Tumbuhan atau pohon yang telah mati berjuta tahun yang lalu, kemudian membusuk atau mengurai secara tidak sempurna karena kondisi tertentu, sehingga membentuk suatu fossil tumbuhan yang selanjutnya dipengaruhi oleh waktu, temperature, dan tekanan, maka terbentuklah suatu sedimen organik yang disebut BATUBARA
I. Pembentukan Batubara
Apabila ada suatu tumbuhan atau pohon yang mati, kemudaian jatuh ke tanah yang kering, maka tumbuhan tersebut akan membusuk dan akhirnya hilang tidak meninggalkan sisa organik, karena diuraikan oleh bakteri pengurai. Akan tetapi apabila suatu tumbuhan atau pohon yang sudah mati kemudian jatuh di daerah yang berair seperti rawa, sungai, atau danau, maka tumbuhan tersebut tidak akan mengalami pembusukan secara sempurna, karena pada kedalaman tertentu bakteri tidak lagi bisa menguraikan tumbuhan tersebut baik bakteri aerob maupun anaerob. Akibatnya sisa tumbuhan tersebut akan terus mengendap membentuk suatu sediment fossil tumbuhan yang selanjutnya mengalami perubahan fisik dan biokimia serta dipengaruhi oleh waktu , tekanan, dan temperature, sehingga membentuk suatu sediment atau batuan organik yang sekarang disebut BATUBARA. Proses pembentukan batubara terjadi beberapa tahap, dan tahapan-tahapan tersebut disebut Coalification. Proses coalification tersebut dimulai dari Peat sampai Antrasit.
I.1 Teori Pembentukan Batubara Pada dasarnya semua teori setuju bahwa batubara berasal dari fossil tumbuhan. Namun demikian ada beberapa teori yang menerangkan bagaimana proses terjadinya batubara tersebut. Diantaranya ada dua teori yang penting untuk diketahui yaitu teori INSITU dan teori DRIFT. Teori INSITU menjelaskan bahwa batubara terbentuk di daerah dimana tumbuhan tersebut berasal atau dengan kata lain endapan batubara tersebut berada di hutan atau di daerah bekas hutan tumbuhan yang membentuk batubara tersebut. Batubara yang
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 2 PT. GEOSERVICES, LTD terbentuk dengan teori insitu hanya terjadi di hutan basah atau daerah hutan yang berawa karena di daerah seperti ini beberapa jenis bakteri pengurai tidak aktif, bahkan mati. Sedangkan di daerah hutan kering, pembusukan terjadi sempurna sehingga tidak ada material organik yang tersisa kecuali mineral yang kembali ke tanah dan pada kondisi ini tumbuhan yang mati tersebut tidak akan menjadi batubara. Teori DRIFT menjelaskan bahwa batubara terbentuk didaerah yang bukan merupakan daerah dimana tumbuhan pembentuk batubara tersebut berasal. Tumbuhan atau pohon yang sudah mati, kemudian terbawa oleh air (banjir), kemudian terendapkan di delta-delta sungai atau didalam danau purba sehingga pembusukan tumbuhan tersebut tidak sempurna dan akhirnya membentuk fossil tumbuhan yang kemudian menjadi batubara dengan teori DRIFT.
I.2 Proses Pembentukan Batubara (Coalification) Proses atau tahap pertama pembentukan batubara adalah pembentukan Peat atau yang disebut dengan Peatification. Pada tahap ini terjadi perubahan secara biokimia atau perubahan diagenetik. Perubahan yang cepat terjadi pada top 0.5 meter dimana pada kedalaman ini bakteri aerob yang aktif dan menguraikan vegetasi tersebut. Pada level lebih bawah lagi yang aktif adalah bakteri anaereob. Bakteri ini mengkonsumsi oksigen dari molekul organik. Bakteri ini biasanya aktif sampai kedalaman 10 M, di bawah kedalaman tersebut perubahan yang terjadi adalah perubahan kimia seperti ; polymerisasi, reaksi reduksi dan lain-lain. Pada kedalaman ini berat akumulasi peat menyebabkan tekanan bertambah, dan perubahan fisik pun terjadi pada peat tersebut. Pada prinsipnya perubahan fisik tersebut merupakan pemerasan kelebihan air dari endapan peat tersebut. Penurunan kandungan moisture pada proses ini tercatat sekitar 1 % untuk setiap kedalaman 10m. Kandungan Carbon pada lapisan bagian atas bertambah agak cepat seiring dengan terjadinya pembusukan pada zat-zat selulosa. Kenaikan kandungan Carbon dalam basis d.a.f. (dry ash free) mencapai 40-50% sampai 55-60% terjadi pada top 0.5m. Pada transisi dari Peat ke Lignite adalah disebabkan oleh perubahan diagenetik, dan perubahan selanjutnya merupakan metamorfosis atau perubahan bentuk yang disebabkan oleh perubahan fisika dan perubahan kimia akibat terjadinya pengaruh tekanan dan panas terhadap endapan tersebut.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 3 PT. GEOSERVICES, LTD Pada transisi dari Peat ke Lignite dan selanjutnya ke sub-bituminous, terjadi penurunan porositas secara drastis. Penurunan porositas ini disebabkan oleh terjadinya kompresi lapisan batubara tersebut oleh berat dari overburden. Penurunan porositas menyebabkan penurunan pula pada kandungan moisture, (baik moisture holding capacity, Total moisture, maupun air dried moisturre). Pada Lignite moisture berkurang sampai 4 % untuk setiap kedalaman 100m. Sedangkan pada transisi dari Lignite ke sub-bituminous terjadi penurunan moisture 1 % untuk setiap kedalaman 100-200 m. Penurunan moisture tersebut diikuti dengan naiknya nilai kalori pada basis dry ash free. Selama transisi dari Lignite ke sub-bituminous menghasilakan produk dari reaksi coalification yaitu; moisture,carbon dioksida, dan gas methan dalam jumlah yang kecil yang merupakan hasil pembusukan sisa-sisa lignin. Pada batubara high volatile bituminous kelanjutan tahap coalification ditunjukan dengan terus berkurangnya oxygen dan moisture yang menghasilkan naiknya nilai kalori. Perubahan transisi dari biuminous ke antrasit, diikuti dengan menurunya nilai Volatile matter yang cukup drastis. Penurunan volatile matter (daf) pada transisi ini mencapai lebih dari 14 % - 40 %. Sedangkan kenaikan carbon (daf) nya adalah dari 85% sampai 90%. Perubahan ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kimia dalam molekul batubara. Pada kelas sub-bituminous susunan molekul batubara terdiri dari campuran rantai lurus hidrokarbon (alifatik) dan beberapa struktur cincin siklik (aromatik). Selama proses coalification, molekul hidrokarbon batubara terus mengalami pemadatan membentuk lebih banyak struktur aromatik. Pada tahap sub-bituminous, struktur cincin aromatik tersebut membentuk clusters atau kelompok kecil dengan rata-rata 3 cincin aromatik setiap cluster-nya. Pada tahap ini 60% carbon dan hidrogen dalam batubara termasuk kedalam kelompok atau fraksi aromatik. Pada kelompok low volatile bituminous, jumlah rata-rata cincin aromatik dalam satu cluster adalah 8, dan 82 % dari carbon dan hidrogen dalam batubara terkandung dalam fraksi aromatik. Sedangkan pada kelas antrasit, 100 % carbon dan hidrogen merupakan struktur aromatik dengan kata lain molekul telah mengalami pemadatan atau terkondensasi sempurna. Volatile matter secara prinsip berasal dari struktur carbon dan hidrogen dengan struktur alifatik, karena salah satu sifat dari struktur alifatik ini adalah mudah terputus dan
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 4 PT. GEOSERVICES, LTD tervolatilisasi sebagai gas hidrokarbon seperti gas methan. Semakin rendah kandungan hidrokarbon alifatik dari suatu batubara maka semakin rendah nilai volatile matter batubara tersebut. Apabila suatu batubara mengandung struktur hidrokarbon alifatik lebih banyak maka nilai volatile matter dari batubara tersebut akan semakin tinggi. Gambar-1 dibawah ini menggambarkan dua struktur hidrokarbon dalam batubara.
H 2 C-CH 2
-CH 2 -CH-CH 2 -CH 2
Siklik Aromatik Alifatik
Gambar-1: Struktur Aromatik dan Alifatik
Vitrinite reflectant yang memiliki korelasi yang bagus dengan volatile matter (daf) pada kelas batubara bituminous merupakan ukuran dari derajat aromatisasi yang telah terjadi dalam batubara. Tahap akhir dari coalification adalah transisi dari bituminouse ke antrasit. Ditandai dengan turunnya kandungan hidrogen secara drastis dan juga rasio H/C. Pada transisi ini menghasilkan gas methan yang merupakan produk utama dari pelepasan hidrogen yang dimulai pada kira-kira level volatile matter 29% (daf) dan 87% carbon(daf). Diperkirakan sekitar 200 lier gas methan dilepaskan dari setiap 1 kg batubara pada transisi dari bituminous ke antrasit.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 5 PT. GEOSERVICES, LTD II. Efek Umur, Temperature,dan Tekanan
Seperti dijelaskan pada edisi sebelumnya bahwa selam proses pembentukan batubara atau coalification, ada tiga faktor yang mempengaruhi yaitu umur, temperature dan tekanan. Ketiga faktor tersebut sangat menentukan rank dari batubara tersebut. Faktor umur adalah lamanya batubara tersebut mengalami pengendapan, atau usia kapan batubara tersebut mulai terbentuk. Sedangkan faktor temperature adalah efek panas yang mempengaruhi endapan batubara. Sumber panasnya tersebut bisa berasal dari panas bumi, berasal dari vulknik. Faktor tekanan biasanya diidentikan dengan kedalaman seam batubara tersebut karena semakin dalam suatu seam batubara terkubur di dalam bumi maka efek tekanan yang diterimanya dari overburden diatasnya semakain besar.
II.1 Efek Umur Umur batubara adalah kapan suatu batubara atau coalification terjadi. Seperti kita ketahui bahwa batubara terbentuk berjuta-juta tahun yang lalu. Cara atau metoda pengukuran umurnya hampir sama dengan yang digunakan pada penentuan umur suatu fosil. Untuk menyederhanakn periode waktu khususnya pada periode kapan kebanyakan batubara terbentuk, maka para akhli geologi membuat suatu tabel yang membagi-bagi umur atau zaman menjadi beberapa periode seperti terlihat pada tabel 1 (Simplified Geological Time Scale). Mayoritas batubara Australia terbentuk pada periode Permian, sedangkan Batubara Indonesia kebanyakan terbentuk pada masa Tertiary. Oleh karena itu banyak yang mengatakan bahwa batubara Indonesia adlah batubara muda (young age coal). Hal ini tidak ada hubungannya dengan banyaknya Antrasit yang ditemukan di daerah Sumatra. Penting untuk dipahami bahwa tua-mudanya batubara adalah ditentukan oleh umur pembentukan batubara tersebut. Sedangkan coal rank ditentukan oleh kualitas batubara tersebut.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 6 PT. GEOSERVICES, LTD TABEL 1 Simplified Geological Time scale
PERIODE KURUN WAKTU Quarternary Sekarang 2 J uta tahun lalu Tertiary 2 65 J uta tahun lalu Cretaceous 65 135 J uta tahun lalu J urassic 135 180 J uta tahun lalu Triasic 180 225 J uta tahun lalu Permian 225 275 J uta tahau lalu Carboniferous 275 350 J uta tahun lalu Devonian 350 410 J uta tahun lalu
Periode Tertiary dapat dibagi menjadi 6 epoch seperti tabel dibawah ini :
TABEL - 2 Pembagian Epoch
Epoch Mulai Sampai Durasi (J uta tahun lalu) (J uta Tahun)
Batubara yang terbentuk pada masa Tertiary kebanyakan berada pada epoch Eocene (Mayoritas di Kalimantan Selatan) dan Miocene (Mayoritas di Kalimantan Timur). Efek faktor umur hanya berarti apabila temperature cukup tinggi. Sebagai contoh; di Amerika ditemukan ada coal bed yang sudah terkubur sampai kedalaman
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 7 PT. GEOSERVICES, LTD 5400 m, dimana temperature pada kedalaman tersebut sudah mencapai 140 o C. Setelah 17 juta tahun batubara tersebut termasuk kedalam rank High Volatile Bituminous. Sedangkan di J erman ditemukan batubara dengan kedalaman dan temperature yang sama, setelah 270 juta tahun, batubara tersebut telah tertranformasi kedalam rank Low Volatile Bituminous. Contoh lain; di Rusia ditemukan batubara yang terbentuk pada periode Carboniferous (275-350juta tahun yang lalu), tapi batubara tersebut masuk kedalam rank Lignite. Hal ini dikarenakan batubara tersebut tidak pernah terekspose pada temperature lebih dari 30 o C.
