You are on page 1of 21

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG (HEART FAILURE)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GAGAL JANTUNG



1. DEFINISI
Penyakit Gagal Jantung yang dalam istilah medisnya disebut dengan "Heart Failure atau
Cardiac Failure", merupakan suatu keadaan darurat medis dimana jumlah darah yang dipompa
oleh jantung seseorang setiap menitnya {curah jantung (cardiac output)} tidak mampu memenuhi
kebutuhan normal metabolisme tubuh.
Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak
yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel secara progresif bertambah. (Elizabeth J. Corwin)
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan
darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme jaringan tubuh,
sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup
tinggi.(http//:www,askepgagaljantung,com)
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang
mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah
pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis,
hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik
dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (
misalnya ;demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley,
2000)
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri
(Braundwald )
Jadi gagal jantung adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak
mencukupi kebutuhan metabolik tubuh) sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih
cukup tinggi, mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat
kontraktilitas jantung yang berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini
menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel secara progresif bertambah. Hal yang terjadi sebagai akibat akhir dari
gangguan jantung ini adalah jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada sebagi
organ.


2. EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit gagal jantung semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya usia
harapan hidup, salah satunya gagal jantung kronis sebagai penyakit utama kematian di negara
industri dan negara-negara berkembang. Penyakit gagal jantung meningkat sesuai dengan usia,
berkisar kurang dari l % pada usia kurang dari 50 tahun hingga 5% pada usia 50-70 Tahun dan
10% pada usia 70 tahun ke atas. Penyakit gagal jantung sangatlah buruk jika penyebab yang
mendasarinya tidak segera ditangani, hampir 50% penderita gagal jantung meninggal dalam
kurun waktu 4 Tahun. 50% penderita stadium akhir meninggal dalam kurun waktu 1 Tahun, di
Indonesia prevalensi gagal jantung secara nasional belum ada sebagai gambaran di Rumah Sakit
Cipto Mangun Kusumo Jakarta, pada tahun 2006 diruang rawat jalan dan inap didapat 3,23%
kasus gagal jantung dari total 11,711 pasien, sedangkan di Amerika pada tahun 1999 terdapat
kenaikan kasus gagal jantung dari 577.000 pasien menjadi 871.000 pasien. Gagal jantung
merupakan penyebab kematian kardiovaskuler, dan kondisi seperti ini juga menurunkan kualitas
hidup, karena itu peburukan akut pada gagal jantung kronik harus di cegah secara dini, pada
lansia diperkirakan 10% pasien di atas 75 Tahun menderita gagal jantung, angka kematian pada
gagal jantung kronik mencapai 50% dalam 5 tahun setelah pertama kali penyakit itu terdiagnosis,
(Kompas, 9 juni 2007).

3. ETIOLOGI
Penyebab gagal jantung mencakup apapun yang menyebabkan peningkatan volume plasma sampai derajat tertentu sehingga volume
diastolic akhir meregangkan serat-serat ventrikel melebihi panjang optimumnya. Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri yang
memulai siklus kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Akibat buruk dari menurunnya kontraktilitas, mulai terjadi akumulasi
volume darah di ventrikel. Penyebab gagal jantung yang terdapat di jantung antara lain :
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload) menyebabkan
hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan
menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi. Prinsip Frank
Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot
jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung
justru akan menurun kembali.
d. Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung di mana jantung
sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah
cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
e. Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada
aliran balik vena/venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output ventrikel berkurang
dan curah jantung menurun.
f. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau
inflamasi.
g. Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi
hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
h. Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot
jantung.
i. Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
j. Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium, perikarditis
konstruktif, stenosis katup AV.
k. Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.
Semua situasi diatas dapat menyebabkan gagal jantung kiri atau kanan. Penyebab yang spesifik untuk gagal jantung kanan antara lain:
- Gagal jantung kiri
- Hipertensi paru
- PPOM



4. Patofisiologi
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner, hipertensi arterial
dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi
miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark Miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Hipertensi sistemik/ pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja
jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat
berfungsi secara normal, dan akhrinya terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri
paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan
edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan/ sinkron, maka kegagalan salah satu
ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Sebagai contoh, hipertensi sitemik yang kronis akan menyebabkan
ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama akan menyebabkan ventrikel kanan mengalami
hipertofi dan melemah. Letak suatu infark miokardium akan menentukan sisi jantung yang pertama kali terkena setelah terjadi serangan jantung.
Karena ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke atrium, lalu ke sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium
kanan, maka jelaslah bahwa gagal jantung kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada kenyataanya, penyebab utama gagal
jantung kanan adalah gagal jantung kiri. Karena tidak dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka darah mulai terkumpul di
sistem vena perifer. Hasil akhirnya adalah semakin berkurangnya volume darah dalam sirkulasi dan menurunnya tekanan darah serta perburukan
siklus gagal jantung.





