You are on page 1of 36

1

Clinical Science Session


Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Bedah
(20 April 2013)


Benign Prostate Hyperplasia






OLEH;
Umil Choiriyah S.Ked
G1A106050
Pembimbing; dr. Hendra Herman, Sp.U


KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
SMF/BAGIAN ILMU BEDAH
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
2013

2

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji Syukur atas ke hadirat tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan RahmatNya
kami dapat menyelesaikan referat dengan judul Benign Prostat Hiperplasi yang
merupakan bagian tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah di RSUD
Raden Mattaher Jambi.
Ucapan terima kasih kami kepada : dr. Hendra Herman, Sp.U selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan hingga terselesaikan penulisan referat
ini, dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan referat ini.
Kami menyadari referat ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami mohon
kritik dan saran yang bersifat membangun. Sebagai penutup semoga kiranya referat
ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan kepada dunia kesehatan pada
umumnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jambi, 15 April 2013


Penulis






3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 2
2.1 Anatomi Prostat ..................................................................................... 3
2.2 Hiperplasi Prostat Jinak
2.2.1 Definisi ............................................................................................ 8
2.2.2 Etiologi ..................................... ...................................................... 9
2.2.3 Patofisiologi ..................................................................................... 10
2.2.4 Gejala dan Tanda ............................................................................. 11
2.2.5 Faktor Risiko ................................................................................... 13
2.2.6 Diagnosis ........................................................................................ 16
2.2.7 Diagnosis Banding ........................................................................... 21
2.2.8 Penatalaksanaan .............................................................................. 21
2.2.9 Komplikasi ...................................................................................... 30
BAB III. KESIMPULAN ................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 33





4

BAB I
PENDAHULUAN
Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami
pembesaran, baik jinak maupun ganas. Pembesaran prostat jinak atau Benign
Prostatic Hiperplasi yang selanjutnya disingkat BPH merupakan kelainan kedua
tersering setelah batu saluran kemih yang dijumpai di klinik urologi di Indonesia.
1,2

Hiperplasia prostat adalah suatu diagnosis histologi yang menunjukkan suatu
proliferasi otot polos dan sel epitel didalam zona transisi prostat.
3
Kelenjar periuretra
mengalami pembesaran, sedangkan jaringan prostat asli terdesak ke perifer menjadi
kapsul. Penyebab nya secara pasti belum diketahui; tetapi beberapa hipotesis
menyebutkan, BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron
(DHT) dan proses aging.
2,4
Hormon testosteron dalam kelenjar prostat akan diubah
menjadi dihidrotestosteron. DHT inilah yang kemudian secara kronis merangsang
kelenjar prostat sehingga membesar. Pembentukan nodul pembesaran prostat ini
sudah mulai tampak pada usia 25 tahun pada sekitar 25 persen. Pada usia 60 tahun
nodul pembesaran prostat tersebut terlihat pada sekitar 60 persen, tetapi gejala baru
dikeluhkan pada sekitar 30-40 persen, sedangkan pada usia 80 tahun nodul terlihat
pada 90 persen yang sekitar 50 persen di antaranya sudah mulai memberikan gejala-
gejalanya.
2

Pembesaran kelenjar prostat menyebabkan adanya keluhan pada saluran kemih
bagian bawah (LUTS) yang terdiri dari keluhan obstruksi dan keluhan iritasi.
Keluhan obstruksi meliputi hesitansi, miksi terputus (intermitensi), menetes pada
akhir miksi (terminal dribbling), pancaran miksi yang lemah, dan rasa belum puas
sehabis miksi. Keluhan iritasi meliputi urgensi, polakisuria atau frekuensi, nokturia,
dan disuria.
1,4,5
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita BPH yang dibiarkan tanpa
pengobatan adalah pertama, trabekulasi, yaitu terjadi penebalan serat-serat detrusor
akibat tekanan intra vesika yang selalu tinggi akibat obstruksi. Kedua, sakulasi, yaitu
5

mukosa buli-buli menerobos di antara serat-serat detrusor. Ketiga, divertikel, bila
sakulasi menjadi besar.