II.2 Efek Temperature Temperature adalah salah satu faktor yang mempengaruhi selama pembentukan batubara atau coalification. Sumber panas tersebut dapat berasal dari :
1. Geothermal Gradient Semakin dalam ke perut bumi, maka semakin panas juga temperaturenya. Penambahan temperature yang normal adalah 3-4 o C untuk setiap kedalaman 100m. Namun dibagian daerah Meksiko ada Geothermal Gradient mencapai 16 o C setiap penambahan kedalaman 100 m. Apabila hanya geothermal gradient sebagai sumber panas yang mempengaruhi batubara, maka batubara perlu terkubur sampai kedalaman 1500 m sebelum kelas Bituminous tercapai.
2. Igneous Intrusion Adalah kontak antara lelehan magma dengan batubara sebagai akibat dari aktifitas vulkanik. Intrusi ini dapat mencapai temperature lebih dari 1000 o C. Apabila contak langsung dengan batubara, dapat menyebabkan perubahan bentuk yang signifikan, namun biasanya intrusi tersebut tidak langsung contact dengan batubara. Apabila batuan penghalang antara magma dengan batubara merupakan penghantar panas yang cukup baik, maka batubara tersebut masih dapat terpengaruhi oleh intrusi tersebut. Tingkat pengaruh dari intrusi tersebut tergantung dari besarnya dan tingkat intrusi tersebut. Intrusi yang memotong atau menyilang dengan arah vertikal terhadap coal seam disebut dyke. Sedangkan
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 8 PT. GEOSERVICES, LTD intrusi yang menyilang dengan arah horisontal terhadap coal seam baik dari bawah maupun dari atas seam disebut Sill.
3. Tectonic activity (Aktifitas tektonik) Sumber panas ini adalah hasil dari gesekan atau pergeseran lempeng bumi atau blok batuan secara besar-besaran yang sering disebut patahan atau faulting. Panas ini dapat menyebabkan up-grading batubara secara local pada seam atau blok batubara dimana efek panas tersebut terjadi.
II.3 Efek Tekanan Efek tekanan sangat berperan pada saat awal pembentukan batubara atau coalification sampai tercapainya rank high volatile bituminous. Efek ini merupakan pemerasan atau squeezing out of the water. Kedalaman, selain menimbulkan geothermal gradien juga memiliki efek tekanan dari beban diatasnya. Tekanan tektonik juga dapat menimbulkan efek tekanan terutama pada shearing force dapat menyebabkan upgrading batubara yang disebabkan oleh perubahan physico-structural.
III Sytem klasifikasi Seperti dijelaskan pada pasal sebelumnya bahwa umur dan rank adalah dua hal yang berbeda pengukurannya. Umur ditentukan oleh kapan terjadinya pembentukan batubara tersebut. Sedangkan ranking atau kelas ditentukan oleh kualitas atau parameter-parameter yang ditentukan dari batubara tersebut. Ada beberapa sistem klasifikasi yang biasanya digunakan untuk menentukan rank suatu batubara yaitu : 1. ASTM Classification 2. Seylers Classification 3. Ralstons Classification 4. ECE Classification (Economic Commission for Europe) 5. International Classification for Lignite
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 9 PT. GEOSERVICES, LTD Diantara sistem klasifikasi siatas yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi ASTM. Dimana sistem ini membagi rank atau golongan batubara menjadi beberapa kelas seperti dibawah ini:
Dalam klasifikasi ASTM tersebut batubara berdasarkan kualitasnya dapat dibagi menjadi beberapa golongan seperti di bawah ini.
ANTHRACITE : 1. Meta-anthracite 2. Anthracite 3. Semi anthracite BITUMINOUS : 1. Low volatile bituminous 2. Medium volatile bituminous 3. High volatile-A bituminous 4. High volatile-B bituminous
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 10 PT. GEOSERVICES, LTD
M B ` A ` T ` U ` B ` A ` R ` A
MM 5. High volatile-C bituminous SUBBITUMINOUS : 1. Subbituminous A 2. Subbituminous B 3. Subbituminous C LIGNITE : 1. Lignite-A 2. Lignite-B
IV Substansi Batubara
Komponen batubara secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu : Moisture/air, Mineral Matter, dan Organik. Lihat ilustrasi gambar dibawah ini :
Kalau Batubara dimisalkan sebagi batang atau tabung, maka bagian bagian komponen batubara adalah seabagi berikut :
Dan Lain -lain
Moisture Mineral Matter Organic batubara Total Moisture EQM Inherent moisture Ash Analayis Ash Fusion Tempeature Trace element Calorific Value Volatile matter Sulfur Fixed carbon Dan Lain-lain
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 11 PT. GEOSERVICES, LTD
M MM
M MM Substansi batubara selain seperti yang diilustrasikan diatas, juga dapat digolongkan lagi
menjadi beberapa golongan substansi sepeti Proximate, Ultimate, dan petrografik.
Coal Proximate
Batubara dapat dibagi menjadi 4 bagian dalam proximate, dimana pada bagian organik batubara dibagi lagi menjadi 2 berdasarkan sifat penguapan atau keteruraian dengan pemanasan pada suhu tertentu dan waktu tertentu. Bagian Organik yang menguap atau terurai ketika batubara dipanaskan tanpa oksigen pada temperature 900 o Celsius digolongkan sebagai Volatile Matter. Sedangkan bagian organik batubara yang tetap pada pemanasan tersebut digolongkan sebagai Fixed Carbon atau karbon tetap. Volatile matter biasanya berasal dari struktur alifatik carbon yang mudah putus dengan thermal dekomposisi, sedangkan fixed carbon berasal dari gugus rantai carbon yang kuat seperti gugus aromatik. Semakin tinggi peringkat batubara semakin besar jumlah carbon yang membentuk aromatik, dan semakin tinggi juga fixed carbon dan semakin
M
FC MM
VM Moisture Ash / Mineral matter Volatile Matter Fixed Carbon Coal Proximate Moisture Ash / Mineral matter Carbon Hydrogen Nitrogen Sulfur Oksigen Moisture Ash / Mineral matter Vitrinite Liptinite / Exinite Inertinite Coal Ultimate Coal Maceral
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 12 PT. GEOSERVICES, LTD rendah Volatile Matter yang diperoleh. Oleh karena itu peringkat batubara dapat dilihat dengan penurunan Vlatile matter. Lihat illustrasi gambar struktur batubara di bawah ini
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi peringkat batubara semakin banyak struktur aromatiknya pada setiap cluster. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi peringkat semakin padat batubara tersebut dan semakin tinggi fixed carbonnya.
A Structural Model of Brown Coal Basic of Structural Units for Coals of various rank
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 13 PT. GEOSERVICES, LTD Coal Ultimate Pada penggolongan batubara ultimate, unsur moisture dan mineral matter tetap, tetapi unsur organiknya dibagi berdasarkan unsur pembentuk organik tersebut. Unsur- unsur pembentuk organik batubara terdiri dari Total Carbon, baik yang berasal gugus alifatik maupun yang berasal dari gugus aromatik, Kemudian Hidrogen (tidak termasuk hidrogen yang berasal dari air atau moisture. Kemudian Nitrogen, Sulfur, dan Oksigen. Dalam penentuannya Oksigen tidak secara langsung ditentukan melainkan dengan cara mengurangkan unsur organik yang 100% dikurangi dengan Carbon, Hidrogen, Nitrogen dan Sulfur.
Coal Maceral Pada penggolongan Coal Maceral, unsur moisture dan mineral matter tetap, akan tetapi unsur organiknya dibagi berdasarkan substansi pembentuk batubara yang terdiri dari 3 golongan atau grup maceral yaitu: Vitrinite, Exinite atau liptinite, dan Inertinite. Grup maceral ini didasarkan pada fosil atau bahan pembentuk batubara seperti daun, akar, batang, cutikula, spora, dan lain-lain. Grup maceral dan maceral yang terkandung dalam batubara dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Maceral Dalam Batubara Grup Maceral Maceral Vitrinite Telinite Collinite Vitrodetrinite Exinite / Liptinite Sporinite Cutinite Resinite Alginite Liptodetrinite Inertinite Micrinite Macrinite Semifusinite Fusinite Sclerotinite Inertodetrinite
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 14 PT. GEOSERVICES, LTD Vitrinite Vitrinite adalah maceral yang paling domonant dalam batubara. Maceral ini berasal dari batang pohon, cabang, atau dahan, tangkai, daun, dan akar tumbuhan pembentuk batubara. Nilai reflectan dari Vitrinite dijadikan penentu peringkat batubara, dan sering dikorelasikan dengan nilai volatile matter seperti yang terdapat pada ASTM standard. Liptinite Seperti namanya, Liptinite berasal dari spora, resin, alga, cutikula (yang terdapat pada permukaan daun) lilin/parafin, lemak dan minyak. Suberinite, tidak tercantum diatas, hanya terdapat pada batubara tersier. Maceral ini berasal dari substansi semacam gabus yang terdapat pada kulit kayu, dan pada permukaan akar, batang dan buah buahan. Fungsi dari maceral ini sebenarnya untuk mencegah pengeringan pada tanaman. Inertinite Material pembentuk inertinite sebenarnya sama dengan pembentuk Vitrinite. Yang membedakannya adalah historikal pembentukannya yang disebut fusination . Charring atau oksidasi pada saat proses pembentukan batubara berlangsung merupakan proses yang membedakan substansi Vitrinite dan Inertinite. Inertinite ini biasanya memiliki kadar carbon yang tinggi, hydrogen yang rendah serta derajat aromatisisty yang tinggi. Fusinite sering juga disebut sebagai mother of charcoal karena diidentikan dengan terjadinya forest fire pda saat dekomposisi batubara. Pada batubara Indonesia Maseral dari grup inertinite seperti sclerotinite banyak ditemukan dan biasanya berasal dari sisa-sisa atau fosil fungi.
