You are on page 1of 14

Kekuasaan

Max Weber mendefinisikan kekuasaan sebagai kesempatan yang ada pada seseorang atau
sejumlah orang untuk melaksanakan kemauannya sendiri dalam suatu tindakan sosial,
meskipun mendapat tantangan dari orang lain yang terlibat dalam tindakan itu (Poloma,
1979: !"# $esempatan (%han%e atau probability" merupakan satu konsep yang sangat inti
dalam definisi Weber# &alam definisi di muka, kesempatan dapat dihubungkan dengan
ekonomi, kehormatan, partai politik atau dengan apa saja yang merupakan sumber kekuasaan
bagi seseorang# $esempatan seorang pejabat untuk melaksanakan kemauannya tentu lebih
besar dibanding kesempatan seorang petani# $ekuasaan tidak selamanya berjalan lan%ar,
karena dalam masyarakat pasti ada orang yang tidak setuju atau melakukan perla'anan, baik
se%ara terbuka atau terselubung, terhadap kekuasaan ((%ott, 199): xii*xiii"# +ahkan menurut
,mitai -t.ioni, kekuasaan adalah kemampuan untuk mengatasi sebagian atau semua
perla'anan, untuk mengadakan perubahan*perubahan pada pihak yang memberikan oposisi
(Poloma, 1979"#
&ari dua definisi di atas kita bisa melihat adanya perbedaan pandangan antara Weber dengan
-t.ioni# &efinisi Weber nampaknya lebih netral, sedangkan -t.ioni memperlihatkan
hubungan yang agak negatif dan kurang diinginkan, karena mereka yang dikuasai merasa
kehilangan kebebasan# Menurut -t.ioni, asset/milik/ modal yang ada pada seseorang (misal
uang, benda berharga, kekuatan fisik, dan pengetahuan" dapat dipergunakan oleh untuk
menunjang kekuasaan# ,sset sering juga disebut kekuasaan potensial atau sumber kekuasaan#
0al ini untuk membedakan dengan kekuasaan aktif yaitu kekuasaan yang sudah dituang
dalam bentuk tindakan# ,sset bersifat kurang lebih stabil, sedangkan kekuasaan bersifat
dinamik atau prosesual# 1ejala kekuasaan adalah menterjemahkan asset*asset ini ke dalam
kekuasaan# Menterjemahkan assetasset ini ke dalam kekuasaan akan menghasilkan pelbagai
sanksi, imbalan, dan alat*alat (instrumen" untuk menghukum mereka yang menghalangi dan
memberikan fasilitas kepada mereka yang mengikuti kemauannya# (anksi, imbalan dan alat*
alat ini dapat bersifat fisik, materiil atau simbolik# 2egara dan $ekuasaan Pandangan
Weberian yang menganggap negara sebagai arena netral bagi kelompok*kelompok
masyarakat (so%iety*%entered" telah berkembang menjadi negara dianggap sebagai aktor
(state*%entered"# Pandangan state*%entered atau institutionalism approa%h ini dikembangkan
oleh 3heda (ko%pol, 4i%hard 4obison, dkk# Perbedaannya dengan Marxian terletak pada %ara
melihat masyarakat# Weberian (%asu5uo state*%entered" melihat masyarakat se%ara horisontal,
sedangkan Marxian melihat masyarakat se%ara 6ertikal atau klas#
3heda (ko%pol memperbaiki argumen*argumen tentang teori negara terdahulu berkaitan
dengan otonomi negara dari kekuasaan kelas# $ehalusan interpretasi strukturalnya terlihat
pada %ara bagaimana mengkaitkan 2egara dengan sistem dunia yang berstruktur, di satu sisi,
dan struktur sosio*ekonomi kelas, di sisi lainnya# 3eorinya berupaya menjelaskan fenomena
re6olusi sosial dengan menga%u pada re6olusi klasik di Peran%is abad ke*17 dan 4usia serta
8ina di abad ke*!)# 4e6olusi tidak dapat dijelaskan tanpa terlebih dulu menjelaskan
perubahan struktur negara dalam kaitannya dengan peristi'a dunia dan tekanan*tekanan klas
dari ba'ah di masyarakat (9emert, 199:: ;:!"# 3heda (ko%pol menyatakan bah'a
transformasi re6olusi*sosial hanya dapat diartikan jika kita menganggap negara sebagai
strukturmakro# 2egara tidak hanya dipahami sebagai arena tempat dilakukannya perjuangan
sosio*ekonomi# (ebaliknya, negara merupakan serangkaian organisasi administratif, pembuat
kebijakan, dan merupakan organisasi militer yang dipimpin atau dikoordinir oleh pemerintah
selaku otoritas eksekutif ((ko%pol, 199:: ;::"# 2egara manapun pertama*tama memperoleh
sumber daya dari masyarakat dan mempergunakan sumber daya ini untuk men%iptakan dan
mendukung organisasi koersif dan organisasi administratif# 3entu saja organisasi negara ini
harus dibangun dan harus beroperasi dalam konteks hubungan sosio*ekonomi klas, serta
dalam konteks dinamika perekonomian nasional dan internasional# (elain itu organisasi
koersif dan administrati6e hanya merupakan bagian dari keseluruhan sistem politik# (istem*
sistem ini juga berisi banyak lembaga tempat kepentingan so%ial direpresentasikan dalam