Komplikasi lain adalah pembentukan batu vesika akibat selalu
terdapat sisa urin setelah buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila
tekanan intra vesika yang selalu tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan
terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal.
2,6

















6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Prostat
Kelenjar prostat adalah organ genitalia pria yang sering menjadi
neoplasma baik jinak maupun ganas. Kelenjar prostat ini terletak di sebelah
inferior buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior. Bila
mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Secara anatomis,
prostat terletak didalam pelvis vera, dipisahkan dari simfisis pubis di sebelah
anterior oleh spatium retropubic (space of Retzius). Permukaan posterior prostat
dipisahkan dari ampula rekti oleh fascia Denonvilliers. Dasar prostat
bersambungan dengan leher kandung kemih, dan apeksnya berada pada
permukaan sebelah atas dari diafragma urogenital. Sebelah lateral, prostat
berhubungan dengan muskulus levator ani.
5

Prostat normal berukuran 3-4cm didasarnya, 4-6 cm sefalokaudal, dan 2-3
cm pada dimensi anteroposterior.
4
Berat normal sekitar 20 gram. Prostat
mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua
buah duktus ejakulatorius.
5

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
1. Lobus medius
2. Lobus lateralis (2 lobus)
3. Lobus anterior
4. Lobus posterior

Menurut konsep terbaru kelenjar prostat merupakan suatu organ
campuran terdiri atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Telah
7

ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun
biologi, yaitu:
5

1. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
2. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal
karsinoma terbanyak.
3. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus
tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap
inflamasi.
4. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang
lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular
anterior menjadi benign prostatic hyperplasia (BPH).
5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. Prostat mempunyai kurang
lebih 20 duktus yang bermuara dikanan dari verumontanum dibagian
posterior dari uretra pars prostatika. Disebelah depan didapatkan ligamentum
pubo prostatika, disebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan
disebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers. Fascia denonvilliers
terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat dan vesika
seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia
pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvik dan
kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi
pleksus prostatovesikal.
8

Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
5

1. Kapsul anatomi
2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian,
a. Bagian luar disebut kelenjar prostat sebenarnya.
b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga
sebagai adenomatous zone
c. Disekitar uretra disebut periurethral gland. Pada BPH kapsul pada prostat
terdiri dari 3 lapis :
kapsul anatomis
kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat
yang sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul.
kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian
dalam (inner zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar
prostat
sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional;
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.

Gambar 1. Anatomi dan morfologi dari prostat.
9

Perdarahan arterialnya berasal dari arteri vesikalis inferior, arteri pudenda
interna dan arteri hemoroidalis medius. Drainase vena prostat menuju pleksus
periprostatik yang berhubungan dengan vena dorsalis profunda penis dan vena
iliaka interna. Aliran limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan
nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior
dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari
serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion
otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin
terutama simpatis, tampak mempersarafi sel-sel otot polos di stroma dan
kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.

Gambar 2. Anatomi Traktus Urogenital Laki-laki

Histologi
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran
ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini
terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan
10

oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk massa padat dan
dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma.
Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk
ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai
lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat.
Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai
kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar.
Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir
lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli
biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.
Fisiologi
Kelenjar prostat mnyekresi cairan encer, seperti susu yang mengandung
ion sitrat, kalsium, ion fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisin. Selama
pengisian simpai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas
deferens sehingga cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar
prostat menambah lebih banyak lagi jumlah semen. Sifat yang sedikit basa dari
cairan prostat mungkin penting untuk keberhasilan fertilisasi ovum, karena
cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir
metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi
sperma. Juga sekret vagina bersifat asam (pH 3,5 sampai 4,0). Sperma tidak
dapat bergerak optimal sampai pH sekitarnya meningkat kira-kira sampai 6
sampai 6,5. Akibatnya, merupakan suatu kemungkinan bahwa cairan prostat
menetralkan sifat asam dari cairan lainnya setelah ejakulasi dan juga
meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma. Sekret prostat dikeluarkan selama
ejakulasi melalui kontraksi otot polos.
5


11

2.2 Hiperplasia Prostat Jinak
2.2.1 Definisi
Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan
oleh penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah suatu
diagnosis histologi yang menunjukkan suatu proliferasi otot polos dan sel epitel
didalam zona transisi prostat.
1
Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat
yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar periuretral.