Fusinite Cutinite Macrinite Sclerotinite Resinite Sporinite Telinite Fusinite dengan bogenstructur
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 15 PT. GEOSERVICES, LTD Grup tersebut terdiri dari sub-sub maceral yang lebih kecil lagi seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Coal Maceral
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 16 PT. GEOSERVICES, LTD II. KUALITAS BATUBARA DAN PENGUJIANNYA
1.0 PENGANTAR
Hasil dari analisa dan pengujian contoh batubara digunakan oleh Geologis eksplorasi untuk mengevaluasi apakah deposit batubara memiliki potensi untuk mensuplai pasar yang telah ada dan yang akan datang , dan feasibility study apakah layak untuk melakukan operasi penambangan pada cadangan batubara tersebut. J ika tambang batubara telah beroperasi, diperlukan pengendalian mutu dari produksi, untuk memonitor mutu produksi, dan untuk batubara yang dikapalkan apakah sesuai dengan persyaratan kontrak yang diminta. Pengujian yang dilakukan digunakan untuk menentukan karakteristik batubara sesuai dengan peringkat (rank) dan potensi pemanfaatannya, yang dapat terdiri dari ; Pengujian fisik, seperti Hardgrove Grindability Index, Relative Density, Sizing Analysis, Handling, Float & Sink Test. Pengujian kimia, seperti analisa proksimat, analisa ultimat, nilai kalori Pengujian pemanfaatan batubara thermal, seperti ash fusion, ash analysis untuk elemen mayor dan elemen mikro, trace element, fly ash properties. Evaluasi Petrografik.
2.0 Analisa Batubara Thermal
Berikut adalah analisa yang biasa dilakukan untuk mengevaluasi batubara batubara Thermal, Total moisture Moisture holding capacity Proximate analysis Ultimate analysis Total sulphur Form of sulphur Carbon dioxide Calorific value Chlorine Phosporus
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 17 PT. GEOSERVICES, LTD Relative density Hardgrove grindability index Abrasion index Ash analysis major element Trace element Ash fusion
2.1 Metode Standard Kebanyakan pengujian yang dilakukan pada batubara bersifat empiris. Hasil yang diperoleh tidak secara absolut mengukur sifat sifat intrinsik dari batubara tersebut, tetapi dengan melakukan perbandingan terhadap batubara batubara tertentu yang memiliki peringkat, jenis dan sifat analisa yang mirip atau berdekatan. Hal ini sangat jelas pada analisa proximate, HGI, abrasion index, dan ash fusion temperature. Nilai absolut diperoleh dari hasil analisa ultimate dan nilai kalori. Hasil analisa dari pengujian parameter tersebut biasanya dilaporkan dalam basis dry ash free (daf), dan pada basis ini hasil tersebut tergantung dari validitas nilai kadar air dan abu yang dilaporkan. Pengujian abu pada ash analysis dan ash fusion temperature tidak tergantung dari nilai kadar air tetapi tergantung pada bagaimana abu tersebut dipreparasi dari batubara. Berdasarkan pada analisa proksimat, terdapat beberapa perbedaan antara metode International Standard (ISO) dengan American Society of Testing Materials (ASTM). Keduanya digunakan secara luas di Indonesia. Moisture in the analysis sample : ASTM method : o Pengeringan contoh analisa dasar (general analysis sample) sampai berat konstan selama preparasi contoh. Dengan catatan pada preparasi contoh bahwa untuk lignit perlu diperjelas antara penentuan berat konstan dan invalidasi dari hasil analisa dari parameter lainnya yang dapat terpengaruh dengan membiarkan contoh dengan suhu yang meningkat pada waktu tertentu. Suhu dan waktu maksimum yang diperbolehkan adalah 40 C selama maksimum 14 jam. o Selama analisa, contoh dikeringkan di dalam oven pada suhu 107 C selama satu jam.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 18 PT. GEOSERVICES, LTD o Contoh dikeringkan dalam udara. Moisture in the analysis sample : ISO method : o Selama preparasi contoh, contoh analisa dasar hanya dikeringkan sampai contoh tersebut dialirkan melalui peralatan penggerus dan pembagi. Waktu pengeringan maksimum yang direkomendasikan adalah 6 jam pada 30 C atau 4 jam pada 40 C. o Selama analisa, contoh dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C sampai berat konstan. Untuk batubara Indonesia dapat tercapai dalam 3 jam. o Batubara dikeringkan dalam nitrogen bebas oksigen dan dalam minimum free space oven untuk mengurangi kemungkinan batubara teroksidasi. Ash in the analysis sample : ASTM method : o Kadar abu (ash) ditentukan pada suhu 750 C. o Tidak ada penentuan rate kenaikan suhu pada furnace sampai mencapai suhu yang dibutuhkan untuk kebanyakan jenis batubara. o J ika contoh mengandung mineral mineral pirit dan karbonat dalam kadar yang signifikan, sulit untuk dapat diperoleh nilai reprodusibilitas antar laboratorium yang memuaskan, kecuali furnace dipanaskan pada kenaikan suhu yang tertentu. J ika prosedur tersebut digunakan dan masih belum dapat memperoleh nilai duplikasi yang baik, maka hasil analisa abu dapat dilaporkan dalam basis sulpur free basis. Pada batubara indonesia dikarenakan kebanyakan memiliki pH yang rendah, maka kadar mineral karbonatnya sangat kecil atau tidak ada. Ash in the analysis sample : ISO method : o Kadar abu (ash) ditentukan pada suhu 815 C. o Furnace harus mencapai suhu 500 C dlam waktu 45 menit dari keadaan suhu kamar, dan mencapai suhu 815 C dalam waktu 45 menit. Volatile Matter in the analysis sample : ASTM method : o Batubara dipanaskan dalam cawan platina pada suhu 950 C selama 6 menit. o Metode juga membahas mengenai penanganan sparkling coal dimana terjadi kehilangan material batubara secara fisik dari contoh, yang
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 19 PT. GEOSERVICES, LTD disebabkan oleh moisture yang terlepas secara mendadak jika contoh langsung dipanaskan pada suhu 950 C. Metodenya adalah dengan memanaskan batubara secara bertahap pada suhu 600 C selama 6 menit, kemudian pada suhu 950 C selama 6 menit. o Tidak diterangkan mengenai udara di dalam furnace selama pengujian. Volatile Matter in the analysis sample : ISO method : o Batubara dipanaskan pada suhu 900 C selama 7 menit. o Pengujian menggunakan furnace dengan pintu tertutup rapat sehingga udara tidak dapat mengalir ke dalam furnace selama pengujian.
2.1.1. Diskusi Mengenai Metode Standard Batubara tidak mengandung abu, tetapi memiliki kandungan mineral (mineral matter), yang dalam kondisi pengujian secara thermal berubah menjadi residu tak terbakar yang dilaporkan sebagai kadar abu (ash). Selama pemanasan beberapa reaksi yang mungkin terjadi pada kandungan mineral batubara adalah ;
Dekomposisi pirit, 4FeS 2 +15 O 2 ----------- 2 Fe 2 O 3 +8 SO 3
Dekomposisi karbonat, CaCO 3 +panas ------------ CaO +CO 2
Fiksasi sulfur, CaO +SO 3 -------------- CaSO 4
Na2O + SO3 ------------- Na2SO4
Kekeliruan dalam menentukan tingkat kenaikan suhu seperti yang digambarkan pada metode standard dapat menimbulkan reaksi tersebut secara bertahap. Contoh dari efek mineralisasi pada hasil analisa abu batubara adalah sebagai berikut : 1. Di Victoria, Australia, kadar abu yang ditentukan dari batubara lignit adalah 3.9 %. Ketika batubara dibakar dalam boiler pembangkit tenaga listrik, kadar abu yang mengendap hanya sebesar 2 %. Penyelidikan menunjukkan bahwa kadar
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 20 PT. GEOSERVICES, LTD tinggi sodium dari batubara tersebut merupakan bagian dari struktur molekul batubara dan bukan merupakan bagian dari kandungan mineralnya. Pada aplikasi industri, sodium tersebut akan terbuang dari furnace dan tidak termasuk dalam reaksi. Dalam pengujian batubara sodium terfiksasi ke dalam abu. Metode khusus telah dikembangkan yaitu dengan merendam batubara dalam larutan asam untuk menghilangan kandungan larut asamnya, dan kadar abu ditentukan dari batubara yang telah direndam tersebut. Larutan asam yang digunakan untuk merendam batubara tersebut kemudian di analisa dan kadar abunya dilaporkan sebagai penjumlahan dari kadar kandungan mineral larut asam dan material yang tak terbakar setelah batubara direndam. Hasil ini sesuai dengan kadar abu dari pembakaran batubara dalam pembangkit listrik tersebut. 2. Di Thailand terdapat batubara dengan hasil analisa sebagai berikut : Moisture (ar) 32 % Ash (ad) 22 % Total Sulphur (ad) 4 % Calcium in ash 40 % On line anayser menunjukkan kadar abu 5 % lebih rendah dari kadar abu yang ditentukan menggunakan metode standard. Perbedaan terjadi karena fiksasi sulfur oleh kalsium dalam pengujian laboratorium. Untuk penentuan kadar volatile matter, apa yang ditentukan adalah berat yang hilang dari contoh ketika dipanaskan pada suhu dan waktu yang tertentu. J ika waktu dan suhu tidak diikuti dengan tepat, maka hasil analisa akan tidak sesuai dengan hasil jika persyaratan dalam metode standard diikuti. Dikarenakan metode standard ISO dan ASTM untuk analisa proksimat dapat memberikan hasil analisa yang berbeda secara signifikan, maka laporan analisa harus mencantumkan metode standard yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut. J ika sebagian dari contoh batubara, diperoleh dari pembagian contoh gross (gross sample) pada tahap terakhir preparasi contoh akan dikirim ke laboratorium lain, baik sebagai contoh uji profisiensi (round robin sample) atau sebagai contoh referee analysis, terdapat 95 % kemungkinan bahwa hasil analisa yang diperoleh akan berada dalam toleransi antar laboratorium jika kedua laboratorium tersebut menggunakan
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 21 PT. GEOSERVICES, LTD metode yang sama dan mengikuti secara tepat metode standard yang telah dipublikasikan tersebut.
3.0. Basis Pelaporan Hasil Analisa Analisa batubara dilaporkan untuk keperluan komersial dalam basis basis sebagai berikut ; As received basis (juga diartikan as sampled), air dry basis (basis dimana analisa dilakukan), atau dry basis (db).
Perhitungan analisa air dried basis ke basis lainnya : o Untuk mengkonversi dari air dried basis ke as received basis ; Kalikan nilai hasil analisa dalam air dried basis (adb) dengan faktor : (100 M ar) / (100 Mad) o Untuk mengkonversi dari air dried basis ke dry basis ; Kalikan nilai hasil analisa dalam air dried basis (adb) dengan faktor : 100 / (100 M ad) Dimana : M ar adalah total moisture dalam as received basis M ad adalah air dried moisture o Untuk mengkonversi dari as analysed basis ke air dried moisture yang berbeda ; 1. J ika M1 adalah moisture dari hasil analisa dan M2 adalah air dried moisture sesuai dengan yang dibutuhkan oleh hasil analisa, dan M1 >M2, kalikan hasil analisa dengan faktor :] (100 M2) / (100 M1) 2. J ika M1 <M2, kalikan hasil analisa dengan faktor : (100 M1) / (100 M2)
Batubara dapat didasarkan sebagai gabungan antara kandungan organik yang terkontaminasi oleh kandungan mineral dan moisture. Basis lain yang digunakan untuk mengevaluasi hasil analisa batubara dirancang untuk mengevaluasi perubahan yang terjadi dalam fraksi organik, dimana sifat fisik dan kimianya berubah selama proses pembatubaraan (coalification).
