You are on page 1of 23

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal,
dengan pembentukan abses rongga diskrit. Tingkat keparahan dan kedalaman dari
abses cukup variabel, dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan
saluran fistulous. Lokasi klasik abses anorectal tercantum dalam urutan penurunan
frekuensi adalah sebagai berikut: perianal 60%, ischiorectal 20%, intersphincteric
5%, supralevator 4%, dan submukosa 1%.
6
Kejadian puncak dari abses anorektal
adalah di dekade ketiga dan keempat kehidupan.
17
Pria lebih sering terkena
daripada wanita, dengan dominasi laki-perempuan 2:1 sampai 3:1. Sekitar 30%
dari pasien dengan abses anorektal laporan riwayat abses serupa yang baik
diselesaikan secara spontan atau intervensi bedah diperlukan.
16
Sebuah insiden
yang lebih tinggi dari pembentukan abses tampaknya sesuai dengan musim semi
dan musim panas. Sementara demografi menunjukkan disparitas yang jelas dalam
terjadinya abses anal sehubungan dengan usia dan jenis kelamin, tidak ada pola
yang jelas ada di antara berbagai negara atau wilayah di dunia. Meskipun
menyarankan, hubungan langsung antara pembentukan abses anorektal dan
kebiasaan buang air besar, diare sering, dan kebersihan pribadi yang buruk tetap
tidak terbukti. Terjadinya abses perianal pada bayi juga cukup umum. Mekanisme
yang tepat adalah kurang dipahami namun tampaknya berkaitan dengan sembelit.
Untungnya, kondisi ini cukup jinak pada bayi, jarang memerlukan intervensi
operasi pada pasien ini selain drainase sederhana.
6









2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Embriologi
Embriologi traktus Gastrointestinal mulai berkembang pada
minggu keempat kehamilan. Usus primitif berasal dari endoderm dan dibagi
menjadi tiga segmen: foregut, midgut, dan hindgut. Kedua midgut dan
hindgut berkontribusi pada perkembangan usus besar, rektum, dan anus.
Midgut berkembang mejadi usus kecil, kolon asenden, dan kolon
transversum, dan menerima pasokan darah dari arteri mesenterika superior.
Selama minggu keenam kehamilan, midgut herniates keluar dari rongga
abdomen, dan kemudian berputar 270 berlawanan sekitar arteri mesenterika
unggul kembali ke posisi akhir di dalam rongga abdomen pada minggu
kesepuluh kehamilan. Hindgut berkembang menjadi kolon transversum
distal, kolon desenden, rektum, dan anus proksimal, kesemuanya menerima
suplai darah dari arteri mesenterika inferior. Selama minggu keenam
kehamilan, ujung distal-sebagian besar hindgut, kloaka, dibagi oleh septum
urorectal ke dalam sinus urogenital dan rektum. Lubang anus distal berasal
dari ektoderm dan menerima suplai darah dari arteri pudenda interna. Garis
gyrus membagi hindgut endodermal dari kanal anus distal ectodermal.
5


2.2 Anatomi
Rektum memiliki panjang sekitar 12 sampai 15 cm. Tiga lipatan
submukosa yang berbeda, katup Houston, memperpanjang ke dalam lumen
rektum. Pada bagian posterior, fascia presacral memisahkan rektum dari
pleksus vena presacral dan saraf panggul. Pada S4, fascia rectosacral (fasia
Waldeyer s) memanjang ke atas dan ke bawah dan menempel pada fasia
propria di anorektal junction. Pada bagian anterior, fascia Denonvilliers
memisahkan rektum dari prostat dan vesikula seminalis pada pria dan dari
vagina pada wanita. Ligamen lateral menyokong bagian bawah rektum.
Kanalis analis diukur dengan panjang 2 sampai 4 cm dan umunya pada pria
3

lebih panjang daripada pada wanita. Ini dimulai di anorektal junction dan
berakhir di ambang anal.
8

Linea dentata atau linea pectinata menandai titik transisi antara mukosa
rektal kolumnar dengan skuamosa anoderma. 1 sampai 2 cm mukosa bagian
proksimal ke linea dentata memiliki karakteristik histologis yaitu sel
kolumnar, kuboid, dan epitel skuamosa dan disebut sebagai zona transisi
dubur. Linea dentata dikelilingi oleh lipatan mukosa membujur, yang dikenal
sebagai kolom Morgagni (column of Morgagni), dimana terdapat kriptus
analis yang kosong. Kriptus ini merupakan sumber abses cryptoglandular.
1