pembuatan kebijakan negara serta berisi lembaga*lembaga tempat pelaku nonnegara
dimobilisir untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan ((ko%pol, 1997: ;9"# Meski
demikian, organisasi koersif dan administratif adalah dasar kekuasaan negara# <rganisasi
negara ini se%ara potensial mempunyai otonomi dari kontrol langsung klas dominan# (ejauh
mana otonomi mereka yang sebenarnya dan sampai di mana 6ariasi dari kasus ke kasus# Perlu
ditekankan bah'a tingkat a%tual dan konsekuensi otonomi 2egara hanya dapat dianalisis dan
dijelaskan dalam artian tipe system sosiopolitik dan keadaan internasional historis ((ko%pol,
199:: ;::"#
1aris konflik antara klas dominan tuan*tanah dan penguasa negara di negara agraris demikian
(seperti Peran%is prare6olusi, 4u sia, dan 8hina" menjadi perhatian (ko%pol# &apat di%atat
bah'a negara =negara se%ara potensial mempunyai otonomi dan meneliti kepentingan*
kepentingan apa yang mungkin mereka usahakan# <rganisasi negara perlu bersaing dengan
klas dominan dalam memperebutkan sumber daya dari perekonomian dan masyarakat
(4obison, 197!: 1:1"# &an sumber daya itu dipergunakan se%ara ber6ariasi untuk
kepentingan klas*klas dominan yang ada# (umber daya dipergunakan untuk memperkuat
6olume dan otonomi negara itu sendiri, sesuatu yang mengan%am klas dominan ke%uali jika
kekuasaan negara yang lebih besar diperlukan dan digunakan untuk mendukung kepentingan
klas dominan# 3etapi penggunaan kekuasaan negara untuk mendukung kepentingan klas
dominan sebenarnya dapat dihindarkan ((ko%pol, 199:: ;::"# Memang, upaya para penguasa
negara untuk menjalankan fungsi negara sendiri mungkin akan menyebabkan konflik
kepentingan dengan klas dominan# 2egara normalnya menjalankan dua tugas penting: negara
menjaga ketertiban dan bersaing dengan negara aktual atau potensial lainnya ((ko%pol, 199::
;:;"# (eperti dikemukakan penganut Marxian, negara biasanya menjalankan fungsi untuk
melestarikan struktur ekonomi dan struktur klas yang ada, karena dengan menjalankan fungsi
inilah negara dengan mudah mampu menegakkan tatanan# Meski demikian, negara
mempunyai kepentingannya sendiri 6is*a*6is klas subordinat (ba'ah"# Meskipun baik negara
maupun klas dominan sama*sama mempunyai kepentingan luas dalam menjaga klas =klas
subordinat di masyarakat dan bekerja dalam perekonomian yang ada, kepentingan
fundamental negara dalam memelihara tatanan fisik dan perdamaian politik dapat
menyebabkan negara, khususnya dalam masa krisis, memberikan konsesi pada tuntutan klas
subordinat# $onsesi ini mungkin mengorbankan klas dominan, tetapi tidak berla'anan
dengan kepentingan negara sendiri dalam mengendalikan penduduk dan menarik pajak dan
rekruitmen militer#
$ekerasan
Mahatma 1andhi memperkenalkan tiga jenis perjuangan tanpa kekerasan# >ang paling
penting adalah non*6iolen%e of the strong, yang dilakukan dengan keyakinan akan kekuatan
diri# $emudian non*6iolen%e of the 'eak , yang dilakukan karena tidak ada senjata dan
sumber daya lain yang diperlukan untuk melakukan pertempuran# >ang terakhir adalah non*
6iolen%e of the %o'ard, yang begitu saja menyerah karena lemah dan takut# 1andhi
menganjurkan agar manusia yang berperang memberi makna positif pada peperangan yang
mereka lakukan, yaitu berperang untuk memperjuangkan sesuatu, bukan hanya menentang
sesuatu (Windhu, 199!: xxii"#
1andhi juga berpendapat bah'a kekerasan bisa dihapuskan kalau kita tahu penyebabnya#
Penyebab kekerasan terletak pada struktur yang salah, bukan pada aktor jahat di pihak lain#
2on*6iolen%e adalah non*kooperasi dengan struktur yang salah, sementara pada saat yang
sama mengusulkan dan mengerjakan struktur alternatif, kalau mungkin, bukan menentang
aktor di pihak lain itu (Windhu, 99!: xxiii"#
$ekerasan struktural yang menjadi dasar bagi teori ?ohan 1altung mengenai perdamaian
positif juga sangat 1andhian# 1altung men%oba menggabungkan analisis yang berorientasi
a%tor dengan analisis yang berorientasi struktur (Windhu, 199!: xxii*xxiii"# ,ntara aktor dan
struktur harus ada interaksi yang seimbang (Windhu, 199!: !9"# Menurut 1altung, kekerasan
terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental
aktualnya berada di ba'ah realisasi potensialnya (Windhu, 199!: @;"# $ekerasan di sini
didefinisikan sebagai penyebab perbedaan antara yang potensial dan yang aktual# &i satu
pihak manusia mempunyai potensi yang masih ada di AdalamA, dan di lain pihak, potensi