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 22 PT. GEOSERVICES, LTD Dry ash free basis , (daf) dihitung dengan mengkalikan hasil analisa dalam adb dengan faktor : 100 / {100 (M ad +A ad)} dimana M adalah moisture (%) dan A adalah kadar abu (%). Nilai kalori, volatile matter dan ultimat juga dapat dilaporkan dalam basis ini. Dry ash free basis (daf) digunakan dalam evaluasi peringkat batubara dan sebagai indikator dari kemungkinan oksidasi. Di Indonesia, nilai kalori (daf) dan volatile matter (daf) yang sangat tinggi dan sangat tidak sesuai menunjukkan kandungan maseral liptinite yang besar. Dry mineral matter free basis (dmmf) memberikan hasil pengukuran yang lebih presisi daf basis karena mineral matter (kandungan mineral) merupakan bagian yang substansial dari batubara. kandungan mineral dapat dihitung dengan rumus Parr ;
MM =1.08 A +0.55 S Dimana : MM : Mineral matter (%), A : ash (kadar abu, %), S : Sulphur (%). Basis dihitung dengan menggunakan faktor : 100 / {100 ( MM +M)}. Standard ISO tidak mengijinkan perhitungan dmmf jika kadar abu di atas 10 %. Catatan : adalah memungkinkan untuk menentukan kandungan mineral batubara secara langsung dengan menggunakan gelombang radio frekwensi. Moist and mineral matter free basis (mmmf), adalah basis yang digunakan untuk menentukan peringkat batubara dalam sistem klasifikasi ASTM. Moisture yang termasuk di dalamnya adalah equilibrium moisture (EQM) atau juga dkenal dengan moisture holding capacity (MHC) atau bed moisture. Hasil yang dilaporkan dalam basis ini sebagai equilibrium moisture adalah atas dasar sebagai bagian dari material organik pada tahap awal proses pembatubaraan (coalification).
3.1. Pelaporan hasil analisa Sangat esensial jika basis dari hasil analisa yang diperoleh dicantumkan dalam laporan analisa. Secara konvensional lignit dilaporkan dalam as received, air dried, dan dry basis. Sebelum mengkonversi ke daf, dmmf, atau mmmf basis,
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 23 PT. GEOSERVICES, LTD Karbon harus dikoreksi terhadap CO 2 yang diturunkan dari mineral mineral yang terkandung dalam batubara tersebut. Ini biasanya untuk batubara peringkat rendah. Hidrogen harus dikoreksi terhadap kadar air hidrat dari kandungan mineral (mineral matter). Volatile Matter harus dikoreksi terhadap CO 2 dan kadar air hidrat dari mineral matter. Total sulfur harus dikoreksi terhadap piritik sulfur dan sulfat sulfur. (ini adalah alasan mengapa faktor 0.55 S dimasukkan ke dalam rumus Parr).
4.0 BATUBARA PERINGKAT RENDAH
Sistem pengkodean ECE untuk batubara peringkat tinggi mendefinisikan batubara peringkat rendah sebagai; batubara dengan nilai kalori gross (moist, ash free basis) lebih rendah dari 24 MJ /Kg, dan rata rata acak vitrinite reflectance lebih rendah dari 0.6 %. Batubara memiliki peringkat yang lebih tinggi dimana nilai kalori grossnya lebih dari 24 MJ /Kg, dan rata rata acak vitrinite reflectance lebih tinggi dari 0.6 %.
24 MJ /Kg =5700 cal/g =10260 BTU/lb.
Definisi ini adalah untuk semua jenis batubara lignit dan sub bituminus yang di dalam sistem klasifikasi ASTM termasuk dalam batubara peringkat rendah. Batubara peringkat rendah dikarakterisasi dari tingginya struktur porus. Pengeringan batubara jenis ini untuk keperluan analisa akan mengecilkan volumenya dan bersifat ireversibel, dan mengakibatkan perubahan struktur batubara. Perubahan ini dapat menimbulkan komplikasi dalam pengujian batubara peringkat rendah. Pembahasan berikut ini menggambarkan analisa analisa yang dapat dilakukan untuk batubara thermal, dan keterbatasan hasil yang dapat diperoleh.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 24 PT. GEOSERVICES, LTD 5.0. Penentuan Kadar Air J enis jenis analisa untuk kadar air ( moisture ) untuk batubara adalah sebagai berikut : 1. Total Moisture 2. Moisture in the analysis sample 3. Equilibrium moisture 4. Transportable Moisture Limit. Ada beberapa jenis istilah kadar air yang non standard yang biasa berlaku pada batubara, seperti free moisture, yang serupa dengan analisa air drying loss dalam penentuan total moisture, dan surface moisture, yang juga dapat disamakan dengan air drying loss. Kedua istilah tersebut tidak begitu tepat, seperti yang diasumsikan bahwa adalah mungkin dengan menggunakan pengeringan udara untuk menghilangkan kadar air permukaan (surface mositure) secara selektif tanpa menghilangkan kadar air yang terikat dalam pori pori batubara. Definisi lainnya dari free moisture adalah selisih antara equilibrium moisture dengan total moisture.
5.1. Total Moisture Total moisture juga disebut sebagai as received moisture, atau as sampled moisture. Dan Bukan as fired moisture seperti yang digunakan dalam perhitungan pembakaran batubara. Total moisture didefinisikan sebagai semua moisture yang terdapat dalam batubara yang tidak terikat secara kimia dalam substansi batubara atau kandungan mineralnya (mineral matter). Total moisture ditentukan dengan mengunakan prosedur dua tahap baik pada metode standard ASTM dan ISO, dan digunaka sebagai bagian untuk mengkalkulasi hasil analisa dalam air dried basis menjadi as received basis, pada saat batubara diperdagangkan. Pengambilan sampel untuk keperluan perdagangan batubara harus sedekat mungkin dengan lokasi pemuatan batubara. Untuk batubara yang melalui proses trans shipment, contoh batubara untuk penentuan total moisture harus diambil dari atas kapal pengangkut (vessel). Tahap pertama penentuan total moisture adalah penentuan air drying loss, dan dapat terdiri dari satu tahap atau lebih.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 25 PT. GEOSERVICES, LTD ASTM mempersyaratkan bahwa seluruh contoh harus dikeringkan sampai berat konstan sebelum di gerus, dan setiap melalui proses penggerusan dan pembagian, contoh harus melalui proses pengonstanan berat kembali. Dalam ISO diijinkan untuk mengekstraksi contoh moisture sebanyak 10 increament dengan berat sesuai dengan ukuran top size dari batubara tersebut. Atau mengambil contoh yang terpisah untuk penentuan total moisture dan analisa dasar. Contoh total moisture dikeringkan dalam udara sampai mencapai berat konstan. Berat konstan didefinisikan sebagai laju kehilangan berat yang lebih kecil dari 0.1 % per jam. Oven pengering dapat digunakan dalam proses pengeringan, dan sebelum berat terakhir diambil untuk perhitungan air drying loss, contoh harus dibiarkan agar mencapai kondisi tekanan udara yang sama dengan kondisi laboratorium. J ika temperatur pengeringan adalah 40 C, maka pengkondisian memerlukan waktu 4 jam. Tahap kedua dari proses ini adalah penentuan residual moisture. Batubara yang telah dikeringkan dalam udara di gerus dan dilakukan pengujian residual moisture dengan metode standard yang sesuai ; ASTM mempersyaratkan ; 1. Pengeringan batubara ukuran top size 2.36 mm sampai berat konstan. Contoh ditimbang setiap 30 menit. 2. Pengeringan batubara ukuran top size 0.250 mm selama 1 jam pada suhu 107 C 3. Pengeringan 5 gram contoh batubara dengan ukuran top size 0.850 mm selama 1.5 jam. ISO mempersyaratkan ; 1. Pengeringan dalam oven dengan udara pada batubara dengan ukuran top size 10 mm. Metode menyatakan bahwa proses ini tidak sesuai untuk batubara peringkat rendah. 2. Pengeringan dalam oven menggunakan nitrogen untuk batubara ukuran minus 3 mm sebanyak 10 gram sampai berat konstan. 3. Penentuan volumetrik langsung dangan mendestilasi contoh menggunakan toluene. Metode ini memberikan hasil dengan bias yang besar, dan sebaiknya tidak digunakan.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 26 PT. GEOSERVICES, LTD
Reprodusibilitas : ASTM menentukan repeatability antar laboratorium sebesar 0.5 %, tetapi dengan catatan bahwa nilai ini tidak selalu dapat digunakan untuk batubara peringkat rendah. ISO tidak menentukan nilai toleransi reproducibility, dimana pengujian harus dilakukan pada laboratorium yang berbeda menggunakan sub contoh yang terpisah tanpa melalui proses penggerusan.
5.1.1. Perhitungan Total Moisture Total Moisture dihitung dengan rumus :
TM% =ADL +[RM X {(100-ADL)/100}] Bukan dengan menjumlahkan kedua komponen secara langsung. Dimana : TM =Total Moisture % ADL =Air Drying Loss % RM =Residual Moisture (%)
5.2. Moisture in The Analysis Sample Terdapat perbedaan yang mendasar antara ASTM dan ISO dalam prosedur preparasi contoh untuk penentuan moisture in the analysis sample. Dalam metode ASTM, contoh analisa dasar dan total moisture diperlakukan sebagai satu contoh, yang dapat dikeringkan pada waktu maksimum 14 jam. Dalam kondisi ini hasil analisa untuk moisture in the analysis sample dan residual moisture yang merupakan komponen dalam penentuan total moisture dapat memiliki nilai yang ekuivalen.
Dalam metode ISO, contoh total moisture diekstrak dari contoh utamanya, dan pengeringan contoh untuk analisa dasar dengan oven diizinkan dalam waktu yang terbatas. Dalam ISO tidak tercantum nilai reprodusibilitas untuk analisa moisture in the analysis sample, karena hasil analisa ini hanya digunakan untuk keperluan perhitungan dari satu basis ke basis lainnya. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa metode ASTM tidak sesuai untuk batubara peringkat rendah :
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 27 PT. GEOSERVICES, LTD
Gauger, dalam buku Chemistry of Coal Utilisation terbitan W. Lowry, menyebutkan bahwa metode standard ASTM disusun untuk keperluan komersial, padahal di Amerika batubara peringkat rendah tidak memiliki nilai komersial. Organisasi penelitian mineral Kanada, Canmet, melakukan evaluasi terhadap metode standard ASTM dan ISO dalam menentukan kadar moisture dalam batubara sub bituminus. Penelitian tersebut dipublikasikan oleh Hinds et al, dan kesimpulan utamanya adalah metode ASTM menghasilkan nilai analisa dengan reliabilitas yang lebih rendah dibandingkan metode ISO.
Keuntungan penerapan metode ASTM terhadap batubara peringkat rendah adalah, akan diperoleh nilai air dried moisture yang lebih rendah, sehingga nilai kalorinya menjadi naik (adb). Kebanyakan batubara di Indonesia diperdagangkan dengan spesifikasi untuk pensuplaian dalam air dried basis, dan banyak kontrak mempersyaratkan penggunaan metode ASTM. Setelah batubara selesai dimuat, penjual memiliki kendali yang kecil terhadap kemungkinan perubahan dalam total moisture, dan menjual dalam as received basis dapat mengakibatkan penjual berada dalam keadaan kerugian komersial.