Gambar.1 Anatomi Anorektal (Myriam Kirlman,2001)

Pada rektum distal, otot polos bagian dalam mengalami penebalan dan
terdiri dari sfingteranal internal yang dikelilingi oleh subkutan, superfisial, dan
sfingter anal eksterna bagian dalam.Sfingter Anal eksterna bagian dalam
merupakan perpanjangan dari muskulus puborectalis. Muskulus puborectalis,
m. iliococcygeus, dan m. pubococcygeus membentuk muskulus levator ani
pada dasar panggul.
1

Perianorectal space
4

Ruang perianal mengelilingi anus dan ke arah lateral berlanjut dengan lemak
pada daerah gluteal. Ruang intersfingterik memisahkan sfingter analis interna
dan eksterna. Ini berlanjut dengan ruang perianal distal dan meluas ke dinding
rektum. Ruang iskiorektalis (fossa ischiorectalis) terletak pada lateral dan
posterior dari anus dan dibatasi di sebelah medial oleh sfingter eksternal, di
sebelah lateral oleh ischium, di sebelah superior oleh muskulus levator ani,
dan di sebelah inferior oleh septum transversal.
1

Ruang iskiorektalis berisi pembuluh darah rektalis inferior dan
limfonodus. Dua ruang iskiorektalis menghubungkan di posterior di atas
ligamentum anococcygeal tetapi di bawah muskulus levator ani, membentuk
ruang postanal interna. Ruang supralevator terletak di atas muskulus levator
ani di kedua sisi rektum dan berhubungan di bagian posterior. Anatomi ruang-
ruang tersebut mempengaruhi lokasi dan penyebaran infeksi cryptoglandular.
1


Gambar 2.Anatomi Perianorektal Space
(Schwartzs: Principles of Surgery 9th Edition. 2010)
Drainase arteri anorektal
Arteri rektalis superior muncul dari cabang terminal dari arteri mesenterika
inferior dan suplai dari rektum bagian atas. Arteri rektum medial muncul dari
5

iliaka interna. Arteri rektalis inferior muncul dari arteri pudenda interna, yang
merupakan cabang dari arteri iliaka interna.

Gambar 3. Vaskularisasi Anorektal
(Schwartzs: Principles of Surgery 9th Edition. 2010)
Drainase vena anorektal
Drainase vena dari rektum, paralel terhadap suplai arteri. Vena rektalis
superior mengalir ke sistem portal melalui Vena mesenterika inferior. Vena
rektalis medialis mengalir ke Vena iliaka interna. Vena rektalis inferior
mengalir ke vena pudenda interna, dan kemudian menuju Vena iliaka interna.
Pleksus submukosa yang menuju kolom Morgagni (Column of Morgagni)
membentuk pleksus hemoroid dan mengalir ke tiga vena tersebut.
Drainase limfatik anorektal
Drainase limfatik pada rektum paralel terhadap pasokan vaskularisasi. Saluran
limfatik pada rektum bagian atas dan tengah mengalir ke arah superior menuju
limfonodus mesenterika Inferior. Saluran limfatik pada rektum bagian bawah
mengalir ke arah superior menuju limfonodus mesenterika inferior dan ke arah
lateral menuju limfonodus iliaka interna. Kanalis analis memiliki pola yang
lebih kompleks pada drainase limfatik. Dari proksimal ke linea dentata, limfe
mengalir ke limfonodus mesenterika inferior dan limfonodus iliaka internal.
6

Dari distal ke linea dentata, limfe terutama mengalir ke limfonodus inguinalis,
tetapi juga dapat mengalir ke limfonodus mesenterika inferior dan limfonodus
iliaka interna.
Persarafan
Saraf simpatis dan parasimpatis mempersarafi daerah anorektal. Serabut
saraf simpatis yang berasal dari L1-L3 bergabung dengan pleksus preaortik.
Serabut saraf preaortik memanjang ke bawah aorta untuk membentuk pleksus
hipogastrikus, yang kemudian bergabung dengan serabut saraf parasimpatis
untuk membentuk pleksus pelvik. Serabut saraf parasimpatis dikenal sebagai
Nervi erigentes dan berasal dari S2-S4. Serbut saraf ini bergabung dengan
serabut saraf simpatis dan membentuk pleksus pelvik. Serabut saraf simpatis
dan parasimpatis kemudian menyuplai daerah anorektal dan organ urogenital
yang berdekatan.
8