5. KLASIFIKASI
Menurut derajat sakitnya:
1. Derajat 1: Tanpa keluhan - Anda masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa disertai
kelelahan ataupun sesak napas
2. Derajat 2: Ringan - aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau sesak napas, tetapi jika
aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang
3. Derajat 3: Sedang - aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau sesak napas, tetapi
keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan
4. Derajat 4: Berat - tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada saat istirahat
pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas walaupun aktivitas ringan.

Menurut lokasi terjadinya :
1. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan
terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah,
takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia, keringat dingin, dan
paroxysmal nocturnal dyspnea,ronki basah paru dibagian basal
2. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini
terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat
sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi : edema akstremitas bawah yang biasanya
merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi
vena leher, asites (penimbunan cairan didalam rongga peritonium), anoreksia dan mual, dan
lemah.



6. Manifestasi klinis
Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
Ortopnue yaitu sesak saat berbaring
Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari disertai batuk
Berdebar-debar
Lekas lelah
Batuk-batuk
Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak nafas.
Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan
penambahan berat badan.

7. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi ialah :
- Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
- Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata dari jantung.
- Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

8. Pemeriksaan Fisik
1. Auskultasi nadi apikal, biasanya terjadi takikardi (walaupun dalam keadaan berustirahat)
2. Bunyi jantung, S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum
(S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke atrium yang distensi. Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi / stenosis katup.
3. Palpasi nadi perifer, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus
alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.
4. Tekanan darah
5. Pemeriksaan kulit : kulit pucat (karena penurunan perfusi perifer sekunder) dan sianosis (terjadi
sebagai refraktori Gagal Jantung Kronis). Area yang sakit sering berwarna biru/belang karena
peningkatan kongesti vena

9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung
EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola
mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6
minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2. Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung,
serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat bermanfaat untuk
menegakkan diagnosis gagal jantung.
3. Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan di paru-
paru atau penyakit paru lainnya.
4. Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang pada
gagal jantung akan meningkat.
5. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur
katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
6. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
7. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri
kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi
fraksi/perubahan kontrktilitas.




10. Therapy
Diuretik: Untuk mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan
Penghambat ACE (ACE inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi beban
kerja jantung
Penyekat beta (beta blockers): Untuk mengurangi denyut jantung dan menurunkan tekanan
darah agar beban jantung berkurang
Digoksin: Memperkuat denyut dan daya pompa jantung
Terapi nitrat dan vasodilator koroner: menyebabkan vasodilatasi perifer dan penurunan
konsumsi oksigen miokard.
Digitalis: memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi, peningkatan
efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal
untuk filtrasi dan ekskresi dan volume intravascular menurun.
Inotropik positif: Dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan kerja beta 1 adrenergik. Efek
beta 1 meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan
denyut jantung (efek kronotropik positif).
Sedati: Pemberian sedative untuk mengurangi kegelisahan bertujuan mengistirahatkan dan
memberi relaksasi pada klien.
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran :
1. Untuk menurunkan kerja jantung
2. Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
3. Untuk menurunkan retensi garam dan air.

a. Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung dan menurunkan
tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui induksi diuresis berbaring.
b. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh.
c. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu pembatasan
natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema.
d. Revaskularisasi koroner
e. Transplantasi jantung
f. Kardoimioplasti

12. Pencegahan
Kunci untuk mencegah gagal jantung adalah mengurangi faktor-faktor risiko Anda. Anda dapat
mengontrol atau menghilangkan banyak faktor-faktor risiko penyakit jantung - tekanan darah
tinggi dan penyakit arteri koroner, misalnya - dengan melakukan perubahan gaya hidup bersama
dengan bantuan obat apa pun yang diperlukan.

Perubahan gaya hidup dapat Anda buat untuk membantu mencegah gagal jantung meliputi:
Tidak merokok
Mengendalikan kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan
diabetes
Tetap aktif secara fisik
Makan makanan yang sehat
Menjaga berat badan yang sehat
Mengurangi dan mengelola stres

13. Prognosis Gagal Jantung
Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/ minggu-minggu pertama
pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali
total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja
sulit memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk
melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan kematian. (1,3)
Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal adalah dengan terapi
medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang bik
untuk koreksi bedah. (1,4)
Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal
jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan
profilaksis sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung. (1)
Konsep dasar asuhan keperawatan

A. Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan
keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti
pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya
dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan
aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung
, endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda :
1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3) Irama Jantung ; Disritmia.
4) Frekuensi jantung ; Takikardia.
5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
6) posisi secara inferior ke kiri.
7) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
8) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
9) Murmur sistolik dan diastolic.
10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
11) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12) kapiler lambat.
13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
14) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
15) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
16) khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan
finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah
tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala : Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.