Batubara di Australia terkadang diperdagangkan dalam air dried basis, tetapi spesifikasi untuk nilai kalori mencantumkan juga nilai air dried moisturenya dimana hasil ini dilaporkan. Permasalahan dalam menerapkan metode ASTM pada batubara peringkat rendah adalah proses pemanasan dapat mengakibatkan oksidasi, yang dapat menurunkan nilai kalori (db). Dari hasil penelitian di laboratorium PT GEOSERVICES Samarinda yang tidak dipublikasikan, menunjukkan bahwa pada kebanyakan batubara sub bituminus yang dianalisa mengunakan metode ASTM, nilai kalorinya lebih rendah 30 sampai 40 cal/g dibanding dengan jika batubara tersebut dianalisa menggunakan metode ISO.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 28 PT. GEOSERVICES, LTD Dapat disarankan bahwa prosedur pengeringan ASTM terhadap batubara peringkat rendah jangan digunakan. J ika hasil analisa perlu menggunakan metode ASTM, analisa dalam air dried basis harus dilaporkan menggunakan nilai residual moisture dari penentuan total moisture sebagai basis pelaporan hasil. Untuk contoh eksplorasi, hasil analisa air dried mositure menggunakan metode ISO menghasilkan data dengan variasi peringkat yang minor, dan hubungannya dengan hasil analisa nilai kalor adalah, juga dapat menjadi indikator terjadinya oksidasi. Analisa dengan metode ASTM cenderung memperkecil rentang hasil analisa moisture (ad) menjadi rentang yang lebih sempit, dan variasi peringkat yang minor tidak begitu tampak (jelas).
Inherent Moisture : Istilah ini secara luas diaplikasikan sebagai alternatif dari air dried moisture. Metode ASTM (DE388) mendefinisikan inherent moisture sebagai moisture holding capacity dari batubara. Australian Standard (AS 2418) mendefinisikan inherent moisture sebagai istilah yang tidak baku dalam analisa contoh batubara.
5.3. Equilibrium Moisture Equilibrium Moisture (EQM), ditentukan dari batubara di dalam kondisi atmosfer dengan kelembaban relatif sebesar 97 % pada temperatur 30 C. Secara efektif inilah yang disebut sebagai bed moisture atau in-situ moisture.
EQM merupakan basis untuk klasifikasi batubara dalam sistem klasifikasi ASTM.
EQM telah diteliti secara mendalam oleh Biro Pertambangan Amerika Serikat, dan laporan Investigasi RI 5695 meringkas hasil penemuannya. Gambar A.1, menunjukkan hubungan antara total moisture dan EQM dari 53 contoh batubara run-of mine (ROM). Diperoleh hubungan yang linier kecuali untuk batubara nomor. 13, 14, dan 15, dimana nilai total moisturenya (ash-free basis) lebih tinggi dari 40%. EQM dapat digunakan untuk mengestimasi total moisture batubara ROM dari analisa contoh borecore. Hasil penelitian dari CSIRO (Australia) menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak berlaku jika batubara memiliki kandungan sodium (sebagai NaCl) yang tinggi,. Atau sodium tersebut menyatu dengan struktur molekul batubara.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 29 PT. GEOSERVICES, LTD Gambar A.3 juga dari USBM RI 5695 menunjukkan hubungan antara EQM (ash- free basis) dan Nilai Kalori dalam BTU/lg (moist ash-free basis). Dengan tujuan untuk memperoleh nilai yang valid, adalah penting bahwa batubara sebaiknya tidak dikeringkan dibawah nilai EQM nya, sebelum dilakukan proses pengujian. J ika batubara peringkat rendah dikeringkan, batubara tersebut tidak dapat dibasahkan kembali ke level moisture awal ketika batubara tersebut belum malalui proses pengeringan. Gejala tersebut dapat ditunjukkan pada gambar A.4. USBM mempublikasikan data untuk penentuan EQM batubara dalam as received basis dan air dried basis. Ringkasan hasil tersebut adalah sebagai berikut :
Air dried EQM % As received EQM % Sub Bituminus B 20.9 22.0 Sub Bituminus C 22.2 24.2 Lignit 26.7 33.9
5.4 BATAS MOISTURE YANG DAPAT DIANGKUT (TRANSPORTABLE MOISTURE LIMIT)
Peraturan IMO (organisasi marine international) menetapkan sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa batubara yang diangkut dengan transportasi laut harus berada di bawah batas moisture yang dapat diangkutnya. Karena adanya ombak dan angin yang menerpa kapal, fraksi batubara yang halus dan moisture dapat terjatuh dari tumpukan batubara yang menyebabkan pembentukan lumpur yang dapat membahayakan kapal tersebut. Ada sebuah percobaan yang dilakukan di National Coal Board (Inggris) yaitu batubara berukuran minus 50 mm seberat 10 kg dimasukkan ke dalam sebuah tabung. Di dasar tabung ditaruh dua bola pingpong. Tabung tersebut diletakkan pada meja yang bergetar dan pengujian dilakukan dengan jumlah TM yang meningkat. Flow moisture (FM) ditentukan sebagai tingkat moisture pada saat bola pingpong naik menembus batubara. Batas moisture yang dapat diangkut adalah 90% dari nilai Flow moisture.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 30 PT. GEOSERVICES, LTD 6.0 CALORIFIC VALUE
Gross valorific value, dikenal juga sebagai Gross Specific Energy, pada volume konstan ditentukan dengan mengukur jumlah panas yang dikeluarkan ketika sebuah masa batubara yang telah diketahui dipanaskan sesuai dengan kondisi standar. Faktor konversi untuk unit yang dipakai sebagai lambang dari hasil adalah : 1.8 cal/g =1 BTU/lb 429.923 MJ /kg =1 BTU/lb 238.85 MJ /kg =1 cal/g 0.556 BTU/lb =1 cal/g cal/g adalah kalori per gram; atau kcal/kg adalah kilo kalori per kilogram MJ /kg adalah Megajoules per kilogram BTU/lb adalah British thermal units per pound
Keistimewaan batubara Indonesia adalah memiliki konsentrasi liptinite yang relatif tinggi. Perbedaan dalam nilai CV (daf) untuk kelompok-kelompok maceral beragam dalam tingkatan batubara. Pada batubara tingkat rendah terdapat perbedaan yang signifikan, tetapi semakin tinggi tingkatan batubara, analisis maceral cenderung menjadi lebih konsisten. Stach mengutip beberapa data untuk batubara J erman. VM% (daf) CV (daf) cal/g Batubara 1 Vitrinite 36.1 7925 Liptinite 68.8 8680 Inertinite 22.5 7841
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 31 PT. GEOSERVICES, LTD 6.1 NET CALORIFIC VALUE
Catatan ini berdasarkan pada bahan yang terdapat dalam manual training Shell Coal Quality Parameters dan Their Influences in Coal Utilisation. Ketika Gross Calorific Value ditentukan, setiap uap air yang dihasilkan baik dari perkembangan air dalam contoh batubara atau yang terbentuk oleh pembakaran hidrogen, dikonversikan menjadi cairan moisture dan panas yang terpendam dari penguapan telah diperoleh kembali. Dalam pembakaran batubara industri, air tetap sebagai uap dan panas dari penguapan hilang. Net Calorific Value dihitung dari Gross Calorific Value dan itu adalah panas yang dihasilkan dalam pembakaran batubara pada atmosfir yang konstan dengan kondisi semua air yang ada dalam sisa-sisa batubara sebagai bentuk uap air. Persamaan untuk menghitung net Calorific Value adalah : (i) ISO : Net CV (constant pressure) (MJ /kg) = Gross CV (constant volume) 0.212 (H) 0.0008 (O) 0.0245 (M) (ii) British Standard (BS) : Net CV (constant pressure) (MJ /kg) = Gross CV (constant volume) 0.212 (H) 0.0007 (O) 0.0244 (M) (iii) ASTM : Net CV (constant pressure) (MJ /kg) = Gross CV (constant volume) 0.024 [9(H) +(M)] dimana : H adalah % Hidrogen O adalah % Oksigen M adalah % Moisture Figure A.5 adalah nomogram yang dapat mengkonversikan Gross CV menjadi Net CV. Adalah hal yang mendasar jika menggunakan nomogram atau persamaan untuk menghitung net CV, seluruh analisis dikonversikan pada basis yang sama seperti yang dibutuhkan untuk net CV. Net CV dengan basis as received, sering ditetapkan dalam kontrak batubara, terutama untuk batubara peringkat rendah (lower rank coal). Tabel 1 memperlihatkan variasi antara net CV dan gross CV untuk batubara dari berbagai peringkat. Batubara peringkat rendah kehilangan presentase gross CV yang lebih besar.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 32 PT. GEOSERVICES, LTD
TABEL 1 NET CALORIFIC VALUE (RUMUS ISO)
Lignite Bitum. Anthr. Total Moisture ar % 30.0 12.0 4.0 Air dried moisture ad % 20.0 8.0 1.0 Mineral matter ad % 8.0 8.0 8.0 Volatile Matter ad % 50.0 35.0 5.0 Hidrogen dmmf % 5.5 5.0 3.0 Oksigen dmmf % 23.0 12.0 1.5 Gross CV dmmf MJ /kg 27.00 31.00 36.00 Db MJ /kg 24.30 28.30 33.09 Ad MJ /kg 19.44 26.04 32.76 Ar MJ /kg 17.01 24.91 31.77 Net CV ad MJ /kg 18.10 24.95 32.16 Reduction GCV to NCV ad 6.90 4.16 1.83 As % dari GCV
6.2 EFEK OKSIDASI Hasil oksidasi adalah penurunan nilai CV (daf). Ada batubara Australia yang kehilangan 5% dari nilai kalornya dalam waktu satu jam setelah digerus menjadi ukuran 0.2 mm. (Ada pula batubara Australia yang nilai CV-nya naik ketika batubaranya beroksidasi). Efek oksidasi terhadap batubara Kaltim memperlihatkan bahwa nilai CV (db) turun dari 6990 cal/g menjadi 6780 cal/g selama hampir tiga minggu setelah dipreparasi. Setengah dari penurunan nilai tersebut terjadi dalam dua hari pertama selama preparasi contoh. Oleh karena itu dianjurkan untuk mempertimbangkan efek pengeringan udara dan penyimpanan pada CV selama analisis. Pada laboratorium Samarinda sample tidak boleh digerus lebih dari 4 jam sebelum dibutuhkan untuk dianalisis.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 33 PT. GEOSERVICES, LTD
7.0 HARDGROVE GRINDABILITY INDEX Hasil-hasil HGI yang rendah membuat batubara Indonesia tidak menguntungkan dalam perdagangan internasional. Batubara peringkat rendah ini sulit diinterpretasi dan diperlukan penelitian tambahan untuk mengukur arti HGI dalam penggunaannya. Hardgrove Grindability Index, HGI, mengukur index kekerasan batubara dengan ring dan ball mill khusus. Dalam pengujian, 50 g batubara dengan ukuran partikel 1.18 + 0.600 mm diputar selama 60 putaran dengan beban yang standar. Contoh yang tertinggal disaring dengan saringan 0.075 mm dan HGI dihitung dari masa batubara 0.075 mm yang diambil selama penggerusan. Prosedur original untuk menghitung HGI : HGI =6.93 W +13 Dimana w adalah masa batubara dengan minus 0.075 mm setelah pengujian. Rumus ini masih digunakan dalam beberapa standar, tetapi baik metoda ISO dan ASTM menggunakan prosedur kalibrasi berdasarkan pada regresi analisis masa batubara 0.075 mm terhadap nilai HGI yang bersertifikat dalam 4 contoh yang diberikan oleh Badan standar nasional. Hubungan antara HGI dan peringkat batubara adalah sebuah kurva yang berbentuk huruf U terbalik : nilai-nilai maksimum didapatkan untuk batubara bituminous, sedangkan nilai yang rendah untuk lignites dan anthracites. Masih dipertanyakan apakah pengujian ini dapat digunakan pada batubara peringkat rendah. Dalam Analytical Methods for Coal and Coal Products Ed. C. Karr : Penggilingan untuk menggerus brown coal biasanya merupakan alat pengering pula. Namun demikian, batubara masih tetap basah ketika digerus karena tingkat kekeringannya belum tercapai hingga batubara menjadi sangat halus. Impact mills harus digunakan jika wet brown coal tidak menjadi kenyal ketika digerus. Mesin Hardgrove bukanlah merupakan alat yang cocok untuk pengujian ketergerusan brown coal. Metoda ini menyatakan bahwa batubara harus dikeringkan di udara dan brown coal yang sudah kering menjadi bubuk ketika digerus. J adi pengujian tersebut dapat memberikan hasil yang memadai, tetapi hasil-hasil ini tidak berhubungan dengan ketidakmampuan brown coal yang lembab dalam penggunaan impact mill. Tambahan untuk catatan mengenai hal ini adalah tulisan Zimmerman :
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 34 PT. GEOSERVICES, LTD Kemampuan pengerusan, kebutuhan tenaga untuk penggerusan dan kebutuhan kipas udara merupakan dasar dari penggunaan HGI. Dalam fasilitas pengujian pembakaran, ACIRL mempelajari kebutuhan tenaga penggerusan sebagai sebuah fungsi HGI. Beberapa batubara Indonesia diikutkan dalam penelitian ini. Untuk batubara Australia ada hubungannya sementara untuk batubara Indonesia membentuk populasi yang terpisah dan menunjukkan kebutuhan tenaga penggerusan lebih rendah daripada untuk batubara Australia dari hasil HGI yang sama.