Sfingter analis interna dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis, kedua jenis serabut saraf tersebut menghambat kontraksi
sfingter. Sfingter analis eksterna dan muskulus puborectalis dipersarafi oleh
cabang rektalis inferior dari nervus pudenda interna. M. levator ani menerima
persarafan dari nervus pudenda interna dan cabang langsung dari S3 untuk S5.
Persarafan sensorik ke kanalais analis disuplai oleh cabang rektalis inferior
dari nervus pudendus.
1


2.3 Fisiologi
Rektum dan anus ikut berperan dalam proses defekasi. Defekasi adalah
mekanisme yang kompleks, terkoordinasi, yang melibatkan gerakan massa
kolon, tekanan intra-abdomen dan rektum yang meningkat, dan relaksasi dasar
pelvis. Distensi rektum menyebabkan reflex relaksasi sfingter ani interna
(refleks penghambatan rektoanal) yang memungkinkan terjadinya kontak
dengan kanalis analis. Jika buang air besar tidak terjadi, rektum berelaksasi
dan reflex defekasi terlewati (respon akomodasi). Hasil defekasi merupakan
koordinasi dari tekanan intraabdomen yang meningkat, peningkatan kontraksi
rektal, relaksasi otot puborectalis, lalu terjadi pembukaan pada kanalis analis.
6

7

2.4 Perianal Abses
2.4.1 Definisi
Abses perianal merupakan infeksi jaringan lunak di sekitarkanalis
analis, dengan pembentukan rongga abses. Keparahan dan kedalaman abses
cukup variabel, dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan
saluran fistula (fistulous tract).
6

2.4.2 Epidemiologi
Kejadian puncak dari abses anorektal pada usia dekade ketiga dan
keempat dalam kehidupan. Pria lebih sering terkena daripada wanita, dengan
dominasi laki-laki berbanding perempuan yaitu 2 : 1- 3 : 1. Sekitar 30%
pasien dengan abses anorektal memiliki riwayat abses serupa.
6

2.4.3 Etiologi
Obstruksi pada kriptus analis merupakan hasil dari stasis sekresi
kelenjar lalu ketika terjadi infeksi, terbentuk supurasi dan pembentukan abses
pada glandula analis. Organisme umum terlibat dalam pembentukan abses
termasuk Escherichia coli, spesies Enterococcus, dan spesies Bacteroides,
namun, tidak ada bakteri tertentu telah diidentifikasi sebagai penyebab khas
dari abses.
6

2.4.4 Patofisiologi
Abses perirectal merupakan gangguan anorektal yang muncul dan
didominasi akibat dari obstruksi kriptus analis. Anatomi normal menunjukkan
terdapat 4-10 glandula analis pada linea dentata. Glandula analis berfungsi
untuk melumasi kanalis analis. Obstruksi pada kriptus analis merupakan hasil
dari stasis sekresi kelenjar lalu ketika terjadi infeksi, terbentuk supurasi dan
pembentukan abses pada glandula analis. Abses biasanya terbentuk di ruang
intersphincteric dan dapat menyebar di sepanjang ruang. Setelah infeksi
mendapat akses ke ruang intersphincteric, memiliki akses mudah ke ruang
perirectal yang berdekatan. Perpanjangan infeksi dapat melibatkan ruang
intersfingterik (intersphingteric space), ruang iskiorektalis (ischiorectalis
space), ruang supralevator (supralevator space). Dalam beberapa kasus, abses
tetap terkandung dalam ruang intersphincterik.
8


Gambar 4. Tahapan pembentukan abses perianal (Mc.Graw,2006)
A = Infeksi dari usus menyerang kriptus analis atau kelenjar analis lain.
Proses primer ini terjadi pada lineadentata
B dan C = Infeksi menyebar ke jaringan perianal dan perirektal secara tidak
langsung melalui system limfatik atau secara langsung melalui struktur
kelenjar
D = Terbentuk abses
E = Abses pecah spontan, menorehkan lubang pada permukaan kulit perianal
dan terbentuk fistula komplit
F = Fistula
Seiring membesarnya abses, abses dapat menyebar ke beberapa arah.
Abses perianal adalah manifestasi paling umum dan muncul sebagai
pembengkakan yang nyeri di ambang analis. Menyebar melalui sphincter
eksternal di bawah tingkat puborectalis menghasilkan abses iskiorektalis.
Abses ini dapat menjadi sangat besar dan mungkin tidak terlihat di daerah
perianal.
1