5. Makanan/cairan
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan
yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum,
dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pemebentukan sputum.
3) Sputum :Merah muda/berbuih (edema pulmonal)
4) Bunyi napas : Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental: Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit : Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot.
11. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran
kalsium.
b. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
















B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk, penumpukan
secret.
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
4. Gangguan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas
5. Penurunan perfusi jaringan behubungan dngan penurunan O
2
ke organ
6. Nyeri berhubungan dengan hepatomegali, nyeri abdomen.
7. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus,
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
8. Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia & mual.
9. Intoleran aktivitas berhubungan dengan fatigue
10. Sindrom deficit perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas
11. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pitting edema.
12. Cemas berhubungan dengan sesak nafas, asites.









Rencana keperawatan

No. Diagnosa
keperawatan
Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
1. Penurunan curah
jantung berhubungan
dengan Perubahan
kontraktilitas
miokardial/perubahan
inotropik.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
tanda vital dalam batas
yang dapat diterima
(disritmia terkontrol atau
hilang) dan bebas gejala
gagal jantung.
Kriteria hasil:
Melaporkan penurunan
episode dispnea, angina.
Ikut serta dalam aktivitas
yang mengurangi beban
kerja jantung
1. Auskultasi nadi apical,
observasi frekuensi, irama
jantung

2. Catat bunyi jantung.






3. Palpasi nadi nadi perifer







4. Pantau TD


5. Kaji kulit terhadap pucat
dan sianosis.



6. Tinggikan kaki, hindari
tekanan pada bawah lutut.

7. Berikan oksigen tambahan
dengan nasal kanula atau
masker sesuai indikasi.
1. Biasanya terjadi takikardi (meskipun
pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikuler.
2. S1 dan S2 mungkin lemah karena
menurunnya kerja pompa. Irama
gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah ke dalam
serambi yang distensi. Murmur
dapat menunjukkan inkompetensi/
stenosis katup.
3. Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi
radial, poplitea, dorsalis pedis dan
postibial. Nadi mungkin cepat hilang
atau tidak teratur untuk dipalpasi,
dan pulsus alternan (denyut kuat lain
dengan denyut lemah) mungkin ada.

4. Pada GJK dini, sedang atau kronis,
TD dapat meningkat sehubungan
dengan SVR.
5. Pucat menunjukkan menurunnya
perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekuatnya curah jantung,
vasokontriksi, dan anemia. Sianosis
dapat terjadi sebagai refraktori GJK.
6. Menurunkan stasis vena dan dapat
menurunkan insiden thrombus atau
pembentukan embolus.
7. Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hypoxia atau iskemia.
2. Bersihan jalan nafas
tidak efektif
berhubungan dengan
penurunan reflek
batuk, penumpukan
secret.

Setelah diberikan askep
diharapkan kepatenan
jalan nafas pasien terjaga
dengan
Kriteria hasil :
RR dalam batas normal
Irama nafas dalam batas
normal
Pergerakan sputum keluar
1. Auskultasi bunyi nafas.
Catat adanya bunyi nafas,
missal mengi, krekels, ronki.





2. Pantau frekuensi
1. Beberapa derajat spasme bronkus
terjadi dengan obstruksi jalan nafas
dan dapat/ tak dimanifestasikan
adanya bunyi nafas adventisius,
misal penyebaran, krekels basah
(bronchitis) ; bunyi nafas redup
dengan ekspirasi mengi (emfisema)
atau tak nya bunyi nafas (asma
berat).
dari jalan nafas
Bebas dari suara nafas
tambahan
pernafasan. Catat rasio
inspirasi dan ekspirasi.

3. Diskusikan dengan pasien
untuk posisi yang nyaman
misal peninggian kepala
tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur.
4. Dorong/bantu latihan nafas
abdomen atau bibir.

5. Memberikan air hangat.
2. Takipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan atau
selama distress.
3. Peninggian kepala tempat tidur
mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi .


4. Memberikan pasien beberapa cara
untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea.
5. Hidrasi air membantu menurunkan
kekentalan secret, mempermudah
pengeluaran.

3. Kerusakan
pertukaran gas
berhubungan dengan
edema paru
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
pasien
dapatMempertahankan
tingkat oksigen yang
adekuat untuk
keperluan tubuh.

