat, output urin
50ml/kgBB/jam.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir
Resiko infeksi adalah peningkatan resiko untuk terinvasi oleh
organism pathogen (Nanda, 2012). Resiko infeksi adalah suatu kondisi
individu yang mengalami peningkatan resiko terserang organism
patogenik (Wilkinson, 2004).
Resiko tinggi infeksi dapat ditegakkan bila ada data mendukung
seperti dalam batasan karakteristik yaitu kemerahan pada kulit sekitar
luka, nyeri, oedema eksudat, peningkatan suhu, nadi dan peningkatan
51

sel darah putih.
Diagnosa tersebut ditegakkan karena didapatkan data subyektif,
pasien mengatakan pembalut sudah penuh. Data obyektif yaitu
terdapat laserasi lahir, WBC : 24.800.
Penulis memprioritaskan masalah ini menjadi diagnosa ketiga.
Karena bila perawatan luka pasien tidak menggunakan teknik aseptik
yang benar dan kondisi daya tahan tubuh yang kurang baik, maka akan
terjadi infeksi.
Tujuan intervensi dalam diagnosa resiko infeksi adalah, selama
3x24 jam tidak terjadi infeksi yang meluas, pengetahuan pasien
mengenai masalah infeksi bertambah.
Dalam upaya mencegah infeksi pascaparum penulis merencanakan
tindakan keperawatan antara lain : monitor vital sign jika ditemukan
peningkatan suhu, nadi, diduga terjadi infeksi. Lakukan perawatan
luka dengan teknik aseptik dapat membantu mencegah dan
menghalangi penyebaran infeksi dan membantu proses penyembuhan
luka . Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan sehingga
mencegah menurunkan kontaminasi silang. Anjurkan untuk menjaga
kebersihan luka, lingkungan yang lembab merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri, bakteri dapat berpindah melalui aliran
kapiler ke luka insisi (Walkinson, 2004). Kolaborasi pemberian
antibiotik dapat mencegah infeksi dan penyebaran kejaringan sekitar
aliran darah asalkan baik cara dan dosis sesuai dengan keadaan klien
52

(Walkinson, 2004). Pantau tanda/gejala infeksi (misalnya suhu tubuh,
denyut jantung, pembuangan, penampilan luka, sekresi, penampilan
urine, suhu kulit, lesi kulit, keletihan dan malaise) (Wilkinson,2004).
Informasikan untuk menjaga hygiene pribadi untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi (Wilkinson, 2004). Ajarkan pasien cara mencuci
tangan yang benar (Wilkinson, 2004). Berikan terapi antibiotic bila
diperlukan (Wilkinson, 2005 ).
Dari rencana keperawatan di teori tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan yaitu mengkaji tanda vital, mengkaji pengeluaran
pervagina, mengkaji pengetahuan pasien mengenai perawatan vulva,
membersihkan lingkungan pasien, mencuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan, menganjurkan ibu selalu menjaga kebersihan,
mengkolaborasikan pemberian analgesik.
Setelah penulis melakukan tindakan keperawatan tanggal 25-26
Februari 2014 pada Ny. M, didapatkan evaluasi pada tanggal 27
februari 2014 yaitu Tidak ada tanda infeksi ( kemerahan, iritasi ) di
daerah perineum, WBC : 10.050 uL, genetalia bersih, pembalut bersih,
masalah teratasi dan rencana tindakan adalah mempertahankan
keadaan pasien.
2. Diagnosa yang tidak ditemukan pada kasus nyata tetapi ada di konsep
teori yaitu:
a. Ketidakefektifan menyusui yang berhubungan dengan tidak
berpengalaman dan / atau payudara membengkak.
53

Pengertian menyusui tidak efektif adalah ketidak puasan atau
kesulitan ibu, bayi, atau anak dalam proses pemberian ASI.
Batasan karakteristi ketidak efektifan menyusui yaitu, ketidak
puasan proses menyusui, ketidak adekuatan suplai ASI, ketidak
mampuan bayi untuk menempel pada payudara ibu dengan benar,
bayi rewel dan menangis dalam wkatu satu jam setelah menyusui.
Untuk mengangkat diagnosa ini harus ada data sesuai dengan
batasan karakteristi di atas.
Alasan penulis tidak mengangkat diagnosa menyusui tidak
efektif karena ASI sudah keluar, bayi masih berada di ruang
perinatologi/belum rawat gabung, sehingga ibu belum bertemu
bayinya.
b. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan
dengan kurang familier dengan sumber-sumber.
Kurang pengetahuan didefinisikan sebagai tidak atau kurang
informasi kognitif tentang topik tertentu.
Batasan karakteristik dari kurang pengetahuan meliputi,
Mengungkapkan masalah secara verbal, Tidak mengikuti intruksi
yang diberikan secara akurat, Peforma uji tidak akura, Perilaku yang
tidak sesuai ( NANDA, 2012).
Alasan penulis tidak mengankat diagnosa kurang pengetahuan
karena pasien mengikuti intruksi yang diberikan, pasien dapat
mengungkapkan keluhan secara verbal.
54

3. Diagnosa yang muncul di kasus tetapi tidak ada di teori
Penulis tidak menemukan diagnosa yang muncul pada kasus tapi
tidak terdapat dalam teori, kerena tidak ditemukan adanya data-data yang
mendukung untuk mengangkat diagnosa baru.