menuntut untuk diaktualkan yaitu dengan merealisasikan dan memperkembangkan diri dan
dunianya dengan nilai*nilai yang dipegangnya# Pengertian Aa%tusA di sini men%akup kegiatan,
akti6itas yang tidak tampak (seperti berfikir, bermenung, serta kegiatan mental atau
psikologis lainnya" serta kegiatan, tindakan, akti6itas yang dapat diamati/tampak# Bnilah
kiranya yang menjadi titik tolak dalam memahami kekerasan sebagai penyebab perbedaan
antara yang aktual dan yang potensia# Pengandaian dasarnya ialah apa yang bisa atau
mungkin diaktualisasikan, harus direalisasikan (Windhu, 199!: @@"# Walaupun pada
kenyataannya tidak semua potensia kemudian berkembang menjadi a%tus# Pemahaman
1altung tentang kekerasan lebih ditentukan pada segi akibat atau pengaruhnya pada manusia#
1altung tidak membedakan 6iolent a%ts (tindakan*tindakan yang keras, keras sebagai sifat"
dengan a%ts of 6iolen%e (tindakan*tindakan kekerasan" (Windhu,199!: @"# 1altung juga
menguraikan enam dimensi penting dari kekerasan yaitu:
1# $ekerasan fisis dan psikologis#
&alam kekerasan fisis tubuh manusia disakiti se%ara jasmani bahkan sampai pada
pembunuhan# (edangkan kekerasan psikologis adalah tekanan yang dimaksudkan meredusir
kemampuan mental atau otak#
!# Pengaruh positif dan negatif#
(istem orientasi imbalan (re'ard oriented" yang sebenarnya terdapat ApengendalianA, tidak
bebas, kurang terbuka, %enderung manipulatif, meskipun memberikan kenikmatan dan
euphoria#
:# ,da objek atau tidak#
&alam tindakan tertentu tetap ada an%aman kekerasan fisis dan psikologis, meskipun tidak
memakan korban tetapi membatasi tindakan manusia#
;# ,da subjek atau tidak#
$ekerasan disebut langsung atau personal jika ada pelakunya, dan bila tidak ada pelakunya
disebut struktural atau tidak langsung# $ekerasan tidak langsung sudah menjadi bagian
struktur itu (strukturnya jelek" dan menampakkan diri sebagai kekuasaan yang tidak
seimbang yang menyebabkan peluang hidup tidak sama#
# &isengaja atau tidak#
+ertitik berat pada akibat dan bukan tujuan, pemahaman yang hanya menekankan unsur
sengaja tentu tidak %ukup untuk melihat, mengatasi kekerasan struktural yang bekerja se%ara
halus dan tidak disengaja# &ari sudut korban, sengaja atau tidak, kekerasan tetap kekerasan#
@# >ang tampak dan tersembunyi#
$ekerasan yang tampak, nyata (manifest", baik yang personal maupun struktural, dapat
dilihat meski se%ara tidak langsung# (edangkan kekerasan tersembunyi adalah sesuatu yang
memang tidak kelihatan (latent", tetapi bisa dengan mudah meledak# $ekerasan tersembunyi
akan terjadi jika situasi menjadi begitu tidak stabil sehingga tingkat realisasi aktual dapat
menurun dengan mudah#
$ekerasan tersembunyi yang struktural terjadi jika suatu struktur egaliter dapat dengan
mudah diubah menjadi feodal, atau re6olusi hasil dukungan militer yang hirarkis dapat
berubah lagi menjadi struktur hirarkis setelah tantangan utama terle'ati (Windhu, 199!: @7*
7!"#
1altung juga membedakan kekerasan personal dan struktural# (ifat kekerasan personal adalah
dinamis, mudah diamati, memperlihatkan fluktuasi yang hebat yang dapat menimbulkan
perubahan# (edangkan kekerasan stru%tural sifatnya statis, memperlihatkan stabilitas tertentu
dan tidak tampak# &alam masyarakat statis, kekerasan personal akan diperhatikan, sementara
kekerasan struktural dianggap 'ajar# 2amun dalam suatu masyarakat yang dinamis,
kekerasan personal bisa dilihat sebagai hal yang berbahaya dan salah, sementara kekerasan
struktural semakin nyata menampilkan diri (Windhu, 199!: 7:"# $ekerasan personal bertitik
berat pada Arealisasi jasmani aktualA# ,da tiga pendekatan untuk melihat kekerasan personal
yaitu %ara*%ara yang digunakan (menggunakan badan manusia atau senjata", bentuk
organisasi (indi6idu, massa atau pasukan", dan sasaran (manusia"# $ekerasan personal dapat
dibedakan dari susunan anatomis (se%ara struktural" dan se%ara fungsional (fisiologis"#
Pembedaan antara yang anatomis dan fisiologis terletak pada kenyataan bah'a yang pertama
sebagai usaha menghan%urkan mesin manusia sendiri (badan", yang kedua untuk men%egah
supaya mesin itu tidak berfungsi (Windhu, 199!: 7;"# Mekanisme kekerasan stru%tural dalam
bentuk enam fa%tor yang mendukung pembagian tidak egaliter meliputi urutan kedudukan
linear, pola interaksi yang tidak siklis, korelasi antara kedudukan dan sentralitas, persesuaian