Namun orang
sering menyebutnya dengan hipertropi prostat walaupun secara histologi yang
dominan adalah hiperplasia.
4




Gambar 3. Aliran Urin pada Prostat normal dan BPH





12

2.2.2 Etiologi
Penyebab BPH belum jelas. Beberapa teori telah dikemukakan
berdasarkan faktor histologi, hormon, dan faktor perubahan usia, di
antaranya:
2,4,6,7

a. Teori DHT (dihidrotestosteron) : testosteron dengan bantuan enzim 5-
reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar
prostat.
b. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk
merangsang pertumbuhan epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi
primer BPH adalah penonjolan kelenjar yang kemudian bercabang
menghasilkan kelenjar-kelenjar baru di sekitar prostat. Ia menyimpulkan
bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang terjadi pada
usia dewasa.
c. Teori stem cell hypotesis. Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan
asumsi bahwa pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma
dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam
jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying, yang
keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang
menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga
dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan
pertumbuhan prostat yang normal.
d. Teori growth factors. Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi
antara unsur stroma dan unsur epitel prostat yang berakibat BPH. Faktor
pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen.
Adanya ekspresi berlebihan dari Epidermis Growth Factor (EGF) dan atau
Fibroblast Growth Factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi
Transforming Growth Factor- (TGF-), akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran
prostat.
13

Namun demikian, diyakini ada 2 faktor penting untuk terjadinya BPH,
yaitu adanya dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Pada pasien
dengan kelainan kongenital berupa defisiensi 5- reduktase, yaitu enzim yang
mengkonversi testosteron ke DHT, kadar serum DHT-nya rendah, sehingga
prostat tidak membesar. Sedangkan pada proses penuaan, kadar testosteron
serum menurun disertai meningkatnya konversi testosteron menjadi estrogen
pada jaringan periperal. Pada anjing, estrogen menginduksi reseptor androgen.
Peran androgen dan estrogen dalam pembesaran prostat benigna adalah
kompleks dan belum jelas. Tindakan kastrasi sebelum masa pubertas dapat
mencegah pembesaran prostat benigna. Penderita dengan kelainan genetik pada
fungsi androgen juga mempunyai gangguan pertumbuhan prostat. Dalam hal
ini, barangkali androgen diperlukan untuk memulai proses BPH, tetapi tidak
dalam hal proses pemeliharaan. Estrogen berperan dalam proses pembesaran
stroma yang selanjutnya merangsang pembesaran epitel.
6

2.2.3 Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli
harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-
menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi
otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur
pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau Lower Urinary Tractus Symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya
resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan
intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
14

dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
8


Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya
gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik
ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan
mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urin (obstruksi
infravesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat
dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada
alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat
ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi saraf
simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen
mekanik.
4

2.2.4 Gejala dan Tanda Klinis
a. Gejala Umum BPH :
2

Sering kencing
Sulit kencing.
Nyeri saat berkemih
Urin berdarah
Nyeri saat ejakulasi
Cairan ejakulasi berdarah
Gangguan ereksi
Nyeri pinggul atau punggung
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan diluar saluran kemih.
3,5

15

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah.
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah meliputi keluhan iritasi dan
keluhan obstruksi.
5
Keluhan iritasi disebabkan karena pengosongan yang
tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan
rangsangan pada vesika, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun
belum penuh. Sedangkan keluhan obstrusi disebabkan oleh karena detrusor
gagal berkontraksi dengan kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga
kontraksi terputus-putus.
3,5

Keluhan iritasi meliputi miksi yang sukar ditahan (urgensi), frekuensi
berkemih yang lebih dari normal (frekuensi atau polakisuria), polakisuria
yang terjadi pada malam hari (nokturia), nyeri pada waktu miksi (disuria).
Keluhan obstruksi meliputi keluhan dimana awal keluarnya urin menjadi
lebih lama dan seringkali pasien harus mengejan untuk memulai miksi
(hesitansi), miksi yang terputus atau miksi berhenti kemudian memancar
lagi, keadaan ini terjadi berulang-ulang (intermitensi), miksi diakhiri dengan
perasaan masih terasa ada sisa urin di dalam buli-buli dengan masih keluar
tetesan-tetesan urin (Terminal dribbling), pancaran miksi menjadi lemah,
miksi yang tidak puas.
5
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian
atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang
(yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan
tanda dari infeksi atau urosepsis.
5

3. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan
intraabdominal.
5


16


b. Tanda
Tanda klinis terpenting BPH adalah ditemukannya pembesaran
konsistensi kenyal pada pemeriksaan colok dubur/ Digital Rectal
Examination (DRE).
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
4

Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok
dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat
lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml
tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan
sisa urin lebih dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total
2.2.5 Faktor Risiko
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah :
2

1. Kadar Hormon
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan
risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten
yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5 -reductase, yang memegang
peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat.
2,4

2. Usia
Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot
detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia
tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin
pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat,
sehingga menimbulkan gejala.
9

17


3. Ras
Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi
BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling
rendah.
2

4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya
kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak
anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota
keluarga yang lain untuk dapat terkena BPH. Bila satu anggota keluarga
mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2
anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 2-5 kali.
2