Kriteria hasil :
o Tanpa terapi oksigen,
SaO2 95 % dank lien
tidan mengalami sesak
napas.
o Tanda-tanda vital dalam
batas normal
o Tidak ada tanda-tanda
sianosis.

1. Kaji frekuensi,kedalaman
pernafasan

2. Tinggikan kepala tempat
tidur,bantu pasien untuk
memilih posisi yang mudah
untuk bernafas.dorong nafas
dalam secara perlahan
sesuai dengan
kebutuhan/toleransi
individu.
3. Kaji/awasi secara rutin kulit
dan warna membrane
mukosa.


4. Auskultasi bunyi nafas,catat
area penurunan aliran udara
/bunyi tambahan.
5. Awasi tingkat
kesadaran/status
mental.selidiki adanya
perubahan.
6. Awasi tanda vital dan irama
jantung


Kolaborasi
7. Awasi /gambarkan seri
GDA dan nadi oksimetri.
1. Berguna dalam evaluasi derajat
stress pernapasan/kronisnya proses
penyakit.
2. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
dengan posisi duduk tinggi dan
latihan jalan nafas u/ menurunkan
kolaps jalan nafas,dispnea dan kerja
nafas.



3. Sianosis munkin perifer(terlihat pd
kuku)/sentral(sekitar bibir/daun
telinga). Keabu-abuan dan sianosis
sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
4. Bunyi nafas munkin redup karena
penurunan aliran udara.

5. Penurunan getaran vibrasi diduga
ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.

6. Takikardi,disritmia,dan perubahan
TD dapat menunjukan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi
jantung.

7. PaCO
2
biasanya
meningkat(bronchitis,emfisema) &







8. Berikan oksigen tambahan
yang sesuai dengan indikasi
hasil GDA dan toleransi
pasien.



PaO
2
secara umum
menurun,sehingga hipoksia terjadi
dengan derajat lebih kecil/lebih
besar.catatan:PaCO
2
normal/menin
gkat menandakan kegagalan
pernafasan yang akan datang selama
asmatik.
8. Terjadinya/kegagalan nafas yang
akan datang memerlukan upaya
penyelamatan hidup.
3. Gangguan pola nafas
berhubungan
dengan sesak nafas
Setelah diberikan asuhan
keperawatan
diharapkanPola nafas
efektif dengan kriteria
hasil RR Normal , tak ada
bunyii nafas tambahan
dan penggunaan otot
Bantu pernafasan. Dan
GDA Normal.











1. Monitor kedalaman
pernafasan, frekuensi, dan
ekspansi dada.

2. Catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot
Bantu nafas
3. Auskultasi bunyi nafas dan
catat bila ada bunyi nafas
tambahan
4. Kolaborasi pemberian
Oksigen dan px GDA


5. Pantau tanda vital (tekanan
darah, nadi, frekuensi,
pernafasan).

1. Mengetahui pergerakan dada
simetris atau tidak.pergerakan dada
tidak simetris mengindikasikan
terjadinya gangguan pola nafas.
2. Penggunaan otot bantu nafas
mengindikasikan bahwa suplai
O
2
tidak adekuat.
3. Bunyi nafas tambahan menunjukkan

4. Pasien dengan gangguan nafas
membutuhkan oksigen yang
adekuat.GDA untuk mengetahui
konsentrasi O
2
dalam darah.
5. Tanda vital menunjukan keadaan
umum pasien. Pada pasien dengan
gangguan pernafasan TTV
meningkat maka perlu dilakukan
tindakan segera.
4. Penurunan perfusi
jaringan behubungan
dngan penurunan
O
2
ke otak
Setelah diberikan asuhan
keperawatan gangguan
perfusi jaringan
berkurang / tidak meluas
selama dilakukan
tindakan perawatan di RS
dengan kriteria hasil:
Daerah perifer hangat
Tak sianosis
Gambaran EKG tak
menunjukan perluasan
1. Pantau TD, catat adanya
hipertensi sistolik secara
terus menerus dan tekanan
nadi yang semakin berat.
2. Pantau frekuensi jantung,
catat adanya Bradikardi,
Tacikardia atau bentuk
Disritmia lainnya.
3. Pantau pernapasan meliputi
pola dan iramanya.

1. Vasokontriksi sistemik diakibatkan
oleh penurunan curah jantung
mungkin dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan nadi.
2. Pompa jantung gagal dapat
mencetuskan distres pernapasan.
Namun, dispnea tiba-tiba/berlanjut.