Dalam USBM RI 5167, Ellman dan Belter menyatakan : Index Grindability merupakan ekspresi empiris yang relatif. Dalam prakteknya penggerusan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti surface moisture atau MHC, jenis peralatan, feed rate, feed size, tingkat kehalusan yang diinginkan dan variabel lainnya. J adi index grindability laboratorium tidak dapat digunakan sebagai sebuah indeks kuantitatif langsung dari kemampuan alat gerus. Terdapat pertukaran antara volatile matter dan tingkat kehalusan yang dibutuhkan dalam bahan bakar yang dipakai untuk membakar karbon. Pembicaraan pribadi dengan operator pabrik semen menyatakan bahwa mereka dapat mentolerir oversize (mass%), ekuivalen dengan 50% volatile matter (ad). Oversize yang lebih besar dapat ditolerir untuk batubara Indonesia yang memiliki nilai volatile yang tinggi dan memiliki proporsi reactive maceral yang tinggi (vitrinite dan liptinite) yang akan lebih membantu dalam pembakaran carbon. Diantara variabel yang paling penting yang mempengaruhi hasil-hasil HGI pada batubara sub-bituminous atau lignites adalah tingkat moisture dalam contoh yang telah diuji. USBM RI 5167, mempelajari variasi antara tingkat moisture dan hasil HGI pada serangkaian contoh lignite. Figure A.6 berasal dari penelitian tersebut dan merupakan jenis dari semua batubara yang ikut dalam penelitian tersebut. ASTM menerbitkan Metoda yang dianjurkan untuk Grindability batubara sub-bituminous dan lignite dengan menggunakan mesin Hardgrove (1984). Metoda tersebut disahkan hanya untuk informasi saja. Batubara sub-bituminous dan lignite dapat mengalami perubahan fisik ketika lapisan moisture aslinya hilang ketika contoh dipreparasi. Perubahan ini seringkali dapat merubah karakteristik grindability yang akan dilaporkan ketika diuji di laboratorium dan dapat menghasilkan indeks yang berbeda tergantung pada kondisi
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 35 PT. GEOSERVICES, LTD pengeringan dan tingkat moisture dari material yang digunakan untuk pengujian tersebut. Metoda yang dianjurkan, sejak dihilangkan dari standar ASTM dianjurkan melakukan serangkaian pengujian HGI pada tingkat moisture yang berbeda dan pembuatan grafik yang menghubungkan HGI dan moisture. Tidak semua batubara Indonesia merupakan batubara sub-bituminous atau lignite. Rentangan hasil-hasil yang lebih rendah pada batubara Kalimantan Selatan dikarenakan lithotypes batubara makro.
8.0 ANALISIS UNSUR-UNSUR ABU Unsur-unsur abu di bawah ini ditentukan : Silicon as SiO 2
Calcium as CaO Iron as Fe 2 O 3
Sodium as Na 2 O Manganese as Mn 3 O 4
Sulphur as SO 3
Aluminium as Al 2 O 3
Titanium as TiO 2
Magnesium as MgO Potassium as K 2 O Phosphorus as P 2 O 5
Dari unsur-unsur di atas, silicon, aluminium dan titanium diperkirakan bersifat asam, sementara yang lainnya sebagai basa. Ada sejumlah indeks yang dihitung untuk memperkirakan sifat-sifat fouling dan slagging dari abu ketika batubara tersebut dibakar dalam boiler-boiler industri. Beberapa sifat ini terdapat dalam Tabel 2 (menur Sanders).
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 36 PT. GEOSERVICES, LTD TABEL 2 PERKIRAAN PARAMETER SLAGGING DAN FOULING DALAM BOILER PEMANAS BATUBARA
Parameter Rumus 1. Total Coal Alkali {(Na 2 O +0.658 K 2 O) X Ash %}/ 100 2. Total Ash Alkali Na 2 O +0.658 K 2 O 3. Total Acid SiO 2 +TiO 2 +Al 2 O 3
4. Total Base Fe 2 O 3 +CaO +MgO +K 2 O +Na 2 O 5. Base/Acid Ratio (Fe 2 O 3 +CaO+MgO+K 2 O+Na 2 O)/ (SiO 2 +TiO 2 +Al 2 O 3 ) 6. Ferric/Lime Ratio Fe 2 O 3 / CaO 7. Dolomite Percent {(CaO+MgO)X100}/(Fe2O 3 +CaO+MgO+Na 2 O+K 2 O) 8. Ferric Dolomite Ratio Fe 2 O 3 / (CaO +MgO) 9. Silica Alumina Ratio SiO 2 /Al 2 O 3
10. Silica ratio SiO 2 / (SiO 2 +Fe 2 O 3 +CaO +MgO) 11. Slagging Factor (Asam/Basa) X % Sulphur dalam batubara 12. Fouling Factor (Asam Basa) X Na 2 O dalam abu
Tabel 3 (menurut Sanders), menggolongkan kekerasan yang diperkirakan menjadi faktor yang penting, dihitung dari ash analysis. Dalam prakteknya hal ini tidak selalu tersusun seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3. Penelitian yang dibuat oleh Electric Power Research Institute of USA, menghubungkan penampilan slagging dan fouling yang diperkirakan dengan yang diamati dalam praktek dan menyimpulkan indikator yang paling masuk akal dalam kandungan garam. Perhatikan pada bagian Appendix yang berhubungan dengan efek garam.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 37 PT. GEOSERVICES, LTD
TABEL 3 RANGKUMAN PARAMETER YANG SECARA SIGNIFIKAN MEMPENGARUHI FOULING AND SLAGGING J ENIS FOULING
Parameter Low Medium High Severe Rf =(Asam/Basa)X Na2O <0.2 0.2 0.5 0.5 1.0 >1.0 Na 2 O % <0.5 0.5 1.0 1.0 2.5 >2.5 Alkali total dalam % batubara <0.3 0.3 0.45 0.45 0.6 >0.6 Chlorine dalam batubara <0.2 0.2 0.3 0.3 0.5 >0.5
J ENIS SLAGGING Parameter Low Medium High Severe Rs =(Asam/Basa)X % S <0.6 0.6 2.0 2.0 2.6 >2.6 dalam batubara
Catatan : Terdapat dua jenis abu batubara : bituminous dan lignitic. Istilah ini mengacu pada komposisi abu. Abu lignitic memiliki SiO 2 kurang dari jumlah CaO% +Fe 2 O 3 % + Na 2 O%. Dalam abu jenis lignitic fouling factor-nya ditentukan sebagai % Na 2 O yang dimodifikasi menjadi : Low Medium High Severe Na 2 O% <2.0 2 6 6 8 >8
9.0 ASH FUSION TEMPERATURES Pengujian ini menggambarkan sifat empiris dari pengujian batubara. - Batubara yang diuji bukan batubara yang berada di dalam ruangan pembakaran. Contoh laboratorium adalah contoh homogen dari residu batubara setelah pembakaran pada kondisi yang standar. Apa yang berada dalam tungku pembakaran adalah satu jenis mineral matter.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 38 PT. GEOSERVICES, LTD - Kondisi ketika pengujian ini dijalankan harus benar-benar reducing (campuran hidrogen dengan karbon dioksida) atau benar-benar oxidizing (udara atau karbon dioksida). Dalam kondisi pembakaran yang menyala, atmosfir yang mengenai sebuah mineral dapat segera berubah dari benar-benar reducing, ketika karbon dibakar, menjadi oxidizing, ketika pembakaran sudah terjadi dan terdapat udara yang berlebih.
Kontrak batubara J epang selalu mencantumkan hasil-hasil oxidizing atmosphere. Kesulitan lain dalam perencanaan produksi adalah bahwa hasil-hasilnya bukan merupakan bahan tambahan. Boleh saja mencampur dua atau lebih batubara yang masing-masing sesuai dengan spesifikasi dan menghasilkan batubara yang tercampur dengan ash fusion temperatures yang lebih rendah dari setiap unsur. Dalam pengujian ini, abu batubara di cetak menjadi sebuah piramida dan diletakkan pada sebuah ubin tahan panas. Contoh tersebut dipanaskan pada 5C per menit mulai 900C sampai maksimum 1600C. Suhu-suhu tersebut dicatat jika profil karakteristik seperti dalam Figure A.7 tercapai. Untuk membantu pengidentifikasian, digunakan analisis imej komputer, rekaman fotografi atau rekaman video terhadap perkembangan pengujian. Empat suhu dicatat : initial deformation, spherical, hemispherical dan flow. Mineral dalam batubara yang paling keras adalah kaolin (china clay). Penambahan oksida dasar, sodium, potassium, calcium atau magnesium menurunkan titik leleh. Ferrous iron merupakan sebuah perubahan yang terus menerus dalam sistem silica/alumina. Efek dari penambahan ferric iron kurang diperhatikan. Inilah alasan pengujian dalam reducing atmosphere, dimana besi dikurangi dan oxidizing atmosphere, dimana besi teroksidasi. Hasil reducing atmosphere biasanya lebih rendah secara signifikan daripada oxidizing atmosphere. Unuma et al, (1986), menerbitkan sebuah penelitian tentang perubahan dalam struktur mineral yang terjadi ketika abu batubara dipanaskan selama pengujian dan terbentuk ash fusion, clay content dan kandungan feldspar dalam abu batubara.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 39 PT. GEOSERVICES, LTD Toleransi reproducibility yang diambil untuk deformation temperature adalah 80C. Australian Standard AS1038.15-1995 mengutip nilai-nilai reproducibility di bawah ini : Deformation Temp. Reproducibility <1300C 80 >1300C 150
Ash fusion temperature merupakan parameter kualitas dimana batubara Indonesia mengalami ketidak beruntungan komersial. Penolakan pembeli batubara telah diatasi untuk sebagian besar produsen batubara dengan membuat sebuah laporan tentang uji pembakaran dalam fasilitas pengujian pembakaran dimana penelitian dapat membuktikan adanya endapan, jenis kepadatan dan adherence.