5. Obesitas
Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe
bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang
membesar di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban
di perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama organ
seksual kehilangan kelenturannya, selain itu deposit lemak berlebihan juga
akan mengganggu kinerja testis. Pada obesitas terjadi peningkatan kadar
estrogen yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan
sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses kematian sel-
sel kelenjar prostat.
2

6. Pola Diet
Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh
pada fungsi reproduksi pria. Yang paling penting adalah seng, karena
defisiensi seng berat dapat menyebabkan pengecilan testis yang selanjutnya
berakibat penurunan kadar testosteron. Selain itu, makanan tinggi lemak dan
rendah serat juga membuat penurunan kadar testosteron.
2


18


7. Aktivitas Seksual
Kelenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan
hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan
alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami
peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke
prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan
kelenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih akan
mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual
yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon
testosteron.
2

8. Kebiasaan merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan
aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar
testosteron.
2

9. Kebiasaan minum-minuman beralkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6
yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar
prostat. Prostat menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ
yang lain. Zink membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah.
Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT.
2,10

10.Olah raga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit
mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar
dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko
gangguan prostat.
2

11.Diabetes Mellitus
Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL
mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki
19

dengan penyakit Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya
BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal.
2

2.2.6 Diagnosis
Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasar-kan atas berbagai pemeriksaan
awal dan pemeriksaan tambahan. Pada 5
th
International Consultation on BPH
(IC-BPH) membagi kategori pemeriksaan untuk mendiagnosis BPH menjadi:
pemeriksaan awal (recommended) dan pemeriksaan spesialistik urologi
(optional).
Pemeriksaan awal meliputi :
11

Anamnesis
Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau
wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang
dideritanya. Anamnesis itu meliput:
Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu
Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah
mengalami cedera, infeksi, atau pembedahan)
Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual.
Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi
Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan
pembedahan.
Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan
adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International
Prostate Symptom Score (IPSS). Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan
yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35
(tabel 1) Keadaan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
20

Skor 0-7 : bergejala ringan
Skor 8-19 : bergejala sedang
Skor 20-35: bergejala berat.
Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu
pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life atau QoL) yang
juga terdiri atas 7 kemungkinan jawaban.

Tabel 1. International Prostate Symptom Score (IPSS)
4,5,11

Untuk pertanyaan 1-6, jawaban diberi skor :
0 : tidak pernah
1 : < 1 dari 5 kali kejadian 4 : > separuh kejadian
2 : < separuh kejadian 5 : hampir selalu
3 : separuh kejadian
Dalam satu bulan terakhir :
1. Merasa ada sisa urin setelah kencing?
2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengahjam yang lalu kencing?
3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal ini
dilakukan berkali-kali?
4. Tidak dapat menan keinginan untuk kencing?
5. Merasa pancaran urine yang lemah?
6. Harus mengejan dalam memulai kencing?

Untuk pertanyaan nomor 7, jawab dengan skor dibawah ini :
0 : tidak pernah 3 : 3 kali
1 : 1 kali 4 : 4 kali
2 : 2 kali 5 : 5 kali
7. Dalam satu bulan terakhir ini berapa kali terbangun dari tidur malam untuk
kencing?
TOTAL SKOR:
21


Pertanyaan no. 8 adalah mengenai kualitas hidup sehubungan dengan gejala di
atas: jawablah dengan:
1. Sangat senang 2. Senang 3. Puas 4. Campuran antara puas dan tidak
puas 5. Sangat tidak puas 6. Tidak Bahagia 7. Buruk sekali.

8. dengan keluhan seperti ini bagaimana anda menikmati hidup ini?

Kesimpulan : S__, L__, Q__,R__,V__
S: skor IPSS, L: Kualitas Hidup, Q: Pancaran Urin dala ml/detik, R: sisa urin,
V: volume prostat.

Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur.
4,5,11

Colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan
pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada
regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari
pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat,
konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari
keganasan prostat. Mengukur volume prostat dengan DRE cenderung under-
estimate daripada pengukuran dengan metode lain, sehingga jika prostat teraba
besar, hampir pasti bahwa ukuran sebenarnya memang besar. Kecurigaan suatu
keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-34% yang positif
kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam
menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%. Perlu dinilai keadaan
neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsi neuromusluler
ekstremitas bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus sfingter
ani dan refleks bulbokavernosus.
11




