Professional Documents
Culture Documents
(Roche), Kaftrim
(Dexa Medica), Sanprima
(Sanbe), Triminex
(Konimex)
Bentuk sediaan :
Tablet ( 80 mg Trimethoprim 400 mg Sulfamethoxazole
Kaplet Forte (160 mg Trimethoprim 800 mg Sulfamethoxazole )
Sirup suspensi ( Tiap 5 ml mengandung 40 mg Trimethoprim 200 mg Sulfamethoxazole)
Penggunaan:
Dosis yang digunakan untuk dewasa yaitu 2 tablet biasa (trimetoprim 80 mg +
sulfametoksazol 400 mg) tiap 12 jam atau 1 tablet forte (trimetoprim 160 mg +
sulfametoksazol 800 mg) tiap 12 jam.
Pada anak-anak digunakan bentuk sirup 2 x sehari 6mg, dan diberikan segera setelah makan.
- 5 bln 2,5 ml
- 6 bln-5th 5ml
- 6th-12th 5-10ml
Mekanisme Kerja : menghambat reaksi enzimatik obligat pada 2 tahap berurutan pada
mikroba, sehingga kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim memberikan efek energi.
Sulfonamid (sulfametoksazol) menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekul
asam folat. Trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat, yang penying untuk pemindahan satu atom C seperti pada pembentukan basa
purin (adenin, guanin, timidin) dan beberapa asam amino (metionin, glisin).
Indikasi : ISK tanpa komplikasi, efektif untuk gram positif dan negative, bronchitis kronis,
pneumonia, diare
Kontraindikasi : kerusakan parenkim hati, gagal ginjal berat, hamil, hipersensitifitas.
Farmakokinetik :
- Absorbsi melalui saluran cerna cepat dan lengkap
- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 2 jam untuk trimetoprim dan 4 jam untuk
sulfametoksazol.
- Waktu paruh 11jam untuk trimetoprim dan 10 jam untuk sulfametoksazol
- Distribusi cepat ke seluruh jaringan, termasuk SSP, saliva, dan empedu yang kadarnya
cukup tinggi
- Ekskresi terutama melalui urin, dan perlu perhatian kerusakan ginjal.
Efek samping:
- Gangguan pencernaan (mual, muntah, anoreksia)
- Reaksi dermatologi (rash atau urtikaria)
Paracetamol
Digunakan sebagai analgetik
Nama paten : Pamol, deconal, pyrex, parasetamol, praxium
Bentuk sediaan: dropp, inf, sirup 120mg/5ml, tablet 500mg, rectal tube
Penggunaan :
- Sirup : 3-4x/hari
< 1 th : 2,5ml
2-6 th : 5ml
7-12 h : 10ml
- Tablet : dewasa 3-4x/hari, 1-2 tab
Mekanisme Kerja : menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat
menjadi PGG
2
terganggu. Pada paracetamol, hambatan biosintesis prostaglandin hanya
terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi
biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit, sehingga efek anti
inflamasi paracetamol tidak ada.
Indikasi : Nyeri dan demam, sakit gigi, sakit kepala, nyeri akibat arthritis dan nyeri rematik
Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati berat
Farmakokinetik :
- Diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna
- Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu jam dan masa paruh plasma
antara 1-3 jam
- Dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati, dapat mengalami hidroksilasi
- Diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai paracetamol, dan sebagian besar dalam
bentuk terkonjugasi
Efek samping : Reaksi hematologis, reaksi kulit, dan reaksi alergi
Pharyngitis
Definisi
Faringitis adalah suatu radang pada tenggorokan (faring) yang biasanya disebabkan oleh
infeksi akut.
Keluhan yang sering timbul adalah nyeri telan, mual, dan muntah. Gejala-gejala ini juga biasa
disertai dengan demam setinggi 40
0
C. Nyeri faring dapat terjadi ringan sampai berat,
sehingga penderita susah menelan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran tonsil, eksudasi, dan eritema faring. Pada
tonsil tampak kemerahan difus dan bintik-bintik petakie palatum lunak dan limfadenitis atau
eksudasi anterior. Ingus hidung mukoserous. Selain itu, ditemukan pembesaran getah bening
di leher.
Faringitis Virus Faringitis Bakteri
Biasanya tidak ditemukan nanah di
tenggorokan
Sering ditemukan nanah di tenggorokan
Demam ringan atau tanpa demam Demam ringan sampai sedang
Jumlah sel darah putih normal atau agak
meningkat
Jumlah sel darah putih meningkat ringan
sampai sedang
Kelenjar getah bening normal atau sedikit
membesar
Pembengkakan ringan sampai sedang pada
kelenjar getah bening
Tes apus tenggorokan memberikan hasil
negatif
Tes apus tenggorokan memberikan hasil
positif
untuk strep throat
Pada biakan di laboratorium tidak tumbuh
bakteri
Bakteri tumbuh pada biakan di laboratorium
Pengobatan
Terapi faringitis oleh sebab Streptococcus grup -A
A. Lini Pertama Penisilin G (untuk pasien yang tidak dapat
menyelesaikan terapi oral selama 10 hari)
Penisilin VK
1 x 1,2 juta U i.m.