3. Normalnya autoregulasi
mempertahankan aliran darah otak
yang konstan pada saat ada fluktuasi
infark
RR 16-24 x/ menit tak
terdapat clubbing finger
kapiler refill 3-5 detik,
nadi 60-100x / menit. TD
120/80 mmHg


4. Catat status neurologis
dengan teratur dan
bandingkan dengan keadaan
normalnya
TD sistemik. Kehilangan
autoregulasi dapat mengikuti
kerusakan kerusakan vaskularisasi
serebral lokal/menyebar.
4. Perubahan pada ritme (paling sering
Bradikardi) dan

5. Nyeri berhubungan
dengan hepatomegali,
nyeri abdomen.

Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
nyeri dada hilang atau
terkontrol dengan KH:
Pasien mampu
mendemonstrasikan
penggunaan teknik
relaksasi.
Pasien menunjukkan
menurunnya tegangan,
rileks dan mudah
bergerak.
1. Pantau atau catat
karakteristik nyeri, catat
laporan verbal, petunjuk
nonverbal, dan respon
hemodinamik (meringis,
menangis, gelisah,
berkeringat, mencengkeram
dada, napas cepat,
TD/frekwensi jantung
berubah).








2. Ambil gambaran lengkap
terhadap nyeri dari pasien
termasuk lokasi, intensitas
(0-10), lamanya, kualitas
(dangkal/menyebar), dan
penyebarannya.
3. Observasi ulang riwayat
angina sebelumnya, nyeri
menyerupai angina, atau
nyeri IM. Diskusikan
riwayat keluarga.

4. Anjurkan pasien untuk
melaporkan nyeri dengan
segera.






1. Variasi penampilan dan perilaku px
karena nyeri terjadi sebagai temuan
pengkajian. Kebanyakan px dengan
tampak sakit, distraksi, dan berfokus
pada nyeri. Riwayat verbal dan
penyelidikan lebih dalam terhadap
faktor pencetus harus ditunda sampai
nyeri hilang. Pernapasan mungkin
meningkat senagai akibat nyeri dan
berhubungan dengan cemas,
sementara hilangnya stres
menimbulkan katekolamin akan
meningkatkan kecepatan jantung dan
TD.
2. Nyeri sebagai pengalaman subjektif
dan harus digambarkan oleh px.
Bantu px untuk menilai nyeri dengan
membandingkannya dengan
pengalaman yang lain
3. Dapat membandingkan nyeri yang
ada dari pola sebelumnya, sesuai
dengan identifikasi komplikasi
seperti meluasnya infark, emboli
paru, atau perikarditis.
4. Penundaan pelaporan nyeri
menghambat peredaran
nyeri/memerlukan peningkatan dosis
obat. Selain itu, nyeri berat dapat
menyebabkan syok dengan
merangsang sistem saraf simpatis,
mengakibatkan kerusakan lanjut dan
mengganggu diagnostik dan
hilangnya nyeri.
5. Menurunkan rangsang eksternal
dimana ansietas dan regangan
jantung serta keterbatasan
kemampuan koping dan keputusan
terhadap situasi saat ini.
6. Membantu dalam penurunan

5. Berikan lingkungan yang
tenang, aktivitas perlahan,
dan tindakan nyaman
(mis,,sprei yang kering/tak
terlipat, gosokan punggung).
Pendekatan pasien dengan
tenang dan dengan percaya.
6. Bantu melakukan teknik
relaksasi, mis,, napas
dalam/perlahan, perilaku
distraksi, visualisasi,
bimbingan imajinasi.
7. Periksa tanda vital sebelum
dan sesudah obat narkotik.



Kolaborasi :
8. Berikan obat sesuai
indikasi, contoh:
Antiangina, seperti
nitrogliserin (Nitro-Bid,
Nitrostat, Nitro-Dur).







Penyekat-B, seperti
atenolol (tenormin);
pindolol (visken);
propanolol (inderal).







Analgesik, seperti
morfin, meperidin (demerol)


persepsi/respon nyeri. Memberikan
kontrol situasi, meningkatkan
perilaku positif.
7. Hipotensi/depresi pernapasan dapat
terjadi sebagai akibat pemberian
narkotik. Masalah ini dapat
meningkatkan kerusakan miokardia
pada adanya kegagalan ventrikel.
Kolaborasi
8. obat
Nitrat berguna untuk kontrol nyeri
dengan efek fasodilatasi koroner,
yang meningkatkan aliran darah
koroner dan perfusi miokardia. Efek
vasodilatasi perifer menurunkan
volume darah kembali ke jantung
(preload) sehingga menurunkan
kerja otot jantung dan kebutuhan
oksigen.