Slagging index (SI) dapat dihitung dari data ash fusion. SI =0.8 DT +0.2 HT
dimana DT adalah deformation temperature, C, reducing atmosphere. HT adalah hemisphere temperature, C, reducing atmosphere.
Tabel 4 memperlihatkan kecenderungan slagging abu batubara, berdasarkan nilai SI.
TABEL 4 KECENDERUNGAN SLAGGING
SI C Kecenderungan Slagging >1340 Low 1230 1340 Medium 1050 1230 High <1050 Severe
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 40 PT. GEOSERVICES, LTD
Spero menyatakan : ash fusion temperature yang rendah cenderung meningkatkan potensi slagging. Meskipun sifat spesifik dari unsur-unsur abu, disain alat pembakar, kondisi pembakaran dan disain tungku biasanya memiliki pengaruh yang nyata atau lebih langsung pada karakteristik ash slagging. 10.0 ULTIMATE ANALYSIS Ultimate analysis memperlihatkan komposisi batubara dalam artian komposisi elementalnya : karbon, hidrogen, nitrogen, sulphur dan oksigen.
10.1 CARBON, HYDROGEN, OXYGEN Carbon, hidrogen dan oksigen tergantung pada peringkat batubara dan analisis vitrinite maceral biasanya akan cocok dalam ikatan batubara normal yang dibicarakan di bawah. Dalam batubara peringkat rendah, konsentrasi tinggi dari maceral liptinite dapat menyebabkan batubara berkumpul dibawah ikatan tersebut, yaitu batubara tersebut perhydrous. Konsentrasi yang tinggi dari inertinite maceral dapat menyebabkan batubara berkumpul di bawah ikatan batubara yaitu batubara tersebut sub-hydrous. Oksidasi atau pemanasan akan menyebabkan batubara berkumpul diluar ikatan batubara. Untuk penetapan karbon dan hidrogen batubara dibakar dan karbon dikonversikan menjadi CO 2 dan hidrogen dikonversikan menjadi H 2 O. J umlah CO 2 atau H 2 O dapat ditentukan secara gravimetric atau menggunakan Infra Red Gas Analysis. Oksigen biasanya dihitung berdasarkan perhitungan, meskipun ada metoda- metoda untuk penetapan langsungnya. Sifat-sifat ini penting dalam pembuatan kokas. Dalam pembakaran kandungan karbon dan hidrogen mempengaruhi tingkat laju gas dan persyaratan udara pembakaran. Sejumlah rumus telah dipublikasikan yang menghitung CV dan VM dari ultimate analysis. Seyler menyatakan bahwa : CV =388.12 H +123.92 C 4292 Persamaan ini menimbulkan nilai yang lebih rendah untuk nilai CV (adb) dari batubara Kalimantan Timur.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 41 PT. GEOSERVICES, LTD 10.2 SULPHUR Total Sulphur benar-benar bervariasi pada batubara Indonesia, mulai dari kurang dari 0.05% sampai lebih dari 2.0%. Hasil ini tergantung dari endapan dan lingkungan di endapan dalam rawa yang membentuk batubara. Nilai abu dan sulphur batubara yang rendah awalnya seperti gambut air tawar yang didasari oleh sedimen klastik air tawar yang tidak mengandung batu gamping. Nilai abu dan sulphur yang tinggi berhubungan dengan sedimentasi dalam payau atau lingkungan laut. Ketika air laut masuk ke rawa sulphate ion dalam air laut bercampur menjadi sulphide ion yang masuk ke dalam molekul batubara sebagai organic sulphur. Gambut tak perlu secara langsung bercampur dengan air laut, pergerakannya pada strata yang berdekatan dapat mempengaruhi sulphur dalam gambut. Dengan kondisi ini penyebaran sulphur tidak akan sama pada lapisan batubara dengan lapisan sulphur tinggi yang ditemukan bersebelahan pada roof and floor dari lapisan batubara. Pyritic sulphur yang tinggi banyak terdapat dalam gambut laut. Lingkungan endapan yang kaya kalsium dengan pH yang tinggi mendorong aktivitas dari sulphur yang mengurangi bakteri yang mendukung pembentukan iron pyrite. Keasaman tinggi, pH rendah, mendukung pembentukan abu yang rendah/batubara bersulphur rendah. Total Sulphur lebih sering ditentukan daripada unsur lainnya dalam ultimate analysis jika nilainya kurang dari 1%. Di bawah ini adalah tiga metoda untuk penetapan Total Sulphur : - Metoda Eschka dimana Sulphur ditentukan secara gravimetric sebagai barium sulphate. - Metoda pembakaran temperatur tinggi, dimana sulphur oxides dari pembakaran diserap ke dalam larutan hydrogen peroxide dan asam yang dihasilkan dititrasi dengan borate yang telah distandarisasi. Metoda ini tidak dipakai lagi dalam menentukan keasaman total dari uap yang terserap dan chlorine dilaporkan sebagai hydrochloric acid dalam penyerap. Penggunaan mercury oxycyanide untuk menutupi chlorine tidak lagi dilakukan. Untunglah, seluruh batubara Indonesia yang ditemukan memperlihatkan nilai chlorine kurang dari 0.01% sehingga metoda tersebut tetap dapat dipakai. J ika contoh yang telah di float/ sink diuji dalam bahan pelarut halogenated organic seperti perchloro ethylene atau bromoform, contoh-contoh tersebut menjadi terkontaminasi dengan chlorine
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 42 PT. GEOSERVICES, LTD berlevel tinggi yang tidak dapat dihilangkan dan metoda suhu tinggi titrasi asam/basa tak dapat dilakukan. - Metoda suhu tinggi dimana gas-gas pembakaran dianalisis dengan teknik infra- red.
Sulphur dalam coking coal. Maksimal hanya 1% yang ditentukan. 85% sulphur yang ada pada batubara. Ada dua efek yang mengganggu pada kokas ber-sulphur tinggi : a. Menaikkan kebutuhan batu gamping pada beban tanur tinggi. Penelitian ACIRL memperlihatkan sebuah peningkatan sebesar 0.1% dalam sulphur kokas yang menaikkan pemakaian kokas sampai 7 kg setiap ton dari besi gubal (pig iron) yang diproduksi. b. Penghilangan konversi besi menjadi baja benar-benar mahal dan memakan waktu lama, meskipun ada tehnik modern untuk memindahkan sulphur dari metal panas dengan external desulphurisation.
Sulphur dalam batubara thermal. Ketentuan lingkungan udara bersih membatasi jumlah SOx, sebuah campuran dari SO 2 dan SO 3 , yang dapat memasuki atmosfir dari pembakaran batubara atau minyak. Teknik yang paling umum untuk flue gas desulphurisation (FGD) adalah memberikan reaksi pada gas dengan larutan kapur, dimana SOx tertahan sebagai calcium sulphate. Beberapa negara membutuhkan pembangkit listrik yang baru agar cocok dengan FGD sebelum beroperasi. Sulphur yang masuk ke dalam tungku sudah tertentu sebagai alkali sulphate dan beberapa sulphur terserap ke atas permukaan partikel fly ash. Sekitar 90% sulphur yang masuk ke dalam tungku berubah menjadi bentuk gas sebagai SOx.
Standar emisi untuk SOx pada negara-negara APEC terangkum dalam Tabel 5.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 43 PT. GEOSERVICES, LTD TABEL 5 STANDAR EMISI SOx (APEC: J anuary 1997)
Negara SOx
Canada 260g/GJ China <1% S: 1960 mg/(N) m 3
>1%S : 1120mg/(N) m 3
Hong Kong 1960 mg/(N)m 3 (sebelum 1991) 190 mg/(N)m 3 (setelah 1991) Indonesia 1400 mg/(N)m 3 (sebelum 2000) 700 mg/(N)mg 3 (setelah 2000) J apan Batas cerobong asap : 210mg/(N) m 3
Korea 1330 mg/(N) m 3 untuk batubara yang diimpor USA Biasanya 510 g/GJ Faktor konversi : ppm, SOx sebagai SO 2 =mg.(N)m 3 3x0.350 N berhubungan dengan gas kering pada 0C, 101.3 kPa dan 12% CO 2 .
Sulphur dalam batubara untuk pembuatan semen. Pada pabrik semen konvensional nilai Sulphur yang tinggi dapat ditolerir karena SOx bereaksi dengan komponen lain dan tidak mengeluarkan pembakaran dalam bentuk gas. Nilai SOx yang tinggi dapat bereaksi dengan unsur alkalin dan menyebabkan masalah endapaN suhu rendah, yang dapat menyumbat jalan keluar dari calciner.
Slagging suhu rendah. Dalam Tabel 2 dan 3, beberapa faktor slagging yang dicantumkan mencakup sulphur dalam perhitungannya. Batubara ber-sulphur tinggi dengan unsur abu yang mengandung besi dan sodium oksida yang tinggi, menyebabkan slagging suhu rendah, yang membentuk garam ganda FeSO 4 .Na 2 SO 4 , yang meleleh pada 600-900C.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 44 PT. GEOSERVICES, LTD 10.2.1 FORMS OF SULPHUR Sulphur terjadi dalam batubara sebagai organic, pyritic atau sulphate sulphur. Pyritic sulphur ditentukan secara tidak langsung dari perbedaan dalam besi yang larut dalam asam nitrat dan besi yang larut dalam asam hidroklorik. Sulphate sulphur ditentukan dengan metoda gravimetric. Organic sulphur ditentukan dengan perhitungan. Kandungan sulphate sulphur pada batubara Indonesia biasanya kurang dari 0.1%. Pentingnya forms of sulphur adalah bahwa forms of sulphur dapat mengurangi total sulphur pada preparasi batubara. Besi pyrite, Fe 2 S, memiliki nilai relative density 5 dan jika dapat dilepaskan, dapat dipindahkan dengan proses separasi berbasis gaya berat. (Dapat juga dipindahkan dalam froth flotation dalam batubara halus dengan selektif mengapungkan pyrite sebelum proses ash reducing flotation.) Apakah dapat dipindahkan tergantung pada cara dan metoda kejadiannya. J ika terjadi karena partikel yang tersebar secara halus, masuk ke dalam batubara, maka tidak dapat dilepaskan dan tidak dapat dikurangi. Dengan kondisi ini harus dianggap sejalan dengan organic sulphur. J ika terjadi seperti lapisan atau partikel yang relatif keras dapat dilepaskan. Kondisi ini sering kali berlaku ketika pyrite diendapkan sebagai adventitious ash ke dalam bidang paku dan selimut. Kesulitan dengan batubara yang terendap dalam lingkungan laut atau berkalsium tinggi adalah bahwa kondisi tersebut selalu membentuk tellinite (vitrinite). Karenanya dengan mencuci batubara ini memusatkan vitritnite dan hal ini tidaklah aneh bagi abu rendah yang dengan mudah menyebarkan fraksi batubara menjadi lebih tinggi dalam total sulphur daripada batubara run-of-mine. Reaksi penting adalah hidrolisis dari FeS 2 : 4 FeS 2 +15 O 2 +14 H 2 O 4 Fe (OH) 3 +8 H 2 SO 4 Asam sulfat yang merupakan produk penurunan dari reaksi ini dapat menyebabkan masalah lingkungan karena mengalirkan pembuangan asam dari daerah stockpile, diperlukan pengontrolan pH pada air yang mengalir dalam tiap pabrik pengolahan batubara untuk mengurangi masalah korosi. Masalahnya menjadi penting dimana lapisan bersulphur tinggi bersebelahan dengan roof atau floor yang tidak termasuk produk yang dapat dijual. Pyritic sulphur tinggi biasanya berhubungan dengan kerentanan yang meningkat pada spontaneous combustion. Panas dari cairan asam sulphur yang dihasilkan dalam
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 45 PT. GEOSERVICES, LTD reaksi hidrolisisi tidak cukup untuk menaikkan suhu batubara agar membuat percepatan oksidasi batubara, mekanisme yang diterima adalah reaksi hidrolis yang menyebabkan partikel pyrite mengembang dan mematahkan partikel batubara. Panas oksidasi dari permukaan yang benar-benar terpapar yang menyebabkan masalah spontaneous combustion dalam batubara yang mengandung pyrite.
