You are on page 1of 4

CDK-215/ vol. 41 no. 4, th.

2014
268
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Buta warna dapat menyulitkan atau bahkan
membuat seseorang tidak mampu melakukan
pekerjaan tertentu yang membutuhkan
persepsi warna dalam tanggung jawabnya,
seperti pilot karena banyak aspek penerbang-
an bergantung pada pengodean warna.
1,2
Prevalensi buta warna di Indonesia adalah
sebesar 0,7% (Riskesdas 2007), sedangkan di
Amerika Serikat pada tahun 2006 menurut
Howard Hughes Medical Institute, terdapat
7% pria, atau sekitar 10.5 juta pria, dan 0.4%
wanita tidak dapat membedakan merah
dari hijau, atau mereka melihat merah dan
hijau secara berbeda dibandingkan populasi
umum. Sejumlah 95 % gangguan buta warna
terjadi pada reseptor warna merah dan hijau
pada mata pria.
2,3
Faktor utama yang sampai saat ini dipercaya
sebagai penyebab utama buta warna adalah
faktor genetik yang sex-linked, artinya kelainan
ini dibawa oleh kromosom X. Hal ini yang
menyebabkan lebih banyak penderita buta
warna laki-laki dibandingkan wanita.
3
ANATOMI BOLA MATA
Persepsi visual sangat dipengaruhi oleh
struktur anatomi mata. Kornea dan lensa
masuk menjadi impuls-impuls saraf yang akan
diteruskan ke otak. Di bagian inilah, proses
penglihatan warna berlangsung.
Bagian fovea terdiri dari sel kerucut namun
bentuknya menyerupai batang. Perbedaan
penting antara sel batang dan kerucut
adalah fungsinya. Fungsi sel batang adalah
untuk melihat dalam kondisi kurang cahaya
sedangkan sel kerucut bertugas untuk
penglihatan dengan cahaya yang cukup.
3,4,6
ABSTRAK
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu.
Prevalensi buta warna di Indonesia sebesar 0,7%. Buta warna sering menjadi masalah saat seseorang harus memilih jurusan dalam jenjang
pendidikan, khususnya untuk pekerjaan yang membutuhkan pengodean warna dalam pekerjaan.
Kata kunci: Buta warna, patofsiologi, diagnosis
ABSTRACT
Color blindness is a disorder caused by an inability of the eye cone cells to capture a certain color spectrum. The prevalence of color blindness
in Indonesia is 0.7%. Color blindness may become problematic in choosing a major in education and especially for job assignment that require
color coding. Kartika, Keishatyanarsha Kuntjoro, Yenni, Yohanie Halim. Pathophysiology and Diagnosis of Color Blindness.
Key words: Color blindness, pathophysiology, diagnosis
Patof siologi dan Diagnosis Buta Warna
Kartika, Keishatyanarsha Kuntjoro, Yenni, Yohanie Halim
Dokter Internship, Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya
Jakarta, Indonesia
Alamat korespondensi email: inez.kartika@yahoo.com
Gambar 1 Anatomi bola mata
7
Gambar 2 Penampang melintang retina
7
bekerja bersama seperti lensa kamera
untuk memfokuskan bayangan sehingga
dapat ditangkap oleh retina yang terletak di
belakang mata, yang bertindak seperti flm
pada kamera. Struktur-struktur inilah yang
berpengaruh ada persepsi warna.
3

Bayangan yang masuk ke bola mata akan
diproyeksikan ke retina. Retina merupakan
lapisan setipis lembaran jaringan yang
terletak di bagian belakang bola mata berisi
sel-sel fotoreseptor seperti sel batang dan
kerucut yang akan mengubah bayangan yang
269
CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan responsivitasnya, sel kerucut
dibagi menjadi 3 macam, S cone, M cone, L cone,
sedangkan sel batang hanya terdiri dari satu tipe
sel. Penamaan ini berdasarkan pada sensitivitas
sel terhadap panjang gelombang cahaya
short wavelength, middle wavelength, dan
long wavelength. Ada juga yang menamakan
panjang gelombang ini sebagai RGB (red, green,
dan blue) namun, penamaan SML dirasa lebih
tepat. Pada sel kerucut, terdapat 3 tipe yang
menampilkan warna, sedangkan sel batang
hanya satu macam, menunjukkan bahwa sel
batang tidak mampu mengidentifkasi warna.
