You are on page 1of 11

Essai

Ayat Ayat Korupsi


Dari Mata Turun ke Hati
Subtema : Memberantas akar korupsi
disusun untuk memenuhi Lomba Essai Filsafat Philosophy Essay Competition
tingkat Nasional Universitas Gajah Mada 2011


Ditulis oleh :
Noviati Wani Wibawati
XII IPS/ 12789
SMAN 1 Yogyakarta



April 2011
BAB I
PENDAHULUAN

Cinta, kata orang dari mata turun ke hati. Bermula dari penglihatan merasuk ke
dalam jiwa dan meresap ke dalam sistem kerja otak kita. Bagaimana jika korupsi
disubstitusikan pada kata cinta. J adilah, korupsi dari mata turun ke hati. Bermula dari
fenomena satu dua orang, merembes pada masyarakat luas. Tabu? Tidak. Sudah bukan hal
yang tabu lagi. Media cetak dan elektronikpun sudah tidak ragu untuk mempublikasikan
siapa-siapa yang terlibat dalam berbagai kasus korupsi. Ada yang salah? Tentu iya. Bagai
sebuah simfoni musik, mengalun lembut nan pasti. Mengoyak pikiran dan perasaan.
Awalnya biasa saja, toh musik takkan menyita kehormatan dan kekayaan kita. Namun,
waktulah yang menjawabnya. Karena, simfoni telah membius jiwa terdalam dan di alam
bawah sadar ia telah merenggut kehidupan kita. Berbagai kesempatan dan janji kesuksesan
terlewat begitu saja di depan mata karena takjub akan keindahan simfoni musik. Pada
akhirnya, merasa dirugikan. Itulah korupsi. Awalnya biasa, baru satu-dua orang. Lama-
lama jumlahnya tak terbilang banyaknya. Tak disangka-sangka, memberikan predikat baru
bagi bangsa tercinta ini. Maret 2010 lalu, Political and Economic Risk Consultancy
(PERC) memaparkan hasil surveinya tentang peringkat korupsi di negara-negara Asia
Pasifik. Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara terkorup. Posisi dua dan
tiga diduduki Kamboja dan Vietnam. Sungguh prestasi yang luarbiasa.
Fenomena korupsi agaknya sulit untuk dipecahkan. Sebab, korupsi sudah menjalar
ke dalam institusi-institusi penting, bahkan institusi yang dianggap sakralpun sudah
terinfeksi. Ini menjawab fenomena tentang banyaknya studikasus yang dilakukan oleh para
peneliti yang bertemakan korupsi. Sederhananya, kita sebagai user internet ketika tidak
sengaja melihat banner menarik di sebuah blog atau website pasti akan penasaran dengan
animasinya yang sedemikian unik. Ketika rasa penasaran itu sudah membuncah, pastilah
tangan ini tak sabar untuk meng-klik banner tersebut. Selang beberapa menit, kita akan
menyesal bahwa ternyata banner yang menarik tadi adalah virus. Itulah gambaran jika kita
menempatkan diri dalam posisi sang koruptor. Sederhana? Ya, memang sesederhana itu.
Namun faktanya detik ini, korupsi tidak sesempit dan sesederhana sebuah komputer yang
terinfeksi virus. Korupsi sudah merambah ke sebuah negara, bahkan dunia. J aringannya
luas, tak terlihat dan teratur. Bukan soal mudah untuk memberantasnya. Namun, bukan
berarti tidak bisa kan?
Detik ini, koruptor sudah seperti Dewa Zeus dalam mitologi Yunani saja. Kebal
dan terlindungi. Masyarakat dibingungkan dengan kelakuan para koruptor yang tak pernah
jera. Koruptor sudah tidak malu lagi untuk menjalankan aksinya. Penjarapun rupanya
sudah tidak efektif untuk menghukum para koruptor. Berapa banyak orang yang masuk
keluar penjara karena kasus yang sama? Muncul wacana hukuman mati bagi para koruptor.
Akankah efektif? Solusi begitu banyak bermunculan, namun tidak semua dapat
direalisasikan dengan baik. Lalu, apa solusi terbaiknya? Inilah yang akan penulis bahas
dalam essai ini.
Korupsi tak dapat dipungkiri sudah menggerogoti bangsa ini. Bukan uang hilang
yang sedang kita perjuangkan, melainkan harga diri dan moralitas sebuah bangsa. Ini
bukan masalah uang seribu, satu juta, ataupun satu triliun, melainkan pertaruhan masa
depan sebuah bangsa. Orang yang melakukan korupsi maka ia telah mempertaruhkan masa
depannya demi kenikmatan sesaat. Karena, lambat laun kebohongan pasti terungkap.
Fenomena ini seakan sudah terintegrasi dalam masyarakat. Malu? Bukankah banyak orang
berkali-kali masuk bui karena kasus yang sama? Ya, korupsi tepatnya. Mereka tidak malu.
Karena itulah masalah ini butuh diangkat. Fenomena ini butuh dicari solusinya, bukan
hanya didengar masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Kasus ini butuh direalisasikan
solusinya. Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Khususnya, para pelajar?