antar sistem, keselarasan antar kedudukan, dan perangkapan yang tinggi antar tingkat# (istem
so%ial akan %enderung mengembangkan keenam mekanisme ini yang pada akhirnya
memperbesar ketidaksamaan#
&alam beberapa struktur ketidaksamaan terjadi begitu rupa sehingga pelaku yang
berkedudukan paling rendah tidak hanya relatif terhalangi dimensi potensialnya, tetapi juga
sungguh*sungguh berada di ba'ah batas minimum subsistensinya# (truktur tidak
memungkinkan mereka membangun kekuatan, mengorganisir dan me'ujudkan
kekuasaannya berhadapan dengan Apihak yang kuatA# Mereka terpe%ah belah, kurang
integrasi dan kurang mempunyai kekuasaan atas diri sendiri, otonomi yang %ukup untuk
menghadapi pihak yang kuat# ?adi kekerasan personal maupun struktural membahayakan
jasmani, tetapi kekerasan struktural lebih sering dilihat sebagai kekerasan psikologis#
Perbedaannya hanya dalam %ara tetapi akibatnya memperlihatkan hasil yang serupa
(Windhu, 199!: 7"#
Perbedaan kekerasan personal dan kekerasan struktural tidak tajam# $eduanya bisa
mempunyai hubungan kausal dan mungkin pula hubungan dialektis# Pembedaan antara
kekerasan personal dan kekerasan struktural berarti melalaikan unsur struktural dalam
kekerasan personal dan unsur personal dalam kekerasan struktural# Walaupun kekerasan
sudah menjadi satu dengan struktur, namun ada saja orang yang tampaknya menjadi beringas
dalam hampir semua kejadian# Bni berarti mereka menampakkan ke%enderungan kerasnya di
luar konteks struktural yang masih bisa diterima masyarakat luas (Windhu, 199!: 7@"#
Menurut 1altung satu jenis kekerasan tidak mengandaikan kehadiran nyata jenis kekerasan
lainnya# 2amun, juga diakui bah'a kemungkinan kekerasan stru%tural nyata mengandaikan
kekerasan personal tersembunyi# Misalnya, jika struktur teran%am, mereka yang mendapat
keuntungan dari kekerasan struktural, terutama mereka yang berada pada posisi pun%ak akan
berusaha mempertahankan status 5uo untuk melindungi kepentingan*kepentingannya#
Mereka ini bisa saja tidak tampil terang*terangan untuk membela struktur, tetapi dengan
menggunakan AalatA (polisi, tentara bayaran" untuk memerangi sumber *sumber keka%auan,
sementara mereka sendiri tetap tinggal jauh terasing dan terpen%il dari pergolakan kekerasan
personal (Windhu, 199!: 77"#
$ekuasaan dan $ekerasan
$ajian tentang kekuasaan dan kekerasan dimulai oleh 3homas 0obbes (1@1" dalam bukunya
yang berjudul 9e6iathan# 9e6iathan adalah he'an laut yang besar, menakutkan dan berkuasa
atas makhluk lain dengan menggunakan kekerasan# Menurut 0obbes manusia bertindak atas
dasar kepentingan diri dan menjadi fitrah manusia untuk berselisih dan bertengkar# Manusia
juga punya keinginan untuk hidup damai, oleh karena itu perselisihan dan pertengkaran harus
diselesaikan le'at kekuasaan# Penguasa memiliki kekuasaan tak terbatas termasuk
menggunakan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaan tersebut# 0omo homini lupus,
manusia menjadi serigala bagi yang lain dan akibatnya belum omnium %ontra omnes, perang
semua la'an semua (1ordon, 1991: 7)*@"#
+eberapa pemikir, seperti ?ohn 9o%ke (1@9)", Montes5uieu (17;7" dan 4ousseau (17@!",
melan%arkan kritik terhadap 0obbes# Menurut 9o%ke kekuasaan bersifat terbatas, sehingga
tidak seorang pun dibenarkan melakukan kekerasan untuk merusak orang lain dalam soal
hidup*mati, kesehatan, kemerdekaan ataupun miliknya (1ordon, 1991: 7@*7!"#Montes5uieu
memperkenalkan 3rias Politika untuk menghindarkan despotisme atau kekuasaan yang
se'enang*'enang termasuk penggunaan kekerasan (1ordon, 1991:7!*7"# 4ousseau menolak
anggapan 0obbes yang menyatakan kekerasan ada sejak semula dalam diri manusia# Menurut
4ousseau, kemajuan dalam bentuk peradabanlah yang membuat manusia melaksanakan
kekerasan (1ordon, 1991: 79"# $ekuasaan, sebagaimana dikemukakan Weber dalam uraian di
muka, merupakan kemampuan orang atau kelompok memaksakan kehendaknya pada pihak
lain 'alaupun ada penolakan melalui perla'anan, baik dalam bentuk pengurangan pemberian
ganjaran se%ara teratur mau pun dalam bentuk penghukuman sejauh kedua hal itu ada, dengan
memperlakukan sanksi negatif# 9ord ,%ton melihat bah'a kekuasaan %enderung busuk dan
menjadi kekuasaan mutlak (Windhu, 199!: :!"#
$ekuasaan merupakan konsep yang paling dasar dan kaya dalam ilmu politik# 0ubungan
kekuasaan merupakan hubungan yang eksploitatif dan represif# $ekuasaan menjadi nyata