Pemeriksaan digital rektal dapat ditemukan pembengkakan yang nyeri di
lateral fossa iskiorektalis. Abses Intersfingterik terjadi di ruang intersfingterik
dan sangat sulit untuk didiagnosa, sering membutuhkan pemeriksaan di bawah
anestesi. Abses pelivik dan supralevator jarang terjadi dan mungkin hasil dari
9

perpanjangan abses intersfingterik atau iskiorektalis ke atas, atau perpanjangan
abses intraperitoneal ke bawah.
1


Gambar.5 Penyebaran infeksi pada perianal space
(Schwartzs: Principles of Surgery 9th Edition. 2010)
Kebanyakan abses anorektal bersifat sekunder terhadap proses supuratif
yang dimulai pada kelenjar anal. Teori ini menunjukan bahwa obstruksi dari
saluran kelenjar tersebut oleh tinja, corpus alienum atau trauma akan
menghasilkan stasis dan infeksi sekunder yang terletak di ruang intersfingterik.
1

Dari sini proses infeksi dapat menyebar secara distal sepanjang otot
longitudinal dan kemudian muncul di subkutis sebagai abses perianal, atau dapat
menyebar secara lateral melewati otot longitudinal dan sfingter eksternal sehingga
menjadi abses ischiorektal. Meskipun kebanyakan abses yang berasal dari kelenjar
anal adalah perianal dan ischiorektal, ruang lain dapat terinfeksi. Pergerakan
infeksi ke atas dapat menyebabkan abses intersfingterik tinggi. Ini kemudian dapat
menerobos otot longitudinal ke ruang supralevator sehingga menyebabkan sebuah
abses supralevator. Setelah abses terdrainase, secara spontan maupun secara
bedah, hubungan abnormal antara lubang anus dan kulit perianal disebut fistula
ani.
1

10


Gambar 6.Patofisiologi abses perianal menurut teori Cryptoglandular
(Schwartzs: Principles of Surgery 9th Edition. 2010)

Selain pergerakan ke atas, ke bawah, dan lateral, proses supuratif dapat
menyebar melingkari anus. Jenis penyebaran dapat terjadi pada tiga lapangan;
ruang ischiorektal, ruang intersfingterik, dan ruang supralevator. Penyebaran ini
dikenal sebagai Horseshoeing.
7


Gambar 7. Horseshoeing (Mc.Graw,2006)
Organisme tersering yang dihubungkan dengan pembentukkan abses
antara lain ialah Escherichia coli, Enterococcus spesies, dan Bacteroides spesies;
tetapi, belum ada bakterium spesifik yang diidentifikasi sebagai penyebab tunggal
terjadinya abses.
Ruang Intersfingterik
Ruang Ischiorektal
Ruang Supralevator
11

Penyebab abses anorektal yang harus juga diperhatikan sebagai diagnosis
banding ialah tuberculosis, karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma,
aktinomikosis, limfogranuloma venereum, penyakit Crohns, trauma, leukemia
dan limfoma. Kelainan ini sering menyebabkan fistula-in-ano atipikal atau fistula
yang sulit yang tidak berespon terhadap pengobatan konvensional.
Klasifikasi dan persentase abses perirektal adalah:
1. Perianal 4050%
2. Ischiorektal 2025%
3. Intersfingterik 25%
4. Supralevator 2.5%
4



Gambar 8. Abses Anorektal (Pfeninger & Zainea,2001)

2.4.5 Manifestasi klinis
Nyeri di daerah anal adalah keluhan yang paling umum presentasi.
Berjalan, batuk, atau mengedan dapat memperberat rasa nyeri. Nyeri di daerah
anal yang tiba-tiba, yang disertai demam, kadang menggigil, malaise, nyeri di
12

perianal di daerah yang mengalami pembengkakan, terlihat eritema. Pasien
dengan abses perianal biasanya mengeluhkan ketidaknyamanan di daerah
perianal dan pruritus. Nyeri perianal sering diperburuk oleh gerakan dan
tekanan perineum yang meningkat dari duduk atau saat buang air besar. Pasien
dengan abses iskiorektalis sering mengeluhkan dengan demam, menggigil,
dan nyeri parah dan rasa penuh di daerah perirektal.
4