Sel S tersebar merata pada seluruh retina,
namun tidak terdapat di daerah tengah fovea.
Perbandingan jumlah L:M:S adalah 12:6:1.
Mekanisme penglihatan warna dapat
dijelaskan menurut teori-teori di bawah ini:
1. Teori trikromatik
Pada teori ini, dikenal 3 reseptor yang sensitif
terhadap 3 spektrum warna yaitu merah, hijau,
dan biru. Gambaran warna muncul karena
rasio signal dari 3 reseptor warna yang dikirim
ke otak dibandingkan sampai menampilkan
warna. Teori trikromatik ini tidak diragukan,
tetapi tidak dapat menjelaskan fenomena
transmisi ke otak.
2. Teori Herings opponent colors
Hering mengajukan teori lawan warna
dengan observasinya meliputi penampilan
warna, kontras warna, foto setelah jadi, dan
defsiensi penglihatan warna. Hering mencatat
penemuannya bahwa warna tertentu
tidak terjadi secara bersamaan, contohnya
kemerahan-kehijauan dan kekuningan-
kebiruan. Hering menemukan bahwa kontras
warna ikut berpengaruh untuk membedakan
warna yang berpasangan.
3. Teori modern opponent colors
Teori ini bertentangan dengan teori
trikromatik. Teori ini menyatakan bahwa
warna yang diterima di reseptor warna dikirim
ke retina untuk diubah sinyalnya dan baru
dikirim ke otak.
7
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Buta warna dapat terjadi secara kongenital
atau didapat akibat penyakit tertentu. Buta
warna yang diturunkan tidak bersifat progresif
dan tidak dapat diobati. Pada kelainan makula
(retinitis sentral dan degenerasi makula sentral),
sering terdapat kelainan pada penglihatan
warna biru dan kuning, sedang pada kelainan
saraf optik akan terlihat gangguan penglihatan
warna merah dan hijau.
1,4,6,7

Buta warna umumnya dianggap lebih banyak
terdapat pada laki-laki dibanding perempuan
dengan perbandingan 20:1. Buta warna
herediter merupakan kelainan genetik sex-
linked pada kromosom X ayah dan ibu. Anak
perempuan menerima satu kromosom X dari
ibu dan satu dari ayah. Dibutuhkan hanya
satu gen untuk penglihatan warna normal.
Anak laki-laki, menerima kromosom X dari
ibu dan Y dari ayah, jika gen X tunggal tidak
mempunyai gen fotopigmen maka akan
terjadi buta warna.
Dikenal hukum Kollner yang menyatakan defek
penglihatan warna merah hijau merupakan
lesi saraf optik ataupun jalur penglihatan,
sedangkan defek penglihatan biru kuning
akibat kelainan pada epitel sensori retina
atau lapis kerucut dan batang retina. Terdapat
pengecualian Hukum Kollner:
Neuropati optik iskemik, atrof optik
pada glaukoma, atrof optik diturunkan
secara dominan, atrof saraf optik tertentu
memberikan cacat biru kuning.
Defek penglihatan merah hijau pada
degenerasi makula, mungkin akibat kerusakan
retina yang terletak pada sel ganglionnya.
Pada degenerasi makula juvenile terdapat
buta biru kuning, merah hijau atau buta warna
total, sedangkan degenerasi makula stardgart
dan fundus favimakulatus mengakibatkan
gangguan pada warna merah hijau.
Defek penglihatan warna biru dapat pula
terjadi pada peningkatan tekanan intraokular.
Gangguan penglihatan biru kuning terdapat
pada glaukoma, ablasio retina, degenerasi
pigmen retina, degenerasi makula senilis dini,
myopia, korioretinitis, oklusi pembuluh darah
retina, retinopati diabetik dan hipertensi,
papil edema, dan keracunan metil alkohol
serta pada penambahan usia. Ganguan
penglihatan merah hijau terdapat pada
kelainan saraf optik, keracunan tembakau dan
racun, neuritis retrobulbar, atrof optik, dan lesi
kompresi traktus optikus.