22

Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan
hematuria. BPH yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih,
batu buli-buli atau penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, di antara-
nya: karsinoma buli-buli in situ atau striktura uretra, pada pemeriksaan
urinalisis menunjukkan adanya kelainan. Untuk itu pada kecurigaan adanya
infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau
terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan
sitologi urin. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urin dan telah
memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena
seringkali telah ada leukosituria maupun eritrosituria akibat pemasangan
kateter.
11


Pemeriksaan Tambahan :
11

Pemeriksaan uroflowmetri (pengukuran pancaran urin pada saat kencing).
Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi
secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala
obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri
dapat diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran maksimum
(Q
max
), pancaran rata-rata (Q
ave
), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
pancaran maksimum, dan lama pancaran. Pemeriksaan ini sangat mudah,
non invasif, dan sering dipakai untuk mengevaluasi gejala obstruksi
infravesika baik sebelum maupun setelah mendapatkan terapi.
Pemeriksaan serum PSA (Prostatic Spesific Antigen)
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan
cancer specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan
penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti: (a)
pertumbuhan volume prostat lebih cepat, (b) keluhan akibat BPH/laju
23

pancaran urine lebih jelek, dan (c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut.
Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2-
1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl
sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun.
Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan,
setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi
urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Rentang
kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah:
40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml
50-59 tahun:0-3,5 ng/ml
60-69 tahun:0-4,5 ng/ml
70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml
Pemeriksaan Residual Urin
Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa
urine yang tertinggal di dalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual
urine ini pada orang normal adalah 0,09-2,24 mL dengan rata-rata 0,53 mL.
Tujuh puluh delapan persen pria normal mempunyai residual urine kurang
dari 5 mL dan semua pria normal mempunyai residu urine tidak lebih dari
12 mL. Pemeriksaan residual urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu
dengan melakukan pengukuran langsung sisa urine melalui kateterisasi
uretra setelah pasien berkemih, maupun non invasif, yaitu dengan
mengukur sisa urine melalui USG atau bladder scan. Pengukuran melalui
kateterisasi ini lebih akurat dibandingkan dengan USG, tetapi tidak meng-
enakkan bagi pasien, dapat menimbulkan cedera uretra, menimbulkan
infeksi saluran kemih, hingga terjadi bakteriemia. Watchful waiting
biasanya akan gagal jika terdapat residual urine yang cukup banyak
(Wasson et al 1995), demikian pula pada volume residual urine lebih 350
ml seringkali telah terjadi disfungsi pada buli-buli sehingga terapi
medikamentosa biasanya tidak akan memberikan hasil yang memuaskan.
11

Pemeriksaan USG transabdominal
24

Pemeriksaan USG prostat bertujuan untuk menilai bentuk, besar
prostat, dan mencari kemungkinan adanya karsinoma prostat. Pemeriksaan
ultrasonografi prostat tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin,
kecuali hendak menjalani terapi: (a) inhibitor 5- reduktase, (b)
termoterapi, (c) pemasangan stent, (d) TUIP atau (e) prostatektomi terbuka.
Menilai bentuk dan ukuran kelenjar prostat dapat dilakukan melalui
pemeriksaan transabdominal (TAUS) ataupun transrektal (TRUS). Jika
terdapat peningkatan kadar PSA, pemeriksaan USG melalui transrektal
(TRUS) sangat dibutuhkan guna menilai kemungkinan adanya karsinoma
prostat.
11

Pemeriksaan patologi anatomi (diagnosis pasti)

2.2.7 Diagnosis Banding
Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher
kandung kemih dengan tonus ototnya, dan resistensi uretra. Setiap kesulitan
miksi disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan
deetrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih neurologik).
Kekakuan leher vesika disebabkan oleh fibrosis, sedangkan resistensi uretra
disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung
kemih, batu di uretra, atau striktur uretra.
4


2.2.8 Penatalaksaan
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik.
Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri
tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasihat dan konsultasi
saja. Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah : 1). Memperbaiki
keluhan miksi, 2). Meningkatkan kualitas hidup, 3). Mengurangi obstruksi
infravesika, 4). Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal,
25

5). Mencegah progresifitas penyakit. Pilihannya adalah mulai dari: (1) tanpa
terapi (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) terapi intervensi.
5
Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat
diberikan untuk pasien kelompok tertentu:
4,5

o Pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat hanya dilakukan
watchful waiting.
o Pasien dengan gejala sedang (symptom score 8-18), dapat diberikan terapi
medikamentosa.
o Pasien dengan gejala berat (symptom score 9-35), dilakukan operasi

Watchfull waiting
5

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-
hari. Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan
mengenai sesuatu hal yang mungkin memperburuk keluhannya, misalnya (1)
jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi
konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau
coklat),(3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan
menahan kencing terlalu lama.
5

Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi baik (sebaiknya memakai skor yang baku),
disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau
uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, perlu
difikirkan untuk memilih terapi yang lain.