BAB II
PEMBAHASAN

Manusia pada hakikatnya memang tak pernah puas. Siapa yang menyangkal? Tak
seorangpun sayangnya. Ketika diharapkan pada berbagai pilihan yang menarik, manusia
cenderung bingung memutuskan. Karena baginya, semua ingin dimiliki. Dasar inilah yang
memunculkan kejahatan kerah putih bernama korupsi. Menurut situs Wikipedia, korupsi
adalah perilaku pejabat publik tidak wajar memperkaya diri atau yang dekat dengan
mereka dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan. Memperkaya diri
dengan jalan yang baik dan halal tak akan menjadi masalah. Namun, yang terjadi adalah
sebaliknya. J alan yang diambil berlawanan dengan yang seharusnya. Salah? Ya, mereka
tahu itu salah. Merasa bersalah? Sayangnya hanya beberapa yang merasa seperti itu.
Korupsi seakan sudah terintegrasi di dalam masyarakat. Korupsi sudah membaur
dan hampir menjadi hal biasa di tengah masyarakat. Awalnya baru satu dua orang, namun
kini sudah tak terbilang banyaknya. Berkas kasus ini saja sudah bertumpuk-tumpuk
banyaknya di meja hijau. Itu baru kasus yang terlihat, masih banyak praktik-praktik
korupsi yang tidak terdeteksi. Tingkat korupsi yang sangat tinggi di negara kita menjadi
sebuah problematika yang butuh dipecahkan. J ika hanya dibiarkan, maka kita sama saja
dengan mempertaruhkan masa depan bangsa kita. Kita tidak sedang memperjuangkan
segelintir uang, kita memperjuangkan sebuah keadilan dan masa depan. Dengan tingkat
korupsi yang cukup tinggi, memang tidak mudah untuk memberantasnya sampai ke akar
akarnya dalam waktu singkat. Butuh realisasi yang cukup lama dan melibatkan banyak
pihak. Tak terkecuali. Lalu apa yang bisa dilakukan?
Setiap hari, telinga kita diperdengarkan berbagai wacana kasus korupsi. Mata kita
diperlihatkan gambar-gambar dan foto para koruptor. Bosankah kita? Sebaiknya jangan
dulu. Perubahan menuju ke arah yang lebih baik menjadi tanggungjawab kita bersama.
Dimulai dengan kesungguhan dan niat tulus untuk memperbaiki bangsa ini, bukan untuk
kita sendiri melainkan untuk generasi mendatang. Korupsi harus diberantas, sampai ke
akar-akarnya. Untuk itu, apa yang bisa kita lakukan? Hal ini bisa dimulai dari yang paling
sederhana, yaitu melibatkan pemerintah. Sangsi hukum menjadi kunci. Untuk
memberantas kejahatan kerah putih yang satu ini, harus dimulai dari memangkas habis
praktik-praktik korupsi yang masih terjadi. Banyak? Oh, tentu. Banyak atau tidak tak akan
jadi masalah, kembali pada tujuan utama yaitu perubahan ke arah lebih baik. Sayangnya,
sangsi hukum yang dikenakan pada tersangka koruptor masih dinilai lemah. Sangsi hukum
untuk para koruptor harus disempurnakan dan harus bisa membuat mereka jera. Penjara
sekarang ini ternyata tak mampu membuat mereka jera. Lalu apa?
Mayoritas tersangka korupsi hanya dijatuhi hukuman denda dan kurungan penjara,
itupun kebanyakan hukuman kurungan di bawah lima tahun. Padahal berapa banyak yang
telah ia korupsi? Tidak jutaan, tetapi mencapai angka triliunan. Pemerintah harus
mempertegas sangsi hukum bagi para koruptor. Selain kurungan dan denda, muncul
wacana hukuman mati bagi para koruptor. Efektifkah? J ika ini diterapkan di indonesia,
sepertinya wacana ini hanya akan berakhir sebagai sampah belaka. Ide ini muncul saja
sudah menimbulkan banyak pro dan kontra. Tidak mudah untuk menerapkannya di negara