KLASIFIKASI BUTA WARNA
Defek penglihatan warna atau buta warna
dapat dikenal dalam bentuk
7
:
1. Trikromatik, yaitu keadaan pasien
mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur
fungsi penglihatan. Pasien buta warna jenis ini
dapat melihat berbagai warna, tetapi dengan
interpretasi berbeda dari normal. Bentuk
defsiensi yang paling sering ditemukan:
Gambar 3 Sel batang dan kerucut
7
Gambar 4 Gambaran representatif distribusi sel-sel kerucut
S,M,L di retina
7
Gambar 5 Pola penurunan kromosom
7
X: kromosom abnormal, kotak kuning: karier genetik, kotak
merah: orang dengan defsiensi penglihatan warna
CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014
270
TINJAUAN PUSTAKA
Deuteranomali, dengan defek pada
penglihatan warna hijau atau kelemahan
fotopigmen M cone atau absorpsi M cone
bergeser ke arah gelombang yang lebih
panjang sehingga diperlukan lebih banyak
hijau untuk menjadi kuning baku.
Protanomali, kelemahan fotopigmen L
cone atau absorpsi L cone ke arah gelombang
yang lebih rendah, diperlukan lebih banyak
merah untuk menggabung menjadi kuning
baku pada anomaloskop. Protanomali dan
deutronomali terkait kromosom X dan, di
Amerika, terdapat pada 5% anak laki-laki.
Tritanomali, merupakan defek penglihatan
warna biru atau fotopigmen S cone atau
absorpsi S cone bergeser ke arah gelombang
yang lebih panjang. Kelainan ini bersifat
autosomal dominan pada 0,1% pasien.
2. Dikromatik, yaitu pasien mempunyai 2
pigmen kerucut, akibatnya sulit membedakan
warna tertentu.
7
Protanopia, keadaan yang paling sering
ditemukan dengan defek pada penglihatan
warna merah hijau atau kurang sensitifnya
pigmen merah kerucut (hilangnya fotopigmen
L cone) karena tidak berjalannya mekanisme
red-green opponent.
Deuteranopia, kekurangan pigmen hijau
kerucut (hilangnya fotopigmen M cone)
sehingga tidak dapat membedakan warna
kemerahan dan kehijauan karena kurang
berjalannya mekanisme viable red-green
opponent.
Tritanopia (tidak kenal biru), terdapat
kesulitan membedakan warna biru dari
kuning karena hilangnya fotopigmen S-cone.
3. Monokromatik (akromatopsia atau buta
warna total), hanya terdapat satu jenis pigmen
sel kerucut, sedangkan dua pigmen lainnya
rusak. Pasien sering mengeluh fotofobia,
tajam penglihatan kurang, tidak mampu
membedakan warna dasar atau warna antara
(hanya dapat membedakan hitam dan putih),
silau, dan nistagmus. Kelainan ini bersifat
autosomal resesif.
Monokromatisme sel batang (rod
monochromatism)
Disebut juga suatu akromatopsia (seluruh
komponen pigmen warna kerucut tidak
normal), terdapat kelainan pada kedua mata
bersama dengan keadaan lain, seperti tajam
penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus,
fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin
terjadi akibat kelainan sentral hingga
terdapat gangguan penglihatan warna total,
hemeralopia (buta silang), tidak terdapat buta
senja atau malam, dengan kelainan refraksi
tinggi. Insidens sebesar 1 dalam 30.000
dan pewarisan secara autosomal resesif
menyebabkan mutasi gen yang menyandi
protein photoreceptor cation channel or cone
transducin.
Monokromatisme sel kerucut (cone
monochromatism)
Gambar 7 Uji Farnsworth
7
Gambar 8 Tes Ishihara
Gambar 6 Penglihatan pada (a) normal, (b) protanopia, (c)
deuteranopia, dan (d) tritanopia
7
Terdapat hanya sedikit defek atau yang efektif
hanya satu tipe pigmen sel kerucut. Hal ini
jarang, 1 dalam 100.000. Tajam penglihatan
normal, tidak tedapat nistagmus, tidak terdapat
diskrimanasi warna. Biasanya disebabkan
monokromasi biru, terkait kromosom X
resesif, yang menyebabkan mutasi gen yang
menyandi opsin kerucut merah dan hijau.
DIAGNOSIS
Buta warna kadang menyebabkan tidak
dapat mengerjakan pekerjaan tertentu
seperti di pabrik cat, konveksi, kapten kapal,
dan pengawas lalu lintas. Pemeriksaan buta
warna dilakukan dengan uji anomaloskop, uji
Farnsworth Munsell 100 hue, uji Holmgren,
dan uji Ishihara. Uji Farnsworth dan Ishihara
sering digunakan sebagai pemeriksan
optamologis. Defek penglihatan warna merah-
hijau secara kualitatif dievaluasi dengan tes
Pseudoisokromatik (Ishihara). Defek penglihatan
biru-kuning dengan tes Farnsworth Munsell.