10.3 NITROGEN
Nitrogen ada pada batubara peringkat tinggi karena pyridine bergabung dengan struktur aromatik. Pada batubara peringkat rendah nitrogen dapat menjadi amines yang bercampur dengan fraksi aliphatic. Berasal dari bagian struktur tanaman atau dari bakteri yang ada di rawa gambut. Selama pembakaran terbentuk oksida dari nitrogen (NOx). J ika keluar dari boiler dapat menyebabkan hujan asam atau kabut fotosintesis. Untuk keamanan lingkungan ada batas yang diperbolehkan untuk jumlah NOx yang dapat dikeluarkan. Penetapan laboratoriumnya mencakup penentuan nitrogen secara katalis sebagai ammonia dan destilasi uap ammonia yang terserap ke dalam sebuah larutan asam standar. Penetapan titrimetrik dari asam yang tak berreaksi membolehkan kalkulasi nitrogen dalam batubara. Spero menyatakan :Produksi NOx selama pembakaran batubara merupakan fenomena kompleks dalam karakteristik kimia batubara, tetapi lebih khususnya, pada karakteristik pembakar dari boiler. NOx yang dihasilkan pada pembakaran berasal dari oksidasi nitrogen dalam udara, sebagai NOx thermal. Faktor yang paling penting dalam pembakaran batubara yang mempengaruhi NOx adalah kondisi api dalam burner, terutama konsentrasi oksigen dan suhu api. Sekitar 95% dari seluruh NOx terdiri dari nitric oxide (NO), sisanya terdiri dari nitrogen dioksida (NO 2 ) dengan trace nitrous oxides (N 2 O). Pekerjaan yang dilaporkan oleh ACIRL menyimpulkan bahwa untuk satu set kondisi pembakaran : - NOx cenderung naik seiring dengan meningkatnya ratio bahan bakar. - Tak ada hubungan antara NOx dan kandungan nitrogen dari batubara.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 46 PT. GEOSERVICES, LTD Tabel 6 memperlihatkan standar emisi NOx yang digunakan di negara-negara APEC.
TABEL 6 STANDAR EMISI NOx (APEC J anuary 1997)
Negara Batas NOx
Canada 170 g/GJ China 520 mg/(N)m 3
Hong Kong 2050 mg/(N)m 3 (sebelum 1991) 620 mg/(N)m 3 (sesudah 1991) Indonesia 1590 mg/(N)m 3 (sebelum 2000) 790 mg/(N)m 3 (sesudah 2000) J apan 380 mg/(N)m 3
Korea 670 mg/(N)m 3
USA Tangentialy fired : 195g/GJ Wall fired : 215 G/GJ Faktor konversi: ppm NOx sebagai NO 2 =mg/(N) m 3 X 0.487 Dalam boiler konvensional emisi oksida nitrogen diminimalkan melalui disain burner dan pengendalian kondisi pembakaran. Tingkat emisi dalam rentang antara 250 ppm sampai 400 ppm. Dalam teknologi yang lebih baru yang dibahas di bawah ini, emisi NOx rendah karena penggunaan suhu yang rendah dan kondisi reducing dalam gasifier. Biasanya jumlah NOx dari PFBC dan IGCC kurang dari 100 ppm. Sayangnya, kondisi yang membatasi pembentukan NO dan NO 2 , mendukung pembentukan N 2 O, seperti gas rumah kaca yang 310 kali lebih buruk dari pada CO 2 . Konsentrasi N 2 O untuk berbagai teknologi adalah : N 2 O (kg/MWh) Sub-critical 0.06 Super critical 0.06 PFBC 0.05 1.0 IGCC 0.05 1.0 Gas fired CC 0.02
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 47 PT. GEOSERVICES, LTD 11.0 RELATIVE DENSITY Relative Density ditetapkan untuk memperkirakan tonase cadangan setelah volume cadangan ditentukan dengan pengeboran. Diperlukan dua nilai, apparent relative density (ARD) atau relative density. Relative Density adalah sebuah nilai yang tak besar, perbandingan masa material yang diuji dengan masa volume air yang sama pada suhu yang sama.
11.1 APPARENT RELATIVE DENSITY Dalam penetapan ARD, lump coal, baik lapisan borecore atau dari contoh produksi ditimbang di udara dan di dalam air. ARD dihitung dengan membagi masa dalam udara dengan berat yang hilang ketika contoh itu ditimbang dalam air. Pembatasan pengujian dibatasi pada lump coal, berukuran +5 mm karena partikel yang lebih halus tidak dapat tertinggal dalam tabung yang digunakan untuk menentukan berat dalam air. Dan jika ada mineral matter yang turun dalam air, material ini hilang karena rusak ketika contoh tersebut ditimbang dalam air. Nilai yang didapatkan lebih rendah daripada yang didapatkan ketika contoh tersebut diuji dalam piknometer karena masih ada udara yang tertinggal dalam pori-pori batubara. Untuk penetapan relative density dapat saja mengkorelasikan abu dengan ARD dan jika hubungan ini terjadi, dapat saja menggunakan nilai yang diasumsikan untuk ARD berdasarkan pada kandungan abu.
11.2 RELATIVE DENSITY DALAM CONTOH YANG SUDAH DIPREPARASI
Dalam penentuan RD, contoh batubara yang sudah digerus ditaruh di dalam sebuah piknometer dengan sedikit air dan wetting agent. Botol RD lalu dipindahkan ke dalam sebuah vacuum desiccator dengan tekanan rendah sampai pori-pori batubara tidak mengandung udara. Catatan : Nilai yang ditentukan bukanlah nilai RD yang sesungguhnya karena ada kapilaritas dalam batubara yang secara fisik terlalu kecil untuk dapat dimasuki wetting agent. RD yang sesungguhnya dapat ditentukan dalam media helium dengan menggunakan porosimeter. Untuk nilai abu kurang dari 40% ada regresi linier antara abu dan RD dalam bentuk : RD =k +abu/100
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 48 PT. GEOSERVICES, LTD Nilai k adalah tergantung tingkatan batubara. Untuk batubara peringkat rendah dari Kalimantan Timur, nilainya adalah 1.28. Untuk lignites, nilainya adalah 1.33. Untuk batubara peringkat tinggi dari Kalimantan Selatan nilainya adalah 1.26. Batubara bituminous dengan volatile tinggi memperlihatkan nilai k = 1.22, meningkat sampai 1.29 dalam batubara bituminous volatile medium. Untuk anthracites nilainya adalah 1.65 sampai 1.70. Hubungannya tidak termasuk untuk batubara yang banyak mengandung pyrite, yang memiliki nilai RD rata-rata. J adi batubara ini memiliki RD yang lebih tinggi daripada yang ditunjukkan dengan pertimbangan hanya tingkat abu. Hubungan ini tidak termasuk bagi batubara dengan konsentrasi resinite yang tinggi. Nilai yang lebih rendah daripada yang diperkirakan dicapai. J ika abu melebihi 45% (perkiraan) grafik % abu vs Rd menjadi curvilinear. J ika % abu diplotkan dengan 1/RD, grafik yang dihasilkan tetap linear. RD digunakan dalam perhitungan borecore dengan penggunaan faktor (panjang lapisan dikalikan dengan RD) untuk memberikan proporsi masa relatif dari setiap lapisan dalam seluruh lapisan. Sanders menyediakan persamaan berikut untuk mengkonversikan RD yang ditentukan pada batubara air dried menjadi RD in-situ :
R Dad X (100 Mad) RD (in situ) =------------------------------------------------ 100 +RDad X (Min situ Mad) M (in situ)
dimana Mad adalah air dried moisture M (in situ) adalah moisture holding capacity
Dapat diperlihatkan dengan menggunakan hubungan ini jika : RD ad =1.31, Mad =11.0% dan M in situ =14% maka RD in situ =1.296
Perbedaan ini tidak memiliki arti untuk batubara sub-bituminous atau batubara bituminous, tetapi untuk lignite perbedaan ini dapat memiliki arti. Oleh karena itu perhitungan lignite borecore didasarkan hanya pada panjangnya untuk menggambarkan proporsi masa dari tiap lapisan.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 49 PT. GEOSERVICES, LTD
12.0 MINOR ELEMENTS
Minor element yang penting secara rutin ditentukan pada batubara thermal termasuk phosphorus, chlorine, fluorine dan trace elements.
12.1 PHOSPHORUS
Phosphorus ditentukan sebagai P 2 O 5 dalam analisis unsur-unsur abu tetapi phosphorus dalam batubara yang dihitung dari hasil P 2 O 5 lebih sering dibutuhkan daripada ash analysis yang lengkap. Konsentrasi phosphorus yang tinggi menyebabkan penambahan endapan pada tabung boiler yang menurunkan panas yang ada pada dinding tabung. Tingkat phosphorus yang sangat rendah dibutuhkan dalam batubara yang digunakan untuk peleburan non-ferrous misalnya pabrik biji nikel.
12.2 CHLORINE
Chlorine paling baik ditetapkan dengan metoda Eschka. Pada reducing atmosphere dalam boiler industri, chlorine dapat terubah menjadi hydrochloric acid, HCl, yang dapat menyebabkan gangguan pada tabung boiler.
12.3 FLUORINE
Ketentuan udara bersih membatasi konsentrasi HF yang diperbolehkan, berdasarkan ini konsentrasi maksimal fluorine yang diperbolehkan dalam batubara dapat dihitung. Meminimalkan jatuhnya fluorine merupakan hal yang penting dalam bidang pertanian. Misalnya perlindungan tumbuhan nanas di Hawaii dan perlindungan kebun anggur di daerah Hunter Valley di Australia. Pada kedua daerah tersebut terdapat fasilitas pembakaran batubara yang memiliki spesifikasi fluorine yang tinggi dan pemantauan reguler terhadap mutu udara ambient.
Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 50 PT. GEOSERVICES, LTD 12.4 TRACE ELEMENTS
Trace element dapat dikaitkan dengan unsur batubara atau dengan mineral matter yang ada. Dengan meningkatkan penekanan terhadap dampak lingkungan dari perkembangan industri penetapan nilai-nilai konsentrasi trace element saat ini rutin dikerjakan. J enis elemen yang ditetapkan adalah : - Beryllium, cadmium, cobalt, silver, lead, lithium: ditetapkan pada abu dengan menggunakan AAS. - Barium, vanadium, strontium, zirconium, zinc, nickel, rubidium, copper, chromium : ditetapkan pada abu dengan menggunakan XRF. - Arsenic, selenium : ditetapkan pada batubara dengan menggunakan hydride generation dan AAS. - Mercury, ditetapkan pada batubara dengan menggunakan vapour generation, AAS.