kita. Lalu ada solusi lain? Ya, dimiskinkan. Dimiskinkan adalah solusi terbaik. Selain akan
membuat jera para koruptor, sangsi ini akan membawa keutungan bagi negara. Salah
satunya adalah masuknya harta tersangka koruptor ke kantong pemerintah, sehingga bisa
didistribusikan ke dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. Efek psikologis yang
ditimbulkanpun tidak main-main, tersangka dijamin akan sangat menyesal. Begitu juga
dengan calon-calon koruptor, mereka akan enggan memulai aksinya karena takut akan
sangsi yang diberlakukan.
Untuk mengeksekusi sangsi hukum bagi tersangka korupsi, diperlukan realisasi dari
berbagai lembaga yang ada. Langkah yang kedua adalah memaksimalkan lembaga yang
ada. Untuk apa dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)? Dari namanya saja sudah
terlihat. KPK dibentuk untuk memberantas korupsi . Tak hanya KPK, perlunya kerjasama
yang solid antara KPK serta institusi penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan fokus utama untuk
pemberantasan korupsi. Beliau selalu memasukkan program pemberantasan korupsi dalam
agenda kepresidenannya. Ini membuktikan bahwa pemerintah serius menangani kasus
korupsi di Indonesia. Media cetak dan elektronikpun tak luput mencetak prestasi kabinet
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemberantasan korupsi. Dengan dukungan
dari pemerintah, bukan tidak mungkin korupsi bisa diberantas sampai ke akar-akarnya.
9 Desember, dunia merayakan hari antikorupsi. Adanya perayaan ini mensinyalir
bahwa tidak hanya indonesia yang kelabakan melakukan pemberantasan korupsi tetapi
negara-negara lain juga mengalami hal yang sama. Untuk itu, pemerintah bisa
memanfaatkan keadaan ini untuk melakukan kerjasama dengan negara lain untuk
memecahkan permasalahan ini. Selain mengatasi korupsi, kerjasama juga bisa membuka
peluang bagi indonesia untuk melakukan politik bebas aktifnya di kancah internasional.
Tak hanya politik, kerjasama lainpun bisa turut dibangun, baik di bidang ekonomi, budaya
maupun pendidikan. Indonesia bisa belajar dari negara-negara yang memiliki rangking
bawah dalam kasus korupsi seperti Swedia dan Denmark. Ini akan jauh lebih bermanfaat
daripada anggaran negara dialokasikan pada studi banding- studi banding yang tidak jelas
ujungnya kemana.
Korupsi telah membuat kepercayaan masyarakat pada pemerintah menurun drastis.
Karena itulah, dibutuhkan kekuatan dari dalam pemerintah untuk mengembalikan
kepercayaan masyarakat. Hal ini bisa dilakukan oleh pribadi pejabat pemerintahan masing-
masing. Beberapa diantaranya adalah disiplin dalam berkerja, produktif, dan tidak
mengumbar janji-janji palsu. Hal ini penting mengingat citra pejabat pemerintahan yang
semakin buruk saja akhir-akhir ini. Bukan tidak mungkin masyarakat malah sudah tidak
percaya sama sekali pada kinerja pemerintah kita.
Poin-poin di atas ditujukan untuk orang yang terlanjur terjun ke dunia kejahatan
korupsi, lalu bagaimana untuk langkah pencegahan? Cara pertama adalah melalui lembaga
pendidikan, yaitu sekolah. Sekolah merupakan institusi formal dimana kepribadian sengaja
dibentuk sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat. Sekolah adalah
wahana dimana manusia mulai mengenal fakta-fakta sosial yang tak pernah ditemui dalam
lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat sekitar rumah. Namun era kini,
masyarakat juga dikecewakan dengan ditemukannya berbagai kasus korupsi di institusi ini,
institusi yang seharusnya mengajarkan untuk tidak mengambil hak orang lain yang bukan
miliknya.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Chandra M Hamzah pernah
menyinggung masalah keterlibatan guru dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam
seminar nasional yang digelar Ikatan Guru Indonesia (IGI) di Sulawesi Selatan, Beliau
menantang para guru untuk bisa menjadikan anak-anak didiknya antikorupsi. Tantangan
ini disambut cukup baik oleh para guru yang hadir pada seminar tersebut. Ini membuktikan
bahwa guru-gurupun mau terlibat dalam proyek pemberantasan korupsi. Hanya saja,
mereka masih butuh bimbingan untuk penyampaian materi antikorupsi. Bagaimana patok-
patoknya? Apa yang perlu disampaikan? Bagaimana cara menyampaikan pada anak-anak?
Serta berbagai permasalahan lain yang sebetulnya sepele. Dibutuhkan sosialisasi pada para
guru, sosialisasi dan penyuluhan akan membantu memberikan pemahaman pada para guru
untuk menyampaikan materi antikorupsi. Tidak perlu dengan penyampaian formal, cukup
dengan penyampaian secara implisit. Beri saja cerita si Kancil, anak-anak pasti akan segera
paham. Atau mungkin bisa diadakan sedikit pembaharuan cerita, misal Cicak dan Buaya.
Selain institusi formal seperti sekolah, lembaga informalpun juga berperan aktif
dalam memberikan pendidikan atikorupsi. Bahkan, keluarga menjadi kunci utama. J ika
ingin melihat kepribadian orang, lihatlah keluarganya. Slogan ini sudah begitu biasa
didengar di telinga masyarakat. Keluarga tidak dapat dipungkiri memainkan peranan
terbesar. Korupsi tidak muncul hanya karena keserakahan manusia, tetapi bisa dari
kebiasaan yang dibangun di dalam keluarga. Keluarga menjadi tempat pertama sosialisasi
dilakukan, wahana utama diintegrasikannya norma dan nilai dalam kepribadian seseorang.
J ika kebiasaan yang dibangun buruk, maka buruklah tata kelakuannya. Untuk bisa
mengefektifkan pendidikan antikorupsi, dimulai dari komunitas terdekat yaitu keluarga.
Tak hanya guru, orangtua juga membutuhkan penyuluhan cara mendidik anak agar
antikorupsi. Dan yang menjadi poin penting, diadakannya penyuluhan lebih ditujukan
untuk membangun kepedulian masyarakat pada bobroknya bangsa kita, terutama kejahatan
korupsi. Masyarakat harus disadarkan dan tidak boleh dibiarkan apatis pada fenomena
pelanggaran hukum.
Untuk memulai semuanya, dibutuhkan tekad dan niat yang kuat. Memberantas
korupsi tidak seperti memberantas hama di ladang yang bisa selesai oleh beberapa orang
saja. Memberantas korupsi di indonesia seperti memberantas ulat bulu. Wabah ulat bulu
yang sekarang ini menjadi headline di berbagai majalah dan surat kabar bisa menjadi
bahan perbandingan untuk memberantas korupsi. Ulat bulu kini menjadi momok tersendiri
bagi masyarakat, karena mereka tahu dan sadar bahwa keberadaan ulat bulu memang
membahayakan siklus kehidupan mereka. Dan untuk memberantasnya, tidak cukup
dilakukan satu dua orang saja. Persatuan dan gotong royong menjadi pemecahan masalah.
Begitu juga dengan korupsi. Masyarakat harus menyamakan misi dan visi dalam
pemerantasan korupsi. Mereka harus menyadari betapa pentingnya pemberantasan dan
pencegahan korupsi.




