Untuk mengontrol nyeri melalui
efek hambatan rangsang simpatis,
dengan begitu menurunkan TD
sistolik dan kebutuhan oksigen
miokard. Catatan: penyekat B
mungkin dikontraindikasikan bila
kontraktilitas miokardia sangat
terganggu, karena inotropik negatif
dapat lebih menurunkan
kontraktilitas.
Dapat dipakai pada fase akut/nyeri
dada berulang yang tak hilang
dengan nitrogliserin untuk
menurunkan nyeri hebat,
memberikan sedasi dan mengurangi
kerja miokard.
Efek vasodilatasi dapat
meningkatkan aliran darah koroner,
sirkulasi kolateral dan menurunkan
preload dan kebutuhan oksigen
miokardia. Beberapa diantaranya
mempunyai properti antidisritmia.


Penyekat saluran
kalsium, seperti verapamil
(calan); diltiazem
(prokardia).
6, Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan menurunnya
laju filtrasi
glomerulus,
meningkatnya
produksi ADH dan
retensi natrium/air.

Setela diberikan asuhan
keperawatan
diharapkanKeseimbangan
volume cairan dapat
dipertahankan selama
dilakukan tindakan
keperawatan selama di
RS
Kriteria hasil:
Mempertahankan
keseimbangan cairan
seperti dibuktikan oleh
tekanan darah dalam
batas normal, tak ada
distensi vena perifer/ vena
dan edema dependen,
paru bersih dan berat
badan ideal ( BB idealTB
100 10 %)
1. Pantau
pengeluaran urine,
catat jumlah dan
warna saat dimana
diuresis terjadi.



2. Pantau/hitung
keseimbangan
pemaukan dan
pengeluaran selama
24 jam.


3. Pertahakan
duduk atau tirah
baring dengan posisi
semifowler selama
fase akut.

4. Pantau TD
dan CVP (bila ada)


1. Pengeluaran urine mungkin sedikit
dan pekat karena penurunan perfusi
ginjal. Posisi terlentang membantu
diuresis sehingga pengeluaran urine
dapat ditingkatkan selama tirah
baring.
2. Untuk mengetahui keseimbangan
cairan.
3. Posisi tersebut meningkatkan
filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
4. Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya
peningkatan kongesti paru, gagal
jantung.

5. Meningkatkan laju aliran urine dan
dapat menghambat reabsorpsi
natrium/ klorida pada tubulus ginjal.




5. Kolaborasi
pemberian diuretic
sepert furosemid
(lasix, bumetanide
(bumex).


7. Gangguan nutrisi,
kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
anoreksia & mual.

Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
pola nafas efektif setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selam di RS,
RR Normal
Tak ada bunyii nafas
tambahan
Penggunaan otot bantu
pernafasan.
1. Observasi
kebiasaan diet,
masukan makanan
saat ini. Catat derajat
kesulitan makan.
Evaluasi berat badan
dan ukuran tubuh.








2. Auskultasi
bunyi usus






3. Berikan
perawatan oral
sering, buang sekret,
berikan wadah
khusus untuk sekali
pakai dan tissue.
4. Berikan
makanan porsi kecil
tapi sering
5. Hindari
makanan penghasil
1. Pasien distres pernapasan akut
sering anoreksia karena dispnea,
produksi sputum, dan obat. Selain
itu, banyak pasien PPOM
mempunyai kebiasaan makan buruk,
meskipun kegagalan pernapasan
membuat status hipermetabolik
dengan peningkatan kebutuhan
kalori. Sebagai akibat, pasien sering
masuk RS dengan beberapa derajat
malnutrisi. Orang yang mengalami
emfisema serig kurus dengan
perototan kurang.

2. Penurunan atau hipoaktif bising usus
menunjukkan penurunan motilitas
gaster dan konstipasi (komplikasi
umum) yang berhubungan dengan
pembatasan pemasukan cairan,
pilihan makanan buruk, penurunan
aktifitas dan hipoksemia.
3. Rasa tak enak, bau dan penampilan
adalah pencegah utama terhadap
nafsu makan dan dapat membuat
mual, muntah dengan peningkatan
kesulitan nafas.
4. Membantu menurunkan kelemahan
selama waktu makan dan
memberikan kesempatan untuk
meningkatkan masukan kalori total.
5. Dapat menghasilkan distensi
abdomen yang mengganggu nafas
abdomen dan gerakan diafragma,
dan dapat meningkatkan dipsnea.
gas dan minuman
karbonat.


6. Hindari
makanan yang
sangat panas atau
sangat dingin.
7. Timbang
berat badan sesuai
indikasi
6. Suhu ekstrem dapat mencetuskan /
meningkatkan spasme batuk.
7. Berguna untuk menentukan
kebutuhan kalori, menyusun tujuan
berat badan dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.