Evaluasi defek penglihatan kuantitatif dapat
menggunakan Anomaloskop nagel.
7
Uji Farnsworth terdiri dari 4 set chips yang
harus disusun sesuai dengan progression of
hue. Orang dengan defsiensi penglihatan
beberapa warna akan membuat kesalahan
menyusun chips pada lokasi di sekitar hue
circle. Tes ini dapat membedakan tipe defsiensi
penglihatan warna dan mengevaluasi tingkat
keparahan diskriminasi warna.
271
CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014
TINJAUAN PUSTAKA
Uji Ishihara didasarkan pada menentukan
angka atau pola yang ada pada kartu dengan
berbagai ragam warna. Penapisan dengan
uji Ishihara merupakan evaluasi minimum
gangguan penglihatan warna. Uji ini memakai
seri titik bola kecil dengan warna dan besar
berbeda (gambar pseudokromatik) sehingga
keseluruhan terlihat warna pucat dan
menyulitkan pasien dengan kelainan warna.
Penderita buta warna atau dengan kelainan
penglihatan warna dapat melihat sebagian
atau sama sekali tidak dapat melihat gambaran
yang diperlihatkan. Pada pemeriksaan, pasien
diminta melihat dan mengenali tanda gambar
yang diperlihatkan selama 10 detik.
Nagel anomaloskop terdiri dari test plate yang
bagian bawahnya berwarna kuning yang
dapat disesuaikan kontrasnya. Pasien berusaha
mencocokkan bagian atas sampai berwarna
kuning dengan mencampur warna merah dan
hijau. Orang dengan buta warna hijau akan
menggunakan banyak warna hijau dan begitu
juga pada orang dengan buta warna merah.
Pada tahun 1837, August Seebeck
menggunakan lebih dari 300 kertas berwarna
dan meminta pasien mencocokkan atau
menemukan warna yang sesuai dengan
contoh warna yang diberikan, dan pada
TATA LAKSANA
Tidak terdapat pengobatan untuk buta warna
yang diturunkan, sedangkan buta warna
didapat diterapi sesuai penyebab. Beberapa
cara yang dapat digunakan sebagai alat
bantu penglihatan warna:
3,6-8
Lensa kontak dan kacamata specially
tinted, yang dapat membantu uji warna
namun tidak memperbaiki penglihatan
warna.
Kacamata yang memblokade glare,
karena orang dengan masalah penglihatan
warna dapat membedakan sedikit warna
saat tidak terlalu terang.
SIMPULAN
Buta warna adalah kelainan penglihatan
yang disebabkan ketidakmampuan sel-
sel kerucut mata untuk menangkap suatu
spektrum warna tertentu. Prevalensi buta
warna di Indonesia sebesar 0,7%. Buta warna
sering menjadi masalah saat seseorang
harus memilih jurusan dalam jenjang
pendidikan khususnya untuk pekerjaan yang
membutuhkan warna sebagai kode dalam
pekerjaan.
Tidak terdapat pengobatan untuk buta warna
yang diturunkan, sedangkan buta warna
didapat diterapi sesuai penyebab.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cassin B, Solomon S. Dictionary of Eye Terminology. 6
th
ed Florida: Triad Publ.Co; 2011.
2. Guest M. DEste C. Impairment of colour vision in aircraft maintenance worker. Internat. Arch. Occup. and Environmental Health, October 2011; 84(7): 723-733
3. McIntyre D. Colour Blindness : Cause and Efects. UK. Dalton Publishing, 2002.
4. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi Dua, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Jakarta : Sagung Seto. 2002.
5. Vaughan DG. Asbury T. General Ophthalmology ed. 17
th
ed, ch. 10. New York: Mc Graw Hill, Lange, 2008
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005.
7. Fairchild MD. Color Appearance Models. Second Ed. John Wiley & Sons, Ltd 2005 ISBN: 0-470-01216-1 (HB)
8. Lang GK. Ophthalmology. A Short Textbook. German: Thieme. 2000. Hal. 311.
Gambar 9 Anomaloskop nagel
Gambar 10 Uji Holmgren Wool
tahun 1877, Holmgren mengambil ide ini
dan menggunakan gulungan benang wol
berwarna sebagai pengganti kertas.

You might also like