Medikamentosa
Pasien BPH bergejala biasanya memerlukan pengobatan bila telah
mencapai tahap tertentu. Pada saat BPH mulai menyebabkan perasaan yang
26

mengganggu, apalagi membahayakan kesehatannya, direkomendasikan
pemberian medikamentosa. Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha
untuk : (1) mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen
dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat
adrenergik alfa (adrenergik alfa blocker) dan (2) mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dihidrotestosteron melalui penghambat 5-reduktase.
5,11
Dengan
memakai piranti skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang pasien
memerlukan terapi. Sebagai patokan jika skoring > 7 berarti pasien perlu
mendapatkan terapi medikamentosa atau terapi lain.
11
Penghambat reseptor adrenergika-
Pengobatan dengan antagonis adrenergik bertujuan menghambat
kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher
buli-buli dan uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik-
non selektif yang pertama kali diketahui mampu memperbaiki laju
pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi.
4,11
Namun obat ini tidak
disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang
tidak diharapkan, di antaranya adalah hipotensi postural dan
menyebabkan penyulit lain pada sistem kardiovaskuler. Beberapa
golongan obat antagonis adrenergik
1
yang selektif mempunyai durasi
obat yang pendek (short acting) di antaranya adalah prazosin yang
diberikan dua kali sehari, dan long acting yaitu, terazosin, doksazosin,
dan tamsulosin yang cukup diberikan sekali sehari. Keuntungan obat
penghambat adrenoreseptor alfa adalah efek positif segera terhadap
keluhan, tetapi tidak memengaruhi hiperplasia prostat sedikit pun.
Kekurangannya ialah obat ini tidak di anjurkan untuk pemakaian yang
lama.
4
Efek terhadap sistem kardiovaskuler terlihat sebagai hipotensi
postural, dizzines, dan asthenia yang seringkali menyebabkan pasien
menghentikan pengobatan.
11

27

Penghambat 5-Reduktase (5-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5-Reduktase yang menghambat
perubahan testosteron menjadi dehidrotestosteron. Obat ini
mempengaruhi komponen epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan
ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini
selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat
(reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala.
11

Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5-Reduktase
memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran
urin hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin.
Penelitian terapi kombinasi tambahan sedang berlangsung.

Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-
tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah
popular di Eropa selama beberapa tahun. Obat-obatan tersebut
mengandung bahan dari tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum
africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula,
Echinacea purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian
untuk mengetahui efektivitas dan keamanannya.
5

Terapi Intervensi
Terapi intervensi dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan
prostat atau pembedahan dan teknik instrumentasi alternatif. Termasuk
ablasi jaringan prostat adalah: pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP,
laser prostatektomi. Sedangkan teknik instrumentasi alternatif adalah
interstitial laser coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon, dan stent uretra.
28

Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi,
diantaranya adalah: (1) retensi urin karena Benign Prostat Obstruction
(BPO), (2) infeksi saluran kemih berulang karena BPO, (3) hematuria
makroskopik karena Benign Prostat Enlargment (BPE), (4) batu buli-buli
karena BPO, (5) gagal ginjal yang disebabkan oleh BPO, dan (6)
divertikulum buli-buli yang cukup besar karena BPO.
Operasi
1. Transurethral Resection of the Prostate (TURP)
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan menggunakan
cairan irigan (pembilas) agar daerah yang direseksi tetap terang dan tidak
tertutup oleh darah. Cairaan yang dipergunakan berupa larutan ionic,
yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi.
Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H
2
O
(aquades). Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang
hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui
pembuluh darah vena yang terbuka saat reseksi. Kelebihan H
2
O dapat
menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air
atau dikenal dengan Sindroma TURP.
Selain sindroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada saat operasi,
pasca bedah dini, maupun pasca bedah lanjut seperti tampak pada tabel 2.
Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut
- perdarahan
- Sindrom TURP
- Perforasi
- Perdarahan
- Infeksi lokal atau
Sistemik
- Inkontinensia
- Disfungsi Ereksi
- Ejakulasi retrograd
- Striktura Uretra