Sebuah massa sering terdeteksi dengan inspeksi daerah perianal
atau dengan pemeriksaan rektal digital. Kadang-kadang, pasien dapat disertai
dengan demam, retensi urin, atau sepsis yang mengancam jiwa.
6


1. Abses Perianal
Abses perianal mudah diraba pada batas anus dengan kulit
perianal, sebaliknya abses anorektal yang terletak lebih dalam dapat diraba
melewati dinding rectum atau lebih lateral yaitu di bokong. Abses perianal
biasanya tidak disertai demam, lekositosis atau sepsis pada pasien dengan
imunitas yang baik.
Dengan penyebaran dan pembesaran abses yang mengakibatkan
abses mendekati permukaan kulit, nyeri yang dirasakan memburuk. Nyeri
memburuk dengan mengedan, batuk atau bersin, terutama pada abses
intersfingter. Dengan perjalanan abses, nyeri dapat mengganggu aktivitas
seperti berjalan atau duduk.

Gambar 9. Perianal abses (Tintinallis Emergency Medicine)
13

2. Abses Ischiorectal
Abses ischiorektal biasanya sangat nyeri tetapi hanya memberikan
beberapa gejala pada pemeriksaan fisik, namun dengan bertambah
besarnya abses, abses menjadi merah dan menonjol lebih lateral
dibandingkan dengan abses perianal. Pasien biasanya terlihat sangat tidak
nyaman dan disertai demam. Pada pemeriksaan colok dubur, akan teraba
masa yang nyeri, dengan dasar eritematosa serta fluktuatif atau tidak. Pada
pemeriksaan penunjang, dapat disertai leukositosis.

3. Abses Intersfingterik
Abses intersfingter menyebabkan nyeri pada defekasi, dapat
disertai dengan keluarnya duh tubuh dan demam. Pada pemeriksaan colok
dubur, dapat teraba massa yang nyeri pada kanalis rectal, yang sering pada
bagian tengah belakang.
4. Abses Supralevator
Abses supralevator, pada sisi yang lain, biasa memberikan gejala
yang nyata karena keluhan pasien pada bokong atau nyeri pada sekitar
rectum. Demam, leukositosis, dan retensi urin jarang terjadi. Terjadinya
limfadenopati inguinalis seringkali menjadi gejala yang khas pada abses
supralevator, yang biasanya tidak terdapa pada abses maupun fisura perianal.
Abses supralevator seringkali teraba pada pemeriksaan color dubur maupun
colok vagina

2.4.6 Pemeriksaan Penunjang
Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan untuk
mengevaluasi pasien dengan abses perianal atau anorektal, kecuali pada
pasien tertentu, seperti individu dengan diabetes dan pasien dengan imunitas
tubuh yang rendah karena memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya sepsis
bakteremia yang dapat disebabkan dari abses anorektal. Dalam kasus
tersebut, evaluasi laboratorium lengkap adalah penting.
15

14


Gambar 9. MRI Abses Ischiorektal
(Tintinalls Emergency Medicine,7
th
Edition)

2.4.7 Diagnosis
Pemeriksaan colok dubur dibawah anestesi dapat membantu dalam
kasus-kasus tertentu, karena ketidaknyamanan pasien yang signifikan dapat
menghalangi penilaian terhadap pemeriksaan fisik yang menyeluruh.
Contohnya, evaluasi terhadap abses ischiorektal yang optimal dapat
dilakukan dengan hanya menggunakan pemeriksaan colok dubur. Dengan
adanya obat anestesi, fistula dapat disuntikkan larutan peroksida untuk
memfasilitasi visualisasi pembukaan fistula internal. Bukti menunjukkan
bahwa penggunaan visualisasi endoskopik (transrektal dan transanal) adalah
cara terbaik untuk mengevaluasi kasus yang kompleks abses perianal dan
fistula.
2
Dengan teknik endoskopik, tingkat dan konfigurasi dari abses dan
fistula dapat jelas divisualisasikan. Visualisasi endoskopi telah dilaporkan
sama efektifnya seperti fistulografi. Jika ditangani dengan dokter yang
berpengalaman, evaluasi secara endoskopik adalah prosedur diagnostik
pilihan pada pasien dengan kelainan perirektal karena rendahnya risiko
infeksi serta kenyamanan pasien tidak terganggu. Evaluasi secara endoskopik
setelah pembedahan juga efektif untuk memeriksa respon pasien terhadap
terapi.
16