1 dosis
Amoksisilin (Klavulanat) 3x500 mg selama 10
hari
Anak : 2-3 kali 250 mg
Dewasa : 2-3 kali500 mg
Anak : 3 x 250 mg
Dewasa : 3 x 500 mg
10 hari
10 hari
Lini Kedua Eritromisin (untuk pasien alergi Penisilin)
atau Klaritromisin
Cefalosporin generasi satu atau dua
Levofloxasin (hindari pada anak amupun wanita
hamil)
Anak : 4 x 250 mg
Dewasa : 4 x 500 mg
Bervariasi sesuai agen
10 hari
5 hari
10 hari
Peresepan
R/ Amoxycilin tab mg 500 No. XV
3 dd tab 1
R/ Paracetamol tab mg 500 No X
prn (1-3) dd tab I agrediente febre
Pro : Tn. G (27 th)
Mekanisme obat
Amoxycillin
Antibiotik beta
laktam
Kapsul atau tablet :
250mg; 500mg
Sirup kering:
125mg/ 5ml
Pengobatan infeksi
yang disebabkan
organism yang
sesuai; termasuk
infeksi saluran
pernafasan; infeksi
saluran kemih;
infeksi klamidia;
sinusitis; eradikasi
Helicobacter pylori.
Pola resistensi
antibiotik setempat
dipertimbangkan
Antibiotik penisilin
spektrum luas.
Menggantikan
ampisilin karena
penyerapan yang
lebih baik, efek
samping lebih
sedikit.
Indikasi obat : infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas atas, bronchitis, pneumonia, otitis
media, abses gigi, dan infeksi rongga mulut lainnya, osteomielitis, endokarditis, profilaksis
paska splenektomi, infeksi ginekologis, gonorrhea, eradikasi Helicobacter pylori, antrax
Mekanisme Kerja : menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis
dinding sel mikroba. Obat bergabung dengan penisilin-binding protein (PBP
3
) pada kuman.
Hal ini menyebabkan terjadinya hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses
transpeptidase antar rantai peptidoglikan terganggu. Kemudian terjadi aktivasi enzim
proteolitik pada dinding sel.
Kontraindikasi Obat: hipersensitif terhadap penisilin
Farmakokinetik : Absorpsi amoksisilin di saluran cerna lebih baik dari ampisilin. Dengan
dosis oral yang sama, amoksisilin mencapai kadar dalam darah yang tingginya kira-kira 2 kali
lebih tinggi daripada yang dicapai oleh ampisilin. Sedang masa paruh eliminasi kedua obat
ini hampir sama. Penyerapan ampisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung,
sedangkan amoksisilin tidak.
Efek samping : Pada hipersensitifitas terjadi reaksi alergi seperti urtikaria, pruritus,
angioedema, dan gangguan saluran cerna seperti diare, mual, muntah, glositis, stomatitis.
Paracetamol
Nama paten : Pamol, deconal, pyrex, parasetamol, praxium
Bentuk sediaan: dropp, inf, sirup 120mg/5ml, tablet 500mg, rectal tube
Penggunaan :
a. Sirup : 3-4x/hari
< 1 th : 2,5ml
2-6 th : 5ml
7-12 th : 10ml
b. Tablet : dewasa 3-4x/hari, 1-2 tab
Mekanisme Kerja : menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat
menjadi PGG
2
terganggu. Pada paracetamol, hambatan biosintesis
prostaglandin hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid
seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak
peroksid yang dihasilkan oleh leukosit, sehingga efek anti inflamasi
paracetamol tidak ada.
Indikasi : Nyeri dan demam, sakit gigi, sakit kepala, nyeri akibat arthritis dan nyeri rematik
Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati berat
Farmakokinetik :
- Diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna
- Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu jam dan masa paruh
plasma antara 1-3 jam
- Dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati, dapat mengalami hidroksilasi
- Diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai paracetamol, dan sebagian besar
dalam bentuk terkonjugasi
Efek samping : Reaksi hematologis, reaksi kulit, dan reaksi alergi
Urtikaria
Definsi
kondisi kelainan kulit berupa reaksi vaskular terhadap bermacam-macam sebab, biasanya
disebabkan oleh suatu reaksi alergi, yang mempunyai ciri-ciri berupa kulit kemerahan
(eritema) dengan sedikit oedem atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul
secara cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan
Meskipun pada umumnya penyebab urtikaria diketahui karena rekasi alergi terhadap alergen
tertentu, tetapi pada kondisi lain dimana tidak diketahui penyebabnya secara signifikan, maka
dikenal istilah urtikaria idiopatik. Eritema berbatas tegas dan edema yang melibatkan dermis
dan epidermis yang sangat gatal. Urtikaria dapat bersifat akut (berlangsung kurang dari 6
minggu) atau kronis (lebih dari 6 minggu). Berbagai macam varian urtikaria antara lain
imunoglobulin E akut (IgE)-dimediasi urtikaria, kimia-induced urticaria (non-IgE-mediated),
vaskulitis urtikaria, urtikaria autoimun, urtikaria kolinergik, urtikaria dingin, mastositosis,
Muckle-Wells syndrome, dan banyak lainnya
Pengobatan
Terdapat tiga jenis obat yang cukup baik untuk mengontrol gejala pada urtikaria, yaitu
golongan simpatomimetik, antihistamin, dan kortikosteroid.
a. Simpatomimetik, seperti epinefrin dan efedrin.