2. Transurethral incision of the prostate (TUIP)
TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder neck insicion)
direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30
cm
3
), tidak dijumpai pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan
29

adanya kecurigaan karsinoma prostat. Teknik ini dipopulerkan oleh
Orandi pada tahun 1973, dengan melakukan mono insisi atau bilateral
insisi mempergunakan pisau Colling mulai dari muara ureter, leher buli-
buli-sampai ke verumontanum. Insisi diperdalam hingga kapsula prostat.
Waktu yang dibutuhkan lebih cepat, dan lebih sedikit menimbulkan
komplikasi dibandingkan dengan TURP. TUIP mampu memperbaiki
keluhan akibat BPH dan meningkatkan Q
max
meskipun tidak sebaik
TURP.
11



3. Open simple prostatectomy
Prostatektomi terbuka merupakan cara yang paling tua, paling
invasif, dan paling efisien di antara tindakan pada BPH yang lain dan
memberikan perbaikan gejala BPH 98%. Pembedahan terbuka ini
dikerjakan melalui pendekatan transvesikal yang mula-mula
diperkenalkan oleh Hryntschack dan pendekatan retropubik yang
dipopulerkan oleh Millin.
5
Pendekatan transvesika hingga saat ini sering
dipakai pada BPH yang cukup besar disertai dengan batu buli-buli
multipel, divertikula yang besar, dan hernia inguinalis. Pembedahan
terbuka dianjurkan pada prostat volumenya diperkirakan lebih dari 80-
100 cm
3
. Dilaporkan bahwa prostatektomi terbuka menimbulkan
komplikasi striktura uretra dan inkontinensia.
30


Terapi minimal invasif
1. Laser
5

Dua sumber energi utama yang digunakan pada operasi dengan sinar
laser adalah Nd:YAG dan holomium:YAG.
Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah:
1. Kehilangan darah minimal.
2. Sindroma TUR jarang terjadi.
3. Dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan.
4. Dapat dilakukan out patient procedure.
Kerugian operasi dengan laser:
1. Sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi.
2. Pemasangan kateter postoperasi lebih lama.
3. Lebih iritatif.
4. Biaya besar.
2. Transurethral Electrovaporization of the Prostate
Cara elektrovaporasi prostat adalah sama dengan TURP, hanya saja
teknik ini memakai Roller ball yang spesifik dan dengan mesin
diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi
kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan
perdarahan saat operasi, dan masa mondok di rumah sakit lebih
singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang
31

tidak terlalu besar (< 50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang
lebih lama.
5

3. Termoterapi
Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan gelombang
mikro pada frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena
yang diletakkan di dalam uretra. Dengan pemanasan yang melebihi
44
O
C menyebabkan destruksi pada jaringan transisional prostat karena
nekrosis koagulasi. Cara ini direkomendasikan bagi prostat yang
ukurannya lebih kecil.
5

4. Transurethal Needle Ablation of the Prostate (TUNA)
Teknik ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan
panas sampai mencapai 100
0
C, sehingga menimbulkan nekrosis prostat.
Sistem ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan
generator yang dapat membangkitkan energi pada frekuensi radio 490
kHz. Kateter dimasukkan ke dalam uretra melalui sistoskopi dengan
pemberian anestesi topikal xylocain sehingga jarum yang terletak pada
ujing kateter terletak pada kelenjar prostat. Pasien seringkali mengeluh
hematuria, disuria, kadang-kadang retensi urin, dan epididimo-orkitis.
5

5. High I ntensity Focused Ultrasound (HIFU)
Energi panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada prostat
berasal dari gelombang ultrasonografi dari tranduser piezokeramik yang
mempunyai ferkueensi 0,5-10 MHz. Energi yang dipancarkan melalui
alat yang diletakkan transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat.
Tindakan ini memerlukan anestesi umum. Data klinis menunjukkan
terjadi perbaikan gejala klinis 50-60%.
5

32

6. Intraurethral stents
Stent prostat dipasang pada uretra pars prostatika untuk mengatasi
obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di
antara leher buli-buli dan disebelah proksimal verumontanum sehingga
urin leluas melewati lumen uretra pars prostatika. Stent dapat dipasng
secra temporer atau permanen. Yang temporer dipasng selama 6-36
bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan
reseksi dengan jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali secara
endoskopi. Pemasangan alat ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak
mungkin menjalani operasi karena risiko pembedhan yang cukup
tinggi.
5

7. Transurethral balloon dilation of the prostate
Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat
melebarkan fossa prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada
prostat yang ukurannya kecil (<40). Teknik ini jarang digunakan
sekarang ini

Indikasi absolut dilakukan operasi adalah:
1. Retensi urin berulang (berat), yaitu retensi urin yang gagal dengan
pemasangan kateter uretra sedikitnya satu kali.
2. Infeksi saluran kencing berulang.
3. Gross hematuria berulang.
4. Batu saluran kemih.
5. Insufisiensi ginjal.
6. Ada tanda-tanda obstruksi berat (hidroureter, hidronefrosis, divertikel
buli-buli).