15

2.4.8 Diagnosis Banding
Pada umumnya penyakit abses perianal sering dikaburkan dengan
hemoroid eksternal thrombus atau fisura anal yang prevalensinya lebih
sering terjadi. Pada hemoroid eksternal thrombus tampak kebiru-biruan pada
benjolannya.
12

Pada fisura anal terasa perih pada daerah linea dentate. Umumnya
penyakit ini menyebabkan nyeri dan perdarahan minimal ketika buang air
besar.
Abses dan atau fistula yang berulang patut dicurigai sebagai
Crhons disease terutama jika diare dan disertai penurunan berat badan.
Hidradenitis supurativa yang merupakan radang kelenjar keringat apokrin
yang biasanya membentuk fistula multipel subkutan yang kadang ditemukan
di perineum dan perianal. Penyakit ini biasanya ditemukan di ketiak dan
umumnya tidak meluas ke struktur yang lebih dalam. Sinus pilonidalis
terdapat hanya di lipatan sakro-koksigeal dan berasal dari sarang rambut
dorsal dari tulang koksigeus atau ujung tulang sakrum.
14
Fistel proktitis
dapat terjadi pada Morbus Crohn, TBC, amubiesis, infeksi jamur, dan
divertikulitis. Kadang fistula koloperineal disebabkan oleh benda asing atau
trauma.
10


2.4.9 Tatalaksana
Pengobatan yang tertunda atau tidak memadai terkadang dapat
menyebabkan perluasan abses dan dapat mengancam nyawa apabila terjadi
nekrosis jaringan yang besar, atau bahkan septikemia. Antibiotik hanya
diindikasikan jika terjadi selulitis luas atau apabila pasien
immunocompromised, menderita diabetes mellitus, atau memiliki penyakit
katub jantung.
17

Abses anorektal harus diobati dengan drainase sesegera mungkin
setelah diagnosis ditegakkan. Jika diagnosis masih diragukan, pemeriksaan di
bawah anestesi sering merupakan cara yang paling tepat baik untuk
mengkonfirmasi diagnosis serta mengobati.
1

16


1. Abses Perianal
Kebanyakan abses perianal dapat didrainase di bawah anestesi.
Insisi kulit dan insisi subkutan dibuat di bagian atas yang paling menonjol dari
abses dan eksisi dog ear untuk mencegah penutupan prematur.

Gambar 10. Teknik drainage abses perianal
(Schwartzs: Principles of Surgery 9th Edition. 2010)
Abses intersfingterik didrainase dengan membagi sfingter intera pada
tingkat abses. Abses intermuskular dan abses supralevator, selama bukan
perluasan dari abses iskiorektal, dapat didrainase ke dalam rektum bagian
bawah dan kanalis analis bagian atas. Abses ischiorektal dapat dilakukan
drainase lokal luas melalui insisi cruriform (bentuk salib) melalui kulit dan
jaringan subkutan yang melapisi ruang yang terinfeksi.
1


2. Abses Ischiorektal
Abses ischiorektal dapat menyebabkan pembengkakan yang luas
pada fossa ischiorektal yang melibatkan satu atau kedua sisi, membentuk
abses horse shoe. Abses iskiorektalis sederhana didrainase melalui sayatan
pada kulit di atasnya. Abses tapal kuda membutuhkan drainase sampai ke
17

ruang postanal dalam dan sering membutuhkan insisi lebih dari satu atau
pada kedua ruang iskiorektalis.
1


Gambar 11. Drainase dari abses Horse shoe
(Schwartzs: Principles of Surgery 9th Edition. 2010)