dalam hubungan sosial yang tidak seimbang (Windhu, 199!: ::"# $ekerasan yang dilakukan
oleh pemegang kekuasaan untuk mempertahankan kekuasaan a%apkali dilakukan melalui
kegiatan intelijen militer# +iasanya pemegang kekuasaan sengaja meman%ing terjadinya
kekerasan di masyarakat agar pemegang kekuasaan memiliki alasan kuat untuk
memberlakukan keadaan darurat (0eryanto, 199:: !9*;)"# $ekerasan seperti ini bias juga
dengan menggunakan aparat penegakan hukum terhadap para demonstran, misalnya
menggunakan pentungan kayu atau disemprot dengan %airan tertentu dari mobil tangki air#
$ekerasan bisa juga ber'ujud kekerasan hukum melalui hukuman atau pidana mati# (tudi
tentang kekuasaan dan kekerasan telah banyak dilakukan di pelbagai negara# 4oss membahas
tindakan pemerintah selaku penyelenggara kekuasaan di ,merika (erikat yang dilakukan
dengan hati*hati untuk menutupi upaya kekerasan mereka dalam kerangka mengatasi keadaan
tidak stabil ataupun mengan%am kejatuhan penguasa (4oss, 1977: 1!*"# ?a%obs and <C+rien
se%ara tegas menyatakan keterlibatan polisi se%ara struktural dalam pelbagai tindak kekerasan
terhadap ras tertentu, men%iptakan ketidakstabilan dalam masyarakat dan meman%ing
kerusuhan di masyarakat (?a%obs D <C+rien, 1997: 7:7*;"# $ekerasan oleh pemegang
kekuasaan se%ara lebih kasat mata terlihat di banyak negara berkembang seperti 1uatemala
dan Bndonesia# (tudi 0ale memaparkan keterlibatan militer dalam kekerasan di 1uatemala
sejak tahun 19@1*19@@ (0ale, 1997:717*:7"# 0eryanto juga memerikan terorisme negara pada
masa <rde +aru di Bndonesia (0eryanto, 199:: !9*;)"# Menurut (nider, tujuan akhir dari
kekerasan yang dilakukan negara adalah kekuasaan politik ((nider, 199;: :*7"# $ekerasan
negara yang dilakukan di negara *negara ,merika 9atin, ,frika dan ,sia %enderung kasat
mata, sedangkan di -ropah dan ,merika lebih tersembunyi# ,kibat kekerasan negara menurut
0e'itt ialah han%urnya properti, hilangnya keper%ayaan serta nya'a manusia, berubahnya
struktur ekonomi, sosial dan politik, dan yang paling menyedihkan berubahnya opini
masyarakat tentang substansi suatu masalah yang berdampak sampai beberapa generasi
(0e'itt, 199@: !)1*!"# $ekerasan 2egara yang terjadi di ,frika mengakibatkan turunnya
produkti6itas ekonomi dan tumbuhnya rasa takut pada in6estor baru ((hort, 1997: 9)@*7"#
2egara dan $ekerasan
,pabila negara dianggap sebagai kekuatan reaksioner yang bertujuan memulihkan tatanan
tradisional, atau gerakan progresif kepentingan rakyat menentang kekaisaran, dinasti, dan
pri6ilege, maka tidak ada kekuatan yang mampu men%egah negara untuk menggunakan
kekerasan atau terlibat dalam tindak kekerasan ((teger D 9ind, 1999: xxi"# (emua tipe atau
kategori negara pasti mempunyai ke%enderungan untuk mengabsahkan penggunaan
kekerasan terhadap pihak lain yang dipersepsi sebagai orang*orang yang mengan%am
eksistensi negara# 2egara dihubungkan dengan kekerasan dalam banyak hal# Pertama, 2egara
membangkitkan dikotomi konseptual dan psikologis yang %enderung mendorong tindak
kekerasan politik# $edua, negara dilibatkan dalam perjuangan memperebutkan otonomi
politik yang dipahami sebagai kontrol atas instrument koersif dan regulasi 'ilayah# +entuk
ketiga kekerasan negara berhubungan dengan peran penting peperangan dalam
perkembangan historis negara# +ila kita perhatikan hasil*hasil studi empiris, dan tidak
sekedar puas dengan asumsi*asumsi belaka, akan terlihat dengan jelas bah'a konsep negara
sebagai suatu kerangka netral ternyata lebih merupakan persangkaan daripada kenyataan#
&ari sejarah kita bisa mengetahui bah'a negara sesungguhnya bukan kerangka yang netral,
sebab ia memanifestasikan suatu sistem penilaian, tegasnya memilih suatu atau tujuan
tertentu# $etika negara dikepalai oleh seorang raja, pemihakan 2egara pada raja, ditandai
dengan mendudukannya sebagai utusan 3uhan di dunia# ,kibatnya lahir pandangan: Araja
tidak dapat berbuat salahA ($ing %an do no 'rong"#
3ahun 177@ bangsa ,merika merdeka# 8ita*%ita dituangkan dalam &e%laration of
Bndependen%e isinya antara lain menyatakan: hak mutlak untuk hidup, kemerdekaan dan
usaha men%apai kebahagiaan, serta disebutkan bah'a manusia di%iptakan sama# 3etapi pada
saat itu juga, bangsa 2egro mendapat perlakuan tidak sama# Mereka dikejar*kejar, ditangkapi
dari ,frika diba'a ke ,merika dan sebagai budak untuk dipekerjakan di ladang*ladang
pertanian# $etika itu negara memihak ras kulit putih dan menindas ras kulit hitam# +aru pada