33

2.2.9 Komplikasi
Menurut Arifiyanto (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi
prostat adalah :
5,9

Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal.
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi.
Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu.
Hematuria.
Disfungsi seksual.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun
prostatektomi perineal dapt menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf
pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas
seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu, karena saat ini
fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi, maka cairan seminal
mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin (Brunner
& Suddarth, 2001).
Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi yaitu:
Hemoragi dan syok
Pembentukan bekuan / trombosis
Obstruksi kateter
Disfungsi seksual





34

BAB III
KESIMPULAN

Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami
pembesaran, baik jinak maupun ganas. Pembesaran prostat jinak atau
Benign Prostatic Hiperplasi yang selanjutnya disingkat BPH merupakan
kelainan kedua tersering setelah batu saluran kemih yang dijumpai di klinik
urologi di Indonesia.
Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa
hiperplasia kelenjar periuretral atau hiperplasia fibromuskular yang
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer.
4
Namun orang sering
menyebutnya dengan hipertropi prostat walaupun secara histologi yang
dominan adalah hiperplasia.
Penyebab BPH belum jelas. Beberapa teori telah dikemukakan berdasarkan
faktor histologi, hormon, dan faktor perubahan usia, di antaranya Teori
DHT (dihidrotestosteron), Reawakening, stem cell hypotesis. Namun
demikian, diyakini ada 2 faktor penting untuk terjadinya BPH, yaitu
adanya dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal yang menyebabkan hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah (LUTS). Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke
dalam gagal ginjal.
8

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih.
3,5
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
35

meliputi keluhan iritasi dan keluhan obstruksi.
5
Tanda klinis terpenting
BPH adalah ditemukannya pembesaran konsistensi kenyal pada
pemeriksaan colok dubur/ Digital Rectal Examination (DRE).
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah kadar Hormon,
usia, ras, riwayat keluarga, obesitas, pola diet, aktivitas seksual, kebiasaan
merokok, kebiasaan minum-minuman beralkohol, Olah raga, Diabetes
Mellitus.
Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan
awal dan pemeriksaan tambahan.
Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher
kandung kemih dengan tonus ototnya, dan resistensi uretra. Setiap
kesulitan miksi disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut.
Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat
diberikan untuk pasien kelompok tertentu:
4,5
Pasien dengan gejala ringan
(symptom score 0-7), dapat hanya dilakukan watchful waiting, gejala
sedang (symptom score 8-18), dapat diberikan terapi medikamentosa,
gejala berat (symptom score 9-35),dilakukan operasi
Prostatektomi terbuka merupakan cara yang paling tua, paling invasif, dan
paling efisien di antara tindakan pada BPH yang lain dan memberikan
perbaikan gejala BPH.









36

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahardjo D. Prostat Hipertrofi. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Tangerang: Binarupa Aksara. 2002. h 160-169.
2. Rizki Amalia. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak.
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. 2007
3. American Urological Association Education and Research. Guideline on the
Management of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). 2010. Di Akses 2
Maret 2013. Di unduh dari URL: http://www.auanet.org/content/guidelines
and-quality-care/clinical-guidelines/main-reports/bphmanagement/chap1
Guideline Managementof%28BPH%29.pdf.
4. Sjamsuhidajat R dan Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002. h. 782-786.
5. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta: CV. Infomedika.
2007. h 7-8, 70-85.
6. Yuwana R. Permasalahan Bedah Urologi pada Manula. Semarang : UPG
Ilmu Bedah FK Undip.
7. Hardjowijoto S, dkk. Panduan Penatalaksanaan (Guidelines) Benign Prostatic
Hiperplasia (BPH) di Indonesia. Surabaya : Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
2003.
8. Arthur C. Guyton, dkk. 2006.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC.
9. Pembesaran Prostat Jinak, Gangguan Kesehatan Lelaki Usia di Atas 50. 2003.
Diakses 20 maret 2013. Diunduh dari URL: www.sinarharapan.co.id.
10. National Kidney and Urologic Diseases Informatioan Clearing house
(NKUDIC). Prostat Enlargement : Benign Prostatic Hiperplasia. NIH 2006.
Publication no.06-3012. Diakses 20 Maret 2013. Diunduh dari URL:
http://www.kidney.niddk.nih.sor.
11. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. 2007. Diakses 20 maret 2013.
Diunduh dari URL : www.iaui.or.id.

You might also like