3. Abses Intersfingterik
Abses intersfingter sangat sulit untuk didiagnosa karena mereka
hanya menghasilkan sedikit pembengkakan dan tanda-tanda infeksi perianal.
Nyeri biasanya digambarkan sebagai nyeri yang jauh didalam lubang anus,
dan biasanya diperburuk oleh batuk atau bersin. Rasa nyeri tersebut begitu
hebat sehingga biasanya menghalangi pemeriksaan colok dubur. Diagnosis
dibuat berdasarkan kecurigaan yang tinggi dan biasanya membutuhkan
pemeriksaan di bawah anestesi. Setelah teridentifikasi, abses intersfingerik
dapat di drainase melalui sfingterotomi internal yang posterior
4. Abses Supralevator
Jenis abses ini jarang ditemui dan biasanya sulit didiagnosa.
Karena kedekatannya dengan rongga peritoneal, abses supralevator dapat
meniru kelainan pada intra-abdomen. Pada pemeriksaan colok dubur bisa
didapatkan massa yang menonjol diatas cincin anorektal. Asal dari sebuah
abses mesti dipastikan sebelum memberikan pengobatan. Ini penting oleh
karena apabila abses supralevator terbentuk sekunder dari suatu abses
intersfingerik yang bergerak ke atas, maka abses mesti di drainase melewati
rektum. Bila abses di drainase melewati fossa ischiorektal maka fistula
suprasfingterik dapat terbentuk. Bila suatu abses supralevator terbentuk
18

sekunder dari suatu abses ischiorektal yang bergerak ke atas, maka abses mesti
di drainase melewati fossa ischiorektal. Drainase dari abses in melewati
rektum dapat membentuk fistula ekstrasfingterik. Apabila abses supralevator
terbentuk sekunder dari suatu penyakit intra abdomen , maka penyebab
mesti diobati dan abses di drainase melewati rute paling langsung
(transabdominal, rektal atau melalui fossa ischiorektal).

2.4.10 Komplikasi
Fistula anorektal terjadi pada 30-60% pasien dengan abses
anorektal. Fistula Anorectal muncul sebagai akibat obstruksi dari kripta anal
dan atau kelenjar anal, yang teridentifikasi dengan adanya drainase dari kanal
anal atau dari kulit disekitar perianal.
9



Gambar12. Patofisiologi pembentukan fistula anorektal
(Schwartzs: Principles of Surgery 9th Edition. 2010)
Kelenjar intersfingterik terletak antara sfingter internal dan eksternal anus
dan seringkali dikaitkan dengan pembentukan abses. Fistula anorektal timbul oleh
karena obstruksi dari kelenjar dan/atau kripta anal, dimana ia dapat diidentifikasi
dengan adanya sekresi purulen dari kanalis anal atau dari kulit perianal sekitarnya.
19

Etiologi lain dari fistula anorektal adalah multifaktorial dan termasuk penyakit
divertikular, IBD, keganasan, dan infeksi yang terkomplikasi, seperti tuberkulosis.
Klasifikasi menurut Parks dan persentase fistula anorektal adalah:
9

1. Intersfingerik 70% (Ditemukan antara sfingter internal dan eksternal)
2. Transfingterik 23% (Memanjang dari sfingter eksternal ke fosa
ischiorektalis)
3. Ekstrasfingterik 5% (menghubungkan rektum ke kulit melalui m. levator
ani)
4. Suprasfingterik 2% (Memanjang dari potongan intersphincteric melalui
otot puborectalis, keluar kulit setelah melintasi m. levator ani)


Gambar 13.Tipe-tipe fistula Anorektal
(Harrisons Principles of internal medicine 18
th
)

2.4.11 Prognosis
Sekitar dua pertiga pasien dengan abses anorektal yang diobati
dengan insisi dan drainase atau dengan drainase spontan akan mendapat
komplikasi sebuah fistula anorektal kronis Abses perianal atau fistula ani akan
kembali terjadi sekitar 37% sampai 50% pasien. Hal ini terjadi umumnya
terjadi pada pasien dengan ischorektal abses disertai abses perianal. Tingkat
20

kekambuhan fistula anorektal setelah fistulotomi, fistulektomi, atau
penggunaan seton adalah sekitar 1,5%.
10-11
Tingkat keberhasilan pengobatan
bedah primer dengan fistulotomy tampaknya cukup baik.
10





