tahun 17@ ,braham 9in%oln menghapuskan perbudakan# &an jangan lupa bah'a hal itu
harus di%apai melalui perang saudara selama lima tahun# 3ahun 1779 4e6olusi Peran%is
pe%ah# (logan liberte*egalite*fraternite dikumandangkan oleh kaum borjuis untuk merebut
simpati lapisan ba'ah, guna mela'an absolutisme kekuasaan raja# &an ketika kaum borjuis
berhasil merebut kekuasaan, mayoritas lapisan ba'ah baru sadar bah'a dalam keadaan tidak
sama atau timpang, slogan tersebut lebih menguntungkan kaum borjuis, dan sebaliknya
merupakan boomerang bagi lapisan ba'ah#
&engan slogan kemerdekaan tidak otomatis kaum buruh memperoleh hak kebebasan
berserikat, sebab berbenturan dengan hak kaum borjuis untuk bebas berusaha dan berniaga#
(logan persamaan tidak berarti kaum buruh bisa menuntut upah yang layak untuk hidup
se%ara 'ajar, sebab berbenturan dengan kepentingan kaum borjuis untuk men%ari untung
sebesar*besarnya guna meluaskan dan mempertahankan eksistensi usahanya# &an permulaan
abad ke 19 sejarahpun men%atat di kota*kota besar di Bnggeris dan Peran%is terdapat jutaan
kaum buruh dalam keadaan sangat menyedihkan# Mereka bekerja 1@ jam per hari# &alam
negara demokrasi baik di ,merika dan Peran%is di mana kemerdekaan, kebebasan,
persamaan, 'iba'a hukum dihormati dan dijunjung tinggi dalam konstitusi, ternyata
penindasan terlindung %ukup aman dan terhormat# &emokrasi yang ganjil ini oleh (oekarno
disebut sebagai demokrasi yang anti sosial sebab tidak menyelamatkan, menyejahterakan dan
melindungi segenap rakyat# A,sal*usul negara adalah penaklukanA dan Aasal*usul negara
adalah kontrak sosialA bukan dua penjelasan yang bersaing# >ang satu membi%arakan asal*
usul negara di masa yang sebenarnya, sedangkan yang lain membahas deduksi logis#
$eduanya se%ara simultan bias 6alid# Penyelidikan historis mungkin memperlihatkan bah'a
kebanyakan negara mela%ak asal*usulnya pada kekalahan satu bangsa oleh bangsa lainnya,
jarang sekali pada kekuasaan pemimpin yang menang dan pasukan perangnya atas bangsanya
sendiri, dan seringkali pada migrasi# Pada 'aktu yang sama, aksioma yang diterima luas juga
akan membantu memperlihatkan bah'a orang rasional, dalam mengejar kepentingannya,
menganggap dirinya diuntungkan bila tunduk pada seorang raja, yaitu negara# $arena kedua
jenis penjelasan tentang negara ini menguraikan kategori yang tidak berkaitan, tidak ada
gunanya bila berusaha mengkaitkannya atau memberi prioritas pada yang satu daripada yang
lain# ?uga tidak masuk akal bila mengambil kesimpulan bah'a karena 2egara telah terbentuk
dan pertumbuhannya pesat, sudah pasti rasional jika orang yang mengejar kepentingannya
tunduk pada negara Ejika tidak, mereka akan mengadakan peperangan sebelum hal itu
terjadi (de ?asay, 197: 1"#
2egara, $ekerasan dan (istem Politik
2egara dan sistem politik yang dianut merupakan aspek yang berhubungan erat dengan
akti6itas dan kedudukannya dalam penggunaan kekerasan# Pandangan state%entered bah'a
negara adalah a%tor yang turut bermain dalam arena, termasuk menentukan system politik
yang dianut dan upaya untuk memonopoli dan melegitimasi penggunaan kekuatan fisik
(0eld, 1999: 111"# &engan demikian, kekuasaan, yang bisa dianggap sebagai kemampuan
untuk menggunakan kekuasaan se%ara efektif, dan sistem politik, yang bisa dianggap sebagai
sarana untuk melaksanakan kekuasaan, merupakan dasar utama eksistensi suatu negara# ?adi
kekuasaan, klaim monopolistik terhadap kekuatan fisik, dan sistem politik sangat mendasar
bagi eksistensi negara# 2egara yang tidak mampu menegakkan klaim monopolistiknya berada
di ambang disintegrasi dan menghadapi an%aman perang saudara dan pembubaran (0eld,
199): ;1:"# 8ontohnya dapat diambil mulai dari runtuhnya $ekaisaran 4oma'i hingga
pemberontakan Pakistan 3imur dan pemisahannya untuk membentuk negara baru +anglades#
Persoalan kekerasan di 2egara $omunis -ropa 3imur dan Fni (o6iet, sebagaimana yang
dikemukakan oleh +ialer sangat mengemuka dalam sistem politik yang dibentuk melalui
penaklukan re6olusioner# 0al yang sama, di Fni (o6iet, rejim timbul dari re6olusi yang
dituntun oleh minoritas ke%il#
4ejim tersebut berkembang menjadi kediktatoran penuh yang selama lebih dari satu dekade
memerangi re6olusi sosial, ekonomi, budaya, dan politik masyarakat dari atas# 4ejim ini
menggunakan terror sebagai instrumen penanganan kemasyarakatan sehari*hari hingga !