BAB III
PENUTUP

Pernah membaca novel karya Habiburrahman El-Shirazy? Ayat-ayat cinta?
Mungkin sebagian masyarakat besar indonesia belum pernah membaca. Sekarang,
pertanyaan akan penulis ganti. Pernah menonton film garapan sutradara muda Hanung
Bramantyo? Ayat-ayat cinta? Pasti mayoritas masyarakat indonesia akan berkata ya, saya
pernah. Karya Pak Habib yang satu ini memang sangat fenomenal. Cerita yang
disuguhkan tidak sembarangan, mengangkat tema yang sebelum-sebelumnya tidak berani
di ekspos, islam. Film ini ini begitu fenomenal dan berhasil menggugah hati masyarakat
indonesia. Inilah yang menjadi latar belakang penulisan essai ini, terutama bagian judul.
Korupsi merupakan kasus paling fenomenal yang terjadi di indonesia. Mengapa
fenomenal? Karena kasus ini tak pernah berhenti bergulir. Dari persamaan antara
keduanya, ayat-ayat cinta dan korupsi yang sama-sama fenomenal dan menggugah
sanubari masyarakat, terbentuklah judul essai ini Ayat-Ayat Korupsi.
Korupsi telah berkembang menjadi fenomena yang hebat. Tidak hanya di
pemerintahan saja, tetapi lembaga-lembaga masyarakat kecilpun juga tersentuh fenomena
ini. Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah menjadi saksi bisu praktik-
praktik korupsi di lingkungan pemerintahan. DPR tercatat sebagai lembaga yang paling
besar praktik korupsinya, disusul partai politik dan lembaga peradilan. Ini membuktikan
tingkat korupsi di indonesia sudah pada titik memprihatinkan. Bukan hanya perhatian saja
yang dibutuhkan, melainkan pemberantasan hingga ke akar-akarnya.
Dari pembahasan di atas, bisa disimpulkan bahwa memberantas korupsi terbagi
menjadi dua, yaitu langkah preventif dan represif. Langkah preventif dilakukan melalui
dua lembaga utama, keluarga sebagai lembaga informal dan sekolah sebagai lembaga
formal. Sedangkan, langkah represif bisa dilakukan dengan mempertegas sangsi hukum,
membangun kembali citra baik pada masyarakat dan memaksimalkan kinerja lembaga-
lembaga yang ada. Untuk membangun konsistensi dalam pemeberantasan korupsi juga bisa
dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan negara-negara lain. Dengan begitu, korupsi
tak hanya bisa diberantas, tetapi juga bisa dicegah kehadirannya
DAFTAR PUSTAKA

http://www,google.com/m?q=Negara%20rendah%20tingkat%20korupsi&clien=ms
-opera-mini&channel=new diakses pada tanggal 24 April 2011 pukul 17.57 WIB
http://azizturn.wordpress.com/2010/05/08/softskill-dan-perilaku-korupsi/ diakses
pada tanggal 24 April 2011 pukul 18.00 WIB
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=BAHAYA%20KORUPSI%20DAN
%20INTEGRITAS%20PENEGAK%20HUKUM&nomorurut_artikel=398 diakses
pada tanggal 24 April 2011 pukul 18.18 WIB
tribunnews.com diakses pada tanggal 09 April 2011 pukul 17.39 WIB
tempointeraktif.com diakses pada tanggal 09 April 2011 pukul 18.40 WIB
wikipedia.org diakses pada tanggal 24 April 2011 pukul 18.23 WIB













BIODATA PENULIS
Nama Lengkap : Noviati Wani Wibawati
Nama Panggilan : Novi
Tempat, tanggal lahir : Yogyakarta, 16 November 1992
Alamat Rumah : J alan Menukan No.14 RT. 57 RW.15 Yogyakarta
Nomor HP : 085879849646
Email : phichan_rain16@yahoo.co.id
Kelas : XII IPS
Asal Sekolah : SMAN 1 Yogyakarta

Prestasi :
J uara I Artikel Sejarah se-J awa 2010
J uara II Lomba Karya Tulis Ilmiah se-Propinsi DIY dalam peringatan SO 1 Maret
dan J ogja Kembali
J uara I Olimpiade Ekonomi 2010 se-J awa Bali
dll

You might also like