55

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Persalinan merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan
membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari
pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan
frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur. Mula-mula kekuatan yang
muncul kecil, kemudian terus meningkat sampai pada puncaknya pembukaan
serviks lengkap sehingga siap untuk pengeluaran janin dari rahim (Rohani,
2011).
Persalinan spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala
dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan
bayi, umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan normal dianggap
normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai penyulit( Rohani, 2011).
Setelah melakukan pengkajian pada tanggal 25 Februari 2014, penulis
memperoleh gambaran dan pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan post partum spontan dengan mendapatkan
data pasien mengatakan nyeri saat duduk, seperti teriris-iris, skala nyeri 5,
dan terjadi sewaktu-waktu, dan pasien mengatakan pembalut kotor.
Didalam teori menyebutkan terdapat lima diagnosa yang muncul pada
pasien post partum, yaitu :
i
i
56

a. Nyeri yang berhubungan dengan involusi rahim,trauma pada perineum,
episiotomi, hemoroid, pembengkakan payudara.
b. Ketidakefektifan menyusui yang berhubungan dengan nyeri, pengaturan
posisi bayi, respon fisiologis normal.
c. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan trauma jalan lahir
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya kehilangan
volume cairan aktif/perdarahan.
e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan proses perawatan bayi.
Setelah penulis melakukan tindakan keperawatan dengan cara mengkaji
Ny. M selama tiga hari pada tanggal 25-27 Februari 2014 di ruang Permata
Hati RSUD Banyumas dengan post partum spontan hari ke-1 yang penulis
lakukan dari pengkajian sampai evaluasi.
Dari hasil tindakan yang telah dilakukan pada Ny. M dapat ditegakkan
dua masalah keperawatan yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
2. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan perdarahan, adanya
kehilangan volume cairan aktif.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan
laserasi jalan lahir, pembalut kotor, WBC: 24.800 uL
Masalah utama yang muncul pada Ny. M adalah nyeri akut yang
berhubungan dengan agen injury biologi. Adapun rencan tindakan yang
penulis laksanakaan yaitu Melakukan pengkajian nyeri pasien, mengamati
reaksi wajah saat nyeri, memposisikan klien senyaman mungkin,
57

mengajarkanan klien mengurangi nyeri dengan relaksasi, menganjurkan
istirahan bila nyeri timbul.
Evaluasi selama tiga hari didapatkan data bahwa pasien mengatakan nyeri
berkuranng dan skala nyeri 3, pasien tampak tenang.
Sedang diagnosa kedua yaitu resiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan perdarahan, kehilangan volume cairan aktif. Rancana
yang penulis laksanakan yaitu Memonitor vital sign (tekanan darah, nadi,
respirasi), memonitor intake output, mengkaji jumlah dan karakter lokhea,
mempertahankan tonus otot dengan memberiakn oksitoksin, mecegah distensi
kandung kemih dengan cara memasang kateter, melaksanakan terapi RL 32
tetes/menit.
Evaluasi pada hari ketiga didapatkan data bahwa tekanan darah
120/90mmHg, nadi 88x/menit, repirasi 20x/menit, jumlah pengeluaran lhokea
350mg/24jam, terdapat peningkatan kontraksi uterus yang kuat, terapi obat
masuk, urine output 180 ml/6 jam.
Diagnosa ketiga penulis mencantumkan Resiko infeksi berhubungan
dengan trauma jaringan ditandai dengan laserasi jalan lahir, pembalut kotor,
WBC: 24.800 uL. Adapun rencana tindakan yang penulis lakukan
Mempertahankan lingkungan bersih seperti membersihkan bad pasien,
mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, alat-alat yang akan digunakan
harus dibersihkan terlebih dahulu, perawatan vulva dilakukan dengan baik,
mengajari klien membersihkan perineum dari arah depan ke belakang,
memberikan terapi antibiotik Cefadroxil 500mg.
58

Evaluasi hari ketiga di dapatkan hasil dari implementasi lingkungan
tejaga bersih, lhokea merah, tidak ada tanda infeksi puerperium, WBC :
10500 uL.
Setelah melakukan setiap tindakan keperawatan penulis
mendokumentasikan tindakan tersebut dalam catatan keperawatan dan penulis
sendiri.

B. Saran
1. RSUD Banyumas
Rumah sakit diharapkan menyediakan peralatan mandi bayi yang
lebih lengkap sehingga proses memandikan bayi lebih efektif.
2. Akademi Keperawatan Serulingmas
Sebagai sumber referensi untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa
dalam pembelajaran praktek lahan.
3. Profesi Keperawatan
Perawat hendaknya tidak lebih memfokuskan terhadap masalah fisik
ibu, aspek psikologi ibu tetap penting untuk diperhatikan terutama ibu
yang mengalami komplikasi post partum/dengan bayi BBLR, perawat
harus lebih rajin dalam menginformasikan kepada pasien mengenai
jumlah kunjungan untuk meminimalakan resiko infeksi nosokomial.

You might also like