tahun yang lalu# +arangkali karena ini Fni (o6iet sangat sukses dalam melegitimasi dirinya#
Gaktor *faktor yang membantu dalam proses ini adalah otentisitas nasional 4e6olusi
+olshe6ik, kekuasaan normatif yang digunakan oleh periode kepemimpinan partai $omunis,
dan rapuhnya beberapa krisis politik utama, termasuk in6asi 2a.i 19;1 dan beberapa periode
suksesi kepemimpinan (tidak adanya krisis yang dramatis selama suksesi ,ndropo6 lebih
lanjut menambah argumen bagi legitimasi rejim (o6iet"# +ialer selanjutnya membahas
persoalan yang berhubungan dengan prinsip legitimasi yang rele6an paling penting, dan
persoalan apakah %ara integrasi %ara yang menyokong legitimasi tuntutan pemegang
kekuasaan dalam elit tersebut dan dalam berbagai institusi masyarakat (o6iet (0eld, 199):
;17*;!9"#
1eorge (orel meneliti hubungan antara sosialisme dan kekerasan proletar# &engan menolak
sifat deterministik Marxian, ia justru mengedepankan pentingnya AmitosA yang mampu
mengilhami klas pekerja untuk beraksi# (orel meneliti kekuatan pemobilisasi kekerasan
dalam Amitos pemogokan umum,A yang memungkinkan klas pekerja re6olusioner untuk
menantang aturan borjuis# (orel mengusulkan dikembangkannya etika roletarian grandeur
(kemuliaan proletar" yang akan berkontribusi pada terbentuknya Asosialisme baru#A 4efleksi
(orel tentang kekerasan tidak saja mempengaruhi generasi pemikir sosialis tetapi juga
terbukti sangat berpengaruh dalam perkembangan ideologi fasis ((teger D 9ind, 1999: !:*
!@;"#
Manfred +#(teger menghubungkan ambruknya Marxisme*9eninisme 1979*1991 di -ropa
3imur dengan dua %a%at teoritis serius dalam Marxisme# Pertama, dia berpendapat bah'a
sistem sosialis kurang mempunyai 'a'asan tentang hubungan antara kekuasaan dan
kekerasan# Masalah utamanya terletak pada konsepsi satu dimensi kekuasaan Marxisme
sebagai mekanisme pemaksaan yang tak dapat dibenarkan, yang diterapkan oleh banyak
system politik sesuai aturan instrumental yang ketat# (eperti dikatakan 0annah ,rendt,
Marxisme memperlihatkan ke%enderungan untuk mempersamakan kekuasaan dengan
Aorganisasi penyelenggaraan kekerasanA dan Akeefektifan tuntutan#A Pandangan sema%am ini
menghapuskan peran konstruktif kekuasaan dan ideologi yang dipahami sebagai negosiasi,
kompliansi, dan yang terpenting, sebagai strategi AnonkekerasanA perla'anan indi6idu dan
kolektif# $edua, (teger mengamati bah'a teleleologi deterministik Marxisme mengabaikan
dan meremehkan persoalan krusial etika, kebebasan indi6idu, dan moralitas politik#
Meski berkesimpulan bah'a Marxisme tidak menyediakan sarana yang %ukup bagi proyek
perluasan persamaan/kesejajaran sosial, (teger menekankan bah'a persoalan sentral
sosialisme tetap penting untuk abad ke*!1 mendatang: A+agaimana kita mampu
merekonsiliasi perdamaian, kebebasan, sosialisme, nonkekerasan, dan demokrasi, sementara
pada saat yang sama kita juga memelihara derajat tertinggi kebebasan indi6idu dan
persamaan ekonomiHA ((teger D 9ind, 1999: !7;*!79"# Pendekatan <ffe dan 0abermas, yang
memiliki banyak %iri yang sama, menyoroti arti penting proses legitimasi di masyarakat
kapitalis maju dan menempatkan persoalan legitimasi di pusat konflik dan kontradiksi dalam
kapitalisme maju# +ialer dan (aul %enderung memperlakukan perolehan dan pemilikan
kekuasaan 2egara sebagai faktor sentral, <ffe dan 0abermas memandang sifat problematik
proses legitimasi sebagai faktor krusial dalam kapasitas sistem kapitalis untuk bertahan dari
kontradiksinya sekarang# Menurut pandangan <ffe, 2egara dipaksa inter6ensi dalam
ekonomi untuk menangani krisis ekonomi dan menyokong kepentingan mereka yang terlibat
dalam melaksanakan kekuasaan 2egara dalam konteks kapitalisme baru *baru ini# 2amun ini
bertentangan dengan perhatian kapitalis pada kebebasan ekonomi dan menentang etika
s'asta dan kapitalisme yang memberikan legitimasi bagi tatanan sosial keseluruhan# &engan
tugas yang berkontradiksi ini, <ffe memandang kelangsungan hidup negara kapitalis sangat