8. Intoleran aktivitas
berhubungan dengan
fatigue

Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
Terjadi peningkatan
toleransi pada klien
setelah dilaksanakan
tindakan keperawatan
selama di RS
Kriteria hasil :
frekuensi jantung 60-100
x/ menit
TD 120-80 mmHg
1. Kaji respon pasien terhadap
aktifitas, perhatikan
frekuensi nadi lebih dari 20
kali permenit diatas
frekuensi istirahat ;
peningkatan TD yang nyata
selama/ sesudah aktifitas
(tekanan sistolik meningkat
40 mmHg atau tekanan
diastolik meningkat 20
mmHg) ; dispnea atau nyeri
dada;keletihan dan
kelemahan yang berlebihan;
diaforesis; pusing atau
pingsan.
2. Instruksikan pasien tentang
tehnik penghematan energi,
mis; menggunakan kursi
saat mandi, duduk saat
menyisir rambut atau
menyikat gigi, melakukan
aktifitas dengan perlahan.
3. Berikan dorongan untuk
melakukan aktivitas/
perawatan diri bertahap jika
dapat ditoleransi, berikan
bantuan sesuai kebutuhan
1. Menyebutkan parameter membantu
dalam mengkaji respon fisiologi
terhadap stres aktivitas dan, bila ada
merupakan indikator dari kelebihan
kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktifitas.




2. Teknik menghemat energi
mengurangi penggunaan energi, juga
membantu keseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen


3. Kemajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatan kerja jantung
tiba-tiba. Meberikan bantuan hanya
sebatas kebutuhan akan mendorong
kemandirian dalam melakukan
aktivitas.
9. Sindrom perawatan
diri berhubungan
dengan sesak nafas
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
terdapat perilaku
peningkatan dalam
pemenuhan perawatan
diri dengan kriteria hasil :
klien tampak bersih dan
segar
1. Observasi kemampuan
untuk melakukan kebutuhan
sehari-hari


2. Pertahankan
dukungan,sikap yang tegas.
Beri pasien waktu yang
1. Membantu dalam
mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara
individual.
2. Pasien akan memerlukan empati
tetapi perlu untuk mengetahui
pemberi asuhan yang akan
membantu pasien secara konsisten.
Klien dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi sesuai
dengan batas kemampuan
klien dapat memenuhi
kebutuhan toileting sesuai
toleransi
cukup untuk mengerjakan
tugasnya.

3. Berikan umpan balik yang
positif untuk setiap usaha
yang dilakukan atau
keberhasilannya.

4. Berikan pispot di samping
tempat tidur bila tak mampu
ke kamar mandi.
5. Letakkan alat-alat makan
dan alat-alat mandi dekat
pasien.
6. Bantu pasien melakukan
perawatan dirinya apabila
diperlukan.
3. Meningkatkan perasaan makna diri.
Meningkatkan kemandirian, dan
mendorong pasien untuk berusaha
secara kontinu
4. Memudahkan pasien untuk
BAB/BAK

5. Memudahkan pasien menjangkau
alat-alat tersebut.
6. Untuk membantu pasien memenuhi
kebutuhan perawatan dirinya.
10. Kerusakan integritas
kulit berhubungan
dengan pitting
edema.

Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil:
klien dapat
Mendemonstrasikan
perilaku/teknik mencegah
kerusakan kulit.
Mempertahankan
integritas kulit,
1. Ubah posisi sering ditempat
tidur/ kursi, bantu latihan
rentang gerak pasif/ aktif.
2. Berikan perawatan kulit
sering, meminimalkan
dengan kelembaban/
ekskresi.
3. Periksa sepatu kesempitan/
sandal dan ubah sesuai
dengan kebutuhan.


4. Pantau kulit, catat
penonjolan tulang, adanya
edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi atau
kegemukan/kurus.
5. Pijat area kemerahan atau
yang memutih

.
1. Memperbaiki sirkulasi/ menurunkan
waktu satu area yang mengganggu
aliran darah.
2. Terlalu kering atau lembab merusak
kulit dan mempercepat kerusakan.

3. Edema dependent dapat
menyebabkan sepatu terlalu sempit,
meningkatkan risiko tertekan dan
kerusakan kulit pada kaki.
.
4. Menurunkan tekanan pada kulit,
dapat memperbaiki sirkulasi.



5. Kulit beresiko karena gangguan
sirkulasi perifer, imobilisasi fisik
dan gangguan status nutrisi.
Meningkatkan aliran darah,
meminimalkan hipoksia jaringan.