21

BAB 3. KESIMPULAN

Abses perianal merupakan infeksi jaringan lunak di sekitar kanalis analis
disertai dengan pembentukan rongga abses. Kejadian puncak dari abses anorektal
pada usia dekade ketiga dan keempat dalam kehidupan. Obstruksi pada kriptus
analis merupakan hasil dari stasis sekresi kelenjar lalu ketika terjadi infeksi,
terbentuk supurasi dan pembentukan abses pada glandula analis.
Pasien biasanya memiliki riwayat adanya pembengkakan disertai rasa sakit
dan diperburuk oleh buang air besar dan duduk. Pada emeriksaan fisik
menunjukkan adanya eritema, indurasi, atau fluctuance. Pada pemeriksaan
Proctosigmoidoscopic mungkin sulit dilakukan karena sakit, .Pemeriksaan dengan
anoscopic menunjukkan adanya pus yang mengalir dari dasar tempat abses atau di
lokasi yang fisura anus kronis.
Penanganan abses dikerjakan dengan cara drainage, terutama pada abses
yang dangkal, dapat dilakukan tempat-tempat klinik dengan menggunakan
anestesi lokal. Penggunaan antibiotik memiliki peran sebagai terapi tambahan
dalam keadaan khusus, termasuk penyakit jantung valvular, imunosupresi,
selulitis luas, atau diabetes.
Sekitar dua pertiga pasien dengan abses anorektal yang diobati dengan
insisi dan drainase atau dengan drainase spontan akan mendapat komplikasi
fistula anorektal kronis. Abses perianal atau fistula ani dapat reccurent sekitar
37% sampai 50% pasien setelah pengobatan.









22

DAFTAR PUSTAKA

1. Bernard M. Jaffe and David H.Berger. Colon, Rectum and Anus.
Brunicardi F. Charles et all. Schwartzs: Principles of Surgery 9th Edition.
2010.
2. Bollard RC, Gardiner A, Lindow S, Phillips K, Duthie GS. Normal female
anal sphincter: difficulties in interpretation explained. Dis. Colon Rectum
2002; 45 : 1715.
3. Eisenhammer S. The internal anal sphincter and anorectal abscess. Surg.
Gynaecol. Obstet. 1956; 103: 5016.
4. Fritsch H, Brenner E, Lienemann A, Ludwikowski B. Anal sphincter
complex: reinterpreted morphology and its clinical relevance. Dis. Colon
Rectum 2002; 45: 18894.
5. Godlewski G, Prudhomme M. Embryology and anatomy of the
anorectum. Basis of Surgery Surg. Clin. North Am. 2000; 80: 31943.
6. Hebra A. 2012. Perianal Abscess. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/191975-overview
7. Held D, Khubchandani J, Sheets J, Stasik J, Rosen L, Wether R.
Management of anorectal horseshoe abscess and fistula. Dis. Colon
Rectum 1986; 29: 7937.
8. Kaiser AM, Ortega AE. Anorectal anatomy. Surg. Clin. North Am. 2002;
82: 112538.
9. Parks AG. The pathogenesis and treatment of fistula-in-ano. Br. Med. J.
1961; i: 4639.
10. Read DR, Abcarian H. A prospective survey of 474 patients with anorectal
abscess. Dis. Colon Rectum 1979; 22: 5668.
11. Stamos MJ. Anorectal, Abscess, Fistula And Pilonidal Disease. Diunduh
dari:http://web.squ.edu.om/medLib/MED_CD/E_CDs/Surgery/CHAPTER
S/CH35.PDF
12. Wendell-Smith CP. Anorectal nomenclature: fundamental
terminology.Dis. Colon Rectum 2000; 43: 134958
23

13. Whiteford MH. 2007. Perianal Abscess/Fistula Disease. Diunduh dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2780182/
14. Vasilevsky CA, Gordon PH. The incidence of recurrent abscesses or
fistula-in-ano following anorectal suppuration. Dis. Colon Rectum 1984;
27: 12630.
15. Winslet MC, Allan A, Ambrose NS. Anorectal sepsis as a presentation of
occult rectal and systemic disease. Dis. Colon Rectum 1988; 31: 597600.
16. Oliver I, Lacueva FJ, Perez Vicente F et al. Randomized clinical trial
comparing simple drainage of anorectal abscess with and without fistula
track treatment. Int. J. Colorectal Dis. 2003; 18: 10710.
17. Ramanujam PS, Prasad ML, Abcarian H, Tan AB. Perianal abscesses and
fistulas. A study of 1023 patients. Dis. Colon Rectum 1984; 27: 5937.

You might also like