problemati% (0eld, 199): ;77*91"# Pendekatan 0abermas, yang juga dibahas oleh 0eld,
adalah sama dan gagasan krisis legitimasi juga utama bagi pandangannya tentang konflik
yang menantang negara kapitalis saat ini# 2amun 0abermas menunjukkan arti penting
dimensi politik 2egara kapitalis akan kebutuhannya untuk mempertahankan tingkat loyalitas
massa tertentu# $ontradiksi di sini adalah kontradiksi klas: 2egara kapitalis maju bertindak
pada kepentingan modal sambil menuntut legitimasi dari rakyat#
$ontradiksi tersebut menjadi kritis tidak hanya karena defi%it legitimasi, tetapi juga karena
defi%it moti6asi (0eld, 199): ;91*@"# Meskipun tidak mudah membedakan krisis moti6asi
dari krisis legitimasi yang diperkenalkan di muka, nampak jelas: 2egara kapitalis dihadapkan
pada kontradiksi yang tak terpe%ahkan dan tidak mampu melegitimasi dirinya sendiri atau
memperoleh dukungan yang %ukup untuk menopang akti6itasnya# Pandangan %ontro6ersial
tentang negara di masyarakat kapitalis ini dengan demikian menarik hubungan lebih lanjut
antara kemampuan negara untuk melegitimasi dirinya sendiri dan kemampuannya untuk
mempertahankan monopoli kekuasaan dalam 'ilayah hukum tertentu# &ari uraian di muka
dapat disimpulkan keterkaitan negara, kekerasan dan sistem politik sebagai berikut :
3erlepas dari pelbagai kekurangan yang ada, nampaknya sistem politik demokrasi memiliki
sumber kekuasaan negara yang %enderung persuasif# 2amun tidak berarti sistem politik
demokrasi bebas dari kekerasan, karena di dalam sistem politik demokrasi juga melekat
kekerasan struktural kapitalisme# $ekerasan memang gejala yang serba hadir#
&aftar Pustaka
de ?asay, ,nthony, 3he (tate (<xford: +asil +la%k'ell, 197"#
0ale, 8harles 4#, A8ons%iousness, Iiolen%e, and 3he Politi%s of Memory in 1uatemalaA,
dalam 8urrent ,nthropology, Iolume :7, 2umber , 1997#
0eld, &a6id et#al# (-ds", (tates and (o%ieties (<xford: +asil +la%k'ell, 199)"#
?a%obs, &a6id and <C+rien, 4obert M#, A3he &eterminants of &eadly Gor%e: , (tru%tural
,nalysis of Poli%e Iiolen%eA, dalam ,meri%an ?ournal of (o%iology, Iolume 1):, 2umber ;,
1997#
M% 9ennan, 1regor et#al# (-ds", 3he Bdea of the Modern (tate (Philadelphia: <pen Fni6ersity
Press, 1977"#
Poloma, Margaret M#, 8ontemporary (o%iologi%al 3heory (2e' >ork: Ma%Millan
Publishing, 8o#, 1979"#
4obison, 4i%hard, A8ulture, Politi%s, and -%onomy in the Politi%al 0istory of the 2e'
<rderA, dalam +enedi%t ,nderson and ,udrey $ahin, Bnterpreting Bndonesian Politi%s:
3hirteen 8ontributions to the &ebate (2e' >ork: 8ornell Fni6ersity, 197!"#
4obison, 4i%hard, APengembangan Bndustri dan Perkembangan -konomi*Politik Modal:
$asus BndonesiaA, dalam 4uth M% Iey (-d", $aum $apitalis ,sia 3enggara (?akarta: >ayasan
<bor Bndonesia, 1997"#
4oss, ?effrey Ban, A8ontrolling (tate 8rime: ,n Bntrodu%tionA, dalam 3he ?ournal of 8onfli%t
(tudies, ?ournal of 3he 8entre for 8onflit (tudies Fni6ersity of 2e' +runs'i%k, 1997#
(%ott, ?ames 8#, &omination and the,rts of 4esistan%e# 0idden 3rans%ripts (2e' 0a6en and
9ondon: >ale Fni6ersity Press, 199)"#
(hort, ?ames G#, APo6erty, -thni%ity, and Iiolen%e 8rimeA, dalam ,meri%an ?ournal
(o%iology , Iolume 1);, 2umber :, 1997#
(ko%pol, 3heda, A3he (tate as a ?anus* fa%ed (tru%tureA, dalam 8harles 9emert (-d", (o%ial
3heory# 3he Multi%ultural D 8lassi% 4eadings, (+oulder*(an Gran%is%o*<xford: West6ie'
Press, 199:"#
(ko%pol, 3heda, A4e6olusi (osial di &unia Modern dan Mobilisasi akyat (e%ara MiliterA,
dalam ?urnal Blmu*Blmu (osial Fnisia, 2o# :7/ JJ/ 1/ 1997#
(nider, &on M#, APost*8old War Politi%al Iiolen%eA, dalam 1lobal +usiness White Papers ,
2o# 1), 199;#
(teger, Manfred +# D 9ind, 2an%y (#, ,n Bnterdis%iplinary 4eader Iiolen%e and its
,lternati6es (2e' >ork: (t# MartinCs Press, 1999"#
Windhu, B# Marsana, $ekuasaan D $ekerasan Menurut ?ohan 1altung (>ogyakarta: Penerbit
$anisius, 199!"#
Keigler, 0armon, 3he Politi%al 8ommunity , 8omparati6e Bntrodu%tion to Politi%al (ystems
and (o%iety (2e' >ork*9ondon: 9ongman, 199)"#

You might also like