11. Cemas berhubungan
dengan sesak nafas,
asites.


Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
pasien menyatakan
penurunan cemas dengan
KH:
1. Identifikasi dan ketahui
persepsi pasien terhadap
ancaman/situasi. Dorong
pasien mengekspresikan dan
jangan menolak perasaan
1. Koping terhadap nyeri dan trauma
emosi IM sulit. Pasien dapat takut
mati dan atau cemas tentang
lingkungan. Cemas berkelanjutan
(sehubungan dengan masalah
mengenal perasaannya
mengidentifikasi
penyebab dan faktor yang
mempengaruhinya secara
tepat.
Mendemonstrasikan
pemecahan masalah
positif.
marah, kehilangan, takut,
dll.


2. Catat adanya kegelisahan,
menolak, dan/atau
menyangkal (afek tak tepat
atau menolak mengikuti
program medis).
3. Mempertahankan gaya
percaya (tanpa keyakinan
yang salah).


4. Observasi tanda verbal/non
verbal kecemasan pasien.
Lakukan tindakan bila
pasien menunjukkan
perilaku merusak.


5. Terima penolakan pasien
tetapi jangan diberi
penguatan terhadap
penggunaan penolakan.
Hindari konfrontasi.


6. Orientasi pasien atau orang
terdekat terhadap prosedur
ruyin dan aktivitas yang
diharapkan. Tingkatkan
partisipasi bila mungkin.
7. Jawab semua pertanyaan
secara nyata. Berikan
informasi konsisten; ulangi
sesuai indikasi.

8. Dorong pasien atau orang
terdekat untuk
mengkomunikasikan dengan
seseorang, berbagi
pertanyaan dan masalah.

.
9. Kolaborasi
tentang dampak serangan jantung
pada pola hidup selanjutnya, masih
tak teratasi dan efek penyakit pada
keluarga).
2. Penelitian menunjukkan adanya
hubungan antara derajat/ekspresi
marah atau gelisah dan peningkatan
resiko IM.

3. Pasien dan orang terdekat dapat
dipengaruhi oleh
cemas/ketidaktenangan anggota tim
kesehatan. Penjelasan yang jujur
dapat menghilangkan kecemasan.
4. Pasien mungkin tidak menunjukkan
masalah secara langsung, tetapi
kata-kata atau tindakan dapat
menunjukkan rasa agitasi, marah,
dan gelisah. Intervensi dapat
membantu pasien meningkatkan
kontrol terhadap perilakunya
sendiri.
5. Menyangkal dapat menguntungkan
dalam menurunkan cemas tetapi
dapat menunda penerimaan
terhadap kenyataan situasi saat ini.
Konfrontasi dapat meningkatkan
reasa marah dan meningkatkan
penggunaan penyangkalan,
menurunkan kerja sama, dan
kemungkinan memperlambat
penyembuhan.
6. Perkiraan dan informasi dapat
menurunkan kecemasan pasien.

7. Informasi yang tepat tentang situasi
menurunkan takut, hubungan yang
asing antara perawat-pasien, dan
membantu pasien/orang terdekat
untuk menerima situasi secara
nyata. Perhatian yang diperlukan
mungkin sedikit, dan pengulangan
informasi membantu penyimpanan
informasi.
8. Berbagi informasi membentuk
dukungan/kenyamanan dan dapat




















EVALUASI

Diagnosa 1 :
Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung

Diagnosa 2 :
RR dalam batas normal
Irama nafas dalam batas normal
Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas
Bebas dari suara nafas tambahan

Diagnosa 3 :
RR Normal ,
Tak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan.
GDANormal

Diagnosa4:
RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100x /
menit.TD120/80mmHg
Berikan anticemas/hipnotik
sesuai indikasi contoh,
diazepam (valium);
fluarazepam (dalmane);
lorazepam (ativan).
menghilangkan tegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.
9. Membantu pasien/orang terdekat
untuk mengidentifikasi tujuan nyata,
juga menurunkan resiko kegagalan
menghadapi kenyataan adanya
keterbatasan kondisi/memacu
penyembuhan
Daerah perifer hangat
Tak sianosis
Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark

Diagnosa5:
Pasien mampu mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.
Pasien menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.

Diagnosa6:
Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah dalam batas
normal
Tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen
Paru bersih
Berat badan ideal ( BB idealTB 100 10 %)

Diagnosa7:
Penggunaan otot bantu pernafasan.
RR Normal
Tak ada bunyii nafas tambahan

Diagnosa8:
Frekuensi jantung 60-100 x/ menit
TD 120-80 mmHg

Diagnosa9:
Klien tampak bersih dan segar
Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai dengan batas kemampuan
Klien dapat memenuhi kebutuhan toileting sesuai toleransi

Diagnosa10:
Klien dapat Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Mempertahankan integritas kulit,

Diagnosa11:
Mengenal perasaannya
Mengidentifikasi penyebab dan faktor yang mempengaruhinya secara tepat.
Mendemonstrasikan pemecahan masalah positif.

You might also like