Epinefrin (adrenalin HCl/ bitartrat), (adrenalin, epinefrin)
Sediaan : injeksi : s.k/i.m/i.v 0,1%
Dosis dewasa : Dosis dewasa : 0,2-0,5 mg (0,2-0,5 ml larutan 1:1000
Indikasi : pengobatan anafilaksis berupa bronkospasme akut atau eksaserbasi asthma
yang berat, selain itu, bisa digunakan pada urtikaria akut dan dikombinasikan dengan
histamine
Mekanisme kerja : epinefrin mempunyai efek yang berlawanan dengan histamin,
yaitu menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah kulit superfisial dan permukaan
mukosa.
Kontraindikasi : Glukoma sudut tertutup, penyuntikan ke dalam jari tangan, ibu jari,
hidung, dan genetalia, dapat menyebabkan nekrosis jaringan karena terjadi
vasokonstriksi pembuluh kapiler, syok hemoragi, insufisiensi pembuluh koroner
jantung, penyakit arteri koroner.
Farmakokinetik : pada pemberian parenteral subkutan, absorbs lambat karena terjadi
vasokonstriksi local, dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorbsi
lebih cepat dengan cara penyuntikan intramuscular.
b. Antihistamin
Diklasifikasikan menjadi H1, H2, H3 berdasarkan kemampuan menghambat aksi
spesifik reseptor histamine dalam jaringan. Urtikaria disebabkan oleh terlepasnya
histamin, bradikinin, leukotrien C4, prostaglandin D2, dan substansi vasoaktif lainnya
dari sel mast dan basofil pada dermis. Substansi-substansi tersebut menyebabkan
ekstravasasi cairan ke dalam dermis, menyebabkan terbentuknya lesi urtikaria. Gatal
yang biasanya menyertai urtikaria disebabkan oleh terlepasnya histamin ke dalam
dermis. Histamin merupakan ligand terhadap 2 reseptor membran, yaitu reseptor H1
dan H2, yang terdapat pada berbagai tipe sel. Aktivasi dari reseptor histamin H1 pada
sel endotelial dan pada sel-sel otot polos menyebabkan meningkatnya permeabilitas
kapiler. Aktivasi reseptor histamin H2 menyebabkan vasodilatasi arteriola dan venula.
1. AH1
Hampir semua urtikaria, terutama urtikaria kronik yang penyebabnya sulit
diketahui, pemberian antihistamin H1 merupakan pilihan pertama.
a. Hidroksizin hidroklorida 10-50 mg setiap 4-8 jam. Bila serangan sering,
tujuannya adalah mencegah serangan melalui pemberian obat yang teratur, bukan
diberikan bilamana perlu.
b. Penghambat H1 non sedatif: Astemizol 10 mg 2-3 kali PO dalam keadaan
lambung kosong; atau terfenadin 60 mg PO setiap 12 jam, atau cetirizin 10 mg PO
/ hari.
c. Bila pengobatan di atas tidak apat mengendalikan urtikaria,
pertimbangkanuntuk menambahkan penghambat H1 dari golongan kimia lainnya,
misalnya:
i. Tablet klemastin fumarat 1,34 mg atau 2,68 mg, tidak melebihi 8,04 mg/hari
atau lebih dari tiga tablet 2,68 mg tiga kali sehari.
ii.Siproheptadin hidroklorida 4 mg PO setiap 8 jam.
iii.Timeprazin tartrat spansul 5 mg, 1 setiap 12 jam, atau tablet 2,5 mg empat
kali sehari.
iv.Klorfeniramin maleat 4 mg tiga kali sehari
c. Kortikosteroid
Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin
gagal,bahkan pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping bermasalah.
Dalam situasi seperti itu, terapi urtikaria seharusnya respon dengan
menggunakan kortikosteroid. Jika tidak berespon, maka pertimbangkan
kemungkinan proses penyakit lain (misalnya,keganasan, mastocytosis,
vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam urticarial vasculitis,
yang biasanya tidak respon dengan antihistamin. Kortikosteroid harus
dihindari pada penggunaan jangka panjang pengobatan urtikaria kronis
karenaefek samping kortikosteroid seperti hiperglikemia, osteoporosis, ulkus
peptikum, dan hipertensi. Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone,
methylprednisolone, dan triamcinolone.
Peresepan
R/ Cetirizine tab mg 50 No. V
1 dd tab 1
R/ Simetidin tab mg 300 No XII
4 dd tab I
R/ Prednison tab mg 5 No IX
3 dd tab I
Pro : Tn. D (26 th)